Upload
nissa-adelia
View
37
Download
13
Embed Size (px)
DESCRIPTION
catatatan sejarah
Citation preview
Mata Kuliah : Sejarah Sosial Politik Indonesia
Dosen : Dra. Soelistyati IG
Suci Lestari Yuana, SIP
Tanggal 23 Agustus 2010
KONTRAK BELAJAR
1) Toleransi keterlambatan 15 menit.
2) Sanksi keterlambatan, membawa permen untuk seluruh peserta kelas (berlaku setelah
puasa).
3) Ketua kelas (Ahmad Ridwan) bertugas mencatat peserta kelas yang terlambat.
4) Sistem penilaian :
Tugas mandiri dan kelompok (makalah) senilai 20%.
Diskusi (setelah mid-semester) senilai 20%.
Ujian tengah semester senilai 30%.
Ujian akhir semester senilai 30%.
SILABUS
Mata kuliah Sejarah Sosial Politik Indonesia merupakan mata kuliah wajib fakultas,
diberikan pada semester satu. Kuliah ini akan mengkaji secara komprehensif dan konstruktif
rangkaian momentum-momentum yang menjadi proses nation-building Indonesia.
Materi perkuliahan selama satu semester ini akan dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1) Sejarah Sosial Politik Indonesia sebagai sejarah besar.
2) Sejarah Sosial Politik Indonesia kaitannya dengan jurusan Ilmu Hubungan Internasional.
Tujuan kuliah ini:
1) Mengantarkan mahasiswa untuk memahami momentum sosial politik dalam gerak sejarah
Indonesia.
2) Memahami bahwa momentum tersebut memberi kontribusi pada ke-Indonesia-an dewasa
ini.
3) Memahami implikasinya pada sejarah diplomasi dan politik luar negeri Indonesia dalam
lingkungan pergaulan internasional.
Ruang lingkup:
Bagian 1:
1) Indonesia pra-Islam, Indianisasi-Cinaisasi.
2) Zaman modern. Kedatangan Islam. Kedatangan orang-orang Eropa.
3) Pembentukan negara jajahan. Pola eksploitasi dan implikasi.
4) Politik etika sebagai politik penjajahan baru:
a) Politik etis.
b) Implikasinya.
c) Kebangkitan nasional.
d) Perjuangan menjadi suatu bangsa.
5) Periode kemerdekaan sampai demokrasi terpimpin:
a) Periode revolusi.
b) Pembentukan tentara.
c) Penataan partai.
d) Demokrasi terpimpin.
6) Orde baru dan politik transisi:
a) Orde baru.
b) Gerakan reformasi.
c) Politik transisi.
Bagian 2:
1) Sejarah diplomasi Indonesia dan awal politik luar negeri Indonesia.
2) Persetujuan Linggarjati.
3) Persetujuan Renville.
4) Konferensi meja bundar.
5) Perebutan Irian Barat.
6) Masalah Timor Timur.
7) Amandemen konstitusi.
8) Isi-isu kontemporer dalam politik luar negeri Indonesia.
INDONESIA PRA-ISLAM
INDIANISASI DAN CINAISASI
Periode kehadiran bangsa India dan China yang datang ke Nusantara dianggap sebagai
periode Pra-Modern. Sumber utama informasi, yaitu prasasti dan kitab-kitab. Pelopor periode ini
adalah Raffles melalui bukunya, “The History of Java”.
Periode Indianisasi bertumpuk dengan cerita tentang Cinaisasi. Kajian yang memusatkan
diri pada periode ini disebut sebagai Indiologi karena semua naskah peninggalan periode
menggunakan bahasa dan huruf India, pengaruh dari Mahabrata.
Periode Indianisasi diidentifikasi sebagai proses, “Mutasi pertama Nusantara”. Proses
Indianisasi berlangsung melalui perdagangan.
Dampak proses Indianisasi:
1) Kehadiran agama Hindu.
2) Kerajaan Mulawarman dan Tarumanegara.
3) Pembukaan hutan di Jawa untuk tanaman produksi.
4) Penanggalan dan penghitungan tahun Saka.
5) Penggunaan bahasa Jawa kuno.
Tanggal 30 Agustus 2010
ZAMAN MODERN
KEDATANGAN ISLAM DAN KOLONIALISME AWAL
Kedatangan Islam merupakan pijakan penting dalam sejarah sosial politik Indonesia.
Mengenai mengapa, kapan dan bagaimana penduduk Indonesia mulai menganut Islam telah
menjadi perdebatan antara para ilmuwan. Tidak ada kesimpulan yang pasti. Kedatangan Islam
menjadi penting bagi sejarah sosial politik Indonesia karena Islam mempunyai tradisi baca tulis
yang sangat kuat sehingga proses dokumentasi dan kegiatan yang terjadi pada zaman tersebut
mudah dipahami.
Aspek yang penting dalam Islam di Indonesia adalah terdapatnya variasi tradisi keagamaan
yang sangat tinggi. Ada pola kehidupan keagamaan yang lunak dan ada pola kehidupan keagaaman
yang keras. Islam di Indonesia juga mengenal tradisi Sufi yang mistik melalui kegiatan tarekat yang
dianggap tidak sesuai dengan kitab suci Al-Quran. Hal ini disebut bid'ah. Tradisi ini dianggap
merupakan penyebab kemunduran Islam. Hal ini kemudian menimbulkan kelahiran gerakan
pembaharuan yang timbul pada awal abad XIX berpusat di Kairo dengan tokoh Muhammad Abdul
Jamal, Din Al-Afghani, dan Muhammad Rasyid Rida. Gerakan pembaharuan Islam yang dikenal
dengan sebutan gerakan “Modernis” membawa kembali Islam ke Al-Quran dan Sunnah Rasul. Di
Indonesia, gerakan ini membawa implikasi panjang pada bangunan perpolitikan sampai dewasa ini.
Variasi Islam di indonesia menjadi semakin banyak. Tokoh pembaharuannya KH Ahmad Dahlan
mendirikan organisasi Islam modern, Muhammadiyah.
Hal ini ditanggapi oleh golongan “Tradisionalis” yang berbasis pesantren dengan tokoh
Hasyim Asyari, kemudian mendirikan Nahdlatul Ulama pada tahun 1926. Selanjutnya pada tahun
1980-an muncul Islam “Skriptualis” yang semenjak kelahirannya, kelompok ini berkembang pesat
di Indonesia yang dimotori oleh kelompok Ikhwanul Muslimin yang berpusat di Mesir dengan
tokoh utama Hasan Al-Banna. Di Indonesia, aliran Islam ini terwujud dalam gerakan Islam yang
terwadahi dalam Partai Keadilan Sejahtera.
Variasi Islam memperlihatkan berlangsungnya proses adaptasi penyesuaian aturan nilai-nilai
keagamaan yang dianggap universal dengan kondisi lokal. Oleh karena itu, maka Islam di Indonesia
menjadi berbeda dengan Islam yang ada di tempat kelahirannya, Timur Tengah. Pola keagamaan
Islam di Indonesia tidak tunggal. Keanekaragaman Islam ini sejatinya terkait dengan orientasi
politik masing-masing kelompok. Islam “Abangan” dikenal sebagai pendukung mayoritas partai
yang beraliran nasionalis.
Pengaruh kedatangan Islam di Indonesia menyebabkan perubahan mendasar dalam
kebiasaan dan praktek sosial masyarakat antara kawin, khitanan, nama dan pemakaman.
KEDATANGAN ORANG EROPA KE INDONESIA DAN DAMPAKNYA
Bangsa Eropa yang pertama datang ke Indonesia yaitu Spanyol dan Portugis kemudian
Belanda, Perancis, dan Inggris.
Penjajah di Nusantara yang berasal dari Eropa adalah bangsa Portugis, Belanda, Perancis,
dan Inggris. Awalnya orang-orang Eropa yang datang ke Indonesia yaitu para pedagang. Nusantara
memiliki rempah-rempah sebagai barang berharga untuk keperluan Eropa pada waktu tersebut.
Aktivitas berdagang kemudian berubah menjadi aktivitas menjajah. Implikasi pembangunan tidak
hanya pada terbangunnya pra-sarana fisik tetapi juga pada efek kultural. Pembangunan jalan raya
memperlancar transportasi dan komunikasi, meningkatkan volume perdagangan, selanjutnya
menciptakan identitas baru, pola hidup baru dan akhirnya menjadi formasi awal ke-Indonesia-an
yang meliputi kesatuan ekonomi, kesatuan politik, dan kesatuan identitas.
Empat bangsa yang hadir di Nusantara memiliki kebijakan yang berbeda yang kemudian
mempengaruhi dinamika Nusantara:
1. Bangsa Portugis:
Hadir pertama kali di Nusantara merupakan kolonial yang paling lemah.
2. Bangsa Belanda:
Hadir di Nusantara awalnya sebagai pedagang. Pola dagang dibentuk dalam wadah VOC,
bermarkas di Amsterdam, dikelola oleh dewan yang terdiri dari 17 pengusaha yang disebut
“Heeren Zeventien”. Kekuatan VOC sangat kuat di pesisir, khususnya di kota-kota.
3. Bangsa Perancis-Belanda:
Raja Belanda, Louis Napoleon mengirim HW Daendels untuk menjadi gubernur Jenderal di
Batavia dalam rangka memperkuat pertahanan Jawa sebagai basis melawan Inggris di
Samudera Hindia. Kebijakan Daendels bersifat “Inward looking”, yaitu kebijakan ke
pedalaman dengan membangun jalan raya Anyer-Panarukan dengan cara kerja paksa.
Kehadiran Daendels sebagai wakil pemerintah Perancis kurang lebih tiga tahun, dampaknya
mewarnai sejarah sosial politik Nusantara. Implikasi pembangunan jalan raya telah
menghubungkan kota-kota pesisir utara Jawa, memfasilitasi distribusi dan komersialisasi
hasil perdagangan dan merupakan bibit awal gerakan nasionalisme (kesatuan politik).
4. Bangsa Inggris:
Perang antara Inggris dan Perancis di Eropa dimenangkan Inggris pada tahun 1811.
Kekalahan Belanda juga terjadi di Nusantara yang dipimpin oleh Letnan Gubernur Inggris,
Sir Thomas Stanford Raffles (1811-1816). Prinsip pemerintahannya sangat ideal, pencapaian
kesejahteraan rakyat dan kekuasaan negara tidak mungkin bertahan dengan cara pemerasan
terhadap rakyatnya, namun kebijakan ini sulit dilakukan karena:
Dalam masyarakat tidak ada unsur yang memungkinkan prinsip ini dilakukan.
Pengetahuan Raffles tentang Nusantara kurang memadai. Raffles membagi pulau
Jawa dalam keresidenan dan memperkenalkan “Land rent” (pajak tanah) sebagai
sumber pendapatan. Negara Inggris berhasil melaksanakannya di India, tapi tidak di
Nusantara.
Dampak kehadiran orang Eropa terhadap struktur politik di Indonesia adalah pembentukan
“Hindia-Belanda”. Berbagai perang yang berkecamuk sebagai akibat langsung dari perlawanan
menentang kolonialisme dan penundukkan peperangan oleh pemerintah penjajah telah menunjang
penyatuan Nusantara.
Tanggal 6 September 2010
PEMBENTUKAN NEGARA JAJAHAN DAN POLITIK EKSPLOITASI
Pembentukan negara jajahan ada kaitannya dengan perkembangan internasional yang
membawa pengaruh dalam perkembangan pemerintahan di Hindia Belanda. Revolusi Februari 1948
yang melanda Eropa dimotori oleh kelompok pedagang dari kalangan borjuis. Revolusi tersebut
berhasil menggulingkan monarki, sehingga memunculkan kelas pedagang sebagai aktor baru dalam
kancah perpolitikan di Eropa.
Semangat revolusi juga melanda Belanda. Hasilnya yaitu, dikeluarkan serangkaian
kebijakan yang intinya yaitu memberi tempat dan kesempatan pada kalangan pedagang untuk
berperan dalam semua bidang: ekonomi, sosial, dan politik. Undang-undang tahun 1848 mengubah
status Belanda dari bentuk monarki absolut menjadi monarki konstitusional, juga diberlakukan
prinsip liberalisme, yaitu prinsip yang berpihak pada kaum liberal dengan pembatasan kekuasaan
pemerintah, penegakan HAM dan kebebasan berusaha bagi semua orang.
Semangat liberalisme dalam bidang ekonomi dan politik yaitu, penerpan prinsip
individulisme dan kebebasan membawa pengaruh pada tanah jajahan yaitu dalam pengelolaan tanah
jajahan. Maka dimulailah keberlangsungan swastanisasi. Aset tanah jajahan yang dimiliki oleh
kerajaan menjadi berkurang. Program liberalisasi tanah jajahan memiliki dampak serius dalam
kehidupan masyarakat jajahan. Pengerukan SDA di Hindia Belanda menyebabkan kemiskinan dan
peningkatan jumlah penduduk. Peningkatan jumlah penduduk tersebut disebabkan karena antara
lain ditemukannya kina untuk obat malaria dan perbaikan kesehatan lingkungan. Dampaknya ada
dalam dua bidang, yaitu bidang administrasi dan bidang politik eksploitasi.
BIDANG ADMINISTRASI
Hindia Belanda tidak lagi milik raja, akan tetapi menjadi milik parlemen, dengan mayoritas
anggota berasal dari kelompok pedagang. Karena merupakan anggota parlemen maka mereka turut
terlibat dalam pengambilan keputusan kebijakan. Hasilnya, lahir Regerings Regle, yaitu undang-
undang tentang negeri jajahan. Salah satu isinya yaitu pengaturan penduduk di Hindia Belanda yang
dilakukan dengan pengelompokkan berdasarkan asal-usul. Maka terdapat dua golongan, yaitu Eropa
dan Bumiputera. Selanjutnya muncul golongan ketiga yaitu orang asing yang berasal dari luar
Eropa. Kebijakan ini bersifat diskriminatif terhadap masyarakat pribumi yang mendorong
penggumpalan identitas masyarakat kolonial yang melalui jangka panjang menyuburkan bibit
nasionalisme.
BIDANG POLITIK EKSPLOITASI
Kelompok liberal turut ambil bagian dalam pengerukan SDA di Hindia Belanda. Mereka
mendapat fasilitas dari kerajaan negara melalui kebijakan tanam paksa, culturstelsel, kopi, teh, tebu.
Implikasinya melanggar HAM, sedangkan dampak samping dari tanam paksa adalah:
1. Kerjasama para petugas kolonial dengan penduduk lokal, membawa mereka pada usaha
untuk memahami karakter tanah jajahan. Bahasa Melayu mulai dipelajari secara luas.
2. Sistem tanam paksa dan pengelolaan oleh kelompok swasta lambat alun secara perlahan
menciptakan sistem administrasi di seluruh Nusantara. Selanjutnya, berkulminasi pada
pembentukan Hindia Belanda sebagai kesatuan administrasi.
3. Berlangsungnya pergeseran wilayah eksploitasi dari Jawa keluar Jawa. Daerah luar Jawa
mempunyai SDA yang jauh lebih berharga daripada Jawa sehingga dapat menyumbang
lebih besar pada kas negara penjajah. Namun, daerah tersebut tidak mendapat perhatian
dalam hal pembangunan (inilah yang merupakan awal mula ketimpangan Jawa dan luar
Jawa).
4. Perluasan fokus keluar Jawa mendorong kajian untuk mencari hasil SDA strategis, minyak
bumi ditemukan tahun 1892, timah tahun 1852 di pulau Bangka Belitung. Perkebunan
dibuka di Sumatera dan Kalimantan.
5. Perkembangan baru diluar Jawa tersebut kemudian menciptakan komunitas-komunitas baru.
Tanggal 20 September 2010
POLITIK ETIKA SEBAGAI POLITIK PENJAJAHAN BARU DAN LANGKAH MENUJU
KEBANGKITAN NASIONAL
Politik etika, edukasi, emigrasi, irigasi. Implikasi gagasan pada formasi politik Indonesia.
Gerakan nasionalisme.
Budi Utomo.
Politik etika didasari dua motivasi, yaitu:
1. Motivasi kemanusiaan, politik balas budi. Ada tiga program:
Pendidikan.
Implikasi dari program pendidikan:
Lahirnya lapisan terdidik di Hindia Belanda.
Jumlah sekolah meningkat.
Jenis sekolah meningkat.
Siswa yang masuk sekolah meningkat.
Transmigrasi:
Implikasi program transmigrasi:
Perpindahan penduduk guna menyeimbangkan persebaran penduduk antara Jawa dan
luar Jawa. Juga untuk tenaga kerja pada perkebunan.
Pengairan:
Pembentukan sistem irigasi untuk meningkatkan produksi pertanian.
2. Motivasi ekonomi, pelaksanaan politik etika tidak terlepas dari kepentingan negara penjajah
karena:
Kemakmuran rakyat Indonesia berarti kemampuan membeli hasil industri tekstil
Belanda.
Perbaikan kesehatan berarti mendapatkan tenaga kerja yang sehat dan murah.
Pendidikan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pegawai.
Transmigrasi keluar Jawa dimaksudkan untuk memperoleh tenaga kerja.
Pembangunan jalan untuk mempermudah pengawasan kepedalaman.
Dampak politik pendidikan dan perkembangan sosial politik:
1. Kelahiran organisasi politik Budi Utomo pada tahun 1908. Pembentukan kelas-kelas di
masyarakat antara yang kaya dan miskin yang memiliki kekuasaan kultur seperti golongan
Priyayi atas dan golongan Priyayi bawah.
2. Dari segi politik, menguatnya pendidikan telah menciptakan kelompok intelegensia yang
kemudian menjadi motor bagi kelahiran organisasi politik seperti Sarekat Dagang Islam.
Teknik pengorganisasiannya tergolong modern, yaitu melalui media masa, antara lain
Medan Priyayi, Saratomo, dan lain-lain. Juga aksi boikot dan aksi mogok.
3. Kemunculan partai modern, antara lain Indische Partij pada tahun 1912 dengan tokoh
Douwes Dekker.
LANGKAH MENUJU KEBANGKITAN NASIONAL DAN PERJUANGAN INDONESIA
MENJADI BANGSA
Langkah menuju kebangkitan nasional Indonesia menjadi sebuah bangsa dilatarbelakangi
oleh perkembangan ekonomi politik yang terjadi baik di Hindia Belanda sendiri maupun ditingkat
global disebut sebagai zaman modal. Menurut Shiraishi, 2005. Zaman modal dibagi dalam dua
periode:
1. Zaman modal pertama diawali dengan UU Agraria tahun 1870. Isinya:
Mengembalikan tanah milik individual pada Bumiputera.
Mengatur bahwa tanah individual dapat disewakan untuk perkebunan.
Efeknya memunculkan berdirinya perkebunan tebu untuk gula. Selanjutnya, terbangunnya
jalur baru rel kereta api Semarang-Yogya-Solo. Lahirnya Sarekat Dagang Islam.
2. Zaman modal kedua ditandai dengan adanya temuan teknologi yaitu, alat (canting) dan
metode pembuatan batik (cap). Dengan temuan tersebut, mengakibatkan peningkatan
produksi batik, meluasnya sentra-sentra pembatikan di Solo dan sekitarnya. Lahir tokoh-
tokoh pergerakan. Antara lain Tirto Adisoerjo, Semaoen, Tjokroaminoto, dan Douwes
Dekker.
Tanggal 27 September 2010
PERIODE KEMERDEKAAN SAMPAI DEMOKRASI TERPIMPIN
A. Pendudukan Jepang
Pendudukan Jepang selama 3,5 tahun merupakan salah satu periode yang paling menentukan
dalam sejarah sosial-politik Indonesia. Di seluruh Indonesia, Jepang mempolitisasi bangsa
Indonesia sampai pada tingkat desa. Dampaknya sangat kuat dalam formasi negara:
1. Pembentukan Keibodan, Seinendan, Heiho, PETA, dan lain-lain. Pengenalan baris-berbaris
yang membawa pengaruh pada proses pembentukan tentara Indonesia.
2. Pelibatan orang Indonesia secara langsung sampai ke desa-desa dalam bentuk mobilisasi.
3. Pembentukan “Tonan Gumi” yaitu sistem sel yang terdiri dari 10-12 kelompok-kelompok
keluarga yang dibentuk dengan tujuan mobilisasi, doktrinasi, dan kontrol.
B. Periode Revolusi
Kepergian Jepang dari Hindia Belanda menandai periode yang paling dinamik dalam sejarah
Indonesia yaitu periode Revolusi yang ditandai dengan stagnasi. Ketiadaan pemerintahan
merupakan salah satu ciri periode transisi.
C. Pembentukan Tentara dan Penataan Partai
Pada waktu kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan pada 17 Agustus 1945, maka
ada dua hal yang amat penting yang dialami oleh bangsa Indonesia yang kemudian membawa
pengaruh pada format perpolitikan Indonesia:
1. Pembentukan tentara pada awal kemerdekaan.
Elemen korp keamanan nasional yaitu tentara mengalami friksi internal yang luar biasa.
Akar masalah bersumber pada pendefinisian tentang siapa yang dapat disebut sebagai TNI.
Paska kemerdekaan, ada komponen keanggotaan TNI, yaitu:
Elemen laskar rakyat yang dididik dan dipersenjatai oleh Jepang. Laskar tersebut
memiliki pengaturan organisasi yang bersifat menyebar dan tidak terstruktur, tidak
terlatih profesional. Tokohnya, almarhum Jenderal Sudirman.
Kelompok tentara profesional, yaitu kelompok orang yang dilatih khusus belajar
ketentaraan secara profesional dibawah asuhan pemerintah kolonial. Taat terhadap
aturan dan disiplin tinggi, memiliki prinsip struktur hirarki dan pengawasan yang
jelas. Tokohnya, AH Nasution dan Jenderal TB Simatupang.
2. Penataan partai politik.
Paska kemerdekaan, maklumat pemerintah No. X dikeluarkan pada Oktober 1945 oleh
Mohammad Hatta. Isinya tentang pembentukan partai politik. Partai politik merupakan
mekanisme yang dibentuk sebagai pelembagaan konflik. Hal itu merupakan pelembagaan
secara formal partai politik di Indonesia paska kemerdekaan. Kemudian membawa implikasi
pada sistem tata kenegaraan Republik Indonesia dari sistem presidensial menjadi
parlementer.
D. Demokrasi Terpimpin
Ciri-ciri periode ini:
1. Dominasi Presiden.
2. Terbatasnya peranan partai politik.
3. Berkembangnya pengaruh komunis.
4. Meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial-politik.
Pada periode tersebut, banyak tindakan yang menyimpang dari UUD 1945. Almarhum
Presiden Soekarno membubarkan DPR dan hasil pemilu. Sedangkan DPR-GR yang menggantikan
DPR, ditonjolkan peranannya sebagai pembantu pemerintah. Sedangkan fungsi kontrol ditiadakan.
Pimpinan DPR dijadikan menteri dan dengan demikian ditekankan fungsinya sebagai pembantu
presiden disamping fungsi sebagai wakil rakyat.
Berbagai tindakan pemerintah dilaksanakan melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sebagai
sumber hukum. Periode tersebut juga ditandai dengan terbentuknya Dewan Nasional yang terdiri
dari 41 wakil ”Gol fungsional” seperti pemuda, kaum tani, kaum buruh, wanita, cendikiawan, dan
lain-lain. Konsep ini kemudian ditiru Golongan Karya yang membentuk Sekretariat Bersama pada
periode awal Orde Baru.
Situasi Internasional
Akhir November 1957 terjadi ketegangan politik luar negeri Indonesia. PBB tidak berhasil
mengesahkan resolusi yang menghimbau agar Belanda menyelesaikan masalah Irian Barat (hasil
pokok konferensi meja bundar). Kegagalan tersebut menyebabkan ledakan radikalisme anti-Belanda
yang dikobarkan oleh Bung Karno. Para buruh PKI mengambil alih perusahaan-perusahaan dan
kantor-kantor dagang Belanda. Perusahaan pelayaran Belanda (KPM) termasuk perusahaan yang
disita sehingga melumpuhkan pelayaran antar pulau yang semakin memperbesar ketidakpuasan di
daerah. Nasution memerintahkan agar tentara mengelola perusahaan-perusahaan tersebut
(nasionalisasi). Hal ini merupakan awal keterlibatan tentara dalam bidang ekonomi, menjadikan
tentara, khususnya angkatan darat sebagai salah satu kekuatan ekonomi penting di Indonesia dan
kemudian memperkuat posisi angkatan darat terhadap angkatan yang lain. Hal ini kemudian
dilegitimasi sebagai konsep dwi fungsi ABRI.
Situasi Politik Nasional
Gerakan ketidakpuasan dari daerah bermunculan selama bulan Desember 1957-1959.
Puncaknya yaitu gerakan Lubis. Husein mendirikan PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik
Indonesia) di Bukittinggi. Gerakan Permesta yang berpusat di Manado bergabung dengan PRRI
menjadi PRRI-Permesta yang mendapat dukungan dan bantuan dari Amerika yang cemas dengan
perkembangan PKI. Gerakan tersebut dibalas pemerintah Jakarta dengan mengebom instalasi PRRI
di Padang, Bukittinggi dan Manado pada akhir Februari 1958.
Dampak internasional pergerakan ini yaitu rusaknya hubungan Indonesia-Amerika Serikat.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat mengecam. Dampak internal yaitu hancurnya PRRI telah
membantu menyederhanakan politik militer Indonesia. Perwira militer yang membangkang
dikeluarkan dari urusan militer. Dampak psikologisnya sangat besar yaitu bahwa Masyumi dicap
sebagai pengkhianat. Pemberontakan tersebut merupakan langkah awal yang penting karena
menempatkan pulau Jawa unggul atas pulau-pulau lain di luar Jawa.
Tanggal 4 Oktober 2010
ORDE BARU, KERUNTUHAN DAN POLITIK TRANSISI
A. Orde Baru
Pada bulan April 1966, dilancarkan gerakan kembali ke UUD 1945 secara murni dan
konsekuen yang kemudian mendapat bentuk sebagai orde baru untuk menggantikan orde lama.
TAP/MPRS/1966 berisi pencabutan TAP/III/MPRS/1963 yang berisi pengangkatan Soekarno
sebagai presiden seumur hidup. TAP/XII/MPRS/1966 berisi pemberian kekuasaan kepada Jenderal
Soeharto untuk membentuk kabinet Ampera dengan tujuan pokok Dwi Dharma dan program Catur
Karya. Yang dimaksud dengan Dwi Dharma yaitu kestabilan politik dan kestabilan ekonomi.
Sedangkan Catur karya meliputi:
1. Memenuhi pangan dan sandang.
2. Pemilu.
3. Politik luar negeri bebas-aktif.
4. Melawan kolonialisme.
Selanjutnya TAP/XXXIII/MPRS/1967 dinyatakan mulai berlaku 22 Februari 1967, isinya antara
lain yaitu mencabut kekuasaan negara dari Presiden Soekarno dan menetapkan Jenderal Soeharto
sebagai pejabat presiden.
Konfrontasi dengan Malaysia dihentikan dengan persetujuan tanggal 11 Agustus 1966 yang
kemudian diikuti dengan pemulihan hubungan diplomatik tahun 1967. Hubungan diplomatik
dengan Singapura juga dipulihkan. Indonesia aktif kembali sebagai anhgota PBB pada 28
September 1966. Indonesia masuk dalam KS Regional antara negara-negara Asia Tenggara:
Republik Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina dengan menandatangani Deklarasi
Bangkok bulan Agustus 1967 sehingga terbentuk ASEAN.
Selanjutnya, keluarlah Deklarasi Kuala Lumpur pada 27 November 1971 yang berisi Asia
Tenggara sebagai zona damai, bebas dan netral yang dikukuhkan dalam KTT ASEAN I di Bali pada
Februari 1976. Dengan pemilu 1971, maka untuk pertama kalinya Republik Indonesia memiliki
MPR tetap yang bersidang pertama kalinya pada Maret 1973 menghasilkan keputusan penting
antara lain yaitu TAP/X/MPR/1973 tentang pemilihan Jenderal Soeharto sebagai presiden RI dan
TAP/XI/MPR/1973 tentang pemilihan Sri Sultan Hamengkubuwono IX menjadi wakil presiden RI.
Ada dua unsur kehidupan politik orde baru:
1. Pemerintah orde baru mengendalikan keterlibatan rakyat dalam politik. Sebagai hasil,
pemilu sulit ditafsirkan sebagai ukuran pilihan rakyat.
2. Ada ketidaksepakatan politik yang penting yaitu organisasi Islam dianggap sebagai
semacam oposisi tidak resmi terhadap pemerintah.
B. Kehancuran Orde Baru
Jatuhnya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 telah mengakhiri rezim otoritarian selama
lebih dari 30 tahun. Wakil presiden BJ Habibie diangkat menjadi presiden. Pengangkatan ini
bersifat kontroversi karena:
1. Kedekatan hubungan antar Habibie dengan Soeharto. Hal tersebut membuat Habibie kurang
berani secara moral dan politik untuk mempersoalkan menempatkan Soeharto sebagai
sumber malapetaka ekonomi dan politik yang sedang dihadapi RI. Masalah
pertanggungjawaban Soeharto dilokasir menjadi masalah hukum dengan penerapan asas
praduga tak bersalah. Persoalan hukum butuh waktu dan prosedur yang panjang. Gerakan
reformasi saat itu menuntut pertanggungjawaban Soeharto secepatnya.
2. Persaingan antar faksi elit dengan Habibie. Persaingan merupakan warisan masa lalu yaitu
politik pecah belah Soeharton terhadap bawahannya.
3. Figur-figur yang menonjol pada kabinet Habibie merupakan figur lama sehingga
memjunculkan tanggapan yang kurang pas.
4. Kekritisan terhadap program liberalisasi politik.
C. Gerakan Reformasi
Pemicu maraknya tuntutan reformasi politik sejak pertengahan tahun 1977 adalah krisis
moneter dan ekonomi yang secara cepat melebar menjadi krisis politik dalam bentuk
menipisnya kepercayaan kepada rupiah, sistem ekonomi dan sistem politik.
IMF berperan aktif dalam merancang agenda reformasi ekonomi dan program yang ketat.
Berbagai bentuk keterlambatan serta ketidakakuratan pelaksanaanya membuat masyarakat
yakin bahwa sistem politik yang ada tidak mampu mendukung pelaksanaan reformasi.
Para pendukung reformasi yakin bahwa segala bentuk krisis yang dialami bangsa Indonesia
mempunyai akar yang mendalam kepada sistem kehidupan yang telah ditata dan
berlangsung selama tiga dekade terakhir.
D. Politik Transisi
Kalangan mahasiswa terus berunjuk rasa mengusulkan pemerintahan transisi dengan orang
yang duduk di dalamnya yaitu mereka yang bersih dari orde baru. Berbagai perangkat pemilu antara
lain UU disebut dalam beberapa bulan. Lahir UU No. 3 1999 tentang pemilu, disahkan oleh DPR
pada 28 Januari 1999. Pemilu dipercaya sebagai jalan paling memungkinkan oleh kelompok
berbasis masa kuat seperti PDI, PAN, PKB, dan lain-lain. Pemilu merupakan konsensus yang dapat
dicapai. Pemilu multi partai telah berlangsung pada tahun 1999, 2004, dan 2009.
Tanggal 11 Oktober 2010
SEJARAH DIPLOMASI INDONESIA DAN AWAL POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA
Sejarah Diplomasi Indonesia
Persetujuan Linggarjati yang ditandatangani 25 Maret 1947 dan persetujuan Renville yang
ditandatangani 17 Januari 1948 adalah hasil diplomasi. Dua persetujuan tersebut karena pentingnya,
disebut sebagai dua tonggak sejarah yang mempunyai arti penting dan menentukan dalam sejarah
diplomasi Indonesia. Kedua persetujuan tersebut berhasil dicapai karena adanya usaha penengah.
Untuk persetujuan Linggarjati yang menjadi penengahnya yaitu Lord Killearn dari Inggris.
Sedangkan persetujuan Renville, penengahnya adalah komite jasa baik dari PBB yang kemudian
diganti komisi tiga negara.
Persetujuan Linggarjati terdiri dari 17 pasal. Bagi Indonesia, keberatan utama terletak pada
pasal 8 yang menyatakan bahwa Ratu Belanda yang menjadi kepala Uni Indonesia-Belanda. Maka
timbullah suara pro dan kontra. Kelompok yang pro mempunyai alasan bahwa persetujuan tersebut
hasilnya lebih menguntungkan bagi Indonesia karena dengan pengakuan de facto, maka Indonesia
akan dapat menerobos blokade politik dan ekonomi Belanda. Indonesia dapat melaksanakan
hubungan luar negeri dengan negara-negara lain. Kelompok yang kontra sangat merisaukan tentang
masa peralihan, sedang masa peralihan ini akan menjadi langkah pertama penyelesaian sengketa.
Hasil nyata yang dapat dicapai persetujuan Linggarjati sesudah penandatanganan adalah
pengakuan yang mengalir terhadap Republik Indonesia.
Persetujuan Renville
Alasan Republik Indonesia menerima persetujuan Renville adalah:
1. Persediaan amunisi menipis.
2. Ada kepastian bahwa kalau Republik Indonesia menolak, maka Belanda akan melancarkan
serangan yang lebih dahsyat.
3. Komisi tiga negara menyatakan bahwa tidak menjamin DK-PBB dapat menolong.
Atas dasar tersebut Republik Indonesia terpaksa menerima persetujuan Renville yang terdiri sari
tiga naskah, yaitu:
1. Persetujuan gencatan senjata yang antara lain berisi ketentuan diterimanya garis demarkasi
Van Mook.
2. Dasar-dasar politik Renville (Renville Principles) yang pada pokoknya berisi kesediaan
kedua belah pihak untuk menyelesaikan pertikaian mereka dengan jalan damai dan dengan
bantuan komisi tiga negara. Terdiri dari 12 pasal.
3. 6 pasal tambahan dari komisi tiga negara yang antara lain berisi ketentuan bahwa kedaulatan
atas Indonesia tetap ditangan Belanda selama masa peralihan sampai kemudian kedaulatan
diserahkan kepada RIS.
Naskah 1 dan 2 ditandatangani pada 17 Januari 1948 dan naskah 3 pada 19 Januari 1948.
Dengan tercapainya persetujuan Renville maka perselisihan Indonesia-Belanda diselesaikan
dengan jalan damai melalui perundingan. Atas tercapainya persetujuan tersebut, Graham memberi
komentar “From the bullet to the ballot”, yang artinya “dari peluru ke pemungutan suara, dari
peperangan ke penentuan pendapat rakyat”.
Sementara itu bagi Republik Indonesia, persetujuan itu berarti kesempatan yang lebih baik
untuk membina kembali kekuatan militernya. Timbulnya simpati dunia yang makin besar karena
Republik Indonesia selalu bersedia menerima petunjuk komisi tiga negara yang mewakili PBB serta
selalu menunjukkan sikap yang cinta damai. Penerimaan persetujuan Republik Indonesia tidak
dapat diartikan bahwa Republik Indonesia menyerahkan daerah-daerah yang diduduki Belanda
dalam agresi pertama. Karena di daerah tersebut akan diselenggarakan pemungutan suara. Dalam
keadaan normal, Republik Indonesia yakin bahwa pemungutan suara akan dimenangkan oleh
Republik Indonesia.
DASAR POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA DAN ASAL MULA RUMUSAN HALUAN
BEBAS-AKTIF
A. Dasar Politik Luar Negeri Indonesia
Dasar landasan politik luar negeri Indonesia yaitu Pancasila dan UUD 1945.
B. Tujuan
Tujuan politik luar negeri Indonesia adalah “Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial” seperti yang dirumuskan dalam
alinea 4 pembukaan UUD 1945.
C. Watak dan Sifat
Sifat politik luar negeri Indonesia adalah anti-kolonialisme, anti-imperialisme dalam segala
bentuk dan manifestasinya (alinea 1 pembukaan UUD 1945).
Dalam maklumat pemerintah 1 November 1945 yang ditandatangani wakil presiden
Mohammad Hatta, dijabarkan beberapa pemikiran tentang berbagai persoalan luar negeri Indonesia,
yaitu:
1. Bahwa Republik Indonesia menyutujui Atlantic Charter yang mengakui hak (Indonesia)
menentukan nasib sendiri bagi setiap bangsa di dunia.
2. Bahwa Republik Indonesia menjunjung tinggi piagam PBB dan akan berusaha menjadi
salah satu anggotanya yang baru.
3. Bahwa berdasarkan konstitusi Indonesia serta berpegang pada 2 piagam internasional diatas,
maka Indonesia menolak kembalinya kolonialisme Hindia Belanda.
4. Bahwa Belanda akan melanggar kedua piagam internasional itu apabila akan menggunakan
kekerasan senjata dalam usaha restorasi kolonialnya, Indonesia akan melawan mati-matian.
5. Bahwa Republik Indonesia akan bekerja sama dengan semua bangsa di dunia, khususnya
dengan Australia, Filipina, dan Amerika.
Rumusan Politik Luar Negeri Bebas-Aktif
Formulasi haluan politik luar negeri yang bebas-aktif mengandung unsur:
Anti-kolonialisme.
Pro-kemerdekaan.
Pro-perdamaian.
Tidak mengikatkan diri kepada salah satu blok.
Kerja sama atas dasar hidup berdampingan secara damai.
Politik luar negeri bebas-aktif bukan merupakan politik netral, tetapi:
Bebas:
Bertindak menentukan penilaian dengan sikap sendiri terhadap permasalahan dunia dan
bebas dari keterikatan pada salah satu blok kekuatan di dunia beserta persekutuan
militernya.
Aktif:
Aktif dan konstruktif berusaha berpartisipasi pada tercapainya perdamaian, keadilan, dan
persahabatan yang saling menguntungkan.