Catatan Otokritik Tentang Pengadilan Hubungan Industrial

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/15/2019 Catatan Otokritik Tentang Pengadilan Hubungan Industrial

    1/4

    CATATAN OTOKRITIK TENTANG PENGADILAN

    HUBUNGAN INDUSTRIAL

    February 15, 2011 No Comments

    OLEH : CH. N. MEGAWATI TOBING

    MEDAN, FEBRUARI 2011

    I. Pendahuluan

    Pada periode tahun pertama dan kedua sejak Pengadilan ubungan Industrial

    dioperasionalkan atau tepatnya sejak bulan !pril 200", ekspektasi pekerja#buruhterhadap peradilan khusus ini tampak begitu antusias. $etidaknya hal itu terlihat dari

    data kuantitas perkara di kepaniteraan PI pada PN. %edan, yang men&atatkan

     bah'a jumlah perkara tahun 200" sebanyak 1(2 kasus, dan tahun 200) meningkatmenjadi 20* kasus.+ ata perkara PI, %ei 2010- Namun pada periode tahun 200*, jumlah perkara menurun menjadi 1(0 kasus,

    kemudian tahun 200 menjadi 10 kasus, dan tahun 2010 +sampai bulan !pril-

    menjadi 2 kasus. al yang menarik untuk diperhatikan, bah'a dari total perkaratahun 200" / 200 sebanyak 5 kasus, 2 kasus diantaranya kasasi, tetapi hingga

    !pril 2010, hanya sekitar 0 kasus yang diputuskan oleh %ahkamah !gung. ari 0

     perkara yang telah diputuskan %! tersebut, tidak satu kasus pun diantaranya yang berhasil dieksekusi oleh pengadilan sampai dengan bulan !pril 2010. Padahal

    eksekusi adalah ujung tombak keberhasilan PI dalam menegakkan hukum dan

    kepastian hukum.

    ingginya antusiasme masyarakat khususnya pekerja# buruh-terhadap PI yang

    dibentuk berdasarkan No. 2 ahun 200(, tentu saja merupakan respons yangsangat logis. $ebab, Penjelasan mum ini menegaskan bah'a PI merupakan

    konsep tanding terhadap sistem penyelesaian perselisihan perburuhan berdasarkan

    No. 22 ahun 15), yakni P(# P(P +Panitia Penyelesaian PerselisihanPerburuhan aerah# Pusat-, yang dinilai tidak mampu me'ujudkan penyelesaian

     perselisihan perburuhan se&ara &epat, tepat, adil dan murah. !lasannya, selain

     penyelesaian perselisihan yang memakan 'aktu sangat panjang dan berlarut3larut, putusan P(# P(P dinilai tidak 4inal karena adanya hak eto menteri dan tidak

    memiliki kepastian hukum karena putusannya dapat digugat di PN. 6ahkan

     putusannya juga dinilai tidak pro buruh karena komposisi panitia tidak men&erminkan pluralitas kebebasan serikat pekerja# serikat buruh. %aka sebagai konsep tanding, PI

    diharapkan menjadi satu sistem penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang

    e4ekti4 dan mampu menyelesaikan perkara se&ara &epat, tepat, adil dan murah.+ ata

     perkara PI, %ei 2010-

    II. $ebuah Paradoks

    $ebagaimana ter&ermin dari spirit Pasal 5" dan Pasal "0 No. 2 ahun 200( bah'asistem peradilan PI diran&ang hanya dalam dua tingkat, yakni 7

  • 8/15/2019 Catatan Otokritik Tentang Pengadilan Hubungan Industrial

    2/4

    +1-. PI pada PN yang ber'enang untuk mengadili perselisihan hak dan P8 di

    tingkat pertama, dan mengadili perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat

     pekerja# serikat buruh dalam satu perusahaan di tingkat pertama dan terakhir.+2-. PI pada %ahkamah !gung yang hanya ber'enang untuk mengadili perselisihan

    hak dan P8 di tingkat terakhir.

    emikian pula pada Pasal ayat 2, Pasal 15, Pasal 10, Pasal 115 No. 2 ahun 200(, bah'a

     batas 'aktu penyelesaian perkara se&ara nonlitigasi berupa bipartite paling lama 0 hari, mediasi paling lama 0 hari dan se&ara litigasi di PI pada PN paling lama 50 hari, serta di %ahkamah

    !gung paling lama 0 hari, maka pada prinsipnya PI di Indonesia adalah sebuah peradilan

    yang sederhana dan &epat.

    %eskipun spirit dasar dari No. 2 ahun 200( PI sebagai sistem penyelesaian perburuhan

    se&ara &epat, tepat, adil dan murah, tetapi dalam realitasnya penyelesaian perkara perburuhan ini justru berjalan sangat lambat, terutama penyelesaian kasasi di %ahkamah !gung yang men&apai

    'aktu berkisar 2 hingga +tiga- tahun lebih. ak hanya itu, masalah yang paling krusial justrueksekusi terhadap putusan perkara yang telah berkekuatan hukum tetap tidak dapat berjalanse&ara e4ekti4, hingga akhirnya melahirkan persoalan baru menggejalanya penyelesaian putusan

     perkara se&ara 9negosiable justi&e: +negosiasi keadilan-.

    6eranjak dari kajian analisis terhadap kontens dan substansi No. 2 ahun 200(, bah'a

    masalah paling 4undamental mengapa PI tidak dapat me'ujudkan sistem penyelesaian

     perburuhan se&ara &epat, tepat, adil dan murah, adalah berkaitan dengan hukum a&ara PI.%eskipun hakekat PI sebagaimana diatur dalam Pasal 55 No. 2 ahun 200( adalah

     peradilan khusus yang bersi4at ;le< spe&ialis=, namun realitasnya justru No. 2 ahun 200(

    sama sekali tidak memuat mekanisme dan prosedur khusus untuk berperkara. ini hanyalahmemuat beberapa pasal kekhususan tentang biaya perkara +Pasal 5*-, pengajuan gugatan +Pasal

    *1-, kuasa hukum +Pasal *)-, dan batas 'aktu untuk memutus perkara +Pasal 10 dan 115-.

    $elebihnya tentang mekanisme dan prosedur berperkara, mulai dari pembuatan gugatan, pengajuan gugatan, ja'aban, replik, duplik, pembuktian, konklusi, putusan, kasasi dan eksekusi,

    semuanya berdasarkan ukum !&ara Perdata sebagaimana diatur dalam I> atau >6g.

    Pasal 5) No. 2 ahun 200(, menegaskan bah'a hukum a&ara PI adalah ukum !&ara

    Perdata yang berlaku pada Peradilan mum, sepanjang tidak diatur se&ara khusus dalam No.2 ahun 200(. 8onsekuensi logis dari I># >6g, telah membuat PI tidak akan mampu berjalan

    e4ekti4 untuk me'ujudkan penyelesaian perselisihan se&ara &epat, tepat, adil dan murah, sebab

    hukum a&ara perdata ersi I># >6g pada hakekatnya adalah proses panjang dan 4ormalistis. Ituartinya, bah'a sepanjang PI masih berdasarkan hukum a&ara perdata umum +I># >6g-, maka

    sistem peradilan PI yang &epat, tepat, adil dan murah hanyalah utopia.

    emikian pula dalam hal upaya hukum dalam No. 2 ahun 200( pada dasarnya hanya

    mengenal kasasi pada %ahkamah !gung sebagai satu3satunya upaya hukum terhadap putusan

    PI pada Pengadilan Negeri. $emangatnya, PI memanglah diran&ang untuk sistem peradilanyang &epat, tepat, adil dan murah, untuk mengoreksi sistem P(#P(P yang tidak e4isien dan tidak 

  • 8/15/2019 Catatan Otokritik Tentang Pengadilan Hubungan Industrial

    3/4

    memiliki kepastian hukum +lihat pendahuluan-.

    $e&ara teknis, Pasal 10 s#d 112 No. 2 ahun 200(, mengatur tentang bagaimana upaya

    hukum itu dilakukan oleh para pihak. Pasal 111 No. 2 ahun 200( mengatur bah'a 7 9$alah

    satu pihak atau para pihak yang hendak mengajukan permohonan kasasi harus menyampaikanse&ara tertulis melalui sub kepaniteraan PI pada PN setempat:. ?ebih lanjut, Pasal 112 No.

    2 ahun 200( mengatur bah'a 7 9$ub kepaniteraan PI pada PN dalam 'aktu selambat3

    lambatnya 1( +empat belas- hari kerja terhitung sejak penerimaan permohonan kasasi harus

    sudah menyampaikan berkas perkara kepada 8etua %ahkamah !gung:.

    !kan tetapi bias dari Pasal 5) No. 2 ahun 200(, upaya hukum atau perla'anan dalam PItelah berkembang menjadi konstruksi hukum yang sedemikian luas terhadap PI sebagaimana

    terkandung dalam hukum a&ara perdata umum +I># >6g atau >-, sebagai berikut 7

    1. @erAet, yakni upaya hukum terhadap putusan erstek yang dijatuhkan tanpa hadirnya tergugat

    +Ps. 125 ayat +- jo. 12 I> # Ps. 1( ayat +- jo. 15 >6g-. +$udikno %ertokusumo7 200", 22-2. Prorogasi, yakni pengajuan suatu sengketa berdasarkan suatu persetujuan kedua belah pihak

    kepada hakim yang sesungguhnya tidak ber'enang memeriksa sengketa tersebut, yaitu kepada

    hakim dalam tingkat peradilan yang lebih tinggi. $udikno %ertokusumo7 200", 2"-. 8asasi, yakni pembatalan putusan atas penetapan pengadilan3 pengadilan dari semua

    lingkungan peradilan dalam tingkat peradilan terakhir. +Pasal 2,0 No. 5 ahun 200(

    tentang %ahkamah !gung-. +$udikno %ertokusumo7 200", 2-(. Peninjauan kembali +>eBuest &iiel-, yakni peninjuan kembali terhadap suatu putusan perkara

     perdata yang telah mendapat kekuatan hukum yang tetap karena adanya perkembangan baru

    yang sebelumnya tidak diketahui oleh hakim. +%i&hael >. Purba7 2007 "-5. Perla'anan Pihak 8etiga +erdenerAet-, yakni bantahan dari pihak ketiga yang terkena

     penyitaan. +%i&hael >. Purba7 200711-

    $elain itu, ada juga jenis perla'anan hukum lain berupa perla'anan terhadap eksekusi oleh

     pihak ketiga yang tidak hanya dapat dilakukan atas dasar hak milik, akan tetapi juga dilakukan

    atas dasar hak3hak lainnya seperti hak pakai, 6, , hak tanggungan, hak se'a, dll.+ !nonim, Pedoman eknis !dministrasi dan eknis Peradilan Perdata mum dan Perdata

    8husus +6uku II-, %ahkamah !gung >I, Dakarta, 200), al. 101-

    $atu &atatan penting, bah'a terbukanya ruang untuk melakukan berbagai bentuk upaya hukum #

     perla'anan hukum terhadap putusan PI pada PN maupun PI pada %ahkamah !gung, tentusaja semakin memperpanjang proses penyelesaian perkara dan semakin menjauhkan hakekat PI

    tentang sebuah peradilan yang &epat, tepat, adil dan murah.

    III. Penutup

    ulisan ini tentu saja sangat diharapkan mampu sebagai media untuk mengeksplor gagasan /gagasan kritis kita terutama dalam merespons persoalan PI se&ara konkrit. ukum a&ara PI

    adalah persoalan yang bersi4at struktural dan untuk mengamandemen atau merubahnya bukanlah

    otoritas kita. etapi, di antara ruang yang tersedia barangkali ada sisi yang seke&il apapun dapatmempertimbangkan rasa keadilan. %engutip 4ilsa4at hukum klasik bah'a 7 9sebaik apapun

  • 8/15/2019 Catatan Otokritik Tentang Pengadilan Hubungan Industrial

    4/4

    hukum sangat tergantung pada pelaksananya:, akhirnya semoga tulisan ini berguna bagi kita

    semua.

    erima kasih.Penulis adalah akim !d o& PI pada PN %edan.

    a4tar >e4erensi

    1. ata perkara PI, 8epaniteraan PI pada PN. %edan, %ei 2010

    2. ata perkara PI, 8epaniteraan PI pada PN. %edan, %ei 2010-

    . $udikno %ertokusumo, ukum !&ara Perdata Indonesia, Penerbit ?iberty, Dogyakarta, 200",(. %i&hael >. Purba, 8amus ukum Internasional, Eidyatamma, Dakarta, 200

    5. !nonim, Pedoman eknis !dministrasi dan eknis Peradilan Perdata mum dan Perdata

    8husus +6uku II-, %ahkamah !gung >I, Dakarta, 200), al. 101