35
Case Report Session TINEA KORPORIS Disusun oleh: Marhamah Hasnul, S. Ked BP. 0910312138 Preseptor: dr. Yuniar Lestari, M. Kes KEPANITERAAN KLINIK ROTASI II FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

Case Tinea Corporis

  • Upload
    drmarhu

  • View
    59

  • Download
    6

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Case tinea korporis

Citation preview

Case Report Session

TINEA KORPORIS

Disusun oleh:Marhamah Hasnul, S. KedBP. 0910312138

Preseptor:dr. Yuniar Lestari, M. Kes

KEPANITERAAN KLINIK ROTASI IIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALASPUSKESMAS SEBERANG PADANGPADANG2015BAB 1PENDAHULUANInfeksi jamur pada manusia terbagi menjadi infeksi jamur pada organ dalam atau yang dinamakan infeksi jamur profunda. Contohnya adalah mycetoma, crhomomikosis dan sporotrikosis. Sedangkan infeksi jamur pada tubuh bagian luar disebut infeksi jamur superfisial. Infeksi jamur superfisial ini dapat menyerang kulit dan adneksa kulit seprti kuku dan rambut. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi ini salah satunya adalah dermatofitosis atau tinea.1,2Infeksi jamur superfisial adalah infeksi mukokutaneus yang paling sering terjadi akibat terjadinya perubahan lingkungan mikroorganisme atau flora kulit yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti diantaranya adalah, suhu dan kelembaban udara. Jamur yang menyebabkan infeksi ini diantara adalah kelompok dermatofita, candida, dan malssezia furfur. Kelompok jamur dermatofita bisa menginfeksi epitel keratin kulit, folikel rambut, dan kuku, dan bisa dilihat melalui pemeriksaan mikroskopik.1,3 Dermatofita adalah kelompok jamur yang unik yang dapat menginfeksi menembus struktur keratin kulit termasuk stratum corneum, kuku dan rambut. Infeksi oleh kelompok jamur dermatofita disebut dengan dermatofitosis.1Dermatofitosis kemudian selanjutnya lebih dikenal dengan nama Tinea. Beberapa contoh penyakit Tinea yang ada yaitu, Tinea pedis, tinea korporis, tinea kapitis, tinea unguium, tinea barbe dan lain lain. Tinea korporis merupakan infeksi jamur dermatofita pada tubuh (kecuali daerah bokong, kemaluan dan selangkangan), kaki (kecuali punggung dan telapak kaki), lengan (kecuali telapak tangan), dan leher.1,2 Dapat terjadi pada semua umur. Sering pada orang yang pekerjaannya sering berkontak dengan binatang. Secara geografis lebih sering pada daerah tropis dan subtropis.1

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

1 2 2.1 Dermatofitosis2.1.1 DefinisiInfeksi oleh kelompok jamur dermatofita disebut dengan dermatofitosis.1 Dermatofitosis adalah penyakit jamur pada jaringan yang mengandung zat tanduk, seperti kuku, rambut, dan stratum korneum pada epidermis.2 Dermatofitosis selanjutnya dibagi menjadi beberapa kelompok sesuai jaringan yang diserang nya, yaitu1 :a. Epideromikosis : dermatofita yang menyerang kulitb. Trichomikosis : dermatofita yang menyerang rambut dan folikel rambutc. Onychomikosis : dermatofita yang menyerang kukuKarena perbedaan jaringan yang diserang, sehingga tampilan klinis saat terinfeksi punmemberikan gambaran yang berbeda. Dermatofitosis kemudian selanjutnya lebih dikenal dengan nama Tinea. Beberapa contoh penyakit Tinea yang ada yaitu, Tinea pedis, tinea korporis, tinea kapitis, tinea unguium, tinea barbe dan lain lain.1,3

Gambar 2.1 Infeksi dermatofita pada kuku (Tinea Unguium)4

Gambar 2.2 Infeksi dermatofita pada kaki (Tinea Pedis)4

Gambar 2.3 Infeksi dermatofita pada daerah selangkangan (Tinea Cruris)42.1.2 EtiologiTiga pembagian kelompok jamur dermatofita yaitu Trichophyton, Microsporum, dan Epidermophyton . lebih dari 40 spesies sudah ditemukan, dan sedikitnya sekitar 10 spesies yang sering menyebabkan infeksi pada manusia.1

2.1.3 Transmisi Berdasarkan cara transmisi atau penularannnya, infeksi jamur dermatofita bisa terjadi melalui beberapa cara, yaitu1,2,4 :a. Antropofilik atau Transmisi dari manusia ke manusia. Cara transmisi dari manusia ke manusia ini lebih sering terjadi. Biasanya melalui kontak tidak lansung, ataupun kontak lansung kulit ke kulit. Jamur yang menginfeksi adalah kelompok Trichophyton spp.: T. rubrum, T. mentagrophytes (var. interdigitale), T. schoenleinii, T. tonsurans, T. violaceum. Microsporum audouinii. Epidermophyton floccosum.b. Zoofilik atau dari hewan ke manusia, contohnya dari kucing. Jamur yang menginfeksi adalah Trichophyton spp.: T. equinum, T. mentagrophytes (var. mentagrophytes), T. verrucosum. M. canis.c. Geofilik. Cara ini adalah yang paling sedikit terjadi. transmisi terjadi dari tanah ke manusia. Jamur yang menginfeksi adalah Microsporum spp.: M. gypseum, M. nanum.2.1.4 Faktor PredisposisiFaktor predisposisi infeksi jamur dermatofita ini diantaranya adalah faktor kebersihan diri, kebiasaan, kontak dengan binatang, atopi, suhu, kelmbaban udara, sistem imun seseorang. Status imunitas seseorang memiliki insididen tertinggi penyebab terjadinya dermatofitosis. Pemakaian obat imunosupressan topikal yang lama juga merupakan penyebab terjadinya infeksi.1,5

2.1.5 PatogenesisDematofita mensintesis keratinase yang dapat mencerna zat keratin dan membuat jamur tersebut bisa berkembang biak di struktur keratin kulit manusia tersebut. Sistem perlindungan tubuh manusia yakni Cell-mediated immunity dan aktivitas antimikrobial dari PMN turut menghambat patogenesis dari dermatofitosis ini. Namun terdapat beberapa keadaan dari tubuh yang dapat memfasilitasi infeksi jamur dermatofita ini, diantaranya adalah : atopi, pemakaian kortikosteroid topikal atau sistemik, garukan, dan penyakit vaskular collagen. Beberapa faktor yang bersifat lokal yang bisa menyebabkan infeksi jamur dermatofita ini bertambah luas yaitu : berkeringat, paparan dengan agen penyebab saat bekerja, lokasi geografis, kelembaban udara yang tinggi.1,3Tampilan klinis dari infeksi jamur dermatofita ini tergantung beberapa faktor yaitu : tempat infeksi, respon imunologis dari tubuh manusia, dan jenis spesies jamur dermatofita yang menginfeksi. Contohnya, jenis dermatofita yang menyebabkan Tinea rubrum hanya menginisiasi sedikit respon inflamasi sehingga infeksi yang terjadi berlasung kronis. Organisme seperti M. Canis menyebabkan infeksi akut sehingga terjadi respon inflamasi yang cepat dan juga fase penyembuhan yang lumayan cepat.1 Dermatofita jenis zoofilik pada umunya menghasilkan respon inflamasi dengan lesi indurasi yang lebih hebat dibandingkan dengan infeksi oleh jamur jenis antropofilik.32.1.6 PemeriksaanGejala klinis infeksi jamur dermatofita biasanya akan mengeluhkan rasa gatal pada bagian lesi dan akan bertambah gatal bila berkeringat. Pada beberapa pasien bisa asimtomatis sampai dengan gejala gatal ringan. Bahkan pada orang yang terpapar binatang peliharaannya sendiri, seperti kucing, dilaporkan meiliki interval yang cukup lama hingga timbul gejala .1,4,5 Dermatofitosis pada kulit yang tidak berambut mempunyai morfologi khas yaitu kelainan kulitnya (lesi) biasanya berbatas tegas, terdiri atas macam-macam efloresensi kulit (polimorf), memiliki pola ringworm atau polisiklik, dan bagian tepi lesi lebih aktif (lebih jelas tanda-tanda peradangan).2,3

2.1.7.1 Pemeriksaan laboratoriumPemeriksaan lansung lewat mikroskop dapat dilakukan dengan menggunakan preparat Potassium Hydroxide atau KOH dengan melihat gambaran sekat, struktur hifa tau Mycelia seperti pipa atau pembuluh dan susunan spora pada kerokan kulit, kuku atau rambut yang terinfeksi. 1Cara pengambilan sampel yang akan diperiksa bisa dilakukan kerokan dengan menggunakan scalpel blade nomor 15, kulit yang dikerok ditampung pada kaca object, kemudian dicampur dengan larutan KOH 20 %, kemudian ditutup dengan kaca penutup. pada dermatofita yang nenyerang rambut, sampel bisa lansung mengambil rambut yang terinfeksi dan menaruhnya diatas kaca objek, diberi larutan KOH dan ditutup dengan kaca penutup.1 Bahan untuk pemeriksaan mikologik diambil dan dikumpulkan dan terlebih dahulu tempat kelainan dibersihkan dengan spiritus 70% kemudian2 : Kulit tidak berambut (glabrous skin)Dari bagian tepi kelainan sampai dengan bagian sedikit diluar kelainan, sisik kulit, kulit, dan potongan atap vesikel yang berada pada tepi lesi dikerok dengan pisau tumpul steril. Kulit berambutRambut dicabut pada bagian kulit yang mengalami kelainan.Kulit pada daerah tersebut dikerok untuk mengumpulkan sisik kulit. Pemeriksaan lampu Wood dilakukan sebelum pengumpulan bahan untuk mengetahui lebih jelas daerah yang terkena infeksi dengan kemungkinan adanya fluoresensi pada kasus-kasus tinea kapitis tertentu. KukuBahan diambil dari permukaan kuku yang sakit dan dipotong sedalam-dalamnya sehingga mengenai seluruh tebal kuku, bahan dibawah kuku diambil pula.Sediaan basah dibuat dengan meletakkan bahan diatas gelas alas, kemudian ditambah 1-2 tetes larutan KOH.Konsentrasi KOH untuk sediaan rambut adalah 10% dan untuk kuku dan kulit 20%.Setelah sediaan dicampur dengan larutan KOH, ditunggu 15-20 menit untuk melarutkan jaringan.Untuk mempercepat proses pelarutan dapat dilakukan pemanasan sediaan basah diatas api kecil. Pada saat mulai keluar asap pada sediaan tersebut, pemanasan sudah cukup. Bila terjadi penguapan, maka akan terbentuk Kristal KOH, sehingga tujuan yang diinginkan tidak tercapai. Untuk melihat elemen jamur lebih nyata dapat ditambahkan zat warna pada sediaan KOH, misalnya tinta parker superchroom blue black.1,2Pada sediaan kulit dan kuku yang terlihat adalah hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat, dan becabang, maupun spora berderet (artrospora) pada kelainan kulit yang lama dan sudah diobati. Pada sediaan rambut akan yang dilihat adalah spora kecil (mikrospora) atau besar (makrospora). Spora dapat tersusun diluar rambut (ektrotriks) atau didalam rambut (endotriks). Kadang-kadang dapat terlihat juga hifa pada sediaan rambut. 1,2Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung biakan basah dan untuk menentukan jenis spesies jamur. Pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanam bahan klinis pada media buatan yaitu medium agar dekstrosa sabouraud.22.1.7.2 Pemeriksaan dengan lampu WoodsPemeriksaan dengan menggunakan lampu woods bisa dilakukan diruangan yang gelap dengan menyinari bagian tubuh yang terinfeksi dengan sinas dari lampu woods. Infeksi jenis dermatofita tertentu akan memberikan gambaran cahaya tertentu, contohnya pada infeksi oleh Microsporum spp. pada rambut akan memberikan gambaran cahaya kehijau-hijauan.1

2.1.7 PenatalaksanaanAntijamur topikalPenggunaan anti jamur topikal selama 4 minggu akan memberikan hasil yang optimal. Walaupun saat pemakaian selama 1 minggu telah memberikan gambaran lokasi infeksi yang bersih, pemakaian antijamur topikal ini tetap dilanjutkan hingga selama 4 minggu. Oleskan antijamur topikal pada lokasi yang terinfeksi hingga melewati paling sedikit 3 cm dari batas kulit yang terinfeksi ke kulit yang sehat.1Beberapa obat anti jamur topikal 1,5 :Golongan ImidazolesClotrimazole (Lotrimin, Mycelex)

Miconazole (Micatin)

Ketoconazole (Nizoral)

Econazole (Spectazole)

Oxiconizole (Oxistat)

Sulconizole (Exelderm)

AllylaminesNaftifine (Naftin)

Terbinafine (Lamisil)

Obat antijamur sistemikObat antijamur sistemik ini biasanya digunakan pada tinea capitis dan tinea unguium, atau pada lesi kulit yang luas atau jika tidak ada respon pada pengobatan antijamur topikal, dan juga pada tinea dengan reaksi inflamasi, tinea pedis.1,2,5Beberapa obat antijamur sitemik yang digunakan diantaraya yaitu1 :a. Terbinafine 250-mg tablet. Merupakan golongan Allylamine. Memiliki efek samping ,meskipun jarang, diantaranya yatitu mual, dispepsia, nyeri abdomen, dan berkurangnya sensasi perasa. Terbinafin merupakan antidermatofita oral yang efektif dan sedikit mempengaruhi jamur jenis lain.b. Azole/imidazolesItraconazole dan ketoconazole memiliki interaksi dengan beberpa jenis obat seperti astemizole, calcium channel antagonists, cisapride-coumadin, cyclosporine, agen hypoglycemic oral, phenytoin, protease inhibitors, tacrolimus, terfenadine, theophylline, trimetrexate, dan rifampin.Itraconazole 100-mg capsules; oral solution (10 mg/mL): Intravena. Memerlukan interaksi dengan asam lambung untuk mengurai tablet.Triazole. Meskipun jarang tapi bisa berefek pada ventricular arrhythmia jika diberikan bersamaan dengan terfenadine/astemizole. Meningkatkan kadar digoxin dan cyclosporine. Sering digunakan untuk pengobatan onychomycosis di Amerika.Fluconazole, 100-, 150-, 200-mg tablets; oral suspension (10 or 40 mg/mL); 400 mg IV.Ketoconazole, 200-mg tablets. Memerlukan interaksi dengan asam lambung untuk mengurai tablet. Konsumsi bersama dengan makanan dan minuman soda, penggunaan antasida, dan H2 blockers mengurangi penyerapan. Bersifat hepatotoxic, kejadian hepatotoxic diperkirakan terjadi pada satu dari setiap 10,00015,000 penggunaan. Meskipun jarang tapi memiliki efek ventricular arrhythmia jika diberikan bersamaan dengan terfenadine/astemizole. Di Amerika, obat ini tidak digunakan untuk pengobatan dermatofitosis.c. GriseofulvinMicronized: 250- atau 500-mg tablets; 125 mg/sendok teh suspension. Ultramicronized: 165- or 330-mg tablets. Bersifat aktif hanya melawan jamur dermatofita; kurang efektif dibandingkan dengan triazoles. Efek samping yang ditimbulkan diantaranya yaitu sakit kepala, mual, muntah, fotosensitif (sehingga harus iminum saat malam hari). Kurang berespon dalam pengobatan terhadap infeksi T. rubrum dan T. Tonsurans. Harus di konsumsi bersamaan dengan makanan dan minuman yang mengandung lemak untuk memaksimalkan penyerapan.Penggunaan pada anak-anak, dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan darah lengkap dan fungsi hati terlebih dahulu jika terdapat faktor resiko hepatitis atau mendapat pengobatan lebih dari 3 bulan.

2.2 Tinea KorporisTinea korporis merupakan infeksi jamur dermatofita pada tubuh (kecuali daerah bokong, kemaluan dan selangkangan), kaki (kecuali punggung dan telapak kaki), lengan (kecuali telapak tangan), dan leher.1

2.2.1 EpidemiologiDapat terjadi pada semua umur. Sering pada orang yang pekerjaannya sering berkontak dengan binatang.12.2.2 EtiologiJenis dermatifita yang sering menginfeksi yaitu T. Rubrum, yang lebih sering yaitu M. canis. T. Tonsurans.1 Jamur-jamur tersebutlah yang sering dilaporkan menyebakan tinea korporis

Gambar 2.4. Klasifikasi tinea berdasarkan lokasi

2.2.3 Transmisi Bisa melalui autoinokulasi dari bagian tubuh lain dari tubuh seseorang, contohnya dari tinea pedis dan tinea capitis. Transmisi juga bisa terjadi lewat kontak dengan binatang dan tanah. Secara geografis lebih sering pada daerah tropis dan subtropis.12.2.4 Faktor Predisposisifeksi lebih sering terjadi oleh penyebaran dari infeksi dermatofita pada tubuh lain, seperti kaki (T. rubrum, T. mentagrophytes). Infeksi juga bisa diperoleh dari lesi aktif pada binatang (T. verrucosum, M. canis), atau yang lebih jarang dari kontak dengan tanah (M. gypseum).12.2.5 PatogenesisMasa inkubasi bisa beberapa hari sampai beberapa bulan. Durasi penyakit dapat berlansung beberapa minggu hingga tahunan. Gejala yang ditimbulkan bisa asimptomatis hingga pruritus.1,2Pathogenesis penyakit tinea korporis saperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada infeksi jamur dermatofita. Tampilan klinis dari infeksi jamur dermatofita ini tergantung beberapa faktor yaitu : tempat infeksi, respon imunologis dari tubuh manusia, dan jenis spesies jamur dermatofita yang menginfeksi.1,5

2.2.6 Pemeriksaan2.2.6.1 Pemeriksaan fisikLesi kulitBisa berupa lesi kecil hingga lesi yang besar, bersisik, plak dengan pinggir tajam berbatas tegas, dengan atau tanpa pustul atau vesikel. Memiliki sifa pinggir aktif dengan daerah sentral yang mulai sembuh, berbentuk polisiklik. Lesi dari infeksi zoofilik memiliki reaksi inflamasi yang lebih dengan tanda vesikel dan krusta pada tepi lesi, dan juga bula.1,3Diagnosis bandingDermatittis kontak alergi, dermatitis atopi, eritema anular, psoriasis, dermatitis seboroik, ptyriasis rosea, ptyriasis alba, ptyriasis versikolor, eritema migrans, sub akut lupus eritematosus.1,3,5Pemeriksaan laboratoriumPemeriksaan lansung lewat mikroskop dapat dilakukan dengan menggunakan preparat Potassium Hydroxide atau KOH dengan melihat gambaran sekat, struktur hifa tau Mycelia seperti pipa atau pembuluh dan susunan spora pada kerokan kulit, kuku atau rambut yang terinfeksi.1 Metode pemeriksaan secara mikroskopis sama seperti pemeriksaan laboratorium infeksi jamur dermatofita sebagaimana yang telah dijelaskan diatas.1,2

2.2.7 PenatalaksanaanAntijamur topikalPenggunaan anti jamur topikal selama 4 minggu akan memberikan hasil yang optimal. Walaupun saat pemakaian selama 1 minggu telah memberikan gambaran lokasi infeksi yang bersih, pemakaian antijamur topikal ini tetap dilanjutkan hingga selama 4 minggu. Oleskan antijamur topikal pada lokasi yang terinfeksi hingga melewati paling sedikit 3 cm dari batas kulit yang terinfeksi ke kulit yang sehat.1 Beberapa obat anti jamur topikal salah satunya adalah golongan Imidazoles. Dan yang sering dipakai diantaranya adalah ketoknazol salap 2 %.1,2Antijamur sitemik :GriseofulvinBersifat aktif hanya melawan jamur dermatofita; kurang efektif dibandingkan dengan triazoles. Efek samping yang ditimbulkan diantaranya yaitu sakit kepala, mual, muntah, fotosensitif (sehingga harus iminum saat malam hari). Kurang berespon dalam pengobatan terhadap infeksi T. rubrum dan T. Tonsurans. Harus di konsumsi bersamaan dengan makanan dan minuman yang mengandung lemak untuk memaksimalkan penyerapan.1,2Terbinafine: 250 mg perhari selama 14 hari Merupakan golongan Allylamine. Memiliki efek samping ,meskipun jarang, diantaranya yatitu mual, dispepsia, nyeri abdomen, dan berkurangnya sensasi perasa. Terbinafin merupakan antidermatofita oral yang efektif dan sedikit mempengaruhi jamur jenis lain. 1,2,5Obatt lainnya yang bisa digunakan yaitu Itraconzole: 200 mg perhari selama 7 hari dan Fluconazole: 150 hingga 200 mg perhari selama 2 sampai 4 minggu.1,2BAB 3LAPORAN KASUS

UNIVERSITAS ANDALASFAKULTAS KEDOKTERANKEPANITERAAN KLINIK ROTASI TAHAP IISTATUS PASIEN1. Identitas Pasiena. Nama/Kelamin/Umur: An. MA / laki-laki / 6 tahun 3 bulanb. Pekerjaan/pendidikan: Tidak Bekerja / TKc. Alamat: Seberang Padang Utara2. Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga a. Status PerkawinanOrang Tua : Menikahb. Anak ke: 2c. Jumlah Saudara: 4d. Status Ekonomi Keluarga:Berasal dari golongan ekonomi menengah ke bawah dengan penghasilan perbulan Rp. 1.000.000,-Pekerjaan Orang Tua :Ayah: BuruhIbu: Ibu Rumah Tanggae. Kondisi Rumah : Rumah permanen, perkarangan ada, luas bangunan 6 x 8 m2 Ventilasi kurang Pencahayaan kurang Listrik ada Sumber air minum : PDAM Jamban ada 1 buah Sampah dikumpulkan dan dibuang ke tempat pembuangan sampahf. Kondisi Lingkungan Keluarga Jumlah penghuni rumah 7 orang, ayah, ibu, 4 orang anak, adik ibu pasien.3. Aspek Psikologis di keluarga Hubungan di dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya baik.4. Keluhan UtamaBercak kemerahan pada punggung atas yang bertambah gatal sejak 2 minggu yang lalu.5. Riwayat Penyakit Sekarang Bercak kemerahan yang terasa gatal pada punggung atas sejak 2 minggu yang lalu. Awalnya gatal kemerahan kira-kira seukuran koin, kemudian semakin melebar serta dirasakan makin gatal. Bagian pinggir bercak lebih merah dibandingkan dengan bagian tengah. Gatal dirasakan terutama saat berkeringat. Panas dan perih pada lesi tidak ada. Bercak kemerahan gatal yang semakin lama melebar ke arah luar di bagian tubuh lain tidak ada. Tidak terdapat kelainan pada kuku dan rambut seperti rambut rontok ataupun kuku yang sering patah Ibu pasien mengatakan bahwa pasien hanya mandi 1 kali sehari. Pasien mengaku jarang mengganti pakaian jika berkeringat setelah bermain sehingga kondisi tubuh sering lembab. Pasien sering bermain diluar rumah, berenang di batang air didekat rumahnya dan tidak mengganti pakaian setelah bermain. Riwayat menggunakan pakaian dan handuk bersama-sama ada. Riwayat penggunaan celana dalam ketat dan tidak menyerap keringat disangkal. Tidak memiliki riwayat kontak dengan binatang peliharaan seperti anjing dan kucing yang bulunya rontok dan mempunyai penyakit kulit. Riwayat konsumsi obat-obatan pereda nyeri dan jamu tidak ada. Pasien mengeluhkan dirumah terasa panas dan pasien sering berkeringat terutama pada siang dan malam hari. Pasien belum pernah berobat sebelumnya.6. Riwayat Penyakit dahulu / Penyakit Keluarga Pasien tidak pernah menderita bercak kemerahan gatal yang semakin lama melebar ke arah luar Tidak ada anggota keluarga yang menderita menderita bercak kemerahan gatal yang semakin lama melebar ke arah luar

7. Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, Kejiwaan & Kebiasaan : Anak ketiga dari 4 bersaudara, ditolong oleh bidan, lahir spontan, BBL 2.800 gram, PBL 47 cm, langsung menangis. Riwayat imunisasi dasar anak lengkap Riwayat pertumbuhan dan perkembangan baik Higiene dan sanitasi lingkungan cukup

8. Pemeriksaan FisikStatus Generalis Keadaan Umum: Baik Kesadaran: CMC Nadi: 90x/ menit Nafas: 24x/menit Suhu: 370C BB: 16kg TB : 107 cm BB/U: 76 % TB/U: 91 % IMT: 13,9 IMT/U: -2 SD sampai (-1) SD Status Gizi: Normal Status Imunisasi : Lengkap Mata: Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik KGB : tidak ada pembesaran KGBThorax Paru Inspeksi : simetris kiri = kanan Palpasi : fremitus kiri = kanan Perkusi : sonor Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-) Jantung Inspeksi: Iktus tidak terlihatPalpasi: Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC VPerkusi: Batas-batas jantung dalam batas normalAuskultasi: Irama teratur, bising (-)

AbdomenInspeksi: tidak tampak membuncit, Distensi (-), Palpasi: Hepar/Lien tidak teraba, NT(-), NL (-), Perkusi: TympaniAuskultasi: Bising usus (+) normal

Status Dermatologikus :Lokasi: Punggung atasDistribusi : TerlokalisirBentuk: OvalSusunan: PolisiklikBatas: Tegas Ukuran: PlakatEfloresensi: Plak eritema dengan pinggir meninggi berupa papul-papul eritem, bagian tepi aktif dan bagian tengah menyembuh, terdapat skuama kasar di bagian tengah.Status venereologikus : tidak ditemukan kelainanKelainan selaput lendir: tidak ditemukan kelainanKelainan kuku: tidak ditemukan kelainanKelainan rambut: tidak ditemukan kelainanKelainan kelenjar limfe: tidak ditemukan pembesaran kelenjar limfe9. LaboratoriumPemeriksaan Anjuran :Kerokan Kulit dengan KOH 20%10. Diagnosis KerjaTinea korporis11. Diagnosis BandingDermatitis numularisPtiriasis roseaPsoriasis

BAB 4DIAGNOSIS HOLISTIK DAN PENATALAKSANAAN

4.1 Diagnosis Holistika. Aspek Personal Keluhan utama pasien adalah bercak kemerahan pada punggung atas yang bertambah gatal sejak 2 minggu yang lalu. Hal yang dikhawatirkan oleh pasien dan ibunya adalah semakin meluasnya lesi dan menularnya penyakit ke anggota keluarga yang lain, serta akan mengganggu konsentrasi pasien dalam belajar. Harapan pasien dan ibu pasien agar keluhan dapat hilang dan sembuh dari penyakit.b. Aspek KlinisAspek klinis atau diagnosis kerja pasien berdasarkan ICD 10 adalah Tinea Korporis ( ICD 10 B.35.4).c. Aspek risiko internal kebiasaan pasien mandi 1 kali sehari mengganti pakaian 1 kali sehari tidak mengganti pakaian setelah berkeringat banyak (misalnya setelah bermain) berenang disungai dan membiarkan pakaian kering dibadan.d. Aspek risiko eksternal dan psikososialAspek risiko eksternal pasien adalah lokasi tempat tinggal pasien yang berada disekitar sungai, mengakibatkan pasien suka bermain dan berenang namun tidak mengganti pakaian yang lembab dan basah. Aspek psikososial yang mempengaruhi penyakit pasien adalah kurangnya pengetahuan tentang tinea (ICD 10 Z.559) dan kurangnya kesadaran terhadap pencegahan penyakit (ICD 10 Z.559).e. Derajat FungsionalBerdasarkan derajat fungsional pasien adalah 1, yaitu mandiri dalam perawatan diri, bekerja atau beraktifitas di dalam dan di luar rumah.4.2 Penatalaksanaana. Preventif: Menjaga kebersihan badan dengan mandi 2 kali sehari. Sering mengganti pakaian terutama jika lembab dan setelah beraktivitas (bermain) yang mengeluarkan banyak keringat. Menggunakan pakaian yang menyerap keringat Hindari menggunakan pakaian yang berlapis-lapis. Mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbangb. Promotif: Hentikan penggunaan pakaian dan handuk secara bersama. Memberikan saran agar menjemur pakaian di tempat yang terdapat sinar matahari langsung.c. Kuratif:Sistemik Griseofulvin tab 1 x 125 mgDosis untuk BB 13,6 kg 22,7 kg = 82,5-165 mg/hariDosis= 7,3 mg/kgBB/hari= 7,3 mg x 16 kg = 116,8 mg ~ 125 mg CTM 3 x 2 mg Topikal Ketokonazole cream 2 % (oleskan tipis dua kali sehari sesudah mandi)

Dinas Kesehatan Kodya PadangPuskesmas Seberang PadangDokter: Marhamah HasnulTanggal: 14 Februari 2015R/ Griseofulvin tab 125 mg No. XS1 dd tab 1 (malam hari) R/ CTM tab 4 mg No. VS3 dd tab R/ Ketokonazole cream 2% tubeNo. I S applic loc dol ______________________________________Pro : An. MAUmur : 6 tahun 3 bulanAlamat : Seberang Padangd. Rehabilitatif : Kontrol teratur ke puskesmas karena pengobatan memerlukan waktu yang lama (2-4 minggu). Jangan menggaruk lesi. Mengkonsumsi makanan yang bergizi.

BAB 5DISKUSI

Seorang pasien anak berumur 6 tahun 3 bulan datang ke balai pengobatan anak Puskesmas Seberang Padang dengan keluhan utama berupa bercak kemerahan yang terasa gatal di punggung sejak 2 minggu yang lalu. Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis menderita Tinea korporis.Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik sebagai berikut. Hasil anamnesis yang mendukung diagnosis adalah adanya keluhan pasien berupa gatal berwarna kemerahan yang awalnya seukuran koin, kemudian ukurannya semakin melebar. dari anamnesa yang dikatakan bahwa ukurannya semakin melebar ke arah luar sesuai dengan sifat dermatofita yang mencari keratin sehingga luas lesi akan semakin melebar. Berdasarkan pemeriksaan fisik, diperoleh: keadaan umum baik, kesadaran CMC, dan vital sign dalam batas normal. Dari status dermatologi pasien didapatkan plak eritema di punggung atas berukuran plakat dengan pinggir meninggi berupa papul-papul, bagian tepi aktif dan bagian tengah menyembuh, terdapat skuama halus di bagian tengah, bentuk plak tidak khas, susunannya polisiklik, batas tegas. Berdasarkan pemeriksaan fisik dapat ditegakkan diagnosis kerja tinea corporis.Pemeriksaan laboratorium rutin yang seharusnya dilakukan adalah pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH yang akan sangat membantu dalam membuat diagnosis pasti. Jika dilakukan pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH diharapkan ditemukan gambaran hifa panjang dengan spora. Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah secara komprehensif yang terdiri dari terapi umum dan khusus. Terapi umum bertujuan untuk mencegah timbulnya penyakit maupun mencegah penyakit yang telah ada agar tidak bertambah parah dengan cara tidak menggaruk lesi, mencuci tangan setelah berkontak dengan tanah, menggunakan sarung tangan dan alas kaki/sepatu boot ketika berkontak dengan tanah, mandi minimal dua kali sehari, mencuci tangan dengan sabun setelah berkontak dengan tanah, memotong kuku, dan memakai pakaian yang berbahan dasar menyerap keringat. Serta mencegah penularan ke anggota keluarga yang lain yang serumah dengan tidak menggunakan handuk bersama.Edukasi mengenai penularan mengenai tinea ini juga diberikan berupa penularan melalui manusia (antropofilik), binatang (zoofilik), maupun tanah (geofilik) yang mengandung elemen jamur, oleh sebab itu pasien dilarang untuk menggaruk kulitnya karena elemen jamur tersebut bisa menempel di kulit sehingga dapat menularkan ke bagian tubuh yang lain (antropofilik). Selain itu beritahukan kepada pasien bahwa penggunaan pakaian dan handuk bersamaan dengan pasien tinea dapat menularkan tinea (antropofilik). Untuk zoofilik, diterangkan bahwa penularannya pada binatang peliharaan seperti anjing, kucing yang mempunyai kelainan kulit dengan gambaran bulu-bulu rontok dan ada bintik-bintik pada kulit atau kurap. Untuk Geofilik, diterangkan untuk menggunakan sandal atau alas kaki jika berjalan ditanah.Terapi khusus pada pasien ini diberikan Griseofulvin 1 x 160mg selama 2-4 minggu; CTM 3x2mg; Ketokonazol 2% cream 2x sehari. Edukasi penggunaan obat pada pasien yaitu mengenai terapi yang membutuhakan waktu lama (2-4 minggu) dan penggunaan ketokonazol cream dioleskan lebih sekitar 2-3 cm dari batas lesi yang terlihat.

LAMPIRAN

Kunjungan 16 Februari 2015

DAFTAR PUSTAKA1. Wolff, Klaus, Ricahrd Allen Johnson, dan Dick Suurmond. Fitzpatricks, Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology, 5th Edition. USA. The McGraw-Hill Companies. 2007. 2. Djuanda, Adhi, Mokhtar Hamzah, dan Siti Aisyah. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FK UI Edisi Ke enam. Mikosis halaman 92-95. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010. 3. Buxton, K. Paul. ABC of Dermatology. 4th Edition. Fungal Infection Page 101-105. London. BMJ Publishing Group Ltd. 2003. 4. Hunter, J.A.A, J.A. Savin, and M.V. Dahl. Clinical Dermatology 3th Edition. Fungal Infection, Page 210-219. USA. Blackwell Science. 2002. 5. Arndt, A. Kenneth, and Jeffrey T.S Hsu. Manual Of Dermatologuc Therapeutic 7th Edition. Fungal Infection page 86-95. USA. Lippincontt Williams & Wilkins. 2007.