49

cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

  • Upload
    revliee

  • View
    1.712

  • Download
    12

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)
Page 2: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

No :17 ,1980

Sel-sel otak dari cortex cerebri, yang di-sebut sel pyramidal berbentuk triangulardengan dendrit dan axonnya.

CerminDunia Kedokteran

lnternational Standard Serial Number : 0125 — 913X

Majalah triwulanditerbitkan oleh :Pusat Penelitian dan Pengembangan P.T. Kalbe Farma dandipersembahkan secara cuma-cuma.

Daftar isi

4 EDITORIAL

5 TO KO H K I TA : DR. OEN BOEN ING

ARTIKEL7 KEMATIAN OTAK (KO)

13 PENGOBATAN MENINGITIS TUBERKULOSA DENGAN GABUNGANPROTHIONAMIDE—INH, ETHAMBUTOL DAN STREPTOMYCIN

20 GANGGUAN PEREDARAN DARAH OTAK (CVA)26 SERANGAN ISCHAEMIA OTAK SEPINTAS LALU (SOS)

PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN

35 IMUNITAS SELULER DAN TERAPI RADIASI PADAPENDERITAAN KANKER

39 TITIK—TITIK TERANG DALAM PROFESI KEDOKTERANDI INDONESIA

43 SIFAT GOITROGENIK SINGKONG (MANIHOT UTILISSIMA)

46 RISET : DARAH BUATAN MENDEKATI KENYATAAN

47 RESENSI BUKU49 CATATAN SINGKAT50 HUMOR ILMU KEDOKTERAN54 KAMI TELAH MEMBACA UNTUK ANDA : Abstak-abstrak.

55 UNIVERSITARIA

Page 3: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

Daiam nomor ini Cermin Dunia Kedokteran tampii iagi dengan tema utama penyakit-penyakit dan gangguan-gangguan saraf/otak sebagai keianjutan dari edisi sebeiumnya.

Demikian banyak sumbangan karangan dari para ahii penyakit saraf yang teiahsampai ke meja redaksi, sehingga tak mungkin untuk memuatnya sekaiigus daiam satuterbitan.

Ini dapat dianggap sebagai suatu pertanda tentang banyaknya probiema daiam ca-bang iimu kedokteran ini yang cukup penting untuk diketahui oieh iain-iain teman seja-wat.

Seiain itu dalam nomor ini dapat dibaca juga:

• Pandangan seorang tokoh kesehatan yang cukup dikenai, yaitu Prof. Satrio tentang"mission sacre" (tugas muila) para dokter kita daiam masa transisi di Indonesia dewasaini, yang patut menjadi bahan renungan kita semua.

• Peneiitian apakah singkong sebagai bahan makanan pokok merupakan faktor pe-nunjang untuk timbuinya gondok di daerah-daerah endemik merupakan suatu tantanganyang cukup menarik.

• Kemajuan-kemajuan dalam imunologi sekarang ini memungkinkan untuk memo-nitor imunitas seiuier seorang penderita yang teiah menerima penyinaran sebagai terapiuntuk penyakit kankernya.

• Diiaporkan puia kemajuan daiam dunia riset kedokteran: darah buatan kini men-dekati kenyataan untuk pemakaian kiinik.

Redaksi.

Cermin Dunia Kedokteran nomor berikut akan mengambil tema :PENYAKIT/KELAINAN DARAH & PEMBULUH DARAH.

4 Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980

Page 4: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

TOKOH KITA

dr. Oen Boen lngDalam sejarah dunia kedokteran Indonesia telah lazim bilaseorang dokter menjadi menteri kesehatan. Akan tetapi jugapernah tampil seorang dokter sebagai menteri luar negeri,menteri penerangan, menteri riset, menteri pendidikan &kebudavaan.

Kali ini CDK menampilkan seorang dokter umum sebagaidokter yang oleh karena amalnya patut dibuat contoh/teladan,khususnya dalam keadaan dewasa ini di mana tindak tandukdan tingkah laku dokter mendapat sorotan yang cukup tajamdari masvarakat.

Dr. Oen Boen Ing, atau dr. Oen demikian masyarakat kotaSolo biasa memanggilnya, adalah seorang dokter umum. Se-benarnya tidak banyak hal yang menonjol pada dirinya. Diabukan seorang spesialis yang terkenal keahliannya; dia bukanseorang guru besar dari suatu universitas; dia juga bukan di-kenal karena kemampuannya memecahkan suatu masalah ke-sehatan masyarakat . Tetapi dalam satu hal dia dikenal olehsegenap masyarakat kota Solo : sifat sosialnya atau pengabdi-annya kepada masyarakat tanpa memikirkan kepentingan dirisendiri. Karena jasanya dalam pengabdiannya pada masyarakatinilah dia dianugerahi Tanda Kehormatan Satyalancana Kebak-tian Sosial oleh Bapak Presiden RI tahun 1976 yang lalu

Kehidupan dokter lulusan STOVIA ini hanya diwarnai olehsatu warna : bekerja, bekerja untuk masyarakat. Sampai tahun1976, dalam usia 74 tahun, dia mulai bekerja sekitar jam 3atau jam 4 pagi. Ketika hari masih gelap dan hawa masihdingin, pasien-pasien dari dalam kota Solo rnaupun dari desa-desa di sekitarnya sudah berkumpul di ruang prakteknya.Mereka memilih datang pada saat-saat itu dengan harapan

tidak perlu antri terlalu lama. Kalau agak siang, maka tempatprakteknya ramai seperti pasar, sehingga harus menungguberjam-jam untuk bertemu dengannya.

Demikianlah cara dr. Oen ini bekerja. Mulai pagi-pagi butasampai jauh malam. Biasanya pasiennya baru habis sekitarjam 10 – 11 malam. Ini tidak berarti dia langsung beristirahat.Dia masih harus mengunjungi pasien-pasiennya yang di-rawat di rumah sakit. Cara hidup demikian ini sudah dijalani-nya sejak jaman Jepang dan dilanjutkan sampai dia berusia74 tahun. Lalu kapan dia beristirahat? dr. Moendarman yangpada masa itu bekerja di Rumah Sakit Jebres pernah menanya-kan hal ini. "Apakah tidak cape atau ngantuk?" tanyanyawaktu ngobrol-ngobrol pada jam 12 malam. dr. Oen hanyatertawa dan berkata "sudah mengaso dan tidur di kereta!"Maka dr. Moendarman ini hanya bisa geleng-geleng kepalakarena kagum dan tidak mengerti dari mana dr. Oen ini men-dapatkan kekuatan fisiknya untuk dapat bekerja secara de-mikian. "Hanya orang yang mempunyai rasa sosial, perike-manusiaan, dan dedikasi yang besar dapat berbuat begitu,"demikian dr. Moendarman menambahkan, "apalagi kalau di-renungkan bahwa sering kali dia memberi pengobatan tanpameminta balas jasa sesuatu pun!"

Memang dr. Oen terkenal tidak pernah meminta hono-rarium. Pasien-pasiennya membayar ala kadarnya menurut ke-mampuan masing-niasing. Banyak juga yang gratis, atau ka-dang-kadang malah diberi uang untuk beli obatnya. Seorangyang pernah bekerja disebuah apotik di Solo pernah menyata-kan bahwa tiap hari paling sedikit ada lima resep yang ditulisatas nama pasien, tapi atas rekening dr. Oen. Ini berarti se-luruh pengobatannya ditanggung dr. Oen. Tentu saja tidaksemua pasien gratis. Yang mampu biasanya membayar sendirimenurut kemampuannya, tanpa menanyakan jumlah hono-rarium pada dokternya. Maka bila anda memasuki kamar prak-teknya, di berbagai tempat, di atas meja, di ranjang, di ataslemari buku dan sebagainya akan terlihat uang yang diletak-kan oleh pasien-pasien itu. Karena dokter ini biasanya me-meriksa beberapa pasien sekaligus. pasien yang tidak mampumembayar tidak perlu merasa rendah diri karena sang doktertoh tidak tahu siapa yang membayar siapa yang tidak. Demi-kianlah secara tak langsung berlaku sistem "yang kaya mem-bantu yang miskin".

Meskipun ada pasien yang berobat karena tidak mampu,sebagian besar berobat karena keyakinan akan kemampuandokter tua ini. Orang-orang yang dekat padanya akan kagumakan kecermatan dan ketepatannya menegakkan diagnosis.Sebagai contoh ada seorang penderita yang dikenal oleh pe-nulis, mengeluh sedikit nyeri pada perutnya. Keadaan umum-nya masih baik. Dia dapat berjalan-jalan seperti biasa danmakan dengan lahapnya. Tidak ada keluhan lain. Tapi diasegera dikirim ke ahli bedah dengan diagnosis appendicitis.Tentu saja pasien itu tidak percaya. Tapi pembedahan citomembuktikan kebenaran diagnosis dr. Oen ini, appendisitisakut.

Kemampuannya dalam bidang tugasnya ini, selain diperolehdari pengalamannya yang demikian lama dengan demikian

Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980 5

Page 5: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

banyak pasien, juga didukung oleh kegemarannya akan buku.Dia seorang kutu buku. Di ruang prakteknya berjejer beratus-ratus buku kedokteran. Mungkin hanya keterbatasan tempat-lah yang membuat dia tidak membeli buku lagi, kecualiyang diperlukan benar. Dia juga selalu mengikuti perkembang-an ilmu kedokteran. Maka meskipun dia seorang dokter tua,ilmunya tidak ketinggalan jaman. Berbagai cara pengobatanbaru dicobanya pada pasien-pasien. Tapi yang paling digemari-nya rupanya terapi lokal dengan suntikan : suntikan impletoluntuk berbagai rasa nyeri, suntikan lokal untuk penderitagondok, suntikan lokal antibiotika untuk abses appendicitis,suntikan lokal untuk hipertrofi prostrat dan lain-lain. Sayanghasil-hasil percobaan-percobaan itu tidak dievaluasi secarailmiah.

Kemampuan dalam pengobatan, dedikasi pada pekerjaan,serta simpati terhadap pasien, itulah yang menyebabkan ma-syarakat mengagumi dan mencintainya. Maka tidak meng-herankan bahwa begitu dia mengajukan gagasan untuk mendirikan rumah sakit Panti Kosala, membanjirlah sumbangandari segenap masyarakat Surakarta, dari golongan pribumimaupun non-pribumi.

Cara mencari dananya cukup unik. Salah satu caranya ialahdengan merayakan hari ulang tahunnya secara besar-besaran.Namun diumumkan bahwa semua hadiah akan diserahkanuntuk pembangunan rumah sakit itu. Dengan sendirinya ma-syarakat menyumbangkan uang. Masyarakat rela memberikansumbangan itu, pertama sebagai balas jasa terhadap dokterOen, kedua mereka yakin bahwa uang itu tidak mungkin disalahgunakan untuk kepentingan pribadi dokter itu. Teladanyang dirintisnya ini kemudian ditiru oleh masyarakat. Misal-nya bila ada seorang anggota keluarga kaya yang meninggaldunia, maka diberitahukan bahwa sumbangan akan diderma-kan untuk pembangunan rumah sakit itu. Dengan cara-cara.seperti yang disebut di atas, dengan sumbangan dari berbagaipihak, akhirnya berdirilah Rumah Sakit Panti Kosala padatahun 1958.

Pada masa revolusi, sedikit banyak dia ikut berjasa denganmemberi pengobatan pada orang-orang "Republikein" yangdatang dari front dalam keadaan sakit atau terluka. Sesung-guhnya tindakan ini mengundang bahaya besar, oleh karenapada saat itu pihak Belanda mengawasi dengan ketat. Walau-pun demikian dia berani menanggung resiko itu. Kesaksian-kesaksian tentang ini diperoleh dari bekas-bekas pejuang yangberada di Solo waktu itu, seperti bekas gubemur Sudiro,Mayor Jendral Purn. Ostenrik Tjitrosunarjo dari AngkatanKepolisian, Murdijo dari Tentara Pelajar dan lain-lain.

S. Broto, bekas pejuang di daerah Semarang, menyatakanbahwa dr. Oen ini tidak hanya sekedar memberi pertolonganatau pengobatan dengan sabar dan ikhlas, tetapi disertai puladengan sikap penuh penghargaan, sehingga para pejuang itumerasa mendapat penghargaan sebagai pejuang yang sedangmembela negara. dr. Oen juga pernah memberi bantuan kepadapara pejuang dengan cara memberi surat keterangan sakit palsuOleh karena pada waktu itu kota Solo diduduki oleh tentaraBelanda, maka untuk dapat pergi ke Jakarta seseorang harusmemiliki surat keterangan. Oleh dr. Oen seorang pejuang diberi

RS Panti Kosala, didirikan atas prakarsa dr. Oen. Dana untukpembangunannya diperoleh dari sumbangan segenap masya-rakat kota Solo.

surat keterangan sakit yang menyatakan bahwa dia periu men-dapat perawatan di sanatorium Pacet karena menderita TBC,padahal pejuang itu sehat walafiat. Dia hanya perlu pergi keJakarta untuk melaporkan perjuangan rakyat di Jawa Tengahpada pemimpin-pemimpin RI di Jakarta. Dengan surat ke-terangan ttu seorang pejuang malah dapat ikut konvoi Belandake Jakarta. Dikabarkan dr. Oen juga pernah memberi bantuanobat streptomisin untuk Jendral Soedirman sewaktu almarhummemimpin perang gerilya.

Demikian sekelumit kehidupan dokter ini. Tidak banyakyang dapat diungkapkan mengenai pandangan hidupnya karenadokter ini kini, dalam usianya yang mendekati 77 tahun,berada dalam keadaan fisik sedemikian rupa sehingga tidakdapat diwawancarai secara langsung. Karangan ini ditulisatas dasar informasi yang diperoleh secara lisan maupuntulisan dari mereka yang pernah memperoleh pengobatanatau mengenal dr. Oen Boen Ing pribadi.

Mungkin ada orang yang menganggap pengabdiannya padamasyarakat disebabkan karena dia tidak dikaruniai anak,karena dia memang berasal dari keluarga kaya, karena diatidak senang dengan berbagai hiburan dan sebagainya. Namunapapun alasannya, bukti perbuatannya cukup inencerminkanpandangan/falsafah hidupnya : bekerja untuk kepentinganmasyarakat. Mudah-mudahan dengan membaca sekilas riwayathidupnya ini, kita ingat kembali akan fungsi sosial kitasebagai dokter di tengah masyarakat yang sedang dalam arusmengkomersielkan segala sesuatu.

(E. Nugroho)

6 Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980

Page 6: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

Kematian Otak ( KO )dr. Ratna Anggraeni dr. Djunaedi Widjaja.

Bagian SarafFakultas Kedokteran Universitas Airlangga/

R.S. Dr. SoetomoSurabaya

SUMMARY

The diagnosis of brain death is becoming more importantthese last few years. Among the reasons are the highly ex-pensive intensive care facilties which are still very limited andthe advances achieved in organ transplantatiom. The differentcriteria for brain death in several countries are hereby present-ed.

The diagnosis of brain death can be established by severalmeans, of which only cerebral angiography, echo-encephalo-graphy and the Doppler test can be performed in Indonesia.However, the most important remains the diagnosis byclimical examinatiom, which should be carried out by twodoctors not comnected with the transplantation program.

PENDAHULUAN. (2,9,14,31)

Syndrom K.O. (kematian otak) pertama kali ditulis padatahun 1959 oleh MOLLARET. Penentuan K.O. penting,karena adanya unit-unit perawatan intensip dimana-manatermasuk juga di Indonesia. Dimana fasilitasnya terbatas, se-dangkan bamyak penderita yang memerlukannya, sehingga per-lu dipilih pemderita-penderita yamg benar-benar dapat mene-rima manfaat dari unit perawatan intensip ini. Juga biaya pe-meliharaan unit ini adalah tinggi. Adanya kemajuan dalambidang transplantasi menyebabkan pentingnya penderita-pen-derita K.O. diidentifikasi dan merupakam donor alat tubuhyang ideal.

APAKAH MENINGGAL DUNIA ITU ? (31)

Kriteria tradisionil dari kematian adalah berhentinya detikjantung, pernafasan, tidak sadar, tidak ada refleks dan pupilyang lebar.

Kriteria yang up to date dari kematian adalah suatu prosesdimana bermacam-macam organ misalnya : jantung, otak dansistim-sistim lain mengalami kegagalan fungsionil, bahkan ber-henti berfungsi dalam waktu yang berbeda. Kematian otakmerupakan suatu keadaam yang irreversibel, "the point of noreturn. " Jadi dapat terjadi " heart death " dahulu, baru "braindeath " atau sebaliknya.

KRITERIA K.O. : ( 15, 18)Koma dalam yang irreversibel dan berhentinya pernafasan

spontan. Syarat-syaratnya sebagai berikut ( 15, 17, 18):• tidak ada obat-obatan yang menekan susunan saraf pusat

misalnya : hipnotika, narkotika dan obat penenang ( "tran-quilizer ").

• tidak ada hipotermia yaitu : tidak kurang dari 35° C.• tidak ada gangguan metabolik, endokrin dan kelainan elek -

trolit.• tekaman parsiil oxygen dan carbon-dioxide normal.• tidak ada obat-obat "neuromuscuiar blocking agent. "• keadaan ini tetap selama ± 12 — 24 jam.• ditentukan oleh dua dokter yang tidak ada sangkut pautnya

dengan program transplantasi alat badan.

Kriteria K.O. menurut bermacam-macam negara

(I). Amerika Serikat :

(i) Harvard : (3, 6, 8, 19, 24, 38)(a). rangsangam interna dan exterma tidak menim-

bulkan respon.(b). pernafasan spontan selama observasi satu jam,

bila respirator dihentikan selama tiga menit;dengan syarat; tekanan parsiil CO2 normaldan penderita benafas udara ruangan selamasepuluh menit sebelum tes.

(c). Pupil fixed dan dilatasi.doll"s eye phenomen negatip.tes kalori negatip.refleks kedip, refleks kornea dan pharynxnegatip.refleks postural dam tendon negatip.refleks menelan, menguap dan bersuara negatip.

(d). E.E.G. isoelektris selama 2 x 24 jam.Pada tahun 1969 dikatakan, bahwa pemeriksaan

E.E.G. tidak mutlak . (4, 17).

(ii). "Colloborative study. "( 6, 19) Syarat : K.O. enamjam setelah koma dam apneu selama 30 menit.(a). koma : tidak ada respon serebral, suara spontan

dan reaksi terhadap nyeri.(b). apneu : tidak ada pernafasan spontan atau tanpa

respirator selama 15 menit tidak dapat bernafasspontan.

Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980 7

Page 7: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

(c). pupil melebar.(d). tidak ada refleks sefalik : refleks pupil, kornea,

okuloauditorius, okulovestibuler, okulosefalik, si-liospinal, snout, batuk, pharynx dan menelan.

(e). E.E.G. isoelektris.Tes yang memastikan K.O. yaitu : tidak adanya

aliran darah otak.

(II). Inggeris : "Royal Colleges and Faculties of the UnitedKingdom": ( 15, 18)(a). pupil fixed dan reaksi cahaya langsung negatip.(b). refleks kornea negatip.(c). refleks okulovestibuler negatip.(d). tidak ada respon motoris didaerah persarafan

saraf otak dengan rangsangan somatis.(e). refleks pharynx negatip.(f). tidak ada gerakan penafasan pada pelepasan

ventilator, dengan syarat tekanan parsiil 02 danCO2 normal.E.E.G., angiografi serebral dan refleks spinal ti-dak dianggap perlu.

(III). Perancis : (2, 12). Sama dengan kriteria Harvard, ditam-bah E.E.G. iscelektris selama satu jam dan diulangi 24jam kemudian. Angiografi serebral memastikan diagno-sa K.O.

Beberapa kriteria dari negara-negara lain seperti Belanda,Jerman dan Austria, Swedia, Finlandia, Swiss dan Jepang tidakkami cantumkan disini.

Bagan mekanisme kardiovaskuler

kegagalan jantung

tekanan darah kurang dari 35 mmHgtekanan darah kurang dari 30 mmHg

Cushing refleks BBB rusak membran neuron rusak cannibalism

polarisasi dan trans-port enersi tidak ada.

tekanan intrakranial lebih dari tekanan arteriil

aliran darah keotak tidak ada.

tekanan darah turun mendadak

meninggal dunia.

Shock ischemia otak

vasogenik brain oedem (anoksik)

K.O.

Bagan mekanisme otak.

PATOGENESA K.O. : (20, 21, 38)Ada dua mekanisme primer yaitu (i) kardiovaskuler dan

(ii) otak.■ Kardiovaskuler : GOLDEN dkk. (21) melakukan percobaan

dengan contoh shock irreversibel pada 30 mmHg dan ternya-ta terjadi kerusakan otak yang irreversibel, sedangkan pada35 mmHg terjadi kegagalan jantung. Ishemia otak yang cukuplama menyebabkan kematian anoksik dari neuron otak yangmetabolismenya tinggi. Akibat anoxia terjadi gangguan funda-mentil sebagai berikut :• Cushing refleks.• gangguan blood brain barrier.• kerusakan membran neuron, sehingga tidak memungkin-

kan polarisasi dan transport energi.• produksi dan penggunaan zat-zat metabolik abnormai oleh

sel-sel (cannibalism).

Hal ini menyebabkan kenaikan tekanan intrakranial melebihitekanan arteriil dan mengakibatkan aliran darah keotak ber-henti, tekanan darah turun mendadak dan terjadi K.O.

■ Otak : K.O. bisa disebabkan oleh kelainan primer seperti :cedera otak akibat ruda paksa, perdarahan intrakranial, prosesdesak ruang, anoxia otak yang menyeluruh misalnya : asphy-xia, gangguan metabolik yang menyebabkan terjadinya oede-ma otak massive. Akibat edema otak massive terjadi : Cushing

BBB rusak membran neuron rusak cannibalism cushing refleks

tekanan intrakranial meningkat lebih dari 67% tekanan sistole.

hipotermi

meninggal dunia.

polarisasi dan trans-port enersi tidak ada.

acidosis

oedema otak massip

aliran darah keotak tidak ada —► K.O.

defisiensipernafasan

tekanandarah turunmendadak

jantung berhenti

hipoxia

8 Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980

Page 8: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

refleks, kerusakan membran neuron, kerusakan BBB (BloodBrain Barier) dan cannibalism. Bila tekanan intrakranialmencapai 67% dari tekanan sistole, maka tidak ada aliran da-rah keotak. Hal ini mengakibatkan terjadinya K.O. Tidakadanya aliran darah keotak menyebabkan terjadinya defisiensipernafasan, turunnya tekanan darah secara mendadak, berhen-tinya jantung dan hipotermi.

PEMBAGIAN

Secara singkat K.O. dibagi dalam : (i) "Neocortical death":kematian diatas diensefalon. Dan (ii) "Brainstem death"kematian dari diensefalon, midbrain, pons dan medulla ob-longata.■ Neocortical death. Ditentukan dengan pemeriksaanElektroensefalografi. (4, 6, 11, 27, 28, 32, 33, 34, 36, 39)dan Refleks terhadap suara. (31)■ Brainstem death . Ditentukan dengan pemeriksaan( 1). Saraf otak ke III : refleks pupil. (6,9,16,19) dan bentuk

pupil. (6,9,16,19).( 2). Saraf otak ke V: refleks kornea. (6,9,19) dan "muscle

stretch reflex . " (23).( 3). Saraf otak ke VII : "muscle stretch reflex " (23), refleks

orbicularis oculi. (25) dan rekaman mikrotremor mata.(10).

( 4). Saraf otak ke VIII : tes kaloris. (28) dan "auditorybrainstem respons. " (35)

( 5). Saraf otak ke IX/X : refleks pharynx. (6,9,19) danrefleks menelan. (6,9,19)

( 6). Pernafasan : tekanan parsiil 02 dan CO2. (15, 18)serta apneic diffusion oxygenation. (30)

( 7). Tekanan darah : mendadak turun. (6) dan Cushingreflex.(5)

( 8). Suhu : otak kurang dari 25 — 29° C. (28) dan tubuhkurang dari 28 — 32° C. (28)

( 9). Parasimpatis : tes dengan Atropin. (28); tes dengan betablocker. (28) dan tes dengan simpatikomimetika. (28)

(10). Aliran darah otak dapat diperiksa dengan pemeriksaan(a). Doppler, (6, 12), (b). Angiografi serebral. (6, 12, 28,29), (c) Echoencephalografi. (6, 12, 28, 37), perbedaanisi oxygen arteri carotis dan vena jugularis (6, 26, 28)(e). ophthalmoskopi. (19), (f). Computerizedtomogra-phic scan. (6, 12, 13); (g). Clearance isotop Xe 133. (6,28); (h). RISA intrathecal. (28); (i). Angioscintigrafi.(1, 8, 12, 22, 28); (j). Fluorescin angiografi. (6) dan,(k). Clearance nitrous oxide. (6).

• Syarat-syarat Elektroensefalografi :Satu saluran untuk Elektrokardiogram.Satu saluran untuk " non-cephalic lead " untuk deteksi artefak.Lokalisasi leads : dua pada dorsum tangan, sebaiknya tangankanan, karena tidak dipengaruhi oleh jantung.Satu saluran untuk pernafasan atau gerakan mata.Elektrode dimanipulasi secara periodis.

Standardisasi alat E.E.G. : 2% uV/mm atau 25 uV/10 mm.Gain maksimal : 10 — 20 uV/menit.Jarak antar elektrode lebih dari 10 cm.Tahanan antar elektrode kurang dari 10.000 ohm.Kecepatan 30 mm/detik.Paling sedikit digunakan 8 — 10 elektrode kulit kepala.Rekaman dilakukan selama 30 menit.Diulang lagi setelah 24 jam. (kriteria Jermam : 6 jam)

• Syarat-syarat sebelum E.E.G.: Tidak ada obat-obatan yangmenekan susunan saraf pusat, suhu badan tidak boleh kurangdari 90° F (32, 2°C).

• Kejelekan E.E.G. (i) alat Elektrcensefalograf mahal, se-hingga hanya tersedia di kota-kota besar, (ii) memerlukantenaga khusus dan (iii) sering timbul artefak.

• Kegunaan E.E.G. : E.E.G. yang isoelektris membantu di-agnosa K.O. disamping pemeriksaan klinis. POWNER dkk.(32) dalam penyelidikannya berpendapat, bahwa E.E.G.tidaklah mutlak.

• Refleks terhadap suara : Tidak ada respon terhadap suarakeras diatas foramen magnum.

Brainstem death• Ditentukan dengan pemeriksaan : Saraf otak ke 111 :Dimana (i) refleks pupil : terhadap cahaya langsung negatip.Dan (ii) bentuk pupil : fixed dan dilatasi maksimal bilateral.Tidak jelas disebutkan berapa diameter pupil . Obat sedativadan narkotika sering menyebabkan pupil yang sempit, kecua-li : glutethimide (Doriden) dam scopolamin. Karena itu bila di-jumpai pupil yang sempit, kita harus mencurigai adanya ke-racunan obat-obatan sebab kemampuan kita terbatas sekaliuntuk memeriksa kadar obat didalam darah.• Saraf otak ke V:(i) refleks kornea negatip dimana, denganujung kapas yang digoreskan pada kornea tidak timbul kedipanmata. Dan (ii) "muscle stretch reflex" kadang-kadang masihpositip, yaitu dengan menepuk muskulus masseter timbulgerakan dagu keatas yang berulang-ulang.• Saraf otak ke VII : (i) "muscle stretch reflex" kadang-kadang masih positip, yaitu dengan menepuk daerah diatasalis mata timbul gerakan alis mata keatas yang berulang-ulang.(ii) refleks orbicularis oculi ; dengan Elektromyograf tidakdidapatkan respon dini maupun lambat. Dan (iii) rekamanmikrotremor mata : dengan "piezoelectric strain gauge trans-ducer" tidak didapatkan mikrotremor mata.• Saraf otak ke VIII : (i) tes kaloris : dengan air es yang di-masukkan meatus akustikus tidak timbul nystagmus. Dan (ii)"auditory brainstem respons" : dengan Elektromyograf tidakdidapatkan respon atau hanya timbul gelombang I, tetapi" 7atency " memanjang dan amplitudo normal.

• Saraf otak ke IX/X : refleks pharynx negatip dan refleksmenelan negatip.• Pernafasan : pa02 lebih tinggi dari paCO2. Apneic diffusionoxygenation : diperlukan periode apneu selama tiga sampai

Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980 11

Page 9: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

lima menit sesudah diberikan ventilasi dengan 100% 02 danventilator dilepas selama 15 menit.

• Tekanan darah : (i) Mendadak turun dan tidak akan naikwalaupun diberi vasopressor.(ri)adanyaCushing reflex,dimanatekanan darah meningkat bila tekanan intrakranial meningkat.

• Suhu : otak kurang dari 25° C — 29° C. dan tubuh kurangdari 28°C — 32°C.

• Parasimpatis : (i) Tes Atropin 2 mg yang disuntikkan se-cara intravena tidak menimbulkan tachycardia. (ii) Tes denganbeta blocker : misalnya propanolol terjadi bradikardia. Dan(iii). Tes dengan simpatikomimetika misalnya adrenalin atauisuprel, terjadi tachycardia.

• Aliran darah otak : Dengan Doppler : didapatkan alirandarah balik yang berlawanan dengan arah arusnya dengan sis-tole pada waktu diastole.

Angiografi serebral pada arteri carotis didapatkan kontrasberhenti sampai dicarotis siphon. Arteriografi dari arteri ver-tebralis mendapatkan aliran darah yang lambat dan menyem-pit setinggi foramen magnum.

Echoencephalografi tidak didapatkan pulsasi echo.

Perbedaan isi 02 arteri carotis dan vena jugularis tidak didapatkan perbedaan.

Ophthalmoskopi menunjukkan pengendapan di arteri reti-na.

"Computerized tomografic scan hanya menunjukkan kausaK.O. dan bukan K.O.nya sendiri. Teknik yang lebih barumenggunakan tomografi transmisi dan emisi dapat diketahuiperubahan dari perfusi dan metabolisme otak.

Tidak didapatkan Clearance isotop Xe 133.

Radioisotop serum albumin (RISA) intrathecal dengan ja-rum khusus tampak penghentian total dari bahan radioaktipditempat suntikan.

Angioscintigrafi dengan radioisotop Tc99m secara intrave-na didapatkan gambaran tipe I paling sedikit selama satu jam.Dengan gamma camera nampak isotop berhenti dibasis otak.

Pada Fluorescin angiografi dengan menyuntikkan fluorescinkedalam vena subclavia, tampak di arteri ophthalmica lebihlama dari 30 detik.

Clearance Nitrous oxide menunjukkan aliran yang lambatdari aliran darah otak.

RINGKASAN.

Akhir-akhir ini K.O. dianggap penting artinya, karena fasi-litas perawatan intensip yang terbatas dan mahal serta kema-juan dalam program transplantasi. Berbagai kriteria yang di-anut oleh berbagai negara telah dibicarakan.

Dua mekanisme primer yang menyebabkan syndrom K.O.adalah : kegagalan jantung dan oedema otak massip.

Diagnosa K.O. ditetapkan berdasarkan : pemeriksaan klinisneurologis, elektroensefalografi dan tes aliran darah otak,diantaranya angiografi serebral, echoensefalografi dan pemerik-saan Doppler yang dapat dilakukan di Indonesia. Tetapi yang

12 Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980

terpenting untuk menegakkan diagnosa adalah pemeriksaanklinis.

Penentuan diagnosa oleh dua dokter yang tidak ada sangkutpautnya dengan program transplantasi.

KEPUSTAKAAN:

1. ASCHWAL, S. DKK. : Radionucleide bolus angiography. Atechnique for verification of brain death in infants and chidren.J. of Ped. 91 (5) : 722, 1977.

2. BARONESE, H.A.H. VAN TILL : Doodsdiagnostiek ten aanzienvan irreversibel comateuze beademde patienten : enkele conclu-sies uit een literatuuronderzoek. Ned. T. Geneesk . 119, (12):453, 1975.

3. BEECHER. H.K. : After the definition of irreversibel coma.New Engl J. of Med 281 : 1070, 1969.

4. BEECHER, H.K. : A definition of irreversibel coma. Report ofthe Ad Hoc Committee of the Hazvazd Medical School to exa-mine the definition of brain death. Jama 205 : 85, 1968.

5. BEKS, J.W.T. : De cushing-response bij verhoogde intracranieledruk. Ned. T. Geneesk. 17, (47) : 1770, 1973.

6. BLACK. P. MCL. : Brain death, first part. New Engl. J. Med.338 : 1978.

7. BLACK. P. MCL. : Brain death, second part. New Engl. J. Med.393 : 1978.

8. BRAUNSTEIN. P. et al : A simple bedside evaluation forcerebral blood flow in the study of cerebral death. Am. J.Roentgen. 118 : 757, 1973.

9. CHANDRA. B. : Cerebral death dipandang dari sudut neurologi .10. COAKLEY, D. et al : The ocular microtremor record as a

potential procedure for establishing brain death. J. of Neurol.Sc. 31 : 199, 1977.

11. CRAIB, A.R. et al : Coma and cerebral death. The E.E.G.handbook. The Vancouver General Hospital, 18 — 1, 1972.

12. De Vlieger. M. et al. : Enkele technische aspecten van de diagnos-tiek van hersendood. Ned. T. Geneesk. 122, (2) : 1978.

13. DRAYER, B.P. : Brain death. New EngL J. Med. 299 : 1314,1978.

14. Editorial : Brain death. Brit. Med. J, 1157, 1976.15. Editorial : Diagnosis of brain death. Brit. Med. J. 1187, 1976.16. Editorial : Brain death. Brit. Med. J. 356, 1975.17. Editorial : Diagnosis of brain death. Lancet, 1064, 1976.18. Editorial : Diagnosis of brain death. Lancet, 1069, 1976.

19. Editorial : An appraisal of the criteria of cerebral death. Jama237 : 982, 1977.

20. FEIGIN. I. : The respirator brain. Arch. Neurol. 34 : 57, 1977.

21. GOLDEN, P.F. et . : Experimental study of irreversible shockand the brain. J. Neurosurg., 39 : 434, 1973.

22. GOODMAN. J.M. et al. : Confirmationof brain death at bedsideby isotope angiography. Jama. 238 : 966, 1977.

23. JOKELAINEN. M. et al. : Cephalic motor responses in braindeath. Brit. Med. J. 828, 1977.

24. KASTE. M. et al . : Diagnosis and management of brain death.Brit. Med. J. 525, 1979.

25. Mehta, A.J. et al. : Orbicularis oculi reflex in brain death.J. of NeuroL Neurosurg. Psy. 39 : 784, 1976.

26. MINAMI, T. et aL .: Hyperoxia of internal jugular venous bloodin brain death. J. of Neurosurg., 39 : 442, 1973.

27. O" DOHERTY. D.et al. : The problem of death. Handbook ofNeurologic emergencies. 1 st ed., Toppan Co., Pte. Ltd., 1977.

Page 10: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

28. OUAKNINE. G. et al. : Laboratory criteria of brain death.J. ofNeurosurg., 39 : 429, 1973.

29. PARVEY. L.S. et al. : Arteriographic diagnosis of brain deathin children . Pediat. Radiol. 4 : 79, 1976.

30. PITTS. L.H. et al. : Brain death, apneic diffusion oxygenationand organ transplantation. The J. of trauma, 18, (3) : 180,1978.

31. PLUM. F., POSNER. J.B. : The diagnosis of stupor and coma.Ed. 2, Philadelphia F.A. Davis Co., 1972 .

32. POWNER. D. J. et al. : The electroencephalogram in the deter-mination of brain death. New Engl. J. of Med 502, 1979.

33. ROSOFF, S.D. et al. : The E.E.G. in establishing brain death.E.E.G. Clin. Neurophysiol. 24 : 281, 1968.

34. SILVERMAN. D. et al. : Cerebral death and the electrcencepha-logram. Jama, 209, (10) : 1505, 1969.

35. STARR. A. : Auditory brainstem responses in brain death.Brain, 99 : 543, 1976.

36. STORM VAN LEEUWEN, W. : De betekenis van het elektroen-cephalogram bij het vaststellen van de dood. Ned. T. Geneesk. 1 1 3(18) : 1969.

37. UEMATSU. S. et al. : Pulsatile cerebral echo in diagnosis ofbrain death. J. of Neurosurg., 48 : 866, 1978.

38. WALKER. A.E. : The death of a brain. Johns Hopk., 190,1968.

39. YOUNG. R.R . : Errors in the interpretation of E.E.G. s in aseries of 250 patients with irreversible coma. E.E.G. Clin. Neu-rophysioL 37 : 430, 1974.

Pengobatan Meningitis Tuberkulosadengan gabungan Prothionamide-I N H, Ethambutol danStreptomycin ( Laporan Pendahuluan )

dr. Djunaidi, W; dr. Gunawan, B ; dr. Fauziah B; dr. Sutadji R ; dr. Hendro S dan dr. Sartono. K.Bagian Penyakit Saraf, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/Rumah Sakit Dr. Sutomo . Surabaya.

SUMMARY

Ten tuberculous meningitis patients who were seen by theauthors in the Neurologic Department of the Dr. Sutomo Hos-pital or in private clinics in Surabaya, between 1977 — 1978were treated with a combination of Prothionamide-INH,Ethambutol and Streptomycin.The outcome of this treatment was significantly better thanINH/Strep./PAS regimen and if we compared with INH/Rifampicin/Ethambutol combination, the results were almostthe same.No serious side effects were encountered with this kind oftreatment.These preliminary results are sufficiently encouraging to jus-tify further controlled therapeutic trials.

PENDAHULUANTuberkulosa masih merupakan masalah besar di Indonesia

maupun di negara-negara yang berkembang. Menurut laporantahunan 1977 di Rumah Sakit Dr. Sutomo Surabaya (16),tuberkulosa termasuk dalam sepuluh penyebab utama darimorbiditas dan merupakan 1,7% dari semua penderita yang di-rawat di Rumah Sakit Dr. Sutomo Surabaya.

Meningitis tuberkulosa adalah penyulit dari tuberkulosayang mempunyai morbiditas dan mortalitas yang tinggi, bilatidak diobati. Oleh karena itu penyakit ini memerlukan di-agnosa dini dan pemberian pengobatan yang cepat, tepat danrasionil. Pemberian khemoterapi yang tidak tepat dan tidakcepat mengakibatkan kematian dan pengobatan yang terlam-bat mengakibatkan cacad yang menetap.

Berhubung meningitis tuberkulosa terutama menyerang penderita-penderita yang kurang mampu (low socio economic),maka diusahakan untuk mencari gabungan obat-obatan antituberkulosa yang sifatnya ampuh namun harganya relatiptidak mahal. Gabungan obat-obatan Prothionamide — INH,Ethambutol dan Streptomycin rupanya sangat banyak membe-ri harapan.

BAHAN DAN CARA KERJA

Penyelidikan ini dilakukan atas penderita-penderita yangmasuk Rumah Sakit di Bagian Ilmu Penyakit Saraf RumahSakit Dr. Sutomo Surabaya dan beberapa Rumah Sakit swastadi Surabaya selama periode tahun 1977 — 1978.Penderita-penderita ini semua berasal dari golongan yang ku-rang mampu.

Diagnosa didasarkan atas : (i) Gejala-gejala klinik adanyarangsangan selaput otak misalnya kaku kuduk, tanda Kernigdan Brudzinsky; (ii) Pemeriksaan cairan serebro-spinal me-nunjukkan : pleocytosis, terutama terdiri atas sel-sel lymfosit;kadar protein yang meningkat dan kadar glukose yang rendah(perbandingan glukose cairan serebro-spinal dan darah, kurangdari 0,67) pada waktu penderita masuk Rumah Sakit, ataupada perjalanan dari penyakit. Dan (iii) Ditambah dua atautiga dari kriteria dibawah ini :• Ditemukannya kuman tahan asam pada hapusan (sedimen

liquor/pellicle) dengan pengecatan Z.N. atau T.T.H.• Foto thorax menunjukkan adanya tuberkulosa misalnya

lesi miliair, lymphadenopathia daerah hilus, penyakit en-dobronchial, infiltrat pada parenchym paru atau effusipleura

.

Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980 13

Page 11: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

• Anamnese kontak dengan penderita tuberkulosa aktif.

Semua penderita pada waktu masuk Rumah Sakit dibagidalam tiga kelompok stadium klinik (11, 12, 33) yaitu :

Stadium I : Penderita sadar dan rasionil. Adanya gejala-gejala rangsangan selaput otak. Tidak ada gejala-gejala neuro-logik fokal dan tidak ada hydrocephalus.

Stadium II : Penderita agak bingung (confused). Terda-pat gejala-gejala neurologik fokal misalnya hemiparesis, parali-sis atau paresis dari otot mata ekstra-okuler.

Stadium III : Penderita dalam keadaan stupor atau koma.Terdapat hemiplegi komplit atau paraplegia.

Cara pemberian obat-obatan yang dipakai ialah sbb. :o PROTHIONAMIDE—INH : isoniazid 234 mg dan prothio-namide 166 mg dalam satu kapsul diberikan dalam dosissatu kapsul pagi hari setelah makan dan dua kapsul pada ma-lam hari sebelum tidur. Selain itu ditambah dengan niacinami-de 75 mg dan pyridoxin HC1 25 mg, tiga kali sehari, untukmencegah timbulnya effek sampingan (3). Bila masih menge-luh mual atau muntah dapat diberi prochlor-perazin tiga kali5 mg sehari. Obat. diberikan selama 18 bulan hingga duatahun. Anak-anak dibawah sepuluh tahun diberikan obat inidengan dosis prothionamidenya 10 mg/kg berat badan per ha-ri, dosis ini perlahan-lahan dinaikkan dalam waktu 15 harisampai 20 mg/kg berat badan per hari (18); kekurangan INH-nya diberikan sebanyak 20 mg/kg berat badan per hari.

o ETHAMBUTOL dengan dosis 25 mg/kg berat badan per ha-ri diberikan sekaligus, pagi sebelum makan. Dosis ini diberikansampai sel liquor serebro-spinalis normal, selanjutnya ditu-runkan 15 mg/kg berat badan per hari dan kemudian dihenti-kan. Anak-anak kurang dari 13 tahun diberikan 15 mg/kgberat badan per hari.

o STREPTOMYCIN diberikan tiap hari dengan dosis 1 gram(intramuskuler) per hari, sampai sel liquor serebro-spinalisnormal : selanjutnya tiga kali seminggu dan kemudian dihen-tikan. Untuk anak-anak dipakai dosis 40 mg/kg berat badanper hari, maksimum 500 mg/kali.

o DEXAMETHASONE tidak diberikan secara rutin pada se-mua penderita meningitis tuberkulosa. Pada stadium III di-berikan pertama secara bolus 40 mg dan disusul tiap dua jamdengan 5 mg; dosis ini dipertahankan selama enam sampaisembilan hari, kemudian diturunkan dan dihentikan.

Sebelum pengobatan dimulai, dilakukan pemeriksaan se-bagai berikut :

• darah lengkap (rutin)

• urine lengkap

• tes faal hati, SGOT, SGPT (kadang-kadang BSP)

• kadar gula darah puasa dan post prandial

• faal ginjal

• pemeriksaan cairan serebro-spinal

• pengecatan kuman tahan asam dari dahak, sedimen liquorserebro-spinal dan pellicle

• foto thorax, sinus paranasales, mastoid

• elektro-ensefalografi

• pemeriksaan visus dan yojana penglihatan.

Semua pemeriksaan ini diulangi, tiap bulan setelah pengo-batan, hanya pemeriksaan cairan serebro-spinal diulangi tiapminggu. Perkembangan gejala-gejala/tanda-tanda penyakit di-ikuti tiap hari. Semua penderita diikuti (follow-up) selamasatu sampai dua tahun.

HASIL—HASIL

Sepuluh penderita yang dimasukkan dalam penyelidikanini terdiri dari empat laki laki dan enam wanita. Usia berkisazantara 14 — 50 tahun dengan umur rata-rata laki laki : 35,7tahun dan wanita rata-rata 26 tahun (lihat Tabel I). Tidak dila-

kukan penyelidikan "double-blind."

Terdapat dua penderita (satu laki laki dan satu wanita)dari Stadium I; enam penderita (tiga laki-laki dan tiga wanita)dari Starium II serta dua penderita (keduanya wanita) dariStadium III (lihat Tabel II).

TABEL I. JENIS DAN UMUR PENDERITA

JenisJumlahpenderita

Umur(tahun)

Umur rata-rata(tahun)

Laki-lakiWanita

46

23—5014—50

35,726

TABEL II : KLASIFIKASI KLINIK

StadiumJenis Jumlah

penderitaLaki-laki Wanita

I 1 1 2II 3 3 6III — 2 2

Total 4 6 10

Pada anamnesa didapatkan tujuh penderita (70%) yangmempunyai hubungan dengan penderita tuberkulosa aktif.

Gejala yang paling sering terdapat adalah demam (padasepuluh penderita), disusul dengan sakit kepala (pada sembilanpenderita), muntah-muntah (pada delapan penderita) dananorexia (pada delapan penderita) (lihat Tabel III). Tanda-tanda yang paling lazim adalah tanda rangsangan meningen(pada sepuluh penderita), kelainan saraf otak (pada tiga pen-derita) dan papil edema (pada tiga penderita) (lihat TabelIV).

Saraf otak yang terkena adalah nervus abducens (padatiga penderita) dan nervus facialis (pada satu penderita)(lihat Tabel V).

Tes kulit pada enam penderita menunjukkan reaksi positipterhadap tes tuberkulin kulit dengan garis tengah daerah in-durasi kira-kira 10 mm.

14 Cermin Dunia Kedokteran No. 17, I980

Page 12: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

TABEL III: GEJALA-GEJALA WAKTU PEMERIKSAAN PERTAMA

Penulis Djunaidi Chandra Idris Smith Tahernia(I978) (1976) (1976) (I975) (1967)

Demam 100% 95 % 47 % 68 % 84,2 %Sakit kepala 90% 95 % 21 % 52 % 55,2 %Muntah 80% 77,5 % 30 % 76 % 76,3 %Anorexia 80% 77,5 % - 66 % -Konstipasi 20% 56,3 % - - 42,I %Kejang - 30 % 9 % 7 % 39,4 %

TABEL IV: TANDA-TANDA WAKTU PEMERIKSAANPERTAMA

PenulisDjunaidi Chandra Idris Smith Tahernia(1978) (1976) (1976) (1975) (1967)

Kaku kuduk 100 % 92,5 % 77 % 74,4 % 50 %Kelumpuhansazaf otak 30 % 61,3 % 33 % 11,6 % 31,5 %

Tuberkelchoroid - 13,7 % - 11,6 % -

Papil edema 30 % 21,2 % 9 % 9,3 % -

Hemiparesis 10 % 20 % 5 % - -

Monoparesis 10 % - - - -

TABEL V: KELUMPUHAN SARAF OTAK

Penulis Djunaidi(9I78)

Chandra(1976)

Idris(1976)

N. Oculomotorius - 6,3 % 9 %N. Trocchlearis - 2,5 % -N. Abducens 30 % 27,5 % 9 %N Facialis 10% 5 % -N. Auditorius - - 2 %N. Oculomot. +

Abducens - 10% -

Pada empat penderita menunjukkan kelainan radiologi darithorax yang berupa infiltrat dan proses fibro-induratif padaparu-paru, sedangkan dua penderita menunjukkan gambaranmiliair tuberkulosa (lihat Tabel VI).

Pemeriksaan darah pada sembilan penderita menunjukkankenaikan laju endap darah dan tiga penderita dengan leukosi-tosis (lihat Tabel VII).

Cairan serebro-spinal (lihat Tabel VIII) : Pada delapanpenderita menunjukkan penurunan glukose dari cairan serebro-spinal (ratio glukose cairan serebro-spinal dan darah kurangdari 0,67).

Semua penderita menunjukkan pleocytosis, yang terdiri teru-tama atas sel-sel lymfosit, dimana dari tujuh penderita jum-lah sel kurang dari 300/mm3 dan tiga penderita lebih dari300/mm3 .Sembilan penderita menunjukkan kadar protein yang mening-kat.

TABEL VI : KELAINAN-KELAINAN FOTOTHORAX

Penulis Djunaidi(1978)

Chandra(I976)

ldris(1976)

ldris(1975)

Tahernia(1967)

Kelainan sesuaidengan TBC 40 % 72,5 % 72 % 69,7 % 26,3%

Miliair 20 % 23,7 % - 23,2 % 10 %

TABEL VII : HASIL PEMERIKSAAN DARAH

Penulis Djunaidi(1978)

Chandra(1976)

MullerI972)

Kenaikan L.E.D.(>20 mm padajam pertama) 90 % 80 % 60 %

Leucocytosis 30 % 42,5 % 40 %

TABEL VIII : HASIL PEMERIKSAAN CAIRANSEREBRO-SPINAL

Penulis

- Tekananmeningkat

Djunaidi(1978)

10 %

Chandra(1976)

23,7 %

Smith(1975)

-

Tahemia(1967)

sering

- Leucocytemeningkat I00 % 100 % 90,7 % 90 %<100/mm 3 - 26,2 % - 26 %

I00-300/mm3 70 % 51,3 % - 50 %

>300/mm 3 30 % 22,5 % - 14 %

- Glukose me-nurun (di-bandingkandengan glu-kose darah 80 % 98,7 % 76,7 % 84 %

- Protein me-ningkat 90 % 92,5 % 88,4 % 76,8%

- Hapusan ta-nah asam + 20 % 45 % 41,8 % -

- Kultur ta-han asam + - 55 % - -

Dua penderita menunjukkan kuman tahan asam dalam cairanserebro-spinalnya.Pada seorang penderita tekanan liquor serebro-spinalnya me-ningkat.

Elektro-ensefalografi menunjukkan kelainan difus ringanpada empat penderita (lihat Tabel IX).

HASIL PENGOBATAN

Pada penyelidikan ini satu penderita (10%) meninggal,dua penderita (20%) sembuh dengan sequelae (hemiparesa,monoparesa dan kelainan saraf otak) sedangkan tujuh penderi-ta (70%) sembuh tanpa cacat (lihat Tabel X).

Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980 15

Page 13: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

Hasil pengobatan ini dibandingkan dengan pengobatan yangmempergunakan kombinasi gabungan INH-Streptomycin-PAS(CHANDRA, IDRIS, TAHERNIA) dan kombinasi INH-Ri-fampicin Ethambutol (CH A N D R A) (lihat Tabel X).

Waktu yang dibutuhkan sel dan glukose cairan serebro-spinaluntuk menjadi normal adalah 38,2 hari, pada terapi denganINH-Streptomycin-PAS adalah 80 hari (CHANDRA), sedang-kan kombinasi INH-Rifampicin-Ethambutol adalah 28 hari(CHANDRA) (lihat Tabel XII).

Suhu badan menjadi normal setelah pengobatan 7,6 hari,pada pengobatan dengan INH-Streptomycin-PAS adalah 38hari (CHANDRA), sedangkan pada kelompok dengan Rifam-picin-Ethambutol 15 hari (CH A N D R A) (lihat Tabel XI).

Effek sampingan pada pengobatan ini adalah rasa mual danmuntah-muntah pada dua orang penderita (20%), satu orangpenderita (10%) timbul urtikaria dan satu penderita (10%)terdapat depresi mental (lihat Tabel XIII).

TABEL IX : HASIL PEMERIKSAAN E.E.G.

Djunaidi ChandraPenulis (1978) (1976)

— Kelainan difus ringan 40 % 30 %

— Kelainan difus ringan dengan gang-guan fokal — 25 %

— Kelainan difus hebat dan fokal — 23,7 %

TABEL X : HASIL PENGOBATAN

Penulis Djunaidi

— Meninggal

Pr/I/E/S

10%

ChandraI/S/P

34,2%

ChandraI/R/E

9,5 %

IdrisI/S/P

19%

TaherniaI/S/P

42,1%

— Swquelaeneurologik 20% 39,5% 6,95 % 53% 13,1%

— Sembuhsempurna 70% 26,3% 76,1 % 28% 44,8%

S = Streptomycin E = Ethambutol I = INHP = PAS R = Rifampicin Pr = Prothionami-

TABEL XI : LAMANYA SETELAHPERMULAAN TERAPI

Kelompok Lamanya rata-rata demam (hari)

I/S/P (Chandra ) 80

I/R/E (Chandra) 15

Pr/I/E/S (Djunaidi) 7,6

TABEL XII : WAKTU GLUKOSE DAN SELCAIRAN SEREBRO—SPINAL MENJADI NORMAL SETELAH

PERMULAAN PENGOBATAN

Kelompok Lamanya rata-rata (hari)

I/S/P (Chandra) 80I/R/E (Chandra) 28Pr/I/E/S (Djunaidi) 38,2

TABEL XIII: PENYULIT OBAT—OBAT ANTI TUBERKULOSE

Penulis DjunaidiPr/I/E/S

ChandraI/S/P

ChandraI/R/E

— Vertigo — 7,8 % -

- Atrofi N. Opticus — 7,8 % 2,4 %

— Nausea/Muntah 20 % 15,7 % 2,4 %

— Gangguan fungsi hati — — 2,4 %

— Urtikaria 10 % 13,1 % 4,7 %

— Depresi mental 10 % — —

PEMBAHASAN

Tiga puluh tahun yang lalu meningitis tuberkulosa meru-pakan penyakit yang fatal dan rata-rata penderita meninggaldalam waktu 19,5 hari (17) atau tiga sampai empat minggu(21) setelah permulaan dari gejala meningitis.Dengan penemuan Streptomycin pada sekitar tahun 1940,INH pada tahun 1952 dan PAS 1946 maka angka kematianoleh karena meningitis tuberkulosa berangsur-angsur berku-rang (27) namun masih tetap tinggi (berkisar antara 10 — 50%)dan insiden dari sequelae tetap tinggi (1,5,15,36,37).

Ini mungkin disebabkan karena penderita datang pada stadiumlanjut dengan defek neurologi yang hebat atau koma (38),selain itu kegagalan pengobatan, karena obat-obat anti tuber-kulosa yang konvensionil (seperti INH, Streptomycin, PAS)tidak mempan (15). Dalam hal ini perlu dicari obat lain mi-salnya Rifampicin, Ethambutol dan Ethionamide atau Prothionamide (15, 33).

Keberhasilan obat-obat anti bakteri pada pengobatan me-ningitis tuberkulosa tergantung pada penetrasi melalui blood-brain-barrier yang sehat (orang normal) dan yang sakit (mi-salnya pada meningitis) (9).

INH, Ethionamide dan Prothionamide dapat menembusblood-brain-barrier orang sehat dan penderita meningitis,jadi terdapat dalam jumlah yang cukup banyak di cairan se-rebro spinal pada orang yang sehat maupun pada meningitis(14, 15, 24) (lihat Tabel XIV).

Ethambutol dan Rifampicin mencapai konsentrasi sedang da-lam cairan serebro-spinal bila ada meningitis (15, 22, 23, 24,28) sedangkan pada orang normal terdapat dalam konsentrasiyang sedikit atau tidak ada sama sekali (22, 23, 24, 28) (lihatTabel XIV).

1 6 Cermin Dunia Kedokteran No. 1 7, 1980

Page 14: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

Streptomycin terdapat dalam jumlah yang cukup besar padawaktu meningitis, sedangkan pada orang normal tidak ter-dapat dalam cairan serebro-spinal (19, 24) (lihat Tabel XIV).PAS tidak dapat menembus blood-brain-barrier pada orangnormal dan penderita meningitis (19, 24) (lihat Tabel XIV).Atas dasar tersebut diatas, pemberian PAS pada penderitameningitis tuberkulosa adalah tidak rasionil.Pada penelitian ini Prothionamide-INH diberikan terus sampai18 bulan, oleh karena ia dapat menembus blood-brain-barrierpada orang sehat dan meningitis.Prothionamide aktif terhadap strain resisten, akan tetapi ha-rus digabung dengan obat anti tuberkulosa lain oleh karenacepat timbul resistensi (15).Dikatakan (25) bahwa obat-obat gabunganethionamide(ethionamide dan prothionamide) digolongkan sebagai secon-dary drugs yang jarang dipakai karena toksis.

TABEL XIV : PENETRASI "BLOOD-BRAIN-BARRIER" DARIMACAM-MACAM OBAT ANTI TUBERKULOSA

Penulis Dosis Obat M.I.C.Liquor serebro-spinal pg/ml (3 jam)

Normal MeningitisTBC

Meyer Streptomy- 1 gr 1–10 0 10

Place

cin

Ethambutol 25 mg/ 1 0 1 – 2

Pilhen

kg

Ethambutol 25 mg/ 1 0.03 0,38kg

Forgan- INH 400mg 0.02 – 2 2Smith 0.06Hughes Ethionamide/ 2 x 0.6 – 1.25 1.25

Prothiona- 250 mg 2.5

Sippel

mide

Rifampicin 600 mg 0.005 – 0 0.23 –2 0.33

Pilhen Rifampicin 600 mg 0.005 – 0.03 1.752

Meyer PAS 8– 12gr 1 – 5 0 0

M.I.C. = Minimal Inhibitory Concentration

Ternyata bahwa hal ini disebabkan oleh karena dosis tinggi( 1 gram ), sedangkan pada dosis rendah sampai dengan 500mg jarang ditemukan penyulit (25) dan dosis ini cukup untukmembunuh kuman-kuman tuberkulosa (MIC = MinimalInhibitory Concentration) (14) (lihat Tabel XIV).SOMNER, A.R. (31) menemukan kenaikan dari serum trans-aminase pada pemberian prothionamide, yang menjadi normalkembali bila obat tersebut dihentikan.SUN A H A R A, S. (35) mengatakan bahwa prothionamide ku-rang toksis dibandingkan dengan ethionamide.Pemberian Nicotineamide 75 mg dan Pyridoxin HCl 25 mg

bersamaan dengan prothionamide dapat lebih mengurangitoksisitas yang rendah dari prothionamide (3).Lain penulis (10) mengatakan bahwa pemberian vitamin Bkompleks tidak mengurangi insiden dari penyulit.Effek samping yang terbanyak dari obat-obat golonganethionamide adalah anorexia, mual dan muntah. Orang-orangAfrika dan Asia sering lebih tahan terhadap keluhan ini di-bandingkan dengan orang Eropa (18). Wanita mengeluh lebihbanyak mengenai effek sampingan ini dari pada laki-laki (18).

Pada penyelidikan ini dua orang (keduanya wanita) mengeluhanorexia, mual, muntah-muntah yang dapat diatasi denganpemberian obat pada waktu mau tidur malam, bersamaandengan sedativa atau obat tidur dan pemberian pro-chlorperazine. Penyulit dari fungsi hati tidak diketemukan padapenyelidikan ini. Seorang lagi menderita depresi mental yangdapat diatasi dengan pemberian obat anti depresi misalnyaamitriptyline HC1.Seorang penderita dengan urtikaria hilang keluhannya denganpemberian obat anti histamin.Lain penyulit tidak diketemukan.Pada penyelidikan ini Streptomycin dan Ethambutol diberi-kan sampai cairan serebro-spinal normal, berhubung keduaobat tersebut diatas menembus blood-brain-barrier dengansukar sekali bila penderita mulai sembuh.Ethambutol dengan struktur kimia (2,2" — ethylene-diiminodi-1 -butanol dihydrochloride), bila digunakan tersendiri kurangeffektif dibandingkan dengan INH, Streptomycin, Ethionami-de, equivalen dengan cycloserine dan lebih poten dari PAS(6).Keuntungannya strain yang resisten terhadap StreptomycinINH, Ethionamide atau kanamycin tidak menunjukkancross resistance dengan Ethambutol (6).Ethambutol dengan dosis 25 mg/kg berat badan per hari de-ngan INH, lebih effektif dari pada dengan INH dan PAS. ladapat diberikan pada penderita penyakit hati, ginjal, jantungdan darah (6).Satu-satunya penyulit yang hebat adalah toksisitas mata ialahneuritis retrobulber dan defek yojana penglihatan perifer yangterutama terdapat pada orang laki-laki, menghilang dalambeberapa minggu bila obat tersebut dihentikan. Penyulit initerutama timbul bila diberikan dalam dosis lebih dari 35 mg/kg berat badan per hari (6). Pada penyelidikan ini tidak di-ketemukan penyulit ini (lihat Tabel XIII).Penyulit akibat Streptomycin juga tidak diketemukan padakasus-kasus ini (lihat Tabel XIII).

Kortikosteroid. Mengenai kortikosteroid masih tetap di-permasalahkan, tetapi yang sudah pasti, pemberian kortikos-teroid secara rutin pada penderita meningitis tuberkulosatidak dibenarkan (8, 12, 30).Insiden resistensi terhadap primary drug banyak sekali, sehing-ga pemberian kortikosteroid harus hati-hati (33).Kortikosteroid mempermudah penyebaran infeksi kedalamjaringan otak (12), selain itu kortikosteroid memperbaiki"blood/CSF barrier" sehingga obat-obatan yang pada faseakut dari meningitis dapat menembus barrier ini, tidak dapatlagi menembusnya (12).

Cermin Dunia Kedokteran No.17, 1980 17

Page 15: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

Pemberian kortikosteroid tidak dapat mencegah timbulnyahydrocephalus, blok spinal yang komplit, dan infark otakmassif akibat endarteritis (12).Sekresi kortisol endogen bertambah pada penderita meningi-tis aseptic dan meningitis purulenta, sehingga tidak ada guna-nya pemberian steroid (20).Pada penderita-penderita Stadium III dengan infeksi tuberku-losa yang berlebih-lebihan yang menyebabkan reaksi me-ningitis berlebih-lebihan atau kegagalan aliran darah perifer,kortikosteroid sangat dianjurkan (I2). Dalam hal ini terdapathyper-sensitivitas terhadap tuberkulo-protein sebagai responterhadap masuknya kuman kedalam selaput otak dan otak (4).Brain edema yang timbul dapat juga diatasi dengan kortikos-teroid, tetapi diperlukan dosis tinggi, misalnya 40 — 100 mgdexamethasone sebagai bolus, lalu diteruskan dengan 4 — 8mg tiap dua jam selama enam sampai sembilan hari (13, 26,32).Daya kerja untuk menurunkan tekanan intrakranial dan angkakematian lebih baik dari pada dengan dosis rendah (20 — 40mg dexamethasone tiap hari ) (26, 32).Beberapa pola pengobatan meningitis tuberkulosa dengankombinasi obat-obat anti tuberkulosa :(1). INH—Ethambutol—Streptomycin (7).

Kombinasi ini toksisitasnya rendah, tetapi respon ku-man kurang.

(2). INH—Ethambutol—Streptomycin—Rifampicin (7).Daya bakterisidnya lebih besar, bahaya hepato-toksikjuga besar.

(3). INH—Rifampicin—Pyrazinamide—Streptomycin atau Et-hambutol (7).Daya bakterisidnya paling besar, tetapi resiko hepato-toksiknyapun besar.

(4). INH—Streptomycin dengan dua diantara tiga second linedrugs Cycloserine, Ethionamide dan Ethambutol (34).

Contoh yang terakhir ini yang digunakan pada penyelidik-an ini.Hasil pengobatan dengan kombinasi ini pada penderita-pen-derita meningitis tuberkulosa (lihat Tabel X) jelas lebih ungguldari kombinasi INH—Streptomycin—PAS, dan bila diban-dingkan dengan kombinasi INH—Rifampicin—Ethambutolhasilnya hampir sama, hanya sequelae lebih banyak, mung-kin ini disebabkan karena penderita-penderita pada waktumasuk Rumah Sakit, sudah terdapat kelainan neurologikyang berat dan ireversibel.

RINGKASAN

Sepuluh penderita meningitis tuberkulosa yang dirawatdi Bagian Saraf Rumah Sakit Dr. Sutomo dan di Rumah Sakitswasta di Surabaya pada tahun 1977 — I978 telah diberi pe-ngobatan gabungan Prothionamide—INH, Ethambutol danStreptomycin.Hasil pengobatan ini dibandingkan dengan hasil pengobatanINH—Streptomycin—PAS dan INH—Rifampicin—Ethambutoldari lain penulis.

Kombinasi Prothionamide—INH—Ethambutol dan Streptomy-cin jelas lebih unggul dari kombinasi INH—Streptomycin—PAS dan bila dibandingkan dengan kombinasi INH—Rifam-picin—Ethambutol hasilnya hampir sama.Tak diketemukan effek samping yang hebat dengan cara peng-obatan ini.

KEPUSTAKAAN.

1. ABUBAKAR. D. DAN TRASTOTENOJO. M.S. : MeningitisTuberkulosa di bagian Anak R.S. Dr. Kariadi, Semarang. M.K.I.XXVII : 79 – 84, 1977.

2. AMIRUDDIN, A. DAN DJUNAIDI, W : Tinjauan tentang be-berapa aspek pengobatan meningitis tuberkulosa dewasa ini.K.P.I.K II F.K. – UNHAS, July, 1977.

3. BARGETON. D: Toxicological study of 2591 Th. (Isotrevintix).( A toxicological expert report ).

4. BELL. W.E. ; CHUN. R.W.M. , JABBOUR. J.T. and MELOFF.K.L : Infections of the brain and spinal cord. In Swaiman andWright. The practice of Pediatric Neurology. C.V. Mosby, St.Louis, 1975, p. 565.

5. CHANDRA, B : Some aspects of tuberculous meningitis in Su-rabaya. Kongres Nasional Neurologi-Psikiatri-Neurochirurgi di Ja-karta 8 – 10 Nopember 1976.

6. Editor. Ethambutol. Tubercle 47 : 292 – 295, 1966.

7. Editor. The Lancet I: 787, 1976.

8. Editor. Tuberculous meningitis. Brit. Med. J.I. : 1 – 2, 1971.

9. FORGAN-SMITH. R. , ELLARD. G.A., NEWTON. D. ANDMITCHISON. D.A. : Pyrazinamide and other drugs in tubercu-

lous meningitis. Lancet II : 374, 1973.

10. FOX. W. , ROBINSON. D.K. , TALL. R. , MITCHISON. D.A. ,KENT. P.W. AND MACFADYEN. D.M. : Astudy of acute in-tolerance to ethionamide, including a comparison with prothio-namide, and of the influence of a vitamin B-complex additivein prophylaxis. Tubercle 50 : 125 – 127, 1969.

11. GILROY. J. AND MEYER. J. S : Medical Neurology, 2nd. ed.Mc. Millan Co. Toronto, 1976, pp. 390 – 393.

12. HOCKADAY. J.M. AND SMITH. H.M.V. : Corticosteroids asan adjuvant to the chemotherapy of tuberculous meningitis.Tubercle 47 : 75 – 91, 1966.

13. HOFF. J.T : Intracerebral hemorrhage. In Conn, H.F. Currenttherapy 1978, pp. 675 – 677.

14. HUGHES. I.E. AND SMITH, H : Ethionamide : its passage in-to the cerebro-spinal fluid in man. Lancet I: 616 – 617, 1962.

15. IDRISS. Z.H, SINNO. A.A. AND KRONFOL. N.M.: Tubercu-lous meningitis in childhood. Am. J. Dis. Child. 130 : 364 –365, 1976.

16. Laporan tahunan 1977, Rumah Sakit Dr. Sutomo Surabaya.

17. LINCOLN. E.M. AND SIFONTES, J.E : Tuberculous meningi-tis in children. Med. Clin. N. Amer. 345 – 362, 1953.

18. Martindale The Extra Pharmacopeia, 27th. ed. 1977, pp. 1581–1604.

19. MEYER. F.H , JAWETZ. E. AND GOLDFIEN. A : Review ofmedical pharmacology. 5th. ed. Asian editon, Lange MedicalPublications, Maruzen Co. Ltd. I976, pp. 547 – 556.

20. MIGEON. C.J. , KENNY. F.M , HUNG, W. AND VOORHESS.M.L: Study of adrenal function in children with meningitis.Pediatrics 40 : I63 – 182, 1967.

21. NORRIS. F.H. , Garvey. P.H. AND SWALBACH. G.W : Amild form of tuberculous meningitis. Arch. Neurol. 10 : 398 – 401, 1964.

1 8 Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980

Page 16: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

22. PILHEU. J.A: Concentrations of ethambutol in the C.S.F. 30. SMITH, C.C: Tuberculous meningitis. In Lock, S. Today's treat-after oral administration. Tubercle 52 : 117 - 122, 1971. ment I, 1976, London, Staples Printers Ltd. at the Stanhope

Press, Rochester, Kent, 1976, pp. 377 - 378.23. PILHEU. J.A., MARCHESE,

Ethambutol and rifampicinJ.H.L. AND

in tuberculousGARBUGINA.meningitis. XII

R:In- 31. SOMNER. A.R. AND BRACE. A.A : Changes in serum transa-

ternational Tuberculosis Conference, Moscow, August 1971, minase due to prothionamide. Tubercle 48 : 137 - 143, 1967.pp. 65 - 67. 32. STOSSECK. K Institut fur Anaesthesiologie der Universitat

24. PLACE. V.A. , PYLE M.M. AND DELA HUERGO, J : Etham- Mainz Universitatskliniken. W. Germany. Personal communica-butol in tuberculous meningitis.785, 1969.

Am. Rev. Resp. Dis. 99 : 783- tion. (Feb. 21 1978).

33. STEINER. M. AND STEINER. P : Tuberculous meningitis du-25. RASJID. R. , YUSUF. A. , HANANTO. I. , AND SURYATENG- ring chemotherapy for pulmonary tuberculosis. Pediatrics 44 :

GARA. W : Penggunaan prothionamide dalam kombinasi dengan 714 - 715, 1969.INH dan streptomycin pada pengobatan tuberkulosis paru. Ba- 34. STEINER. P. AND PORTUGALEZA. C : Tuberculous meningi-gian Paru FKUI/RS Persahabatan-Jakarta. tis in children. Amer. Rev. Resp. Dis. 107 : 22 - 29, 1973.

26. REULEN. H.J: Vasogenic brain edema. New aspects in its for- 35. SUNAHARA. S : Comparison of the clinical usefulness of ethio-mation, resolution and therapy. Brit. J. Anaesth. 48 : 471 - namide and prothionamide in initial treatment of tuberculosis.752, 1976. Tenth series of controlled trials. Tubercle 49 : 281 - 290,

27. SCHACHTER, E.W. AND KARPICK. R.J : Relapsing tubercu- 1968.lous meningitis complicated by late sequelae. Am. Rev. Resp. 36. TAHERNIA. A.0 : Tuberculous meningitis. Clin. Ped. 6: 173 -Dis. 106 : 458 - 461, 1972. 177, 1967.

28. SIPPEL, J.E , MIKHAIL, I.A. , GIRGIS, N.I. AND YOUSSEF. 37. VAUGHAN. V.C. , MCKAY, R.J. AND NELSON. W.E : NelsonH.H : Rifampin concentration in CSF of patients with tubercu- Textbook of pediatrics. 10th. ed. Asian editon, W.B. Saunderslous meningitis. Am. Rev. Resp. Dis. 109 : 579 - 580, 1974. Co., Philadelphia, Igaku Shoin Ltd. Tokyo, 1975, p. 640.

29. SMITH. A.L: Tuberculous meningitis in childhood. Med. J. 38. VISUDIPHAN. P. AND CHIEMCHANYA, S : Evaluation of ri-Australia 1 : 57, 1975. fampicin in the treatment of tuberculous meningitis in children .

J. Pediatrics 87 : 983 - 986, 1975.

THE BACTERICIDAL BROADSPECTRUM ANTIBIOTIC WITHCONVENIENT t.i.d. DOSAGE REGIMEN WITHOUT REGARD TO MEALS

THE BACTERICIDAL BROADSPECTRUM ANTIBIOTIC OFFERING :

• CONVENIENT T.I.D. DOSAGE REGIMEN WITHOUT REGARD TO MEALS• OUTSTANDING ORAL ABSORPTION• LOW INCIDENCE OF SIDE-EFFECTS• LOW TOXICITY• HIGH CURE RATE

AT A REALISTIC, ECONOMICAL PRICE.

MAKE USE OF THE MANY BENEFITS OF K A L M O X I L I N ® !!

KALMOXILIN®

(AMOXYCILLIN TRIHYDRATE)

SUPPLIEDAS :CAPSULES 250 MGTABLETS 125 MGSYRUP 125 MG/5ML

Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980 19

Page 17: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

Gangguan Peredaran Darah Otak( CVA)

dr. A. TanumihardjaUnit Neurologi, Rumah Sakit Jiwa

Ujung Pandang.

SUMMARY

Although the brain is only 2% of the total body weight,it receives 16% of the total cardiac output and consumesabout 20% of the total oxygen requirement of the body.

Because of its richness in blood supply and of its highoxygen consumption, it is understandable that any disturbanceof the cerebral blood flow will result in an alteration ofthe brain functions.

Cerebral vascular accident is not a disease confined tothe elderly as it is also encountered in the young.

Arteriosclerosis and hypertension are the main cause ofcerebral vascular accidents in the elderly, while in youngmen, CVA is mostly caused by lues cerebralis.

The course of CVA depends on the type and the extentof the lesion and also of the presence or absence of othercomplicating factors.

Prognosis is grave in the case of a haemorrhage of anyappreciable size or if a major vessel is the site of a thrombusor embolus.

Adonna AC—17 and dexamethasone can reduce the mor-tality rate.

PENDAHULUAN

Meskipun berat otak manusia hanya 2% dari berat tubuhkita, akan tetapi otak manusia menerima 16% dari seluruhcardiac out put dan memakai kira-kira 20% dari oxygen supplyuntuk seluruh tubuh. Karena itu kita dapat mengerti, bahwaberkurangnya darah yang mengalir ke otak akan mengakibat-kan gangguan fungsi otak.

Dinegara barat penyakit pembuluh darah otak adalah pe-nyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovasku-ler dan penyakit kanker. Dengan gangguan peredaran darahotak dimaksudkan suatu sindroma yang disebabkan oleh kare-na menghilangnya dengan tiba-tiba suatu fungsi dari susunansaraf pusat sebagai akibat dari hilangnya fungsi itu timbullahgangguan motilitas, sensibilitas dan sensorium.

Gangguan fungsi ini dapat temporer atau permanentYang temporer dapat disebabkan oleh spasmus dan yang per-manen dapat disebabkan oleh sebab yang akan diuraikan padabagian etiologi.

Gangguan peredaran darah otak ini tidak saja didapati pa-da usia lanjut, tetapi juga pada usia dewasa muda, bahkan pa-da anak-anak.

ETIOLOGI

Sebab-sebab dari gangguan peredaran darah otak dapat di-bagi dalam dua golongan yang besar :• Golongan ekstra/kranial : bila tekanan arterial turun

mendadak karena shock atau karena penyakit jantung.Gangguan cerebro vascular juga didapati bila konsentrasioxygen dalam darah dengan tiba-tiba turun karena anemiayang berat.

• Golongan intra kranial : Perdarahan; encephalomalaciaakibat embolus atau thrombosis.Thrombosis dapat terjadipada arteriosclerosis cerebralis, Winiwarter Buerger Cerebra-lis, lues cerebralis, pada masa post partum, infeksi-infeksikarena : diphtheri, typhoid fever, pertusis, tbc otak, encep-halitis karena virus dan sebagainya.Tumor yang menekan pada pembuluh darah ; penyakitdarah misalnya policythemia vera juga dapat menimbulkangangguan peredaran darah otak.

Penyakit-penyakit yang dapat mendatangkan perubahan-perubahan pada dinding pembuluh darah diotak ialah :

— Pada usia lanjut : disebabkan oleh arteriosclerosiscerebralis dan hipertensi.

— Pada usia dewasa muda :Menurut TJ A N TI A N G LI N Gdari 147 penderita dewasa muda (berumur antara 17—30tahun) dengan cerebrovascular accident yang diteliti,didapatkan hasil seperti pada tabel 1.

Tabel 1 : Penyakit yang dapat menimbulkan CVA (Tjan T.L.)1960.

Jumlah Jenis penyakit

87 Lues Cerebrovasculer38 Winiwater Buerger Cerebralis.11 hipertensi.

7 emboli.3 cerobral vascular deficieney; dise-

babkan oleh faktor ekstrakranial:shoek.

1 tumor cerebri.

20 Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980

Page 18: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

Pada anak-anak : Menurut FRANK : CVA dapat disebab-kan oleh (i) Tumor yang menekan pada pembuluh darahotak atau tumor yang berasal dari jaringan otak ; (ii) Infeksibakteri seperti T B C, diphtheri, pertussis. Infeksi Riketsiaprowozeki, Infeksi Virus seperti Virus variola, varicela, virusyang menyebabkan parotitis epidemica, morbilli. InfeksiParasit seperti plasmodium, schistosoma, eccinococcosis. Dan(iii) kelainan congenital.

FREKUENSI

Menurut ADAMS gangguan peredaran darah otak ini ter-dapat pada 25% dari autopsy routine dirumah sakit umum diAmerika Serikat.

Dari penyakit pembuluh darah otak ini ME R IT menemu-kan lebih banyak thrombosis (66 %) pada pemeriksaan klinikdibandingkan dengan perdarahan otak (20%); sedangkan padapemeriksaan bedah mayat angka-angka ini hampir sama ialahuntuk thrombsis 43% dan untuk perdarahan otak 47 — 50%.FIELDS mengatakan bahwa 75% dari penderita dengan geja-la-gejala ischaemia pembuluh darah otak (ischemia cerebro-vascular disease) mempunyai penyempitan (stenosis) ataupenutupan (occlusi) yang letaknya ekstrakranial.

Menurut MEYER pada penderita dengan ischemia pembu-luh darah otak dengan kelainan pada daerah carotis, 2/3terletak ekstra kranial dan 1/3 intra kranial.

SIMPTOMATOLOGI

Gejala-gejala gangguan peredaran darah otak dapat dibagidalam : (i) Gejala sebelum serangan. Dan (ii) Gejala selamaserangan.• Gejala sebelum serangan : terutama terdapat pada cerebralthromboangitis obliterans kadang-kadang juga pada perdarah-an, pada lues otak atau pada arteriosclerosis cerebralis. Gcjala-nya ialah : sakit kepala yang kadang-kadang nampak sebagaimigraine, perasaan pusing. Disamping itu kadang-kadang jugaterdapat gangguan psikis yang oleh SC H NE I D E R dinama-kan "Korperlich Begrundbaren psychosen. "

• Gejala selama serangan : serangan biasanya terjadi secaraakut dan puncaknya pada umumnya tercapai setelah beberapajam, kadang-kadang setelah beberapa menit saja. Kematianyang disebabkan oleh perdarahan otak jarang terjadi dalamwaktu kurang dari I5 menit, tidak secepat seperti padamiokard infark.

Gejala selama serangan dapat dibagi dalam dua golongan :yaitu : Gejala umum dan gejala lokal.o Gejala umum : gejala umum sering terdapat pada suatu

perdarahan, jarang terdapat pada lues, arteriosclerosis,cerebral thromboangitis obliterans atau embo-li. Gejala itu ialah muntah-muntah, sakit kepala, bradi-cardi, papil oedem, kejang, coma, suhu yang meninggidan perubahan tipe nafas (umpamanya tipe cheyne stokes).

o Gejala lokal : gejala lokal tergantung dari pembuluh darahyang terserang. Gejala lokal ini penting untuk menentukanlokalisasi dari suatu lesi diotak, akan tetapi hal ini memer-lukan pengetahuan anatoini yang cukup.

Secara klinik biasanya didapati gangguan motorik berupahemiplegia, monoplegia, jarang ada kelumpuhan tetraplegia,sering ada aphasia.

Sering terjadi perubahan scnsibilitas berupa hemianaesthe-sia, sering juga didapati hemianopsia.

Tidak jarang pula didapati gangguan visus yang disebabkanoleh kontraksi spastik dari pembuluh darah retina. Kontraksitersebut juga dapat menyebabkan passagere ambliopia danamaurose.

Perubahan pada mata yang khusus untuk thromboangitisobliterans cetebralis adalah periphlebitis retinae dengan per-darahan dalam corpus vitreum.

Gejala-gejala perubahan psikik menurut ROSE NHAGEN

ialah : euforia, affek yang labil, mudah marah, pelupa danjudgement yang terganggu.

Pada arteriogram terdapat carotis syphon berdiri lebihtegak, nampak lebih sempit dan pada dinding terlihat suatudefek.

Pada pneumoencephlographi sering terlihat perubahan-perubahan pada ventriculus, terutama bila penyakit telah ber-langsung agak lama (atrofi otak).

Pada electroencephalographi tidak didapati perubahanyang khusus. Liquor cerebrospinalis menunjukkan adanyadarah pada pendarahan.

Tekanan darah pada thromboangitis obliterans cerebralisbiasanya juga tidak tinggi.

DIAGNOSA

Perdarahan otak : perdarahan otak lebih banyak dijumpaipada penderita hypertensi. Serangan perdarahan yang biasanyaterjadi mendadak pada waktu penderita sedang bekerja menga-kibatkan menurunnya kesadaran sehingga penderita menjadipingsan. Penderita nampak sakit berat, nafas mengorok, cepatdan dalam, serta meniup pada satu sisi dan suhu badanmeninggi.

Embolus : Embolus cerebri merupakan komplikasi daripenyakit jantung. Pada waktu terjadinya serangan, kesadaranbiasanya tetap baik, penderita tidak nampak sakit berat,pernafasan, suhu badan, tekanan darah, tidak menunjukankelainan. Pada pemeriksaan jantung terdapat adanya vitiumcordis. Gejala neurologik sering kali menghilang dalam waktutidak terlalu lama. Tetapi sewaktu-waktu serangan emboliadapat timbul kembali bila ada bagian dari sumber embolusyang terlepas.

Thrombosis : pada Arteriosclerosis sering terjadi padapagi hari setelah bangun tidur atau pada waktu penderita se-dang istirahat. Kesadaran penderita tidak menghilang, gejalaklinik biasanya tidak sehebat pada perdarahan otak.Lues cerebralis : Wassermann — Kahn reaction biasanya posi-tip baik dalam darah maupun dalam liquor cerebrospinalis.Winiwarter Bucrger Obliterans Cerebralis : untuk keperluandiagnose sarjana SPA menyebut empat pasal yaitu :(i)Biasanya ada anamese yang panjang dengan gejala cerebralyang menghilang dan timbul lagi. Gejala cerebral ini pada akhirnya tidak lagi menghilang, biasanya didapati pada laki-laki;

Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980 2 1

Page 19: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

(ii) Gejala Winiwarter-Buerger pada pembuluh darah tungkai;(iii) Ada perubahan pada pembuluh darah mata, berupaspasmus ; jarang ada periphlebilitis, bila gejala perphlebilitisada, maka itu adalah khas untuk Winiwarter-Buerger cerebralis.Dan (iv) Bila penyakit telah lama berlangsung maka padapneumoencephalograf, sering didapati atrofi dari otak.

Tumor yang menekan pada pembuluh darah : gejala fokaldan kelainan pada neuroradiologram.

Thrombosis karena infeksi : sering terjadi sesudah mende-rita suatu penyakit infeksi.

Spasmus : Spasmus arteria pada permulaan penyakit tidakberlangsung lama dan timbul berulang-ulang, sehingga gejalayang timbul juga tidak berat dan berulang-ulang pula. Adanyaspasmus arteria dapat ditunjukan dengan mencelupkan tanganpenderita kedalam air dingin atau air es sewaktu dilakukanarteriografi carotis. Pada arteriogram arteria-arteria nampakmenjadi kecil.

PATOLOGIJaringan otak sangat sensitif terhadap berkurangnya supply

oxygen dan nutrient. Menurut DE VRIES baru dua hari sete-lah penutupan pembuluh darah terjadi degenerasi dari dindingpembuluh darah. WESTPHAL berpendapat bahwa substansiagrisea otak hanya dapat hidup 5 sampai 10 menit bila alirandarah terhenti.

Menurut VAN WULFFTEN PALTHE : tidak terdapat per-bedaan azasi antara ancephalomalaise dan apoplexia sangui-nis cerebri karena pada kedua-duanya sebab yang primeradalah sama, yaitu gangguan fungsionil peredaran darah diotak.

Menurut SCHWARTZ semua apoplexia disebabkan ganggu-an fungsionil pada peredaran darah di daerah terminal pembu-luh darah di otak. Gangguan fungsionil ini disebabkan olehrangsangan dari suatu embolus yang terjepit atau oleh gelom-bang tekanan tinggi pada hypertensi.

Menurut WESTPHAL dan BAR, faktor spasmus setempatdari pembuluh darah memainkan peranan penting. Merekatidak melihat bahwa pada penderita dengan tekanan darahtinggi sering timbul kejang dari pembuluh darah dari tungkaimaupun dari jantung. Oleh karena itu maka tidaklah mustahil,bahwa juga pada pembuluh darah otak timbul suatu spasmus.Karena spasmus dari pembuluh darah ini maka jaringan otakmenjadi anaemis dan akhirnya terjadilah suatu nekrosa. Pro-ses degenerasi ini akan menyebabkan timbulnya fermenautolytic yang sekunder dapat merusak pembuluh darah.

Menurut BOEHNE : primair terjadi suatu nekrosa otakkarena ischaemi. Ischaemi ini disebabkan oleh arteriosclero-sis berat atau karena spasmus pembuluh darahekstra cerebralyang berlangsung lama. Sekunder pembuluh darah yang ber-jalan melalui daerah nekrotis juga akan mengalami perubahan,sehingga akhirnya terjadi perdarahan, apalagi bila tekanandarah menjadi tinggi.

PROGNOSAPrognosa gangguan cerebrovascular tergantung pada

• Sebabnya lesi : lues cerebri, arteriosclerosis, W—B cerebra-lis dan lain-lain.

• Luasnya daerah yang terserang.• Adanya komplikasi (umpamanya pneumonia hypostatica,

cystitis).• Apakah penderita cepat pergi berobat kedokter atau tidak.

Kematian penderita lebih sering dijumpai pada perdarahandiotak dari pada thrombosis otak , dan belum pernah padaW—B cerebralis atau lues.

TERAPI

Pengobatan CVA dapat dibagi dalam : (i) Terapi sympto-matik : mencegah pneumonia dan cystitis; (ii) Terapi hygienikdietetik : pada W — B cerebrlis, tidak boleh merokok, padahypertensi tidak boleh makan garam dan sebagainya. Dan(iii) Terapi medicinal : hal ini ditujukan pada terapi umumdan terapi khusus.

Terapi umum : Perawatan umum : Bila penderita tak sadaratau setengah sadar, maka penderita diletakkan dalam posisiyang tepat untuk mencegah kontraktur dikemudian hari.Tractus respiratorius harus bersih.Perawatan vesica urinaria : bila penderita tidak sadar perludipasang dawer catheter, yang harus diganti setiap tiga hari,bila ada konstipasi diberi enema.Bila ada kejang; diberi injeksi diazepam. Dosis untuk anak-anak 1 mg/tahun umur dan untuk orang dewasa : 5—10 mg.Oxigen : dapat diberikan bila ada penyulit paru atau jan-tung.

Terapi khusus : tergantung pada etiologinya.Pada thrombo-sis berikan AminophylIine; 2 x (5 — 10) cc setiap hari selama10 — 14 hari. Kemudian diberi vasodilatator seperti Compla-min 3 x(½ — 1) tablet atau N Z A: 3 x 50 mg.Bila karena lues cerebrovaskuler, maka diberi lueskuur : sun-tikan P.P. kristal 1,2 juta selama 10 hari berturut-turut, di-samping obat-obat yang tersebut diatas.Terapi kombinasi : dengan Aminophyllindan N.Z.A., CHAN-DRA dari Surabaya memperoleh hasil pengobatan sebagaiberikut : Diantara 38 orang penderita, dinyatakan baik 24orang, cukup baik 10 orang, dan buruk 4 orang. Tetapi kombi-nasi, dengan Aminophyllin dan complamin, DJ U N A I D I dkkdari Surabaya memperoleh hasil pengobatan sebagai berikut :Diantara 20 orang penderita hasil pengobatan yang dicapaiialah 75 — 80%.

Alasan pemberian Aminophylline pada fase akut ialah kare-na pada fase akut, waktu serangan terdapat penimbunan CO2dan metabolit lain pada sekitar daerah yang terkena, makasekitar daerah itu terdapat vasodilatasi maksimum(vasoparaly-sis).

Vasodilatator hanya dapat melebarkan pembuluh darahdi daerah yang terkena, dengan akibat tertariknya darah daribagian yang terserang kebagian yang sehat (intracerebralsteal syndrome), sebaliknya pemberian aminophylline padafase akut (suatu vasopressor), menyebabkan tonus pembuluhdarah disekitarnya bertambah. Meningkatnya tonus pembuluh

22 Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980

Page 20: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

darah disekitarnya ditambah dengan meningkatnya cardiacoutput oleh rangsangan langsung dari aminophylline pada ototjantung, mengakibatkan aliran darah ke daerah yang terkenabertambah (inverse steal syndrome).

Pada hemorrhagi sanguinea : Diberi hemostatica misalnyaAdona AC 17 : 2 x 75 mg, setiap hari selama dua minggu.

Daxtran — 40 , 10% dalam glucose 5% per infus ; dapatmemperbaiki aliran darah dalam bagian-bagian otak yangmengalami ischaemia. Mula-mula dapat diberikan 500 ccdalam waktu satu jam, dilanjutkan dengan 500 cc lagi tiap12 jam selama tiga sampai lima hari.

Untuk mengurangi oedema otak dapat diberikan korti-kosteroid umpamanya : Dexamethasone 10 mg, intra vena,dilanjutkan dengan pemberian 5 mg tiap enam jam selama duahari pertama, kemudian 5 mg tiap delapan jam pada hari ke-tiga, kemudian tiap 12 jam pada hari keempat dan 5 mg padahari kelima.

Obat-obat yang memperbaiki metabolisme sel-sel otak se-perti : encephabol, hydergine dapat pula membantu memper-baiki keadaan penderita.

Obat-obat yang bersifat menurunkan metabolisme otakmungkin memberikan pengaruh yang baik; umpamanya :lytic coctail yang terdiri dari : 50 mg largactil, 40 mg phener-gan dan 100 mg pethidine yang diberikan dengan infus glucose5%.

Setelah masa akut dilalui dan bila penderita masih hidup,maka dapat diberikan obat golongan vasodilatator sepertistugeron, N Z A, complamin dan lain- lain.

Dalam masa rekonvalesensi, fisioterapi harus ditingkatkanuntuk melatih anggota badan yang lumpuh.

Angka kematian karena apoplexia sanguinea otak di UnitNeurologi R.S, Jiwa Ujung Pandang adalah 100%, dibagianNeurologi F.K.U.I. adalah 94%, jadi tidak berbeda jauh.Setelah Adona AC 17 dipergunakan dalam pengobatan inimaka angka kematian dibagian Neurologi F.K.U.I. menurunmenjadi 65%, di Unit Neurologi R.S. Jiwa Ujung Pandang jugamenurun menjadi 80%.

KEPUSTAKAAN.

1. ADAMES, R.D. and VANDER ECKEN, H.M; Vascular Diseaseof the Brain. Amer. Rev. Med. 4: 213, 1953.

2. ALPERS. B.J. ; Clinical Neurology 3 rd Ed. F.A. DAVID Com-pany Publisher Philadelphia.

3. BAKER A.B. : Clinical Neurology. 2 nd Ed. A. Hoeber-HarperInternational edition jointly published by Harper & Row, NEWYork, Evanston & London and JOHN WEATHERHILL, Inc.Tokyo, rcprinted 1965, Vol, 11 PP 577 – 581.

4. DJUNAIDI W. et al : Penyelidikan pengobatan Thrombosis(CVA). Dengan Aminophylline-Complamin. Dibacakan padaPertemuan Tahunan pertama PNPNCH pada tanggal 20 – 22September, Surabaya, 1971.

5. DJUNAIDI W. et al : Clinical Trial With complamin on patientswith Cerebro Vascular Accident. Department of Neurologyand Psychitry,Airlangga University, School of Medicinc, Sura-baya Indonesia.

6. Editor : Natural History of Cerebro-Vascular Disease. Lancet :1 : 75 – 76, 1970.

7. FIELDS, W.S., NORTH R.R , HAS W.K. et al : Joint studyof extra Cranial Artcrial Occlusions as a cause of stroke, I.Organisation of study and survey of patient population.J.A.M.A., 203 ; 955 – 960, 1968.

8. FRANK R. FORD : Disease of The Nemous svstem inInfancy,Childhood and' Adolescencc.4 th Ed. Charles C. Thomas Publis-her Springfield, llinois. 1960.

9. GIBBETD, F.B. : Thc Diagnoscs and Management of Stroke.Practitioner, 204 : 497 – 505, 1970.

10. GILCY, J. ct al : Trcatment of Acute stroke with Dextran 40.J.A.M.A., 240 : 293 – 298, 1969.

11. MAHAR MARDJONO dan PRIGUNA SIDHARTA : PengobatanPenyakit Saraf. P.T. Dian Rakyat 1967.

12. NERRIT, H.H. : A Texbook of Neurology 1 st Asian Edition.lgaku Shoin Ltd. Tokyo, 1967. PP 165 – 170.

13. MEYER, J.S. : Ischemic cerebro-vascular Disease (stroke).J.A.M.A. 183 : 237 – 240, 1963.

14. PAULSON, O.B. : Regional cerebral Blood FIow in Apoplexydue to occlusion of thc middle cerebral artery. Neurologv,20 : 63 – 77, 1970.

15. SOEMARGO. S. ct al : Adona AC 17. In Apoplexia sanguineacerebri. Department of Neurology Medical Faculty, Universityof Indonesia .lakarta.

16. SOEMARNO M. : Gangguan Peredaran Darah Otak ( CVA )Cermin Dunia Kedokteran, 2/1 : 9 – 10, 1974.

17. TJIANG TIANG LING : Gangguan Cerebro Vascularpada OrangDewasa muda di Indonesia. Thesis, Universitas Airlangga, Suraba-ya, 1960.

SPERMISIDA BUATAN SENDIRI

Bila persediaan alat-alat kontrasepsi kebetulan tidak adaatau sedang habis, pemakaian spermisida-buatan-sendiriseperti tertera di bawah ini sedikit banyak dapat mem-beri perlindungan terhadap kehamilan (daripada tidakpakai kontrasepsi sama sekali).

1. Cuka dan air atau cairan jeruk (juice) dan air :satu bagian asam cuka atau cairan jeruk dicampur dengan20 bagian air hangat merupakan spermisida yang efektif.

2. Minyak-minyak : semua jenis minyak goreng, ter-masuk mentega.

3. Larutan sabun : ini dapat dibuat dengan melarut-kan 1—1½cm 3 sabun mandi biasa dalam satu liter airhangat. Perhatikan : sabun yang keras (misalnya yangmengandung karbol), sabun bubuk dan segala jenisdetergen tidak boleh dipakai karena merusak dindingvagina !Cara memakai : ambil segumpal kapas, kain atau spon;celupkan dalam salah satu larutan/cairan di atas; masuk-kan ke dalam vagina sampai menutupi cervix. Janganmemakai cairan spermisida di atas untuk irigasi/douchingsesudah coitus, karena ini sama sekali tidak berguna.

IPPF Family Planning Handbook for Doctors, 1974,104

Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980 25

Page 21: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

Serangan lschaemia Otak Sepintas Lalu (SOS)Pencegahan dan Pengobatan *

dr.DjunaidiWidjajaBagian Ilmu Penyakit Saraf

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/R.S.Dr. SutomoSurabaya

PENGOBATAN SPESIFIKSUMMARY

Management of Transient Ischaemic Attack (TIA) shouldbe directed against the reduction of the risk factors, whichincludes control of hypertension, low fat & cholesterol diet,cessation of smoking, avoidance where possible of emotionallytrying situations, the treatment of the underlying disordersand the use of anti-platelet agents.

At present it is acceptable to use aspirin as a prophylaxisagainst TIA and also as a protection against completed stroke,especially in male patients. Sulfinpyrazone and dipyridamoledo not reduce significantly the risk of stroke when given alone.Combination of aspirin (10 mg/kg body weight) and dipyri-damole (2—5 mg/kg body weight) or aspirin and warfarinshould be considered in patients whose TIA are refractoryto treatment with aspirin alone. The benefit of the combina-tion of sulfmpyrazone and aspirin awaits the results of othercontrolled trials.

Carotid endarterectomy and the use of conventional an-ticoagulants are of doubtful value. There have been severalencouraging reports on the results of STA-cortical MCAanastomosis, but further evaluation would be useful.

Pencegahan dan pengobatan serangan ischaemia otak sepintaslalu (SOS) ditujukan pada (i) Pencegahan timbulnya atheros-lerosis dengan cara mengurangi faktor risiko, (ii) Pengobatankelainan yang mendasarinya (specific therapy), (iii) Pencegah-an timbulnya trombus dengan obat-obat anti-platelet,(iv) Antikoagulansia: pengobatan ditujukan pada faktor-faktorpembekuan darah, dan (v) Pembedahan.

FAKTOR RISIKO (lihat bagan I danII)

Berhubung sebagian besar dari SOS disebabkan oleh karenaatherosklerosis, maka faktor-faktor risiko penting sekali di-kurangi, dengan cara (73) :

— Memelihara tekanan darah arteriil pada atau dekat normo-tensi.

— Menghentikan merokok— Diit rendah lemak/kholesterol.— Latihan fisik yang teratur.— Menghindari stress mental.

* Lanjutan CDK no. 16 yll.

Langkah pertama dalam pengobatan SOS adalah mencarisebab-sebab dari SOS. Bila ini disebabkan oleh karena penya-kit sistemik, umpama polycythemia, hemoglobinopathia,dysproteinemia, maka pengobatan ditujukan pada penyebabini.

Bila SOS disebabkan oleh karena kelainan kardiovaskuler,umpama emboli jantung, arteritis, penyakit katup-katup jan-tung, kala hipotensi (baik yang spontan maupun akibat obat),kelainan ritme jantung, sinus carotis yang sakit/peka, hiper-tensi maligna dan sebagainya, maka pengobatan ditujukanpada kelainan ini.

OBAT-OBAT ANTI—PLATELET

Menurut penelitian akhir-akhir ini, dikatakan bahwa SOSkebanyakan disebabkan oleh karena embolisasi dari trombosit,fibrin atau runtuhan-runtuhan atheroma yang berasal dariatherosclerotic plaque (52,61). Obat-obat anti-platelet mence-gah trombosit menggumpal atau melekat satu sama lain,sehingga mencegah timbulnya trombosis. Ada dua teori menge-

nai pembentukan trombus, ialah sebagai berikut :

TEORI TROMBOSITPada 10 tahun akhir-akhir ini banyak perhatian ditujukan padasel-sel trombosit dalam pembentukan trombus (17) (LihatBagan II). Trombus arteri yang putih, terdiri atas kumpulantrombosit yang menggumpal, sel-sel darah putih dan sedikitfibrin, yang makin lama makin besar. Ekornya sebagian be-sar terdiri atas banyak sel-sel darah merah dalam rangkumanjaringan fibrin (lihat gambar I). Bila suatu pembuluh darahterluka atau bila ada atheromatous plaque yang mengadakanulserasi, maka timbul tiga reaksi :

1. Fase pertama dari penggumpalanPada fase ini trombosit melekat pada jaringan subendotilyang terkupas, lalu mengeluarkan faktor trombosit 3, suatufaktor yang mempercepat penggiumpalan dan mengakibatkanreaksi pelepasan dari trombosit.

Serangan SOS didefmisikan sebagai gangguan fokal sensorik atau mo-rotik yang timbul secara mendadak, yang disebabkan oleh gangguanaliran darah ke suatu area di otak untuk sepintas lalu; biasanya ganggu-an ini hilang dalam 24 jam. Serangan ini penting untuk diketahui kare-na sering merupakan pertanda akan datangnya serangan " completedstroke." — Red.

26 Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980

Page 22: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

2. Fase kedua dari penggumpalan dan reaksi pelepasanPada fase ini trombosit melepaskan zat-zat seperti : serotonin(5-hydroxy-tryptamin), kalsium, ATP, epinephrine, adeninenucleotide, kalium, faktor trombosit 4, ensim lysosim, zatyang merangsang pertumbuhan otot polos, prostaglandin,tromboxane A2, 12-hydroxyeicosatetraenoic acid (HETE)dan ADP. Bila trombosit mengalami reaksi pelepasan merekamenjadi mudah melekat satu sama lain dan menggumpal.3. Reaksi memacu sendiriADP yang dilepaskan pada waktu reaksi pelepasan menyebab-kan reaksi pelepasan itu sendiri. Benda lain yang menyebab-kan reaksi ini adalah PGE2, serotonin dan trombin, sehing-ga proses reaksi ini memacu sendiri. Asam-asam lemak bebasyang jenuh, merokok dan tekanan batin menyebabkan ber-tambahnya penggumpulan trombosit.

Obat-obat anti-platelet dibagi dalam 3 golongan :1. Golongan antihistamine dan antiserotonin umpama cypro-

heptadine dan chloroquine.2. Golongan pyrimido-pyrimidine umpama dipyridamole.

3. Obat-obat anti-inflammasi yang non-steroid dan analgetikaumpama aspirin sulfinpyrasone dan sebagainya.

TEORI PROSTAGLANDIN TERUTAMA PROSTACYCLIN(25, 26, 54)

Prostaglandin adalah bahan vaso-aktip yang kuat.Ia disintesa dari asam lemak tak jenuh, yang terdapat di fosfo-lipid dari membran sel semua jaringan mammalia. Precursorutama dari prostaglandin pada manusia adalah asam eicosa-tetranoic atau asam arachidonik (AA).

BAGAN 1: TEORI TERJADINYA ATHEROSKLEROSIS

Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980 27

Page 23: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

Asam arachidonik (AA) ini berasal dari asam lemak essen-siil, asam linoleik yang terdapat di sayuran dan daging daribinatang. AA didalam badan dimetabolisir sebagai berikut :(lihat bagan IV).AA dilepaskan dari membran fosfolipid oleh ensimphospholipase A2. Sekali dilepaskan, AA cepat dimetabolisirmelalui 2 jalur :1. Dengan perantaraan ensim lipoxygenase (yang terdapat di

trombosit, paru-paru dan lekosit) AA dipecah-pecah menja-di senyawa-senyawa yang tak stabil, dikenal sebagai hydro-peroxy-arachidonic acids. Sedikit diketahui mengenaisifat-sifat dari senyawa-senyawa ini.

2. Dengan perantaraan ensim cyclo-oxygenase (yang terdapatdalam membran dari semua sel). AA dipecah-pecah menjadicyclic-endoperoxide yang tak stabil (PGG2) kemudianbenda-benda ini diubah menjadi endoperoxide lain yangtak stabil, PGH2.

28 Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980

PGH2 ini mengalami nasib sebagai berikut :• PGH2 ini dipecah-pecah secara ensimatis atau non-ensimatis menjadi prostaglandin yang stabil : PGE2, PGF2adan PGD2.• Oleh ensim lain bernama prostacyclin synthetase,PGH2 diubah menjadi prostacyclin = PGI2 (half life 2—3menit) dan selanjutnya dipecah menjadi 6-oxo-PGF 1 a.Ini terjadi di dinding pembuluh (endotil) arteri atau vena(25, 54).

BAGAN III. PERANAN TROMBOSIT PADAPEMBENTUKAN SUATU TROMBUS

Page 24: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

BAGAN IV. METABOLISME ASAM ARACHIDONIK

Keterangan :AA = asam arachidonikPGG2 = cyclic endoperoxidePGH2 = unstable endoperoxideASA = aspirinPGI2 = prostacyclinTXA2 = thromboxane A2

= thromboxane B2= prostacyclin synthetase= thromboxane synthetase= competitive reversible

inhibition= menghambat

TXB21II111

• Oleh ensim thromboxane synthetase, PGH2 diubahmenjadi thromboxane A2 (TXA2) yang stabil (half life30 detik) dan selanjutnya menjadi thromboxane B2 yangstabil (25, 54).

Sifat-sifat thromboxane A2 dan Prostacyclin (54, 55)Thromboxane A2 yang dibentuk didalam trombosit adalahproduksi utama dari endoperoxide. Zat ini adalah aggregatortrombosit yang kuat dan dapat menyebabkan konstriksi dariotot polos arteri pada percobaan in vivo dan in vitro.

Prostacyclin yang terbentuk di dinding pembuluh darah(arteri maupun vena) mempunyai sifat vasodilatasi dan mence-gah penggumpalan trombosit. Prostacyclin memacu adenyl-cyclase trombosit sehingga terbentuk banyak cyclic AMP(cAMP) didalam trombosit, yang belakangan ini mempunyaieffek anti-aggregasi (lihat bagan V dan VI).

Prostacyclin dan thromboxane A2 terbentuk dari endope-roxide yang sama. Kedua zat ini terdapat dalam keadaan seim-bang. Ini sesuai dengan distribusi dari prostacyclin synthetaseyang terdapat dalam jumlah yang besar di intima dan berku-rang dalam konsentrasi secara progressip dari intima ke adven-titia. Akan tetapi konsentrasi dari unsur-unsur pro-aggregasibertambah dari subendotil ke adventitia. Jadi lapisan endotilmempunyai sifat anti-aggregasi dan lapisan luar dari dindingpembuluh darah trombogenik atau memacu penggumpalan.

Oleh karena prostaglandin endoperoxide dan thromboxaneA2, mengurangi aktivitas adenylcyclase trombosit, makaMoncada (54) mengajukan teori bahwa cyclic-AMP mempu-nyai fungsi mengatur pada trombosit, yang tergantung padakeseimbangan antara thromboxane A2, prostaglandin endope-roxide dan prostacyclin.

Prostacyclin dilepaskan kedalam aliran darah arteriil olehparu-paru. Atas dasar penemuan ini, diusulkan teori bahwaprostacyclin adalah hormon yang beredar (circulating hor-mone), yang secara tetap mengaktivir adenylcyclase trombosit;menambah jumlah cyclic AMP dan membuat trombosit ku-rang bergumpal. (lihat bagan V).

█ ASPIRIN (ASA)

Cara kerja dan penyelidikan aspirin in vitro (47, 54, 55)ASA dosis rendah menghambat cyclo-oxygenase dan oleh ka-rena itu menghambat pembentukan thromboxane A2 danprostacyclin. Akan tetapi cyclo-oxygenase trombosit lebihpeka (31 X) terhadap blokade aspirin dari pada cyclo-oxy-genase dinding pembuluh darah (vessel wall cyclo-oxygenase),sehingga terbentuk lebih banyak prostacyclin.

Aspirin menghambat ensim cyclo-oxygenase secara irrever-sibel dengan cara acetylating. Oleh karena trombosit selamahidupnya (9—13 hari) mengsintesa sedikit protein, maka peng-hambatan ini berlangsung selama trombosit itu hidup. Jadisatu dosis tunggal terapeutik akan mengakibatkan kerusakantrombosit selama satu minggu. Satu tablet aspirin (325 mg)mengurangi 90% dari aktivitas cyclo-oxygenase trombositdan hambatan ini hanya mulai berkurang 2 hari kemudian(54). Satu dosis rendah dan tunggal dari aspirin (0.3 mg)menambah waktu perdarahan dari kulit pada manusia, sedang-kan dosis besar tidak (3.9 gr) (90).

Menurut penyelidikan Moncada (55) aspirin 5 mg/kg beratbadan tak mempunyai pengaruh disaggregasi, dan dosis 10mg/kg berat badan menyebabkan disaggregasi ringan tapi lama,namun aspirin 150 mg/kg berat badan tak mempunyai penga-ruh disaggregasi sama sekali.

Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980 29

Page 25: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

Penjelasannya sebagai berikut :Aspirin dosis rendah menghambat secara memilih (selective)cyclo-oxygenase trombosit, jadi mencegah pembuatan pro-aggregator thromboxane A2, akan tetapi cyclo-oxygenasepembuluh darah masih dapat melepaskan prostacyclin keda-lam aliran darah. Dosis tinggi aspirin tak hanya menghapuspembentukan thromboxane A2, akan tetapi juga mencegahpembentukan prostacyclin.

Penyelidikan klinis dengan AspirinMundall (56) memberi aspirin 4 x 600 mg dan Harrison (35)1 x 600 mg aspirin pada penderita dengan amaurosis fugaxdengan hasil yang baik. Dyken (21) dapat menghentikan se-rangan SOS pada 2 penderita bila dosis aspirinnya dinaikkandari 2 x 300 mg menjadi 2 x 600 mg sehari.Lain penyelidikan yang diawasi (controlled) (37) mengatakanbahwa aspirin 325 mg per hari tak berhasil mencegah ischemiaotak.Sandok (64) menganjurkan pemberian aspirin 2 x 650 mg perhari pada pasien yang menderita SOS 2 bulan atau lebih,se-lama 1 tahun.

Fields (29) mengatakan bahwa bila titik akhir dibatasipada kematian atau infark otak atau retina, maka tak adaperbedaan berarti antara pengobatan aspirin dan placebo.Bila titik akhir adalah SOS, kematian, infark retina dan otakyang dikelompokkan menjadi satu, maka aspirin menunjuk-kan keuntungan yang berarti.

Barnett (9,61) pada penyelidikan seksama di Canada me-nemukan bahwa aspirin 1300 mg sehari lebih bermanfaat dari

pada sulfmpyrazone 600 mg per hari. Ini terutama pada pen-derita laki-laki dengan SOS berulang-ulang dan normotensi.Pada laki-laki terdapat 48% penurunan kemungkinan terjadi-nya stroke atau meninggal, tapi tidak pada wanita.

Penjelasan mengapa aspirin tak berguna pada wanita adalahsebagai berikut :1. Kurangnya hambatan aktivitas cyclo-oxygenase trombosit

pada wanita.2. Pada wanita faktor darah dan vaskuler yang menghambat

penggumpalan trombosit, memegang peranan yang lebihutama dibandingkan dengan laki-laki.

3. Kepekaan yang lebih besar dari cyclo-oxygenase vaskulerterhadap aspirin pada orang wanita.

Pengaruh sampingan dari aspirin adalah hematemesis danmelena (2.1%), nyeri diulu hati, mual, muntah-muntah, rasatak enak dibagian atas dari abdomen.

Hasil penyelidikan penulis dengan aspirin pada penderitadengan SOS-SAC di praktek partikelir dan di rumah sakitswasta, yang diikuti selama 40 bulan adalah sebagai berikut :

30 penderita SOS-SAC (25 penderita laki-laki dan 5penderita wanita) diberikan aspirin 3 x 200 mg sehari. Usianyarata-rata 62 tahun, sedangkan 32 penderita (28 laki-laki dan4 wanita) sebagai kelompok kontrol, hanya diberikan vitamindan vasodilator. Usia mereka rata-rata 59 tahun.Dari 30 penderita yang diobati dengan aspirin, 1 penderita(3.3%) meninggal akibat penyakit kardio-vaskuler dan 1 pen-derita (3.3%) meninggal akibat perdarahan otak.

BAGAN V PENGATURAN FUNGSI TROMBOSIT OLEH PROSTACYCLIN( MODIFIKASI DARI MONCADA)

KeteranganA.A. = asam arachidonikPG12 = prostacyclincAMP = cyclic—AMPPG = prostaglandin

= prostacyclin synthetase= thromboxane synthetase

= memacu= menghambat

30 Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980

Page 26: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

Pada kelompok kontrol, yang terdiri atas 32 penderita,2 penderita (6.25%) meninggal akibat CVA thrombosis dan 7penderita (21.87%) meninggal akibat penyakit kardio-vaskuler.(lihat tabel I)

TABEL 1 HAS1L PENGOBATAN ASPIRIN PADA SOS-SAC( Djunaidi W. 1979)

KELOMPOK ASA KONTROL

Meninggal akibat CVA thrombosis 0 2 (6.25%)Meninggal akibat Kardiovaskuler 1 (3.3%) 7 (21.87%)Meninggal akibat perdarahan otak 1 (3.3%) 0CVA thrombosis (hidup) 1 (3.3%) 3 (9.37%)SOS berulang 3 (10%) 7 (21.8%)

Pengaruh sampingan yang hebat tak diketemukan pada aspirindosis rendah ini, hanya nyeri ulu hati yang sembuh bila aspirindiberikan bersamaan dengan antacida atau diberikan tengah-tengah makan.

Pada kelompok aspirin, 2 penderita meninggal pada bulanke 2 setelah SOS, sedangkan pada kelompok kontrol 4, 2, 2dan 1 orang meninggal berturut-turut pada bulan ke 2, 6, 9dan 15 setelah SOS. Bila dihitung secara statistik maka p< 0.01 (bermakna). (lihat gambar II)Setelah bulan ke 15 tak ada seorang yang meninggal, baikpada kelompok aspirin maupun pada kelompok kontrol.

GAMBAR II HASIL PENGOBATAN ASPIRINPADA SOS • SAC(Djunaidi W. 1979)

Kesimpulan pemakaian Aspirin diklinikPenyelidikan di Amerika Serikat, Canada dan Heidelbergmenyimpulkan sebagai berikut : (85)— Aspirin harus dipertimbangkan sebagai terapi SOS, bila

tak ada kontra-indikasi terhadap aspirin.

—Aspirin paling berguna untuk : laki-laki dengan SOS;SOS yang multipel; lesi vaskuler yang cocok; dysfungsidari sistim arteri carotis.

Lama pemberian AspirinSandok (64) menganjurkan pemberian Aspirin selama 1 ta-hun, tapi lain penulis (89) menganjurkan pemberian seumurhidup.

Dosis AspirinPenyelidikan seksama di Canada (9,61) dan Sandok (64)dari Mayo Clinic menganjurkan pemberian 1300 mg sehari.Moncada (55) mengatakan bahwa 10 mg/kg berat badan me-nyebabkan suatu disaggregasi ringan yang lama.Pengalaman klinis kami di Indonesia menunjukkan bahwa 600mg Aspirin per hari sudah cukup.

DIPYRIDAMOLE

Cara kerja dipyridamole (17, 26, 54) (lihat bagian VI)Dipyridamole menghambat pengambilan adenosine, dan ade-nosine ini inempunyai pengaruh anti-pengguinpalan danvasodilatasi yang kuat. Pengaruh anti-penggumpalan dilang-sungkan juga melalui penghambatan dari phosphodiesterasedalam trombosit dan phosphodiesterase inilah yang mengham-bat pengrusakan dari cAMP sehingga cAMP bertambah banyak.cAMP ini mempunyai pengaruh anti-penggumpalan.Prostacyclin mencegah trombosit menggumpal dengan caramenambah cAMP trombosit dan pengaruh ini diperhebat de-ngan penghambatan dari phosphodiesterase. Jadi dipyridamolememperkuat pengaruh prostacyclin terhadap trombosit.

BAGAN VI TITIK TANGKAP KERJADIPVRIDAMOLE

Penyelidikan diklinik dengan dipyridamoleAcheson dkk. (1) melaporkan bahwa dipyridamole 400—800mg per hari tak mempengaruhi frekwensi SOS, ischemic strokeatau kematian. Lain penulis (43,64) mengatakan bahwa di-pyridamole tak berguna untuk mencegah stroke pada penderi-ta dengan SOS.

Pada katup jantung prosthetic, dipyridamole tak mempu-nyai pengaruh yang berarti, kecuali bila digabung dengan anti-koagulansia (27). Moncada (54) mengatakan bahwa percoba-an-percobaan penggumpalan trombosit dilakukan pada plasmajenuh troinbosit (platelet rich plasma), 15—30 menit setelahpengambilan contoh darah. Pada waktu ini hampir semua pros-tacyclin dalam darah dan cAMP dalam trombosit menghilang.Ini menjelaskan mengapa dipyridamole lebih aktip in vivodari pada in vitro. Ini menerangkan juga mengapa konsentrasidipyridamole yang mempunyai khasiat anti-trombus in vivotak mempunyai pengaruh in vitro.

Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980 31

Page 27: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

█ GABUNGAN ASPIRIN DAN DIPYRIDAMOLEMoncada (55) menemukan bahwa aspirin 150 mg/kg beratbadan dan dipyridamole 3 mg/kg berat badan tak mempunyaikhasiat disaggregasi, sedangkan ASA 10 mg/kg berat badan dandipyridamole 3 mg/kg berat badan mempunyai khasiat anti-penggumpalan (disaggregation). Honour et al (86) mengatakanbahwa dosis rendah aspirin 12 mg/kg berat badan dan 2mg/kg be?at badan dipyridamole mempunyai khasiat anti-trombus yang synergistik pada kelinci percobaan.Penjelasannya sebagai berikut :

Dalam dosis rendah, aspirin memblokir secara memilih(selective) pembentukan thromboxane A2 dan dengan inibekerja synergistik dengan dipyridamole sebagai obat anti-trombus, oleh karena cyclo-oxygenase pembuluh darah (vesselcyclo-oxygenase) masih dapat membentuk prostacyclin.

Dalam dosis tinggi aspirin memblokir pembuatan prosta-cyclin dan thromboxane A2, sehingga menetralkan pengaruhdipyridamole. Jadi dipyridamole hanya berguna bila ada pros-tacyclin yang beredar. Bila ada defisiensi prostacyclin akibatdosis tinggi aspirin, penyakit tertentu atau zat lain pengham-bat ensim, maka dipyridamole tak berguna.

Penyelidikan klinis dengan gabungan aspirin/dipyridamolePada SOS yang refrakter terhadap pengobatan dengan aspirin,dapat dicoba dengan gabungan aspirin/dipyridamole (64)Kho L.K. dkk (87) mendapat hasil yang baik pada pengobatanDIC (disseminated vascular coagulation) akibat demam berda-rah, dengan dosis aspirin 10 mg/kg berat badan dan dipyrida-mole 5 mg/kg berat badan.

█ SULFINPYRAZONE

Cara kerja sulfinpyrazoneSulfinpyrazone menghambat penggumpalan dengan cara"competitive reversible inhibition" (lihat bagian IV) denganA.A.Pengaruh ini dapat diatasi dengan rangsangan penggumpalanyang kuat (strong aggregating stimuli) dengan cara pemben-tukan konsentrasi tinggi dari asam arachidonik (10).

Penyelidikan klinis dengan sulfinpyrazoneWalaupun suatu laporan pendahuluan mengatakan kemungkinanadanya kegunaan dari sulfinpyrazone (27), tapi penyelidikanbersama di Canada (9) mengatakan bahwa sulfinpyrazone takdapat mencegah stroke pada SOS. Dikatakan (43) bahwa padainfark jantung, sulfinpyrazone 4 x 200 mg dapat mengurangiangka kematian jantung dari 9.5% sampai 4.9% (p = 0.018).Pada SOS yang refrakter terhadap aspirin, gabungan aspirindan sulfinpyrazone mungkin berguna (84).

Menurut penelitian yang terakhir ini, dikatakan bahwa ke-banyakan SOS disebabkan karena emboli arteri-arteri (52,61).Embolus ini terdiri atas trombus putih yang lepas dari arterialplaque dan terdiri terutama atas suatu kumpulan trombosit-trombosit yang menggumpal, sel darah putih dan sedikit fibrin.Mungkin atas dasar tersebut diatas ini obat-obat antikoagulanhasilnya kurang memuaskan pada SOS dan pada penderitadengan "partial non-progressing stroke " (10).

Penyelidikan klinis dengan antikoagulansiaPada sekitar tahun 1960 banyak penulis (3,4,67) optimisdengan pemberian antikoagulansia pada SOS dan mengatakanbahwa ia dapat mencegah infark otak.Pada sekitar tahun 1970 banyak penulis kecewa (34,70)Haerer et al (34) menemukan mortalitas yang tertinggi dalamkelompok dengan pengobatan antikoagulansia, ialah 16%meninggal, sedangkan dengan aspirin 3% dan dengan bedah5%. Toole JF (70) mengatakan bahwa antikoagulansia takdapat melindungi terhadap timbulnya stroke dan bahayapengaruh sampingan yang berat berupa perdarahan intrase-rebral, terutama pada orang tua dan hipertensi. Salah satupengaruh sampingan lain dari penggunaan menahun heparinadalah timbulnya osteoporosis (54).

Whisnant (76, 77) mengatakan bahwa pengaruh antikoagu -

lansia hanya dapat diharapkan pada 1 — 2 bulan pertama se-telah SOS. Selain itu antikoagulansia hanya secara statistikbermakna pada SOS-SVB dan pada usia 55—57 tahun pem-berian antikoagulansia pada SOS memberi risiko perdarahanintraserebral 8 X lebih, bila dibandingkan dengan penderitayang tak diobati apa-apa. Kemungkinan timbulnya perdarahanintraserebral adalah 5%. Berhubung dengan banyaknya pe-nyulit perdarahan intraserebral maka Whisnant (76) menya-rankan pemberian antikoagulansia 1 — 2 bulan, lain penulis(41, 53, 88) mengatakan tidak boleh lebih dari 6 bulan.Millikan (53) memberi indikasi pemberian antikogulansiasebagai berikut :— Diagnosis tepat dari SOS.

— Dokternya mengetahui cara pemakaian antikoagulansia.

— Adanya fasilitas laboratorium.

Tak ada kontraindikasi umpama. Penyakit mudah berdarah (blee-ding tendencies); penyakit hepar; penyakit ginjal; hypertensi hebat.

Kerja sama absolut antara dokter dan penderita atau famili, danharus mematuhi petunjuk dokter.

Kontrol optimal dari hipertensi.Waktu prothrombin harus ± 2 X nilai kontrol.

Pengobatan tak melebihi 6 bulan.

Baker (4) memberi tamhahan sebagai berikut : Pada penderitahipertensi aktivitas prothrombin harus dipertahankan diatas15%.

ANTIKOAGULANSIAPEMBEDAHAN

Antikoagulansia adalah obat-obat yang mencegah pem-bentukan fibrin umpamanya : heparin, coumarin dan obat-obat dari golongan indanedione. Karena pengaruh faktor pem-bekuan darah hanya kecil pada terjadinya trombosis arteri,maka obat-obatan ini relatip tidak mempunyai khasiat untukmencegah trombosis arteri (63,66).

ENDARTERECTOMIPenyelidikan terkontrol tidak menunjukkan kegunaan yangjelas dari endarterectomi, walau frekuensi stroke dikatakanmenurun pada penyelidikan yang tak terkontrol (24).Toole JF (70) menemukan morbiditas chirurgis yang tinggi

32 Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980

Page 28: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

ialah 22%. Mortalitas 6%, dengan 2 kematian jantung dan 3hubungan dengan stroke. Mortalitas seluruhnya 23% pada 4tahun, 57% dari kematian berasal dari jantung dan 37%disebabkan karena stroke.

Indikasi

Pemeriksaan neurovaskuler adanya SOS—SAC yang khas dan padaangiografi adanya lesi kontralateral dari sisi gejala (typical hemis-pherical carotid TIA).Adanya ahli bedah saraf yang pandai dan trampil morbiditas danmortalitas dapat ditekan sampai kurang dari 2%.Tak ada faktor risiko medik umpamanya angina pectoris yang aktipatau tak stabil , infark jantung yang baru, payah jantung kongesti,penyakit paru yang menahun dan obstruktip.Stenosis ringan lebih dari 50%, tapi bukan penutupan.Tak ada stenosis menahun dari arteri karotis.Tak ada gabungan SOS hemisfer dan non-hemisfer.

KontraindikasiStenosis arteri cazotis dengan kelainan neurologis sedang atau he-bat.

Lesi carotis yang multipel.

Completed stroke dengan kelainan neurologis jelas dan tetap (per-sistent).

PenyulitInfazk jantung.Kelainan neurologis hebatMortalitas dan penyulit dapat ditekan dengan teknik modern um-pamanya EEG terus menerus (monitoring); pengukuran aliran darahkeotak dan tekanan pangkal arteri (arterial stump pressures).

BEDAH SHUNT (BYPASS)1. Cervical carotid-subclavian bypassPada pembedahan ini dilakukan shunt antara art. carotis danart. subclavia. Gunanya untuk "subclavian steal syndrome. "

Dilakukan anesthesia regional dengan blokade dari plexuscervicalis superficialis. Keuntungan dari ini adalah penderitadapat mengadakan kontak.2. Shunt antara art. occipitalis (cabang dari art. carotis exter-na) dengan cabang-cabang dari art. vertebralis.Pembedahan ini untuk penderita dengan SOS-SVB, tapi ja-rang dilakukan.3. STA-cortical MCA anastomosis (59, 84)Pada pembedahan ini dilakukan shunt antara art. temporalissuperficialis dengan cabang-cabang dari art. cerebri media.Indikasinya untuk penderita dengan penutupan art. cerebrimedia dengan keluhan SOS ; stenosis art. cerebri media denganreversible ischemic neurological deficit = RIND" dan penu-

tupan art. carotis bilateral dengan SOS. Hasilnya memuaskandan mortalitas operasi 3%. Penyulitnya ischemia kulit kepalamarginal (inarginal scalp ischemia).

MACAM-MACAM POLA PENGOBATAN SOS

I. Pola pengobatan menurut Ross Russell R.W. (61)A. Langkah pertama mencari penderita SOS akibat pe-

nyakit sistemik umpamanya polycythemia, anemia hebat ataumacroglobulinemia. Terapinya adalah pengobatan dari kelain-

an yang mendasarinya.B. Langkah selanjutnya memilih penderita SOS akibat

penyakit kardiovaskuler umpamanya emboli jantung, arteritis,penyakit katup-katup jantung, hipertensi hebat, hipotensipostural (spontan atau akibat obat-obatan). Terapi ditujukanpada kelainan dasarnya.

C. Sisanya adalah SOS dengan kelainan dasamya yangtak diketahui, biasanya ini disebabkan oleh karena atheroskle-rosis. Terapinya dibagi dalam dua :1. Tak cocok untuk operasi

• Hipertensi : pengobatan ditujukan pada hipertensinyadengan obat-dbat anti-hypertensi.• Normotensi : diobati dengan antikoagulansia atau aspi-rin (?)2. Cocok untuk operasi

• Pada penderita normotensi dengan atau tanda-tanda penya-kit pembuluh darah ekstra-kranial dilakukan angiografi.Bila terdapat stenosis arteri extrakranial dianjurkan untukoperasi. Selebihnya diberi pengobatan antikoagulansia.• Bila terdapat hypertensi tanpa gejala-gejala penyakit pem-buluh darah arteri ekstra-kranial; nadi normal tanpa desing :maka dianjurkan pengobatan secara medis dengan obat-obatanti-hypertensi sampai tekanan diastole sekitar 90-100 mm/Hg. Bila SOS masih tetap ada, maka baru diberikan aspirin,dipyridamole.• Pada penderita hypertensi dengan gejala-gejala penyakitpembuluh darah arteri ekstra-kranial, dianjurkan pemeriksaanangiografi :• Bila pada angiografi terdapat stenosis arteri carotis danlesinya terbatas, dianjurkan operasi.• Bila pada angiografi terdapat atheroma yang luas atau pe-nutupan arteri carotis seluruhnya, dianjurkan pemberian obat-obat anti-hypertensi dengan hati-hati sekali, berhubung pende-rita dari kelompok ini SOS-nya bertambah pada pengobatanhypotensi. Selain itu pengobatan antikoagulansia pada hyper-tensi yang tak terkontrol adalah berbahaya. Sebaiknya kelom-pok ini tak diberi pengobatan.II. Pola pengobatan menurut Millikan CH (53)

1. Kelainan jantung

• arrhythmia ->pengobatan medis dan pacemaker.• emboli yang berasal dari :• katup-katup prosthetik --> antikoagulan, dipyridamole (?)• infark jantung --> medis, antikoagulan (?)• arrhythmia -> antikoagulan.• subacute bacterial endocarditis ->medis.2. Unsur-unsur darah

• Kelainan pembekuan (termasuk trombositosis) ->pengobat-an dengan antikoagulan atau obat-obat anti-platelet.• Polycythemia ->medis.• Anemia -->medis.• Hypolikemia ->medis.• Hyperlipidemia -> diit, clofibrate, asam nicotinik.

Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980 33

Page 29: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

3. Dinding pembuluh darah• Vasospasme -> vasodilator umpamanya carbon dioxide;papaverin; hexobendine; betahistine hydrochloride.

• Atherosklerosis -> pembedahan umpamanya endarterectomidan STA-cortical MCA anastomosis.

4. Parenchyma ->tak diperlukan pengobatan.

III. Pola pengobatan menurut Mayo Clinic (64)

1. Setelah dievaluasi secara medis-neurologis dan pemeriksaannon-invasive (umpamanya directional Doppler, ophthalmody-namometri dan sebagainya) ditetapkan apakah penderita da-pat dioperasi atau tidak.2. Bila penderita adalah calon untuk dioperasi, maka dilaku-kan angiografi. Pada SOS-SVB tak dilakukan angiografi,kecuali bila SOS-nya tetap berlangsung walau diberi pengobat-an medis yang tepat.Bila pada angiografi terdapat :• Lesi lebih dari 50% stenosis, dilakukan operasi.• Lesi dengan stenosis ringan tak dilakukan operasi, hanyacukup pengobatan medis.• Penderita dengan penutupan art. carotis; penutupan/steno-sis cabang-cabang pembuluh darah intrakranial atau SOS yangterus menerus, dilakukan pembedahan ektrakranial-intrakra-nial bypass.• Penutupan total art. carotis tanpa gejala-gejala (asimtoma-tik), tak dilakukan operasi dan tak diberi obat apa-apa.

3. Penderita yang tak dioperasi diberi pengobatan medis se-bagai berikut :• Pada penderita dengan SOS kurang dari 2 bulan, diberiwarfarin selama 3 bulan dan selanjutnya aspirin 2 x 650 mgsehari selama 1 tahun. Dalam hal ini waktu prothrombin di-pertahankan sampai 1- X, tapi tak melebihi 2 X nilai nor-mal. Pada penderita yang "warfarin-sensitive " (ialah penderitayang SOS-nya timbul lagi setelah pengobatan antikoagulandihentikan) diberi warfarin terus meneru dan dicoba dihenti-kan secara berkala.• Pada penderita dengan SOS lebih dari 2 bulan, diberikanaspirin 2 X 650 mg sehari sampai 1 tahun, kecuali bila padawaktu masuk rumah sakit menunjukkan respon terhadapheparin, maka dianjurkan pemberian warfarin selama 3 bulansebelum aspirin dimulai.

• Bila penderita refrakter terhadap pengobatan tersebut di-atas diberikan gabungan aspirin/dipyridamole atau aspirin/warfarin.• Kebanyakan penderita SOS-SVB diberikan pengobatanmedis.

IV. Pola pengobatan dibagian Saraf, Fakultas KedokteranUniversitas Airlangga/R.S. Dr. Sutomo Surabaya.

1. Langkah pertama, menentukan apakah diagnosisnya betulSOS atau tidak. (lihat definisi dan batasan SOS. CDK 16 :25, 1979).2. Bila ya, tentukan apakah SOS-SAC atau SOS-SVB (lihatgejala dan pemeriksaan klinis, CDK 16 : 27 - 28, 1979).Dalam hal ini perlu diperiksa fundus oculi dan pemeriksaanneuro-vaskuler, termasuk auskultasi perjalanan art. carotisdan art. vertebralis. Bila perlu dengan pemeriksaan tambahanDirectional Doppler dan ophthalmodinamometri (konsulke bagian mata). Angiografi hanya dilakukan pada kasusyang meragukan.3. Pengobatan pertama ditujukan pada pengurangan faktorrisiko umpamanya usahakan tekanan darah mendekati normo-tensi dengan obat-obat anti-hypertensi, hentikan merokok,diit rendah lemak/kholesterol, latihan fisik yang teratur danhindarilah stress mental.4. Selanjutnya carilah etiologi dari SOS dan pengobatan ditu-jukan pada penyakit yang mendasarinya.5. Bila SOS tak diketahui sebabnya, maka ini biasanya dise-babkan karena atherosklerosis. Pengobatannya sebagai beri-kut :• Bila penderita adalah laki-laki dengan hypertensi dan SOS,diberikan obat-obat antihypertensi (hati-hati penurunan te-kanan darah : harus tahap demi tahap, tidak boleh terlaludrastis) dan aspirin 3 X 200 mg sehari selama 15 bulan.

• Bila penderita laki-laki dengan normotensi dan SOS, diberi-kan hanya aspirin 3 X 200 mg sehari selaina 15 bulan.• Pada wanita diberikan gabungan aspirin (10 mg/kgberat badan) dan dipyridamole ( 3 mg/kg berat badan) ataugabungan aspirin (10 mg/kg berat badan) dan sulfinpyrazone400 mg per hari. Aspirin diberikan tengah-tengah makan ataubila masih ada keluhan lambung digabung dengan antacida.

Daftar Kepustakaan - yang cukup panjang - dapat diminta pada redaksi CDK atau pada penulis.

34 Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980

Page 30: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

Imunitas Seluler dan Terapi Radiasipada Penderita Kanker

Drs. Suhana dan dr. Arjatmo Tjokronegoro Ph. D.Bagian Biologi

Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia,Jakarta.

Summary

Radiation and cytostatic therapy decrease the lymphocytecount and the cellular immunity. As a result the patient beco-mes more susceptible to the invasion of cancer cells and alsoto other diseases.Therefore, during and after radiation therapy the cellularimmunity should be monitored using the lymphocyte transfor-mation test.

PENDAHULUAN

Imunitas seluler (cell-mediated immunity = CMI) yangreaksinya (terutama) dilaksanakan oleh limfosit T, mempu-nyai peranan yang sangat penting dalam hal reaksi penolakantransplan, reaksi graft versus host, penyakit autoimun, reaksipertahanan terhadap sel-sel neoplasia, virus, jamur, bakteriintraseluler dan beberapa reaksi lainya ( WHO Scientific Group1969; SUHANA & TJOKRONEGORO, 1976). Baik reaksi imunitas seluler maupun humoral, dapat dibagi menjadi tiga buahtingkatan reaksi (Gordon II, 1971), yaitu :

• Afferent limb, yang menyangkut semua proses peng-angkutan dan pengenalan antigen oleh sistem imunologi.

• Central limb, yang menyangkut semua proses yang menghasilkan efektor imunitas, misalnya terbentuknya selsensitif atau terbentuknya antibodi.

• Efferent limb, yaitu proses penghancuran sel sasaranatau antigen.

Karena sel-sel kanker dapat dikenali oleh sistem imunitastubuh sebagai nonself-antigen, maka pada orang-orang normalreaksi (1) sampai dengan (3) dapat berlangsung setiap kali adasel yang bermutasi ke arah keganasan dan dihancurkan olehsel-sel efektor imunosit, sehingga orang yang bersangkutan be-bas dari penyakit kanker. Namun demikian sampai sekarangbelum ada bukti, bahwa sel limfosit dapat menghancurkan selsasaran melalui kontak langsung, melainkan melalui zat antarayang dihasilkannya dan dikenal sebagai zat limfokin. Limfokinadalah suatu zat yang sitotoksik atau zat yang dapat mengak-tifkan makrofag (macrophage activating factor = MAF) danzat yang mempersenjatai sel makrofag secara spesifik (specificmacrophage arming factor = SMAF). Dengan kedua zat terse-but sel makrofag menjadi aktif, dapat menempel pada sel tu-mor dan menhancurkannya dengan enzim-enzim hidrolase liso-somnya (T JOKRONEGORO , 1978).

PENGOBATAN IMUNOSUPRESI DAN AKIBATNYA

Pengobatan dengan mempergunakan radiasi dan zat sitotoksik dapat menyebabkan berkurangnya jumlah sel limfosit danmenurunnya sistem imunologi (J ENKINS et al, 1973; KENE-FICK, 1976). Pada manusia yang menerima transplan organdan menerima obat imunosupresi, kemungkinan mendapatpenyakit kanker setelah transplantasi adalah 100 kali lebihbesar jika dibandingkan dengan orang normal pada usia yangsama; dan lagi dapat menimbulkan efek samping timbulnyakanker baru apabila pengobatan imunosupresi tersebut dilaku-kan pada pasien penderita kanker (PENN, 1975). J ENKINSet al (1973), mendapatkan pada pasien kanker bronchogenicyang di terapi radiasi adanya penurunan jumlah limfosit mau-pun lekosit pada umumnya, seperti diperlihatkan pada gambar1.

Gambar 1. Efek terapi radiasi terhadap jumlah lekosit, maupunlimfosit pada pasien kanker paru. Bulatan hitam (• )adalah lekosit, sedangkan bulatan putih ( o ) adalah limfosit tiap individu. Perhitungan dilakukan pada sebelum,pertengahan dan akhir terapi (Jenkins et al, 1973).

Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980 35

Page 31: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

Dari gambar tersebut jelas terlihat bahwa makin besar jurn-lah radiasi yang diterimanya, makin rendah pula jumlah lim-fosit maupun lekositnya. Lebih lanjut hasil penelitian merekamemperlihatkan bahwa reaksi limfosit pada pertengahan danakhir terapi terhadap rangsangan antigen nonspesifik phyto-hemagglutinin (PHA) lebih rendah lagi penurunannya dari padaseharusnya menurut jumlah penurunan limfosit pada dosis ra-diasi yang sama (selanjutnya lihat juga gambar 2).Penurunan reaksi terhadap PHA, mempunyai arti yang pentingkarena ia merupakan refleksi dari pada reaksi imunitas selulersecara keseluruhan (HITZIG & GROB, 1974).

Hal-hal tersebut di atas, kiranya perlu mendapat perhatiandalam mengelola pemberantasan penyakit kanker, karena de-ngan mempergunakan terapi imunosupresi dapat menimbul-kan efek samping yang menekan kemampuan tubuh menghan-curkan kankernya sendiri maupun penyakit yang lain. Karenaitu seyogianyalah diadakan pengamatan yang cermat selamaterapi, misalnya dengan melihat CMI penderita tersebut, sebe-lum, selama dan sesudah terapi.

Untuk melihat CMI, biasanya dilakukan reaksi hipersensitiftipe lambat (delayed type hypersensitivity), yang merupakanreaksi khusus imunitas seluler, dengan mempergunakan antigenspesifik ataupun nonspesifik, in vivo maupun in vitro. Untukpenderita kanker, biasanya dipergunakan skin-test antigenDinitrochlorobenzene (DNCB). Purified Protein Derivatives(PPD) (EILBER & MORTON, 1970; LUNDY et al, 1974),atau kombinasinya dengan yang lain (E ILBER & M ORTON,1970; KENEFICK, 1976).

Beberapa waktu terakhir ini telah dikembangkan beberapamacam tes in vitro untuk memonitor fungsi limfosit. Tes-testersebut antara lain adalah tes transformasi limfosit (lympho-cyte transformation test = LTT), tes penghambatan migra-si makrofag (migration inhibitiontest = MIT) dan tes campur-an limfosit (mixed lymphocyte culture = MLC) (C OHEN &Z ESCHKE, 1973). Adapun tes yang paling sering dilakukan,karena hasilnya lebih teliti dan mudah dilaksanakan adalah testransformasi limfosit (TTL). Reaksi imunologi yang mendasarites tersebut adalah : telah diketahui bahwa pada permukaanlimfosit terdapat receptor-antigen,apabila bertemu dengan antigen, maka terjadilah interaksi antara antigen dengan "receptor-antigen" tadi; hal ini akan menyebabkan limfosit membesar,mengadakan sintesa deoxyribonucleic acid (DNA) danmembelah (GODAL at.a1.I974).Fenomena tersebut dinamakan trans-formasi blastosis atau transformasi limfosit. Akhirnya transfor-masi limfosit tersebut dapat diketahui in vitro, dengan jalanmenghitung jumlah sel yang bertransformasi (langsung di ba-wah mikroskop), atau dengan melihat adanya sintesa DNA. Ki-ta mengetahui untuk sintesa asam nukleat, sel memerlukanempat buah asam nukleosida, salah satu nukleosida yang khasuntuk DNA adalah thimidin-trifosfat. Karena kita memberi-kan thimidin yang berisotop-radioaktif(3H-Thymidine) ke dalam mediumnya, maka waktu sel limfosit bertansformasi, H 3

Thymidine tersebut diambil oleh sel limfosit tadi. Dalam halini banyaknya isotop yang diambil, menggambarkan banyaknyalimfosit yang bertransformasi, dan hal ini dapat dihitung seca-ra teliti memakai Scintillation Counter dalam hitungan countsper minute (CPM) atau disintegrations per minute (DPM). De-ngan mempergunakan tehnik ini, J ENKINS et al, (1973) ber

hasil memonitor CMI penderita yang sedang menjalani terapiradiasi dengan baik, seperti diperlihatkan pada gambar 2.

Gambar 2. Efek terapi radiasi terhadap reaksi limfosit padaPHA (pengambilan 3H-Thymidine) dari penderitakanker paru. Garis ( ) adalah harga kontrolgaris putus (----) adalah 1 SE dan bulatan kecil(o) adalah harga tiap-tiap individu penderita (Jen-kins et al, 1973).

Dengan melakukan reaksi TTL, yang pada waktu ini telahdapat dilakukan di Bagian Biologi Fakultas Kedokteran Univer-sitas Indonesia, kita dapat mengetahui sejauh manakah penu-runan imunitas seluler (CMI) penderita-penderita yang sedangmengalami terapi radiasi, jika dibandingkan dengan sebelumterapi. Berapa lamakah periode recovery berlangsung, hubungan intensitas penyinaran, lokasi penyinaran, luasnya penyinar-an dengan keadaan umum imunitas seluler penderita yang ber-sangkutan.

KESIMPULAN

Penderita yang mengalami terapi radiasi dan obat-obat sitotok-sik, jumlah limfositnya dan imunologi selulernya menurun.Sebagai akibatnya, penderita tersebut justru menjadi rentanterhadap serangan sel kanker, maupun penyakit yang lain.Karena itu, selama dan setelah terapi radiasi, perlu memonitorimunitas selulernya memakai reaksi TTL.

KEPUSTAKAAN

1. EILBER. F.R. AND MORTON.D.L. : Impaired immunologic reactivity and recurrence following cancer surgery. Cancer 25 : 362,1970.

2. COHEN. S. AND ZESCHKE. R : Cell mediated immunologicalreactions. In Noel R.R. and Pierluigi. E. B. (Ed), Methods inImmunodiagnosis John Wiley & Sons.New York, 1973.

36 Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980

Page 32: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

3. GODAL. T, MYRVANG. B, STANDFORD J.L AND SAMUEL. neck cancer. J. Laringol. Ontology 90 : 935, 1976.D.R : Recent advances in the immunology of leprosy withspecialreference to new approaches in immunoprophylaxes. Bull Inst .

8. LUNDY. J. WANEBO. H, PINSKY. C,STRONG.E &OETTGEN,H : Delayed hypersensitivity reactions with squamous cell

Pasteur 72 : 273, 1974. cancer of head and neck. Amer J . Surgery 128 : 530, 1974.4. GORDON II. B.L: Essentials of Immunology, 2nd ed, F.A. Da-

vis Co. Philadelphia, 1971.9. PENN. I: Immunosuppression and cancer. Importance inhead

and neck surgery,Arch Otolaryngol 101 : 667, 1975.5. HITZIG. W.H. AND GROB.P.J : Therapeutic of transfer factor.

Prog. Clin, Immunol 2 : 69, 1974.10. SUHANA DAN TJOKRONEGORO A : Beberapa aspek reaksi i-

munologi seluler .Seminar Biokimia. Jakarta, 1976.6. JENKINS. V.K. OLSON.M.H. AND ELLIS N.H : In vitro me-

thods of assesing lymphocytes transformation in patiens under -11. TJOKRONEGORO. A : Dasar-dasar imunologi untuk kepenting

an klinik. Berkala Ilmu Kedokteran (Journal of the Medical Scigoing radiotherapy for bronchogenic cancer. Texas Rep. Biol ences), 10 : 59, 1978.Med 31 : 19, 1973. 12. WHO Scientific Group. Cell mediated immune responses. WHO

7. KENEFICK. T.0 : Delayaed hypersensitivity skin test inheadand Tech Rep. Ser. no. 423. 1969.

Titik-titik Terangdalam Profesi Kedokteran di lndonesia

Prof. SatrioJakarta.

SUMMARY — Modernization together with the advances inthe fields of science and technology have exerted a greatinfluence on the lndonesian society. However, the transitionfrom a traditional system to a modern one has also createdmany problems. ln the medical field, the problems arecomplicated by the fact that while in the big cities super-modern medical facilities are available, only minimal facilitiesare found in rural areas.

lt is said that the lndonesian physicians are reluctantto practise medicine in rural areas. lnstead, the author empha-sizes, it is not true that the physicians have gone over tomaterialism and commercialism. Idealism in the medicalprofession in lndonesia is still strong. The problem lies inthe lack of guidance and incompetent personnel management.Attention directed to those fields will most probably solvethe problems.

PENDAHULUAN

Majalah Cermin Dunia Kedokteran telah minta kesediaansaya untuk menulis tentang E T I K A kedokteran sebagaisuatu karangan untuk majalah tersebut. Mengingat kondisi-kondisi realistik yang kita alami sekarang saya tidak inginbersikap moralistik serta idealistik dan berhubung dengan inisaya memilih judul sebagai tercantum diatas.

Modernisasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologitelah banyak mempengaruhi keadaan serta sikap para cendeki-awan Indonesia, termasuk para dokter kita. Walaupun " pang-gilan suci " dokter diseluruh dunia pada hakekatnya tidak beru-bah, yakni mengabdikan serta membaktikan diri kepada suatuprofesi yang berdasarkan perikemanusiaan, namun peranan-nya tidak statis dan berubah sesuai dengan perkembanganjaman.

Para dokter jaman sekarang berperan didarat, dilaut, diudaradan diruang angkasa, dalam keadaan damai, keadaan perang,dalam penelitian, dalam keadaan serba lengkap dan dalam ke-adaan darurat.

Berhubung dengan masa transisi yang terdapat di Indonesiadalam rangka perkembangan masyarakat tradisional menjadimasyarakat modern, inaka di negara kita terdapat problema-problema yang tidak dapat terlepas dari keadaan transisitersebut, termasuk problema-problema didalam profesi kedok-teran.

Dikota-kota besar terdapat fasilitas-fasilitas kedokteranyang modern dan supermodern, sedangkan didesa-desa terda-pat kekosongan fasilitas kesehatan yang menyebabkan warga-desa yang sakit tidak dapat diberi pelayanan kesehatan sebagai-mana kita harapkan. Untuk menjumpai suatu poliklinik ataubalai kesehatan ibu dan anak orang desa seringkali harus me-nempuh jarak puluhan kilometer, karena itu dukun-bayididesa adalah penting bagi para wanita-hamil dan obat-obattradisional dipakai untuk orang-orang yang sakit.

Sejak tahun 1950 telah diusahakan untuk meningkatkanjumlah dokter yang lulus dari pelbagai fakultas kedokterandan meningkatkan pula jumlah perawat dan bidan dalampembentukan sekolah-sekolah paramedik baik dipusat maupundidaerah, tetapi baru dalam tahun 1960 mulai terlihat kemaju-an-kemajuan dalam perkembangan usaha kesehatan pedesaan.Dalam tiap kecamatan diusahakan sedikit-dikitnya satu po-liklinik dan satu BKIA yang masing-masing dikelola oleh pe-rawat dan bidan dengan supervisi dokter kabupaten yang ber-keliling.

Baru dalam tahun 70-an dapat dimulai penempatan dokterdi kecamatan dan diusahakan pembentukan PUSAT-PUSATKESEHATAN MASYARAKAT.

Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980 39

Page 33: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

Didalam masa pendudukan Tentara Jepang gaji tidak adaartinya karena pada waktu itu barang-barang tidak ada. Berasdijatah I50 gram sehari seorang, pakaian tidak ada sehinggabanyak rakyat desa memakai sarung dari bagor atau dari ka-ret. Kebebasan ditekan oleh pemerintahan iniliter yang kejam.Obat-obatan pun tidak ada, kinine yang begitu penting untukpengobatan malaria semuanya dipakai untuk perang Jepang.

Proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia pada 17 Agustus1945 telah membakar semangat seluruh rakyat Indonesia yangtidak mau lagi inengalami suatu masa penjajahan seperti dalam

jaman Jepang dan tidak pula mau mengalami penjajahan kem-bali oleh bangsa Belanda yang telah 350 tahun dirasakan se-belum jaman Jepang. Tetapi yang paling digindrungkan ada-lah suasana merdeka, lepas dari belenggu siapapun dan memi-liki tanah air Indonesia, sebagai satu bangsa Indonesia dengansatu bahasa Indonesia, seperti yang telah dinyatakan dalamSUMPAH PEMUDA pada tanggal 28 Oktober 1928.

Semangat yang berkobar itu menimbulkan suatu kesediaanspontan untuk ikut serta dalam mempertahankan kemerdeka-an yang telah diumumkan keseluruh pelosok tanah air danseluruh penjuru dunia. Para dokter dan calon dokter tentu ti-dak mau ketinggalan dalam perjuangan tersebut. Karena itu-lah maka para dokter mendaftarkan diri sebagai dokter mili-ter, dokter sipil maupun dokter dalam Palang Merah Indone-sia. Mereka tidak memikirkan, tidak bertanya tentang imbalan,honorarium ataupun gaji. Segala-galanya di-ikhlaskan untukkemerdekaan Indonesia.Dengan rahinat Tuhan Yang Maha Esa kita dapat memperta-hankan kemerdekaan kita, walaupun dengan pengorbananpahlawan-pahlawan yang amat banyak dan perundingan-perundingan secara bertahap dengan Belanda yang terpaksamelakukannya dengan desakan Perserikatan Bangsa-Bangsadan Amerika. Dalam Konperensi Meja Bundar di den Haagakhirnya diakui adanya Negara Indonesia Serikat yang merde-ka dan membentuk suatu Uni dengan Nederland. Kita sebe-narnya tidak puas dengan hasil perundingan tersebut tetapikita menyadari pula bahwa Persetujuan den Haag membukakemungkinan-kemungkinan baru bagi Republik Indonesia.Bentuk yang semula bersifat federasi antara negara-negarabagian, dalam waktu enam bulan diubah secara aklamasi men-jadi bentuk Negara Kesatuan dan dalam tahun 1957 Indonesiameinutuskan hubungan Uni dengan Belanda, karena Belanda ti-dak menepati janjinya tentang pengembalian Irian Barat.

Perjuangan kemerdekaan telah membawa para dokter kedesa-desa dan mengenal kemiskinan serta penderitaan rakyatkecil, tetapi juga melihat betapa besar kegotong-royonganmasyarakat desa dan kerelaan mereka berkorban. Dari penga-laman tersebut timbul gagasan dan doktrin ketahanan nasionalyang berdasarkan kekuatan rakyat semesta.

Pada tahun 1979 ini untuk pertama kalinya ditampilkandokter-dokter PUSKESMAS teladan dalam peringatan HariUlang Tahun Kemerdekaan yang ke 34 di Jakarta dan diantara26 dokter tersebut dipilih tiga orang yang terbaik. Kita dapatmeramalkan, bahwa dalam dasawarsa 1980 sampai 1990 di-kecamatan-kecamatan diseluruh tanah air sudah terdapat lebihdari satu dokter yang memungkinkan pemerataan pelayanankesehatan dengan sistem poliklinik dan dokter keliling yangmenjangkau desa-desa.

Sehubungan dengan perkembangan yang kita proyeksikantersebut maka ada baiknya bahwa kita memikirkan peranandan fungsi dokter-dokter kita dalam masa mendatang dandisamping itu juga memikirkan pula prospek perkembanganmereka dalam masyarakat kita yang sedang membangun.

HIKMAH SEJARAHKita sebagai dokter dapat merasa bangga, bahwa sebagai

cendekiawan kita telah mendapat prioritas untuk dididik se-jak jaman penjajahan Belanda pada tahun 1851 dan dapatmenjadi sarjana penuh sejak tahun 1927. Kebetulan juga ke-bangkitan nasional bangsa kita dimulai oleh siswa-siswa kedok-teran pada tahun 1908 dibawah pimpinan dokter Sutomo yangkemudian menjadi pelopor dari gerakan-gerakan perjaungankemerdekaan Indonesia.

Dokter-dokter Indonesia dalam jaman penjajahan Belandaditempatkan di daerah kabupaten dari Aceh sampai Irian Baratdan dengan demikian dapat pula membawa gagasan-gagasankebangkitan nasional kepada masyarakat secara tidak langsung.Pada umumnya dokter keluaran STOVIA cukup pandai untukmendapat suatu posisi dimasyarakat pada waktu itu. Pejabat-pejabat Belanda pun biasanya menganggapnya sebagai seorangyang terpandang, karena seringkali juga membutuhkan jasa-jasanya. Namun demikian ada dokter-dokter yang dimusuhioleh Pemerintah jajahan, yakni para dokter yang melakukanaktivitas politik seperti dr Cipto Mangunkusumo, sehinggapada suatu waktu beliau diasingkan.

Suka-duka seorang dokter yang melakukan tugasnya di-daerah pedalaman telah diceriterakan oleh Dr. ABUHANIFAHdalam bukunya yang berjudul : " De Rimboe-dokter " atau"Dokter rimba. " Suatu hal yang perlu dicatat ialah bahwa pa-da waktu itu seorang dokter mendapat gaji yang cukup besarsehingga ia tidak perlu lekas-lekas pulang dari rumahsakit ataukantor-nya untuk mencari tambahan uang dengan praktekswasta. Jika ia tidak berpraktek, maka ia mendapat tunjangantak-berpraktek yang memadai.

Sebagai ilustrasi dapat digambarkan, bahwa seorang dokteryang baru lulus mendapat gaji sebesar 175 gulden. Jika dinilaidengan beras, yang harganya pada waktu itu hanya 5 sen,maka gajinya dapat dinilai sama dengan 3500 kilogram beras;jika ia tidak berpraktek, maka ia mendapat tunjangan 75gulden atau senilai dengan 1500 kilogram beras. Memangkeadaan dulu tidak dapat dibandingkan dengan keadaan se-karang. Namun demikian kondisi mental yang diciptakan un-tuk memungkinkan melakukan tugas dengan baik, perlu men-dapat perhatian.

BUTIR-BUTIR PENGALAMAN DALAM MENGGERAKKANRAKYAT DALAM BIDANG KESEHATAN.

Pada tahun 1959 dimulai pembasmian penyakit malariadi pulau Jawa Madura dan Bali. Suatu program yang meli-batkan Departemen Kesehatan, W.H.O. dan U.S.A.I.D. diren-canakan dengan penyemprotan semua bangunan yang ada di-

40 Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980

Page 34: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

wilayah tersebut dengan obat anti serangga DDT. Obat-obatandisediakan oleh Pemerintah Amerika Serikat, kendaraan-ken-daraan, alat-alat penyemprot dan barang-barang lain untukmemungkinkan operasi terus-menerus selama tiga tahun.W.H.O. menyediakan tenaga-tenaga ahli dari pelbagai negara.Departemen Kesehatan menyediakan tenaga-tenaga pelaksanadiseluruh wilayah tersebut. Untuk menjamin kelancaran tugasoperasional tersebut diadakan organisasi yang disebut KO-MANDO PEMBERANTASAN MALARIA atau KOPEM.

Pengalaman dalam Operasi Pembasmian Malaria menun-jukkan, bahwa masyarakat Indonesia pada umumnya mem-punyai perasaan kekeluargaan dan sifat gotong-royong yangcukup menggembirakan. Satu-satunya syarat yang diperlukanadalah kepemimpinan yang jujur dan motivasi sesuai dengandaya pikir dan cara berfikir masyarakat itu sendiri. Partisipasidaripada seluruh aparatur negara, organisasi-organisasi masya-rakat dan pemuka-pemuka masyarakat setempat, sangat pen-ting artinya untuk mencapai hasil yang maksimal. Namun di-samping itu temyata pula bahwa perlu dihindari suatu sistembirokrasi yang kaku yang selalu menghambat tindakan-tin-dakan operasional.

Demikian pula pengalaman kita dengan pemberantasanpenyakit cacar. Pada waktu terdapat wabah cacar di sekitartahun 1962, maka vaksinasi massal telah dilakukan oleh ma-hasiswa-mahasiswa Universitas Indonesia, baik didalam kotaJakarta, maupun diluar kota Jakarta, seperti di Banten, Tange-rang dan sebagainya. Di Sulawesi Selatan telah ditugaskan80 dokter dan penilik kesehatan ( diangkut dengan PesawatHERCULES Angkat ,an Udara ) untuk memberantas wabahcacar di daerah Sulawesi Selatan yang masih belum aman.Panglima Komando Daerah Militer Sulawesi Selatan dijadikankomandan operasi wabah cacar dan ternyata operasi tersebutcukup berhasil, bahkan pemberontak-pemberontakpun mintapencacaran.

Hal yang sama telah di lakukan di pulau Madura, setelahpemuka-pemuka agama Islam dikumpulkan di Pamekasan un-tuk diberi penjelasan oleh petugas penerangan DepartemenAgama yang sesuai dengan cara-berfikir mereka, yakni berda-sarkan dalil-dalil yang berlaku dalam Agama Islam.

Operasi pemberantasan wabah dysenteri di Pemalang,dan pemberantasan penyakit Kolera di Semarang dilakukandengan sistem yang serupa yakni melibatkan semua unsurpemerintahan dan masyarakat, dengan kata lain prinsip mobi-lisasi potensi rakyat semesta dengan kesadaran yang menda-lam.

PERANAN DOKTER DALAM PEMBANGUNAN

Pembangunan nasional kita berlandaskan falsafah panca-sila dan menuju kepada sasaran seperti yang tercantum dalampembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yakni masyarakatyang adil dan makmur, yang merata diseluruh wilayah tanahair kita. Suatu masyarakat yang maju dan sejahtera dan mam-pu mempertahankan diri dalam perkembangan dunia diseki-tarnya, ikut serta berusaha memelihara perdamaian dunia.

Berhubung dengan keadaan demografik dan sosiologikserta sifat kepulauan daripada wilayah kita, maka strategi

atau rencana pokok pembinaan rakyat dipengaruhi oleh fak-tor-faktor sebagai berikut :• kepadatan pulau Jawa, Madura dan Bali.• kekosongan pulau-pulau Irian, Kalimantan, Sumatra dan

Sulawesi.• delapan puluh persen daripada rakyat hidup didesa-desa.

• pengangguran yang makin ineningkat terutama didesa-desa yang padat penduduknya.

• perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sa-ngat cepat sebagai sarana penunjang pembangunan.

• kekayaan alam kita akan minyak bumi, bahan-bahantambang dan hutan-hutan produksi kayu untuk industrisebagai sarana sumber pembiayaan pembangunan disegalabidang.

• perlunya prioritas kemajuan kesejahteraan yang seimbangbagi rakyat yang sudah dinyatakan dalam delapan jalurpemerataan.

Faktor-faktor tersebut memberi petunjuk bagi kita bahwa kitaharus memfokuskan usaha kesejahteraan pada desa-desa danmemindahkan lokasi pedesaan dari pulau-pulau padat-pen-duduk ke pulau-pulau jarang penduduknya. Hal ini berarti,bahwa para dokter dan petugas-petugas kesejahteraan rakyatlain-lainnya harus dapat diarahkan pada : (i) pembangunandesa dan (ii) transmigrasi.Perlu diberi tantangan pada mereka untuk menjadikan desamenjadi tempat yang menarik sebagai unit masyarakat kon-temporer.

Tidaklah benar jika dikatakan bahwa dokter-dokter gene-rasi sekarang materialistik dan komersial. Idialisme profesikedokteran masih cukup kuat. Hal ini dapat kita lihat daridedikasi para dokter puskesmas yang bekerja di Timor, di Lombok, di pulau Nias, di Timor Timur.

Soalnya terletak dalam bimbingan dan personel manage-ment, dimana :• Terdapat prosedur registrasi yang rumit.• Prosedur pengangkatan yang lamban.• Kurangnya persiapan mental untuk tugas lapangan.• Kurangnya "background information" tentang daerah ker-

ja secara ekologik, etnologik, adat istiadat, agama, pendekkata anthropologi sosial di bidang medik.

• Jaminan untuk "tour of duty" yang pasti.• Gaji yang wajar.Sejak revolusi kemerdekaan hingga sekarang hampir semuadokter hidup dari praktek swasta dan berbakti pada negaradengan gaji yang merupakan seperlima dari kebutuhan hidup-nya.

Jika seorang ditempatkan didaerah dimana tidak mungkindijalankan praktek swasta, maka keperluan hidupnya sehari-hari harus terjamin dengan layak, yang berarti ada perumahan,transportasi, suplai bahan makanan pokok dan sekedar saranahiburan.

Adanya listrik, radio, televisi, telpon, yang mungkin men-dekati kenyataan di desa-desa akan menghilangkan rasa kese-

Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980 41

Page 35: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

pian dan rasa terisolasi. Dinas pos yang teratur akan sangatmembantu dalam menimbulkan perasaan tentram.

Desa, dimasa depan hendaknya menjadi kota kecil dengansarana lengkap seperti "real estate" yang kita lihat disekitarJakarta, sehingga arus urbanisasi dapat dibalik menjadi aruske tempat pemukiman baru yang modem di Sumatra, Kali-mantan, Sulawesi dan Irian Jaya.

Pengembangan sentra baru di pulau-pulau besar kita adalahjawaban yang tepat untuk mencegah polusi multi kompleksdi pulau jawa dan sekaligus membuka kesempatan kerja yangsangat luas.

Masyarakat kita masa mendatang bukanlah masyarakattradisional lagi, tetapi masyarakat yang bertaraf lebih tinggidalam soal pengetahuan dan ketrampilan yang diberi secarasistematik.

Dalam hal ini dokter-dokter di puskesmas-puskesmas dandokter ABRI di pos-pos yang tersebar di seluruh nusantaraadalah potensi yang sangat besar sebagai pembaharu, pelopordan katalisator dari pada kegiatan masyarakat yang produktifdan kreatif.

Kita sudah membaca tentang adanya puskesmas yang sudahdapat memanfaatkan tenaga matahari. Demikian pula tenagaangin, air, tenaga kuda, kerbau dan dapat dikonversi menjadienersi.

Puskesmas merupakan pusat pengembangan desa swasem-bada dengan penerangan dan bantuan nyata dalam pertumbuh-an keluarga sehat.

KESIMPULAN

1. Korps dokter Indonesia adalah komponen bangsa In-donesia yang merupakan modal yang sangat berharga dalampembinaan masyarakat Indonesia pada umumnya, masyarakatpedesaan pada khususnya.

2. Profesi kedokteran dari jaman dahulu hingga sekaranginempunyai dasar moral yang luhur dan kuat berupa sumpahHippokrates yang dinegara kita dirumuskan dalam lafal sum-pah dokter menurut peraturan negara.

3. Bagi korps dokter Indonesia pelaksanaan P 4 yang se-dang dimasyarakatkan melalui penataran-penataran diseluruhIndonesia, bukanlah soal baru, tetapi merupakan suatu sikaphidup yang pada hakekatnya sesuai dengan sumpah dokterdan jiwa undang-undang pokok kesehatan.

4. Berhubung dengan itu maka setiap dokter Indonesia seca-ra potensial adalah penyebar semangat untuk melaksanakanamanat penderitaan rakyat serta penggerak aktif dalam meme-lihara norma-norma Pancasila.

5. Jasa korps dokter Indonesia yang nyata sehari-hari ter-hadap para penderita dan masyarakat pada umumnya secarakuratif/preventif, rehabilitasi lebih berbicara dari pada seribukali ceramah yang tidak diamalkan.

Akhir kata saya mengucapkan selamat berjuang kepadagenerasi dokter muda dalam menjalankan "mission sacre"diseluruh penjuru tanah air.

Semoga Tuhan membimbing kita semua.

DON'T RISK YOUR GOOD MEDICAL REPUTATION !Always have a few ampoules of K A L M E T H A S O N E ready to save life inemergency cases :

o ANAPHYLACTIC SHOCK• STATUS ASTHMATICUSo HEPATIC COMAo PEMPHIGUS VULGARIS

COMPOSITION :each ampoule contains Dexamethasone Sodium Phosphateequivalent to Dexamethasone Phosphate ........................4.0 mg

DOSAGE:I.V. or I.M. dose ranges from 4 to 20 . mg depending onthe severity of the disease.

PRESENTATION:Boxes of 3 ampoules of 1 ml KALMETHASONE ® injections.

42 C'ermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980

Page 36: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

Sifat Goitrogenik Singkong(Manihot utilissima)

dr. E. SetiadiLektor Kepala, Bagian Biokimia

Fakultas Kedokteran Universitas IndonesiaJakarta

SUMMARY

Cassava as the main staple food in areas with a low iodinecontent of the water and soil can be a precipitating factorin the development of goiter as the consumptions of thisfood product aggravates iodine deficiency.

This possibility should be investigated in those areas withendemic goiter.

PENDAHULUANSejak abad ke 19 telah diketahui, bahwa gondok (goiter

endemik) ditemukan terutama di daerah-daerah yang tanahdan airnya kurang mengandung iodium.Defisiensi iodiummemang dianggap sebagai penyebab utama gondok. Ternyataselain defisiensi iodium masih terdapat faktor-faktor laindalam makanan yang juga dapat menyebabkan gondok.Efek goitrogenik sayur-sayuran tertentu terhadap binatangpercobaan telah diketahui sejak 1928. CHESNEY menemukanbahwa kelinci-kelinci percobaannya yang diberi makan kubis(genus Brassica) selama beberapa bulan menunjukkan pem-besaran kelenjar tiroid. Laporan ini disusul oleh penemuan-penemuan berbagai sayuran lain yang juga dapat menimbul-kan gondok pada binatang percobaan, seperti blumkol (cauliflower), radis (radish), kacang kedelai, kacang tanah dan kacangpolong. (I)

STRUKTUR dan SIFAT KIMIADalam sayuran yang tergolong Crucifera seperti kubis,

blumkol dan radis terdapat satu atau lebih tioglukosida. Padahidrolisis oleh enzim tioglukosidase yang juga terdapat dalamsayuran ini, terbentuk glukosa, bisulfat dan suatu aglikon.Reaksi enzimatik ini terjadi bila integritas sel rusak misalnyabila sayuran dipotong atau digerus.Aglikon dapat dipecahkan lebih lanjut menjadi : (i) isotiosi-anat; (ii) nitril dan belerang atau (iii) tiosianat.

Tioglukosida dalam sayuran dari genus Brassica (kubis, blum-kol) disebut progoitrin dengan rumus :

Enzim tioglukosidase yang menghidrolisis progoitrin dikenaljuga dengan nama mirosinase sedangkan isotiosianat, hasilpenguraian tadi, disebut goitrin dengan rumus :

Tiosianat dan goitrin diketahui mempunyai aktivitas goitro-genik. (2)

EKPECHI menduga adanya hubungan antara makan sing-kong dan gondok berdasarkan pengamatannya bahwa bebe-rapa desa di Nigeria Timur menunjukkan incidence gondokyang tidak-sesuai dengan kadar iodium dalam tanah dan air-nya Incidence goiter yang paling tinggi temyata tidak dida-patkan di desa-desa dengan kadar iodium tanah dan air yangpaling rendah. Di desa-desa dengan incidence goiter yang ter-tinggi makanan pokok penduduk terdiri dari singkong yangfidak diragikan sebelum dihidangkan, sedangkan di desa-desadengan incidence goiter yang rendah makanan pokok terdiridari singkong yang pada pengolahannya telah mengalamiperagian. (3)Diketahui bahwa singkong mengandung sianida (CN) dalambentuk glukosida sianogenik. (4)Penelitian COLLARD menunjukkan bahwa kadar glukosidasianogenik banyak berkurang pada peragian singkong. Padapembuatan "gari," semacam makanan yang dibuat dari sing-kong, parutan singkong didiamkan tiga sampai empat hari.Selama proses ini terjadi peragian dengan pembentukan asam.Dalam suasana asam ini terjadi hidrolisis spontan dari gluko-sida sianogenik dengan pembebasan asam hidrosianat (HCN)yang kemudian menguap. (5)Sifat goitrogenik singkong diselidiki EKPECHI pada tikus yangdiberi makan bubur bubuk singkong. Setelah beberapa waktutikus-tikus ini menunjukkan pembesaran kelenjar tiroid danpenurunan kadar MIT (monoiodotirosin) dan DIT (diiodoti-rosin) dalam darah. (3)

Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980 43

Page 37: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

Percobaan yang serupa dengan tikus yang diberi makan bubursingkong dilakukan juga oleh OSUN TOKUN. Pada tikus-ti-kusnya ditemukan peninggian kadar tiosianat plasma. (6)

Hasil yang serupa didapatkan juga oleh VAN DER VEL-DEN. Selain peningkatan tiosianat plasma didapatkan juga pe-nurunan kadar iodium dalam kelenjar tiroid dan penurunanPBI (protein-bound iodine).Kalau tikus-tikus tidak diberi makan singkong, akan tetapisingkong digantikan dengan tiosanat, maka didapatkan pero-bahan-perobahan yang sama.Makin tinggi dosis tiosianat yangdiberikan, makin besar pula peningkatan tiosianat plasma,penurunan PBI dan penurunan kadar iodium dalam kelenjartiroid. (7)BOURDOUX c.s. melakukan penelitian pada pendudukUbangi, suatu daerah gondok endemik di Zaire Barat Lautdengan kadar iodium dalam tanah dan air yang sangat rendah.Terdapat gondok pada 60 — 70% dan kretinisme pada 0—10% dari penduduknya. Makanan pokok penduduk Ubangiterdiri dari singkong yang diolah dengan berbagai cara.Pada penduduk Ubangi didapatkan kadar tiosianat serum danurin yang lebih tinggi daripada serum dan urin orang Belgia,yang digunakan sebagai kontrol. Makan singkong selama tigahari berturut-turut sudah dapat meningkatkan kadar tiosianatserum dan urin, sedangkan bila diberi makan nasi (bebas CN)selama tiga hari berturut-turut, maka terlihat penurunan kadartiosianat darah dan urin.Dari penyelidikan-penyelidikan BOURDOUX juga dapat di-simpulkan bahwa pada defisiensi iodium terjadi peningkatanuptake iodium oleh kelenjar tiroid dan penghambatan pele-pasan iodida dari kelenjar tiroid. Iodida yang dilepaskan inikemudian diekskresi dalam urin. Usaha tubuh ini untuk me-manfaatkan iodium sebaik mungkin ternyata dihambat olehtiosianat. Pada kadar tiosianat yang meninggi terjadi penurun-an uptake

131I oleh kelenjar tiroid disertai peningkatan eks-

kresi iodida dalam urin.Dari penelitian-penelitian diatas dapat diambil kesimpulanbahwa :• Makan singkong menyebabkan peningkatan kadar tiosianat

darah dan urin.• Sifat goitrogenik singkong disebabkan oleh tiosianat yang

memperhebat defisiensi iodium dengan mengurangi uptakeiodium dalam kelenjar tiroid dan meningkatkan pembe-basan iodida dari kelenjar tiroid. (8)

Pertanyaan yang timbul ialah apakah tiosianat terdapat da-lam singkong seperti dalam sayuran dari genus Brassica. (2)Untuk menjawab pertanyaan ini OSUNTOKUN dan VAND E R V E I, D E N menentukan kadar tiosianat dalam makanansingkong di Nigeria dan Zaire.

OSUNTOKUN mendapatkan kadar tiosianat 0,0034 uMol/g makanan singkong di Nigeria (6), sedangkan VAN DERVELDEN tidak dapat membuktikan adanya tiosianat dalamjumlah yang berarti dalam makanan singkong di Zaire. (7)Kadar tiosianat yang rendah dalam makanan singkong ini ti-dak dapat menerangkan kenaikan tiosianat plasma dan urinsesudah makan singkong.Dari penyelidikan-penyelidikan kemudian ternyata bahwa ke-naikan kadar tiosianat plasma dan urin disebabkan oleh tiosi -

anat yang terbentuk secara cndogen sebagai hasil detoksikasisianida oleh tubuh.

Singkong (Manihot utilissima) mengandung dua macamglukosida sianogenik yaitu : Linamarin atau Phaseolunatinterdapat terbanyak (93%) dalam singkong; merupakan suatuglukosida asetonsianhidrin.

Lotaustralin terdapat lcbih sedikit (7%) dalam singkong; meru-pakan suatu glukosida metiletilketonsianhidrin.

Glukosida-glukosida sianogenik tersebut diatas terdapat da-lam semua bagian tanaman, tetapi kadar yang paling tinggiterdapat dalam kulit umbi. Diduga di tempat tersebut glukosi-da sianogenik berfungsi melindungi umbi. terhadap serangan.(9,11)

Glukosida yang utuh tidak toksik. Pada kerusakan sel, gluko-sidase yang juga terdapat dalam tanaman akan memecahkanglukosida yang disertai dengan pembebasan HCN, yang di-kenal sebagai racun yang ampuh. (9)

Hidrolisis dapat juga terjadi oleh HCIlambung atau mikroflo-ra usus; jadi walaupun glukosidase yang terdapat dalam sing-kong sudah rusak pada proses pengolahan singkong, hidrolisisdan pembebasan HCN masih dapat terjadi oleh HC1 lambungatau aktivitas mikroflora usus.

Absorpsi sianida terjadi di usus halus. Sianida ini dengancepat mengalami detoksikasi menjadi tiosianat oleh enzimsulfurtransferase ( = rhodanase), yang terdapat dalam banyakjaringan, terutama dalam hati, ginjal, kelenjar tiroid, adrcnaldan pankreas.Sulfur yang diperlukan untuk detoksikasi berasal dari tiosulfatatau me'rkaptopiruvat; kedua zat yang disebut terakhir terben-tuk sebagai hasil dari metabolisme asam-asam amino yang ber-unsur belerang.

Sebagian kecil CN dalam tubuh diuraikan menjadi CO2 ataudireaksikan dengan hidroksokobalamin (vit. B12a) menjadisianokobalamin (vit. B 12).

L inamarin

Lotaustralin

44 Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980

Page 38: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

Jalan metabolisme utama sianida inorganik : (9)

Efek tiosianat terhadap kelenjar tiroid.Sifat antitiroid tiosianat diketahui pertama-tama pada

pengobatan hipertensi dengan tiosianat, yang kadang-kadangmenimbulkan gondok dengan gejala-gejala hipotiroidisme se-bagai efek sampingan. Efek yang tidak diinginkan ini dapatdisembuhkan dengan pemberian pulvus tiroid. (II).

VAN DER LAAN dan VAN DER LAAN mempelajariefek tiosianat terhadap kelenjar tiroid tikus dan dapat mem-buktikan bahwa tiosianat menghambat uptake iodium olehkelenjar tiroid dan mempercepat pengeluaran iodida darikelenjar tiroid. Bila kaliumiodida diberikan bersamaan dengantiosianat, efek tiosianat akan berkurang, sedangkan kalau ka-liumiodida diberikan sesudah pemberian tiosianat, efek tiosi-anat akan terlihat lebih jelas. ((11)

Diketahui sekarang, bahwa jika kadar tiosianat darah me-lebihi 1 mg%, maka akan terjadi hambatan pompa iodium(iodine pump) pada intake iodium yang normal, sedangkanpada kadar tiosianat darah yang lebih tinggi lagi akan terjadipula penghambatan pembentukan MIT, DIT, T3, dan T4. (12)

Metabolisme yodium dan hormon tiroid (Diambil dari Harper H.A : Review of Physiological Chernistry, 16 th. ed. Los altos,Lange Med. Pub. , 1977, p. 463 )

KesimpulanSingkong sebagai makanan pokok di daerah-daerah dengan

kadar iodium tanah dan air yang rendah dapat merupakansalah satu faktor penunjang timbulnya gondok, oleh karenamakan singkong memperhebat defisiensi iodium. Oleh karenasingkong merupakan makanan pokok di beberapa daerah diIndonesia patut diselidiki apakah jenis makanan ini merupakansalah satu faktor yang ikut menyebabkan gondok di daerah-daerah endemik.

Kepustakaan

1. GREER, M.A. (1962)Recent Prog. Horm. Res.18, 187 — 219.2. VAN ETTEN, C.H. Goitrogens dalam Liener, I.E. (ed), Toxic

constituents of plant foodstuffs, Acad. Press, N.Y. 1969, 103-141.

3. EKPECHI, O.L. (1967)Br. J. Nu tr21, 537-545.

4. HEYNE, K. : De Nuttige platen van Indonesia 3 e druk, N.V.Vitgevery W. Van Hoeve-s' CjravenhagelBandoeng. 944 — 9551950.

5. COLLARD, P. (1959)Nature; 183, 620 — 621.

6. OSUNTOKUN, B.O. (1970)Br. J. Nutr24, 797-800.7. VAN DER VELDEN, M., KINHAERT, J., ORTS, S. DAN

ERMANS, A.M. (1973)Br. .J. Nutr30, 511 — 517.8. BOURDOUX, P., DELANGE, F., GERARD, M. MAFUTA,

M. HAMSON, A. DAN ERMANS, A.M. (1978) JClin. Endocri-nol. Metah 46, 613 — 621.

9. MONTGONERY, R.D. CYANOGENS dalam Liener, I.E. (ed)Toxic contituents of plant foodstuffs, Acad. Press, N.Y. 1969,

143 157.10. BISSET, F.H., CLAPP, R.C, CEBURN R.A, ETTLINGER,

M.G. dan LONG, L. JR. (1968) Phvtochem. 8, 2235 — 2247.11. WOOD, T. (1965)J , Sci. Fd. Agric.6, 300 — 305.12. VAN DER LAAN, J.E. DAN VAN DER LAAN, W.P. (1947)

Endocrinology , 40, 403 — 416.

13. WOLFF, J. (1964) Phys. Rev. 44, 45 — 84.

14. GRODSKY, G.M. : The chemistry and funetions of the hormo-nes dalam Harper, H.A. (ed).Review of Physiological Chemistry,Maruzen Asian 16th edition, 1977, Lange Medical Publications,Maruzen Company, Limited.

PERTEMUAN NASIONAL KE VPERHIMPUNAN AHLI ANATOMI INDONESIA

empat : Semaranganggal : 27, 28, 29 Maret 1980.ema Peranan anatomi dalam pengendalian

pertumbuhan penduduk dan pengem-bangan nilai-nilai budaya bangsa.

Acara ilmiah : Kinesiologi terapan & ergonomi, re-produksi manusia, antropologi dan lain-lain.

Sekretariat : Bagian Anatomi FK UNDIP,Jalan Dr. Sutomo 16,Semarang.

Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980 45

Page 39: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

Darah Buatanmendekati Kenyataan

Kini tampak ada kemajuan — yang agak dramatik — dalamriset mencari bahan kimia sebagai pengganti darah manusia.National Institute of Health di Amerika sudah menciutkanjumlah senyawa kimia yang diselidiki sehingga tinggal empatjenis senyawa. Efeknya terhadap binatang sedang dipelajari.Sementara itu di Jepang Green Cross Corp. telah diberi ijinoleh negaranya untuk memasarkan darah buatan untuk di-pergunakan pada transplantasi organ. Cabang perusahaan inidi California, Amerika, bersiap-siap meminta ijin FDA (Food &Drug Administration) untuk memulai percobaan klinik agarproduk tersebut dapat dipasarkan di Amerika.

Darah buatan itu berupa emulsi fluorokarbon, suatu golong-an senyawa kimia yang inert dan dapat menggantikan fungsidarah merah dalam membawa oksigen. Memang fungsi inihanya satu dari sekian banyak fungsi darah dalam tubuhmanusia. Namun dalam beberapa keadaan, senyawa itu sangatbermanfaat, misalnya untuk transfusi dalam keadaan daruratdan mempertahankan hidupnya organ-organ yang akan di-transplantasi.

Ada beberapa kelebihan darah buatan dibandingkan dengandarah manusia. Emulsi fluorokarbon itu tidak mudah rusak.Pada suhu kamar dia dapat bertahan bertahun-tahun. Sebagaiperbandingan, darah manusia yang didinginkan hanya dapatbertahan beberapa minggu. Darah buatan juga dapat diberikanpada semua orang tanpa memperdulikan tipe darahnya; tidakada resiko hepatitis dan infeksi lain; dan dapat diterima olehbeberapa sekte agama yang mengharamkan transfusi darahmanusia.Potensi di medan perang. — Darah buatan itu dapat diperguna-kan dalam keadaan-keadaan darurat di mana darah manusiatidak tersedia, misalnya dapat dengan segera diterbangkanke daerah yang terkena bencana alam. Pihak militer melihatpotensinya untuk digunakan di medan perang, maka Depar-temen Pertahanan Amerika terus mengikuti perkembanganriset ini. Pasukan Bela Diri Jepang juga telah setuju melakukanpercobaan klinik terhadap produk Green Cross Corp. itu.

Yang cukup penting juga, darah buatan itu ternyata jauhlebih murah dari pada darah manusia. Green Cross memper-kirakan produknya dapat dibuat dengan beaya $15 per unit,sementara harga darah manusia yang diperoleh dari donordi Palang Merah Amerika sekitar $32 per unit. Namunkomersialisasi ini masih cukup lama. Setelah FDA memberiijin untuk memulai percobaan klinik, paling sedikit limatahun kemudian produk itu baru dapat dipasarkan. Persetujuanuntuk memasarkan suatu obat baru dapat memakan waktu10 tahun di Amerika.

Di Jepang, Green Cross sudah mulai dengan percobaanklinik, transfusi pada manusia. Dr. Roy Naito, pemimpin

perusahaan itu, memimpin sendiri percobaan klinik itu danmemakai dirinya sendiri sebagai salah satu orang percobaan.Darah buatan itu juga sudah dicoba pada 10 pasien, terutamakorban kecelakaan atau pasien dengan golongan darah yangjarang sekali. Hasilnya cukup menggembirakan.Amerika lebih berhati-hati. — Para peneliti di Amerika lebihberhati-hati, meskipun tidak kalah giatnya. Sebenarnya usahaini dimulai berdasarkan hasil penelitian Prof. Leland C. Clarksekitar tahun 1965. Dia menemukan bahwa tikus-tikus yangdibenamkan dalam larutan fluorokarbon yang dialiri oksigendapat hidup terus.

Tapi senyawa-senyawa fluorokarbon itu tidak larut dalamdarah, Maka sebelum dapat dipergunakan dalam badan, se-nyawa itu harus dijadikan emulsi dulu. Tahun 1967 Prof.Henry A.Sloviter berhasil membuat emulsi yang dapat mem-pertahankan kehidupan otak tikus. Setahun kemudian Prof.Robert P. Geyer menunjukkan bahwa darah tikus dapat diganti semua dengan emulsi fluorokarbon.

Namun masih ada masalah. Masih dicari emulsi yangdapat stabil selama jangka waktu yang cukup lama dan yangtidak terus menetap di dalam badan. Produk Green Crossyang disebut di atas masih dianggap kurang sempurna olehpeneliti-peneliti Amerika. Produk buatan Jepang itu gabungandari dua jenis fluorokarbon; salah satu dari senyawa itubila dimasukkan dalam badan menetap di dalam badan selamaberbulan-bulan.Penggunaan-penggunaan lain. — Meskipun darah buatan itubelum memasuki pasaran, para peneliti telah menemukankegunaan-kegunaan lain dengan implikasi yang sangat luas."Seperti biakan jaringan dalam biologi, penemuan ini mem-buka berbagai kemungkinan baru, " kata Prof. Geyer itu.Penyelidikan selama ini menunjukkan bahwa aktivitas lekositdirangsang oleh adanya fluorokarbon. Penyelidikan sedangdilakukan pada tikus untuk melihat apakah efek tersebut dapatdipakai untuk pengobatan tumor.

Senyawa-senyawa fluorokarbon itu terkonsentrasi padahepar dan limpa. Maka obat yang diikatkan pada senyawaitu akan terkumpul juga dalam alat tubuh itu. Bila obatyang diikatkan adalah obat anti-kanker, maka obat ini akanmencapai konsentrasi yang tinggi di dalam hepar dan limpasehingga mungkin banyak mempengaruhi efek terapeutiknyaterhadap kanker pada organ-organ itu. Karena beberapa obatanti-kanker bereaksi dengan protein darah, para peneliti mem-bayangkan kemungkinan sebagai berikut : darah pasien di-ganti semua dengan darah buatan, obat anti kanker diberikan,kemudian darah pasien dikembalikan lagi ke dalam tubuh.

Kemungkinan penggunaan lain ialah dalam pengobatanluka bakar, shock, dan keadaan lain di mana kapiler ber-konstriksi sehingga aliran darah terganggu. Karena ukuranpartikel fluorokarbon hanya seperseribu ukuran sel darahmerah, senyawa itu dapat membawa oksigen ke jaringan-jaringan, melewati kapiler yang terlalu kecil untuk dapatdilewati darah merah.

Banyak masalah yang masih harus diatasi. Namun demi-kian para peneliti optimis bahwa senyawa fluorokarbon iniakan merupakan penyelamat jiwa manusia di masa yangakan datang.

46 Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980

Page 40: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

I KHTISAR TEORI DAN KLINIK NEUROSA

Oleh : Dr. D. Bachtiar LubisPenerbit : DB Lubis, 1979Harga : Rp. 5.500,

"Rata-rata separoh atau lebih dari semua pasien yangminta pertolongan dokter (karena kelainan atau keluhansomatik dan psikik apa pun) terdiri dari penderita neu-rosa dan penderita dengan kelainan dan keluhan fisik di-mana kelainan neurotik memainkan peranan utama" , de-mikian tulisan Dr. Lubis dalam bukunya yang diterbitkanbaru-baru ini. Mengenai angka insidensi neurosa para dok-ter dapat berbeda faham, tetapi pastilah bahwa setiapdokter yang berpraktek mengobati orang sakit hampir se-tiap hari berhadapan dengan "faktor psikologik" padapasien-pasiennya.

Gejala yang jelas dapat dihubungkan dengan gejolakmental dan emosional ialah gejala seperti ketakutan, dep-ressi, insomnia, atau kegelisahan. Namun gejala "somatik "

pun untuk sebagian besar bersangkutan dengan hal men-tal dan emosional, seperti sesak napas, kelemahan badan,diare dan konstipasi, allergi, demam, sakit kepala danvertigo. Apabila gejala-gejala itu disertai kelainan organikobjektif, itu pun bukan berarti bahwa faktor psikologiktidak berperan di dalamnya.

Sebetulnya itu bukan hal yang baru. Dokter sudahmempelajari itu semasa ia masih duduk di bangku fa-kultas. Semua buku ilmu kedokteran klinik menyebutkanfaktor psikologik sebagai unsur etiologi yang penting pa-da hampir semua penyakit. Mengenai setiap terapi apapun, selalu disebutkan bahwa faktor psikologik atauhubungan psikologik antara dokter dengan pasien memain-kan peranan yang menentukan untuk hasilnya terapi.

Sekali pun demikian, banyak dokter ( kecuali psikiater )menghadapi "faktor psikologik" itu hanya secara intui-tif. Diagnosa dan terapi biasanya sangat dititik-beratkanpada kelainan organik yang didapatkan. Meskipun diduga

adanya faktor-faktor mental, faktor itu tidak ditanganisecara eksplisit (diagnosanya maupun terapinya); kadang-kadang keadaan ini menciptakan kasus yang diobati ber-bulan-bulan sampai bertahun-tahun tanpa perbaikan, ataudengan gejala yang sering berubah-ubah.. Jika semuausaha pengobatan farmakologik atau operatif tidak meng-hasilkan perbaikan, maka akhirnya pasien dikonsultkankepada psikiater.

Buku ini terbit pada saat ia sangat diperlukan. Ba-nyak dokter sudah lupa bagaimana mengadakan pemeriksa-an sistematis untuk mengungkapkan data mental danemosional pada pasiennya, dan bagaimana membuat dif-ferensiasi tentang fenomen kejiwaan. Juga barangkali su-dah tidak jelas lagi menentukan indikasi untuk pengobat-an : bilamana harus menggunakan obat-obat "penenang"tertentu. Bagaimana mengenal bahwa sesuatu gejala "so-matik" sebenarnya mempunyai dasar emosional (selainper exclusionem : yaitu kalau tidak ada kelainan organikobjektif atau kalau obat tidak menolong). Differensiasiantara sifat-sifat normal, neurotik dan latent - psikotik ;antara manifestasi neurasthenia, hypochondria, hysteria,depressi, kompulsivitas, "neurosa organ", dan sebagainya ;hal ini semua mungkin tidak dilakukan lagi oleh dokterdalam perakteknya yang terutama berorientasi organo-pa-tologik. Pada hal, pengetahuan ini serta penerapannya da-lam hubungannya sehari-hari dengan pasien dapat me-ningkatkan efektivitas terapeutik dalam keseluruhannya.Dalam buku ini, Dr. Lubis tidak menganjurkan supayadokter berwawancara lama - lama dengan pasien, ataumenggunakan cara-cara psikiatrik yang khusus. Yang di-perlukan hanyalah sensitivitas tentang data-data psiko-patologik, yang dapat diperoleh dalam pemeriksaan medikyang biasa. Terapi terhadap neurosa dapat dijalinkan puladalam terapi medik umum tanpa memerlukan ketrampilanspesialistik khusus. Hanya pada kasus-kasus tertentu akandiperlukan intervensi oleh psikiater. Untuk mengetahuiindikasi dan saat yang tepat untuk konsultasi psikiatri,buku ini pun dapat memberi pegangan yang sangatberguna.

Buku ini ditujukan kepada dokter bukan - psikiater,dan menguraikan sistematik teoretik dan klinik mengenaisesuatu kondisi (neurosa) yang dijumpai praktis setiap haripada pasien dalam praktek. Cara pemeriksaan dan peng -obatan ada dalam jangkauan setiap dokter tanpa memer-lukan perubahan yang drastis dalam cara prakteknya. Ka-rena itu, buku ini patut dibaca oleh setiap dokter.

Buku ini tebalnya 212 halaman, dicetak offset padakertas HVS Import, mutu cetakannya cukup bagus, huruf-nya mudah dibaca, kulit tebal (hard cover) berlapis linen,dengan sampul kunstdruk. Harganya yang Rp. 5.500,— se-padan dengan mutu isi maupun mutu pencetakan bukutersebut:

Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980 47

Page 41: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

PENGUMUMAN

PENITIA PERLOMBAAN PENULISAN KARYA ILMIAH/PENELI-TIAN ORTHOPAEDI I980

Perkumpulan Ahli Bedah Orthopaedi Indonesia/Majalah OrthopaediIndonesia.

Dalam rangka menghadapi kongres nasional III Perkumpulan AhliBedah Orthopaedi Indonesia pada bulan Nopember 1980 di Bandung,Perkumpulan Ahli Bedah Orthopaedi Indonesia ( PABOI ) dengan pe-laksananya Majalah Orthopaedi Indonesia ( MOI ) akan mengadakanperlombaan penulisan karya ilmiah Orthopaedi untuk dokter dengansyarat-syarat sebagai berikut :

Peserta :

* Semua dokter Indonesia anggota IDI dengan kwalifikasi sebagaiberikut :

(1). dokter umum.

(2). asisten dalam pendidikan dari salah satu bidang ke-ahlian/spesialisasi kedokteran baik preklinik maupunklinik.

(3). dokter ahli yang bekerja di daerah/bukan di pusat pen-didikan.

*

Yang tidak termasuk dalam kwalifikasi ini adalah :

1. dokter ahli yang bekerja di pusat pendidikan.

Isi karya ilmiah

(1). Karya ilmiah berisi hasil penelitian klinis khususnya dalam bi-dang orthopaedi.

(2). Karya ilmiah berisi hasil penelitian epidemiologis yang berhubungan dengan bidang orthopaedi.

(3). Karya ilmiah berisi hasil penelitian biomedis yang berhubungandengan bidang orthopaedi.

(4). Karya ilmiah dalam bidang tekndogi khususnya dalam bidangorthopaedi.

(5). Karya ilmiah mengenai pelayanan kesehatan dalam bidangorthopaedi.

(6). Karya ilmiah mengenai masyarakat yang berhubungan denganbidang orthopaedi.

(7). Karya ilmiah harus dipresentasikan pada kongres nasional IIIPABOI di Bandung, Nopember I980.

(8). Karya ilmiah yang diperlombakan menjadi hak Majalah Ortho-paedi lndonesia.

(9). Karya ilmiah belum pernah dipresentasikan pada forum ilmiahlain dengan judul/isi yang sama.

HadiahHadiah pertama : uang sebanyak Rp. 250.000,– piagam penghargaan

dan pengangkatan menjadi anggota luar biasa PABOI, serta di-nyatakan sebagai pemegang "Sceharso Soebiakto Awazd."

Hadiah kedua : uang sebanyak Rp I50.000,– piagam penghargaan danpengangkatan menjadi anggota luar biasa PABOI.

Hadiah ketiga : dua hadiah masing-masing uang sebanyak Rp 50.000,–piagam penghargaan dan pengangkatan menjadi anggota luar bi-asa PABOI.

Hadiah harapan : berjumlah beberapa orang/hadiah, berupa buku-bukuorthopaedi, piagam penghargaan dan pengangkatan menjadianggota luaz biasa PABOI.

Pelaksanaan.Yang berminat untuk mengikuti perlombaan ini diminta agaz :

mengirimkan judul karya ilmiah/penelitian disertai ikhtisarnya(uraian singkat yang dapat memberikan informasi mengenai substan-si, cara pendekatan, metodologi penelitian) selambat-lambatnyatanggal 3I Januari 1980 disertai dengan nama, jabatan, instansi,alamat peserta (–peserta).mengirimkan naskah lengkap karya ilmiah berikut foto-foto bilaada (foto hitam putih dalam kertas mengkilap) selambat-lambatnyatanggal 31 Juli I980.

mengirimkan bahan/naskah singkatan karya ilmiah yang akan/sudah dibuat slide-nya (bukan mengirimkan slide ) selambat-lambat-nya tanggal 3I Oktober I980.

(catatan : slide untuk presentasi supaya dibuat sendiri).

hadir pada Kongres nasional III PABOI November 1980 di Bandunguntuk mempresentasikan karya ilmiahnya ( yang merupakan peni-laian terakhir), lengkap dengan slide 35 mm (boleh dengan film 8mm bila dianggap perlu).pengiriman naskah dan lain-lain agar ditujukan pada :

Sekretaziat Panitia Perlombaan Karya Ilmiah Orthopaedi 1980d/a dr. M. Ahmad Djojosugito.Bagian Bedah FK–UNPAD, Rumah Sakit Dr. Hasan SadikinJI. Pasteur 38 Bandung Tilp. 84953 – 55 psw 205, 215.

Tambahan

(1). Seorang dokter dapat mengirimkan lebih dari satu karya ilmiah.

(2). Dalam hal adanya lebih dari satu orang penulis dalam satu karyailmiah (termasuk pembimbing yang dimasukkan sebagai co-author), hadiah diterimakan pada tim tersebut, bukan pada masing-masing penulis.

(3). Keputusan tim penilai tidak dapat diganggu-gugat, tetapi tidakberarti tertutup untuk kritik-kritik dan saran demi perbaikan dimasa datang.

48 Cermin Dunia Kedokteran No. I7, I980

Page 42: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

Catatan singkat

Dari 133 orang yang memakan ginseng selamasatu bulan atau lebih, 93 orang merasa lebihsehat dan 89 melihat adanya peningkatan efisiensimotorik & kognitif. Namun ada juga reaksi yangtidak diharapkan yang berupa diare (47 orang),erupsi kulit (33 orang), kurang tidur (26 orang) ;kecemasan (25 orang), hipertensi (22 orang),euphoria (18 orang), dan edema (I4 orang).Setelah memakan ginseng dalam jangka waktupanjang penghentian mendadak menyebabkan hipotensi, kelemahan dan tremor. Maka dianjurkantidak menggunakan obat itu dalam jangka panjang.

JAMA 24I : 1614, 1979.

Inilah statistik mengenai kecelakaan pesawat ter-bang dari data yang dikumpulkan dari seluruhdunia. Umumnya ada 2,2 kecelakaan fatal tiapsatu juta penerbangan. Faktor manusia mempe-ngaruhi kurang lebih 70% dari seluruh kecelakaanitu. Dari 124 kecelakaan antara tahun 1962 sampai1972, hanya lima (4%) terjadi selama perjalanan.Sebagian besar (80%) kecelakaan terjadi pada saat-saat pendaratan dan take-off (pendaratan 47%,take-off 33%)

Practitioner 222 : 783 — 790, I979

Pelari maraton imun terhadap atherosklerosis ko-roner; demikian anggapan kalangan kedokteranselama ini. Hipotesis itu kini tak berlaku. Padaotopsi terhadap empat pelari maraton ditemukanbukti nyata adanya atherosklerosis koroner; duadi antaranya meninggal karena kelainan itu. Jadilari maraton tidak menjamin kekebalan terhadappenyakit jantung koroner yang fatal.Meskipun demikian, penemuan ini tidak berartibahwa lari maraton tidak berguna. Mungkin ke-giatan itu memberikan perlindungan sebagian ter-hadap penyakit jantung iskemik. Mungkin jugaolah raga ini mengurangi kecepatan proses atheros-klerosis. Tapi masih ada kemungkinan lain : ke-mungkinan bahwa lari maraton malah memper-cepat kematian mereka! Penyelidikan lebih lanjutmasih diperlukan.

N Engl JMed301 : 86 — 89, 1979.

Seorang pemuda menderita luka tusuk pada perut-nya pada kuadran kanan bawah; tepat pada titikMc Burney. Pada laparotomi ditemukan hal yangtak terduga. Yang tertembus (perforasi) bukanusus besar atau usus kecil, tapi lambung padakurvatura mayor. Bagian lain abdomen tak adakelainan. Ternyafa pada saat kejadian itu lambungtersebut terisi penuh oleh makanan sehingga turunsampai ke kuadran kanan bawah.

N Engl J Med 300 : 625, I979.

Diazepam merupakan obat yang paling seringtertulis dalam resep.. Hal ini sudah berlangsungselama enam tahun belakangan ini. Demikianmenurut Albany College of Pharmacy PrescriptionSurvey.

Medical Marketing & Media April I979.

Sudah lebih dari 20 tahun ini penisilin dan tetra-siklin secara rutin ditambahkan pada makanantemak untuk mencegah penyakit dan memper-cepat pertumbuhan badan hewan. Kini FDA"sBureau of Veterinary Medicine mengusulkan agarkebiasaan itu dibatasi. Ditakutkan pemberian rutinantibiotika itu mempengaruhi kepekaan bakte-ri sehingga suatu saat dapat membahayakan ma-nusia.

FDA Consumer, Januari I979, hal. 3 .

Ada hubungan erat antara stress dan humor.Penyelidikan pada pelawak menunjukkan bahwamereka mengaktifkan kecemasan latent/tersembu-nyi pada penonton, dan melepaskan emosi itumelalui gelak tawa.Pemimpin yang baik biasanya memiliki sifat hu-mor, karena kemampuan berhumor berhubunganerat dengan sifat bebas (disinhibited), keterbuka-an, kemampuan menangkap hal-hal yang tidakserasi, kreativitas, dan tertarik pada aktivitas aso-siasi linguistik. Sebaliknya humor tidak serasidengan sifat kaku, dogmatisme, sifat tertutup,otoriter dan obsesi.

Practitioner 222 : 736, 1979

Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980 49

Page 43: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

KONSEP PENYAKIT

Latar belakang berbagai kelompok masya-rakat di Indonesia sangat beraneka ragam;demikian juga pengertian mereka tentangpenyakit ( disease ) dan gejala penyakit( symptom ).

Dokter yang bekerja di daerah kadang-kadang terkecoh oleh karena perbedaan pe-ngertian tersebut. Sebagai contoh, ketikabertugas di Kalimantan saya berkali-kali ter-perangkap dalam dialog di bawah ini :+ Pak, anak bapak sakit apa?Yang ditanya langsung menyahut :— Dok, saya justru tidak tahu dia sakit apa.

Itulah sebabnya dia saya bawa berobatke sini !!!.......

(Setelah ditanyakan apa yang dirasakan ataubagaimana gejalanya barulah dia mencerita-kan tepat seperti yang ditanyakan)

EN

Jawaban RPPIK.

1. A 5. A 9. A2. D 6. C 10. A3. A 7. E 11. E4. A 8. D

KULIT - KULIT BUAH CINTA

Seorang pria berasal dari sebuah kota besar, baru saja menikah denganseorang gadis dari desa dan mereka kini sedang menginap di rumah orang tuapengantin wanita untuk bersama-sama menikmati hari-hari pertaina dari bulanyang sernanis madu.

Sudah beberapa hari mereka mengunci diri di dalam kamar tidur tanpake luar untuk makan dan minum, sehingga ayah mertua mengetok pintukamar mengajak mereka keluar makan.

"Kami tak perlu makan, ayah, kami dapat hidup dari cinta saja, " begitulahterdengar jawaban dengan suara setengah ngantuk dari dalam.

"Saya tidak keberatan kalian berdua hidup hanya dari buah cinta, "

menggerutu sang mertua, "akan tetapi jangan membuang kulit-kulitnya secara -sembarangan keluar jendela. Ayam-ayam saya mati tercekik setelah memakankulit-kulit buah cinta itu."

Sebagai seorang desa, sang mertua tentunya tidak mengerti apa sebenarnyabuah cinta itu, akan tetapi yang pasti ialah karet-karet kondom yang telahhabis terpakai tadi yang membunuh ayam-ayamnya.

O LH.

TAMPANG SADISSuatu senja seorang anak berusia 4 tahun dibawa ayahnya ke rumah saya.Wajah dan potongan ayahnya memberi kesan "sadis" ; kekar, kumis melintang,jarang tertawa. Anak itu saya suruh duduk di kursi sementara saya mengambilkapas dan alat-alat lain. Waktu saya keluar lagi, anak itu duduk sendirian ,ayahnya tampak mondar-mandir di depan rumah.

Saya memeriksa luka pada kaki anak kecil itu. Sekeping kayu terbenampada telapak kakinya; setelah dibersihkan tampak ujung kayu itu. Ketikapotongan kayu itu akan saya cabut si anak memberontak. Maka saya berteriakmemanggil ayahnya yang masih mondar-mandir di luar. Berkali-kali sayaberteriak agar sang ayah masuk, tapi dia seolah-olah tidak mendengar panggilansaya. Saya berkata kalau dia tidak mau membantu memegang kaki anaknya,tak mungkin saya mencabut kayu itu.

Dengan ogah-ogahan akhirnya sang ayah masuk, kemudian memegangkaki anaknya dengan tangan kirinya yang kekar, memalingkan mukanya kearah lain, dan menutup kedua matanya dengan tangan kanannya!!. Saya terhe.ran-heran, tapi segera dia mengaku :"Saya paling tidak kuat melihat darah,dok !".................Wah, tidak sesuai dengan tampangnya.

EN

50 Cermin Dunia Kedokteran No. 17, I980

Page 44: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

Dapatkah saudara menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini ???Jawaban dapat dilihat pada halaman 50

1. Koma dalam (deep coma) dan berhentinya pemafasanspontan cukup untuk menegakkan diagnosis KematianOtak :(A) Salah(B) Benar

2. Diagnosis Kematian Otak perlu sekali untuk unitperawatan intensif, karena :(A) Fasilitas perawatan intensif terbatas dan mahal.(B) Untuk transplantasi pada saat yang tepat.(C) Untuk menghindarkan tuntutan hukum.(D) Semua benar.

3. Pada penyelidikan di Indonesia, gangguan peredarandarah otak (CVA) pada penderita dewasa muda (17 —30 tahun) sebagian besar disebabkan oleh :(A) Cerebrovascular lues(B) Hipertensi(C) Winiwarter Buerger Cerebralis(D) Emboli(E) Tumor otak

4. SOS merupakan suatu kelainan neurologik yang pentinguntuk dikenal dan ditanggulangi karena sering merupa-kan pertanda akan timbulnya "completed stroke. "Serangan ini biasanya hilang dengan sendirinya dalam :(A) 24 jam(B) dua hari(C) satu minggu(D) satu tahun

5. Penderita atherosklerosis lebih peka terhadap perdarahansetelah suatu kecelakaan. Ini disebabkan karena :

(A) Mekanisme vasokonstriksi tidak berjalan normal(B) Permeabilitas dinding pembuluh darah meningkat(C) Defisiensi faktor-faktor penggumpalan darah

6. Seseorang lebih mudah menderita perdarahan yang ber-makna setelah pembedahan bila trombositnya :(A) 125.000 sampai 200.000/cm 3

(B) Kurang dari 125.000/cm3

(C) Kurang dari 20.000 — 30.000/cm 3

(D) Kurang dari 6000/cm3

7. Apa saja yang dapat menyebabkan dermatitis atopika?(A) Infeksi bakteriel(B) Frustrasi dan kemarahan(C) Garukan tangan(D) Keringat yang berlebihan(E) Semua benar

8. Sifat yang paling berguna dari benzathine penicillin Gialah :(A) Toksisitasnya rendah(B) Daya kerja cepat(C) Terkonsentrasi dalam saluran kencing(D) Daya larut/solubilitasnya rendah

9. Punggung tangan (the back of the hand) menunjukkanprofil konkaf merupakan sifat khas untuk penyakit :(A) Rheumatoid arthritis(B) Marfan's syndrome(C) Osteoarthritis(D) Hand-Schuller-Christian disease

10. Hipertensi maligna mungkin didahului dengan :(A) Sunday morning headache(B) Migraine nortumal(C) Nyeri kepala unilateral yang inenetap

11. Nyeri kepala dan gangguan penglihatan mungkin meru-pakan akibat dari :(A) Migraine(B) Epilepsi(C) Insuffisiensi arteri carotid(D) Insuffisiensi sirkulasi basilar-vertebral(E) Semua benar

Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980 53

Page 45: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

OBAT

ABSTRAK-ABSTRAKAMANTADINE SEBAGAI OBAT ANTI — INFLUENZA

"National Institute of Health" (NIH), lembaga penelitian dalam bidang kesehatanyang terbesar dan sangat berwewenang di Amerika Serikat telah menyetujui peng-gunaan amantadine sebagai obat terhadap influenza. Sebagaimana kita ketahui,influenza merupakan penyakit virus yang paling banyak menimbulkan penyakitdengan gejala-gejala yang sudah terkenal; panas, batuk, pilek, dan pegal otot/sendi.Setiap tahun puluhan juta orang diserang virus ini.

NIH menyatakan bahwa vaksinasi masih merupakan metoda utama sebagaiprofilaksis terhadap influenza, tetapi amantadine dapat dipergunakan sebagai peng-obatan tambahan sampai pasien mendapat vaksin dan menjadi imun. Amantadinedapat dipakai sebagai profilaktikum dan untuk pengobatan influenza tipe-A, tetapitidak bermanfaat untuk pengobatan influenza tipe-B dan penyakit oleh virus-viruslain.

Di Amerika Serikat telah terjadi berbagai masalah dengan vaksin influenza,terutama tiga tahun yang lalu, dengan penggunaan vaksin swine-flu. Pada waktuitu telah divaksinasi jutaan pasien terhadap influenza dengan menggunakan vaksinswine-flu. Tetapi nyatanya tidak efektif, bahkan menimbulkan efek samping padabeberapa pasien, terutama yang sudah tua.

Dengan dapat dipakainya amantadine sebagai profilaktikum maupun obatpenyembuh, maka ilmu kedokteran telah maju selangkah dalam perjoangan melawaninfluenza.

bs

BATUK KRONIK DAPAT MERUPAKAN SATU—SATUNYA GEJALA ASTHMABRONKHIAL

Obstruksi saluran pernafasan biasa dianggap sebagai kondisi sine qua non untukasthma. Obstruksi itu mungkin hilang dengan spontan, tapi dapat juga dikurangidengan pemberian bronkhodilator dan/atau kortikosteroid. Pada penderita asthma,saluran pernafasan juga hiper-reaktif terhadap obat-obat yang segolongan denganasetilkholin yang mencetuskan obstruksi sementara. Eosinofilia dapat juga dianggapsebagai gejala yang konsisten untuk penyakit asthma.

Namun anggapan di atas kini harus ditelaah kembali dengan adanya laporanCorrao dan kawan-kawan. Dilaporkan enam pasien dengan batuk kronik selamasatu sampai 48 bulan. Hanya satu pasien mengeluarkan sputum sedikit. Tak adakeluhan sesak nafas atau "wheezing", pada waktu istirahat maupun waktu bekerja.Tak ada pasien yang menderita hay-fever atau penyakit-penyakit atopik lain, tapisemua mempunyai riwayat keluarga dengan penyakit atopik. Tak ada postnasaldrip atau bronkhitis kronik yang dapat menerangkan gejala batuknya. Pemeriksaanfisik, pemeriksaan darah & sputum, pemeriksaan rontgen pada sinus dan thoraxdan spirometri rutin, semuanya dalam batas-batas normal.

Percobaan inhalasi methacholine menunjukkan saluran pernafasan yang hiper-reaktif, seperti ditunjukkan oleh hasil-hasil spirometri. Setelah inhalasi, semua pasienjuga mengeluh sesak nafas, meskipun tak terdengar "wheezing.. pada auskultasi.

Atas dasar penemuan tersebut semua pasien diobati dengan theophylline atauterbutaline. Dalam 48 jam gejala batuk menghilang dari semua pasien. Seorangpasien bahkan bebas batuk pertama kali dalam empat tahun terakhir itu.

Tiga sampai dua belas bulan kemudian terapi dihentikan selama tiga hari,maka batuk muncul lagi. Ketika obat dimakan kembali, batuk hilang lagi.

Diperkirakan pasien-pasien di atas menderita suatu varian penyakit asthmadi mana gejala klinik satu-satunya hanya batuk.

Corrao WM et. aL N Engl J Med 300 : 633 - 637, 1979

54 Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980

PARU

Page 46: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

UNIVERSITARIA

PENGOBATAN TRADISIONALDARI SUDUT KESEHATAN JIWA

DAN KESEHATAN MASYARAKAT

Simposium yang diselenggarakan oleh Yayasan KesehatanJiwa Dharmawangsa & Harian Umum Sinar Harapan inidiadakan di Jakarta tanggal 8 Desember 1979 yang lalu.Dari 90 orang pesertanya tercatat berbagai sarjana, dokter,apoteker, insinyur, dokter gigi, orang awam, sampai tabib.Simposium ini memang tidak dikhususkan untuk kalangankedokteran, karena pengobatan tradisional toh bukan milikpribadi kalangan kedokteran. Namun latar belakang pesertayang demikian beraneka rag am ini rupanya menimbulkan ke-sulitan dalam diskusi, yang walaupun tidak diharapkan sangatilmiah, sedikit-dikitnya harus cukup ilmiah untuk memper-oleh input seperti yang diharapkan penyelenggaranya.

Yang disoroti dalam simposium ini ialah faktor-faktor sosio-budaya pada pengobatan tradisional, konsep penyakit padailmu kedokteran tradisional, status dan peranan dukun dalamsistem pelayanan kesehatan dan sebagainya.Dua orang pengamat ilmu kedokteran tradisional Cina &India, masing-masing Prof. dr. A.Kleinmann dan Prof. dr. JSNeki ikut memberikan pandangannya mengenai masalah peng-integrasian ilmu kedokteran tradisional ke dalam ilmu ke-dokteran modern (atau sebaliknya).

• Prof. dr. Kusumanto Setyonegoro dalam pengantarnya me-ngungkapkan bahwa para "pengobat" atau "dokter kuno"di jaman dulu telah mengobati cukup banyak pasien dengancukup berhasil pula. Mungkin sukses mereka agak dibesar-besarkan, namun barangkali sampai taraf tertentu memangberhasil. "Pengetahuan kuno" dan pengetahuan modern/ilmiahjelas menunjukkan berbagai perbedaan, akan tetapi mungkinjuga ada persamaannya. Apakah sebabnya ? Salah satu ke-mungkinan ialah bahwa mungkin di antara sekian banyakcara pengobatan ada satu dua yang mengandung unsur-unsuruniversal sehingga dapat bertahan dalam ujian yang dilakukandari jaman ke jaman. Selanjutnya, karena pengobatan kunopun jelas ada yang berhasil, timbul pertanyaan "bagaimanasebetulnya proses penyembuhan itu sebenarnya terjadi?".

• dr. Bonokamsi Dipojono, Kepala Bagian Ilmu KesehatanJiwa RSCM membicarakan faktor-faktor sosio-budaya padapengobatan tradisional orang Jawa. Contoh-contoh yang me-narik, yang kadang-kadang dialaminya sendiri, membuat pem-bacaan naskahnya hidup dan tidak membosankan. Misalnyadikatakannya bahwa kepercayaan budaya khususnya hierarchiroh-roh sering dimanipulasi oleh para dukun untuk mem-pertahankan otoritanya terhadap orang sakit. Biia yang di-hadapi seorang dirjen misalnya, roh yang memasuki dukunprewangan itu harus berkedudukan tinggi juga, misalnyaSunan Bonang. Tapi kalau yang sakit orang biasa, roh yangmasuk cukup "si anu".

Segi budaya lain ialah adanya kecenderungan ke arahpikiran irrasional apabila pikiran rasional mencapai jalanbuntu. Misalnya apabila kenaikan pangkat sudah tidak bisadicapai dengan jalan rasional, ada kecenderungan untuk me-minta pertolongan dukun atau memohon restu pada makamnenek moyang.

Setelah membicarakan berbagai falsafah hidup dan ke-percayaan budaya orang Jawa diambil kesimpulan sebagaiberikut. Dengan mengetahui falsafah dan kepercayaan orangJawa, maka seorang dukun mudah mengambil sikap yangsesuai dengan harapan orang sakit, sehingga memperlancarkomunikasi. Seorang dukun sering memanipuler hal-hal ir-rasional dalam kepercayaan budaya tersebut sehingga orangsakit dan keluarganya mudah merasa "cocok" dengan dukun-nya dan membuka diri bagi pengobatan yang disarankanolehnya.

Dengan pengetahuan psikologi sederhana dan manipulasifalsafah dan kepercayaan budaya yang cukup cermat, hakekatpengobatan pedukunan terutama untuk menanggulangi faktor-faktor psiko-sosio-budaya dengan tujuan pokok mengembali-kan rasa aman (security feelings) pada orang sakit sehinggaada kemauan untuk sembuh, di samping penanggulanganfaktor biologik dengan pemberian ramuan jamu dan berbagaimanipulasi fisik.Keputusan keluarga untuk meminta pertolongan kepada dokteratau dukun tergantung pada peranan yang harus dijalankanorang sakit menurut harapan keluarga. Tidak jarang terjaditerjadi konflik dalam keluarga mengenai keputusan tersebutkonflik dalam keluarga mengenai keputusan tersebut di atas.

• dr. Denny Thong, seorang ahli penyakit jiwa yang bekerjadi Bali, membicarakan topik simposium ini berdasarkan fal-safah dan kepercayaan budaya orang Bali. Di dalam masya-rakat orang Bali, dianut falsafah "Tri Hita Karana", yaitutiga unsur dalam kehidupan yang saling berhubungan dan

Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980 55

Page 47: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

saling mempengaruhi. Ketiga unsur tersebut adalah (1) SangHyang Jagat Karana — kekuatan supernatural, (2) BhuanaAgung — alam semesta (makrokosmos), dan (3) Bhuana Alit —manusia (mikrokosmos). Ketiga unsur tersebut harus beradadalam keadaan seimbang dan harmonis untuk menciptakankeadaan sehat, aman dan damai. Ketidak seimbangan antaraketiga unsur itu menyebabkan bencana dan penyakit. Selainkonsep penyakit yang kuno, sekarang juga diterima konsepkuman sebagai penyebab penyakit.

Profil dukun atau pengobat tradisional di Bali ialah se-bagai berikut : laki-laki, berumur sekitar 65 tahun, beragamaHindu, butahuruf, pekerjaan pokoknya petani, tidak punyajabatan dalam desa, mempunyai istri dan lima anak, sudahlama menjadi dukun, mempunyai keluarga yang juga menjadidukun, cukup senang dengan kemampuannya sebagai dukundan akan mewariskannya pada seseorang, tetapi tidak bersediamengajarkannya pada sembarang orang. Di Bali dikenal tujuhmacam dukun "spesialis", seperti dukun bayi (Balian manak),dukun urut (Balian urut), Balian tenung dan sebagainya.

Dari wawancara terhadap 461 pengunjung puskesmas diDenpasar, ada 16 orang yang juga pergi ke dukun untukpenyakit yang sama. Kebanyakan dari mereka pergi ke lebihdari satu dukun, bahkan ada yang telah mengunjungi 30orang dukun. Beaya yang dikeluarkan berkisar antara gratissampai lebih dari Rp. 1 juta. Dari wawancara lain yangdilakukan terhadap 66 pengunjung poliklinik jiwa, semuamenyatakan pernah pergi ke dukun.

Disimpulkan bahwa pengobatan tradisional memang me-megang peranan penting di Bali. Keberhasilan dari peng-obatan tradisional itu dapat disebabkan karena (1) ketrampil-an/kepandaian para Balian, misalnya dalam pengobatan salahurat dan patah tulang, kepandaian turun temurun mengenaikhasiat tanam-tanaman dan sebagainya, (2) Penjelasan daripara dukun lebih menarik karena sesuai dengan konsep tentangpenyakit yang dipercaya oleh masyarakat. Tetapi pengobatantradisional mempunyai keterbatasan juga, terutama yang me-nyangkut pengobatan sakit yang menahun seperti psikosa,yang memaksa penderita pergi dari satu dukun ke dukunlain;dan sering pula dengan akibat yang kurang menyenangkan.

• dr. Azrul Azwar, Ahii Ilmu Kesehatan Masyarakat dari UI,menyatakan bahwa status dan peranan dukun masih cukuppenting mengingat (i) masih banyak penduduk berobat kedukun, (ii) dukun adalah informal leader dan sekaligus jugaopinion leader untuk masalah kesehatan bagi masyarakat se-kitarnya, (iii) jumlah dukun cukup besar, (iv) masalah ke-sehatan yang ditangani dukun cukup luas, dan (v) sistem danaparat pelaksanaan program kesehatan di Indonesia, khususnyadi daerah pedesaan, masih jauh dari sempurna. Mengenaibatasan pelaku pengobatan tradisional, pembicara menyaran-kan agar diingat juga bahwa yang mempraktekkan peng-obatan tradisional kini bukan hanya dukun, tetapi jugadokter.

Untuk mengenal para dukun perlu dipahami komponenutama yaitu karakteristik dukun, konsep yang dimiliki dukun,serta praktek pedukunan. Ketiga komponen itu mempunyaihubungan yang sangat erat. Namun demikian komponenkonsep memegang peranan yang paling penting. Karakteristik

dukun tergantung dari daerah di mana penelitian dilakukan.Namun ada beberapa karakteristik yang sama, misalnya :laki-laki, angkatan tua, pendidikan dukun tidak berbeda ber-makna dengan pendidikan mayoritas masyarakat sekitarnya,dan seterusnya.

Mengenai konsep penyebab penyakit, pengamatan pem-bicara di kecamatan Serpong menyimpulkan setidaknya 4penyebab penyakit, yaitu (1) karena kehendak Tuhan, (2)karena mahluk gaib, (3) karena adanya benda atau sesuatuyang bersifat jahat, misalnya angin jahat, dan (4) karena bibitpenyakit, terutama untuk penyakit endemi seperti kolera.Dari keempat penyebab penyakit itu, faktor supranaturalagaknya memegang peranan yang terpenting. Pembicara me-ngetengahkan juga bagaimana riwayat dukun ketika akanmulai menjadi dukun; hal-hal yang perlu dipelajari untukmenjadi dukun; cara dukun mendiagnosis penyakit; sertabagaimana cara pengobatan yang dilakukan oleh dukun,khususnya di daerah kecamatan Serpong.

• Prof. A.Kleinmann, ahli kesehatan jiwa dari Seattle, Ame-rika, mengetengahkan pengamatannya pada ilmu kedokterantradisional Cina yang dilakukannya di Taiwan dan RRC.

Tampak dr. Aszrul Azwar (ketiga dari kiri), sertadr. J. Karnadi yang memimpin diskusi group ini.

56 Cermin Dunia Kedokteran No. 17. 1980

Page 48: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

Ada tiga taraf dalam pengobatan tradisional Cina.Taraftertinggi adalah Chung I, yaitu pengobatan tradisional yangmempunyai landasan literatur kuno. Cara-cara pengobatanyang dipakai pada taraf ini ialah (1) dengan obat/ramu-ramuan,(2) akupunktur, (3) moxibustion, (4) berbagai latihan, latihanbadan, latihan nafas dan sebagainya, (5) pembedahan ringan,walaupun tidak begitu diperkembangkan. Taraf kedua ialahfolk medicine. Ini terutama didasarkan pada kepercayaan/keagamaan, serta tehnik & ramuan tertentu. Taraf ke tigaialah family medicine, sifatnya tradisional. Ini mengutamakankeseimbangan, misalnya makanan panas etau dingin, kese-imbangan diet, dan lain-lain. Biasanya setiap keadaan sakitditanggulangi pertama kali oleh keluarga, oleh sebab itukeluarga merupakan pertahanan pertama.

Berdasarkan riset pada 120 pasien yang diobati denganpengobatan tradisional dibandingkan dengan 120 orang yangdiobati dengan pengobatan modem, dilaporkan hasil sebagaiberikut : pengobatan tradisional sama efektifnya denganpengobatan modern untuk penyakit yang (i) kronik, (ii)enteng atau self-limiting, (iii) akibat somatisasi/efek psiko-logik. Tetapi pengobatan tradisional kalah efektif untukpenyakit-penyakit akut. Mengenai efek samping, dikatakankedua cara pengobatan mempunyai efek samping. Maka di-anjurkan untuk waspada.

Di samping itu ia menekankan beberapa hal, antara lain :di Barat akupunktur dikembangkan sebagai salah satu spe-sialisasi. Sebaliknya pengobatan tradisional Cina memakainyasebagai,salah satu bagian pengobatan.• Prof. JS Neki , juga ahli kesehatan jiwa, dari India, me-ngemukakan bahwa pada ilmu pengobatan tradisional Indiadikenal dua aliran, yaitu (1) Sistem kecil : menangani peng-obatan patah tulang, gigitan ular, ekstraksi gigi, penggunaanyoga dan lain-lain. (2) Sistem besar : berdasarkan Ayurvedadan budaya Yunani yang dibawa oleh mereka yang menakluk-kan India di jaman dulu.

Disadari bahwa jumlah dokter India yang 100.000 itutidak cukup untuk melayani 600 juta manusia. Di sampingitu dilihat juga kenyataan bahwa ada 200.000 pengobattradisional di India. Mengingat hal itu pemerintah Indiamemberi ijin praktek pada pengobat tradisional itu sepertihalnya ijin dokter. Berdasarkan penelitiannya, ditemukan

bahwa .pasien dengan penyakit yang enteng, kronik atauakibat somatisasi, lebih senang berobat ke pengobat tradisional.Sebaliknya pasien dengan penyakit akut atau yang memer -lukan pembedahan lebih banyak memilih berobat ke dokter.Pengamatan ini sesuai dengan pengamatan Prof. A.Kleinmanndi atas.

Dikatakannya pula bahwa ilmu kedokteran modern/Baratdapat diperkaya oleh ilmu pengobatan tradisional, misalnyadi India ada obat untuk leukoderma yang tak ada pada ilmupengobatan modern. Sebaliknya pengobat tradisional mulaimemakai obat-obat modern seperti antibiotika dan steroid.Sayangnya mereka tak mengetahui bagaimana cara memakai-nya, tak tahu efek sampingnya dan bagaimana mengatasiefek samping itu bila terjadi. Yang merupakan ironi, pengobattradisional biasanya tidak mengakui bahwa mereka memakaiobat Barat; sebaliknya dokter Barat segera mengakui bilamereka mencoba memakai obat tradisional. Mengingat hal-haldi atas, pembicara menyatakan perlu diadakan dialog antarakedua pihak.

*****

Seorang tabib memanfaatkan waktu diskusi untukmempropagandakan "penemuan baru ilmu pengobatan tradisi-onal modern dengan mesin & computer" : orang lumpuhdapat berjalan kembali, orang-tuli mendengar seketika, anggotabadan mati dapat dihidupkan, impotensi, kencing manis,ayan, polio, cacad mental dan lain-lain dapat disembuhkantanpa obat sama sekali. Inilah resikonya bila latar belakangpeserta terlalu beranekaragam. Kalangan kedokteran akanmenyatakannya tidak ilmiah. Tapi kalangan "mereka" akanmengatakan ilmiah, karena dia punya 8000 surat pernyataansembuh/terima kasih. Dialog memang perlu. Tapi perlu dicaridulu satu bahasa atau satu alat komunikasi yang dapat diterimakedua pihak.

*****

Menyadari keanekaragaman peserta, Prof. Kusumanto tidaksegan-segan bertindak sebagai penterjemah ketika Prof. Klein-mann & Prof. Neki membacakan kuliah singkatnya. Denganlancar sekali dia menterjemahkan langsung ke dalam bahasaIrtdone sia.

Cermin Dunia Kcdokteran No. 17, I980 57

Page 49: cdk_017_penyakit_syaraf_(sambungan)

SIMPOSIUM REMATOLOGI

Pada tanggal 24 Nopember 1979 di Jakarta telah diseleng-garakan Simposium Rematologi oleh Bagian Ilmu PenyakitDalam FKUI/RSCM.Simposium ini dihadiri oleh sekitar 300 orang. Peserta simpo-sium dan pembicara selain dari Jakarta juga berasal dari be-berapa kota lainnya seperti : Medan, Tanjungkarang, Palem-bang, Bandung, Semarang, Solo, Surabaya dan lain-lain.

Judul yang dibahas dalam simposium antara lain tentang :Imunologi Artritis Rematoid, Diagnosa Artritis Rematoid,Diagnosa Artritis Rematoid dan perbandingannya denganpenyakit penyakit lain, Radiodiagnostik Artritis Rematoid,"Juvenile chronic polyarthritis," Nefropati Analgesik, Pe-nanggulangan artritis pada umumnya, Penggunaan kortikoste-roid pada penyakit sendi, Tindakan pembedahan pada artritisrematoid, Peranan Unit Rehabilitasi Medis pada penyakit sen-di. Pengelolaan dan pencegahan penyakit pirai di R.S. HasanSadikin selama lima tahun (1973 — 1977), Epidemiologi pe-nyakit sendi di Pedesaan yang terisolasi (Sukoharjo, Pekalong-an) dan Percobaan dengan Diclofenac sodium pada ArtritisRematoid dan Osteoartritis.

Selain judul-judul tersebut diatas juga disajikan kuliah ta-mu oleh Prof. dr. J.K. Van der Korst (Holland) yang berjudul:"Modern trends in metabolic joint disease" yang mengemuka-kan bahwa sejak lama yang dikenal sebagai penyakit metabo-lik yang mempengaruhi sendi hanya penyakit pirai (gout)dan okronosis, namun sekarang telah meluas lagi meliputi :endokrinopati, hemoglobinopati, gangguan metabolisme tem-baga dan besi, juga kelainan metabolisme karbohidrat, lemakdan protein. Gejala yang terlihat umumnya berupa artropati.

Dua 'pathogenic pathways ' yang menyebabkan penyakit me-tabolik pada sendi adalah : (1) hasil-hasil metabolik yang ab-normal dalam jaringan sinovial (atau penimbunan hasil meta-bolik yang normal dalam jumlah yang abnormal); (2) Gang-guan metabolisme kondrosit.Penyakit pirai yang paling lama dikenal sebagai 'storage arthro-pathy,' mungkin ditimbulkan oleh banyak macam sebab yangmengarah ke produksi asam urat yang berlebih atau mempe-ngaruhi ekskresi asam urat. Pada sebagian besar penderitaasam urat berada dalam keseimbangan yang labil, kadarnyabiasanya tepat di bawah batas kejenuhannya; penimbunan di-sebabkan oleh adanya faktor-faktor eksogenik dan endogenik.Percobaan-percobaan klinik dan epidemiologik telah memper-lihatkan hubungan yang nyata antara penyakit pirai dan hi-peruremia, juga dengan hipertensi, adipositas, hipertrigliseri-demia, arteriosklerosis dan peminum berat alkohol. Hubunganyang kompleks antara gangguan-gangguan tersebut seka-rang telah terlihat secara meluas. Serangan-serangan sakitpada sendi yang menyerupai penyakit pirai ( 'pseudo gout ')mungkin disebabkan oleh penimbunan kristal hidroksiapatitdan pirofosfat dalam sendi hasil produksi lokal yang berlebihdari kondrosit. Sekresi pirofosfat yang abnormal sering menim-bulkan gangguan lebih lanjut terhadap metabolisme sel tulangrawan, karenanya sering diikuti dengan proses degenerasipada sendi. Dengan demikian terjadinya pirofosfat artropatidan osteoartritis pada penyakit metabolisme seperti hemokro-matosis, hiperparatiroidisme dan mungkin juga yang lainnya

dapat dijelaskan.Kesimpulannya : (1) Hampir semua penyakit atau kelainan

metabolik mempengaruhi sendi; (2) Sering suatu artropatimerupakan awal dan/atau gambaran yang menonjol dari pe-nyakit metabolik pada sendi; (3) Ada tiga tipe metabolikartropati yaitu (a) Yang mempengaruhi membran sinovial(b) Yang mempengaruhi metabolisme kondrosit, (c) Yangmempengaruhi 'cartilage matrix,' (4) Pengertian tentang tandadan gejala suatu penyakit metabolik membantu diagnosis danterapi penyakit metabolik sendi.

Kuliah tamu yang agak panjang ini memakan waktu seki-tar 45 menit. Simposium pada umumnya telah diselenggarakandengan baik hanya ada beberapa kekurangan yaitu waktu mu-lai agak terlambat dan ada sedikit hambatan pada kelancaranproyeksi slide; kiranya kekurangan-kekurangan ini akan dapatdiperbaiki pada simposium mendatang.

Lanjutan dari halaman 6Tokoh Kita : dr. Oen Boen lng

Pada tahun 1950-an dr. Oen menjadi supervisor sebuahapotik karena waktu itu jumlah apoteker masih sangat sedikit.Waktu pemiliknya hendak menyerahkan honorariumnya lewatistri dr. Oen, istrinya menolak karena "... saya benci apotik.Apotik adalah suatu instansi jahat. Ia mengambil keuntungandari orang yang sedang menderita/sakit! "

***

Salah satu kegemaran dr. Oen adalah main catur. Diberitakanbahwa dia adalah salah seorang perintis perkumpulan caturdi Indonesia. Maka dia menggambarkan pergulatan ilmu ke-dokteran dengan maut sebagai suatu pertandingan catur;siapa lebih cermat dan lebih pandai akan menang. Di kamarprakteknya tergantung sebuah lukisan yang menggambarkandr. Oen sebagai dokter sedang bermain catur dengan kerangkamanusia yang melambangkan maut.

***

Sejak tahun 1944 dr. Oen menjadi dokter pribadi lstanaMangkunegaran di Solo. Atas jasa-jasanya dia diberi gelarTumenggung.

***

Tidak sedikit dokter di Solo yang telah mengikuti contohyang dirintis dr. Oen Boen Ing. Siapa menyusul ???

Ucapan terima kasih :Terima kasih kami ucapkan pada dr. Lo Siauw Ging yang telahbanyak memberi informasi .

58 Cermin Dunia Kedokteran No. 17, 1980