Upload
maria-marcella-rusli
View
29
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
case simple pneumothoraks
Citation preview
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny.UN Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 25 tahun Suku bangsa : Jawa
Status perkawinan : Belum Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawati Pendidikan : SMA
Alamat : Prapatan Dalam no 38 Tanggal masuk RS: 27 Jan 2016
A. ANAMNESIS
Diambil dari autoanamnesis, tanggal 27 Jan 2013 Jam 19.20 WITA
Keluhan Utama : batuk darah
Keluhan Tambahan : nyeri dada kiri, sesak, berdebar-debar.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke IGD RSPB dengan keluhan batuk berdahak disertai darah sejak 3
minggu SMRS. Awalnya batuk berdahak yang tidak sembuh pada minggu pertama tanpa diobati
lalu berlanjut menjadi batuk darah seminggu terakhir SMRS. Pasien tidak berobat sebelumnya.
Sesak jg dirasakan sejak 1 minggu terakhir disertai nyeri dada sebelah kiri serta rasa berdebar
yang hilang-timbul sejak 1-2 minggu terakhir. Nyeri dada dirasakan menjalar sampai ke
punggung namun hilang dengan istirahat.
Pasien memiliki riwayat bekerja di tempat yang sangat berdebu akibat pembangunan
sekitar 3 bulan terakhir namun menyangkal adanya teman sekerja dan orang rumah yang dalam
pengobatan paru 6 bulan. Pasien menyangkal adanya keringat malam, nafsu makan berkurang,
mual dan muntah.
Riwayat penyakit dahulu
Asma (-), Alergi (-)
Hipertensi (-), DM (-), penyakit jantung (-), penyakit paru (-)
Riwayat penyakit keluarga
HT (-), DM (-), penyakit jantung (-), penyakit paru (-), Asma (-)
Riwayat Pekerjaan
Pasien bekerja di lingkungan yang kotor dan berdebu akibat lokasi pembangunan
gedung di Balikpapan sejak 3 bulan terakhir
B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 50 kg
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Suhu : 36,2°C
Pernafasaan : 24 x/menit
Keadaan gizi :baik ( IMT = 19,53 )
Kesadaran : compos mentis
Kepala
Ekspresi wajah : baik Simetri muka : simetris
Rambut : hitam, merata Pembuluh darah temporal : teraba
Mata
Exophthalamus : tidak ada Enopthalamus : tidak ada
Kelopak : oedem (-)/(-) Lensa : jernih
Konjungtiva : anemis (-)/(-) Visus : tidak dinilai
Sklera : ikterik (-)/(-) Gerakan Mata : normal
Lapangan penglihatan: normal Tekanan bola mata: tidak diperiksa
Telinga
Tuli : -/- Membran timpani : utuh
Serumen : -/- Penyumbatan : tidak ada
Cairan : -/- Pendarahan : tidak ada
Mulut
Bibir : normal Tonsil : T1 –T1 tenang
Langit-langit : normal Bau pernapasan : tidak ada
Gigi geligi : normal Trismus : tidak ada
Faring : hiperemis (+) Selaput lendir : tidak ada
Lidah : normal
Leher
Kelenjar Tiroid : tidak tampak membesar.
Kelenjar Limfe kanan : tidak tempak membesar
Kelenjar Getah Bening
Submandibula : tidak teraba membesar Supraklavikula: tidak teraba membesar
Leher : tidak teraba membesar Axilla : tidak teraba membesar
Lipat paha : tidak teraba membesar
Dada
Bentuk : datar, tidak cekung
Pembuluh darah : normal, spider nervi (-)
Paru – Paru
Depan Belakang
Inspeksi Simetris saat statis dan Tidak
simetris saat dinamis
Simetris saat statis dan Tidak
simetris saat dinamis
Palpasi Kiri - Tidak ada benjolan
- Stem fremitus lebih kuat
- Tidak ada benjolan
- Stem fremitus lebih kuat
Kanan - Tidak ada benjolan
- Stem fremitus kuat
- Tidak ada benjolan
- Stem fremitus kuat
Perkusi Kiri Hipersonor Hipersonor
Kanan Sonor Sonor
Auskultasi Kiri - Suara dasar menghilang
- Wheezing (-), Ronki (-)
- Suara dasar menghilang
- Wheezing (-), Ronki (-)
Kanan - Suara dasar vesikuler
- Wheezing (-), Ronki (-)
- Suara dasar vesikuler
- Wheezing (-), Ronki (-)
Jantung
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi iktus cordis.
Palpasi : Teraba iktus cordis pada 1 cm medial ICS V di linea midklavikula kiri
Perkusi :
Batas kanan : ICS IV linea sternalis kanan.
Batas kiri : ICS V 1 cm sebelah medial linea midklavikula sinistra
Batas atas : ICS III linea parasternal sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni reguler, Gallop (-), Murmur (-).
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Dinding perut : supel, nyeri tekan epigastrium (-)
Hati : tidak teraba pembesaran
Limpa : tidak teraba pembesaran
Ginjal : ballotement ( - ), nyeri ketok costovertebral ( - )
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas Superior
Akral Hangat +/+, Edema -/-, tonus otot dan gerak baik
Ekstremitas Inferior
Akral Hangat +/+, Edema -/-, tonus otot dan gerak baik
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. LABORATORIUM
Hasil pemeriksaan tanggal 27 Jan 2016
Hasil Nilai NormalHemoglobinHematokritEritrositLeukositTrombositMCVMCHCMCHDiff count :BasofilEosinofilNeutrofilLimfositMonosit
12.432.33.727.74282873833
0273214
12-16 g/dL37-47 g/dL4.2-5.4 10^6 /uL4.8-10.8 10^6/uL150-450 10^3/uL81-99 fL33-37 g/dL27-31 pg
0-1%0-7%40-47%19-48%3-9%
Glukosa SewaktuSGPTSGOTKreatininUreumElektrolit :NatriumKaliumKlorida
8013220.620.3
143.23.8105.8
<170 mg/dL0-33 U/L0-40 U/L0.5-0.9 mg/dL10-50 mg/dL
136-145 mmol/L3.5-5.1 mmol/L97-111 mmol/L
LED 35 0-20 mm/jam
2. RADIOLOGI
Tgl 27 Jan 2016
Kesan : Pneumothorax sinistra
3. EKG
Kesimpulan : Sinus Rhythm
D. RESUME
Telah diperiksa pasien perempuan, usia 25 th, datang ke IGD RSPB dengan keluhan
batuk berdahak disertai darah sejak 3 minggu SMRS. Awalnya batuk berdahak yang tidak
sembuh seminggu awal , berlanjut menjadi batuk darah seminggu terakhir SMRS. Sesak sejak 1
minggu terakhir dan rasa berdebar yang hilang-timbul sejak 1-2 minggu. Nyeri dada kiri
menjalar sampai ke punggung namun hilang dengan istirahat sejak 1-2 minggu. Pasien
menyangkal adanya kontak dengan orang TBC, keringat malam, nafsu makan berkurang.
Riwayat pekerjaan : bekerja di tempat pembangunan gedung yang berdebu
Riwayat penyakit dahulu : asma (-), alergi (-)
P emeriksaan F isik :
Tanda vital : Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Suhu : 36,2°C
Pernafasaan : 24 x/menit
Paru-paru :
o inspeksi : tampak asimetris saat bernapas
o palpasi : stem fremitus kiri lebih kuat
o perkusi : hipersonor di paru kiri
o auskultasi : suara nafas kiri menghilang, ronkhi -/-, wheezing -/-
Pemeriksaan penunjang :
Lab darah lengkap : LED 35 mm/jam
Foto thorax PA : kesan : pneumothorax sinistra
EKG dalam batas normal
E. DIAGNOSIS KERJA DAN DASAR DIAGNOSIS
Diagnosis kerja : Simple Pneumothorax Sinistra
Dasar Diagnosis
Keluhan : batuk 3 minggu, berdahak minggu awal diikuti batuk berdarah 2 minggu
terakhir. Terasa sesak sejak 1 minggu. Nyeri dada kiri menjalar ke punggung sejak 1
minggu dan rasa berdebar.
Pemeriksaan fisik :
o inspeksi : tampak asimetris saat bernapas
o palpasi : stem fremitus kiri lebih kuat
o perkusi : hipersonor di paru kiri
o auskultasi : suara nafas kiri menghilang, ronkhi -/-, wheezing -/-
Foto Thorax PA kesan : pneumothorax sinistra
F. RENCANA PENATALAKSANAAN
Pemeriksaan Lanjutan :
Sputum BTA dan kultur sputum
Tatalaksana Non Medikamentosa :
Pemasangan WSD untuk evakuasi udara dalam selaput paru
Monitoring keberhasilan dengan foto rontgen thorax PA
Monitoring TTV
Tatalaksana Medikamentosa
O2 nasal kanul 3lpm
IVFD RL 16 tpm
Inj Transamin 3x1 amp
Inj Vit K 3x1 amp
Inj Esofer 2x1 amp
Inj Remopain 2x1 amp
G. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam pleura yang
menyebabkan kolapsnya paru yang terkena (3).
B. Klasifikasi
Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (2), (3) :
1. Pneumotoraks spontan
Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks tipe ini dapat
diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba
tanpa diketahui sebabnya.
b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi dengan didasari
oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, misalnya fibrosis kistik,
penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.
2. Pneumotoraks traumatik,
Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma penetrasi
maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru.
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi karena
jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.
b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat
komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih dibedakan
menjadi dua, yaitu :
1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental
Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena
kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada parasentesis
dada, biopsi pleura.
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)
Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara
mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini dilakukan
untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum
era antibiotik, maupun untuk menilai permukaan paru.
Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan ke dalam
tiga jenis, yaitu (4) :
1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding
dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura
awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap
oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-
ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah
kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura
tetap negatif.
2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax),
Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan
bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada).
Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada
pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai
dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan (4).
Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan
menjadi positif (4). Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal,
tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka
(sucking wound) (2).
3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)
Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama
makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada
waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan
selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di
dalam rongga pleura tidak dapat keluar (4). Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura
makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam
rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas (2).
Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka pneumotoraks dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (4) :
1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian kecil paru (<
50% volume paru).
2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru (> 50%
volume paru).
Pneumotorak dapat dibagi berdasarkan penyebabnya (6,7,9) :
1. Pneumotorak spontan Oleh karena : primer (ruptur bleb), sekunder
(infeksi, keganasan), neonatal
2. Pneumotorak yang di dapat Oleh karena : iatrogenik, barotrauma, trauma
Pneumotorak dapat dibagi juga menurut gejala klinis:
1. Pneumotorak simple : tidak diikuti gejala shock atau pre-shock
2. Tension Pnuemotorak : diikuti gejala shock atau pre-schock
Pneumotorak dapat dibagi berdasarkan ada tidaknya dengan hubungan luar menjadi :
1.Open pneumotorak
2.Closed pneumotorak
C. Patofisiologi
Paru-paru dibungkus oleh pleura parietalis dan pleura visceralis. Di antara pleura
parietalis danvisceralis terdapat cavum pleura. Cavum pleura normal berisi sedikit cairan
serous jaringan.Tekanan intrapleura selalu berupa tekanan negatif. Tekanan negatif pada
intrapleura membantu dalam proses respirasi. Proses respirasi terdiri dari 2 tahap : fase
inspirasi dan fase eksprasi. Padafase inspirasi tekanan intrapleura : -9 s/d -12 cmH2O;
sedangkan pada fase ekspirasi tekananintrapleura: -3 s/d -6 cmH2O. Adanya udara pada
cavum pleura menyebabkan tekanan negatif pada intrapleura tidak terbentuk. Sehingga
akan mengganggu padaproses respirasi.
Pneumotorak spontan, closed pneumotorak, simple pneumotorak, tension
pneumotorak, dan open pneumotorak. Pneumotorak spontan terjadi karena lemahnya
dinding alveolus dan pleura visceralis. Apabila dinding alveolus dan pleura viceralis yang
lemah ini pecah, maka akan ada fistel yang menyebabkan udara masuk ke dalam cavum
pleura. Mekanismenya pada saat inspirasi rongga dada mengembang, disertai
pengembangan cavum pleura yang kemudian menyebabkan paru dipaksa ikut
mengembang, seperti balon yang dihisap. Pengembangan paru menyebabkan tekanan
intraalveolar menjadi negatif sehingga udara luar masuk. Pada pneumotorak
spontan,paru-paru kolpas, udara inspirasi ini bocor masuk ke cavum pleura sehingga
tekanan intrapleura tidak negatif. Pada saat inspirasi akan terjadi hiperekspansi cavum
pleura akibatnya menekan mediastinal ke sisi yang sehat. Pada saat ekspirasi mediastinal
kembali lagi ke posisi semula. Proses yang terjadi ini dikenal dengan mediastinal flutter
(6,7,9). Pneumotorak ini terjadi biasanya pada satu sisi, sehingga respirasi paru sisi
sebaliknya masihbisa menerima udara secara maksimal dan bekerja dengan sempurna.
Terjadinya hiperekspansi cavum pleura tanpa disertai gejala pre-shock atau shock
dikenal dengan simple pneumotorak. Berkumpulnya udara pada cavum pleura dengan
tidak adanya hubungan dengan lingkungan luar dikenal dengan closed
pneumotorak .Pada saat ekspirasi, udara juga tidak dipompakan balik secara maksimal
karena elastic recoil dari kerja alveoli tidak bekerja sempurna. Akibatnya bilamana
proses ini semakin berlanjut,hiperekspansi cavum pleura pada saat inspirasi menekan
mediastinal ke sisi yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada paru dan cavum
pleura karena luka yang bersifat katup tertutup terjadilah penekanan vena cava,shunting
udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas.Akibatnya dapat timbulah gejala pre-
shock atau shock oleh karena penekanan vena cava.Kejadian ini dikenal dengan tension
pneumotorak(6,7,9).
Pada open pneumotorak terdapat hubungan antara cavum pleura dengan
lingkunga luar. Open pneumotorak dikarenakan trauma penetrasi. Perlukaan dapat
inkomplit (sebatas pleura parietalis)atau komplit (pleura parietalis dan visceralis).
Bilamana terjadi open pneumotorak inkomplit pada saat inspirasi udara luar akan masuk
ke dalam cavum pleura. Akibatnya paru tidak dapat mengembang karena tekanan
intrapleura tidak negatif. Efeknya akan terjadi hiperekspansi cavumpleura yang menekan
mediastinal ke sisi paru yang sehat. Saat ekspirasi mediastinal bergeser kemediastinal
yang sehat. Terjadilah mediastinal flutter. Bilamana open pneumotorak komplit maka
saat inspirasi dapat terjadi hiperekspansi cavum pleura mendesak mediastinal ke sisi paru
yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada cavum pleura dan paru karena luka
yang bersifat katup tertutup. Selanjutnya terjadilah penekanan vena cava,shunting
udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbulah gejala pre-
shock atau shock oleh karena penekanan vena cava. Kejadian inidikenal dengan tension
pneumotorak.
D. Gejala klinis
Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah (2), (4), (5) :
1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak dirasakan
mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek,
dengan mulut terbuka.
2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada sisi yang
sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan.
3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
4. Denyut jantung meningkat.
5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.
6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya pada jenis
pneumotoraks spontan primer.
E. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan (3), (4):
1. Inspeksi :
a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi dinding dada)
b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal
c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
2. Palpasi :
a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
3. Perkusi :
a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar
b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura
tinggi
4. Auskultasi :
a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang
b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Röntgen
Gambaran radiologis yang tampak pada foto röntgen kasus pneumotoraks antara
lain (6):
a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan tampak
garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk
garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang berada
di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar
kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.
c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals
melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan
jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi
pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.
d. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai
berikut (3):
1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai
dari basis sampai ke apeks.
2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit. Hal
ini biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum.
3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak
permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma
2. Analisa Gas Darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada
kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat
secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.
3. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan
pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk
membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.
G. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara dari
rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya,
penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut :
1. Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah menutup,
maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan diresorbsi. Laju resorbsi
tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan O2. Observasi dilakukan dalam
beberapa hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari (2). Tindakan
ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka (4).
2. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang
luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra
pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara (2)
:
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan
demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif
karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut (2), (4).
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1) Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura,
kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan
dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan
tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di
dalam botol (4).
2) Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan
kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding toraks
sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap
ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus set.
Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah
klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari
ujung infuse set yang berada di dalam botol (4).
3) Pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura
dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit. Pemasukan
troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan
insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris
posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis mid klavikula.
Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke
rongga pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter toraks
yang masih tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks
yang ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik
lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm
di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah
keluar melalui perbedaan tekanan tersebut (3), (4).
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura tetap
positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar
10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru
telah mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif
kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu
dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam
rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut.
Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi
maksimal (2).
3. Torakoskopi
Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks dengan alat
bantu torakoskop.
4. Torakotomi
5. Tindakan bedah (4)
a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari lubang yang
menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit
b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang menyebabkan paru
tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan dekortikasi.
c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan atau
terdapat fistel dari paru yang rusak
d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian kedua
pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta :
EGC; 1997. p. 598.
2. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati,
Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p.
1063.
3. Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Updated: 2010 May 27;
cited 2011 January 10. Available from http://emedicine.medscape.com/article/827551
4. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :
Airlangga University Press; 2009. p. 162-179
5. Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax (Collapsed Lung). Cited :
2011 January 10. Available from :
http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm
6. Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka Cendekia Press;
2007. p. 56