21
LAPORAN KASUS I. IDENTITAS Nama : Tn.A Umur : 19 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki TTL : Jakarta, 15 September 1991 Pekerjaan : Mahasiswa Alamat : Duren Sawit, Jakarta Timur Ras/Suku Bangsa : Jawa, Indonesia Agama : Islam Status Pernikahan : Belum menikah II. ANAMNESIS Keluhan Utama : nyeri menelan Keluhan tambahan : sulit menelan, nafsu makan menurun, lemas, demam Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang dengan keluhan nyeri menelan + 1 minggu SMRS. Awalnya pasien sudah sering merasa nyeri menelan sejak 4 tahun yang lalu, dan diobati dengan terapi untuk radang amandel/tonsil oleh dokter spesialis THT, namun keluhan pasien masih sering kambuh + 3x setiap tahun. Keluhan saat ini dirasakan lebih berat sehingga pasien sulit menelan. Pasien juga merasa nafsu makan menurun, lemas, dan demam. Demam dirasakan setiap hari selama 1 minggu ini, namun tidak

Case Tonsilitis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jhu 7y78n

Citation preview

Page 1: Case Tonsilitis

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Tn.A

Umur : 19 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

TTL : Jakarta, 15 September 1991

Pekerjaan : Mahasiswa

Alamat : Duren Sawit, Jakarta Timur

Ras/Suku Bangsa : Jawa, Indonesia

Agama : Islam

Status Pernikahan : Belum menikah

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : nyeri menelan

Keluhan tambahan : sulit menelan, nafsu makan menurun, lemas, demam

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan nyeri menelan + 1 minggu SMRS. Awalnya pasien sudah

sering merasa nyeri menelan sejak 4 tahun yang lalu, dan diobati dengan terapi untuk

radang amandel/tonsil oleh dokter spesialis THT, namun keluhan pasien masih sering

kambuh + 3x setiap tahun. Keluhan saat ini dirasakan lebih berat sehingga pasien sulit

menelan. Pasien juga merasa nafsu makan menurun, lemas, dan demam. Demam

dirasakan setiap hari selama 1 minggu ini, namun tidak terlalu tinggi dan tidak disertai

dengan menggigil pada malam hari. Batuk-pilek disangkal. Mendengkur saat tidur

disangkal. Suara serak disangkal. Sesak disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Sejak usia 15 tahun pasien sering merasakan gejala yang seperti ini (nyeri menelan)

disertai batuk-pilek serta demam dan telah didiagnosis radang amandel/tonsil oleh dokter

spesialis THT.

Page 2: Case Tonsilitis

Riwayat penyakit keluarga:

Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami penyakit yang serupa dengan pasien.

Ibu pasien sering bersin-bersin bila terkena udara yang berdebu.

Riwayat Alergi :

Pasien mengaku sering bersin-bersin bila terkena debu, terutama bila di lingkungan

sekolah.

Riwayat alergi obat maupun makanan disangkal.

Riwayat Kebiasaan:

Pasien sering merokok + 3 batang sehari sejak SMP kelas 3

Pasien sering minum es/ dingin sejak kecil

Gosok gigi 1-2 kali sehari

Riwayat pengobatan:

Pasien belum sempat berobat untuk keluhan saat ini.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Composmentis

Tanda – tanda vital : TD = 110/70mmHg P = 20x/mnt

N = 82x/mnt S = 37,8oC

Kepala

- Bentuk : normocephal

Mata

- Konjungtiva tidak anemis, ikterik -/-

Thoraks: Paru

- Inspeksi : Pergerakan dada simetris dextra-sinistra

Page 3: Case Tonsilitis

- Palpasi : NT -/-

- Perkusi : sonor diseluruh lapang paru

- Auskultasi : vesikuler/vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung

- Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

- Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V sinistra

- Perkusi : batas jantung dalam batas normal

- Auskultasi : bunyi jantung I–II, murni, regular, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen

- Inspeksi : datar

- Palpasi : supel, NT -

- Perkusi : timpani

- Auskultasi : bising usus (+) normal

Ekstremitas

- Atas : hangat +/+, udema -/-, sianosis -/-

- Bawah : hangat +/+, udema -/-, sianosis -/-

STATUS LOKALIS THT

1. ADS : helix sign : -/- tragus sign : -/-

CAE : tenang/tenang

Cerumen -/- massa -/-

MT : Intak +/+, RC +/+, hiperemis -/-

2. CN : Mukosa : tenang +/+, hiperemis -/-, sekret -/-

Concha : hipertrophi -/-

Septum : lurus

3. NP / OP : Mukosa pharynx hiperemis, granule +

Tonsil T3/T3, hiperemis +/+, Kripta melebar +/+, detritus +/+

Uvula ditengah

4. Laringx : Sulit dinilai

5. Leher : Tiroid tidak teraba

Pembesaran KGB (-)

Page 4: Case Tonsilitis

Diagnosis Kerja

Tonsilitis kronis

Diagnosis Banding

Tonsilitis difteri

Pemeriksaan Penunjang

Kultur swab tenggorok

Pemeriksaan laboratorium darah lengkap

Pemeriksaan radiologik

o posisi Waters

o Toraks

Tes alergi prick tes

Pengobatan

Medikamentosa :

- Antibiotik spektrum luas : Penisilin 3x500 mg atau eritromisin

- mukolitik : Ambroxol

- antihistamin : Loratadin

- anti inflamasi steroid maupun non steroid : methilprednisolon

- antipiretik parasetamol

Operasi : Tonsilektomi

Prognosis

Ad vitam : bonam

Ad fungsionam : bonam

Ad sanantionam : bonam

Page 5: Case Tonsilitis

TINJAUAN PUSTAKA

Tonsil (Tonsilla Palatina)

Tonsil merupakan suatu akumulasi dari limfonoduli permanen yang letaknya di bawah epitel

yang telah terorganisir sebagai suatu organ. Pada tonsil terdapat epitel permukaan yang ditunjang

oleh jaringan ikat retikuler dan kapsel jaringan ikat serta kriptus di dalamnya.

Berdasarkan lokasinya, tonsil dibagi menjadi sebagai berikut :

1. Tonsilla lingualis, terletak pada radix linguae.

2. Tonsilla palatina (tonsil), terletak pada isthmus faucium antara arcus

glossopalatinus dan arcus glossopharingicus.

3. Tonsilla pharingica (adenoid), terletak pada dinding dorsal dari

nasofaring.

4. Tonsilla tubaria, terletak pada bagian lateral nasofaring di sekitar ostium

tuba auditiva.

Dari keempat macam tonsil tersebut, tonsilla lingualis, tonsilla palatina, tonsilla pharingica dan

tonsilla tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran

pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama cincin Waldeyer. Kumpulan jaringan ini melindungi

anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan. Jaringan limfe pada cincin Waldeyer menjadi

hipertrofi fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3 tahun dan tonsil pada usia 5

tahun, dan kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas.

Jaringan limfoid pada Cincin Waldeyer berperan penting pada awal kehidupan, yaitu sebagai

daya pertahanan lokal yang setiap saat berhubungan dengan agen dari luar (makan, minum,

bernafas), dan sebagai surveilens imun. Fungsi ini didukung secara anatomis dimana di daerah

faring terjadi tikungan jalannya material yang melewatinya disamping itu bentuknya tidak datar,

sehingga terjadi turbulensi khususnya udara pernafasan. Dengan demikian kesempatan kontak

Page 6: Case Tonsilitis

berbagai agen yang ikut dalam proses fisiologis tersebut pada permukaan penyusun cincin

Waldeyer itu semakin besar. 

Anatomi Tonsilla Palatina

Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang terletak pada dinding

lateral orofaring dalam fossa tonsillaris. Tiap tonsilla ditutupi membran mukosa dan permukaan

medialnya yang bebas menonjol kedalam faring. Permukaannya tampak berlubang-lubang kecil

yang berjalan ke dalam “Cryptae Tonsillares” yang berjumlah 6-20 kripte. Pada bagian atas

permukaan medial tonsilla terdapat sebuah celah intratonsil dalam. Permukaan lateral tonsilla

ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut “Capsula” tonsilla palatina, terletak berdekatan

dengan tonsilla lingualis.

Permukaan tonsila palatina yang dilapisi mukosa terdiri dari epitel berlapis pipih yang

mempunyai daya tahan yang lebih baik daripada jenis epitel yang lain dimana mukosa tonsila

palatina ini selalu mendapat gesekan dalam tubuh sehingga memerlukan perlindungan yang lebih

baik agar lebih tahan terhadap trauma.

Kripte pada tonsila palatina dalam dan bercabang-cabang dan terdapat kripte dalam jumlah yang

banyak. Pada kripte ini bermuara kelenjar-kelenjar submukosa yang terdapat di sekitar tonsil.

Namun pada tonsila palatina ini kelenjar-kelenjar tidak bermuara pada dasar kripte sehingga

dasar kripte tidak selalu tercuci. Adanya banyak percabangan dari kripte dan adanya muara

kelenjar yang tidak pada dasar kripte memberi kesempatan untuk mendapat infeksi yang lebih

besar. 

Imunologi

Tonsil merupakan organ yang unik karena keterlibatannya dalam pembentukan imunitas lokal

dan sebagai pertahanan imunitas tubuh manusia. Sel limfosit B berproliferasi di “Germinal

Center”. Imunoglobulin (Ig G, A, M, D), komponen komplemen, interferon, lisosim dan sitokin

Page 7: Case Tonsilitis

berakumulasi di jaringan tonsillar. Infeksi bakterial kronis pada tonsil akan menyebabkan

terjadinya antibodi lokal, perubahan rasio sel B dan sel T.

Antigen akan masuk melalui Tubulo vesicular sistem dalam sel M, kemudian antigen tersebut

ditangkap oleh sel APC (antigen presenting cells), makrofag dan sel dendrit. Bersamaan dengan

ini makrofag melepaskan mediator berupa limfokin, interleukin-1 (IL-l) untuk mengaktifkan sel

T. Kemudian sel T melepaskan interleukin-2  (IL-2) yang akan merangsang limfosit B

berdifrensiasi menjadi sel plasma. Sel plasma pada awalnya akan membentuk imunoglobulin M

kemudian diikuti pembentukan imunoglobulin A dan IgG. Sebagian dari limfosit B menjadi sel

memori dan Imunoglobulin A secara pasif akan berdifusi ke lumen.

Efek dari penatalaksanaan Adenotonsilektomi terhadap integritas imunitas seseorang hingga kini

masih diperdebatkan. Pernah dilaporkan adanya penurunan produksi Imunoglobulin A (IgA)

nasofaring terhadap vaksin polio setelah adenoidektomi atau adanya peningkatan kasus

Hodgkin’s Limfoma pasca Adenotonsilektomi. Namun, peran tonsil sendiri masih tetap

kontroversial dan sekarang ini masih belum terbukti adanya efek imunologis dari tonsilektomi. 

Tonsilitis Kronis

Definisi

Tonsilitis merupakan keradangan kronis yang mengenai seluruh jaringan tonsil yang umumnya

didahului oleh suatu keradangan di bagian tubuh lain, misalnya sinusitis, rhinitis, infeksi umum

seperti morbili, dan sebagainya. Sedangkan Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil

setelah serangan akut yang terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis.

Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan diantara serangan tidak jarang tonsil

tampak sehat. Tetapi tidak jarang keadaan tonsil diluar serangan terlihat membesar disertai

dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan apabila tonsil ditekan keluar detritus.

Etiologi

Page 8: Case Tonsilitis

Etiologi berdasarkan Morrison yang mengutip hasil penyelidikan dari Commission on Acute

Respiration Disease bekerja sama dengan Surgeon General of the Army America dimana dari

169 kasus didapatkan data sebagai berikut :

25% disebabkan oleh Streptokokus β hemolitikus yang pada masa penyembuhan tampak

adanya kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam serum penderita.

25% disebabkan oleh Streptokokus golongan lain yang tidak menunjukkan kenaikan titer

Streptokokus antibodi dalam serum penderita.

Sisanya adalah Pneumokokus, Stafilokokus, Hemofilus influenza.

Adapula yang menyatakan etiologi terjadinya tonsilitis sebagai berikut :

1.      Streptokokus β hemolitikus Grup A

2.      Hemofilus influenza

3.      Streptokokus pneumonia

4.      Stafilokokus (dengan dehidrasi, antibiotika)

5.      Tuberkulosis (pada keadaan immunocompromise).

Faktor Predisposisi

Adapun beberapa faktor predisposisi timbulnya kejadian Tonsilitis Kronis, yaitu :

1.      Rangsangan kronis (rokok, makanan)

2.      Higiene mulut yang buruk

3.      Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah-ubah)

4.      Alergi (iritasi kronis dari alergen)

5.      Keadaan umum (kurang gizi, kelelahan fisik)

6.      Pengobatan Tonsilitis Akut yang tidak adekuat.

Patologi

Page 9: Case Tonsilitis

Proses keradangan dimulai pada satu atau lebih kripte tonsil. Karena proses radang berulang,

maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan

limfoid akan diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga kripte akan

melebar.

Secara klinis kripte ini akan tampak diisi oleh Detritus (akumulasi epitel yang mati, sel leukosit

yang mati dan bakteri yang menutupi kripte berupa eksudat berwarna kekuning-kuningan).

Proses ini meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan

sekitar fossa tonsillaris. Pada anak-anak, proses ini akan disertai dengan pembesaran kelenjar

submandibula. 

Manifestasi Klinis

Pada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena serangan tonsilitis akut yang berulang--

ulang, adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-menerus pada tenggorokan (odinofagi), nyeri waktu

menelan atau ada sesuatu yang mengganjal di kerongkongan bila menelan, terasa kering dan

pernafasan berbau.

Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari Tonsilitis Kronis yang mungkin

tampak, yakni :

1.      Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke jaringan sekitar,

kripte yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulen atau seperti keju.

2.      Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam di

dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis, kripte yang melebar dan ditutupi eksudat yang

purulen.

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak antara kedua

pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi

pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :

T0         : Tonsil sudah diangkat

Page 10: Case Tonsilitis

T1         : Tonsil masih di dalam fossa tonsil

T2         : Tonsil keluar dari fossa tonsil tapi belum melewati garis tengah antara pinggir lateral faring-uvula

T3         : Tonsil sudah melewati garis tengah namun tidak sampai uvula

T4         : Tonsil sudah mencapai uvula atau lebih

Diagnosis

Adapun tahapan menuju diagnosis tonsilitis kronis adalah sebagai berikut :

1.      Anamnesa

Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting karena hampir 50% diagnosa dapat ditegakkan

dari anamnesa saja. Penderita sering datang dengan keluhan rasa sakit pada tenggorok yang terus

menerus, sakit waktu menelan, nafas bau busuk, malaise, sakit pada sendi, kadang-kadang ada

demam dan nyeri pada leher.

2.      Pemeriksaan Fisik

Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut. Sebagian kripta

mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut. Pada

beberapa kasus, kripta membesar, dan suatu bahan seperti keju atau dempul amat banyak terlihat

pada kripta. Gambaran klinis yang lain yang sering adalah dari tonsil yang kecil, biasanya

membuat lekukan dan seringkali dianggap sebagai “kuburan” dimana tepinya hiperemis dan

sejumlah kecil sekret purulen yang tipis terlihat pada kripta.

3.      Pemeriksaan Penunjang

Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaan apus tonsil. Biakan

swab sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan derajat keganasan yang rendah,

seperti Streptokokus hemolitikus, Streptokokus viridans, Stafilokokus, atau Pneumokokus.

Page 11: Case Tonsilitis

Diagnosa Banding

Terdapat beberapa diagnosa banding dari tonsilitis kronis adalah sebagai berikut :

1.       Penyakit-penyakit dengan pembentukan Pseudomembran atau adanya membran semu

yang menutupi tonsil (Tonsilitis Membranosa)

a.       Tonsilitis Difteri

Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Tidak semua orang yang terinfeksi oleh

kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung pada titer antitoksin dalam darah. Titer antitoksin

sebesar 0,03 sat/cc darah dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Gejalanya terbagi

menjadi tiga golongan besar, umum, lokal dan gejala akibat eksotoksin. Gejala umum sama

seperti gejala infeksi lain, yaitu demam subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah,

nadi lambat dan keluhan nyeri menelan. Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak

ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan membentuk pseudomembran

yang melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Gejala akibat

eksotoksin dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh, misalnya pada jantung dapat terjadi

miokarditis sampai dekompensasi kordis, pada saraf kranial dapat menyebabkan kelumpuhan

otot palatum dan otot pernafasan  dan pada ginjal dapat menimbulkan albuminuria.

b.      Angina Plaut Vincent (Stomatitis Ulseromembranosa)

Gejala yang timbul adalah demam tinggi (39˚C), nyeri di mulut, gigi dan kepala, sakit tenggorok,

badan lemah, gusi mudah berdarah dan hipersalivasi. Pada pemeriksaan tampak membran putih

keabuan di tonsil, uvula, dinding faring, gusi dan prosesus alveolaris. Mukosa mulut dan faring

hiperemis. Mulut yang berbau (foetor ex ore) dan kelenjar submandibula membesar.

c.       Mononukleosis Infeksiosa

Terjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa bilateral. Membran semu yang menutup ulkus mudah

diangkat tanpa timbul perdarahan, terdapat pembesaran kelenjar limfe leher, ketiak dan regio

inguinal. Gambaran darah khas, yaitu terdapat leukosit mononukleosis dalam jumlah besar.

Page 12: Case Tonsilitis

Tanda khas yang lain adalah kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi terhadap sel darah

merah domba (Reaksi Paul Bunnel).

Komplikasi

Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke daerah sekitar atau

secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil. Adapun berbagai komplikasi

yang kerap ditemui adalah sebagai berikut :

1.      Komplikasi sekitar tonsil

a.       Peritonsilitis

Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus dan abses.

b.      Abses Peritonsilar (Quinsy)

Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber infeksi berasal dari

penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus kapsul tonsil dan penjalaran dari

infeksi gigi.

c.       Abses Parafaringeal

Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah bening atau pembuluh darah.

Infeksi berasal dari daerah tonsil, faring, sinus paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal, os

mastoid dan os petrosus.

d.      Abses Retrofaring

Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya terjadi pada anak usia 3 bulan

sampai 5 tahun karena ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfe.

e.       Krista Tonsil

Page 13: Case Tonsilitis

Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan fibrosa dan ini

menimbulkan krista berupa tonjolan pada tonsil berwarna putih dan berupa cekungan, biasanya

kecil dan multipel.

f.        Tonsilolith (Kalkulus dari tonsil)

Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam jaringan tonsilyang  membentuk

bahan keras seperti kapur.

2.      Komplikasi Organ jauh

a.       Demam rematik dan penyakit jantung rematik

b.      Glomerulonefritis

c.       Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis

d.      Psoriasis, eritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura

e.       Artritis dan fibrositis.

Penatalaksanaan

Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan tonsil (Tonsilektomi).

Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan medis atau terapi konservatif

yang gagal untuk meringankan gejala-gejala. Penatalaksanaan medis termasuk pemberian

antibiotika penisilin yang lama, irigasi tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan

kripta tonsillaris dengan alat irigasi gigi (oral). Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai

hubungan dengan infeksi kronis atau berulang-ulang.

Tonsilektomi merupakan suatu prosedur pembedahan yang diusulkan oleh Celsus dalam buku

De Medicina (tahun 10 Masehi). Jenis tindakan ini juga merupakan tindakan pembedahan yang

pertama kali didokumentasikan secara ilmiah oleh Lague dari Rheims (1757).

Indikasi untuk dilakukan Tonsilektomi terbagi tiga, antara lain :

Page 14: Case Tonsilitis

a.   Aspek pembesaran tonsil

Tonsilitis kronis atau tonsil hipertrofi yang menimbulkan gangguan bernafas.

Tonsilitis kronis atau tonsil hipertrofi yang menimbulkan gangguan suara.

Tonsilitis kronis atau tonsil hipertrofi yang menimbulkan gangguan menelan.

b.   Aspek tonsil sebagai fokal infeksi

c.   Aspek tonsil dicurigai mengalami keganasan (Neoplasia)

Tonsil dengan ulkus yang tidak ada perbaikan menggunakan terapi konvensional.

Tonsil dengan pembesaran yang unilateral.

Sedangkan mengenai kontraindikasi dari tonsilektomi, yaitu : 

1.      Kontraindikasi Relatif

Radang akut, termasuk tonsilitis

Palatoschizis

Poliomyelitis epidemica

Umur kurang dari tiga tahun.

2.   Kontraindikasi Absolut

Gangguan hemostasis, leukemia, purpura, anemia aplastik, ataupun hemofilia.

Penyakit sistemis yang tidak terkontrol : Diabetes Melitus, penyakit jantung, dan sebagainya.

Untuk komplikasi Tonsiloadenoidektomi termasuk juga Tonsilektomi dibedakan antara

komplikasi anestesi dan komplikasi pembedahan. Komplikasi akibat anestesi termasuk terjadinya

Page 15: Case Tonsilitis

hipertermi, aritmia jantung yang dapat berakhir sebagai henti jantung. Sedangkan komplikasi

dari pembedahan meliputi hal-hal berikut ini :

1.      Perdarahan saat atau setelah operasi.

2.      Suara nasal berupa :

a.       Beberapa hari setelah operasi

b.      Permanen

3.      Sinekia pilar tonsil dengan ovula.

4.      Aspirasi darah ke paru-paru.

5.      Refleks vagus.

6.      Bakterimia atau infeksi.

7.      Trauma pada gigi.

8.      Pembengkakan pada lidah.

9.      Trauma pada ovula, palatum mole dan dinding faring.