17
Central Sumatra Basins Tektonik Regional Cekungan Sumatra tengah merupakan cekungan sedimentasi tersier penghasil hidrokarbon terbesar di Indonesia. Ditinjau dari posisi tektoniknya, Cekungan Sumatra tengah merupakan cekungan belakang busur. Cekungan Sumatra tengah ini relatif memanjang Barat laut- Tenggara, dimana pembentukannya dipengaruhi oleh adanya subduksi lempeng Hindia-Australia dibawah lempeng Asia (gambar 1). Batas cekungan sebelah Barat daya adalah Pegunungan Barisan yang tersusun oleh batuan pre-Tersier, sedangkan ke arah Timur laut dibatasi oleh paparan Sunda. Batas tenggara cekungan ini yaitu Pegunungan Tigapuluh yang sekaligus memisahkan Cekungan Sumatra tengah dengan Cekungan Sumatra selatan. Adapun batas cekungan sebelah barat laut yaitu Busur Asahan, yang memisahkan Cekungan Sumatra tengah dari Cekungan Sumatra utara (gambar 2).

Central Sumatra Basins

  • Upload
    bayugeo

  • View
    358

  • Download
    16

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Central Sumatra Basins

Central Sumatra Basins

Tektonik Regional

Cekungan Sumatra tengah merupakan cekungan sedimentasi tersier penghasil

hidrokarbon terbesar di Indonesia. Ditinjau dari posisi tektoniknya, Cekungan Sumatra tengah

merupakan cekungan belakang busur.

Cekungan Sumatra tengah ini relatif memanjang Barat laut-Tenggara, dimana

pembentukannya dipengaruhi oleh adanya subduksi lempeng Hindia-Australia dibawah lempeng

Asia (gambar 1). Batas cekungan sebelah Barat daya adalah Pegunungan Barisan yang tersusun

oleh batuan pre-Tersier, sedangkan ke arah Timur laut dibatasi oleh paparan Sunda. Batas

tenggara cekungan ini yaitu Pegunungan Tigapuluh yang sekaligus memisahkan Cekungan

Sumatra tengah dengan Cekungan Sumatra selatan. Adapun batas cekungan sebelah barat laut

yaitu Busur Asahan, yang memisahkan Cekungan Sumatra tengah dari Cekungan Sumatra utara

(gambar 2).

Gambar 1. Peta pergerakan lempeng Daerah Sumatra dan kawasan Asia Tenggara lainnya pada masa kini

Proses subduksi lempeng Hindia-Australia menghasilkan peregangan kerak di bagian

bawah cekungan dan mengakibatkan munculnya konveksi panas ke atas dan diapir-diapir magma

Page 2: Central Sumatra Basins

dengan produk magma yang dihasilkan terutama bersifat asam, sifat magma dalam dan hipabisal.

Selain itu, terjadi juga aliran panas dari mantel ke arah atas melewati jalur-jalur sesar. Secara

keseluruhan, hal-hal tersebutlah yang mengakibatkan tingginya heat flow di daerah cekungan

Sumatra tengah (Eubank et al., 1981 dalam Wibowo, 1995).

Gambar 2. Lokasi Cekungan Sumatra tengah dan batas-batasnya

Faktor pengontrol utama struktur geologi regional di cekungan Sumatra tengah adalah

adanya Sesar Sumatra yang terbentuk pada zaman kapur. Subduksi lempeng yang miring dari

arah Barat daya pulau Sumatra mengakibatkan terjadinya strong dextral wrenching stress di

Cekungan Sumatra tengah (Wibowo, 1995). Hal ini dicerminkan oleh bidang sesar yang curam

yang berubah sepanjang jurus perlapisan batuan, struktur sesar naik dan adanya flower structure

yang terbentuk pada saat inversi tektonik dan pembalikan-pembalikan struktur (gambar 3).

Selain itu, terbentuknya sumbu perlipatan yang searah jurus sesar dengan penebalan sedimen

terjadi pada bagian yang naik (inverted) (Shaw et al., 1999).

Struktur geologi daerah cekungan Sumatra tengah memiliki pola yang hampir sama

dengan cekungan Sumatra Selatan, dimana pola struktur utama yang berkembang berupa struktur

Page 3: Central Sumatra Basins

Barat laut-Tenggara dan Utara-Selatan (Eubank et al., 1981 dalam Wibowo, 1995). Walaupun

demikian, struktur berarah Utara-Selatan jauh lebih dominan dibandingkan struktur Barat laut–

Tenggara.

Elemen tektonik yang membentuk konfigurasi Cekungan Sumatra tengah dipengaruhi

adanya morfologi High – Low pre-Tersier. Pada gambar 4 dapat dilihat pengaruh struktur dan

morfologi High – Low terhadap konfigurasi basin di Cekungan Sumatra tengah (kawasan

Bengkalis Graben), termasuk penyebaran depocenter dari graben dan half graben. Lineasi

Basement Barat laut-Tenggara sangat terlihat pada daerah ini dan dapat ditelusuri di sepanjang

cekungan Sumatra tengah. Liniasi ini telah dibentuk dan tereaktivasi oleh pergerakan tektonik

paling muda (tektonisme Plio-Pleistosen). Akan tetapi liniasi basement ini masih dapat diamati

sebagai suatu komponen yang mempengaruhi pembentukan formasi dari cekungan Paleogen di

daerah Cekungan Sumatra tengah.

Sejarah tektonik cekungan Sumatra tengah secara umum dapat disimpulkan menjadi beberapa

tahap, yaitu :

1. Konsolidasi Basement pada zaman Yura, terdiri dari sutur yang berarah Barat laut-Tenggara.

2. Basement terkena aktivitas magmatisme dan erosi selama zaman Yura akhir dan zaman

Kapur.

3. Tektonik ekstensional selama Tersier awal dan Tersier tengah (Paleogen) menghasilkan

sistem graben berarah Utara-Selatan dan Barat laut-Tenggara. Kaitan aktivitas tektonik ini

terhadap paleogeomorfologi di Cekungan Sumatra tengah adalah terjadinya perubahan

lingkungan pengendapan dari longkungan darat, rawa hingga lingkungan lakustrin, dan

ditutup oleh kondisi lingkungan fluvial-delta pada akhir fase rifting.

4. Selama deposisi berlangsung di Oligosen akhir sampai awal Miosen awal yang

mengendapkan batuan reservoar utama dari kelompok Sihapas, tektonik Sumatra relatif

tenang. Sedimen klastik diendapkan, terutama bersumber dari daratan Sunda dan dari arah

Timur laut meliputi Semenanjung Malaya. Proses akumulasi sedimen dari arah timur laut

Pulau Sumatra menuju cekungan, diakomodir oleh adanya struktur-struktur berarah Utara-

Selatan. Kondisi sedimentasi pada pertengahan Tersier ini lebih dipengaruhi oleh fluktuasi

muka air laut global (eustasi) yang menghasilkan episode sedimentasi transgresif dari

Page 4: Central Sumatra Basins

kelompok Sihapas dan Formasi Telisa, ditutup oleh episode sedimentasi regresif yang

menghasilkan Formasi Petani.

5. Akhir Miosen akhir volkanisme meningkat dan tektonisme kembali intensif dengan rejim

kompresi mengangkat pegunungan Barisan di arah Barat daya cekungan. Pegunungan

Barisan ini menjadi sumber sedimen pengisi cekungan selanjutnya (later basin fill). Arah

sedimentasi pada Miosen akhir di Cekungan Sumatra tengah berjalan dari arah selatan

menuju utara dengan kontrol struktur-struktur berarah utara selatan.

6. Tektonisme Plio-Pleistosen yang bersifat kompresif mengakibatkan terjadinya inversi-inversi

struktur Basement membentuk sesar-sesar naik dan lipatan yang berarah Barat laut-Tenggara.

Tektonisme Plio-Pleistosen ini juga menghasilkan ketidakselarasan regional antara formasi

Minas dan endapan alluvial kuarter terhadap formasi-formasi di bawahnya.

Stratigrafi Regional

Proses sedimentasi di Cekungan Sumatra tengah dimulai pada awal tersier (Paleogen),

mengikuti proses pembentukan cekungan half graben yang sudah berlangsung sejak zaman

Kapur hingga awal tersier.

Konfigurasi basement cekungan tersusun oleh batuan-batuan metasedimen berupa

greywacke, kuarsit dan argilit. Batuan dasar ini diperkirakan berumur Mesozoik. Pada beberapa

tempat, batuan metasedimen ini terintrusi oleh granit (Koning & Darmono, 1984 dalam Wibowo,

1995).

Stratigrafi regional Cekungan Sumatra Tengah tersusun dari beberapa unit formasi dan

kelompok batuan dari yang tua ke yang muda, yaitu batuan dasar (basement), Kelompok

Pematang, Kelompok Sihapas, Formasi Petani dan Formasi Minas.

A. Batuan Dasar (Basement)

Batuan dasar (basement) berumur Pra Tersier berfungsi sebagai landasan Cekungan Sumatra

Tengah. Eubank dan Makki (1981) serta Heidrick dan Aulia (1993) menyebutkan bahwa batuan

Page 5: Central Sumatra Basins

dasar Cekungan Sumatra Tengah terdiri dari batuan berumur Mesozoikum dan batuan metamorf

karbonat berumur Paleozoikum-Mesozoikum. Batuan tersebut dari timur ke barat terbagi dalam

3 (tiga) satuan litologi, yaitu Mallaca Terrane, Mutus Assemblage, dan Greywacke Terrane.

Ketiganya hampir paralel berarah NNW-NW.

1. Mallaca Terrane

Mallaca Terrane disebut juga Quartzite Terrane, litologinya terdiri dari kuarsit, argilit,

batugamping kristalin serta intrusi pluton granodioritik dan granitik yang berumur Jura.

Kelompok ini dijumpai pada Coastal Plain, yaitu pada bagian timur dan timur laut Cekungan

Sumatra Tengah.

2. Mutus Assemblage

Mutus Assemblage atau Kelompok Mutus merupakan zona sutura yang memisahkan antara

Mallaca Terrane dan Greywacke Terrane. Kelompok Mutus ini terletak di sebelah barat daya

coastal plain. Litologinya terdiri dari baturijang radiolaria, meta-argilit, serpih merah, lapisan

tipis batugamping dan batuan beku basalt serta sedimen laut dalam lainnya.

3. Greywacke Terrane

Greywacke Terrane disebut juga Deep Water Mutus Assemblage. Kelompok ini tersusun oleh

litologi greywacke, pebbly mudstone dan kuarsit. Kelompok ini terletak di bagian barat dan barat

daya Kelompok Mutus yang dapat dikorelasikan dengan pebbly mudstone Formasi Bahorok

(Kelompok Tapanuli) yang berumur Perm - Karbon.

Secara tidak selaras diatas batuan dasar diendapkan suksesi batuan-batuan sedimen Tersier.

Stratigrafi Tersier di Cekungan Sumatra Tengah dari yang tua ke yang paling muda adalah

Page 6: Central Sumatra Basins

Kelompok Pematang, Kelompok Sihapas (Formasi Menggala, Bangko, Bekasap, dan Duri),

Formasi Telisa, Formasi Petani dan diakhiri oleh Formasi Minas.

Secara umum proses sedimentasi pengisian cekungan ini dapat dikelompokkan sebagai

berikut :

Rift (Siklis Pematang)

Secara keseluruhan, sedimen pengisi cekungan pada fase tektonik ekstensional (rift) ini

dikelompokkan sebagai Kelompok Pematang yang tersusun oleh batulempung, serpih

karbonan, batupasir halus dan batulanau aneka warna. Lemahnya refleksi seismik dan

amplitudo yang kuat pada data seismik memberikan indikasi fasies yang berasosiasi dengan

lingkungan lakustrin.

Pengendapan pada awal proses rifting berupa sedimentasi klastika darat dan lakustrin

dari Lower Red Bed Formation dan Brown Shale Formation. Ke arah atas menuju fase late

rifting, sedimentasi berubah sepenuhnya menjadi lingkungan lakustrin dan diendapkan

Formasi Pematang sebagai Lacustrine Fill sediments.

a) Formasi Lower Red Bed

Tersusun oleh batulempung berwarna merah – hijau, batulanau, batupasir kerikilan dan

sedikit konglomerat serta breksi yang tersusun oleh pebble kuarsit dan filit. Kondisi

lingkungan pengendapan diinterpretasikan berupa alluvial braid-plain dilihat dari banyaknya

muddy matrix di dalam konglomerat dan breksi

b) Formasi Brown Shale

Formasi ini cukup banyak mengandung material organik, dicirikan oleh warna yang

coklat tua sampai hitam. Tersusun oleh serpih dengan sisipan batulanau, di beberapa tempat

terdapat selingan batupasir, konglomerat dan paleosol. Ketebalan formasi ini mencapai lebih

dari 530 m di bagian depocenter.

Formasi ini diinterpretasikan diendapkan di lingkungan danau dalam dengan kondisi

anoxic dilihat dari tidak adanya bukti bioturbasi. Interkalasi batupasir batupasir–konglomerat

diendapkan oleh proses fluvial channel fill. Menyelingi bagian tengah formasi ini, terdapat

Page 7: Central Sumatra Basins

beberapa horison paleosol yang dimungkinkan terbentuk pada bagian pinggiran/batas danau

yang muncul ke permukaan (lokal horst), diperlihatkan oleh rekaman inti batuan di komplek

Bukit Susah (gambar 6).

Secara tektonik, formasi ini diendapkan pada kondisi penurunan cekungan yang cepat

sehingga aktivitas fluvial tidak begitu dominan.

c) Formasi Coal Zone

Secara lateral, formasi ini dibeberapa tempat equivalen dengan Formasi Brown Shale.

Formasi ini tersusun oleh perselingan serpih dengan batubara dan sedikit batupasir.

Lingkungan pengendapan dari formasi ini diinterpretasikan berupa danau dangkal

dengan kontrol proses fluvial yang tidak dominan. Ditinjau dari konfigurasi cekungannya,

formasi ini diendapkan di daerah dangkal pada bagian aktif graben menjauhi depocenter

(gambar 6).

d) Formasi Lake Fill

Tersusun oleh batupasir, konglomerat dan serpih. Komposisi batuan terutama berupa

klastika batuan filit yang dominan, secara vertikal terjadi penambahan kandungan litoklas

kuarsa dan kuarsit. Struktur sedimen gradasi normal dengan beberapa gradasi terbalik

mengindikasikan lingkungan pengendapan fluvial-deltaic.

Formasi ini diendapkan secara progradasi pada lingkungan fluvial menuju delta pada

lingkungan danau. Selama pengendapan formasi ini, kondisi tektonik mulai tenang dengan

penurunan cekungan yang mulai melambat (late rifting stage). Ketebalan formasi mencapai

600 m.

e) Formasi Fanglomerate

Diendapkan disepanjang bagian turun dari sesar sebagai seri dari endapan aluvial.

Tersusun oleh batupasir, konglomerat, sedikit batulempung berwarna hijau sampai merah.

Baik secara vertikal maupun lateral, formasi ini dapat bertransisi menjadi formasi Lower Red

Bed, Brown Shale, Coal Zone dan Lake Fill.

Page 8: Central Sumatra Basins

Di beberapa daerah sepertihalnya di Sub-Cekungan Aman, dua formasi terakhir (Lake

Fill dan Fanglomerat) dianggap satu kesatuan yang equivalen dengan Formasi Pematang

berdasarkan sifat dan penyebarannya pada penampang seismik.

Sag

Secara tidak selaras diatas Kelompok Pematang diendapkan sedimen Neogen. Fase

sedimentasi ini diawali oleh episode transgresi yang diwakili oleh Kelompok Sihapas dan

mencapai puncaknya pada Formasi Telisa.

(Siklis Sihapas transgresi awal)

Kelompok Sihapas yang terbentuk pada awal episode transgresi terdiri dari Formasi

Menggala, Formasi Bangko, Formasi Bekasap dan Formasi Duri. Kelompok ini tersusun oleh

batuan klastika lingkungan fluvial-deltaic sampai laut dangkal. Pengendapan kelompok ini

berlangsung pada Miosen awal – Miosen tengah.

a) Formasi Menggala

Tersusun oleh batupasir konglomeratan dengan ukuran butir kasar berkisar dari gravel

hingga ukuran butir sedang. Secara lateral, batupasir ini bergradasi menjadi batupasir sedang

hingga halus. Komposisi utama batuan berupa kuarsa yang dominan, dengan struktur sedimen

trough cross-bedding dan erosional basal scour. Berdasarkan litologi penyusunnya

diperkirakan diendapkan pada fluvial-channel lingkungan braided stream.

Formasi ini dibedakan dengan Lake Fill Formation dari kelompok Pematang bagian atas

berdasarkan tidak adanya lempung merah terigen pada matrik (Wain et al., 1995). Ketebalan

formasi ini mencapai 250 m, diperkirakan berumur awal Miosen bawah.

b) Formasi Bangko

Formasi ini tersusun oleh serpih karbonan dengan perselingan batupasir halus-sedang.

Diendapkan pada lingkungan paparan laut terbuka. Dari fosil foraminifera planktonik

didapatkan umur N5 (Blow, 1963). Ketebalan maksimum formasi kurang lebih 100 m.

c) Formasi Bekasap

Page 9: Central Sumatra Basins

Formasi ini tersusun oleh batupasir masif berukuran sedang-kasar dengan sedikit

interkalasi serpih, batubara dan batugamping. Berdasarkan ciri litologi dan fosilnya, formasi

ini diendapkan pada lingkungan air payau dan laut terbuka. Fosil pada serpih menunjukkan

umur N6 – N7. Ketebalan seluruh formasi ini mencapai 400 m.

Page 10: Central Sumatra Basins

d) Formasi Duri

Di bagian atas pada beberapa tempat, formasi ini equivalen dengan formasi Bekasap.

Tersusun oleh batupasir halus-sedang dan serpih. Ketebalan maksimum mencapai 300 m.

Formasi ini berumur N6 – N8.

(Formasi Telisa transgresi akhir)

Formasi Telisa yang mewakili episode sedimentasi pada puncak transgresi tersusun oleh

serpih dengan sedikit interkalasi batupasir halus pada bagian bawahnya. Di beberapa tempat

terdapat lensa-lensa batugamping pada bagian bawah formasi. Ke arah atas, litologi berubah

menjadi serpih mencirikan kondisi lingkungan yang lebih dalam. Diinterpretasikan lingkungan

pengendapan formasi ini berupa lingkungan Neritik – Bathyal atas.

Secara regional, serpih marine dari formasi ini memiliki umur yang sama dengan

Kelompok Sihapas, sehingga kontak Formasi Telisa dengan dibawahnya adalah transisi fasies

litologi yang berbeda dalam posisi stratigrafi dan tempatnya. Ketebalan formasi ini mencapai

550 m, dari analisis fosil didapatkan umur N6 – N11.

(Formasi Petani regresi)

Tersusun oleh serpih berwarna abu-abu yang kaya fosil, sedikit karbonatan dengan

beberapa lapisan batupasir dan batulanau. Secara vertikal, kandungan tuf dalam batuan

semakin meningkat.

Selama pengendapan satuan ini, aktivitas tektonik kompresi dan volkanisme kembali

aktif (awal pengangkatan Bukit Barisan), sehingga dihasilkan material volkanik yang

melimpah. Kondisi air laut global (eustasi) berfluktuasi secara signifikan dengan penurunan

muka air laut sehingga terbentuk beberapa ketidakselarasan lokal di beberapa tempat.

Formasi ini diendapkan pada episode regresif secara selaras diatas Formasi Telisa.

Walaupun demikian, ke arah timur laut secara lokal formasi ini memiliki kontak tidak selaras

dengan formasi di bawahnya. Ketebalan maksimum formasi ini mencapai 1500 m, diendapkan

pada Miosen tengah– Pliosen.

Page 11: Central Sumatra Basins

Produksi migas di Cekungan Sumatera Tengah di Riau. di samping itu ada delapan

cekungan yang pernah mengalami pemboran eksplorasi dan diketemukan migas tetapi masih

belum berproduksi. Sebagian dari cekungan-cekungan tersebut sudah pernah di bor dan tidak

diketemukan migas atau bahkan belum pernah mengalami pemboran eksplorasi sama sekali.

Di Riau eksplorasi dilakukan oleh perusahaan migas dan geothermal seperti Chevron

Corporation.

Page 12: Central Sumatra Basins

Daftar Pustaka

http://migasnet07fahri8063.blogspot.com/2010/01/sistem-informasi-geografis-

manajemen.html

http://uk.groups.yahoo.com/group/smu2jombang/message/3373

http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=1&ved=0CBUQFjAA&url=http

%3A%2F%2Fwww.michel.web.ugm.ac.id%2FRegional%2520Geology%2520Central

%2520Sumatra%2520Basins

%2520(revisi).doc&ei=30aXTJiKKo60vgOFmvn_Aw&usg=AFQjCNGkd-

uZU5Ov5d8ZAMV7jvl5JB3Ypg