Upload
rizkyaisyahsoraya
View
28
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
case
Citation preview
STATUS PSIKIATRI
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. I
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 30 September 1981
Usia : 34 tahun
Agama : Islam
Alamat : Pasar Minggu
Suku Bangsa : Jawa
Pendidikan : S1
Status pernikahan : Belum Menikah
Pekerjaan : Tidak bekerja
Riwayat Perawatan : 5 kali dirawat di RSJ Dharmawangsa,
RS TNI AL Benhil, dan RSJ Dr. H.
Marzoeki Mahdi Bogor.
:
II. RIWAYAT PSIKIATRI
Berdasarkan
Autoanamnesis : 16 Oktober 2015 di Poliklinik Psikiatri RSUD Pasar Rebo
Alloanamnesis : 16 Oktober 2015 di Poliklinik Psikiatri RSUD Pasar Rebo
kepada ibu angkat pasien
A. Keluhan Utama :
Pasien diantar oleh ibu angkatnya untuk kontrol. Saat ini keluhan
pasien adalah pikiran masih sering kosong atau blank.
B. Keluhan Tambahan :
Pasien sering merasa lemas, tenaga berkurang, malas beraktivitas,
dan lebih banyak tidur.
1
C. Riwayat Gangguan Sekarang
Pasien diantar oleh ibu angkatnya ke Poliklinik Psikiatri RSUD
Pasar Rebo pada tanggal 16 Oktober 2015 dalam keadaan tenang untuk
kontrol. Saat ini pasien mengatakan bahwa pasien masih merasa sering
blank atau pikiran kosong sehingga tidak memiliki keinginan untuk
beraktivitas. Pasien juga merasa lemas, kurang bertenaga, malas untuk
bekerja atau melakukan sesuatu, dan lebih banyak tidur. Keluhan-keluhan
pasien tersebut dirasakan sejak terakhir di rawat di RS TNI AL Benhil 2
bulan yang lalu.
Menurut ibu angkat pasien, sehari-hari pasien tidak bekerja, tidak
suka menonton TV ataupun membaca koran, dan sering pergi ke warnet
dekat rumahnya. Ibu angkat pasien juga mengatakan bila pasien disuruh
untuk membantu membereskan rumah, pasien mau melakukannya namun
sering salah dalam meletakkan benda-benda pada tempatnya.
Pasien mengaku tidak menyukai acara berita di TV atau berita di
koran karena merasa takut dan tidak nyaman dengan topik-topik
pemberitaan tentang kriminalitas. Selama di warnet, pasien mengaku sering
mencari lowongan pekerjaan, mendengarkan musik, serta mengakses email
dan facebook.
Saat ini pasien sudah menganggur selama satu tahun. Selama periode
satu tahun ini, pasien sempat mendaftarkan diri ke 4 lowongan pekerjaan
yang berbeda, namun setiap masuk ke tahapan interview, pasien tidak
pernah hadir dengan alasan tidak ada biaya untuk transportasi dan tidak
berani meminta uang kepada ibu angkatnya. Sebelum sakit, pasien tidak
pernah mengalami masalah apapun, baik dengan keluarga, teman, ataupun
lingkungan.
D. Riwayat Gangguan Sebelumnya
a. Riwayat Psikiatri
Pada tahun 2009, pasien mulai berubah dan menunjukkan sikap yang
berbeda tepat setelah lulus kuliah. Ibu angkat pasien mengatakan bahwa
2
pasien menjadi lebih pendiam dari biasanya, pikiran kosong, malas
beraktivitas, tidak ada niat dan usaha untuk mencari pekerjaan, serta
lebih banyak tidur dirumah. Pasien sering mengambil uang dan hp ibu
angkatnya untuk kemudian dibelanjakan, namun sempat beberapa kali
tertangkap ketika pasien sedang berusaha membuka lemari ibu angkatnya
secara paksa untuk mengambil uang. Menurut pengakuan pasien, pasien
mengambil uang ketika ada sesuatu yang ingin pasien beli dan tidak
berani meminta secara langsung karena ibu angkat pasien sering
memarahi pasien. Pasien juga sering memberikan uang dan barang-
barang rumah tangga, seperti tabung gas atau barang lain, secara mudah
tanpa berpikir panjang kepada tetangganya yang meminta kepadanya.
Namun, barang-barang tersebut tidak dikembalikan lagi dan pasien tidak
mau memintanya kembali. Ibu angkat pasien merasa tidak sanggup
menangani sikap-sikap pasien tersebut, kemudian membawanya berobat
ke RSJ Dharmawangsa dan dirawat.
Pada tahun 2014, sikap pasien belum berubah secara signifikan,
pasien masih merasa pikirannya sering kosong atau blank, kurang
bertenaga, malas melakukan apapun, dan belum ada niat dan usaha untuk
mencar pekerjaan. Ibu pasien berusaha membantu pasien dengan
memberikan modal untuk membuka rental komputer dan laptop. Namun,
tidak sampai satu bulan, usaha tersebut tutup karena pasien ditipu
beberapa customer dan semua komputer dan laptop pasien tidak
dikembalikan. Ibu angkat pasien membawa pasien berobat ke RS TNI
AL Benhil kemudian pasien dirawat selama dua minggu.
Setelah perawatan tersebut, ibu angkat pasien belum juga melihat
perubahan pada diri pasien, namun ibu angkat pasien masih berusaha
untuk membantu kembali dengan memberikan modal usaha untuk jual
pulsa. Pasien kembali ditipu beberapa pembelinya yang tidak mau
membayar hingga akhirnya usaha tersebut rugi dan ditutup. Ibu angkat
pasien kembali merasa tidak sanggup hingga membawa pasien kembali
berobat ke RSJ Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor kemudian dirawat lagi.
3
Setelah pulang dari perawatan, pasien masih belum juga berubah
sikapnya dan ibu angkat pasien tidak berani lagi untuk memberikan
modal untuk usaha. Pasien mencoba mendaftarkan diri ke 4 lowongan
pekerjaan. Namun, setiap masuk ke tahapan interview, pasien tidak
pernah hadir dengan alasan tidak memiliki uang untuk transportasi dan
tidak berani meminta secara langsung kepada ibu angkat pasien. Ibu
angkat pasien mengatakan bahwa pasien juga sempat mengambil uang
sebesar Rp 12.500.000,- dari atm miliknya secara diam-diam yang
kemudian dikirimkan kepada seorang wanita yang tidak ia kenal dekat
namun pernah meminjam laptop pasien waktu itu. Pasien mengaku
mengirimkan uang tersebut karena wanita itu menghubungi pasien yang
mengaku sebagai karyawan bank dan menyuruh pasien memberikan
uang. Setelah ibu angkat pasien mengetahui hal tersebut, pasien dibawa
lagi berobat ke RS TNI AL Benhil kemudian dirawat lagi selama 2
minggu.
Pada tahun 2015, dua bulan SMRS, pasien dirawat di RS TNI Al
Benhil selama satu bulan. Ibu angkat pasien mengaku bahwa ia
membawa pasien karena tidak kuat melihat sikap pasien yang tidak
berubah sama sekali. Setiap hari pasien hanya tidur sepanjang hari,
pikiran kosong, tidak mau melakukan aktivitas apa-apa, dan setiap
disuruh membantu membereskan rumah, pasien sering melakukan
kesalahan dan meletakkan barang-barang ditempat yang tidak
seharusnya. Pasien juga sempat membeli parfum wanita dengan uang ibu
angkatnya yang diambil secara diam-diam, ketika ditanya pasien
mengaku merasa ada yang menyuruhnya melakukan hal tersebut dan
menyuruhnya untuk membuka usaha jual beli parfum. Namun ibu angkat
pasien tidak mempercayai pasien lagi.
Ibu angkat pasien mengaku sempat membawa pasien ke orang
pintar beberapa kali karena merasa ada hal-hal ghaib yang berniat jahat
yang mempengaruhi keadaan pasien tersebut. Ibu angkat pasien juga
sempat meyakini bahwa hal tersebut dikirimkan oleh pembantu rumah
tangganya yang dendam setelah dikeluarkan dari pekerjaannya.
4
b. Gangguan Medik
Pasien tidak memiliki gangguan bawaan sejak lahir, tidak pernah
mempunyai riwayat kejang sebelumnya, tidak pernah menderita sakit
berat hingga membutuhkan perawatan Rumah Sakit, dan tidak ada
riwayat trauma kepala sebelumnya.
c. Gangguan Zat Psikoaktif
Pasien memiliki kebiasaan merokok namun dalam satu hari
pasien hanya merokok 1 batang saja. Menurut ibu angkat pasien,
pasien tidak pernah menggunakan obat obatan terlarang.
E. Riwayat Pribadi Sebelum Sakit
a. Riwayat Prenatal dan perinatal
Ibu angkat pasien tidak mengetahui karena pasien diadopsi saat
berusia 6 tahun.
b. Masa Kanak – kanak dini / awal (0 - 3tahun)
Ibu angkat pasien tidak mengetahui karena pasien diadopsi saat
berusia 6 tahun.
c. Masa kanak – kanak Pertengahan ( 3 – 7 tahun )
Ibu angkat pasien tidak mengetahui karena pasien diadopsi saat
berusia 6 tahun.
d. Masa Kanak Akhir ( 7 – 11 tahun )
Pada saat duduk di bangku sekolah dasar pasien mengaku
prestasinya biasa saja. Namun pasien tidak pernah tinggal kelas. Tidak
ada gangguan dalam membaca maupun menulis. Pasien tidak
mempunyai banyak teman saat bersekolah. Pasien tidak pernah menjadi
korban bullying oleh teman-temannya. Pasien termasuk anak yang
pendiam dan jarang bercerita tentang perasaan dan aktivitas sehari-
harinya.
5
e. Masa Remaja ( 11 – 17 tahun )
Hubungan Sosial
Setelah itu pasien meneruskan ketingkat sekolah
menengah pertama, saat itu pasien tetap tidak terlihat aktif
disetiap kegiatan disekolahnya, namun pasien bisa mengikuti
semua pelajaran dan tidak pernah tinggal kelas. Pasien tidak
memiliki banyak teman.
Hubungan dengan keluarga baik dan komunikasinya juga
baik, namun pasien tidak terlalu dekat dengan ibu angkatnya
karena ibu angkatnya bekerja diluar kota sehingga jarang bertemu
di rumah. Pasien juga tidak terlalu terbuka atas setiap
permasalahan yang terjadi dengan dirinya. Biasanya pasien jika
memiliki masalah, hanya diam saja.
Perkembangan motorik dan kognitif
Dalam perkembangan fisik, pasien terlihat sesuai dengan
usianya, tidak tampak adanya gangguan dalam
perkembangannya.
Gangguan emosi dan fisik
Pasien termasuk orang yang patuh terhadap orang tua
angkatnya, tidak pernah berkelahi disekolah. Namun, pasien
termasuk anak yang pendiam jika ada masalah.
Riwayat pendidikan
Pasien bersekolah sampai jenjang S1 jurusan ilmu
komputer. Saat ditanyakan dengan pasien, pasien tidak memiliki
masalah atau kesulitan dalam berkomunikasi dengan guru
maupun teman disekolah. Pasien juga tidak memiliki kesulitan
dalam proses belajar.
Riwayat psikoseksual
Pasien tidak pernah terlihat memiliki hubungan serius
dengan seorang wanita. Pasien tidak pernah mengalami
penyiksaan seksual.
6
f. Masa Dewasa
Riwayat Pekerjaan
Sebelum sakit, sebelum lulus kuliah, pasien mengatakan
sempat bekerja sebagai pemasang jaringan komputer. Pasien
bekerja selama 6 bulan kemudian berhenti bekerja karena tidak
ada komunikasi lagi dengan pemiliknya.
Riwayat pernikahan
Pasien belum menikah.
Riwayat keagamaan
Pasien mengaku beragama Islam. Pasien tumbuh dalam
lingkungan beragama Islam, sejak kecil pasien sudah diajarkan
agama oleh kedua orangtuanya dan pasien tahu menjalankan
perintah agama. Namun saat ini, pasien jarang menjalani sholat
dan membaca Al-Quran. Ibu angkat pasien mengatakan bahwa
gangguan jiwa yang dialami pasien disebabkan karena hal-hal
ghaib yang dikirimkan oleh pembantu rumah tangga yang
merasa dendam karena dikeluarkan dari pekerjaannya.
.
g. Riwayat aktivitas sosial
Pasien termasuk anak yang kurang suka bergaul dan tidak pernah
memperkenalkan teman-temannya kepada ibunya.
h. Riwayat hukum
Pasien tidak pernah melakukan pelanggaran hukum yang berat,
tidak pernah berurusan dengan aparat penegak hukum, dan tidak pernah
terlibat dalam proses peradilan yang terkait dengan hukum.
i. Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak kedua yang diadopsi oleh ibu angkatnya.
Ibu angkat pasien mengadopsi satu anak perempuan yang lebih tua
usianya dibanding pasien. Mereka hidup satu rumah dari pasien kecil,
7
namun saat ini anak angkat perempuan sudah berkeluarga dan tinggal di
rumah yang berbeda. Orang tua angkat pasien tidak mengetahui siapa
orang tua kandung pasien dan riwayat keluarga pasien. Ayah angkat
pasien sudah meninggal dunia.
SKEMA KELUARGA
= perempuan = laki-laki = pasien
= adopsi = tinggal serumah
j. Riwayat kehidupan sekarang
Pasien saat ini tinggal bersama dengan ibu angkatnya. Untuk
biaya kehidupan sehari-hari pasien mengandalkan pemberian dari ibu
angkatnya.
k. Mimpi , fantasi dan nilai
Mimpi : Tidak ada
Fantasi : Tidak ada
8
Nilai :
III. STATUS MENTAL
1. Deskripsi Umum
a. Penampilan Umum
Pasien laki-laki 34 tahun, terlihat kurus, postur tidak terlalu tinggi
kulit sawo matang, rambut hitam pendek dan rapi. Pasien berpenampilan
tampak seperti usianya, saat diwawancara pasien menggunakan pakaian
kaos berwarna putih dengan celana panjang hitam serta menggunakan
sendal, kuku jari tangan dan kaki terpotong rapi, pasien terlihat tidak
memperhatikan penampilan. Pasien tampak tenang dan tampak sehat.
b. Aktivitas dan Perilaku Psikomotor
Selama wawancara, pasien duduk didepan pemeriksa dengan
tenang, pasien bersikap ramah dan kooperatif saat diajak wawancara,
menjawab semua pertanyaan dokter muda dan menjawab dengan volume
suara sedang, kontak mata antara pasien dan pemeriksa baik.
c. Pembicaraan
Volume : Menurun
Irama : Teratur
Kelancaran : Artikulasi & Intonasi jelas
Kecepatan : Sedang
d. Sikap Terhadap Pemeriksa
Kooperatif, menjawab pertanyaan dengan baik dan acuh, kontak
mata baik ke arah pemeriksa, perhatian mudah teralih.
2. Keadaan Afektif
Mood : Anhedonia
Afek : Menumpul
Keserasian : Serasi
9
3. Gangguan Persepsi
a. Halusinasi :
Auditorik :Tidak ada
Visual : Tidak ada
Taktil : Tidak ada
Olfaktorik : Tidak ada
Gustatorik : Tidak ada
b. Ilusi : Tidak ada
c. Derealisasi : Ada
d. Depersonalisasi : Ada
4. Gangguan Pikiran
1) Proses Pikir
a. Produktivitas :Miskin ide
b. Kontinuitas
Blocking : Tidak ada
Asosiasi Longgar : Tidak ada
Inkoherensi : Tidak ada
Flight of idea : Tidak ada
Word Salad : Tidak ada
Neologisme : Tidak ada
2) Isi Pikir
a. Preokupasi :Tidak ada
b. Gangguan Isi pikir
Waham Bizzare : Tidak ada
Waham Nihilistik : Tidak ada
Waham Somatik : Tidak ada
Waham Paranoid
Waham Kejaran : Tidak ada
Waham Kebesaran : Tidak ada
10
Waham Rujukan : Tidak ada
Waham Dikendalikan : Ada
Thought of insertion : Tidak ada
Thought of broadcasting : Ada
Thought of withdrawal : Ada
Thought of control : Tidak ada
5. Fungsi Kognitif dan Penginderaan
a. Kesadaran : Compos Mentis
b. Orientasi
Waktu : Baik (Pasien mengetahui waktu,hari, tanggal,
bulan dan tahun sekarang)
Tempat : Baik (pasien mengetahui di mana ia berada saat
ini)
Orang : Baik (Pasien dapat mengenali pemeriksa)
c. Konsentrasi : Baik, pasien dapat dengan baik melakukan
pengurangan yang diberikan pemeriksa (seven serial test)
d. Daya Ingat
Jangka panjang : Baik (mampu menceritakan kembali
masa-masa sekolah saat SD - SMP )
Jangka pendek : Baik (mampu mengingat menu makan
paginya)
Segera : Baik (mampu mengingat nama 3 benda
yang baru saja disebutkan)
e. Intelegensi & Pengetahuan Umum : Baik (Pasien mengetahui nama
nama presiden Indonesia
f. Visuospasial berbentuk : Baik (pasien dapat menggambar dua
bangunan dua dimensi yang berhimpit)
g. Pemikiran abstrak : baik (pasien dapat memberikan arti dari ada
udang dibalik batu)
6. Daya Nilai :
11
Penilaian Sosial : Baik
Uji Daya Nilai : Baik
7. Reality Test Ability (RTA) : Terganggu, karena adanya waham
8. Tilikan : Derajat I (pasien tidak tahu dirinya sakit)
9. Taraf Dapat Dipercaya : Kurang dapat dipercaya
IV. STATUS FISIK
1. Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Suhu : 360 C.
Nadi : 80 x/menit regular
Pernapasan : 20 x/menit
2. Status Neurologi
1. Gangguan rangsangan meningeal : Tidak ada
2. Mata
Gerakan : Baik ke segala arah
Bentuk pupil : Isokor
Refleks cahaya : +/+
3. Motorik
Tonus : Baik
Turgor : Baik
Kekuatan : Baik
Koordinasi : Baik
Refleks : Baik
V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
1. Riwayat Psikiatri :
a. Pasien sering merasa pikirannya kosong atau blank.
12
b. Pasien merasa lemas, kurang bertenaga, malas melakukan aktivitas
atau bekerja, dan lebih banyak tidur.
c. Pasien sering melakukan kesalahan dalam melakukan pekerjaan
rumah dan sering meletakkan barang-barang tidak pada tempatnya.
d. Pasien pernah merasa ada sesuatu yang mengendalikan dirinya untuk
memberikan barang ke orang lain atau memberikan uang untuk
orang lain.
e. Pasien suka merasa takut bila melihat berita-berita di TV dan koran,
sehingga lebih memilih tidak menonton TV dan tidak membaca
koran.
2. Status Mental :
Kesadaran : Compos mentis
Mood : Anhedonia
Afek : Menumpul
Keserasian : Serasi
Gangguan persepsi : Derealisasi dan Depersonalisasi
Gangguan proses pikir : Miskin ide
Gangguan isi pikir : Waham dikendalikan, Thought of
Broadcasting, dan Thought of Withdrawal
RTA (Reality testing ability): Terganggu
Tilikan : Derajat I
Taraf dapat dipercaya : Kurang dapat dipercaya
VI. FORMULA DIAGNOSIS
1. Aksis I :
Pada pasien ini ditemukan :
Anhedonia: pasien merasa kehilangan minat pada berbagai
aktivitas kehidupan
Waham dikendalikan: Pasien pernah merasa ada yang
mengendalikan pikirannya sehingga mempengaruhi tindakannya
Thought of Broadcasting: pasien merasa ibu angkatnya tahu apa
yang sedang ada dalam pikiran pasien
13
Thought of Withdrawal: pasien sering merasa pikirannya kosong
Riwayat pekerjaan terbengkalai
Periode sekarang gejala yang lebih menonjol adalah :
Anhedonia
Afek menumpul
Gangguan persepsi: derealisasi dan depersonalisasi
Gangguan pada proses pikir : miskin ide.
Berdasarkan ikhtisar penemuan bermakna tersebut maka kasus ini
digolongkan ke dalam Gangguan Jiwa. Gangguan kejiwaan ini di
kelompokkan sebagai Gangguan Mental dan Perilaku. Maka menurut
DSM-IV, Gangguan Mental dan Perilaku ini dapat digolongkan
Gangguan Schizofrenia sesuai dengan tabel kriteria diagnosis sebagai
berikut:
Kriteria Diagnosis Hasil
A. Gejala karakteristik: dua (atau lebih) poin berikut,
masing-masing terjadi dalam porsi waktu yang
signifikan selama periode 1 bulan (atau kurang bila
telah berhasil diobati):
1. waham
2. halusinasi
3. bicara kacau
4. perilaku yang sangat kacau atau katatonik
5. gejala negatif, yi., afektif mendatar, alogia, atau
kehilangan minat
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
B. Disfungsi sosial/okupasional: selama suatu porsi
waktu yang signifikan sejak awitan gangguan,
terdapat satu atau lebih area fungsi utama, seperti
pekerjaan, hubungan interpersonal, atau perawatan
diri, yang berada jauh dibawah tingkatan yang telah
dicapai sebelum awitan (atau apabila awitan terjadi
Terpenuhi
14
pada masa kanak-kanak atau remaja, kegagalan
mencapai tingkat pencapaian interpersonal, akademik,
atau okupasional yang diharapkan)
C. Durasi: tanda kontinu gangguan berlangsung selama
setidaknya 6 bulan.Terpenuhi
D. Eksklusi gangguan mood dan skizoafektif:
gangguan skizoafektif dan gangguan mood dengan
ciri psikotik telah disingkirkan.
Tidak ada episode
depresif, manik, atau
campuran
E. Eksklusi kondisi medis umum/zat: Gangguan
tersebut tidak disebabkan oleh efek fisiologis
langsung suatu zat atau kondisi medis umum.
Tidak ada penyakit
lain dan tidak ada
riwayat pemakaian
suatu zat
F. Hubungan dengan gangguan perkembangan
pervasifTidak ada
Berdasarkan klasifikasi subtipe skizofrenia, maka pasien ini merupakan
Skizofrenia Tipe Tak Terdiferensiasi (undifferentiated), yaitu tipe skizofrenia
yang gejalanya memenuhi kriteria A, namun tidak memenuhi kriteria tipe
paranoid, hebefrenik, atau katatonik.
2. Aksis II : Gangguan kepribadian skizoid pramorbid
3. Aksis III : Tidak ada
4. Aksis IV : Tidak dapat di diagnosis
5. Aksis V : Saat ini GAF 60-51 (gejala sedang (moderate),
disabilitas sedang)
Merawat Diri : Pasien dapat mengurus dirinya dan menjaga
kebersihan dirinya.
Pekerjaan : Dalam pekerjaan, pasien kurang dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik.
Sosial : Pasien kurang berinteraksi baik dengan pasien lain,
bersikap acuh dengan perawat dan dokter.
Memanfaatkan waktu luang : waktu luang dimanfaatkan hanya
tidur.
15
VII. EVALUASI MULTIAKSIS
Aksis I : Skizofrenia (F2)
Aksis II : Gangguan Kepribadian Skizoid Pramorbid
Aksis III : Tidak ada
Aksis IV : Tidak ada
Aksis V : GAF 60-51 (gejala sedang (moderate), disabilitas
sedang).
VIII. DIAGNOSA KERJA
Skizofrenia (F2)
IX. DAFTAR PROBLEM
1. Problem organobiologik :Tidak ada
2. Problem psikologik dan perilaku :
Anhedonia
Afek menumpul
derealisasi dan depersonalisasi
miskin ide.
3. Problem Keluarga : Tidak ada
X. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanactionam : dubia ad malam
a. Faktor yang memperberat :
Tidak ditemukan faktor pencetus yang jelas
b. Faktor yang memperingan :
Ibu angkat pasien selalu memberikan obat secara teratur
XI. RENCANA TERAPI
a. Farmakoterapi
16
Olanzapine 1x10 mg
Clozapine 1x25 mg
Trihexyphenidyl 1x2 mg
b. Terapi Psikososial
a. Terapi Supportif
Memberi dukungan dan perhatian kepada pasien dalam
menghadapi masalah serta memberikan dorongan agar pasien
lebih terbuka bila mempunyai masalah dan lebih sering
bercerita tentang apa yang pasien rasakan.
Memberi dukungan pada pasien untuk meminum obat secara
teratur.
b. Edukasi Keluarga
Memberi penjelasan kepada keluarga untuk bersama-sama
membantu dan mendukung kesembuhan baik mental, jiwa,
emosi, dan rohani pasien dalam kesinambungan dengan
pemulihan.
17
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Skizofrenia adalah gangguan mental atau kelompok gangguan yang ditandai oleh
kekacauan dalam bentuk dan isi pikiran (contohnya delusi atau halusinasi), dalam mood
(contohnya afek yang tidak sesuai), dalam perasaan dirinya dan hubungannya dengan
dunia luar serta dalam hal tingkah laku.
Menurut DSM-IV, adapun klasifikasi untuk skizofenia ada 5 yakni subtipe
paranoid, terdisorganisasi (hebefrenik), katatonik, tak terdiferensiasi, dan residual.
Untuk istilah skizofrenia simpleks dalam DSM-IV adalah gangguan deterioratif
sederhana. Sedangkan menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ) di Indonesia yang ke-III skizofrenia dibagi ke dalam 6 subtipe yaitu katatonik,
paranoid, hebefrenik, tak terinci (undifferentiated), simpleks, residual, dan depresi pasca
skizofrenia.
Epidemiologi
Penelitian insiden pada gangguan yang relatif jarang terjadi, seperti skizofrenia,
sulit dilakukan. Survei telah dilakukan di berbagai negara, namun dan hampir semua
hasil menunjukkan tingkat insiden per tahun skizofrenia pada orang dewasa dalam
rentang yang sempit berkisar antara 0,1 dan 0,4 per 1000 penduduk. Ini merupakan
temuan utama dari penelitian di 10-negara yang dilakukan oleh WHO. Untuk prevalensi
atau insiden skizofrenia di Indonesia belum ditentukan sampai sekarang, begitu juga
untuk tiap-tiap subtipe skizofrenia.
Prevalensinya antara laki-laki dan perempuan sama, namun menunjukkan
perbedaan dalam onset dan perjalanan penyakit. Laki-laki mempunyai onset yang lebih
awal daripada perempuan. Usia puncak onset untuk laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun,
sedangkan perempuan 25 sampai 35 tahun. Beberapa penelitian telah menyatakan
bahwa laki-laki adalah lebih mungkin daripada wanita untuk terganggu oleh gejala
negatif dan wanita lebih mungkin memiliki fungsi sosial yang lebih baik daripada laki-
laki. Pada umumnya, hasil akhir untuk pasien skizofrenik wanita adalah lebih baik
daripada hasil akhir untuk pasien skizofrenia laki-laki.
18
Skizofrenia tidak terdistribusi rata secara geografis di seluruh dunia. Secara historis,
prevalensi skizofrenia di Timur Laut dan Barat Amerika Serikat adalah lebih tinggi dari
daerah lainnya.
Etiologi
Penyebab skizofrenia sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Namun
berbagai teori telah berkembang seperti model diastesis-stres dan hipotesis dopamin.
Model diastesis stres merupakan satu model yang mengintegrasikan faktor biologis,
psikososial dan lingkungan. Model ini mendalilkan bahwa seseorang yang mungkin
memiliki suatu kerentanan spesifik (diastesis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh
lingkungan yang menimbulkan stres, memungkinkan perkembangan gejala skizofrenia.
Komponen lingkungan dapat biologis (seperti infeksi) atau psikologis (seperti situasi
keluarga yang penuh ketegangan).
Hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh terlalu
banyaknya aktivitas dopaminergik. Teori tersebut muncul dari dua pengamatan.
Pertama, kecuali untuk klozapin, khasiat dan potensi antipsikotik berhubungan dengan
kemampuannya untuk bertindak sebagai antagonis reseptor dopaminergik tipe 2. Kedua,
obat-obatan yang meningkatkan aktivitas dopaminergik (seperti amfetamin) merupakan
salah satu psikotomimetik. Namun belum jelas apakah hiperaktivitas dopamin ini
karena terlalu banyaknya pelepasan dopamin atau terlalu banyaknya reseptor dopamin
atau kombinasi kedua mekanisme tersebut. Namun ada dua masalah mengenai hipotesa
ini, dimana hiperaktivitas dopamin adalah tidak khas untuk skizofrenia karena antagonis
dopamin efektif dalam mengobati hampir semua pasien psikotik dan pasien teragitasi
berat. Kedua, beberapa data elektrofisiologis menyatakan bahwa neuron dopaminergik
mungkin meningkatkan kecepatan pembakarannya sebagai respon dari pemaparan
jangka panjang dengan obat antipsikotik. Data tersebut menyatakan bahwa abnormalitas
awal pada pasien skizofrenia mungkin melibatkan keadaan hipodopaminergik.
Skizofrenia berdasarkan teori dopamin terdiri dari empat jalur dopamin yaitu:
1. Mesolimbik dopamin pathways: merupakan hipotesis terjadinya gejala positif pada
penderita skizofrenia. Mesolimbik dopamin pathways memproyeksikan badan sel
dopaminergik ke bagian ventral tegmentum area (VTA) di batang otak kemudian
ke nukleus akumbens di daerah limbik. Jalur ini berperan penting pada emosional,
19
perilaku, khususnya halusinasi pendengaran, waham dan gangguan pikiran.
Antipsikotik bekerja melalui blokade reseptor dopamin ksususnya reseptor dopamin
D2. Hipotesis hiperaktif mesolimbik dopamin pathways menyebabkan gejala positif
meningkat.
2. Mesokortikal dopamin pathways: jalur ini dimulai dari daerah VTA ke daerah
serebral korteks khususnya korteks limbik. Peranan mesokortikal dopamin
pathways adalah sebagai mediasi dari gejala negatif dan kognitif pada penderita
skizofrenia. Gejala negatif dan kognitif disebabkan terjadinya penurunan dopamin
di jalur mesokortikal terutama pada daerah dorsolateral prefrontal korteks.
Penurunan dopamin di mesokortikal dopamin pathways dapat terjadi secara primer
dan sekunder. Penurunan sekunder terjadi melalui inhibisi dopamin yang berlebihan
pada jalur ini atau melalui blokade antipsikotik terhadap reseptor D2. Peningkatan
dopamin pada mesokortikal dapat memperbaiki gejala negatif atau mungkin gejala
kognitif.
3. Nigostriatal dopamin pathways: berjalan dari daerah substansia nigra pada batang
otak ke daerah basal ganglia atau striatum. Jalur ini merupakan bagian dari sistem
saraf ekstrapiramidal. Penurunan dopamin di nigostriatal dopamin pathways dapat
menyebabkan gangguan pergerakan seperti yang ditemukan pada penyakit
parkinson yaitu rigiditas, bradikinesia dan tremor. Namun hiperaktif atau
peningkatan dopamin di jalur ini yang mendasari terjadinya gangguan pergerakan
hiperkinetik seperti korea, diskinesia atau tik.
4. Tuberoinfundibular dopamin pathways: jalur ini dimulai dari daerah hipotalamus ke
hipofisis anterior. Dalam keadaan normal tuberoinfundibular dopamin pathways
mempengaruhi oleh inhibisi dan penglepasan aktif prolaktin, dimana dopamin
berfungsi melepaskan inhibitor pelepasan prolaktin. Sehingga jika ada gangguan
dari jalur ini akibat lesi atau penggunaan obat antipsikotik, maka akan terjadi
peningkatan prolaktin yang dilepas sehingga menimbulkan galaktorea, amenorea
atau disfungsi seksual.
20
Selain dopamin, neurotransmiter lainnya juga tidak ketinggalan diteliti mengenai
hubungannya dengan skizofrenia. Serotonin contohnya, karena obat antipsikotik atipikal
mempunyai aktivitas dengan serotonin. Selain itu, beberapa peneliti melaporkan
pemberian antipsikotik jangka panjang menurunkan aktivitas noradrenergik.
2.4 Gejala dan Diagnosis
Gejala dari skizofrenia dapat berupa gejala “positif” dan “negatif”, misalnya
perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan
ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-
verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi
tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk. Gejala waham dan halusinasi dapat
muncul dan terutama waham curiganya.
Terlebih dahulu akan dibahas mengenai penegakan diagnosa skizofrenia. Adapun
menurut DSM-IV sebagai berikut:
A. Gejala Karakteristik: dua (atau lebih) berikut, masing-masing ditemukan untuk
bagian waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang jika diobati
dengan berhasil):
1) Waham
2) Halusinasi
3) Bicara terdisorganisasi (misalnya sering menyimpang atau inkoherensi)
4) Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas
5) Gejala negatif yaitu pendataran afektif, alogia, atau tidak ada kemauan
(avolition)
Catatan: Hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham adalah kacau
atau halusinasi terdiri dari suara yang terus-menerus mengomentari perilaku
atau pikiran pasien atau dua lebih suara yang saling bercakap-cakap satu sama
lainnya.
B. Disfungsi sosial/pekerjaan: untuk bagian waktu yang bermakna sejak onset
gangguan, satu atau lebih fungsi utama seperti pekerjaan, hubungan interpersonal,
atau perawatan diri, adalah jelas di bawah tingkat yang dicapai sebelum onset (atau
jika onset pada masa anak-anak atau remaja, kegagalan untuk mencapai tingkat
pencapaian interpersonal, akademik, atau pekerjaan yang diharapkan).
21
C. Durasi: tanda gangguan terus-menerus menetap selama sekurangnya 6 bulan. Pada
6 bulan tersebut, harus termasuk 1 bulan fase aktif (yang memperlihatkan gejala
kriteria A) dan mungkin termasuk gejala prodormal atau residual.
D. Penyingkiran gangguan skizoafektif atau gangguan mood: gangguan skizoafektif
atau gangguan mood dengan ciri psikotik telah disingkirkan karena: (1) tidak ada
episode depresif berat, manik atau campuran yang telah terjadi bersama-sama
gejala fase aktif atau (2) jika episode mood telah terjadi selama gejala fase aktif,
durasi totalnya relatif singkat dibandingkan durasi periode aktif dan residual.
E. Penyingkiran zat/kondisi medis umum
F. Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasif
Sedangkan menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ) di Indonesia yang ke-III sebagai berikut:
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas):
a) – “thought eco” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan walaupun isinya sama tapi
kualitasnya berbeda.
–“thought insertion or withdrawal” = isi pikiran yang asing dari luar masuk ke
dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari
luar dirinya (withdrawal); dan
–“thought broadcasting” = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umum mengetahuinya;
b) – “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan
tertentu dari luar, atau
– “delusion of influence” = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan
tertentu dari luar
– “delusion of passivity” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang “dirinya” secara jelas merujuk ke
pergerakan tubuh/anggota gerak atau pikiran, tindakan atau penginderaan khusus);
– “delusion perception” = pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna
sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;
c) Halusinasi auditorik:
22
–Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap perilkau pasien,
atau
–Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara
yang berbicara) atau
–Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh pasien
d) Waham-waham menetap lainnya yang menurut budaya setempat dianggap tidak
wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik
tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa
2.5 Diagnosa Banding
Skizofrenia residual merupakan salah satu diagnosa banding dari skizofrenia
paranoid. PPDGJ-III memberikan pedoman diagnostik untuk skizofrenia residual yakni
harus memenuhi semua kriteria dibawah ini untuk suatu diagnosis yang meyakinkan:
a. Gejala “negatif” dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan
inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal
yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi
tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk.
b. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau yang
memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia.
c. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan
frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang
(minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia.5
2.6 Pengobatan
Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk masing-masing subtipe skizofrenia.
Pengobatan hanya dibedakan berdasarkan gejala apa yang menonjol pada pasien. Pada
dengan gejala positif lebih menonjol, maka pengobatan yang disarankan kepada pasien
obat-obat antipsikotik golongan tipikal (CPZ, HLP). Sedangkan obat-obatan
antipsikotik golongan atipikal dinyatakan lebih superior dalam menanggulangi gejala
negatif dan kemunduran kognitif .
23
Obat Risperidon adalah suatu obat antipsikotik dengan aktivitas antagonis yang
bermakna pada reseptor serotonin tipe 2 (5-HT2) dan pada reseptor dopamin tipe 2 serta
antihistamin (H1). Menurut data penelitian, obat ini efektif mengobati gejala positif
maupun negatif. Risperidon senyawa antidopaminergik yang jauh lebih kuat, berbeda
dengan klozapin, sehingga dapat menginduksi gejala ekstrapiramidal juga
hiperprolaktinemia yang menonjol. Meskipun demikian, risperidon dianggap senyawa
antipsikotik “atipikal secara kuantitatif” karena efek samping neurologis
ekstrapiramidalnya kecil pada dosis harian yang rendah.
Klozapin termasuk obat antipsikotik atipikal yang juga mempunyai aktivitas
antagonis yang bermakna pada reseptor serotonin tipe 2 (5-HT2) dan antagonis lemah
pada reseptor dopamin tipe 2 juga bersifat antihistamin (H1). Efek samping berupa
gejala ekstrapiramidal sangat minimal, namun mempunyai sifat antagonis α-1
adrenergik yang bisa menimbulkan hipotensi ortostatik dan sedatif. Selain itu,
dilaporkan terjadinya agranulositosis dengan insiden 1-2% ditambah harganya yang
mahal. Klozapin adalah obat lini kedua yang jelas bagi pasien yang tidak berespon
terhadap obat lain yang sekarang ini tersedia.
Selain terapi obat-obatan, juga bisa diterapkan terapi psikososial yang terdiri dari
terapi perilaku, terapi berorientasi keluarga, terapi kelompok, psikoterapi individual.
Terapi perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan keterampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis,
dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif didorong dengan pujian atau hadiah
yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan sehingga frekuensi maladaptif atau
menyimpang dapat diturunkan.
Terapi berorientasi keluarga cukup berguna dalam pengobatan skizofrenia. Pusat
dari terapi harus pada situasi segera dan harus termasuk mengidentifikasi dan
menghindari situasi yang kemungkinan menimbulkan kesulitan. Setelah pemulangan,
topik penting yang dibahas di dalam terapi keluarga adalah proses pemulihan khususnya
lama dan kecepatannya. Selanjutnya diarahkan kepada berbagai macam penerapan
strategi menurunkan stres dan mengatasi masalah dan pelibatan kembali pasien ke
dalam aktivitas.
Terapi kelompok biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan hubungan
dalam kehidupan nyata. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial,
24
meningkatkan rasa persatuan dan meningkatkan tes realitas bagi pasien dengan
skizofrenia.
Psikoterapi individual membantu menambah efek terapi farmakologis. Suatu konsep
penting didalam psikoterapi adalah perkembangan hubungan terapeutik yang dialami
pasien adalah “aman”. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli
terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti
yang diinterpretasikan oleh pasien. Ahli psikoterapi sering kali memberikan interpretasi
yang terlalu cepat terhadap pasien skizofrenia. Psikoterapi untuk seorang pasien
skizofrenia harus dimengerti dalam hitungan dekade, bukannya sesi, bulanan, atau
bahkan tahunan. Di dalam konteks hubungan profesional, fleksibilitas adalah penting
dalam menegakkan hubungan kerja dengan pasien. Ahli terapi mungkin akan makan
bersama, atau mengingat ulang tahun pasien. Tujuan utama adalah untuk
menyampaikan gagasan bahwa ahli terapi dapat dipercaya, ingin memahami pasien dan
akan coba melakukannya dan memiliki kepercayaan tentang kemampuan pasien sebagai
manusia. Mandred Bleuler menyatakan bahwa sikap terapeutik terhadap pasien adalah
dengan menerima mereka bukannya mengamati mereka sebagai orang yang tidak dapat
dipahami dan berbeda dari ahli terapi.
2.7 Prognosis
Prognosis tidak berhubungan dengan tipe apa yang dialami seseorang. Perbedaan
prognosis paling baik dilakukan dengan melihat pada prediktor prognosis spesifik di
Tabel 2.1.
Prognosis Baik Prognosis Buruk
Onset lambat Onset muda
Faktor pencetus yang jelas Tidak ada faktor pencetus
Onset akut Onset tidak jelas
Riwayat seksual, sosial dan pekerjaan
pramorbid yang baik
Riwayat seksual, sosial dan pekerjaan
pramorbid yang buruk
Gejala gangguan mood (terutama
gangguan depresif)
Perilaku menarik diri, autistik
Gejala positif Gejala negatif
25
Riwayat keluarga gangguan mood Riwayat keluarga skizofrenia
Sistem pendukung yang baik Sistem pendukung yang buruk
Tanda dan gejala neurologis
Riwayat trauma prenatal
Tidak ada remisi dalam 3 tahun
Banyak relaps
Riwayat penyerangan
Walaupun skizofrenia bukanlah penyakit yang fatal, namun rata-rata kematian
orang yang menderita skizofrenia dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan populasi
umum. Tingginya angka kematian berkaitan dengan kondisi buruk di institusi perawatan
yang berkepanjangan yang menyebabkan tingginya angka Tuberkulosis dan penyakit
menular lainnya. Namun, penelitian baru-baru ini pada orang-orang skizofrenia yang
hidup dalam masyarakat, menunjukkan bunuh diri dan kecelakaan lain sebagai
penyebab utama kematian di negara berkembang maupun negara-negara maju. Bunuh
diri, khususnya, telah muncul sebagai masalah yang mekhawatirkan, karena risiko
bunuh diri pada orang dengan gangguan skizofrenia selama hidupnya telah diperkirakan
di atas 10%, sekitar 12 kali lebih tinggi dari populasi umum. Sepertinya ada sebuah
peningkatan mortalitas untuk gangguan kardiovaskular juga, mungkin terkait dengan
gaya hidup yang tidak sehat, pembatasan akses perawatan kesehatan atau efek samping
obat antipsikotik.
26
DAFTAR PUSTAKA
FKUI. Buku Ajar Psikiatri, Ed.2. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2014.
Kaplan, Harold I., Sadock, Benjamin J., dan Grebb, Jack A. Buku Ajar Psikiatri Klinis, Ed.2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010.
Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta. 2001.
Syamsulhadi dan Lumbantobing. Skizofrenia. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2007. hal.26-34
27