Upload
rita-dwi-putri
View
174
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
KATA PENGANTAR
Pertama-tama, saya mengucapkan puji syukur kepada ALLAH SWT atas
kesempatan dan waktu yang telah diberikan sehingga telaah ilmiah yang berjudul
”Katarak Kongenital” ini bisa diselesaikan tepat pada waktunya. Saya juga
mengucapkan terima kasih kepada dr. Rusdianto, SpM(K) sebagai dosen pembimbing
saya.
Sebagai penulis, saya menyadari bahwa telaah ilmiah ini banyak
kekurangannya. Oleh karena itu, kritik dan saran diperlukan untuk memperbaikinya.
Disamping itu, diperlukan juga berbagai referensi lain untuk mengembangkan telaah
ilmiah ini.
Akhir kata, saya sangat berharap bahwa telaah ilmiah ini akan memberikan
manfaat bagi kita semua.
Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Katarak adalah perubahan lensa mata yang tadinya jernih dan tembus cahaya
menjadi keruh dan tak tembus cahaya sehingga cahaya sulit mencapai retina dan akan
menghasilkan bayangan yang kabur pada retina sehingga penderita tidak dapat
melihat dengan jelas.1
Katarak kongenital adalah kekeruhan pada lensa mata yang ditemukan pada
bayi baru lahir. Katarak kongenital mungkin bisa disebabkan oleh : galaktosemia,
sindroma kondrodisplasia, rubella kongenital, sindroma down (trisomi 21), trisomi 13,
sindroma displasia ektodermal, sindroma marinesco-sjögren, dan lain-lain.2
Lensa yang keruh dapat terlihat tanpa bantuan alat khusus dan tampak sebagai warna
keputihan pada pupil yang seharusnya berwarna hitam. Bayi gagal menunjukkan
kesadaran visual terhadap lingkungan di sekitarnya dan kadang terdapat nistagmus
(gerakan mata yang cepat dan tidak biasa). Untuk menegakkan diagnosis, dilakukan
pemeriksaan mata lengkap oleh seorang ahli mata. Sedangkan untuk mencari
kemungkinan penyebabnya, perlu dilakukan pemeriksan darah dan rontgen.2
Gejala gangguan penglihatan penderita katarak tergantung dari letak
kekeruhan lensa mata. Bila katarak terdapat di bagian pinggir lensa, maka penderita
akan merasa adanya gangguan penglihatan. Bila kekeruhan terdapat pada bagian
tengah lensa, maka tajam penglihatan akan terganggu. 3
Katarak harus diangkat sesegera mungkin agar fungsi penglihatan bisa
berkembang secara normal, katarak dibuang melalui pembedahan, yang diikuti
dengan pemasangan lensa intraokuler. Jika penyebabnya diketahui, maka dilakukan
pengobatan terhadap penyebab terjadinya katarak kongenital.2
II. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan dapat menegakkan
diagnosis katarak kongenital.
2
BAB II
EMBRIOLOGI, ANATOMI DAN FISIOLOGI LENSA
A. Lensa
1. Embriologi
Mata berkembang dari tiga lapis embrional primitif yaitu ektoderm permukaan,
termasuk derivatnya krista neuralis, ektoderm neural, dan mesoderm. Ektoderm
permukaan selain membentuk lensa juga membentuk glandula lakrimalis, epitel
kornea, konjungtiva, glandula adneksa, dan epidermis palpebra. 5,7
Perkembangan mata mulai tampak pada mudigah 22 hari sebagai sepasang
lekukan dangkal pada sisi kanan dan kiri otak depan. Dengan menutupnya tabung
saraf ,lekukan-lekukan ini membentuk kantong-kantong keluar pada otak depan,
yaitu gelembung mata. Gelembung ini selanjutnya menempel pada ektoderm
permukaan dan menginduksi perubahan ektoderm. Gelembung mata melakukan
invaginasi dan membentuk piala mata yang berdinding rangkap. Lapisan dalam dan
luar mata ini mula-mula dipisahkan oleh suatu rongga, ruangan intraretina, yang
segera akan menghilang dan kemudian kedua lapisan tersebut saling berlekatan.
Invaginasi juga meliputi sebagian permukan inferior piala yang membentuk fissura
koroidea. Pembentukan fissura ini memungkinkan arteri hyaloidea mencapai
ruangan dalam mata. Pada minggu ke-7, bibir-bibir fissura koroidea bersatu dan
mulut piala mata menjadi lubang bulat yang menjadi pupil.5,7
Sel-sel ektoderm permukaan yang semula menempel pada gelembung mata
mulai memanjang dan membentuk plakoda (lempeng) lensa. Plakoda ini melakukan
invaginasi dan berkembang menjadi vesikel (gelembung) lensa. Vesikel ini terdiri
dari satu lapis sel-sel kuboid yang menjadi membran dasar (kapsul lensa), dan
3
mempunyai diameter kira-kira 0,2 mm. Pembentukan vesikel ini terjadi pada hari
33 kehamilan.5,7
Setelah pembentukan gelembung lensa, sel-sel dinding posterior memanjang
ke arah depan dan membentuk serabut-serabut panjang yang berangsur-angsur
mengisi lumen gelembung lensa tersebut. Pada hari ke 40 kehamilan lumen
gelembung lensa secara lengkap menghilang. Sel-sel yang memanjang disebut
primary lens fiber (serabut lensa primer). Nuklei serabut lensa primer bergerak
mendekati lamina basalis posterior ke dalam serabut lensa dan selanjutnya menjadi
piknotik sebagai organel intraseluler. Walaupun sel-sel lapisan posterior gelembung
lensa berdifferensiasi menjadi serabut lensa primer, sel-sel anterior gelembung lensa
tidak berubah. Satu lapisan kuboid ini menjadi epitel lensa. 4,5
4
Pada kehamilan 7 minggu, sel-sel epitel lensa pada daerah ekuator mulai
bermultiplikasi secara cepat dan memanjang untuk membentuk serabut lensa
sekunder. Sisi anterior berkembang ke arah polus anterior lensa yang menyusupkan
dirinya di sebelah bawah epitel lensa. Sisi posteriornya berkembang ke arah polus
posterior lensa di dalam kapsul lensa. Serabut lensa posterior terbentuk pada usia
kehamilan 2-8 bulan yang membentuk nukleus fetal. 4,5
Serabut-serabut lensa tumbuh pada bagian anterior dan posterior, ketika
serabut-serabut bertemu dan bersatu di bagian anterior dan posterior lensa, serabut-
serabut membentuk pola ”suture”. ”Suture” bentuk Y tegak muncul di anterior dan
bentuk Y terbalik pada posterior. Pembentukan lensa selesai pada usia 7 bulan
penghidupan foetal. Pertumbuhan dan proliferasi dari serat-serat sekunder
berlangsung terus sepanjang hidup tetapi lebih lambat, karenanya lensa menjadi
bertambah besar lambat-lambat. Berat lensa saat lahir sekitar 90 mg, dan makin
5
meningkat massanya rata-rata 2 mg pertahun sebagai bentuk serabut yang baru.
Setelah 20 tahun pada daerah tengah serabut lensa kurang lunak dan nukleus lensa
menjadi kaku. Setelah umur 40 tahun kekakuan nukleus lensa secara klinis
menurunkan daya akomodasi, dan umur 60 tahun nukleus menjadi sklerosis dan
berubah warna yang sering membuat ”suture” lensa sulit dibedakan.5,6
Saat lensa berkembang, suatu struktur pendukung nutrisi, tunika vaskulosa
lentis terbentuk mengelilinginya. Pada usia kehamilan 1 bulan, arteri hialoid
memberikan kapiler-kapiler kecil yang membentuk jaringan anastomosis yang
menutupi daerah posterior lensa yang sedang berkembang. Cabang-cabang kapsul
vaskuler posterior masuk ke dalam kapiler-kapiler kecil yang kemudian tumbuh ke
arah equator lensa, di mana mereka beranastomosis dengan vena-vena khoroid dan
membentuk bagian kapsulopupilari dari tunika vaskulosa lentis. Cabang-cabang arteri
lentis yang panjang beranastomosis dengan cabang-cabang bagian kapsulopupilari ,
yang menutupi permukaan anterior lensa. 5
6
2. Anatomi
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan hampir
transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Di belakang
iris, lensa ditahan di tempatnya oleh zonula zinni (ligamentum suspensorium lentis),
yang melekat pada ekuator lensa menghubungkannya dengan korpus siliaris. Zonula
zinni berasal dari lamina basal epitel tidak berpigmen prosesus siliaris. Zonula
zinnia melekat pada bagian ekuator kapsul lensa, 1,5 mm pada bagian anterior dan
1,25 pada bagian posterior. Di sebelah anterior lensa terdapat humor akuos
sedangkan di sebelah posteriornya, vitreus. Lensa dan vitreus dipisahkan oleh
membrana hyaloidea. 5
Permukaan lensa pada bagian posterior lebih cembung dari pada permukaan
anterior. Pada saat baru lahir jarak ekuator lensa sekitar 6,4 mm dan jarak
anterioposterior 3,5 mm dan beratnya sekitar 90 mg. Pada lensa dewasa jarak
ekuator sekitar 9 mm dan jarak anteroposterior 5 mm dan beratnya sekitar 255 mg. 5
Lensa tidak mempunyai persarafan dan pembuluh darah. Selama
embriogenesis mendapatkan perdarahan dari pembuluh darah hyaloids dan setelah
itu secara total suplainya tergantung pada humor akuous dan vitreus. Lensa terdiri
dari tiga bagian yaitu kapsul elastis dan epitelium lensa yang terletak pada
permukaan anterior lensa, korteks dan nucleus.4,5,6
7
Struktur normal lensa manusia
1. Kapsul Lensa
Kapsul lensa merupakan membrana basalis elastis yang dihasilkan oleh
epithelium lensa yang membungkus sekeliling lensa. Pada bagian anterior
dibentuk oleh sel-sel epitel dan di posterior oleh serabut kortikal. Sintesa kapsul
anterior berlangsung sepanjang kehidupan sehingga ketebalannya meningkat,
sedangkan kapsul posterior relative konstan. Ketebalan kapsul anterior 15,5
mikrometer dan kapsul posterior 2,8 mikrometer. 4,5
Di bawah mikroskop cahaya kapsul lensa terlihat homogen, tetap dengan
mikroskop elektron tampak terdiri 40 lamella. Lamella terdiri dari serabut
retikuler yang berisi matriks yaitu glikoprotein berhubungan dengan kolagen tipe
IV dan glikosaminoglikan sulfat. Mukopolisakarida heparin sulfat tersusun kurang
dari 1% pada kapsul lensa tetapi peranannya sangat penting dalam penentuan
8
kapsulkortek
nukleus
Polus anterior
Aksis optik
Aksis optikzonula
serabut
Sel epitelkapsul
ekuator
struktur dari matriks, dimana pada keadaan kritis mempertahankan kejernihan
lensa. 5
2. Epitel Lensa
Epitel lensa hanya ditemukan pada permukaan anterior lensa, pada daerah
ekuator sel ini memanjang dan berbentuk kolumner yang tersusun secara
meridional. Epitel ini mempunyai kapasitas metabolik untuk membawa keluar
semua aktivitas sel normal, termasuk DNA, RNA, protein dan biosintesa lemak,
dan untuk menghasilkan ATP yang berguna untuk menghasilkan energi yang
diperlukan lensa.5
3. Nukleus dan Korteks
Nukleus lensa lebih keras dari korteks. Serabut-serabut lamellar subepitelial
terus berproduksi sesuai dengan usia, sehingga lensa secara gradual menjadi lebih
besar dan kurang elastis. Nukleus dan korteks terbuat dari lamellar konsentris
memanjang. Tiap serat mengandung inti, yang pipih dan terdapat di bagian
pinggir lensa dekat ekuator, yang berhubungan dengan epitel subkapsuler. Serat-
serat ini saling berhubungan di bagian anterior. Garis sutura dibentuk oleh
gabungan ujung ke ujung serabut lamellar ini dan bila dilihat dengan lampu celah
berbentuk “Y”. Bentuk “Y” ini tegak di anterior dan terbalik di posterior huruf Y
yang terbalik. 4,5
3. Fisiologi Lensa
Sel-sel epitelial lensa pada ekuator membelah dan berkembang sepanjang
kehidupan dan tingkat metabolisme paling tinggi adalah epitel. Oksigen dan
glukosa diutilisasi oleh epitel lensa untuk sintesis protein dan transport aktif
elektrolit, karbohidrat, dan asam amino ke dalam lensa. Energi kimia diperlukan
untuk menjaga pertumbuhan sel dan transparansi. Aqueous humor berfungsi
sebagai sumber nutrisi dan tempat pembuangan sampah dari lensa.
9
1. Pemeliharaan keseimbangan air dan kation lensa
Mekanisme yang mengontrol keseimbangan air dan elektrolit, penting
dalam memelihara kejernihan lensa. Karena transparansi lensa berhubungan erat
dengan komponen struktural dan makromolekul, pertubasi hidrasi air dapat
berujung pada pengeruhan. Sekitar 5% volume lensa adalah air yang terdapat
diantara serabut lensa di ruangan ekstraseluler. Konsentrasi natrium dalam lensa
sekitar 20 mM, dan konsentrasi kalium sekitar 120 mM. Pada aqueous humor
dan vitreous humor kadar natrium lebih tinggi, sekitar 150 mM, sedangkan
kalium sekitar 5 mM.5
2. Epitel lensa: situs transport aktif
Keseimbangan kation antara lensa sebelah dalam dengan bagian luarnya
adalah akibat sifat-sifat permeabilitas membran sel lensa dan aktivitas pompa
natrium (Na+, K+-ATPase) yang berada dalam membran sel epitel lensa dan
tiap sel serabut. Epitel merupakan situs utama transport aktif dalam lensa.
Pompa natrium berfungsi dengan memompa ion natrium keluar sambil
mengambil ion kalium masuk. Mekanisme ini bergantung pada pemecahan ATP
dan diatur oleh enzim Na+, K+-ATPase. Inhibisi Na+, K+-ATPase
mengakibatkan hilangnya keseimbangan kation dan peningkatann kadar air
dalam lensa.5
10
3. Teori pompa-kebocoran
Kombinasi transport aktif dan permeabilitas membran sering disebut
sebagai sistem pompa-kebocoran lensa. Menurut teori pompa-kebocoran, kalium
dan berbagai molekul lain seperti asam amino secara aktif ditransportasikan ke
dalam bagian anterior lensa melalui epitel. Mereka kemudian berdifusi sesuai
dengan gradien konsentasi menuju bagian belakang lensa, dimana tidak terdapat
mekanisme transport aktif. Natrium mengalir masuk melalui bagian belakang
lensa sesuai dengan gradien konsentrasinya dan kemudian dipertukarkan secara
aktif sebagai ganti kalium oleh epitel. Kalium terkonsentrasi pada anterior lensa
dan natrium pada posterior. epitel merupakan situs utama transport aktif dalam
lensa. Maka, natrium dipompa melalui sisi anterior lensa ke dalam aqueous
humor, dan kalium bergerak dari aquoeus humor menuju lensa. Pada permukaan
posterior lensa (perhubungan lensa-vitreous), pergerakan solute terjadi sebagian
besar oleh difusi pasif. Pengaturan asimetris ini berakibat pada gradien natrium
dan kalium pada lensa, dengan konsentrasi kalium yang lebih besar pada
anterior lensa dan lebih sedikit pada posterior. Sehingga, natrium terkonsentrasi
pada bagian posterior lensa dan kurang pada anterior. 5,6
Distribusi elektrolit yang tidak merata pada membran sel lensa berakibat
pada perbedaan potensial elektrik antara bagian dalam dan luar lensa. Bagian
dalam lensa adalah elektronegatif, sekitar -70 mV. Bahkan terdapat perbedaan
potensial sebesar -23 mV diantara permukaan anterior dan posterior lensa.
Perbedaan potensial normal sekitar 70 mV dapat berubah sewaktu-waktu dengan
perubahan aktivitas pompa atau permeabilitas membran. Kadar interseluler
normal kalsium pada lensa adalah sekitar 30 mM, sedangkan kadar kalsium di
luar lensa adalah mendekati 2 μM. Gradien transmembran yang besar ini
terutama dipertahankan oleh pompa kalsium (Ca2+-ATPase). Membran sel
lensa juga relatif impermeabel terhadap kalsium. Kehilangan homeostasis
kalsium dapat sangat mengganggu metabolisme lensa. 5,6
4. Akomodasi
Akomodasi adalah kemampuan lensa untuk menerima objek sinar dan
memfokuskan ke retina. Derajat akomodasi tergantung kapasitas lensa untuk
merubah bentuknya dari bentuk bulat panjang (penglihatan jauh) menjadi bentuk
bulat (penglihatan dekat). Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-
11
otot siliaris mengalami relaksasi, menegangkan serat zonula dan memperkecil
diameter anteroposterior lensa sampai ukurannya terkecil sehingga berkas cahaya
paralel akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot
siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang, sehingga lensa yang
lentur ini berubah bentuknya menjadi lebih bulat. Kemampuan lensa untuk
berakomodasi lebih kuat pada usia muda. Kapasitas ini tergantung pada hubungan
kortek dengan inti. Pada usia muda, intinya kecil dan korteknya tebal dan lembut
yang memungkinkan perubahan bentuk secara leluasa, sehingga bentuk lensa
hampir bulat. Pada usia lanjut intinya besar dan korteknya tipis sehingga perubahan
bentuk lensa hanya sedikit.5
Secara fisiologi lensa mempunyai sifat tertentu yaitu kenyal atau lentur
karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung,
jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan, dan terletak
di tempatnya.6
Pada fetus, bentuk lensa hampir sferis dan lemah. Pada orang dewasa
lensanya lebih padat dan bagian posterior lebih konveks. Proses sklerosis bagian
sentral lensa, dimulai pada masa kanak-kanak dan terus berlangsung secara
perlahan-lahan sampai dewasa dan setelah ini proses bertambah cepat dimana
nukleus menjadi lebih besar dan korteks bertambah tipis. Pada orang tua lensa
menjadi lebih besar, lebih gepeng, warna kekuning-kuningan, kurang jernih dan
tampak sebagai “grey reflex” atau “senile reflex”, yang sering disangka katarak,
padahal salah. Karena proses sklerosis ini, lensa menjadi kurang elastis dan daya
akomodasinya pun berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia, pada orang
Indonesia dimulai pada umur 40 tahun.8
BAB III
KATARAK KONGENITAL
12
1. Definisi
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera
setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan
penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganannya
yang kurang tepat.6
Katarak jenis ini dapat terjadi di kedua mata bayi (bilateral) maupun
sebelah mata bayi (unilateral). Keruh atau buram di lensa terlihat sebagai bintik
putih jika dibandingkan dengan pupil hitam yang normal dan dapat dilihat dengan
mata telanjang.9
Gambar 1. Leukokoria pada katarak kongenital
2. Epidemiologi
Pada beberapa penelitian Cross Sectional, mengidentifikasi adanya katarak
pada sekitar 10 % orang Amerika Serikat, dan prevalensi ini meningkat sampai
sekitar 50 % untuk mereka yang berusia antara 65 dan 74 tahun dan sampai sekitar
70 % untuk mereka yang berusia lebih dari 75 tahun.5
Untuk katarak kongenital sendiri, dari hasil penelitian yang dilakukan di
Inggris pada tahun 1995-1996, didapatkan hasil bahwa insidensi dari katarak
kongenital dan infantil tertinggi pada tahun pertama kehidupan, yaitu 2,49 per
10.000 anak (dengan tingkat kepercayaan 95% /confidence interval [CI], 2.10–
2.87). Insidensi kumulatif selama 5 tahun adalah 3,18 per 10.000 (95% CI, 2.76–
3.59), meningkat menjadi 3,46 per 10.000 dalam waktu 15 tahun (95% CI, 3.02–
3.90). Insidensi katarak bilateral lebih tinggi jika dibandingkan yang unilateral,
insidensi ini tidak dibedakan berdasarkan jenis kelamin dan tempat.10
13
3. Etiologi
Etiologi terjadinya katarak kongenital dapat dibagi kedalam lima katagori :
1. Familiar ( inherediter dan biasanya autosomal dominant.)
2. Infeksi intra uterin TORCH (toxoplasmosis, syphilis, rubella,
cytomegalovirus, dan virus herpes simplex)
3. Syndroma (Down, Edward, Patau atau Lowe, hallerman-streiff, conradi,
displasia ektodermal, dan marinesco-sjögren)
4. Metabolik (galaktosemia, diabetes Melitus, hypo / hyperglycemia atau
hypocalcemia)
5. Idiopatik
Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan
riwayat prenatal infeksi rubela pada ibu pada kehamilan trimester pertama dan
pemakaian obat selama kehamilan. Kadang-kadang pada ibu hamil terdapat
riwayat kejang, tetani, ikterus, atau hepatosplenomegali. Bila katarak disertai
dengan uji reduksi pada urin yang positif, mungkin katarak ini terjadi akibat
galaktosemia. Sering katarak kongenital ditemukan pada bayi prematur dan
gangguan sistem syaraf seperti retardasi mental. Hampir 50 % dari katarak
kongenital adalah sporadik dan tidak diketahui penyebabnya.6
Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-
ibu yang menderita homosisteinuri, diabetes melitus, hipoparatiroidism,
toksoplasmosis, inklusi sitomegalik, dan histoplasmosis. Penyakit lain yang
menyertai katarak kongenital biasanya merupakan penyakit-penyakit herediter
seperti mikroftalmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris heterokromia,
lensa ektopik, displasia retina, dan megalo-kornea.6
Katarak kongenital sering terdapat bersamaan dengan nistagmus, displasia
uvea, dan strabismus. Atau ada pula yang menyertai kelainan pada mata sendiri,
yang juga merupakan kelainan bawaan seperti heterokromia iris.8
Seperti yang telah dibahas di atas, katarak kongenital dapat disebabkan oleh
rubela kongenital. Bila ibu hamil 4 minggu pertama menderita rubela. Virus
rubela terdapat dalam lensa sampai bayi berusia 1-2 tahun. Adapun trias sindrom
rubella :
1. Kerusakan mata: katarak, mikroftalmus, retinopati berpigmen.
14
2. Kerusakan telinga: tuli karena kerusakan pada alat corti.
3. VSD : Ventriculal Septal Defect.
4. Klasifikasi
Katarak kongenital digolongkan dalam katarak :
a. Kapsulolentikular dimana pada golongan ini termasuk katarak
kapsular dan katarak polaris.
b. Katarak lentikular termasuk dalam golongan ini katarak yang
mengenai korteks atau nukleus lensa.
Dalam kategori ini termasuk kekeruhan lensa yang timbul sebagai kejadian
primer atau berhubungan dengan penyakit ibu dan janin lokal atau umum.6
Kekeruhan pada katarak kongenital dapat dijumpai dalam berbagai bentuk :
1. Arteri hialoidea yang persisten
Arteri hialoidea merupakan cabang dari a. retina sentral yang memberi
makan pada lensa. Pada umur 6 bulan dalam kandungan, a. hialoidea mulai
diserap, sehingga pada keadaan normal, pada waktu lahir sudah tak tampak lagi.
Kadang-kadang penyerapan tak berlangsung sempurna sehingga masih
tertinggal sebagai bercak putih di belakang lensa, berbentuk ekor yang mulai di
posterior lensa. Gangguan terhadap visus tak banyak. Visus biasanya masih 5/5,
kekeruhannya stasioner, sehingga tak memerlukan tindakan.8
2. Katarak polaris anterior (katarak piramidalis anterior)
Kekeruhan di bagian depan lensa mata persis di tengah. Terjadi karena
tidak sempurnanya pelepasan kornea terhadap lensa. Bentuk kekeruhannya
seperti piramid dengan tepi masih jernih, sehingga pupil midriasis akan
menaikkan tajam penglihatan. Tipe ini biasanya tidak progresif.11
Hal ini ungkin terjadi akibat uveitis anterior intrauterin. Letaknya
terbatas pada polaris anterior. Berbentuk piramid, yang mempunyai dasar dan
puncak karena itu disebut juga katarak piramidalis anterior. Puncaknya dapat ke
dalam atau ke luar. Keluhan tidak berat, stasioner, terutama mengenai
penglihatan yang kabur waktu terkena sinar, karena pada waktu ini pupil
mengecil, sehingga sinar terhalang oleh kekeruhan di polus anterior. Sinar yang
redup tidak terlalu mengganggu, karena pada saat cahaya redup, pupil melebar,
15
sehingga lebih banyak cahaya yang dapat masuk. Pada umumnya tidak
menimbulkan gangguan, stasioner, sehingga tidak memerlukan tindakan
operatif. Dengan pemberian midriatika, seperti sulfas atropin 1 % atau
homatropin 2 %, dapat memperbaiki visus, karena pupil menjadi lebih lebar,
tetapi terjadi pula kerapuhan dari Mm. siliaris, sehingga tidak dapat
berakomodasi. Bila gangguan visus hebat, dapat dipertimbangkan iridektomi
optis yang dapat dilakukan pada daerah lensa yang masih jernih., bila setelah
pemberian midriatika, visus menjadi lebih baik.8
3. Katarak polaris posterior (katarak piramidalis posterior)
Terjadi karena resorbsi selubung vaskuler yang tidak sempurna sehingga
menimbulkan kekeruhan bagian belakang lensa. Diturunkan secara autosomal
dominan, tidak progresif, dan perbaikan tajam penglihatan dapat dilakukan
dengan midriatika.11
Kekeruhan terletak di polus posterior. Sifat-sifatnya sama dengan
katarak polaris anterior. Juga bersifat stasioner, tidak banyak menimbulkan
gangguan visus, sehingga tak memerlukan tindakan operasi. Tindakan yang lain
sama dengan katarak polaris anterior.8
4. Katarak aksialis
Kekeruhan terletak pada aksis lensa. Keluhan dan tindakan sama dengan
katarak polaris anterior.8
5. Katarak zonularis
Mengenai daerah tertentu, biasanya disertai kekeruhan yang lebih padat,
tersusun sebagai garis-garis yang mengelilingi bagian yang keruh dan disebut
riders, merupakan tanda khas untuk katarak zonularis. Katarak ini paling sering
didapatkan pada anak-anak. Kadang-kadang bersifat herediter dan sering disertai
dengan hasil anamnesa kejang-kejang. Kekeruhannya berupa cakram (discus),
mengelilingi bagian tengah yang jernih, sedang korteks di luarnya jernih juga.
Biasanya progresif, namun lambat. Kadang-kadang keluhan sangat ringan, tetapi
kekeruhannya dapat pula menjadi padat, sehingga visus sangat terganggu dan
anak tidak dapat lagi sekolah dan membaca, karena hanya dapat menghitung
jari.8
16
Kekeruhan lensa pada katarak zonularis terdapat pada zona tertentu: 11
a. Kekeruhan pada nukleus disebut katarak nuklearis
b. Katarak lamelaris, kekeruhan terdapat pada lamella yang
mengelilingi area calon nukleus yang masih jernih. Bagian di luar
kekeruhan masih jernih. Gambarannya seperti cakram, dengan jari-jari
radier. Faktor penyebabnya diduga faktor herediter dengan autosomal
dominan. Juga dapat akibat infeksi rubela, hipoglikemia, hipokalsemia,
dan radiasi.
6. Katarak stelata
Kekeruhan terjadi pada sutura, dimana serat-serat dari substansi lensa
bertemu, yang merupakan huruf Y yang tegak di depan, dan huruf Y yang
terbalik di belakang. Biasanya tidak banyak mengganggu visus sehingga tidak
memerlukan pengobatan.8
7. Katarak totalis
Bila oleh suatu sebab, terjadi kerusakan dari kapsula lensa, sehingga
substansi lensa dapat keluar dan diserap, maka lensa semakin menjadi tipis dan
akhirnya timbul kekeruhan seperti membran. Pengobatan katarak totalis dengan
disisio lensa.8
8. Katarak kongenital membranasea
Katarak kongenital totalis, disebabkan gangguan pertumbuhan atau
akibat peradangan intrauterin. Katarak juvenilis totalis, mungkin herediter atau
timbul tanpa diketahui sebabnya. Pada beberapa kasus ada hubungannya dengan
kejang-kejang. Katarak totalis ini dapat terlihat pada mata sehat atau merupakan
katarak komplikata dengan disertai kelainan-kelainan pada jaringan lain seperti
koroid, retina, dan sebagainya. Lensanya tampak putih, rata, keabu-abuan,
seperti mutiara. Biasanya cair atau lunak.8
5. Gejala klinis
Gejala klinis pada katarak kongenital adalah sebagai berikut :
• Bercak putih pada pupil disebut leukokoria. 12
17
• Penglihatan berkurang, cahaya tidak dapat melalui lensa, karena tidak lagi
transparan. 12
• Adanya riwayat keluarga perlu ditelusuri mengingat sepertiga katarak
kongenital bilateral merupakan herediter. Riwayat kelahiran yang berkaitan
dengan prematuritas, infeksi maternal dan pemakaian obat-obatan selama
kehamilan.13
• Katarak kongenital bilateral sering hadir bersamaan dengan anomali okuler
atau sistemik. Ini didapatkan pada pasien-pasien dengan kelainan kromosom
dan gangguan metabolik. Kelainan okuler yang dapat ditemukan antara lain
mikroptalmus, megalokornea, aniridia, koloboma, pigmentasi retina dan atrofi
retina. Sedangkan kelainan non okuler yang didapatkan antara lain : retardasi
mental, gagal ginjal, anomali gigi, penyakit jantung kongenital, facies
mongoloid.13,14
• Nistagmus bisa ditemukan sebagai akibat deprivasi visual dini. Pada beberapa
kasus kelainan strabismus dapat ditemukan sebagai tanda adanya katarak
kongenital terutama unilateral. Nistagmus muncul pada 50% anak – anak
dengan katarak kongenital bilateral, nistagmus ditemukan sebagai akibat
deprivasi visual dini karena mata tidak bisa fokus dengan baik. 13,14
• Skrining pada bayi baru lahir sangat membantu penemuan dini katarak
kongenital bilateral. Skrining ini termasuk pemeriksaan refleksi fundus dan
oftalmoskopi. Refleksi fundus yang ireguler atau negative merupakan suatu
indikasi adanya katarak kongenital. Kekeruhan lensa sentral atau kortikal > 3
mm sudah dapat dideteksi dengan oftalmoskop direk.13,14
6. Diagnosis
Pemeriksaan mata yang menyeluruh oleh seorang dokter ahli mata
(opthamologist) dapat mendiagnosa dini katarak kongenital. Pemeriksaan untuk
pencarian penyebab, membutuhkan pemeriksaan dari dokter yang berpengalaman di
bidang kelainan genetik dan test darah, atau dengan sinar X.9
Pemeriksaan dengan slit lamp pada kedua bola mata (dilatasi pupil) tidak
hanya melihat adanya katarak tetapi juga dapat mengidentifikasi waktu terjadinya
saat di dalam rahim dan jika melibatkan sistemik dan metabolik. Pemeriksaan
dilatasi fundus direkomendasikan untuk pemeriksaan kasus katarak unilateral dan
bilateral. Untuk katarak, pemeriksaan laboratorium yang dilakukan seperti hitung
18
jenis darah, BUN, titer TORCH dan VDRL tes, tes reduksi urin, red cell
galactokinase, pemeriksaan urin asam amino, kalsium,dan fosfor.14
Bila fundus okuli tidak dapat dilihat dengan pemeriksaan oftalmoskopi
indirek, maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. 10
7. Diagnosis Banding
Diagnosis banding bagi katarak kongenital adalah retinoblastoma.
Retinoblastoma merupakan keganasan intraokular yang paling sering terjadi pada
anak yang mengenai saraf embrionik retina. Rata-rata usia pasien saat diagnosis
adalah 24 bulan pada kasus unilateral, 13 bulan pada kasus bilateral.
Manifestasi klinis pada semua stadium retinoblastoma banyak dan
bervariasi. Gejala yang sering adalah leukoria (reflek pupil berwarna putih) dan
strabismus terjadi pada 96% pasien, dengan leukokoria saja terjadi pada 56,1%
pasien, mata merah, nyeri mata yang sering disertai glaucoma, dan visus yang
menurun. Gejala yang jarang adalah rubeosis iridis (kemerahan pada iris), selulitis
orbita, heterochromia iridis (perubahan warna pada tempat yang berbeda pada iris),
midriasis unilateral, hyphaema (perdarahan ke bilik depan, yang akan menghasilkan
meniscus yang akan tampak di belakang iris), nistagmus, pada sebagian kecil anak
bisa terjadi gagal tumbuh dan muka yang tidak normal.
Pemeriksaan yang sangat penting untuk diagnosis adalah pemeriksaan mata
dibawah anestesi pada keadaan pupil dilatasi maksimal, dengan oftalmoskopi
indirek dan penekanan sklera oleh dokter ahli mata yang sudah berpengalaman.
Retinoblastoma merupakan satu dari sedikit kanker anak yang dapat didiagnosis
secara akurat tanpa konfirmasi histopatologi. USG dapat sangat membantu untuk
membuat diagnosis banding dari anak-anak dengan leukokoria. Adanya massa
dalam bola mata dapat diketahui letak, ukuran dan bentuknya. Perluasan tumor ke
N.Optikus atau ke dalam orbita juga dapat dilihat.
CT Scan dan MRI sangat berguna untuk mengevaluasi nervus optikus,
orbital, keterlibatan system saraf pusat dan adanya kalsifikasi intraocular. Adanya
kalsifikasi intraocular pada pemeriksaan USG, CT Scan, atau MRI menunjukkan
kemungkinan retinoblastoma, tetapi tidak patognomonik.
Aspirasi dan biopsi sumsum tulang belakang serta pungsi lumbal untuk
pemeriksaan sitologi sangat dianjurkan apabila ada bukti penyebaran ekstraokuler.
Pemeriksaan terhadap jaringan intraocular dan ditemukan adanya kumpulan banyak
19
sel dengan inti besar basofilik yang mengandung sedikit sitoplasma membentuk
Flexer-wintersteiner rossete. Formasi ini merupakan tanda khas yang ditemukan
pada retinoblastoma.
8. Terapi
Prinsip :
a. Setelah diketemukan katarak maka harus dicari faktor penyebab, apakah
galaktosemia, rubella, toksoplasmosis, dan lain-lain. Pemeriksaan laboratorium
dan konsultasi dengan dokter spesialis mata sangat perlu.11
b. Dilakukan pembedahan untuk membersihkan lintasan sinar dari
kekeruhan. Apabila telah terjadi nistagmus maka pembedahan segera dilakukan.
Apabila tidak ada nistagmus, maka pemeriksaan akan memastikan tidak ada
gangguan pada matanya. Apabila katarak total, maka segera dilakukan
pembedahan dilakukan di bawah anastesi umum.11
a. Konservatif
Pada katarak yang belum memerlukan tindakan operasi, pada tahap awal
dapat diberikan obat untuk dilatasi pupil seperti Atropin ED 1%, Midriasil ED
1%, dan Homatropin ED. Pemberian obat ini hanya bersifat sementara, karena
jika kekeruhan lensa sudah tebal sehingga fundus tidak dapat dilihat maka dapat
harus dioperasi. Oleh karena itu katarak kongenital dengan tingkat kekeruhan
sedikit atau parsial perlu dilakukan follw-up yang teratur dan pemantauan yang
cermat terhadap visusnya.
b. Operatif
Pada beberapa kasus, katarak kongenital dapat ringan dan tidak
menyebabkan gangguan penglihatan yang signifikan, dan pada kasus seperti ini
tidak memerlukan tindakan operatif. Pada kasus yang sedang hingga berat, yang
menyebabkan gangguan pada penglihatan, operasi katarak merupakan terapi
pilihan.
Operasi katarak harus dilakukan sebelum pasien berumur 17 minggu
guna meminimalkan atau meniadakan deprivasi. Para ahli mata memilih untuk
20
melakukan operasi lebih awal, idealnya sebelum pasien berumur 2 bulan, untuk
mencegah terjadinya ambliopia yang reversible dan nistagmus sensoris.
Penanganan tergantung pada unilateral dan bilateral, adanya kelainan mata
lain, dan saat terjadinya katarak. Katarak kongenital prognosisnya kurang
memuaskan, tergantung pada bentuk katarak dan mungkin sekali pada mata tersebut
telah terjadi ambliopia. Bila terdapat nistagmus, maka keadaan ini menunjukkan hal
yang buruk pada katarak kongenital.6
Pengobatan katarak kongenital bergantung pada :6
1. Katarak total bilateral, dimana sebaiknya dilakukan pembedahan secepatnya
setelah katarak terlihat.
2. Katarak total unilateral, yang biasanya diakibatkan trauma, dilakukan
pembedahan 6 bulan setelah terlihat atau segera sebelum terjadinya strabismus;
bila terlalu muda akan mudah terjadi ambliopia bila tidak dilakukan tindakan
segera; perawatan untuk ambliopia sebaiknya dilakukan sebaik-baiknya.
3. Katarak total atau kongenital unilateral, mempunyai prognosis yang buruk,
karena mudah sekali terjadinya ambliopia; karena itu sebaiknya dilakukan
pembedahan secepat mungkin, dan diberikan kacamata segera dengan latihan
beban mata.
4. Katarak bilateral parsial, biasanya pengobatan lebih konservatif sehingga
sementara dapat dicoba dengan kacamata atau midriatika; bila terjadi kekeruhan
yang progresif disertai dengan mulainya tanda-tanda strabismus dan ambliopia
maka dilakukan pembedahan, biasanya mempunyai prognosis yang lebih baik.
Tindakan pengobatan pada katarak kongenital adalah operasi. Operasi
katarak kongenital dilakukan bila refleks fundus tidak tampak. Biasanya bila katarak
bersifat total, operasi dapat dilakukan pada usia 2 bulan atau lebih muda bila telah
dapat dilakukan pembiusan.
Tindakan bedah pada katarak kongenital yang umum dikenal adalah disisio
lensa, ekstraksi liniar, ekstraksi dengan aspirasi.6
Terapi bedah untuk katarak infantilis dan katarak pada masa anak-anak dini
adalah ekstraksi lensa melalui insisi limbus 3 mm dengan menggunakan alat irigasi-
aspirasi mekanis. Jarang diperlukan fakoemulfikasi, karena nukleus lensa lunak.
Berbeda dengan ekstraksi lensa pada orang dewasa, sebagian besar ahli bedah
mengangkat kapsul posterior dan korpus vitreus anterior dengan menggunakan alat
21
mekanis pemotong-penyedot korpus vitreum. Hal ini mencegah pembentukan
kekeruhan kapsul sekunder, atau after-cataract (katarak ikutan). Dengan demikian,
pengangkatan primer kapsul posterior menghindari perlunya tindakan bedah
sekunder dan meningkatkan koreksi optis dini.5
Pada katarak kongenital membranasea yang cair (umur kurang dari 1 tahun),
dilakukan disisi lensa. Pada katarak yang lunak (umur 1-35 tahun) dilakukan
ekstraksi linier. Pada katarak yang keras (umur lebih dari 35 tahun), dilakukan
ekstraksi katarak intrakapsuler. Cara operasi yang mutakhir dengan fakoemulfikasi.8
a. Disisi Lensa: (Needling)
Pada prinsipnya adalah kapsul lensa anterior dirobek dengan jarum, massa
lensa diaduk, massa lensa yang masih cair akan mengalir ke bilik mata depan.
Selanjutnya dibiarkan terjadi resorbsi atau dilakukan evakuasi massa.11
Lebih jelasnya dengan suatu pisau atau jarum disisi, daerah limbus di
bawah konjungtiva ditembus ke BMD dan merobek kapsula lensa anterior dengan
ujungnya, sebesar 3-4 mm, jangan lebih besar atau lebih kecil. Maksudnya agar
melalui robekan tadi isi lensa yang masih cair dapat keluar sedikit demi sedikit,
masuk ke dalam BMD yang kemudian akan diresorbsi. Oleh karena massa lensa
masih cair, maka resorbsinya seringkali sempurna.8
Kalau luka terlalu kecil, sekitar 0,5-1 mm, robekan dapat menutup kembali
dengan sendirinya dan harus dioperasi lagi, sedang bila luka terlalu besar, isi lensa
keluar mendadak seluruhnya ke dalam BMD, kemudian dapat terjadi reaksi
jaringan mata yang terlalu hebat untuk bayi, sehingga mudah terjadi penyulit.5
Indikasi dilakukannya disisi lensa : 8
• Umur kurang dari 1 tahun
• Pada pemeriksaan, fundus tak terlihat.
Penyulit disisi lensa : 8
• Uveitis fakoanafilaktik, terjadi karena massa lensa merupakan benda asing
untuk jaringan sehingga menimbulkan reaksi radang terhadap massa lensa
tubuh sendiri.
• Glaukoma sekunder, timbul karena massa lensa menyumbat sudut bilik
mata, sehingga mengganggu aliran cairan bilik mata depan.
22
• Katarak sekunder, dapat terjadi bila massa lensa tidak dapat diserap dengan
sempurna dan menimbulkan jaringan fibrosis yang dapat menutupi pupil
sehingga mengganggu penglihatan dikemudian hari sehingga harus dilakukan
disisi katarak sekundaria, untuk memperbaiki visusnya.
Disisi lensa sebaiknya dilakukan sedini mungkin, karena fovea
sentralisnya harus berkembang waktu bayi lahir sampai umur 7 bulan.
Kemungkinan perkembangan terbaik adalah pada umur 3-7 bulan. Syarat untuk
perkembangan ini fovea sentralis harus mendapatkan rangsang cahaya yang
cukup. Jika katarak dibiarkan sampai anak berumur lebih dari 7 bulan, biasanya
fovea sentralisnya tak dapat berkembang 100 %, visusnya tidak akan mencapai
5/5 walaupun dioperasi. Hal ini disebut ambliopia sensoris (ambliopia ex anopsia).
Jika katarak itu dibiarkan sampai umur 2-3 tahun, fovea sentralis tidak akan
berkembang lagi, sehingga kemampuan fiksasi dari fovea sentralis tak dapat lagi
tercapai dan mata menjadi goyang (nistagmus), bahkan dapat terjadi pula
strabismus sebagai penyulit. Jadi sebaiknya operasi dilakukan sedini mungkin bila
tidak didapat kontraindikasi untuk pembiusan umum. Operasi dilakukan pada satu
mata dulu, bila mata ini sudah tenang, mata sebelahnya dioperasi pula, jika kedua
mata sudah tenang, penderita dapat dipulangkan.8
Pada katarak kongenital yang mononukelar dan dibedah dini, disertai
pemberian lensa kontak segera setelah pembedahan, dapat menghindari gangguan
perkembangan penglihatan.8
b. Ekstraksi Linier
Pada prinsipnya yang dilakukan adalah bilik mata depan ditembus dan
kapsul anterior lensa dirobek dan massa lensa dievakuasi serta dibilas dengan
larutan Ringer Laktat.11
Rehabilitasi tajam penglihatan dapat dilakukan dengan pemberian kaca mata
atau lensa kontak atau pemasangan lensa tanam. Koreksi optis sangat penting bagi
bayi dan anak. Koreksi tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain
dengan implantasi lensa buatan (IOL) setelah dilakukan ekstraksi lensa, pemberian
kacamata atau lensa kontak. 15
23
Implantasi lensa buatan pada bayi masih menjadi kontroversial. Alasannya
antara lain sebagai berikut:
1. Kesulitan dalam menetukan kekuatan lensa yang harus diberikan, terutama
pada mata yang masih dalam pertumbuhan.
2. IOL tidak dapat berakomodasi.
Oleh karena itu beberapa pakar lebih menganjurkan penggunaan lensa
kontak dan kacamata sebagai koreksi optis pada anak dan bayi setelah bedah
katarak. 15
9. Komplikasi
• kehilangan penglihatan
• ambliopia
• glaucoma
• strabismus
10.Prognosis
Katarak kongenital total atau unilateral mempunyai prognosis yang buruk
dibandingkan dengan katarak kongenital bilateral parsial, karena mudah sekali
terjadi ambliopia, oleh karena itu sebaiknya dilakukan pembedahan secepat
mungkin, dan dilakukan koreksi optik segera.6 Pasien dengan katarak kongenital
unilateral, 40% menghasilkan visus 20/60 atau lebih baik, sedangkan pasien
dengan katarak kongenital bilateral, 70% menghasilkan visus 20/60 atau lebih
baik. Prognosis akan lebih buruk pada pasien dengan adanya kelainan mata lain
atau penyakit sistemik.16
BAB IV
KESIMPULAN
24
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera
setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan
penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganannya
yang kurang tepat.6
Katarak kongenital dapat menimbulkan penurunan fungsi penglihatan
sehingga harus dideteksi sedini mungkin. Katarak yang luas dan padat dapat
menimbulkan leukoria (pupil yang putih), hal ini dapat dilihat oleh orang-orang di
sekitarnya. Katarak kongenital unilateral yang diameternya lebih dari 2 mm akan
mengakibatkan ambliopia permanen jika tidak ditatalaksana sampai usia 2 bulan.
Pemeriksaan mata yang menyeluruh oleh seorang dokter ahli mata
(opthamologist) dapat mendiagnosa dini katarak kongenital. Pemeriksaan untuk
pencarian penyebab, membutuhkan pemeriksaan dari dokter yang berpengalaman di
bidang kelainan genetik dan test darah, atau dengan sinar X. 9 Pemeriksaan dengan slit
lamp pada kedua bola mata (dilatasi pupil) tidak hanya melihat adanya katarak tetapi
juga dapat mengidentifikasi waktu terjadinya saat di dalam rahim dan jika melibatkan
sistemik dan metabolik. Pemeriksaan dilatasi fundus direkomendasikan untuk
pemeriksaan kasus katarak unilateral dan bilateral. Untuk katarak, pemeriksaan
laboratorium yang dilakukan seperti hitung jenis darah, BUN, titer TORCH dan
VDRL tes, tes reduksi urin, red cell galactokinase, pemeriksaan urin asam amino,
kalsium,dan fosfor.14 Bila fundus okuli tidak dapat dilihat dengan pemeriksaan
oftalmoskopi indirek, maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. 10
Prinsip terapi katarak kongenital adalah setelah diketemukan katarak maka harus
dicari faktor penyebab, apakah galaktosemia, rubella, toksoplasmosis, dan lain-lain.
Selain itu dilakukan pembedahan untuk membersihkan lintasan sinar dari kekeruhan.
Apabila telah terjadi nistagmus maka pembedahan segera dilakukan. Apabila tidak
ada nistagmus, maka pemeriksaan akan memastikan tidak ada gangguan pada
matanya. Apabila katarak total, maka segera dilakukan pembedahan dilakukan di
bawah anastesi umum.11
Prognosis visus tergantung dari jenis katarak (unilateral/bilateral, total/parsial),
ada tidaknya kelainan mata yang menyertai katarak, tindakan operasi (waktu, teknik,
komplikasi) dan rehabilitasi tajam penglihatan pasca operasi.
DAFTAR PUSTAKA
25
1. www.infomedika.com: Katarak, Jakarta Eye Center.
2. http://www.medicastore.com/: Katarak kongenital.
3. www.detik.com: Advertorial Katarak, Kekeruhan Lensa Mata, detikHealth - Jakarta,
Kontributor: RS Internasional Bintaro, 2004.
4. American Academy of Opthalmology. Lens and Cataract. Section 11. San Fransisco:
MD Association, 2005-2006.
5. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta:
Widya Medika, 2000.
6. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2003.
7. Johns J.K Lens and Kataract. Basic and Clinical Science Section 11. American
Academy of Ophthalmology. 2002.
8. Wijana, Nana S.D, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke-6, Penerbit Abadi Tegal, Jakarta,
1993 : 190-196.
9. http://www.perdami.or.id/?page=content.view&alias=custom_88
10. Jugnoo S. R., Carol D. and for the British Congenital Cataract Interest Group,
Measuring and Interpreting the Incidence of Congenital Ocular Anomalies: Lessons
from a National Study of Congenital Cataract in the UK(Investigative Ophthalmology
and Visual Science. 2001;42:1444-1448.) www.iovs.org/misc/terms.shtml
11. http://www.chw.edu.au/parents/factsheets/pdf/congenital_cataracts.pdf
12. American Academy of Opthalmology . Pediatric Ophthalmology and
Strabismus .Basic and Clinical Science Course, Section 6. The Foundation of AAO.
San Francisco. 2004.242 – 250.
13. Kanski J.J Congenital Cataract chapter 8.Clinical Ophthalmology Fifth edition.
Butterworth Heinemann. Edinburgh, London,New Yurk, Oxford, Philadelpia,
Sydney, Toronto. 2003. 183 – 189.
14. Manju Subramanian, 2006, ADAM; Royal National Institute of Blind People
(RNIB), feb 2007, www. [email protected]
15. http://emedicine.medscape.com/article/1210837-overview
26