Upload
teresa-shinta
View
56
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
case ulkus diabetikum
Citation preview
BAB I
PEMBAHASAN KASUS
Pasien masuk rumah sakit tanggal : 19 Januari 2014
Perawatan hari ke 5
I. Identitas pasien
No Rek Medis : 01300577
Nama pasien : Ny. SS
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Kebangsaan/Suku : Sunda
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl KP Pitara 005/014 Pancoran Mas Kab Depok
II. Anamnesis
A. Keluhan Utama : Kaki kanan bengkak 2 Minggu SMRS
B. Keluhan Tambahan : Demam, nyeri, kesemutan
C. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan kaki kanan bengkak
sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Awalnya kaki kanan pasien terasa
gatal, kemudian pasien menggaruknya hingga timbul luka. Luka tidak kunjung
sembuh dan semakin bengkak serta nyeri. Nyeri dirasakan pada saat beraktivitas
dan mereda saat istirahat. Pasien juga merasa demam selama seminggu. Demam
dirasakan terus menerus dan tidak turun dengan obat penurun panas. Riwayat
Diabetes Melitus selama 3 bulan tidak terkontrol.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah menderita keluhan seperti ini sebelumnya. Diabetes Melitus
(+), Hipertensi (+)
E. Riwayat Kehidupan Pribadi, Sosial, dan Kebiasaan
Pasien mengaku suka makan makanan manis dan mempunyai pola makan yang
tidak diatur. Pasien juga tidak suka berolahraga.
F. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Hipertensi, Diabetes Melitus dan penyakit jantung dalam keluarga (+).
III. Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan Umum : Compos Mentis, Tampak Sakit Ringan
B. Tanda Vital :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Suhu : 36,70C
Nadi : 88x/menit
Nafas : 18x/menit
C. Status Gizi :
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 60 kg
D. Kulit : Sawo matang, tidak ikterik, tidak pucat, tidak sianosis,
tidak ada efloresensi yang bermakna.
E. Kalenjar Getah bening :
Leher : Tidak teraba membesar
Supraklavikular : Tidak teraba membesar
Ketiak : Tidak teraba membesar
Inguinal : Tidak teraba membesar
F. Kepala : Normocefali, tidak ada deformitas, rambut hitam,
distribusi merata, tidak mudah dicabut.
G. Wajah : Simetris, tidak ada kelainan.
H. Mata : Alis hitam, simetris, distribusi merata, tidak mudah
dicabut, palpebra edema (-), ptosis(-).
I. Hidung : Bentuk hidung normal, septum deviasi (-), concha eutrofi,
hiperemis (-), sekret (-), benda asing (-)
J. Telinga : Normotia, tophi (-), furunkel (-), NT tragus (-), NT
mastoid (-), Nyeri tarik aurikula (-), LT lapang, mukosa hiperemis (-), Serumen(-)
K. Mulut :
Bibir : warna merah kehitaman, sianosis (-), pecah-pecah (-)
Gusi dan mukosa : Merah jambu, hiperemis (-), darah (-)
Lidah : tremor (-), deviasi (-), kotor (-), papil atrofi (-)
Uvula : warna merah muda, letak di tengah atas faring
L. Tenggorokan :
Tonsil : T1-T1, hiperemis (-), Kripta melebar (-), detritus (-)
Faring : Hiperemis (-), PND (-)
Laring : Tidak dilakukan
M. Leher :
JVP : 5-1 H20
KGB : Preaurikuler, retroaurikuler, submental, submandibula,
occipital, sepanjang m.sternocleidomastoideus dan supraklavikula tidak teraba
membesar.
Tiroid : Tidak teraba membesar
N. Dada
I. Inspeksi
1. Bentuk : normochest, dinamis
2. Dinding dada :
a. Kulit : warna sawo matang, efloresensi bermakna (-),
spider nervi (-), roseola spot (-)
b. Iga : Tidak terlalu vertikal, tidak terlalu horizontal,
simetris, retraksi (-)
c. Ictus cordis : tidak terlihat
d. Pulsasi abnormal: (-)
II. Palpasi
a. Vocal fremitus : simetris kanan dan kiri
b. Ictus cordis : teraba di ICS 5, 4cm lateral dari garis
midklavikularis kiri.
III. Perkusi Paru
1. Paru/cavum pleura : Sonor sampai ICS 3 Redup dari ICS 4
2. Batas paru hepar : Sulit dinilai
3. Batas paru-lambung: Sulit dinilai
IV. Perkusi Jantung
1. Batas Jantung kanan: ICS 5 linea sternalis kanan
2. Batas Jantung kiri : ICS 5±4cm lateral line midklavikula kiri
3. Batas atas jantung : ICS 3 linea sternalis kiri.
V. Auskultasi paru
Suara nafas : Vesikuler pada kedua lapang paru
Suara tambahan :
a. Ronkhi : -/-
b. Krepitasi : -/-
c. Pleural Friction rub : -/-
d. Wheezing : -/-
e. Lain-lain : -/-
VI. Auskultasi Jantung
Bunyi jantung : BJ I-BJ II regular
Bunyi jantung tambahan : negatif
Irama dan heart rate : 68x/menit
Bising (murmur) : negatif
Precardial friction rub : negatif
O. Abdomen
a. Inspeksi : datar, simetris, sagging of the flanks (-), keriput (-), umbilikus
menonjol (-), smiling umbilikus (-), dilatasi vena (-), efloresensi bermakna (-),
tidak ikterik, tidak pucat, gerak peristaltik (-)
b. Palpasi : supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-) di ke empat kuadran,
massa/benjolan (-)
Hepar : tidak teraba membesar
Vesica fellea : tidak teraba membesar
Lien : tidak teraba membesar
Ren : tidak teraba membesar, ballottement (-)
c. Perkusi : timpani pada 9 regio abdomen
d. Auskultasi : Bising usus +, normal dengan frekuensi 3x/menit
P. Genitalia : tidak dilakukan
Q. Anus/rectum : tidak dilakukan
R. Ekstremitas :
Kanan
Perfusion : A. Femoralis ++/++
A. Poplitea ++/++
A. Tibialis Posterior ++/++
A. Dorsalis Pedis +/++
Extent : 10x5 cm
Depth : otot
Infection : pus
Sensation : +/++
ABI : 100/140 =0,7
Kiri
a. Atas : teraba hangat, oedem (-), palmar eritema (-)
b. Bawah : teraba hangat, oedem (-)
c. Reflex : fisiologis (+), patologis (-)
IV. Hasil pemeriksaan laboratorium
PP Hasil Nilai Rujukan
HB
HT
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
VER/HER/KHER/RDW
SGOT
SGPT
Ureum
Creatinin
GDS
Elektrolit (Na/K/Cl)
PT
APTT
GDS
6,8
20%
11.860
487.000
2,45 jt
76.6/22.6/28.8/14.3
46
56
25
140
139/4,54/100
13,5
26.6
330
12,8 - 16,8
33 - 45%
5000 – 10000
150 rb – 440 rb
(3,8 juta –5,2 juta)
(80-100/26-34/32-36/11,5-14,5)
(0 -34)
(0 – 40)
20-40
70-140
(135-147/ 3,10-5,10/ 95-108)
11,3-14,7
27,2-39,3
V. Pemeriksaan penunjang
Foto rontgen pedis
Kesan : soft tissueswelling disertai emfisema subkutis regio pedis dekstra disertai
gambaran osteomyelitis
VI. Diagnosis :
Gangren DM Pedis Dextra post amputasi digiti I pedis dekstra
DM tipe 2
VII. Tindakan :
Amputasi digiti I pedis dextra
VIII.
IX. Ringkasan :
Pasien wanita usia 55 tahun datang dengan keluhan kaki kanan bengkak sejak 2
minggu sebelum masuk rumah sakit. Awalnya kaki kanan pasien terasa gatal,
kemudian pasien menggaruknya hingga timbul luka. Luka tidak kunjung sembuh dan
semakin bengkak serta nyeri. Nyeri dirasakan pada saat beraktivitas dan mereda saat
istirahat. Pasien juga merasa demam selama seminggu. Demam dirasakan terus
menerus dan tidak turun dengan obat penurun panas. Riwayat Diabetes Melitus selama
3 bulan tidak terkontrol. Pada pemeriksaan fisik kaki kanan ditemukan Perfusion : A.
Dorsalis Pedis +/++, Extent : 10x5 cm, Depth : otot, Infection : pus, Sensation : +/+
+, ABI : 100/140 =0,7. Pada pemeriksaan lab ditemukan adanya penurunan Hb dan
peningkatan leukosit. Hasil foto rontgen pedis kesan : soft tissue swelling disertai
emfisema subkutis regio pedis dekstra disertai gambaran osteomyelitis.
X. Prognosis
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad malam
Ad Sanationam : Dubia ad malam
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Arteri-arteri di Kaki
Setelah melewati daerah pelvis, arteri iliaka selanjutnya menjadi arteri femoralis, yang
bergerak turun di sebelah anterior paha. Arteri femoralis mengalirkan darah ke kulit dan otot
paha dalam. Pada bagian bawah paha, arteri femoralis menyilang di posterior dan menjadi arteri
poplitea. Di bawah lutut, arteri poplitea terbagi menjadi arteri tibialis anterior dan tibialis
posterior. Arteri tibialis bergerak turun di sebelah depan dari kaki bagian bawah menuju bagian
dorsal/punggung telapak kaki dan menjadi arteri dorsalis pedis. Arteri tibialis posterior bergerak
turun menyusuri betis dari kaki bagian bawah dan bercabang menjadi arteri plantaris di dalam
telapak kaki bagian bawah1
Vena-vena
Darah yang meninggalkan kapiler-kapiler di setiap jari kaki bergabung membentuk jaringan
vena plantar. Jaringan plantar mengalirkan darah menuju vena dalam kaki (yaitu vena tibialis
anterior, tibialis posterior, poplitea, dan femoralis). Vena safena magna dan safena parva
superficial mengalirkan darah di telapak kaki dari arkus vena dorsalis menuju vena poplitea dan
femoralis.1
TINJAUAN PATOLOGI
Atherosklerosis Perifer
Atherosklerosis adalah penyakit vaskular yang menyebabkan pembentukkan plak yang kaya
lemak di dalam dinding pembuluh darah yang menonjol ke dalam lumen. Saat atherosklerosis
berkembang lebih lanjut, dinding pembuluh darah menebal, menjadi keras, dan kehilangan
elastisitas, yang mengurangi aliran darah melalui pembuluh dan meningkatkan risiko
pembentukkan thrombus. Pembuluh darah mayor yang biasanya terkena meliputi aorta dan arteri
koroner serta arteri serebral. Atherosklerosis perifer lebih sering disebut dengan penyakit arteri
perifer/peripheral arterial disease (PAD). Hal ini merupakan manifestasi dari atherosklerosis
sistemik dimana lumen arteri pada ekstremitas bawah menjadi tersumbat secara progresif oleh
plak atau lesi atherosklerotik, terutama pada pembuluh darah arteri perifer. Arteri yang umumnya
terkena, berdasarkan kejadiannya adalah arteri femoralis, poplitea, dan tibialis. Faktor risiko
mayor untuk pembentukkan PAD adalah sangat serupa dengan penyakit arteri koroner dan
meliputi:2,3
Usia (>40)
Hiperlipidemia (kolesterol low-density lipoprotein/LDL yang tinggi atau high-density
lipoprotein/HDL yang rendah)
Hipertensi
Diabetes
Merokok
Gambaran klinis PAD bervariasi dan meliputi rentang gejala mulai dari tidak bergejala
(umumnya pada awal penyakit) hingga nyeri dan rasa tidak nyaman. Dua gejala yang paling
umum yang terkait dengan PAD adalah klaudikasio intermitten dan nyeri/sakit pada ekstremitas
bawah. Klaudikasio intermiten ditandai dengan adanya kelemahan, rasa tidak nyaman, nyeri,
kram, dan rasa ketat atau baal pada ekstremitas yang terkena (biasanya pada bokong, paha atau
betis). Gejala-gejala ini biasanya terjadi saat beraktivitas dan reda setelah beristirahat dalam
beberapa menit. Nyeri saat istirahat biasanya terjadi selanjutnya ketika aliran darah tidak adekuat
untuk melakukan perfusi ke ekstremitas. Gejala lain dari penyakit yang lanjut dapat melipuri baal
atau nyeri kontinu pada jari kaki atau kaki, yang dapat menyebabkan terjadinya ulserasi, nekrosis
jaringan, dan pada akhirnya dilakukan amputasi. Obat-obat yang mungkin berguna dalam
mengobati PAD meliputi aspirin. Dipiridamol, clopidogrel (Plavix), ticlopidine (Ticlid), dan
cilostazol (Pletal). Terapi non farmakologis memegang peranan penting dalam penatalaksanaan
PAD. Setiap faktor risiko yang mungkin dimiliki oleh pasien sebaiknya dihilangkan (bila
memungkinkan) atau dikontrol dengan sebaik-baiknya. Sebagai contoh, tekanan darah, gula
darah, dan kadar kolesterol sebaiknya berada dalam nilai rentang tujuan untuk pasien. Sebagai
tambahan, pasien yang merokok sebaiknya disarankan dengan sangat untuk berhenti merokok.
Pasien juga sebaiknya diedukasi berkaitan dengan pemeliharaan higiene kaki yang benar, diet
rendah lemak/kolesterol, dan olah raga.4,5
Trombosis Vena Dalam
Adanya thrombus (yaitu bekuan darah) pada vena dalam dan disertai dengan proses
inflamasi/peradangan dinding pembuluh darah disebut dengan trombosis vena dalam(TVD)/deep
venous thrombosis (DVT), atau trombofleibitis. Stasis aliran darah, kerusakan vaskular, dan
hiperkoagulabilitas merupakan predisposisi terbentuknya trombosis pada pasien. Vena mayor
yang biasanya terkena meliputi vena iliaka, femoralis, dan poplitea. Risiko terjadinya TVD
berkaitan dengan beberapa faktor yang dapat dengan mudah diidentifikasi meliputi usia, bedah
mayor, riwayat TVD sebelumnya, trauma, keganasan, dan status hiperkoagulabilitas1,7,8
Tanda dan Gejala yang Berkaitan dengan Penyakit Arteri Perifer
Nyeri otot kaki dan rasa kencang yang biasanya terjadi saat beraktivitas dan reda
dengan beristirahat.
Baal atau nyeri pada jari‐jari kaki, telapak kaki, dan kaki bagian bawah
Atrofi otot kaki
Suhu permukaan kulit yang dingin
Kuku jari kaki menebal dan mengeras
Edema perifer
Nyeri otot kaki dan rasa kencang yang biasanya terjadi saat beraktivitas dan reda dengan
beristirahat.
Kelemahan otot kaki atau nyeri yang biasanya terjadi saat beraktivitas dan reda dengan
beristirahat
Baal atau nyeri pada jari‐jari kaki, telapak kaki, dan kaki bagian bawah
Atrofi otot kaki
Kulit pada telapak kaki atau kaki bagian bawah lebih mulus dan mengkilat
Suhu permukaan kulit yang dingin
Kuku jari kaki menebal dan mengeras
Pasien dengan TDV umumnya mengalami pembengkakan kaki unilateral, hangat, eritema dan
rasa nyeri. Kadang-kadang obstruksi seperti lempengan dapat teraba pada palpasi kaki yang
terkena. Perubahan warna kulit bervariasi mulai dari eritema, pucat, atau kebiruan. Perhatian
utama yang mengancam jiwa pada TDV adalah risiko bergeraknya trombus ke paru, yang
disebut emboli paru. Maka dari itu, terapi utama TDV meliputi terapi anti koagulan (yaitu
heparin yang tidak terfraksinasi, heparin dengan berat molekul rendah, atau fondaparinux) yang
diberikan tumpang tindih dengan heparin selama paling tidak 5 hari. Terapi warfarin dilanjutkan
minimum selama 3 bulan. Terapi non farmakologis, seperti meninggikan kaki lebih tinggi dari
jantung dan penggunaan panas, juga umum digunakan.9,10
Tanda dan gejala yang berkaitan dengan trombosis vena dalam
Pembengkakan kaki unilateral
Nyeri atau rasa sakit
Perubahan warna kulit (yaitu., eritema, pucat, atau sianosis)
Palpasi adanya obstruksi seperti sumbatan dari gabus
Faktor Risiko Contoh
Usia Risiko
Riwayat Tromboemboli Vena
Stasis Vena
Jejas Vaskular
berlipat ganda setiap dekade setelah usia 50
tahun
Faktor Risiko yang paling kuat untuk TVD dan
PE
Penyakit medis mayor (misal CHF, MI)
Bedah Mayor (misal, anestesi umum >30
menit)
Paralisis (misal stroke, jejas pada tulang
belakang)
Polisitemia vera
Obesitas
Varises vena
Operasi ortopedi mayor (misal penggantian
lutut dan panggul Trauma (terutama fraktur
pelvis, panggul, atau kaki), Kateter vena yang
Status Hiperkoagulabilitas
Terapi Obat
tidak diangkat
Keganasan, terdiagnosis atau yang tanpa
disadari
Resistansi protein C yang teraktivasi/faktor V
Leiden
Mutasi Gen Protrombin (20210A)
Defisiensi Protein C
Defisiensi Protein S
Kelebihan Faktor VIII (persentil >90)
Kelebihan Faktor XI (persentil >90)
Antibodi Anti fosfolipid
Disfibrinogenemia
Hiperhomosisteinemia
Kelebihan penghambat aktivator plasminogen/
Plasminogen activator inhibitor (PAI‐1)
Inflammatory bowel disease
Sindrom Nefrotik
Kehamilan/post pastum
Pil kontrasepsi oral yang mengandung estrogen
Terapi sulih estrogen
Modulator reseptor estrogen selektif/ Selective
estrogen‐receptor modulators (SERMs)
PENILAIAN SISTEM
Informasi Subjektif
Karena masalah vaskular perifer utamanya terdiagnosis melalui keluhan subjektif,
kemampuan wawancara/anamnesa yang baik untuk mendapatkan informasi mengenai nyeri pada
kaki, edema perifer, dan perubahan warna kulit merupakan hal yang penting. 4,8
Nyeri Kaki
Nyeri kaki yang berkaitan dengan PAD biasanya jenis yang sakit/kram/lemah yang muncul
saat berjalan atau beraktivitas dan mereda dengan beristirahat. Saat penyakit melanjut, jarak yang
dapat ditempuh oleh pasien dengan berjalan sebelum mengalami nyeri kaki akan berkurang.
Ingatlah bahwa kram pada kaki pada malam hari umum terjadi pada pasien lanjut usia dan
wanita hamil, jadi hal ini bukan merupakantanda dari PAD.4,8
Perubahan warna kulit perifer
Kulit pada ekstremitas bawah dapat menjadi sianotik, eritemik, atu pucat pada PAD.
Ekstremitas bawah suhunya dapat menjadi dingin pada PAD dan hangat pada TVD. Pada tahap
lanjut, PAD kronik dapat menyebabkan luka pada kaki atau ulkus.4,8
Edema
TVD menyebabkan pembengkakan hanya pada satu kaki yang akan menetap sepanjang hari.
Edema pada gagal jantung atau gagal ginjal biasanya terjadi bilateral, berkurang di pagi hari, dan
progresif selama seharian.4,8
Informasi Objektif
Pemeriksaan Fisik
Penilaian fisik sistem vaskular perifer meliputi inspeksi, auskultasi, dan palpasi. Satu prinsip
dasar dari penilaian vaskular perifer adalah perbandingan satu sisi dengan sisi yang lain harus
dilakukan selama inspeksi dan palpasi ekstremitas.5,6
Inspeksi kulit pada lengan dan kaki.7
Nilai hal-hal berikut:
Warna (catat ada/tidaknya sianosis, eritema, atau pucat) Pertumbuhan rambut
Atrofi otot
Edema (catat/tidaknya adanya pembengkakan atau kulit yang mengkilat dan kencang)
Adanya varises
Ulserasi (catat ada/tidaknya luka terbuka)
Kuku (catat ada/tidaknya kuku yang menebal dan keras
Palpasi lengan
Palpasi denyut arteri radialis dan brakhial (catat laju, irama, tekanan, dan simetrisitas
denyut pada kedua lengan)
Derajat/tingkatan kekuatan (amplitude) denyut menggunakan skala dari 0 sampai 4:
4+ Penuh
3+ Meningkat
2+ Normal
1+ Lemah/Menurun
0 tidak ada
Kekuatan harus secara bilateral sama besar. Denyut yang penuh atau meningkat terjadi pada
status hiperkinetik. Denyut yang lemah terjadi pada penyakit arteri perifer atau syok.4,8
Palpasi Isian Ulang Kapiler
▪ Bentangkan tangan individu sejajar dengan tinggi jantungnya.
▪ Tekan/remas dasar kuku setiap jari.
▪ Lepaskan, dan catat lama/durasi kembalinya warna kuku.
▪ Warna seharusnya kembali ke normal dalam 1 sampai 2 detik. Kondisi tertentu (yaitu
ruangan yang sejuk, menurunnya suhu tubuh, anemia) dapat memperpanjang waktu ini.
Waktu kembalinya warna lebih dari 1 sampai 2 detik
LANGKAH 4 Palpasi kaki4,8
Periksa suhu kulit dengan menggunakan punggung tangan sepanjang kaki turun hingga
telapak kaki, bantingkan titik-titik pada tiap kaki secara simetris.
Kulit seharusnya hangat dan sama suhunya pada kedua kaki (bilateral).
Gunakan jari-jari, palpasi denyut pada kedua kaki di arteri femoralis, poplitea, dorsalis
pedis, dan arteri tibialis posterior.
Nilai laju denyut, irama, kekuatan, dan simetrisitas pada setiap kaki.
Golongkan dalam derajat kekuatan denyut menggunakan skala 0 sampai 4 dan bandingkan
pada masing-masing kaki:
4+ Penuh
3+ Meningkat
2+ Normal
1+ Lemah/Menurun
0 tidak ada.
HAL-HAL YANG ABNORMAL PAD dapat menyebabkan denyut yang berkurang atau
lemah yang terjadi bilateral. TVD dapat menyebabkan denyut yang lemah atau tidak adanya
denyut pada kaki yang terkena jika dibandingkan dengan kaki yang sehat.4,8
Palpasi Edema Perifer
Tekan dengan menggunakan dua jari tangan, Press down, using your first two fingers, di
atas tibia (tulang kering) atau di puncak kaki selama paling tidak 5 detik lalu lepaskan. 4,8
Kulit seharusnya balik kembali dan tidak meninggalkan indentasi (lekukan). Bila terdapat
edema pitting, klasifikasikan dalam tingkatan skala 1 sampai 4.4,8
4+ Pitting yang sangat dalam, indentasi menetap dalam jangka waktu lama, terdapat
pembengkakan yang bermakna.
3+ Pitting yang dalam, indentasi menetap dalam jangka waktu yang pendek, pembengkakan
yang terlihat.
2+ Pitting sedang, indentasi menghilang dengan cepat, tidak tampak pembengkakan.
1 + Pitting ringan, sedikit indentasi, tidak tampak pembengkakan.
Edema pitting dapat terjadi akibat beberapa sebab berbeda (misal PAD, TVD, gagal jantung
kongestif, gagal ginjal). Bila terdapat edema pitting, evaluasi tanda dan gejala yang lain untuk
menentukan penyebab.4,8
Tes Laboratorium dan Diagnostik
Pasien dengan kelainan vaskular biasanya didiagnosis menggunakan teknik diagnotik vaskular
non-invasif. Teknik ini umumnya meliputi: ankle-brachial index (ABI), tes saat olah raga dengan
ABI, perekaman volume denyut/pulse volume recording (PVR), ultrasonografi dupleks/duplex
ultrasound, analisis bentuk gelombang menggunakan Doppler, angiografi tomografi yang
terkomputerisasi/computed tomographic angiography (CTA), dan angiografi resonansi
magnetik/magnetic resonance angiography (MRA). ABI memberikan data objektif yang berguna
sebaga standar untuk skrining dan diagnosis PAD pada ekstremitas bawah, seperti halnya
pemantauan efikasi intervensi terapi. ABI dilakukan dengan mengukur tekanan darah sistolik
dari kedua arteri brakhialis dan kedua arteri dorsalis pedis, dan arteri tibialis posterior setelah
pasien beristirahat dalam posisi terlentang selama 10 menit. Pemeriksaan optimal didapatkan
dengan menggunakan manset tekanan darah dengan ukuran yang sesuai dengan ukuran betis
bawah pasien (tepat di atas pergelangan kaki), dan tekanan sisteolik direkam menggunakan alat
Doppler genggam dengan frekuensi 5 hingga 10 mHz. Nilai ABI terhitung dicatat hingga 2
desimal. Refleksi gelombang denyut pada individu sehat menyebabkan tekanan pada
pergelangan kaki 10 hingga 15 mmHg lebih tinggi daripadai tekanan sistolik arteri brakhialis,
dan untuk itu indeks brakhialis lengan-pergelangan kaki rasio tekanan darah sistolik adalah lebih
besar dari 1.00. Interpretasi perekaman ABI meliputi:9,10
Normal 1.00 sampai 1.29
Ambang batas (ragu‐ragu) 0.91 sampai 0.99
Penyakit arteri perifer ringan‐sedang 0.41 sampai 0.90
Penyakit arteri perifer berat 0.00 sampai 0.40
Penatalaksanaan
a. Metabolic control
Efek hiperglikemia dalam penyembuhan luka. Pengendalian faktor lain: Hipertensi,
Hiperkolesterolemia, Gangguan elektrolit, Anemia, Gangguan fungsi ginjal, Infeksi penyerta.9,10
b. Wound control
Debridement dan nekrotomi, pembalutan, obat untuk mempercepat penyembuhan, jika
diperlukan dengan tindakan operatif.9,10
c. Infection control
Antibiotik adekuat disesuaikan pemeriksaan kultur pus. Terapi empirik sesuai multiorganism,
anaerob, aerob, Mengatasi infeksi sistemik di tempat lain.9,10
d. Vascular control
Pemeriksaan kondisi pembuluh darah meliputi: Ankle Brachial Index, Trans cutaneus oxygen
tension ( TcPO2), Toe pressure ( N > 30 mmHg ) dan Angiografi.9,10
e. Pressure control
Istirahatkan kaki, hindari beban tekanan pada daerah luka, gunakan bantal pada kaki saat
berbaring untuk mencegah lecet, kasur dekubitus.9,10
f. Education control
Edukasi pasien dan keluarga, penjelasan tentang penyakit, rencana tindakan diagnostik, terapi,
risiko-risiko yang akan dialami, dan prognosis.9,10
INDIKASI AMPUTASI
Jaringan nekrosis yang makin luas
Asending infection
Osteomielitis
Koreksi deformitas.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, Aru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed IV. Jakarta : Pusat penerbitan ilmu
penyakit dalam FKUI. 2007
2. Baker JD. Assessment of peripheral arterial occlusive disease. Crit Care
Nurs Clin NorthAm 1991;3:493-498.3. Blank CA, Irwin GH. Peripheral vascular disorders: assessment and
intervention. Nurs Clin North Am 1990;25:777-794.4. Cantwell-Gab K. Identifying chronic peripheral arterial disease. Am J Nurs
1996;96:40-47.5. Haines ST, Seolla M, Witt DM. Venous thromboembolism. In: Dipiro JT,
Talbert RL, Yee GC, et al. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 6th ed. Stamford:Appleton & Lange, 2005:373-412.
6. Hirsch AT, Haskal ZJ, Hertzer NR, et al. American College of Cardiology(ACC)/American Heart Association (AHA) guidelines for the management of patients with peripheral arterial disease (lower extremity, renal, mesenteric, and abdominal aortic). J Am Col Card
2006;20(2):1-75.7. Hoeben BJ, Talbert RL. Peripheral arterial disease. In: Dipiro JT, Talbert
RL, Yee GC, et al. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 6th ed. Stamford: Appleton &Lange, 2005:453-460.
8. Krenzer ME. Peripheral vascular assessment: finding your way through arteries and veins. AACN Clin Issues 1995;6:631-634.
9. O'Beirne-Woods B. Clinical evaluation of the peripheral vasculature. Cardiol Clin 1991;9:413-427.
10. Wittkowsky AK. Thrombosis. In: Koda-Kimble MA, Young LY, Kradjan WA, et al. Applied Therapeutics: The Clinical Use of Drugs, 8th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005:16.1-16.34.