42
CASE REPORT Chronic Kidney Disease stage V on HD ec Nephropathy Diabetic Konsulen Pembimbing Dr. Tiroy Sari Bumi Simanjuntak, SpPD Penyusun : Ressy Hastopraja (0961050185)

Case Report

Embed Size (px)

DESCRIPTION

case report

Citation preview

Page 1: Case Report

CASE REPORT

Chronic Kidney Disease stage V on HD

ec Nephropathy Diabetic

Konsulen Pembimbing

Dr. Tiroy Sari Bumi Simanjuntak, SpPD

Penyusun :

Ressy Hastopraja

(0961050185)

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT DALAM

PERIODE 2 MARET – 9 MEI 2015

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA

2015

Page 2: Case Report

BAB I

ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Tn. Ardjawinata

Umur : 80 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Perum cutra indah bukit ravenia AQ1, Jonggol

Agama : Kristen

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Tidak bekerja

Dokter : dr. Tiroy Sari Bumi Simanjuntak, SpPD

Masuk : 4 april 2015

II. ANAMNESIS

Autoanamnesis

a. Keluhan Utama :

Sesak nafas

b. Keluhan Tambahan :

Bengkak di kedua tungkai, nafsu makan berkurang, lemas

c. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke RS UKI dengan keluhan sesak nafas ± 1 hari SMRS. Sesak

dirasakan tiba-tiba dan terus menerus walaupun sedang istirahat sekalipun. Selain itu

pasien juga mengeluh kedua kakinya bengkak yang dialami ± 2 minggu yang lalu.

Bengkak yang di alami semakin bertambah besar. Pasien pun mengatakan bahwa

nafsu makan berkurang, sehingga pasien jarang dan malas untuk makan dan pasien

pun merasa lemas dan terlihat pucat. Pasien belum berobat untuk mengurangi keluhan

saat ini. Demam (-), Batuk (-), Mual (-), Muntah (-), jumlah air kencing agak

berkurang, BAK tak ada keluhan.

Pasien mempunyai riwayat Hemodialisa dan terakhir pada bulan maret.

d. Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat Hipertensi (+)

Riwayat Diabetes (+)

e. Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama dengan pasien.

Page 3: Case Report

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 4 april 2015

a. Keadaan umum/ kesadaran : tampak sakit sedang / Composmentis E4V5M6

b. Tanda Vital

- Tekanan darah : 180/90 mmHg

- Frekuensi nadi : 89x/menit, regular

- Frekuensi pernapasan : 24x/menit

- Suhu tubuh : 36,5 oC

c. Data antropometri

- Berat badan : 60 kg

- Tinggi badan : 170 cm

d. Status Gizi

- BMI : (60/1,72 = 20,76 kg/m2) Normal

e. Kepala

- Bentuk : normocephali,

- Mata : konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-, pupil isokor 3mm/3mm,

RCL +/+, RCTL +/+

- Telinga : normotia, membran timpani intak, serumen -/-

- Hidung : bentuk normal, sekret (-), nafas cuping hidung -/-

f. Leher : KGB tak teraba membesar.

g. JVP : 5 – 2 cmH2O

h. Thorax

- Paru

- Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, retraksi -

- Palpasi : vocal fremitus melemah hemithorax dextra

- Perkusi : Redup di hemithorax dextra

- Auskultasi : BND vesikuler, ronki +/+, wheezing -/-

- Jantung

- Inspeksi : Ictus cordis tidak nampak

- Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V garis midclavicula sinistra

- Perkusi : Batas jantung kanan ICS IV garis sternal dextra

Batas jantung kiri ICS V garis midclavicula sinistra

- Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Page 4: Case Report

i. Abdomen

- Inspeksi : perut datar

- Auskultasi : bising usus (+), 5x/menit.

- Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

membesar

- Perkusi : timpani, nyeri ketok (-)

j. Ekstremitas : akral hangat , CRT <2”, Edema

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a) Laboratorium darah

PEMERIKSAAN IGD

4 / 4/ 2015

Bangsal

5 / 5 / 2015

Bangsal

6 / 5 / 2015

Bangsal

7 / 5 / 2015

Bangsal

8 / 5 / 2015

Darah perifer lengkap

Hemoglobin ( g/dl ) 8.8 L - - - -

Leukosit ( /Ul ) 6800 - - - -

Hematokrit ( % ) 24.8 L - - - -

Trombosit ( /Ul ) 173000 - - - -

Kimia klinik-

Ureum darah ( mg/dl ) 292 H - - - -

Creatinin darah ( mg/dl ) 10.13 H - - - -

GDS ( mg/dl ) 83 40 L / 107 191 102 107

Elektrolit

Natrium ( mmol/L ) 136 141 - 132 -

Kalium ( mmol/L ) 7.3 H 6.5 H - 5.8 H -

Clorida ( mmol/L ) 118 H 122 H - 112 H -

Serologi

HBsAg - Non Reaktif - - -

Anti HCV total - - - Non Reaktif -

Kimia klinik

SGOT - - - 69 H -

SGPT - - - 19 -

Page 5: Case Report

PEMERIKSAAN Bangsal

9 / 4/ 2015

Bangsal

10 / 5 / 2015

Bangsal

11 / 5 / 2015

Bangsal

12 / 5 / 2015

Bangsal

13 / 5 / 2015

Darah perifer lengkap

Hemoglobin ( g/dl ) - - - - -

Leukosit ( /Ul ) - - - - -

Hematokrit ( % ) - - - - -

Trombosit ( /Ul ) - - - - -

Kimia klinik-

Ureum darah ( mg/dl ) 70 H - - - -

Creatinin darah ( mg/dl ) 2.77 H - - - -

GDS ( mg/dl ) 258 H - 129 193 148

Elektrolit

Natrium ( mmol/L ) 141 - - - -

Kalium ( mmol/L ) 3.1 - - - -

Clorida ( mmol/L ) 105 - - - -

Serologi

HBsAg - - - -

Anti HCV total - - - - -

Kimia klinik

SGOT - - - - -

SGPT - - - - -

b) EKG

Page 6: Case Report

V. RESUME

a) Anamnesis

Pasien laki-laki usia 80 tahun datang dengan keluhan sesak nafas ± 1 hari SMRS.

mengeluh kedua kakinya bengkak yang dialami ± 2 minggu yang lalu nafsu makan

berkurang, sehingga pasien jarang dan malas untuk makan dan pasien pun merasa lemas

dan terlihat pucat.

b) Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum/ kesadaran : tampak sakit sedang/ Composmentis E4V5M6

b. Tanda Vital

- Tekanan darah : 180/90 mmHg

- Frekuensi nadi : 89x/menit, regular

- Frekuensi pernapasan : 24x/menit, regular

- Suhu tubuh : 36,5 oC

c. Status Gizi

- BMI : (60/1,72 = 20,76 kg/m2) Normal

d. Kepala

- Bentuk : normocephali,

- Mata : konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-, pupil isokor 3mm/3mm,

RCL +/+, RCTL +/+

- Telinga : normotia, membran timpani intak, serumen -/-

- Hidung : bentuk normal, sekret (-), nafas cuping hidung -/-

e. Leher : KGB tak teraba membesar.

f. Thorax

- Paru : BND Vesikuler , Ronki +/+, Wheezing -/-

- Jantung : Dalam batas normal

g. Abdomen : Dalam batas normal

h. Ekstremitas : akral hangat , CRT <2”, Edema

VI. DIAGNOSIS KERJA

Chronic Kidney Disease on HD e.c Nephropathy Diabetic

Sindrom Uremic

Hipertensi

Diabetes mellitus tipe II

Hiperkalemia

Anemia

Page 7: Case Report

VII. PENATALAKSANAAN

a. Non medikamentosa

1) Rawat inap

2) O2 nasal kanul 2lpm

3) Diet : Diabetes + Rendah garam 1900 kal

4) IVFD : I D5% + 10 U Insulin/24jam

5) Restriksi cairan : 1200 cc/24jam

b. Medikamentosa

1) Lasix 2 x 1 amp

2) Amlodipine 1 x 5 mg

3) Diovan 1 x 80 mg

4) Asam folat 3 x 1

5) CaCo3 3 x 1

6) Hemafort 2 x 1

7) Bicnat 3x 1

8) Kalitake 4 x 2 sach

9) Ca Gluconas 3 x 1 amp

10) Sucralfat 3 x 1C

c. Planning

- Periksa elektrolit ulang + GDS/24 jam

- Periksa HBsAg + Anti HCV

- HD hari senin

- Pantau cairan ketat

- Hitung urin /24 jam

VIII. PROGNOSIS

Ad vitam : ad malam

Ad fungsionam : ad malam

Ad sanationam : ad malam

Page 8: Case Report

IX. FOLLOW UP

Tgl S O A P Keterangan

4/4/15 Bengkak di

kedua tungkai

KU : TSS

Kesadaran :

Composmentis

TD: 170/80 mmHg

N: 88x/menit

RR: 22x/menit

Suhu 36,5oC

Mata: CA+/+, SI-/-

Leher : KGB ttm

Thorax : rh +/+

Abd: dbn

Eks: edema inferior

GDS : 40 mg/dl

- CKD on HD

- Sindrom

uremik

- Hipertensi

- Hiperkalemia

- Anemia

- Hipoglikemia

- D40% 2falcon

- GDS ulang 1 jam

kemudian

- GDS ulang

: 107

mg/dl

- Cairan

7/4/15

PH : 3

- Lemas

- Nafsu

makan

menurun

- Kaki

bengkak

menurun

KU : TSS

Kesadaran :

Composmentis

TD: 140/70 mmHg

N: 82x/menit

RR: 20x/menit

Suhu 36,5oC

Mata: CA+/+, SI-/-

Leher : KGB ttm

Thorax : dbn

Abd: dbn

Eks: dbn

- CKD on HD

- Hipertensi

- Sindrom

uremik

- Hiperkalemia

- Anemia

- IVFD : I D5% + 5

U insulin / 24 jam

- I RL / 24 jam

- Diet : Lunak tak

merangsang, RG

- Medikamentosa

lanjutkan

- Hitung urin/24 jam

- Balance cairan

ketat

- Minum bebas

- p/ Px SGOT/PT, K,

GDS/hari, HBsAg,

Anti HCV, Anti

HIV

Hasil lab:

GDS : 102

K : 7.3 5.8

Cl : 112 H

HBsAg : -

Anti HCV : -

SGOT : 69 H

SGPT : 19

8/4/15

PH : 4

- Lemas

- Nafsu

makan

menurun

KU : TSS

Kesadaran :

Composmentis

TD: 130/70

N: 82x/menit

RR: 20x/menit

Suhu 36,5oC

- CKD on HD

- Hipertensi

- Sindrom

uremik

- Hiperkalemia

- Anemia

- Terapi lanjut Rencana HD

besok

Balance cairan

I : m 400

Infuse 500

O : u 450

Page 9: Case Report

Mata: CA+/+, SI-/-

Leher : KGB ttm

Thorax : dbn

Abd: dbn

Eks: dbn

Iwl 750

B : - 300

10/01/15

PH : 6

- Mual

- Muntah 5x

- Nyeri ulu

hati

- Nafsu

makan

kurang

KU : TSS

Kesadaran :

Composmentis

TD: 150/70

N: 80x/menit

RR: 20x/menit

Suhu 36,5oC

Mata: CA+/+, SI-/-

Leher : KGB ttm

Thorax : dbn

Abd: dbn

Eks: dbn

- CKD on HD

- Hipertensi

- Anemia

- Ondancentron

3x8 mg

- Omeprazole

2x1amp

- Neurodex

2x1tab

- RL stop I

aminofluid/24

jam

Hasil lab

- Ur :

70 H

- Cr :

2.77 H

- GDS :

258 H

11/4/15

PH : 7

- Mual

- Muntah (-)

- Lemas

KU : TSS

Kesadaran :

Composmentis

TD: 120/80

N: 86x/menit

RR: 18x/menit

Suhu 36,7oC

Mata: CA+/+, SI-/-

Leher : KGB ttm

Thorax : dbn

Abd: dbn

Eks: dbn

- CKD on HD

- Hipertensi

- Anemia

Terapi lanjut Balance cairan

I : 1250

O : U 500

Iwl 750

B : 0

13/4/15

PH : 6

- Mual (-)

- Muntah (-)

-

KU : TSS

Kesadaran :

Composmentis

TD: 130/80

N: 85x/menit

RR: 20x/menit

Suhu 36,5oC

Mata: CA+/+, SI-/-

Leher : KGB ttm

Thorax : dbn

Abd: dbn

- CKD on HD

- Hipertensi

- Anemia

Terapi lanjut Balance cairan

I : 1400

O : 1650

B : -250

Page 10: Case Report

Eks: dbn

14/4/15

PH : 7

HD

3 ½ jam

KU : TSS

Kesadaran :

Composmentis

TD: 110/60

N: 85x/menit

RR: 20x/menit

Suhu 36,5oC

Mata: CA+/+, SI-/-

Leher : KGB ttm

Thorax : dbn

Abd: dbn

Eks: dbn

- CKD on HD

- Hipertensi

- Anemia

Terapi lanjut Balance cairan

I : 1450

O : 1950

B : 500

15/5/15

PH : 8

Keluhan tidak

ada

KU : TSS

Kesadaran :

Composmentis

TD: 140/80

N: 88x/menit

RR: 20x/menit

Suhu 36,5oC

Mata: CA+/+, SI-/-

Leher : KGB ttm

Thorax : dbn

Abd: dbn

Eks: dbn

- CKD on HD

- Hipertensi

- Anemia

Terapi lanjut Balance cairan

I : 1750

O : 1350

B : + 400

Page 11: Case Report

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN

Nefropati diabetik merupakan komplikasi mikrovaskuler diabetes melitus. Pada

sebagian penderita komplikasi ini akan berlanjut menjadi gagal ginjal terminal yang

memerlukan pengobatan cuci darah atau cangkok ginjal. Laporan Perhimpunan Nefrologi

Indonesia (PERNEFRI) tahun 1995, disebutkan bahwa nefropati diabetik menduduki urutan

nomor tiga (16,1%) setelah glomerulonefritis kronik (30,1%) dan pielonefritis kronik

(18,51%), sebagai penyebab paling sering gagal ginjal terminal yang memerlukan cuci darah

di Indonesia. Tingginya prevalensi nefropati diabetik sebagai penyebab gagal ginjal terminal

juga menjadi masalah di negara-negara lain. Mengingat problematik mahalnya pengobatan

cuci darah dan cangkok ginjal, berbagai upaya dilakukan untuk dapat menegakkan diagnosis

nefropati diabetik sedini mungkin sehingga progresivitasnya menjadi gagal ginjal terminal

dapat dicegah atau sedikitnya diperlambat.1

Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yang luas, yaitu kronik dan akut.

Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat

(biasanya berlangsung beberapa tahun), sebaliknya gagal ginjal akut terjadi dalam beberapa

hari atau minggu. Pada kedua kasus tersebut, ginjal kehilangan kemampuannya untuk

mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan

normal.2

Penyakit gagal ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang

beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya

berakhir dengan gagal ginjal. selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang

ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat yang

memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau transplantasi ginjal.3

Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak massa

nefron ginjal. Sebagian besar penyakit ini merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan

bilateral, meskipun lesi obstruktif pada traktus urinarius juga dapat menyebabkan gagal ginjal

kronik. Meskipun penyebabnya banyak, gambaran klinis gagal ginjal kronik sangat mirip satu

dengan lain karena gagal ginjal progresif dapat didefinisikan secara sederhana sebagai

defisiensi jumlah total nefron yang berfungsi dan kombinasi gangguan yang pasti tidak dapat

dielakkan lagi.2

Page 12: Case Report

II. DEFINISI

Penyakit gagal ginjal kronik atau Chronic Kidney Disease adalah suatu proses

patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang

progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. selanjutnya, gagal ginjal adalah

suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada

suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau

transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada

semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.4

Kriteria Penyakit Ginjal Kronik

1. Kerusakan ginjal ( renal damage ) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa

kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju

filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi :

Kelainan patologis

Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi

darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan ( imaging test)

2. Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3

bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal

Tabel 1 Kriteria Penyakit Ginjal Kronik3

Pada penyakit ginjal kronik, ada 2 hal penting yang harus ditelusuri, yakni:

1. Penyakit dasar yang menyebabkan gagal ginjal

2. Setelah fungsi 3/4 nefron hilang, sisanya akan mengambil alih fungsi nefron yang

rusak, sehingga nantinya akan menyebabkan hilangnya fungsi ginjal.5

Nefropati Diabetik adalah salah satu manifestasi mikroangiopati diabetik atau

permulaan mikroangiopati diabetik pada ginjal, sebagai penyulit Diabetes Melitus tipe I

maupun tipe II, dengan tanda-tanda : mikroproteinuria intermiten kemudian persisten dan

makroproteinuria yang kemudian disusul dengan penurunan fungsi ginjal yang bertahap dan

hipertensi, yang perjalanannya progresif menuju ke stadium akhir dari gagal ginjal.

Dalam pengertian patologi anatomi, Nefropati Diabetik merupakan kumpulan dari

bermacam-macam kelainan yang terdiri dari glomerulopati (difus, noduler, eksudatif dan

hialinisasi),arteriolopati (hialinisasi), dan tubulopati.6

Definisi nefropati klinis pada DM tipe2 adalah, bila ekskresi albumin dalam urin : >

200 μg/menit urin sewaktu, atau > 300 mg/urin tampung 24 jam, atau > 0,2 rasio

albumin/kreatinin urin sewaktu. Mikroalbuminuria, merupakan istilah untuk ekskresi

albumin melalui urin yang melebihi batas normal tetapi kadarnya tidak terdeteksi oleh

Page 13: Case Report

metode dipstik konvensional. Mikroalbuminuria digunakan untuk ujisaring nefropati pada

pasien DM tipe2.1

III. KLASIFIKASI

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal, yaitu atas dasar derajat

(stage) penyakit dan atas dasar etiologi.

Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat berdasarkan LFG, yang dihitung dengan

mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut :3

LFG (ml/mnt/1,73m2)= 140 – umur X berat badan

72 x Kreatinin Plasma

Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik dan Derajat Penyakit

Derajat Penjelasan LFG (mL/menit/1.73

m²)

1 Kerusakan ginjal disertai LFG

normal atau meninggi

≥ 90

2 Penurunan ringan LFG 60-89

3 Penurunan moderat LFG 30-59

4 Penurunan berat LFG 15-29

5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik dan Derajat Penyakit4

Derajat penyakit ginjal akibat penyakit DM dibagi menjadi 5, yaitu :

Tabel 3. Klasifikasi Neuropati Diabetik1

Page 14: Case Report

IV. EPIDEMIOLOGI

Diabetes telah menjadi penyebab utama pada penyakit Gagal Ginjal Kronis di AS dan Eropa. Hal ini disebabkan fakta bahwa meningkatnya prevalensi diabetes melitus , terutama tipe 2 , serta pasien diabetes melitus dapat hidup lebih lama.3

Di AS nefropati diabetik menyumbang sekitar 40% kasus Gagal Ginjal Terminal (ESRD). Sekitar 20 - 30% pasien dengan tipe 1 atau diabetes tipe 2 akan berkembang menjadi nefropati diabetik.9

Tabel 6. Penyakitt utama penyebab gagal ginjal kronik (Sumber: USRDS 2003, Annual data report; ANZDATA Registry Report 2003; The UK Renal Registry Report 2003; Iseki et al 2002).8

V. ETIOLOGI

Gagal ginjal kronik merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan

irreversibel yang berasal dari berbagi penyebab. Angka perkembangan penyakit ginjal kronik

ini sangat bervariasi. Perjalanan ESRD hingga tahap terminal dapat bervariasi dari 2-3 bulan

hingga 30-40 tahun.2

Empat faktor resiko utama dalam perkembangan End Stage Renal Disease (ESRD)

adalah usia, ras , jenis kelamin, dan riwayat keluarga. Insiden gagal ginjal diabetikum sangat

meningkat seiring dengan berjalannya usia. ESRD yang disebabkan oleh nefropati hipertensif

6,2 kali lebih sering terjadi pada orang Afrika-amerika dari pada orang kaukasia. Secara

keseluruhan insidens ESRD lebih besar pada laki-laki (56,3%) daripada perempuan (43,7%).2

Berdasarkan etiologinya, penyakit gagal ginjal kronik dapat dibedakan atas 3, yaitu

penyakit ginjal diabetes, penyakit ginjal non diabetes, dan penyakit ginjal pada transplantasi.3

Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Atas Dasar Etiologi

Penyakit Tipe Mayor

Penyakit ginjal

diabetes

Diabetes Tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal non

diabetes

Penyakit Glomerular

(Autoimun, infeksi sistemik, obat-obatan)

Page 15: Case Report

Penyakit Vaskuler

(Pembuluh darah besar, hipertensi,

mikroangiopati)

Penyakit tubulointerstitial

(pielonefritis kronik, batu, obstruksi, keracunan

obat)

Penyakit kistik

(Ginjal polikistik)

Penyakit pada

transplantasi

Rejeksi kronik

Keracunan obat (Siklosporin/takrolimus)

Penyakit recurrent

Transplant glomerulopati

Tabel 7. Etiologi Gagal Ginjal Kronik3

VI. PATOGENESIS

Diabetes melitus menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam berbagai bentuk.

Nefropati diabetik adalah istilah yang mencakup semua lesi yang terjadi di ginjal pada

diabetes melitus. Glomerulosklerosis adalah lesi yang paling khas dan dapat terjadi secara

difus atau nodular. Glomerulosklerosis diabetik difus merupakan lesi yang paling sering

terjadi, terdiri atas penebalan difus matriks mesangial dengan bahan eosinofilik disertai

dengan penebalan membran basalis kapiler. Glomerulosklerosis diabetik nodular lebih jarang

terjadi namun sangat spesifik untuk penyakit ini, terdiri atas bahan eosinofilik noduler yang

menumpuk dan terletak dalam perifer glomerulus didalam inti lobus kapiler. Kelainan non

glomerulus dalam nefropati diabetik adalah nefritis tubulointertitial kronik, nekrosis papilaris,

hialinosis arteri aferen dan eferen, serta iskemia. Glomerulosklerosis diabetik hampir selalu

didahului oleh retinopati diabetik yang ditandai dengan mikroaneurisma di sekitar makula.2

Page 16: Case Report

Tabel 8. Stadium Nefropati Diabetikum (Sumber: Dunlee TP. The changing management of diabetic

nephropathy Hosp Med 30(5): 45, 1995) 2

Riwayat perjalanan nefropati diabetik dari awitan hingga ESRD dapat dibagi menjadi

5 fase atau stadium. 2

1. Stadium 1, atau fase perubahan fungsional dini, ditandai dengan hipertropi dan

hiperfiltrasi ginjal. Stadium 1 sebenarnya ditemukan pada semua pasien yang didiagnosis

diabetes melitus tipe 1 (bergantung insulin), dan berkembang pada awal penyakit. Sering

terjadi peningkatan GFR hingga 40% diatas normal. Peningkatan ini disebabkan oleh

beberapa faktor, dengan faktor yang memperburuk adalah kadar glukosa darah yang

tinggi, glukagon yang abnormal, hormon pertumbuhan, efek renin, angiotensin I, dan

prostaglandin. Ginjal yang menunjukkan peningkatan GFR ukurannya lebih besar dari

normal, dan glomerulus yang bersangkutan akan lebih besar dengan daerah permukaan

yang meningkat. Perubahan ini diyakini dapat menyebabkan glomerulosklerosis fokal.2

2. Stadium 2, atau fase perubahan struktural dini ditandai dengan penebalan membran

basalis kapiler glomerulus dan penumpukan sedikit demi sedikit bahan matriks

mesangial. Stadium ini terjadi sekitar 5 tahun setelah awitan diabetes tipe 1 dan

kelihatannya akan berkembang pada semua pasien diabetes melitus. Kerasnya penebalan

atau perluasan mesangial yang terlihat pada stadium 2 secara positif berkaitan dengan

Stadium Nefropati Diabetikum

Stadium 1 ( Perubahan Fungsional Dini )

Hipertrofi ginjal

Peningkatan daerah permukaan kapiler glomerular

Peningkatan GFR

Stadium 2 ( Perubahan Struktur Dini )

Penebalan membran basalis kapiler glomerulus

GFR normal atau sedikit meningkat

Stadium 3 ( Nefropati Insipien)

Mikroalbuminuria ( 30 – 300 mg /24 jam)

Tekanan darah meningkat

Stadium 4 ( Nefropati Klinis atau Menetap)

Proteinuria( >300 mg/24 jam)

GFR menurun

Stadium 5 ( insufisiensi atau Gagal Ginjal Progresif)

GFR menurun dengan cepat (-1 ml/ bulan)

Ginjal kehilangan fungsinya setiap bulan hingga 3%

Page 17: Case Report

perkembangan proteinuria yang akan datang dan penurunan fungsi ginjal. penumpukan

matriks mesangial dapat mengenai lumen kapiler glomerulus, menyebabkan iskemia dan

menurunkan daerah permukaan filtrasi, namun GFR biasanya tetap dalam kisaran normal

yang tinggi. Ekskresi albumin urine biasanya normal selama stadium 2, kecuali pada

mikroalbuminemia reversibel yang terjadi dalam waktu singkat.2

Hiperglikemia persisten menjadi faktor utama dalam patogenesis glomerulosklerotik

diabetik dan melibatkan beberapa mekanisme, termasuk (1) vasodilatasi dengan

meningkatkan mikrosirkulasi yang menyebabkan peningkatan kebocoran zat terlarut

kedalam pembuluh darah dan jaringan sekitarnya; (2) pembuangan glukosa melalui jalur

polyol (insulin independen), menyebabkan penimbunan polyol dan penurunan kadar

komponen selular utama, termasuk glomerulus; dan (3) glikosilasi protein struktur

glomerulus. Pada hiperglikemia, glukosa memberikan reaksi dengan mengedarkan protein

seluler secara non enzimatik (misalnya glikosilasi hemoglobin menghasilkan A1C).

Glikosilasi membran basalis dan protein mesangial dapat menjadi faktor utama yang

bertanggung jawab dalam peningkatan matriks mesangial dan perubahan permeabilitas

membran yang menyebabkan proteinuria.2

3. Stadium 3 nefropati diabetik mengacu pada fase nefropati insipien dan secara khas

berkembang dalam waktu sekitar 10 tahun setelah awitan diabetes melitus. Tanda khas

stadium ini adalah mikroalbuminuria yang menetap (30-300 mg/24 jam) yang hanya

dapat terdeteksi dengan radioimunoassay atau metode lab sensitif lainnya. Normalnya

urin menyekresi albumin dibawah 30 mg/24 jam. Mikroalbuminuria yang menetap

dibuktikan dengan tiga atau lebih urin nefropati yang dikumpulkan secara terpisah

selama lebih dari 3-6 bulan. Mikroalbuminuria hanya dapat dideteksi pada 25% hingga

40% pasien, dan besar kemungkinannya untuk berkembang menjadi stadium 4 dan 5.

Kadar GFR normal hingga normal tinggi dan peningkatan tekanan darah juga merupakan

gambaran pada stadium 3.2

4. Stadium 4, atau fase nefropati diabetik klinis ditandai dengan proteinuria yang positif

dengan carrik celup (>300 mg/24 jam) dan dengan penurunan GFR yang progresif.

Retinopati diabetik, serta hipertensi, hampir selalu ada pada nefropati diabetik stadium 4.

Stadium ini muncul kira-kira 15 tahun setelah awitan diabetes tipe 1 dan menyebabkan

ESRD pada sebagian besar kasus.2

5. Stadium 5 atau fase kegagalan atau insufisiensi ginjal progresif ditandai dengan azotemia

(peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum) disebabkan oleh penurunan GFR yang

cepat, yang pada akhirnya menyebabkan berkembangnya ESRD dan membutuhkan

Page 18: Case Report

dialisis atau transplantasi ginjal. Rata-rata waktu yg dibutuhkan untuk menuju stadium ini

adalah 20 tahun.2

Fase awal nefropati asimptomatik dan mulai berkembang setelah 5-8 tahun pada DM

tipe 2. Proses pasti kerusakan ginjal pada diabetes tidak diketahui. Beberapa mekanisme

telah diteliti diantaranya, hiperglikemia, hiperfiltrasi, peningkatan viskositas darah,

peningkatan tekanan glomerular, albumin, protein kinase C, growth factor, Advanced

Glycation End Products (AGEs), oxidative stress, dan hiperkolesterolemia.1

Kerusakan glomerulus disebabkan oleh minimal dua mekanisme, yaitu: denaturasi

protein akibat kadar glukose yang tinggi dan efek lanjut dari hipertensi intraglomerular.

Perubahan glomerulus ginjal dapat terjadi pada awal menderita diabetes. Hipertropi

glomerulus dan penebalan membrana basalis glomerulus, menyebabkan glomerulosklerosis

interkapiler difus, berkembang selama tahun tahun pertama penderita diabetes. Nodul

Kimmelstiel-Wilson, dengan penebalan pada pusat lobulus glomerulus dan penebalan

membrana basalis perifer pada individu penderita diabetes berbeda-beda.1

Mikroalbuminuria merupakan manifestasi pertama yang muncul pada gangguan

fungsi ginjal. Mikroalbuminuria, kadar albumin urin 20-200μg/menit atau 30-300mg/24 jam,

merupakan stadium reversibel. Schernthaner G, melaporkan konsentrasi albumin urin lebih

dari 20mg/L dalam urin sewaktu pagi hari mengindikasikan UAE antara 20-200μg/menit

dengan sensitivitas 86 % dan spesivisitas 98 %, dengan mengukur kreatinin secara simultan

dan menghitung rasio albumin-kreatinin, sensitivitas dan spesifisitas ini tidak dapat

ditingkatkan.1

Definisi nefropati klinis pada DM tipe 2 adalah, bila ekskresi albumin dalam urin

>200 μg/menit, atau >300mg/24 jam, atau >0,2 rasio albumin/kreatinin, merupakan stadium

yang ireversibel. Perkembangan lanjut proteinuria tanpa terapi, umur harapan hidupnya

kurang dari 10 tahun. Albumin lolos ke filtrat glomerulus disebabkan oleh faktor lain selain

peningkatan ukuran pori-pori membran, meskipun faktor lain ini tidak diketahui dengan pasti.

Pada saat gagal ginjal progresif, terjadi perubahan yang meluas baik vaskuler maupun

ekstravaskuler.1

Tiga jalur metabolik yang merupakan patogenesis nefropati diabetik adalah sebagai

berikut : 1

1. Pembentukan Advanced Glycation End Products (AGEs), merupakan hasil

reaksi non-enzimatik antara prekusor dikarbonil derivat-glukose intraseluler

(glioksal, metilglioksal, dan 3-deoksiglukoson) dengan kelompok amino dari

protein intraseluler dan ekstraseluler.

* Komponen matrik ekstraseluler: matrik & interaksi matrik sel yang abnormal,

cross-linking polipeptip dari protein (kolagen), trapping protein nonglikasi (LDL,

albumin), resisten terhadap enzim proteolitik.

Page 19: Case Report

* Intraseluler dan protein plasma: ligasi reseptor AGEs memicu timbulnya

(Reactive Oxygen Species) ROS dan aktifasi NF-κB terhadap sel target

(endotelium, sel mesangial, makrofag) dengan respons: sekresi sitokin dan growth

factor, induksi aktifitas prokoagulan, peningkatan permeabilitas vaskuler,

produksi extra cellulare matric (ECM) berlebihan.

2. Aktifasi Protein Kinase C (PKC), yang berefek terhadap:

* Produksi molekul proangiogenik vascular endothelial growth factor (VEGF),

yang berimplikasi terhadap neovaskularisasi, karakteristik sebagai retinopati

diabetik.

* Peningkatan aktivitas vasokonstriktor endotelin-1 dan penurunan aktivitas

vasodilator endothelial nitrit oksid sinthase (eNOS).

* Produksi molekul profibrinogenik serupa transforming growth factor-β (TGF-

β), yang akan memicu deposisi matrik ekstraseluler dan material membran basal.

* Produksi molekul prokoagulan plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1),

memicu penurunan fibrinolisis dan kemungkinan terjadinya oklusi vaskuler.

* Produksi sitokin pro-inflamasi oleh sel endotel vaskuler. Sering terjadi efek

AGEs dan aktifasi PKC overlapping.

Pembentukan AGE dan aktifasi Protein Kinase-C oleh hiperglikemia dapat dilihat

Gambar 4 : Pembentukan AGE dan aktifasi Protein Kinase C oleh karena hiperglikemia.1

Page 20: Case Report

3. Hiperglikemia Intraseluler dengan perubahan polyol pathways, hiperglikemia

memicu peningkatan glukosa intraseluler yang dimetabolisme oleh enzim aldose

reductase menjadi sorbitol, poliol. Dalam proses ini NADPH intraseluler

berfungsi sebagai kofaktor. NADPH juga diperlukan sebagai kofaktor oleh enzim

glutathion reductase untuk regenerasi glutathion (GSH). GSH merupakan

antioksidan penting dalam mekanisme intraseluler, sehingga penurunan kadar

GSH meningkatkan kerentanan sel terhadap stres oksidatif. Hiperglikemia

diyakini sebagai penyebab komplikasi diabetes melalui reaksi glikasi, aktifasi

Protein Kinase C, dan polyol pathway, selanjutnya produksi berlebihan reactive

oxygen species dari mitokondria. Pada kenyataannya mekanisme ini saling

mempengaruhi satu sama lain. Diketahui bahwa 3-Deoxyglucosone (3-DG)

terbentuk dari fruktose melalui polyol pathway sebagai glucose-derived glycated

proteins. Selanjutnya ditemukan bahwa perkembangan komplikasi diabetes lebih

cepat pada pasien dengan kadar serum 3-DG ekstrem tinggi. Pasien dengan kadar

3-DG yang tinggi menunjukkan tendensi komplikasi yang berat, pada kondisi

dimana kadar HbA1c mereka tidak tinggi. Sebaliknya pasien dengan kadar 3-DG

yang rendah menunjukkan relatif resisten terhadap berkembangnya komplikasi.

Dilaporkan bahwa, kadar serum 3-DG berperan pada perkembangan baik

nefropati maupun retinopati secara signifikan dibandingkan dengan lamanya

diabetes. Bahkan ada yang berpendapat bahwa, kadar 3-DG serum dapat

digunakan sebagai marker untuk prediksi prognosis mikroangiopati. Hal ini

disebabkan potensi cross-linking antara 3-DG pada polimerisasi protein lebih kuat

10 kali dibandingkan dengan glukose. Penemuan ini menunjukkan bahwa formasi

AGEs berakselerasi eksponensial ketika glukose dikonversi menjadi 3-DG. Studi

imunohistokimia juga menunjukkan bahwa 3-DG – derived AGEs seperti

pyrraline dan imidazolone terakumulasi pada lesi angiopati diabetik. Studi terbaru

mengatakan bahwa 3-DG berefek langsung pada fungsi sel. Che, dkk melaporkan

highly reactive dicarbonyls khususnya 3-DG memicu stres oksidatif intraseluler

dengan merusak bagian aktif dari enzim antioksidan. Sehingga paparan yang lama

terhadap kadar 3-DG yang tinggi terhadap sel akan menyebabkan berbagai

gangguan. 8

Hal ini mendukung penemuan pada pasien diabetik dengan kadar 3-DG relatif

tinggi berkembang menjadi komplikasi yang berat. Peningkatan kadar 3- DG

diinduksi oleh hiperglikemia, sehingga pada pasien diabetik terdapat kadar 3- DG

yang tinggi. Hal ini merupakan harapan baru sebagai target farmakologi untuk

pencegahan progresivitas komplikasi diabetik, dengan menghambat pembentukan

dicarbonyl compounds misal 3-DG.

Page 21: Case Report

Gambar 5. Skema Patofisiologi Nepropati Diabetik1

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan Laboratorium

Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi :

1. Sesuai penyakit yang mendasarinya

2. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan ureum kreatinin, dan

penurunan LFG

3. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,

peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia,

hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis

metabolik.3

Diagnosis stadium klinis nefropati diabetik secara klasik adalah dengan ditemukannya proteinuria > 0,5 gram/hari. Mengingat bahwa hampir semua ekskresi

Page 22: Case Report

protein dalam urin berbentuk albumin, dihubungkan juga dengan perubahan morfologi membran basal yang terjadi, telah dibuat konsensus bahwa diagnosis klinis nefropati diabetik sudah dapat ditegakkan bila didapatkan makroalbuminuria persisten (albuminuria > 300 mg/urin tampung 24 jam atau >200 μg/menit urin sewaktu). Disebut persisten (menetap) adalah bila 2 dari 3 kali pemeriksaan, yang dilakukan dalam kurun waktu 6 bulan, memberikan hasil positif. Definisi nefropati klinis pada DM tipe 2 adalah, bila ekskresi albumin dalam urin : > 200 μg/menit urin sewaktu, atau > 300 mg/urin tampung 24 jam, atau > 0,2 rasio albumin/kreatinin urin sewaktu.

Mikroalbuminuria, merupakan istilah untuk ekskresi albumin melalui urin yang melebihi batas normal tetapi kadarnya tidak terdeteksi oleh metode dipstik konvensional. Mikroalbuminuria digunakan untuk uji saring nefropati pada pasien DM tipe2. Mikroalbuminuria menunjukkan stadium yang reversible pada disfungsi renal, sedangkan proteinuria klinis menunjukkan penyakit yang irreversible.12

b. Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan radiologis pada penyakit ginjal kronik digunakan untuk

menyingkirkan berbagai penyakit penyebab, yaitu antara lain :

1. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radiopak

2. Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa

melewati filter glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh

toksik oleh kontras terhadap ginjal yamg sudah mengalami kerusakan

3. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai dengan indikasi

4. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,

korteks yang menipis, adanya hidronephrosis atau batu ginjal, kista,

massa, ataupun kalsifikasi

5. Pemeriksaan pemindai ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi3

II. PENATALAKSANAAN

Tanda klinik bagi setiap tahap nefropati diabetik adalah hiperglikemia, hipertensi, dan

selalu dijumpai hiperlipidemia. Keseluruhan tanda klinik ini sekaligus merupakan faktor

resiko untuk progresifitas ke tahap selanjutnya. Faktor resiko lainnya ialah konsumsi rokok.

Dengan demikian maka terapi di tiap tahapan umumnya sama dan adalah juga merupakan

tindakan pencegahan untuk memperlambat progresivitas program yang dimaksud. Terapi

dasar adalah kendalikan gula darah, kendali tekanan darah dan kendali lemak darah. Di

samping itu perlu dilakukan usaha mengubah gaya hidup seperti pengaturan diet,

menurunkan berat badan bila berlebih, latihan fisik, menghentikan kebiasaan merokok, dll,

juga tindakan preventif terhadap penyakit kardiovaskuler.3

1.) Pengendalian Kadar gula darah

Page 23: Case Report

Berbagai penelitian klinik jangka panjang (5-7 tahun), dengan melibatkan ribuan

pasien telah menunjukkan bahwa pengendalian kadar gula darah secara intensif

akan mencegah progresifitas dan mencegah timbulnya penyulit kardiovaskuler,

baik pada pasien DM tipe 1 maupun DM tipe 2. Oleh karena itu perlu sekali

diupayakan agar ini dilaksanakan sesegera mungkin. Yang dimaksud dengan

pengendalian secara intensif adalah pencapaian kadar HbA1C <7%, kadar gula

darah preprandial 90 – 130 mg/dl, post prandial < 180 mg/dl

2.) Pengendalian Tekanan Darah

Pengendalian tekanan darah juga telah ditunjukkan memberi efek perlindungan

yang besar, baik terhdap ginjal, renoproteksi, maupun terhadap organ

kardiovaskuler. Pada umumnya target adalah tekanan darah <130/90 mmHg, akan

tetapi bila proteinuria lebih berat >1 gram/24 jam maka target perlu lebih rendah,

yaitu <125/75 mmHg. Hal yang paling penting diperhatikan adalah tercapainya

tekanan darah yang ditargetkan. karena ACE Inhibitor dan ARB dikenal memiliki

efek proteinurik maupun renoproteksi yang baik, maka obat-obatan ini sebagai

obat awal hipertensi pada pasien DM.3

3.) Pengaturan Diet

Dalam upaya mengurangi progresivitas nefropati maka pemberian diet rendah

protein sangat penting. Umumnya dewasa ini disepakati pemberian diet

mengandung protein sebanyak 0,8 gram/kgBB/hari, atau sekitar 10% kebutuhan

kalori, pada pasien dengan Nefropati Overt, tetapi bila LFG telah mulai menurun

maka pembatasan protein dalam diet menjadi 0,6 gram/kgBB/hari mungkin

bermanfaat untuk memperlambat penurunan LFG selanjutnya.

Pada pasien DM sendiri cenderung mengalami keadaan dislipidemia diatasi

dengan statin, dengan target LDL Kolesterol <100 mg/dl pada pasien DM dan <70

mg/dl bila sudah ada kelainan kardiovaskular.

4.) Penangan Multifaktoral

Suatu penelitian klinik dari Steno Diabetes Center di Kopenhagen mendapatkan

bahwa penanganan intensif secara multifaktorial pada pasien DM tipe 2 dengan

mikroalbuminuria menunjukkan pengurangan faktor resiko yang jauh melebihi

penanganan sesuai panduan umum penanganan diabetes nasional. Penangan harus

secara intensif, artinya terapi yang dititrasi sampai mencapai target, baik tekanan

darah, kadar gula darah, lemak darah, dan mikroalbuminuria, serta juga disertai

pencegahan penyakit kardiovaskuler dengan pemberian aspirin. Obat-obat ACE

inhibitor dan ARB lebih banyak digunakan. Untuk pengendalian lemak darah

lebih banyak menggunakan statin.3

BAB III

Page 24: Case Report

ANALISA KASUS

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisis didapatkan :

1. Subjektif

a. Sesak nafas

b. Nafsu makan menurun

c. lemas

d. bengkak pada kedua kaki.

bengkak pada kedua kaki disebut edema. edema terjadi akibat proses ekstravasasi cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler, sehingga terjadi penumpukan cairan di jaringan interstisial.

e. BAK agak berkurang.

f. Riwayat DM (+)

g. Riwayat Hipertensi (+)

h. Riwayat Hemodialisa

2. Objektif

a. sakit sedang, gizi normal, komposmentis.

b. BB: 60kg, dan TB: 170cm, IMT: 20,76 kg/m2.

Jadi, status gizi pasien ialah gizi normalc. Tekanan darah: 180/90 mmHg, Nadi: 89 kali/menit, Pernafasan :24 kali/menit.

Suhu: 36.5 oC.

Tekanan darah 180/90 mmHg termasuk dalam HipertensiNadi, pernapasan, dan suhu dalam batas normal.

d. Pada pemeriksaan kepala, konjunctiva anemis (+),sklera ikterus (-), bibir sianosis (-).

Leher : dalam batas normal dan tidak ditemukan adanya deviasi trakea. Pada pemeriksaan thorax, didapatkan redup (dullness) pada paru kanan saat perkusi, bunyi pernafasan vesikuler kesan normal pada lobus kiri dan menurun setinggi V.Th X -XI pada lobus kanan. Didapatkan vocal fremitus juga menurun pada paru kanan, ditemukan adanya ronki + basah halus yang menandakan suatu konsolidasi yang dapat berupa cairan dan tidak ditemukan wheezing. Redup (dullness) pada paru kanan saat perkusi bisa menandakan adanya proses konsolidasi, fibrosis, cairan, dan efusi dalam rongga thorax. Jantung dan abdomen kesan normal.

e. Bengkak pada kedua kaki disebut edema. edema terjadi akibat proses ekstravasasi cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler, sehingga terjadi penumpukan cairan di jaringan interstisial.

f. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin, ditemukan Anemia dengan Hb 8.8 g/dl. tetapi tidak diketahui jenis anemia, perlu pemeriksaan MCV, MCH, MCHC, Feritin, TIBC untuk mengetahui jenis anemia.

g. Pada pemeriksaan elektrolit, didapatkan Na : 136 , K: 7.3, Cl: 118. Di simpulkan

bahwa terjadi peningkatan kadar kalium dalam darah yang disebut Hiperkalemia.

h. Pada pemeriksaan Gula darah didapatkan GDS: 83 mg/dL.

Page 25: Case Report

i. Pada pemeriksaan ureum dan kreatinin didapatkan ureum: 292, dan kreatin 10.13.

terjadi peningkatan kadar uremu dan kreatinin dalam darah.

.Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan hasil laboratorium serta

pemeriksaan penunjang lainnya, pasien didiagnosis sebagai Chronic Kidney Disease Stadium

V ec. Susp Nefropati Diabetik.

Pada pasien ini, berdasarkan hasil pemeriksaan ureum 292mg/dl, dan kreatinin 10.13 mg/dl

maka, laju filtrasi Glomerulus = ( 140 – umur) x berat badan

72 x kreatinin plasma (mg/dl)

= ( 140- 80 ) x 60

72 x 10.13

= 4.93 ml/mnt/1,73m2

Jadi, klasifikasi atas dasar derajat penyakit pada pasien ini, mempergunakan rumus

Kockcroft-Gault, dengan hasil Chronic Kidney Disease Stage V, dengan LFG < 15

ml/mnt/1,73m2..

Pada stadium dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal

reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian

secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi neuron yang progresif, yang ditandai

dengan peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60% pasien

masih belum merasakan keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea

dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien

seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan terjadi penurunan berat badan.

Sampai pada LFG dibawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata,

seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium,

pruritus, mual, muntah, dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi

saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi

gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan elektrolit natrium dan

kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan

pasien memerlukan terapi pengganti ginjal antara lain dialisis atau tranplantasi ginjal. pada

keadaan ini pasien dikatakan pada stadium gagal ginjal.

Pada pasien ini sudah masuk ke tahap V, dimana gejala klinis yang tampak pada

pasien ini adalah anemia, hipertensi, oligouria, edema tungkai.

Fungsi ginjal salah satunya ialah mensekresikan eritropoietin, suatu hormon yang

merangsang pembentukan sel darah merah. Sehingga pada pasien dengan gagal ginjal kronis,

eritropoietin tidak dapat dihasilkan sehingga sel darah merah tidak dapat terbentuk, sehingga

pada pasien ini didapatkan pemeriksaan Hb : 8.8 g/dl. dengan kesan Anemia. Diperlulan

pemeriksaan MCV, MCH, MCHC, Feritin, TIBC untuk mengetahui jenis anemia.

Page 26: Case Report

Pada pasien dengan LFG dibawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda

uremia yang nyata, seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor

dan kalsium, pruritus, mual, muntah, dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi

seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan

terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan elektrolit

natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih

serius, dan pasien memerlukan terapi pengganti ginjal antara lain dialisis atau tranplantasi

ginjal. pada keadaan ini pasien dikatakan pada stadium gagal ginjal2

Pada pasien ini LFG 4.93, artinya sudah termasuk gagal ginjal stadium akhir.

Penurunan LFG <15% dengan kadar ureum 292 pada pasien ini telah memperlihatkan

gejala-gejala sindrom uremia, seperti nafsu makan menurun, lemas dan gangguan elektrolit

(hiperkalemia).

Gejala-gejala yang timbul dari Chronic Kidney Disease stage V, selain sindrom

uremia, terdapat pula gejala-gejala yang berkaitan dengan penyakit penyebab CKD.

Berdasarkan gejala klinis pasien ini, didapatkan Riwayat DM. Untuk mengetahui

penyebab utama kerusakan ginjal yang mengarah ke nefropati diabetic diperlukan

pemeriksaan urinalisis yang menggambarkan adanya protein dalam urin atau proteinuria.

Nefropati Diabetika dapat dibuat apabila dipenuhi persyaratan seperti di bawah ini:

1. DM

2. Retinopati Diabetika

3. Proteinuri yang presisten selama 2x pemeriksaan interval 2 minggu tanpa penyebab

proteinuria yang lain, atau proteinuria 1x pemeriksaan plus kadar kreatinin serum

>2,5mg/dl.

Adapun klasifikasi nefropati diabtetik adalah sbb :

Page 27: Case Report

Pada pasien ini nefropati diabetik sudah sampai pada tahap V, karena telah

menunjukkan tanda-tanda sindroma uremia sehingga memerlukan terapi pengganti.

Stadium 5 atau fase kegagalan atau insufisiensi ginjal progresif ditandai dengan

azotemia (peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum) disebabkan oleh penurunan GFR

yang cepat, yang pada akhirnya menyebabkan berkembangnya ESRD dan membutuhkan

dialisis atau transplantasi ginjal. Rata-rata waktu yg dibutuhkan untuk menuju stadium ini

adalah 20 tahun.2

Fase awal nefropati asimptomatik dan mulai berkembang setelah 5-8 tahun pada DM

tipe2. Proses pasti kerusakan ginjal pada diabetes tidak diketahui. Beberapa mekanisme telah

diteliti diantaranya, hiperglikemia, hiperfiltrasi, peningkatan viskositas darah, peningkatan

tekanan glomerular, albumin, protein kinase C, growth factor, Advanced Glycation End

Products (AGEs), oxidative stress, dan hiperkolesterolemia.

Kerusakan glomerulus disebabkan oleh minimal dua mekanisme, yaitu: denaturasi

protein oleh kadar glukose yang tinggi dan efek lanjut dari hipertensi intraglomerular.

Perubahan glomerulus ginjal dapat terjadi pada awal menderita diabetes. Hipertropi

glomerulus dan penebalan membrana basalis glomerulus, menyebabkan glomerulosklerosis

interkapiler difus, berkembang selama tahun tahun pertama penderita diabetes. Nodul

Kimmelstiel-Wilson, dengan penebalan pada pusat lobulus glomerulus dan penebalan

membrana basalis perifer pada individu penderita diabetes berbeda-beda.

Mikroalbuminuria merupakan manifestasi pertama yang muncul pada gangguan

fungsi ginjal. Mikroalbuminuria, kadar albumin urin 20-200μg/menit atau 30-300mg/24 jam,

merupakan stadium reversibel. Schernthaner G, melaporkan konsentrasi albumin urin lebih

dari 20mg/L dalam urin sewaktu pagi hari mengindikasikan UAE antara 20-200μg/menit

dengan sensitivitas 86 % dan spesivisitas 98 %, dengan mengukur kreatinin secara simultan

dan menghitung rasio albumin-kreatinin, sensitivitas dan spesivisitas ini tidak dapat

ditingkatkan.

Page 28: Case Report

Definisi nefropati klinis pada DM tipe 2 adalah, bila ekskresi albumin dalam urin

>200 μg/menit, atau >300mg/24 jam, atau >0,2 rasio albumin/kreatinin, merupakan stadium

yang ireversibel. Perkembangan lanjut proteinuria tanpa terapi, umur harapan hidupnya

kurang dari 10 tahun. Albumin lolos ke filtrat glomerulus disebabkan oleh faktor lain selain

peningkatan ukuran pori-pori membran, meskipun faktor lain ini tidak diketahui dengan pasti.

Pada saat gagal ginjal progresif, terjadi perubahan yang meluas baik vaskuler maupun

ekstravaskuler.

Pada pasien ini kadar albumin belum dilakukan pemeriksaan .

Terapi non farmakologis pada pasien ini berupaDiet DM 1900 kkal/hari, Diet rendah

garam, rendah purin, rendah kalium, Diet protein 0,6 gram/kgbb/hari, infus I D5% + 10 U

insulin.

Terapi farmakologis

11) Lasix 2 x 1 amp

12) Amlodipine 1 x 5 mg

13) Diovan 1 x 80 mg

14) Asam folat 3 x 1

15) CaCo3 3 x 1

16) Hemafort 2 x 1

17) Bicnat 3x 1

18) Kalitake 4 x 2 sach

19) Ca Gluconas 3 x 1 amp

20) Sucralfat 3 x 1C

Dan Terapi Komplikasi pada pasien ini adalah Hemodialisis/ terapi pengganti ginjal.

DAFTAR PUSTAKA

Page 29: Case Report

1. Purwanto, E. Korelasi Jumlah Netrofil, Limfosit, dan Monosit Dengan Kadar Albumin

Urin pada Pasien DM Tipe-2.Patologi Klinik Universitas Diponegoro, 2007.

2. Sylvia, AP. Wilson, L . Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Volume 2.

Jakarta: EGC. 2005.

3. Rani, A. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FK UI. 2006.

4. Kasper, DL. Fauci, AS et al1. 16th Edition Harrison’s Principles of Internal. 2005.

5. Hannaman A. Internal Medicine Review Core Curiculum. Nephrology Advisor. 2007.

6. Eny,B. Askandar, T. Nefropati Diabetik. Cermin Dunia Kedokteran No. 43, 1987.

7. Compendium Of Indonesian Medicine, IPD’s CIM First Edition. PT Medinfocom

Indonesia. 2009.

8. Siegenthaler, W. Differential Diagnosis in Internal Medicine From Symptom to

Diagnosis. Georg Thieme Verlag, Rüdigerstrasse 14, 70469 Stuttgart, Germany. 2007.

9. Mark E. Molitch, MD (chair); Ralph A. DeFronzo, MD; Marion J. Franz, et all.

Nephropathy in Diabetes. American Diabetes Association. Diabetes Care, Volume 27,

Supplement 1, Januari 2004.

10.Sherwood, L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Penerbit Buku Kedokteran EGC,

Jakarta. 2001.

11.Arthur, GC. Text Book of Medical Physiology, Elevent Edition. Department of

Physiology and Biophysics University of Mississippi Medical Center Jackson,

Mississippi. 2006.

12.Raharjo, S. Pengaruh Hemodialisis Terhadap Kadar TNF α dan Prokalsitonin pada

Pasie Nefropati Diabetik Stadium V. Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit

Dalam, Fakultas Kedokteran UNS. 2010.