45
DAFTAR ISI BAB I ..................................................... 2 BAB II..................................................... 3 BAB III ................................................... 9 BAB IV .................................................... 12 Daftar Pustaka ............................................ 30 1

Case Ulkus Diabetikum

Embed Size (px)

DESCRIPTION

interna

Citation preview

DAFTAR ISI

BAB I .................................................................................................................................. 2

BAB II................................................................................................................................. 3

BAB III ............................................................................................................................... 9

BAB IV ............................................................................................................................... 12

Daftar Pustaka ..................................................................................................................... 30

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu

mengalami peningkatan setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Berdasarkan perolehan

data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat prevalensi global penderita DM pada

tahun 2012 sebesar 8,4 % dari populasi penduduk dunia, dan mengalami peningkatan menjadi

382 juta kasus pada tahun 2013. IDF memperkirakan pada tahun 2035 jumlah insiden DM

akan mengalami peningkatan menjadi 55% (592 juta) di antara usia penderita DM 40-59

tahun.

Indonesia merupakan negara urutan ke-4 jumlah penyandang DM terbanyak setelah

Cina, India, dan Amerika Serikat. Berdasarkan perolehan data Organisasi Kesehatan Dunia

(WHO) memprediksi jumlah penderita DM meningkat menjadi 21,3 juta pada tahun 2030.

Sedangkan perolehan data Riskesdas tahun 2013, terjadi peningkatan prevalensi DM di 17

provinsi seluruh Indonesia dari 1,1% (2007) meningkat menjadi 2,1% di tahun 2013 dari total

penduduk sebanyak 250 juta.

Kenaikan jumlah penderita DM memiliki pengaruh besar pada peningkatan komplikasi

pada pasien diabetes yaitu neuropati, retinopati, ulkus kaki diabetik, nefropati, penyakit

makrovaskuler, dan mikrovaskuler. Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik

diabetes. Munculnya luka pada kaki diabetik ditandai dengan adanya luka terbuka (ulkus)

pada permukaan kulit sehingga mengakibatkan infeksi sebagai akibat dari masuknya kuman

atau bakteri pada permukaan luka.

Sebanyak 40-80% kaki diabetik mengalami infeksi, 14-20% memerlukan amputasi, 66%

mengalami kekambuhan, dan 12% memiliki risiko amputasi dalam 5 tahun setelah sembuh.

Kebanyakan pasien datang pada fase lanjut (Wagner III-V), dengan kecenderungan semakin

tinggi derajat ulkus semakin besar risiko amputasi. Keadaan ini berkaitan dengan

keterlambatan diagnosis dan konsultasi, penanganan yang tidak adekuat, serta luasnya

kerusakan jaringan. Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya luka kaki diabetik yang

meliputi, riwayat DM ≥10 tahun, perokok aktif, kadar glukosa darah yang tidak terkontrol,

polineuropati, trauma kaki, pengetahuan tentang penyakit DM yang kurang, tidak

maksimalnya kepatuhan dalam pencegahan luka, hiperlipidemia, dan penggunaan alas kaki

yang tidak tepat.

2

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas pasien

Nama : Tn. Anwar

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 59 tahun

Alamat : Krajan RT 01 RW 01 Kec. Klari, Kab. Karawang, Jawa Barat

Pekerjaan : Buruh

Status perkawinan : Menikah

Tanggal MRS : 18 Agustus 2015

2.2 AnamnesisDilakukan secara autoanamnesis, pada tanggal 24 Agustus 2015 pukul 07.30

Keluhan utamaKaki nyeri 3 hari SMRS

Keluhan tambahanDemam, lemas, luka mengaung bernanah kaki kiri, kedua kaki terasa tebal dan sering kesemutan

Riwayat penyakit sekarang

OS datang ke IGD RSUD Karawang pada tanggal 18 Agustus 2015 pukul 16:46 WIB. OS

datang dengan keluhan kaki kiri nyeri 3 hari SMRS yang dirasa semakin memberat. Nyeri

kaki kiri dirasa saat istirahat. OS mengaku demam naik turun disertai rasa lemas sejak 2

hari SMRS. Terdapat luka mengaung bernanah dan jari manis kaki kiri menghitam 4 hari

SMRS. Awalnya kaki kiri bengkak ± 10 hari SMRS. Bengkak pada kaki tidak disertai

dengan warna kemerahan pada kulit dan perabaan yang hangat, kemudian muncul luka

mengaung bernanah, jari manis memucat, dan lama-kelamaan menghitam. Namun

sekarang bengkak kaki kiri sudah mengempes sejak 2 hari yang lalu. OS mengaku tidak

ada trauma tajam atau tumpul pada kaki sebelumnya. OS juga mengeluh kedua kakinya

terasa sedikit baal/ tebal dan sering kesemutan 1 tahun SMRS. OS mengaku berat

badannya turun ±10kg dalam 3 tahun terakhir. Gejala klasik DM berupa polifagi,

polidipsi, dan poliuri disangkal.

3

Riwayat penyakit dahulu

OS mengakui memiliki riwayat DM sejak 3 tahun yang lalu. Riwayat hipertensi

disangkal. Riwayat operasi katarak mata kanan tahun 2012.

Riwayat penyakit keluargaPada keluarga OS tidak ada yang menderita DM dan hipertensi

Riwayat pengobatanOS rutin minum obat DM yaitu metformin secara rutin sejak 3 tahun yang lalu dari poliklinik dan menggunakan obat herbal mediabetea. OS sudah mengkonsumsi obat penurun demam dari warung. OS belum pernah mengobati kakinya.

Riwayat kebiasaanOS tidak merokok dan jarang berolahraga. Namun sebelum didiagnosa menderita DM, OS sering makan dan minum manis. OS mengaku selalu menggunakan sandal bila berjalan.

2.3 Pemeriksaan fisik

Keadaan umum

Kesadaran : Compos mentis, GCS E4 M6 V5

Keadaan sakit : Sakit sedang

Kesan gizi : TB: 160 cm BB: 48 kg

BMI: BB/(TB)2: 48/(1,6)2: 18,75 kg/m2 (normal)

Tanda vital

Tekanan darah : 120/60 mmHg

Nadi : 72x/menit, reguler, kuat, isi cukup, ekual

Pernapasan : 24x/menit, reguler, tipe abdominotorakal

Suhu : 36,8o

4

Tabel follow up tanda vital

Status generalis

Kepala : Normocephali, simetris, warna rambut hitam, rambut tidak mudah dicabut

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor, RCL (+/+),

RCTL (+/+), pergerakan mata ke segala arah baik.

Hidung : Sekret (-), pernapasan cuping hidung (-)

Telinga : Liang telinga lapang (+), dan nyeri tekan (-)

Mulut : Sianosis (-), bibir pucat (-)

Leher : KGB tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak teraba membesar,

JVP 5+2 cm H2O

Thoraks

Inspeksi : Bentuk normal, simetris, warna kulit sawo matang, ikterik (-), pucat (-), sianosis (-), tidak tampak retraksi sela iga, gerakan pernapasan simetris kiri dan kanan, tidak ada bagian hemithoraks yang tertinggal

Palpasi : Pergerakan dinding dada kiri dan kanan simetris, tidak ada bagian yang tertinggal, vocal fremitus simetris kiri dan kanan baik di bagian dada

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, batas paru dan jantung kanan setinggi ICS 3 hingga ICS 5 linea sternalis kanan dengan suara redup, batas paru dan

jantung kiri setinggi ICS 5 ± 1 cm medial linea midclavikularis kiri dengan suara redup, batas atas jantung setinggi ICS 3 linea parasternalis kiri

Auskultasi : Paru : Suara nafas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-) Jantung : BJ I dan BJ II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

5

Tanggal TD Nadi RR Suhu

24/8 120/60 72x/m 20x/m 36,8 o

25/8 110/ 80 72x/m 20x/m 37,8 o

26/8 120/ 70 96x/m 20x/m 37,9 o

27/8 110/ 80 68x/m 24x/m 37,5 o

28/8 110/ 70 108x/m 28x/m 38,9 o

31/8 100/ 70 80x/m 24x/m 37,5 o

1/9 130/ 80 80x/m 20x/m 37,4 o

2/9 90/ 60 104x/m 24x/m 38,3 o

4/9 OS meninggal dunia

Inspeksi : Bentuk normal, mendatar, simetris, tidak buncit, warna kulit sawo matang, ikterik (-), pucat (-), gerak dinding perut simetris, tidak ada yang tertinggal

Auskultasi : Bising usus 4x/menit

Perkusi : Pada ke 4 kuadran didapatkan suara timpani, shifting dullness (-)

Palpasi : Dinding abdomen supel, tidak ada retraksi maupun defense muskular, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), pembesaran hepar (-), pembesaran lien (-), murphy sign (-), ballotement (-), undulasi (-)

Ekstremitas

Atas : Akral teraba hangat, pucat (-), edema (-/-)

Bawah : Akral teraba hangat, pucat (-), edema (-/-), ulkus (-/+), gangren digit 4 pedis sinistra

2.4 Pemeriksaan penunjang

Follow-up nilai laboratorium

ParameterTanggal Hb

(mg/dl)Leu

(/uL)Tro (/uL) Ht (%) Ur

(mg/dl)Kr

(mg/dl)GDS

(mg/dl)BTCT

19/8 10,4 14.400 311.000 30,5 24,9 0,6 216 2 menit10 menit

20/8 - - - - - - 421 -21/8 - - - - - - 180 -22/8 - - - - - - 139 -23/8 - - - - - - 125 -24/8 - - - - - - 320 -25/8 - - - - - - 175 -26/8 - - - - - - 64 -27/8 - - - - - - 248 -28/8 - - - - - - - -29/8 - - - - - - - -30/8 10 15700 251000 29,5% - - 241 -31/8 - - - - - - 255 -1/9 9,1 9560 177.000 27,2% - - 33; 191;

12; 243-

Rontgen Pedis Sinistra

6

Foto : AP Pedis Deskripsi : Tampak gambaran lucent pada digit 4 pedis sinistra (gas gangren) Kesan : Gangren pedis sinistra digit 4

2.5 Diagnosis kerja Ulkus diabetikum (Wagner IV) DM tipe II Anemia SepsisDiagnosis banding Hipoglikemia Ketoasidosis

2.6 Rencana pemeriksaan HbA1c Profil lipid Analisa gas darah

2.7 Penatalaksanaan

Non farmakologis - Ganti perban- Debridement- Amputasi

Farmakologis- Inf. Ringer laktat 16 tpm- Inf. Paracetamol 3 x 500 mg- Inj. Ketorolac 2 x 30 mg- Inj. Fosmicin 2 x 1 g- Levemir 0 - 0 – 26

Tanggal Tatalaksana25/8/15 Inf. Ringer Laktat

7

Inj. Ketorolac 2 x 30 mgInj. Fosmicin 2 x 1 gLevemir 0 – 0 – 22

27/8/15 Inf. Ringer LaktatIng. PCT 3 x 500mgInj. Ketorolac 2 x 30 mgInj. Fosmicin 2 x 1 gLevemir 0 – 0 – 22

29/8/15 Inf. Ringer LaktatInj. Ceftazidime 2 x 1gInj. Metronidazole 3 x 500g Levemir 0 – 0 – 22

31/8/15 Inf. Ringer LaktatInj. Ketorolac 2 x 30 mgInj. Fosmicin 2 x 1 gLevemir 0 – 0 – 30

1/9/15 Inj. Ketorolac 2 x 30 mgInj. Fosmicin 2 x 1 gLevemir 0 – 0 – 30 (tunda)Inf. Dextrose 40% lanjut Dextrose 10%

2/9/15 Inf. Dextrose 10%Inj. Ketorolac 2 x 30 mgInj. Fosmicin 2 x 1 gLevemir 0 – 0 – 30 (tunda)NGT Diet DM 6 x 200cc

2.8 Prognosis

Ad vitam : Dubia ad malam

Ad functionam : Dubia ad malam

Ad sanasionam : Ad malam

8

BAB III

ANALISA KASUS

Berdasarkan anamnesis diperoleh data bahwa OS memiliki riwayat DM sejak 3 tahun

yang lalu. OS mengaku bahwa ia rutin kontrol ke poliklinik setiap obat habis dan rutin

konsumsi metformin setiap harinya. Terdapat penurunan BB dalam 3 tahun terakhir pada OS

tanpa sebab yang jelas merupakan salah kriteria gejala khas dari DM.

Pada tahun 2012 OS memiliki riwayat operasi katarak pada mata kanan. Katarak

adalah keadaan dimana lensa mata menjadi keruh yang dapat terjadi akibat hidrasi lensa atau

akibat denaturasi protein lensa. Pada DM terjadi akumulasi sorbitol pada lensa yang akan

meningkatkan tekanan osmotik dan menyebabkan cairan bertambah dalam lensa. Sedangkan

denaturasi protein terjadi karena stres oksidatif oleh ROS yang mengoksidasi protein lensa.

OS mengeluh kedua kakinya terasa tebal dan sering kesemutan dalam 1 tahun

terakhir. Namun rasa tebal tidak membuat OS kehilangan sensasi akan kakinya sepenuhnya.

Hal ini merupakan gejala dari neuropati. Neuropati diabetikum merupakan salah satu

komplikasi kronis paling sering ditemukan pada penderita DM. Hingga saat ini patogenesis

ND belum seluruhnya diketahui dengan jelas. Namun demikian dianggap bahwa

hiperglikemia persisten merupakan faktor primer. Hiperglikemia persisten menyebabkan

aktivasi jalur poliol meningkat, yaitu terjadi aktivasi enzim aldose-reduktase, yang merubah

glukosa menjadi sorbitol, yang kemudian dimetabolisasi oleh sorbitol dehidrogenase menjadi

fruktosa. Akumulasi sorbitol dan fruktosa dalam sel saraf merusak sel saraf melalui

mekanisme yang belum pasti. Salah satu kemungkinannya ialah akibat akumulasi sorbitol

dalam sel saraf menyebabkan keadaan hipertonik intraselular sehingga mengakibatkan edem

saraf.

Peningkatan sintesis sorbitol berakibat terhambatnya mioinositol masuk ke dalam sel

saraf. Penurunan mioinositol dan akumulasi sorbitol secara langsung menimbulkan stres

osmotik yang akan merusak mitokondria dan akan menstimulasi protein kinase C (PKC).

Aktivasi PKC ini akan menekan fungsi Na K-ATP-ase, sehingga kadar NA intraseluler

menjadi berlebihan, yang berakibat terhambatnya mioinositol masuk ke dalam sel saraf

sehingga terjadi gangguan transduksi sinyal pada saraf.

Reaksi jalur poliol ini juga menyebabkan turunnya persediaan NADPH saraf yang

merupakan kofaktor penting dalam metabolisme oksidatif. Karena NADPH merupakan faktor

penting untuk glutathion dan nitric oxidase synthase (NOS), pengurangan kofaktor tersebut

membatasi kemampuan saraf untuk mengurangi radikal bebas dan penurunan produksi nitric

9

oxide (NO). Hiperglikemia persisten juga akan menyebabkan terbentuknya advance

glycosilation end products (AGEs), AGEs ini sangat toksik dan merusak semua protein tubuh

termasuk sel saraf. Dengan terbentuknya AGEs dan sorbitol, maka sintesis dan fungsi NO

akan menurun, yang berakibat vasodilatasi berkurang, aliran darah ke saraf menurun, dan

terjadilan ND. Kerusakan aksonal metabolik awal masih dapat kembali pulih dengan kendali

glikemik yang optimal. Tetapi bila kerusakan metabolik ini berlanjut menjadi kerusakan

iskemik, maka kerusakan struktural akson tersebut tidak dapat diperbaiki lagi.

Neuropati pada pasien diabetes dibagi dalam 3 jenis, motorik, sensorik, dan otonom.

Kerusakan saraf pada otot kaki intrinsik menyebabkan ketidakseimbangan gerakan fleksi dan

ekstensi dari kaki yang terkena. Hal ini menimbulkan deformitas kaki yang menciptakan

penonjolan tulang abnormal dan menjadi titik tekanan pada kaki yang menyebabkan

kerusakan kulit dan ulserasi. Namun penonjolan tulang tidak didapatkan pada pasien.

Neuropati otonom menyebabkan penurunan eksresi keringat dan kelenjar minyak. Akibatnya,

kaki kehilangan kemampuan alami untuk melembabkan kulit sehingga menjadi kering dan

rentan terjadinya infeksi. Hilangnya sensasi pada kaki sebagai bagian dari neuropati perifer

seringkali membuat pasien tidak mengetahui apabila terdapat luka pada kakinya.

Pada perjalanan ulkus diabetikum yang diderita OS bermula pada kaki kiri yang

bengkak ± 10 hari. Bengkak tidak disertai warna kulit yang kemerahan dan perabaan yang

hangat. Kaki bengkak pada penderita DM timbul karena aliran darah di bagian kaki tidak

lancar karena adanya komplikasi vaskuler perifer. Hiperglikemia menyebabkan leukosit

penderita DM tidak normal sehingga fungsi kemotaksis di lokasi radang terganggu. Demikian

pula fungsi fagositosis dan bakterisid intrasel menurun, sehingga proses penyembuhan luka

berjalan lambat. Keadaan hiperglikemia pada pasien DM dapat menyebabkan terjadinya

perubahan patologi pada pembuluh darah, mengakibatkan penebalan tunika intima

“hiperplasia membran basalis arteria”, penyumbatan arteri dan abnormalitas trombosit

sehingga memudahkan terjadinya adhesi dan agregasi. Pada keadaan infeksi, peningkatan

kadar fibrinogen dan reaktivitas trombosit yang bertambah menyebabkan peningkatan

agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat dan mudah terjadi

perlekatan trombosit pada dinding arteri, ini akan menyebabkan gangguan sirkulasi atau

angiopati. Manifestasi angiopati ini dapat berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh

darah perifer terutama pada tungkai bawah kaki. Angiopati pada tungkai bawah

mengakibatkan perfusi jaringan bagian distal dari tungkai terganggu, dan berkembang

menjadi Peripheral Vascular Disease.

10

Terdapat luka mengaung bernanah dan jari manis kaki kiri yang menghitam sejak 4

hari SMRS. Awalnya luka mengaung bernanah hanya di permukaan, jari manis memucat, dan

lama kelamaan menjadi menghitam. OS mengaku tidak ada trauma tajam atau tumpul pada

kaki sebelumnya. Hal ini terjadi akibat komplikasi makrovasklar dari DM berupa

terganggunya aliran darah ke perifer. Penyumbatan pada pembuluh darah mengakibatkan

hantaran oksigen pada jaringan berkurang yang menyebabkan bakteri-bakteri anaerob

tumbuh dengan subur dan infeksi semakin menyebar. Bakteri anaerob akan bekerja secara

sinergis dalam pembentukan gas yang kemudia akan menjadi gas gangren. Gangren diabetik

berupa luka kehitaman karena sebagian besar jaringannya telah mati. Terbentuknya gas

gangren didukung dengan gambaran radiologis OS berupa gambaran lucent pada digit 4 pedis

sinistra.

Keluhan kaki kiri nyeri 3 hari SMRS yang dirasa semakin memberat. Nyeri kaki kiri

dirasa saat istirahat. Gejala berupa nyeri saat istirahat biasanya dirasa pasien apabila telah

terjadi iskemia pada pembuluh darah yang dapat didiagnosis berdasarkan Ankle Brachial

Index (ABI).

OS mengaku demam naik turun disertai rasa lemas sejak 2 hari SMRS yang didukung

dengan pemeriksaan suhu setiap harinya yang mencapai febris dikarenakan kemungkinan

terjadinya sepsis pada OS. Sepsis adalah sindroma respons inflamasi sistemik dengan etiologi

mikroba yang terbukti atau dicurigai. Sepsis yang berat disertai dengan satu atau lebih tanda

disfungsi organ hipotensi, hipoperfusi seperti menurunnya fungsi ginjal, hipoksemia, dan

perubahan status mental. Selain terpenuhinya kriteria SIRS pada OS dan dicurigai aetiologi

sepsis berasal dari ulkus diabtekum, pada OS juga ditemukan adanya hipotensi dan

penurunan kesadaran berupa somnolen pada follow up menjelang hari akhir pasien

meninggal. Sepsis pada DM dapat terjadi karena fungsi dari leukosit yang terganggu dan

tingginya kadar glukosa darah yang menjadi media untuk pertumbuhan bakteri.

11

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Diabetes Mellitu

4.1.1 Definisi Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadinya kelainan sekresi insulin, kerja

insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan

kerusakan jangka panjang, difungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama

mata, ginjal, syaraf, jantung, dan pembuluh darah.

World Health Organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa

DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam suatu jawaban yang jelas

dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema

anatomik dan kimawi akibat dari sejumlah factor dimana didapat defisiensi insulin

absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin. Secara epidemiologik DM seringkali

tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau mulai terjadinya DM adalah 7 tahun sebelum

diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang

tidak terdeteksi.

4.1.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus

Dalam beberapa dekade akhir ini hasil penelitian baik klinik maupun

laboratorik menunjukkan bahwa DM merupakan suatu keadaan yang heterogen baik

sebab maupun macamnya. Selama bertahun-tahun hal ini telah digumuli oleh banyak

ahli ternama dengan tujuan mencapai persetujuan internasional mengenai prosedur

diagnostik, kriteria, dan terminologi.

Walaupun secara klinis terdapat 2 macam diabetes, tetapi sebenarnya ada yang

berpendapat diabetes hanya merupakan suatu spektrum defisiensi insulin. Individu

yang kekurangan insulin secara total atau hampir total dikatakan sebagai “Juvenile

onset” atau “insulin dependent”, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian dalam

beberapa hari. Pada ekstrem yang lain terdapat individu yang “stable” atau “non-

insulin dependent”. Orang-orang ini hanya menunjukkan defisiensi insulin yang

relative dan walaupun banyak diantara mereka mungkin memerlukan suplementasi

insulin. DM tipe 1 dan tipe 2 merupakan istilah yang saat ini dipakai ketimbang

NIDDM dan IDDM.

12

Tabel 1. Klasifikasi DM (ADA 2009)

I Diabetes Mellitus Tipe 1

(Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut)

A. Melalui proses imunologik

B. Idiopatik

II Diabetes Mellitus Tipe 2

(Bervariasi mulai yang pedominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relative sampai yang prdominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin)

III Diabetes Mellitus Tipe Lain

A. Defek genetik fungsi sel beta

B. Defek genetik kerja insulin : resistensi insulin tipe A, sindrom Rabson Mendenhall, diabetes lipoatrofik, lainnya

C. Penyakit Eksokrin Pankrean : pankreatitis trauma/ pankreatektomi, neoplasma, fibrosis kistik hemokromatosis, lainnya

D. Endokrinopati : akromegali, sindrom cushing, hipertiroidisme somatostatinoma, aldosteronoma, lainnya

E. Obat/ zat kimia : vancor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormone tiroid, lainnya

F. Infeksi : rubella kongenital, CMV, lainnya

G. Imunologi : sindrom “Stiffman”, antibody anti reseptor insulin, lainnya

H. Sindroma genetik lain : sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindro Turner, lainnya

IV Diabetes Gestasional

4.1.3 Diagnosis Diabetes Mellitus

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi gula darah.

Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil

dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan

adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan

bahan darah plasma vena. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa

glukosa darah kapiler. Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan

penyaring. Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/

tanda DM, sedankan emeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka

yang tidak bergejala, yang memiliki risiko DM.

PERKENI membagi alur diagnosis DM menjadi dua bagian besar berdasarkan

ada tidaknya gejala khas DM. Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan

glukosa abnormal satu kali saja sudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun

13

apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua kali pemeriksaan

glukosa darah abnormal. Saat DM terdiagnosis, diperkirakan pasien tersebut sudah

mengalami kehilangan 50% massa sel beta pankreas. Diagnosis DM juga dapat

ditegakkan melalui cara seperti pada tabel berikut :

Algoritma diagnosis DM

Tabel 2. Kriteria diagnosis DM

1 Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dL

Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir

2 Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL

Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam

3 Glukosa plasma 2 jam (GDPP) pada TTGO ≥200 mg/dL

TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan kedalam air

Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan dibagi menjadi 3 yaitu :

14

TTGO

≥200 <140140-199

DM TGT Normal

4.1.4 Gejala dan Tanda-Tanda Diabetes Mellitus

Gejala khas DM

Poliuria, polidipsia, polifagia, dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas

Gejala tidak khas DM

Lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria), dan pruritus vulva (wanita)

4.1.5 Faktor Risiko Diabetes Mellitus

a. Individu dewasa dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) ≥ 25 kg/m2

b. Aktivitas fisik kurang

c. Riwayat keluarga mengidam DM pada keturunan pertama

d. Masuk kelompok etnik risiko tinggi (Afrikan Amerikan, Latino, Asian Amerikan)

e. Wanita dengan riwayat melahirkan bayi dengan berat ≥4000 gram atau riwayat

DM Gestasional

f. Hipertensi

g. Kolesterol HDL <35mg/dL dana tau trigliserida ≥250 mg/dL

h. Wanita denga sindrom polikistik ovarium

i. Riwayat TGT atau GDPT

j. Riwayat penyakit kardiovaskular

4.1.6 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

Karena banyaknya komplikasi kronik yang dapat terjadi DM tipe-2, dan

sebagian besar mengenai organ vital yang dapat fatal, maka tatalaksana DM tipe-2

memerlukan terapi agresif untuk mencapai kendali glikemik. Dalam Konsensus

Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011, penatalaksanaan dan

oengelolaan DM dititikberatkan pada 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu : edukasi,

terapi gizi medis, latihan jasmani, dan intervensi farmakologis.

A. Edukasi

Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku sehat yang

memerlukan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga pasien. Upaya edukasi

dilakukan secara komprehensif dan berupaya meningkatkan motivasi pasien untuk

memiliki perilaku sehat.

Tujuan dari edukasi diabetes adalah mendukung usaha pasien penyandang

diabetes untuk mengerti perjalanan alami penyakitnya dan pengelolaannya,

mengenali masalah kesehatan/ komplikasi yang mungkin timbul secara dini/ saat

masih reversible, ketaatan perilaku pemantauan dan pengelolaan penyakit secara

mandiri, dan perubahan perilaku/ kebiasaan kesehatan yang diperlukan.

Edukasi pada penyandang diabetes meliputi pemantauan glukosa mandiri,

15

perawatan kaki, ketaatan penggunaan obat, berhenti merokok, meningkatkan

aktifitas fisik, dan mengurangi asupan kalori, dan diet tinggi lemak.

B. Terapi Gizi Medis

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu makanan yang

seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing individu, dengan

memperhatikan keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah makanan. Komposisi

makanan yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat 45%-65%, lemak 20% - 25%,

protein 10%-20% , natrium <3g, dan diet cukup serat sekitar 25g/ hari.

C. Latihan Jasmani

Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-masing selama

kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani dianjurkan yang bersifat aerobik seperti

berjalan santai, joging, bersepeda, dan berenang. Latihan jasmani selain untuk

menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan, dan meningkatkan

sensitifitas insulin.

D. Intervensi Farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan peningkatan oengetahuan

pasien, pengaturan makan, dan latihan jasmani. Terapi farmakologis terdiri dari

obat oral, dan bentuk suntikan. Obat yang saat ini ada antara lain :

I. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Pemicu sekresi insulin :

a. Sulfonilurea (Glibenclamid, Glipizid, Gikuidon, Glimepirid)

- Efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas

- Pilihan utama untuk pasien berat badan normal atau kurang

- Sulfonilurea kerja panjang tidak dianjurkan pada orang tua, gangguan faal

hati dan ginjal serta malnutrisi

b. Glinid (Repaglinid)

- Terdiri dari repaglinid dan nateglinid

- Cara kerja sama dengan sulfonilurea, namun lebih ditekankan pada sekresi

insulin fase pertama

- Obat ini baik untuk mengatasi hiperglikemia post prandial

Peningkat sensitivitas insulin

a. Biguanid (Metformin)

- Golongan biguanid yang paling banyak digunakan adalah metformin

- Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja

insulin pada tingkat seluler, distal reseptor insulin, dan menurunkan

produksi glukosa hati

- Metformin merupakan pilihan utama untuk penderita diabetes gemuk,

16

disertai dislipidemia, dan disertai resitensi insulin.

b. Tiazolidindion (Pioglitazone)

- Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein

pengangkut glukosa sehingga meningkatkan ambilan glukosa perifer

- Tiazolidindion dikontraindikasikan pada gagal jantung karena

meningkatkan retensi cairan.

Penghambat glukoneogenesis

a. Biguanid (Metformin)

- Selain menurunkan resistensi insulin. Metformin juga mengurangi produksi glukosa hati.- Metformin dikontraindikasikan pada gangguan fungsi ginjal dengan kreatinin serum > 1,5 mg/ dL dan gangguan fungsi hati- Metformin tidak mempunyai efek hipoglikemia seperti golongan sulfonilurea- Metformin mempunyai efek samping pada saluran cerna (mual) namun bisa diatasi dengan pemberian sesudah makan

Penghambat glukosidase alfa

a. Acarbose

- Bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosa di usus halus

- Acarbose juga tidak mempunyai efek samping hipoglikemia seperti golongan

sulfonilurea

- Acarbose mempunyai efek samping pada saluran cerna yaitu kembung dan

Flatulens

Algoritma Pengelolaan DM Tipe 2 Tanpa Dekompensasi

Algoritma Pengelolaan DM Tipe 2 Berdasarkan HbA1c

17

Kriteria Pengendalian Diabetes Mellitus

Baik Sedang Buruk

Glukosa darah (mg/dL)

- Puasa

- 2 jam postprandial

80 – 100

80 – 144

100 – 125

145 – 179

≥ 126

≥ 180

HbA1c (%) < 6,5 6,5 – 8 ≥ 8

Kol. Total (mg/dL) < 200 200 – 239 ≥ 240

Kol. LDL (mg/dL) < 100 100 – 129 ≥ 130

Kol. HDL (mg/dL) > 45

Trigliserida (mg/dL) < 150 150 – 199 ≥ 200

IMT (kg/m2) 18,5 – 23 23 – 25 > 25

Tekanan Darah (mmHg) ≤ 130/ 80 130 - 140/

80 - 90

140/ 90

4.1.7 Komplikasi Diabetes Mellitus

Pada penyandang DM dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel dan semua

tingkatan anatomik. Komplikasi dari diabetes mellitus dapat dikelompokkan menjadi

3, yaitu makroangiopati, mikroangiopati, dan neuropati. Mikroangiopati merupakan

komplikasi yang terjadi paling dini diikuti dengan makroangiopati dan neuropati.

Berikut beberapa komplikasi dari diabetes mellitus :

18

Komplikasi akut : Hipoglikemia, asidosis metabolik, koma hiperosmolar

nonketotik

Komplikasi kronis

Makroangiopati

- Penyakit Jantung Koroner

- Penyakit arteri perifer

- Penyakit serebrovaskular

- Ulkus diabetikum

Mikroangiopati

- Retinopati diabetik

- Nefropati diabetik

- Disfungsi ereksi

Neuropati

- Neuropati perifer

- Neuropati otonom

Komplikasi lain DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi dengan

akibat mudahnya terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru, dan infeksi kaki.

4.2 Ulkus Diabetikum

4.2.1 Definisi Ulkus Diabetikum

Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling sering

dijumpai berupa luka terbuka pada permukaan kulit sampai kedalam dermis yang

biasanya terjadi di telapak kaki penderita diabetes yang dapat disertai dengan kematian

jaringan setempat. Hasil pengelolaan ulkus diabetikum seringkali mengecewakan baik

bagi dokter maupun penyandang. Sering ulkus diabetikum berakhir dengan kecacatan

dan kematian. Sampai saaat ini, di Indonesia ulkus diabetikum masih merupakan

masalah yang rumit dan tidak terkelola dengan maksimal, karena sedikit sekali orang

yang berminat menggeluti ulkus diabetikum. Juga belum ada pendidikan khusus untuk

megelola ulkus diabetikum (podiatrisi, chiropodist). Ketidaktahuan masyarakat

mengenai ulkus diabetikum masih sangat mencolok, adanya permasalahan biaya

pengelolaan yang besar yang tidak terjangkau oleh masyarakat pada umumnya.

Di RSUPN dr Cipto Mangunkusumo, masalah ulkus diabetikum masih merupakan

19

masalah besar. Sebagian besar perawatan penyandang DM selalu menyangkut ulkus

diabetikum. Angka kematian dan angka amputasi masih tinggi, masing-masing sebesar

16% dan 25%. Nasib para penyandang DM pasca amputasi pun masih sangat buruk.

Sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun pasca amputasi, dan sebanyak 37% akan

meninggal 3 tahun pasca amputasi.

4.2.2 Klasifikasi Ulkus Diabetikum

Ada berbagai macam klasifikasi ulkus diabetikum, mulai dari klasifikasi oleh Edmonds dari King’s College Hospital London, klasifikasi Liverpool, klasifikasi wagner, klasifikasi texas, serta yang lebih banyak digunakan adalah yang dianjurkan oleh International Working Group On Diabetic Foot karena dapat menentukan kelainan apa yang lebih dominan, vaskular, infeksi, neuropatik, sehingga arah pengelolaan dalam pengobatan dapat tertuju dengan baik.

Klasifikasi Edmonds (2004 – 2005)

- Stage 1 : Normal foot

- Stage 2 : High Risk Foot

- Stage 3 : Ulcerated Foot

- Stage 4 : Infected Foot

- Stage 5 : Necrotic Foot

- Stage 6 : Unsalvable Foot

Klasifikasi Wagner

- Grade 1 : Ulkus superfisial tanpa terlibat jaringan dibawah kulit

- Grade 2 : Ulkus dalam tanpa terlibat tulang / pembentukan abses.

- Grade 3 : Ulkus dalam dengan selulitis/abses atau osteomielitis

- Grade 4 : Tukak dengan Gangren lokal

- Grade 5 : Tukak dengan Gangren luas / melibatkan keseluruhan kaki

Klasifikasi Liverpool

Klasifikasi primer :

- Vaskular

- Neuropati

- Neuroiskemik

Klasifikasi sekunder :

- Tukak sederhana, tanpa komplikasi

- Tukak dengan komplikasi

Klasifikasi PEDIS menurut International Consensus On The Diabetic Foot (2003)

P- Perfusion (perfusi)

20

Derajat 1 : Tidak ada gejala maupun tanda penyakit arteri perifer pada kaki yang terkena, dikombinasi dengan :

- Arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior yang teraba, atau

- ABI 0,9 – 1,10, atau

- TBI > 0,6, atau

- Tekanan Oksigen Transkutan (TcPO2) > 60mmHg

Derajat 2 : Gejala atau tanda penyakit ateri perifer, namun belum mencapai critical limb ischemia (CLI)

- Adanya klaudikasio intermiten

- ABI < 0,9, namun tekanan ankle > 50 mmHg, atau

- TBI < 0,6, namun tekanan darah sistolik ibu jari > 30 mmHg, atau

- TcPO2 30-60 mmHg, atau

- Ada kelainan pada uji noninvasif yang sesuai dengan penyakit arteri perifer tapi bukan merupakan suatu CLI

Derajat 3 : CLI

- Tekanan sistolik ankle < 50 mmHg, atau

- Tekanan sistolik ibu jari < 30 mmHg, atau

- TcPO2 < 30 mmHg

E-Extent (ukuran) Ukuran luka dalam sentimeter persegi

D - Depth (kedalaman)

- Derajat 1 : Ulkus superfisial yang tidak menembus jaringan di bawah dermis

- Derajat 2 : Ulkus dalam, menembus lapisan di bawah dermishingga ke subcutan, fascia, otot, atau tendon

- Derajat 3 : Meliputi seluruh lapisan jaringan pada kaki, termasuk tulang dan/ atau sendi (tulang terpapar, probing mencapai tulang)

I - Infection (infeksi)

- Derajat 1 : Tidak ada tanda atau gejala infeksi

- Derajat 2 : Infeksi hanya melibatkan kulit dan jarigan subkutan (tanpa keterlibatan jaringan yang terletak lebih dalam dan tanpa disertai tanda sistemik). Setidaknya terdapat dua temuan dibawah ini :

- Pembengkakan atau indurasi lokal

- Eritema 0,5 – 2 cm disekitar ulkus

- Nyeri lokal

- Hangat pada perabaan lokal

- Duh purulen, penyebab inflamasi lain harus disingkirkan

- Derajat 3 : Eritema > 2 cm ditambah salah satu temuan diatas, atau adanya infeksi yang melibatjan struktur dibawah kulit dan jaringan subkutan,

21

misalnya abses, osteomyelitis, artritis septik, maupun fasciitis. Tidak ditemukan tanda respon inflamasi sistemik.

- Derajat 4 : Infeksi kaki dengan tanda sindrom respon inflamasi sistemik (SIRS)

S-Sensation (sensasi) :

- Derajat 1 : Tidak ada kehilangan sensasi protektif pada kaki yang terkena

- Derajat 2 : Terdapat kehilangan sensasi protektif pada kaki yang terkena. Dalam hal ini berarti terdapat kehilangan persepsi pada salah satu pemeriksaan dibawah ini :

a. Tidak adanya sensasi tekanan pada pemeriksaan monofilamen 10g

pada 2 dari 3 titik plantar pedis

b. Tidak adanya sensasi getar pada pemeriksaan garpu tala 128Hz/

ambang vibrasi > 25V. Pemeriksaan dilakukan di regio hallux.

4.2.3 Tanda dan Gejala

Neuropati

- Gangguan sensorik

- Perubahan trofik kulit

- Ulkus plantar

- Pulsasi teraba

- Atrofi degeneratif (sendi Charcot)

- Sepsis

Iskemia

- Nyeri saat istirahat

- Riwayat klaudikasio intermitten

- Pulsasi melemah

- Sepsis

4.2.4 Diagnosis Ulkus diabetikum

Diagnosis ulkus diabetikum meliputi :

1. Pemeriksaan Fisik

Inspeksi kaki untuk mengamati terdapat luka / ulkus pada kulit atau jaringan tubuh pada kaki, pemeriksaan sensasi vibrasi / rasa berkurang atau hilang, palpasi denyut nadi arteri dorsalis pedis menurun atau hilang.

2. Pemeriksaan Penunjang

X-ray, EMG (Electromyographi), kada glukosa plasma, dan pemeriksaan mikrobiologi untuk menentukan kuman penyebab infeksi.

4.2.5 Patofisiologi Ulkus diabetikum

22

4.2.6 Faktor Risiko Terjadinya Ulkus diabetikum

Faktor risiko terjadi ulkus diabetika yang menjadi gambaran dari ulkus diabetikum

pada penderita diabetes mellitus terdiri atas faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah

dan faktor-faktor risiko yang dapat diubah.

Faktor - faktor risiko yang tidak dapat diubah :

a. Umur

Pada usia tua fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena proses aging terjadi

penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap

pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal. Proses aging menyebabkan

penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga dapat terjadi neuropati dan

makroangiopati yang mempengaruhi penurunan sirkulasi darah salah satunya

pembuluh darah sedang/ besar di tungkai yang lebih mudah terjadi ulkus diabetikum.

b. Lama Menderita Diabetes Mellitus ≥ 10 tahun

23

Diabetes Mellitus

Angiopati

Otonom

Keterbatasan Lingkup Gerak

Sendi

SensorikMotorik

Neuropati

Deviasi koordinasi dan

postural

Berkurangnya sensasi nyeri & proprioseptif

Mikroangiopati Penyakit vaskuler perifer

Perubahan regulasi aliran

darah

Berkurangnya keringat

Fissura pada kulit yang kering

Ulkus Pedis

Iskemia

Amputasi

Gangren

Infeksi

TraumaTrauma

Deformitas kaki, stres and shear

pressure

- Alas kaki yang tidak adekuat- Tidak patuh terhadap terapi - Tidak menyadari pentingnya pencegahan- Kurangnya edukasi

Ulkus diabetikum terutama terjadi pada penderita diabetes mellitus yang telah

menderita 10 tahun atau lebih, apabila kadar glukosa darah tidak terkendali, karena

akan muncul komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami

makroangiopati dan mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang

mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan/ luka pada kaki

penderita diabetes mellitus yang sering tidak dirasakan karena terjadinya gangguan

neuropati perifer.

Faktor-faktor risiko yang dapat diubah :

a. Obesitas

Pada obesitas dengan index massa tubuh ≥ 23 kg/m2 (wanita) dan IMT ≥ 25 kg/m2

(pria) atau berat badan ideal yang berlebih akan sering terjadi resistensi insulin.

Apabila kadar insulin melebihi 10 μU/ml, keadaan ini menunjukkan hiperinsulinmia

yang dapat menyebabkan aterosklerosis yang berdampak pada vaskulopati, sehingga

terjadi gangguan sirkulasi darah sedang/ besar pada tungkai yang menyebabkan

tungkai akan mudah terjadi ulkus / gangren sebagai bentuk dari ulkus diabetikum.

b. Hipertensi

Hipertensi (TD > 130/80 mmHg) pada penderita diabetes mellitus karena adanya

viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya aliran darah sehingga terjadi

defesiensi vaskuler, selain itu hipertensi yang tekanan darah lebih dari 130/80 mmHg

dapat merusak atau mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan pada endotel akan

berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses adhesi dan agregasi trombosit

yang berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat terjadi hipoksia pada jaringan yang

akan mengakibatkan terjadinya ulkus.

c. Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol.

Glikosilasi Hemoglobin adalah terikatnya glukosa yang masuk dalam sirkulasi

sistemik dengan protein plasma termasuk hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila

Glikosilasi Hemoglobin (HbA1c) ≥ 6,5 % akan menurunkan kemampuan pengikatan

oksigen oleh sel darah merah yang mengakibatkan hipoksia jaringan yang selanjutnya

terjadi proliferasi pada dinding sel otot polos sub endotel.

d. Kadar Glukosa Darah Tidak Terkontrol

Pada penderita diabetes mellitus sering dijumpai adanya peningkatan kadar

trigliserida dan kolesterol plasma, sedangkan konsentrasi HDL (highdensity -

24

lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah (≤ 45 mg/dl). Kadar trigliserida

≥ 150 mg/dl, kolesterol total ≥ 200 mg/dl dan HDL ≤ 45 mg/dl akan mengakibatkan

buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan dan menyebabkan hipoksia serta cedera

jaringan, merangsang reaksi peradangan dan terjadinya aterosklerosis. Konsekuensi

adanya aterosklerosis adalah penyempitan lumen pembuluh darah yang akan

menyebabkan gangguan sirkulasi jaringan sehingga suplai darah ke pembuluh darah

menurun ditandai dengan hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis

pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan

selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari

ujung kaki atau tungkai.

e. Kebiasaan Merokok

Pada penderita diabetes mellitus yang merokok ≥ 12 batang per hari mempunyai

risiko 3x untuk menjadi ulkus diabetikum dibandingkan dengan penderita diabetes

mellitus yang tidak merokok. Kebiasaan merokok akibat dari nikotin yang terkandung

di dalam rokok akan dapat menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi

penempelan dan agregasi trombosit yang selanjutnya terjadi kebocoran sehingga

lipoprotein lipase akan memperlambat clearance lemak darah dan mempermudah

timbulnya aterosklerosis. Aterosklerosis berakibat insufisiensi vaskuler sehingga

aliran darah ke arteri dorsalis pedis, poplitea, dan tibialis juga akan menurun.

f. Ketidakpatuhan Diet Diabetes Mellitus

Kepatuhan diet diabetes mellitus merupakan upaya yang sangat penting dalam

pengendalian kadar glukosa darah, kolesterol, dan trigliserida mendekati normal

sehingga dapat mencegah komplikasi kronik, seperti ulkus diabetikum. Kepatuhan

diet penderita diabetes mellitus mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu

mempertahankan berat badan normal, menurunkan tekanan darah sistolik dan

diastolik, menurunkan kadar glukosa darah, memperbaiki profil lipid, meningkatkan

sensitivitas reseptor insulin dan memperbaiki sistem koagulasi darah.T

g. Kurangnya Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik (olah raga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi darah,

menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin, sehingga

akan memperbaiki kadar glukosa darah. Dengan kadar glukosa darah terkendali maka

akan mencegah komplikasi kronik diabetes mellitus. Olah raga rutin (lebih 3 kali

dalam seminggu selama 30 menit) akan memperbaiki metabolisme karbohidrat,

25

berpengaruh positif terhadap metabolisme lipid dan sumbangan terhadap penurunan

berat badan.

h. Pengobatan Tidak Teratur

Pengobatan rutin dan pengobatan intensif akan dapat mencegah dan menghambat

timbulnya komplikasi kronik, seperti ulkus diabetika. Sampai pada saat ini belum ada

obat yang dapat dianjurkan secara tepat untuk memperbaiki vaskularisasi perifer pada

penderita Diabetes Mellitus, namun bila dilihat dari penelitian tentang kelainan akibat

arterosklerosis ditemapt lain seperti jantung dan otak, obat seperti aspirin dan lainnya

yang sejenis dapat digunakan pada pasien Diabetes Mellitus meskipun belum ada

bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan penggunaan secara rutin.

i. Perawatan Kaki Tidak Teratur

Perawatan kaki penderita diabetes mellitus yang teratur akan mencegah atau

mengurangi terjadinya komplikasi kronik pada kaki. Acuan dalam perawatan kaki

pada penderita diabetes mellitus yaitu meliputi seperti selalu menjaga kaki dalam

keadaan bersih, membersihkan dan mencuci kaki setiap hari dengan air dan memakai

sabun lembut dan mengeringkan dengan sempurna dan hati-hati terutama diantara

jari-jari kaki, memakai krim kaki yang baik pada kulit yang kering atau tumit yang

retak-retak, supaya kulit tetap mulus, dan jangan menggosok antara jari-jari kaki,

tidak memakai bedak, sebab ini akan menyebabkan kulit menjadi kering dan retak-

retak. menggunting kuku hanya boleh digunakan untuk memotong kuku kaki secara

lurus dan kemudian mengikir agar licin., dan menghindari penggunaan air panas atau

bantal panas.

j. Penggunaan Alas Kaki Tidak Tepat

Penderita diabetes mellitus tidak boleh berjalan tanpa alas kaki karena tanpa

menggunakan alas kaki yang tepat memudahkan terjadi trauma yang mengakibatkan

ulkus ulkus diabetikum yang diawali dari timbulnya lesi pada tungkai kaki, terutama

apabila terjadi neuropati yang mengakibatkan sensasi rasa berkurang atau hilang.

2.6 Penatalaksanaan Ulkus diabetikum

Tujuan utama dalam penatalaksanaan ulkus diabetes adalah penutupan luka.

Penatalaksanaan ulkus diabetes secara garis besar ditentukan oleh derajat keparahan

ulkus, vaskularisasi dan adanya infeksi. Dasar dari perawatan ulkus diabetes meliputi 3

hal yaitu debridement, offloading, dan kontrol infeksi,

Debridement

26

Debridement menjadi salah satu tindakan yang terpenting dalam perawatan

luka. Debridement adalah suatu tindakan untuk membuang jaringan nekrosis, callus

dan jarongan fibrotik. Jaringan mati dibuang sekitar 2-3mm dari tepi luka ke jaringan

sehat. Debridement meningkatkan pengeluaran faktor pertumbuhan yang membantu

proses penyembuhan luka.

Metode debridement yang sering dilakukan yaitu surgical (sharp), autolitik,

enzimatik, kimia, mekanis, dan biologis. Metode surgical, autolitik, dan kimia hanya

membuang jaringan nekrosis (debridement selektif), sedanMgkan mentode mekanis

membuang jaringan nekrosis dan jaringan hiduo (debridement non selektif).

Debridement enzimatis mengunakan agen topikal yang akan merusak jaringan

nekrotik dengan enzim proteolitik seperti papain, kolagenase, fibrinolisin-Dnase,

papain-urea, streptokinase, streptodomase, dan tripsin. Agen topikal diberikan pada

luka segari sekali, kemudian dibungkus dengan balutan tertutup. Penggunaan agen

topikal tersebut tidak memberikan keuntungan tambahan dibanding perawatan terapi

standar. Oleh karena itu, penggunaannya terbatas secara umum diindikasikan untuk

memperlambat ulserasi dekubirus pada kaki dan pada luka dengan perfusi arteri

terbatas.

Debridement mekanis mengurangi dan membuang jaringan nekrotik pada

dasar luka. Teknik debridement mekanis yang sederhana adalah pada aplikasi kasa

basah-kering. Setelah kain kasa basah dilekatkan pada dasar luka dan dibiarkan

sampai mengering, debris nekrotik menempel pada kasa dan secara mekanis

terkelupas dari dasar luka ketika kasa dilepaskan.

Offloading

Offloading adalah pengurangan tekanan pada ulkus, menjadi salah satu

komponen penanganan ulkus diabetes. Ulseras biasanya terjadi pada area telapak kaki

yang mendapat tekanan tinggi. Bed rest merupakan salah satu cara yang ideal untuk

mengurangi tekanan tetapi sulit untuk dilakukan.

Penanganan infeksi

Ulkus diabetes memungkinkan masuknya bakteri, serta menimbulkan infeksi

pada luka. Karena angka kejadian infeksi yang tinggi pada ulkus diabetes, maka

diperlukan pendekatan sistemik untuk penilaian yang lengkap. Diagnosis infeksi

terutama berdasarkan keadaan klinis seperti eritema, edema, nyeri, perabaan lunak,

hangat, dan keluarnya nanah dari luka. Penentuan derajat infeksi menjadi sangat

27

penting. Menurut The Infectious Diseases Society of Americamembagi infeksi

menjadi 3 kategori, yaitu :

- Infeksi ringan : apabila didapatkan eritema < 2cm

- Infeksi sedang : apabila didapatkan eritema > 2cm

- Infeksi berat : apabila didapatkan geala infeksi sistemik

Penelitian mengenai pengunaan antibiotika sebagai terapi ulkus diabetes masih

sedikit, sehingga sebagian besar didasarkan pada pengalaman klinis. Terapi antibiotik

harus didasarkan oada hasil kultus bakteri dan kemampuan toksisitas antibiotika

tersebut.

Pada infeksi ringan dan sedang dapat dirawat di poliklinik dengan pemberian

antibiotika oral, misalnya cephalexin, amoxilin-clavulanic, moxifloxin, atau

clindamycin. Sedangkan pada infeksi berat biasanya karena infeksi polimikroba,

seperti staphylokokus, streptokokus, enterobacteriaceae, pseudomonas, enterokokus,

dan bakteri anaerob. Pada infeksi berat harus dirawat dirumah sakit, dengan

pemberian antibiotika yang mencakup gram positif dan gram negatif, serta aerob dan

anaerob. Pilihan antibiotika untuk infeksi berat meliputi imipenem-cilastatin, B-

lactamase (ampisilin-sulbactam dan piperacilin-tazobactam), dan cephalosporin

spektrum luas.

Pembedahan : debridement, amputasi

Perawatan luka

Penggunaan balutan yang efektif dan tepat menjadi bagian yang penting untuk

memastikan penanganan ulkus idabetes yang optimal. Pendapat mengenai lingkungan

sekitar luka yang bersih dan lembab telah diterima lus. Keuntungan pendekatan ini

yaitu mencegah dehidrasi jaringan dan kematian sel, akselerasi angiogenesis, dan

memungkinkan interaksi antara faktor pertumbuhan dengan sel target, Pendapat yang

menyatakan bahwa keadaan yang lembab dapat meningkatkan kejadian infeksi tidak

pernah ditemukan.

Balutan basah-kering dengan normal salin menjadi standar baku perawatan

luka. Selain itu dapat digunakan Platelet Derived Growth Factor (PDGF), dimana

akan meningkatkan penyembuhan luka PDGF yang akan menstimulasi kemotaksis

dan mitogenesis neutrofil, fibroblast, dan monosit pada proses penyembuhan luka.

Terapi tekanan negatif dan terapi oksigen hiperbarik

28

Penggunaan terapi tekanan negatif berguna pada perawatan diabetik ulkus

karena dapa mengurangi edema, membuang produk bakteri dan mendekatkan tepi

luka sehingga mempercepat pertumbhan luka. Terapi oksigen hiperbarik juga dapat

dilakukan, hal itu dibuktikan dengan berkurangnya angka amputasi pada pasien

dengan ulkus diabetes.

29

DAFTAR PUSTAKA

1. PERKENI. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di

Indonesia 2011. Jakarta: PB Perkeni; 2011

2. Inzucchi SE, Bergenstal RM, Buse JB, Diamant M. Ferrannini E, dan Nauck M.

Management of hyperglycemia in type 2 diabetes: a patient-centered approach,

position statement of the American Diabetes Association (ADA) and the European

Assosiation for the Study of Diabetes (EASD). Diabetes Care. 2012; 35(6): 1364-79

3. Eckel RH. The metabolic syndrome. Dalam : Longo DL. Kasper DL, Jameson JL,

Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo JL (penyunting). Harrison’s principles of internal

medicine Edisi ke-18. New york: McGraw Hill: 2012

4. American Diabetes Association. Diagnosis and classification of diabetes mellitus.

Diabetes care. 2013 : (Supp1): 35-6

5. American Diabetes Association. Executive Summary: Standards of medical care in

diabetes. 2012. Diabetes care 2012: 35(Suppl1)

6. Grotzke M, Jones RE. Diabetes mellitus. Dalam: Mcdermont MT. Endocrine secrets.

Edisi k e-5.Philladelpia: Mosby El sevier. 2009

7. IDF. Guidline on self monitoring of blood glucose in non- insulin treated type 2

Diabetes. International Diabetes Federation; 2009

8. Ndraha S. Diabetes Melitus Tipe 2 dan Tatalaksana Terkini. Available at :

http://cme.medicinus.co/file.php/1

/leading_article_Diabetes_Mellitus_Tipe_2_dan_tata_laksana_terkini.pdf. Accessed at

: Sept 20, 2015.

30