Upload
zulfa-n-fath
View
5
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
jhu 7y78n
Citation preview
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Tn.A
Umur : 19 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
TTL : Jakarta, 15 September 1991
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Duren Sawit, Jakarta Timur
Ras/Suku Bangsa : Jawa, Indonesia
Agama : Islam
Status Pernikahan : Belum menikah
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : nyeri menelan
Keluhan tambahan : sulit menelan, nafsu makan menurun, lemas, demam
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan nyeri menelan + 1 minggu SMRS. Awalnya pasien sudah
sering merasa nyeri menelan sejak 4 tahun yang lalu, dan diobati dengan terapi untuk
radang amandel/tonsil oleh dokter spesialis THT, namun keluhan pasien masih sering
kambuh + 3x setiap tahun. Keluhan saat ini dirasakan lebih berat sehingga pasien sulit
menelan. Pasien juga merasa nafsu makan menurun, lemas, dan demam. Demam
dirasakan setiap hari selama 1 minggu ini, namun tidak terlalu tinggi dan tidak disertai
dengan menggigil pada malam hari. Batuk-pilek disangkal. Mendengkur saat tidur
disangkal. Suara serak disangkal. Sesak disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Sejak usia 15 tahun pasien sering merasakan gejala yang seperti ini (nyeri menelan)
disertai batuk-pilek serta demam dan telah didiagnosis radang amandel/tonsil oleh dokter
spesialis THT.
Riwayat penyakit keluarga:
Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami penyakit yang serupa dengan pasien.
Ibu pasien sering bersin-bersin bila terkena udara yang berdebu.
Riwayat Alergi :
Pasien mengaku sering bersin-bersin bila terkena debu, terutama bila di lingkungan
sekolah.
Riwayat alergi obat maupun makanan disangkal.
Riwayat Kebiasaan:
Pasien sering merokok + 3 batang sehari sejak SMP kelas 3
Pasien sering minum es/ dingin sejak kecil
Gosok gigi 1-2 kali sehari
Riwayat pengobatan:
Pasien belum sempat berobat untuk keluhan saat ini.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Composmentis
Tanda – tanda vital : TD = 110/70mmHg P = 20x/mnt
N = 82x/mnt S = 37,8oC
Kepala
- Bentuk : normocephal
Mata
- Konjungtiva tidak anemis, ikterik -/-
Thoraks: Paru
- Inspeksi : Pergerakan dada simetris dextra-sinistra
- Palpasi : NT -/-
- Perkusi : sonor diseluruh lapang paru
- Auskultasi : vesikuler/vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung
- Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V sinistra
- Perkusi : batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : bunyi jantung I–II, murni, regular, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : datar
- Palpasi : supel, NT -
- Perkusi : timpani
- Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas
- Atas : hangat +/+, udema -/-, sianosis -/-
- Bawah : hangat +/+, udema -/-, sianosis -/-
STATUS LOKALIS THT
1. ADS : helix sign : -/- tragus sign : -/-
CAE : tenang/tenang
Cerumen -/- massa -/-
MT : Intak +/+, RC +/+, hiperemis -/-
2. CN : Mukosa : tenang +/+, hiperemis -/-, sekret -/-
Concha : hipertrophi -/-
Septum : lurus
3. NP / OP : Mukosa pharynx hiperemis, granule +
Tonsil T3/T3, hiperemis +/+, Kripta melebar +/+, detritus +/+
Uvula ditengah
4. Laringx : Sulit dinilai
5. Leher : Tiroid tidak teraba
Pembesaran KGB (-)
Diagnosis Kerja
Tonsilitis kronis
Diagnosis Banding
Tonsilitis difteri
Pemeriksaan Penunjang
Kultur swab tenggorok
Pemeriksaan laboratorium darah lengkap
Pemeriksaan radiologik
o posisi Waters
o Toraks
Tes alergi prick tes
Pengobatan
Medikamentosa :
- Antibiotik spektrum luas : Penisilin 3x500 mg atau eritromisin
- mukolitik : Ambroxol
- antihistamin : Loratadin
- anti inflamasi steroid maupun non steroid : methilprednisolon
- antipiretik parasetamol
Operasi : Tonsilektomi
Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : bonam
Ad sanantionam : bonam
TINJAUAN PUSTAKA
Tonsil (Tonsilla Palatina)
Tonsil merupakan suatu akumulasi dari limfonoduli permanen yang letaknya di bawah epitel
yang telah terorganisir sebagai suatu organ. Pada tonsil terdapat epitel permukaan yang ditunjang
oleh jaringan ikat retikuler dan kapsel jaringan ikat serta kriptus di dalamnya.
Berdasarkan lokasinya, tonsil dibagi menjadi sebagai berikut :
1. Tonsilla lingualis, terletak pada radix linguae.
2. Tonsilla palatina (tonsil), terletak pada isthmus faucium antara arcus
glossopalatinus dan arcus glossopharingicus.
3. Tonsilla pharingica (adenoid), terletak pada dinding dorsal dari
nasofaring.
4. Tonsilla tubaria, terletak pada bagian lateral nasofaring di sekitar ostium
tuba auditiva.
Dari keempat macam tonsil tersebut, tonsilla lingualis, tonsilla palatina, tonsilla pharingica dan
tonsilla tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran
pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama cincin Waldeyer. Kumpulan jaringan ini melindungi
anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan. Jaringan limfe pada cincin Waldeyer menjadi
hipertrofi fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3 tahun dan tonsil pada usia 5
tahun, dan kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas.
Jaringan limfoid pada Cincin Waldeyer berperan penting pada awal kehidupan, yaitu sebagai
daya pertahanan lokal yang setiap saat berhubungan dengan agen dari luar (makan, minum,
bernafas), dan sebagai surveilens imun. Fungsi ini didukung secara anatomis dimana di daerah
faring terjadi tikungan jalannya material yang melewatinya disamping itu bentuknya tidak datar,
sehingga terjadi turbulensi khususnya udara pernafasan. Dengan demikian kesempatan kontak
berbagai agen yang ikut dalam proses fisiologis tersebut pada permukaan penyusun cincin
Waldeyer itu semakin besar.
Anatomi Tonsilla Palatina
Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang terletak pada dinding
lateral orofaring dalam fossa tonsillaris. Tiap tonsilla ditutupi membran mukosa dan permukaan
medialnya yang bebas menonjol kedalam faring. Permukaannya tampak berlubang-lubang kecil
yang berjalan ke dalam “Cryptae Tonsillares” yang berjumlah 6-20 kripte. Pada bagian atas
permukaan medial tonsilla terdapat sebuah celah intratonsil dalam. Permukaan lateral tonsilla
ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut “Capsula” tonsilla palatina, terletak berdekatan
dengan tonsilla lingualis.
Permukaan tonsila palatina yang dilapisi mukosa terdiri dari epitel berlapis pipih yang
mempunyai daya tahan yang lebih baik daripada jenis epitel yang lain dimana mukosa tonsila
palatina ini selalu mendapat gesekan dalam tubuh sehingga memerlukan perlindungan yang lebih
baik agar lebih tahan terhadap trauma.
Kripte pada tonsila palatina dalam dan bercabang-cabang dan terdapat kripte dalam jumlah yang
banyak. Pada kripte ini bermuara kelenjar-kelenjar submukosa yang terdapat di sekitar tonsil.
Namun pada tonsila palatina ini kelenjar-kelenjar tidak bermuara pada dasar kripte sehingga
dasar kripte tidak selalu tercuci. Adanya banyak percabangan dari kripte dan adanya muara
kelenjar yang tidak pada dasar kripte memberi kesempatan untuk mendapat infeksi yang lebih
besar.
Imunologi
Tonsil merupakan organ yang unik karena keterlibatannya dalam pembentukan imunitas lokal
dan sebagai pertahanan imunitas tubuh manusia. Sel limfosit B berproliferasi di “Germinal
Center”. Imunoglobulin (Ig G, A, M, D), komponen komplemen, interferon, lisosim dan sitokin
berakumulasi di jaringan tonsillar. Infeksi bakterial kronis pada tonsil akan menyebabkan
terjadinya antibodi lokal, perubahan rasio sel B dan sel T.
Antigen akan masuk melalui Tubulo vesicular sistem dalam sel M, kemudian antigen tersebut
ditangkap oleh sel APC (antigen presenting cells), makrofag dan sel dendrit. Bersamaan dengan
ini makrofag melepaskan mediator berupa limfokin, interleukin-1 (IL-l) untuk mengaktifkan sel
T. Kemudian sel T melepaskan interleukin-2 (IL-2) yang akan merangsang limfosit B
berdifrensiasi menjadi sel plasma. Sel plasma pada awalnya akan membentuk imunoglobulin M
kemudian diikuti pembentukan imunoglobulin A dan IgG. Sebagian dari limfosit B menjadi sel
memori dan Imunoglobulin A secara pasif akan berdifusi ke lumen.
Efek dari penatalaksanaan Adenotonsilektomi terhadap integritas imunitas seseorang hingga kini
masih diperdebatkan. Pernah dilaporkan adanya penurunan produksi Imunoglobulin A (IgA)
nasofaring terhadap vaksin polio setelah adenoidektomi atau adanya peningkatan kasus
Hodgkin’s Limfoma pasca Adenotonsilektomi. Namun, peran tonsil sendiri masih tetap
kontroversial dan sekarang ini masih belum terbukti adanya efek imunologis dari tonsilektomi.
Tonsilitis Kronis
Definisi
Tonsilitis merupakan keradangan kronis yang mengenai seluruh jaringan tonsil yang umumnya
didahului oleh suatu keradangan di bagian tubuh lain, misalnya sinusitis, rhinitis, infeksi umum
seperti morbili, dan sebagainya. Sedangkan Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil
setelah serangan akut yang terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis.
Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan diantara serangan tidak jarang tonsil
tampak sehat. Tetapi tidak jarang keadaan tonsil diluar serangan terlihat membesar disertai
dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan apabila tonsil ditekan keluar detritus.
Etiologi
Etiologi berdasarkan Morrison yang mengutip hasil penyelidikan dari Commission on Acute
Respiration Disease bekerja sama dengan Surgeon General of the Army America dimana dari
169 kasus didapatkan data sebagai berikut :
25% disebabkan oleh Streptokokus β hemolitikus yang pada masa penyembuhan tampak
adanya kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam serum penderita.
25% disebabkan oleh Streptokokus golongan lain yang tidak menunjukkan kenaikan titer
Streptokokus antibodi dalam serum penderita.
Sisanya adalah Pneumokokus, Stafilokokus, Hemofilus influenza.
Adapula yang menyatakan etiologi terjadinya tonsilitis sebagai berikut :
1. Streptokokus β hemolitikus Grup A
2. Hemofilus influenza
3. Streptokokus pneumonia
4. Stafilokokus (dengan dehidrasi, antibiotika)
5. Tuberkulosis (pada keadaan immunocompromise).
Faktor Predisposisi
Adapun beberapa faktor predisposisi timbulnya kejadian Tonsilitis Kronis, yaitu :
1. Rangsangan kronis (rokok, makanan)
2. Higiene mulut yang buruk
3. Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah-ubah)
4. Alergi (iritasi kronis dari alergen)
5. Keadaan umum (kurang gizi, kelelahan fisik)
6. Pengobatan Tonsilitis Akut yang tidak adekuat.
Patologi
Proses keradangan dimulai pada satu atau lebih kripte tonsil. Karena proses radang berulang,
maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan
limfoid akan diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga kripte akan
melebar.
Secara klinis kripte ini akan tampak diisi oleh Detritus (akumulasi epitel yang mati, sel leukosit
yang mati dan bakteri yang menutupi kripte berupa eksudat berwarna kekuning-kuningan).
Proses ini meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan
sekitar fossa tonsillaris. Pada anak-anak, proses ini akan disertai dengan pembesaran kelenjar
submandibula.
Manifestasi Klinis
Pada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena serangan tonsilitis akut yang berulang--
ulang, adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-menerus pada tenggorokan (odinofagi), nyeri waktu
menelan atau ada sesuatu yang mengganjal di kerongkongan bila menelan, terasa kering dan
pernafasan berbau.
Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari Tonsilitis Kronis yang mungkin
tampak, yakni :
1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke jaringan sekitar,
kripte yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulen atau seperti keju.
2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam di
dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis, kripte yang melebar dan ditutupi eksudat yang
purulen.
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak antara kedua
pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi
pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :
T0 : Tonsil sudah diangkat
T1 : Tonsil masih di dalam fossa tonsil
T2 : Tonsil keluar dari fossa tonsil tapi belum melewati garis tengah antara pinggir lateral faring-uvula
T3 : Tonsil sudah melewati garis tengah namun tidak sampai uvula
T4 : Tonsil sudah mencapai uvula atau lebih
Diagnosis
Adapun tahapan menuju diagnosis tonsilitis kronis adalah sebagai berikut :
1. Anamnesa
Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting karena hampir 50% diagnosa dapat ditegakkan
dari anamnesa saja. Penderita sering datang dengan keluhan rasa sakit pada tenggorok yang terus
menerus, sakit waktu menelan, nafas bau busuk, malaise, sakit pada sendi, kadang-kadang ada
demam dan nyeri pada leher.
2. Pemeriksaan Fisik
Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut. Sebagian kripta
mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut. Pada
beberapa kasus, kripta membesar, dan suatu bahan seperti keju atau dempul amat banyak terlihat
pada kripta. Gambaran klinis yang lain yang sering adalah dari tonsil yang kecil, biasanya
membuat lekukan dan seringkali dianggap sebagai “kuburan” dimana tepinya hiperemis dan
sejumlah kecil sekret purulen yang tipis terlihat pada kripta.
3. Pemeriksaan Penunjang
Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaan apus tonsil. Biakan
swab sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan derajat keganasan yang rendah,
seperti Streptokokus hemolitikus, Streptokokus viridans, Stafilokokus, atau Pneumokokus.
Diagnosa Banding
Terdapat beberapa diagnosa banding dari tonsilitis kronis adalah sebagai berikut :
1. Penyakit-penyakit dengan pembentukan Pseudomembran atau adanya membran semu
yang menutupi tonsil (Tonsilitis Membranosa)
a. Tonsilitis Difteri
Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Tidak semua orang yang terinfeksi oleh
kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung pada titer antitoksin dalam darah. Titer antitoksin
sebesar 0,03 sat/cc darah dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Gejalanya terbagi
menjadi tiga golongan besar, umum, lokal dan gejala akibat eksotoksin. Gejala umum sama
seperti gejala infeksi lain, yaitu demam subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah,
nadi lambat dan keluhan nyeri menelan. Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak
ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan membentuk pseudomembran
yang melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Gejala akibat
eksotoksin dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh, misalnya pada jantung dapat terjadi
miokarditis sampai dekompensasi kordis, pada saraf kranial dapat menyebabkan kelumpuhan
otot palatum dan otot pernafasan dan pada ginjal dapat menimbulkan albuminuria.
b. Angina Plaut Vincent (Stomatitis Ulseromembranosa)
Gejala yang timbul adalah demam tinggi (39˚C), nyeri di mulut, gigi dan kepala, sakit tenggorok,
badan lemah, gusi mudah berdarah dan hipersalivasi. Pada pemeriksaan tampak membran putih
keabuan di tonsil, uvula, dinding faring, gusi dan prosesus alveolaris. Mukosa mulut dan faring
hiperemis. Mulut yang berbau (foetor ex ore) dan kelenjar submandibula membesar.
c. Mononukleosis Infeksiosa
Terjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa bilateral. Membran semu yang menutup ulkus mudah
diangkat tanpa timbul perdarahan, terdapat pembesaran kelenjar limfe leher, ketiak dan regio
inguinal. Gambaran darah khas, yaitu terdapat leukosit mononukleosis dalam jumlah besar.
Tanda khas yang lain adalah kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi terhadap sel darah
merah domba (Reaksi Paul Bunnel).
Komplikasi
Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke daerah sekitar atau
secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil. Adapun berbagai komplikasi
yang kerap ditemui adalah sebagai berikut :
1. Komplikasi sekitar tonsil
a. Peritonsilitis
Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus dan abses.
b. Abses Peritonsilar (Quinsy)
Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber infeksi berasal dari
penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus kapsul tonsil dan penjalaran dari
infeksi gigi.
c. Abses Parafaringeal
Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah bening atau pembuluh darah.
Infeksi berasal dari daerah tonsil, faring, sinus paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal, os
mastoid dan os petrosus.
d. Abses Retrofaring
Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya terjadi pada anak usia 3 bulan
sampai 5 tahun karena ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfe.
e. Krista Tonsil
Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan fibrosa dan ini
menimbulkan krista berupa tonjolan pada tonsil berwarna putih dan berupa cekungan, biasanya
kecil dan multipel.
f. Tonsilolith (Kalkulus dari tonsil)
Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam jaringan tonsilyang membentuk
bahan keras seperti kapur.
2. Komplikasi Organ jauh
a. Demam rematik dan penyakit jantung rematik
b. Glomerulonefritis
c. Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis
d. Psoriasis, eritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura
e. Artritis dan fibrositis.
Penatalaksanaan
Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan tonsil (Tonsilektomi).
Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan medis atau terapi konservatif
yang gagal untuk meringankan gejala-gejala. Penatalaksanaan medis termasuk pemberian
antibiotika penisilin yang lama, irigasi tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan
kripta tonsillaris dengan alat irigasi gigi (oral). Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai
hubungan dengan infeksi kronis atau berulang-ulang.
Tonsilektomi merupakan suatu prosedur pembedahan yang diusulkan oleh Celsus dalam buku
De Medicina (tahun 10 Masehi). Jenis tindakan ini juga merupakan tindakan pembedahan yang
pertama kali didokumentasikan secara ilmiah oleh Lague dari Rheims (1757).
Indikasi untuk dilakukan Tonsilektomi terbagi tiga, antara lain :
a. Aspek pembesaran tonsil
Tonsilitis kronis atau tonsil hipertrofi yang menimbulkan gangguan bernafas.
Tonsilitis kronis atau tonsil hipertrofi yang menimbulkan gangguan suara.
Tonsilitis kronis atau tonsil hipertrofi yang menimbulkan gangguan menelan.
b. Aspek tonsil sebagai fokal infeksi
c. Aspek tonsil dicurigai mengalami keganasan (Neoplasia)
Tonsil dengan ulkus yang tidak ada perbaikan menggunakan terapi konvensional.
Tonsil dengan pembesaran yang unilateral.
Sedangkan mengenai kontraindikasi dari tonsilektomi, yaitu :
1. Kontraindikasi Relatif
Radang akut, termasuk tonsilitis
Palatoschizis
Poliomyelitis epidemica
Umur kurang dari tiga tahun.
2. Kontraindikasi Absolut
Gangguan hemostasis, leukemia, purpura, anemia aplastik, ataupun hemofilia.
Penyakit sistemis yang tidak terkontrol : Diabetes Melitus, penyakit jantung, dan sebagainya.
Untuk komplikasi Tonsiloadenoidektomi termasuk juga Tonsilektomi dibedakan antara
komplikasi anestesi dan komplikasi pembedahan. Komplikasi akibat anestesi termasuk terjadinya
hipertermi, aritmia jantung yang dapat berakhir sebagai henti jantung. Sedangkan komplikasi
dari pembedahan meliputi hal-hal berikut ini :
1. Perdarahan saat atau setelah operasi.
2. Suara nasal berupa :
a. Beberapa hari setelah operasi
b. Permanen
3. Sinekia pilar tonsil dengan ovula.
4. Aspirasi darah ke paru-paru.
5. Refleks vagus.
6. Bakterimia atau infeksi.
7. Trauma pada gigi.
8. Pembengkakan pada lidah.
9. Trauma pada ovula, palatum mole dan dinding faring.