Upload
hoangdiep
View
229
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
77
kenaikan kadar air, karena disebabkan
proses pengeringan yang tidak optimal.
Kadar air, kadar protein, abu , derajat
putih dan viskositas kitosan dan oligo-
kitosan masih berada di bawah standar
mutu disebabkan oleh kurang
optimalnya proses deproteinsasi,
demineralisasi, deasetilasi dan
depolimerisasi. Tinggginya kandungan
abu (mineral) menurunkan kelarutan
dari kitosan dan oligo-kitosan sehingga
nilai viskositas menjadi rendah.
Saran
Berdasarkan dari hasil
penelitian yang dilakukan maka
disarankan untuk meaplikasikan oligo-
kitosan sebagai cryoprotectant pada
penyimpanan daging ikan selama
penyimpanan beku.
Ucapan Terimakasih
Penulis mengucapkan terima
kasih kepada Jendral Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional yang melalui Lembaga
Penelitian Unlam telah membantu dana
penelitian sampai naskah ini terwujud.
DAFTAR PUSTAKA Angka SL, Suhartono MT. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Bogor: Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor.:47
[AOAC] Analysis of the Association of Official Analytical Chemists. 1999. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemists. 16th edition. Washington, D.C.
Bastaman S. 1989. Studies on degradation and extraction pf chitin and chitosan from Prawn shels. Dept. Mechanical Manufacturing, Aeronautical and Chemical Engineering. Queen’s Univ. Belfast
Benjakul S, Sophanodora P. 1993. Chitosan production from carapace and shell of black tiger shrimp. ASEAN Food J. 8(4):145-148
Chandra, dkk : Karakteristik Fisika-Kimia Kitosan dan Oligo Kitosan.....
Fish Scientiae, Volume 4 Edisi 6, Desember 2013
78
Candra, 2010. Penggunaan hidrolisat kitin dan sampel sebagai cryoprotectant dalam surimi ikan manyung (Arius thalassinus) [tesis]. Bogor: Institus Pertanian Bogor
Emmawati A, Jenie BSL, Fawzya YN. 2007. Combination of Soaking in Sodium Hydroxide and Chitin Deacetylase Application on Shrimp Chitin in Producing Low Molecular Weight Chitosan. Teknologi Pertanian Journal 3(1):12-18
FMC Corp. 1977. Carrageenan. New Jersey. USA : Marine Colloid Monograph Number One. Marine Colloids Division FMC Corporation. Springfield.:23-29
Hartati FK, Susanto T, Rakhmadiono S, Adi SL. 2002. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tahap deproteinasi menggunakan enzim protease dalam pembuatan kitin dari cangkang rajungan (Portunus pelagicus). Biosain. 2 (68-77)
Kim SO. 2004. Physicochemical and functional properties of crawfish chitosan as affected by different processing protocols [tesis]. Seoul: Seoul National University
Kurita Keisuke, 2001. Controlled functionalization of the polysaccharide chitin. Journal Progress In Polymer Science. 26:1921-1971
Lee V, Tan E. 2002. Enzymatic Hydrolisys of Prawn Shell Waste for The Purification of Chitin. Departemen of Chemical Engineering. Loughborough University.
Lim CK, Halim AS, Lau HY, Ujang Z, Hazri A. 2007. In vitro cytocology model of oligo-chitosan and N, Ocarboxymethyl chitosan using primary normal human epidermal keratinocyte cultures. J Appl Biomaterials & Biomechanics. 5: 82–87
Mao L, Wu T. 2007. Gelling properties and lipid oxidation of kamaboko gels from grass carp (Ctenopharyngodon idellus) influenced by chitosan. Journal of Food Engineering. 82:128–134
Shahidi F, Janak Kamil VA, You-Jin Jeon. 1999. Food Applications of Kitin and Chitosans. Trends in Food Science and Technology:10:37-51
Somjit K, Ruttanapornwareesakul Y, Hara K, Nozaki Y. 2005. The cryoprotectantt effect of shrimp kitin and shrimp kitin hydrolysate on denaturation and unfrozen water of lizardfish surimi during frozen storage. Food Research International. 38:345-355
Sofia I, Pirman, Haris Z. 2010. Karakterisasi fisiokimia dan fungsional kitosan yang diperoleh dari limbah cangkang udang windu. J Tek Kim Indones. 1(9):11-18
hal. 69-79
79
Srijanto B., Parayanto I., Masduki, Purwatiningsih, 2006. Pengaruh Derajat Deasetilasi Bahan Baku Pada Depolimerisasi Kitosan. Jurnal Akta Kimindo. 1:67-72
Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. Sumantri B, penerjemah. Jakata: Gramedia Pustaka Utama
Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi 2003. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Edisi Kedua. Liberty.:64-72
Chandra, dkk : Karakteristik Fisika-Kimia Kitosan dan Oligo Kitosan.....
Fish Scientiae, Volume 4 Edisi 6, Desember 2013
80
TUTUPAN TERUMBU KARANG KABUPATEN KOTABARU
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN (STUDI KASUS PERAIRAN SEPAGAR)
COVERCROP OF CORAL REEFS KABUPATEN KOTABARU THE
PROVINCE OF SOUTH KALIMANTAN (CASE STUDY WATERS SEPAGAR)
1)Deddy Dharmaji
1)Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru
E-mail: [email protected]
ABSTRACT
This research aims to know the percentage of living coral cover in the village of Sepagar. The benefits of this research are as input for the parties involved in the efforts of the management and conservation of coral reefs in the waters of the village Sepagar. The results of the observation and calculation of the coral reefs is done using the method of Point Intercept Trancek (PIT) shows that the community of coral reefs in the waters of the Sepagar included in the types of coral reefs of the sandbar (patch reef). Generally burnt coral reefs grow and develop in the relatively shallow waters with depths ranging from 1-5 meters. The results showed on the three stations found 7 of the 10 components of the reef that is. Acropora (AC), Non-Acropora (NA), Dead Coral with Algae (DCA), Dead Coral (DC), Soft Coral Sand (SC) (S), and the Rubble (R). Component not found is Fleshy Seawed (FS), Rock (RK) and Silt (SL). At station 1, the total percentage of living coral closure (living cover) by 51.4%, In station 2 of 55,3 % , and in station 3 of 51.3 % .The percentage the coral lived in waters sepagar in good not far different the percentage the coral live in every station Keyword: the percentage covering , coral reefs
PENDAHULUAN
Latar Belakang Terumbu karang di permukaan
bumi kita diperkirakan meliputi
wilayah seluas 600.000 km2 dan
dengan beberapa macam jenis. Jenis
ekosistem ini terletak antara 30O
lintang utara dan selatan khatulistiwa
yang kehadirannya merupakan ciri
yang dominan dari perairan dangkal di
daerah khatulistiwa. Luas ekositem
terumbu karang di perairan Indonesia
Deddy Dharmaji : Tutupan Terumbu Karang Kabupaten Kotabaru.....
81
diperkirakan sekitar 84.305 km2 yang
terdiri dari 50.223 km2 terumbu
penghalang, 19.540 km2 terumbu
cincin (atol), dan 14.542 km2 terumbu
tepi yang mewakili 18 % dari total
luas terumbu karang yang ada di dunia,
(Tomascik et.al, 1997).
Ekosistem terumbu karang
merupakan salah satu dari ekosistem
pantai yang memiliki keanekaragaman
yang tinggi. Ekosistem terumbu karang
memberikan manfaat langsung pada
manusia dengan menyediakan bahan
makanan, berupa ikan, udang kerang,
bahan baku obat-obatan, bahan baku
bangunan dan bahan lain. Terumbu
karang juga memiliki peranan dalam
menopang kelangsungan ekosistem-
ekosistem lain di sekitarnya (Juwana
dan Romimohtarto, 2001).
Menurut Sukarno (1995),
sumberdaya perikanan terumbu karang
menyediakan sumber makanan dan
penghasilan bagi manusia, terutama
masyarakat pesisir karena memiliki
produktivitas dan nilai ekonomis yang
relatif tinggi. Ikan-ikan dan molusca
yang hidup di terumbu karang dapat
mencapai sekitar 10-30 ton/km2
pertahunnya.
Perairan Indonesia terdapat
sekitar 3000 spesies ikan yang hidup di
sekitar terumbu karang yang termasuk
ke dalam 17 ordo dan 100 famili
(Kuiter, 1992). Sedangkan menurut
Dahuri (1996), terumbu karang yang
terdapat pada lingkungan perairan
dangkal atau pesisir, pertumbuhan
karangnya yang maksimun
memerlukan perairan yang jernih,
dengan suhu perairan yang hangat,
gerakan gelombang besar dan sirkulasi
air yang lancar serta terhindar proses
sedimentasi.
Walaupun terumbu karang
terlihat luas dan merupakan sistem
yang sangat stabil, tetapi mengalami
kerusakan dalam skala besar oleh
berbagai kekuatan, diantaranya seperti
perusakan mekanik oleh badai tropik
yang sangat hebat (topan dan angin
puyuh), kegiatan manusia yang
menyebabkan pengendapan lumpur
dari daratan akibat penggundulan
hutan, pembuangan limbah melalui
sungai dan pantai seperti limbah-
limbah industri (logam berat),
penangkapan ikan dengan bahan
peledak dan bahan kimia beracun serta
penambangan karang untuk bahan
bangunan (Ongkosongo, 1988).
Deddy Dharmaji : Tutupan Terumbu Karang Kabupaten Kotabaru.....
Fish Scientiae, Volume 4 Edisi 6, Desember 2013
82
Kerusakan terumbu di pesisir
Kalimantan Selatan diduga karena
sedimentasi yang tinggi yang terbawa
oleh arus dari sungai-sungai yang
mengalir menuju laut, aktivitas
penangkapan ikan yang tidak ramah
lingkungan seperti penangkapan
dengan menggunakan alat tangkap
Trawl dan bom yang dapat merusak
terumbu karang bahkan kematian pada
terumbu karang serta pengambilan
karang untuk bahan bangunan dan
hiasan aquarium. Kerusakan terumbu
karang ini juga diduga terjadi di
perairan Sepagar Kabupaten Kotabaru
yang akan dijadikan daerah penelitian.
Wilayah pesisir dan laut
Kabupaten Kotabaru memiliki 2 tipe
terumbu karang yaitu, terumbu karang
tepi (fringing reefs) dan gosong
terumbu (patch reefs). Berdasarkan
peta Dishidros, peta digital C-Map,
peta LP Bakosurtanal dan citralandsad
TM, sebaran terumbu karang di
Kabupaten Kotabaru tersebar pada
pulau-pulau kecil di Kabupaten
Kotabaru berada di sebelah barat.
Terumbu karang di perairan Kotabaru
cenderung menurun persentase tutupan
karangnya. Hal ini diduga adanya
perubahan iklim yang memicu
peningkatan suhu air laut yang dikenal
dengan EL Nino. Satu dekade terakhir
dimana kondisi penataan kawasan atas
belum baik, terjadi perubahan kawasan
tangkapan hujan akibat illegal loging,
konversi lahan menjadi kawasan
pertambangan dan perkebunan telah
memicu peningkatan aliran permukaan
(run off) ketika musim penghujan
(Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Kotabaru, 2010).
Kerusakan karang juga terjadi di Desa
Sepagar Kecamatan Pulau-Laut Barat.
Hal ini dapat dilihat lansung dari
aktivitas penduduk setempat yang
banyak merambah hutan untuk di
jadikan lahan perkebunan dan illegal
loging kayu di hulu Sungai
Sakarambut dan sekitarnya, dimana
aliran sungainya langsung menuju ke
arah laut.
Kondisi terumbu karang di
perairan Desa Sepagar Kecamatan
Pulau Laut Barat Kabupaten Kotabaru
Provinsi Kalimantan Selatan
dipengaruhi oleh aktivatas manusia
dan lingkungan di sekitarnya, seperti
pemukiman, aktivitas lalu lintas kapal
nelayan, dan aktivitas penangkapan
ikan.
hal. 80-91
83
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan (2)
Alat yang digunakan untuk
pengamatan dan dokumentasi kegiatan
berupa kamera bawah air, rol meter,
kunci identifikasi terumbu karang,
GPS, Scuba Diving, Snorkel. Peta
lokasi.
Analisis Data
Data-data yang akan dikumpulkan
dalam penelitian ini adalah data
penutupan terumbu karang berdasarkan
komponen karang yang ada di lokasi
penelitian.
Pemilihan lokasi stasiun
dilakukan secara purposive dengan
pengamatan pendahuluan meng-
gunakan metode Manta Tow, yaitu
metode yang dilakukan dengan cara
melakukan kegiatan obsevasi wilayah
di bawah air yang dapat dilihat dengan
baik oleh perenang snorkel, yang
ditarik dengan perahu kecil. Metode ini
diadopsi dari White (2000). Pemilihan
lokasi posisi penelitian ditetapkan
menurut kriteria sebagai berikut :
a. Keterwakilan, yaitu daerah yang
mewakili berbagai kondisi terumbu
karang (sangat baik, baik, rusak,
kritis) serta memiliki luasan yang
cukup.
b. Keamanan, yaitu lokasi yang
terlindung dari gelombang perairan
terbuka, sehingga dapat melakukan
aktifitas pelaksanaan penelitian
secara optimal.
c. Memiliki berbagai tipe ekosistem
yang ada di sekitar terumbu karang.
Stasiun penelitian berjumlah 3
titik, dengan koordinat sebagai berikut
:
Stasiun 1 S 03˚53’ 44,25” E
116˚2’53”18”
Stasiun 2 S 03˚52’ 15,3” E
116˚02’44,0”
Stasiun 3 S 03˚52’23,10” E
116˚3’35,13”
Penetapan garis transek
dilakukan dengan cara mem-
bentangkan roll-meter sepanjang 25
meter di atas koloni terumbu karang
pada masing-masing titik stasiun yang
sudah ditentukan dan sejajar dengan
garis pantai.
Metode pengamatan dan
pengambilan data karang
Deddy Dharmaji : Tutupan Terumbu Karang Kabupaten Kotabaru.....
Fish Scientiae, Volume 4 Edisi 6, Desember 2013
84
menggunakan metode Point Intercept
Trancek (PIT), yaitu metode untuk
mendata kondisi karang hidup dan
biota pendukung lainnya di suatu
lokasi terumbu karang dengan cara
yang mudah dan dalam waktu yang
cepat. Metode ini dapat digunakan
untuk mengetahui kondisi terumbu
karang di daerah berdasarkan persen
tutupan karang hidup dengan mudah
dan cepat. Secara teknis metode PIT
adalah cara menghitung persen tutupan
(% cover) terumbu karang secara acak,
dengan menggunakan tali bertanda di
tiap jarak 0,5 meter atau juga dengan
pita bersekala (roll meter). Metode PIT
digunakan untuk menentukan
komunitas bentos sensil (biota yang
hidup di dasar atau melekat di dasar
perairan) di terumbu karang
berdasarkan bentuk pertumbuhan
dalam satuan persen, dengan jalan
mencatat jumlah biota bentik yang
pada masing-masing disepanjang garis
transek 25 m atau 50 m (Manuputty
dan Djuriah 2006).
Data tutupan terumbu karang
dihitung menggunakan % penutupan
karang (% cover penutupan karang)
menurut English et.al., (1997) di
dalam Manuputty et.al., (2006) dengan
rumus :
x100%
Menurut Suharsono (1995) baik
buruknya nilai kondisi karang dapat
dilihat dari nilai persentase tutupan
karang sebagai berikut:
1. Kondisi baik sekali = 71-100%
2. Kondisi baik = 51-70%
3. Kondisi rusak = 26-50%
4. Kondisi kritis = 0-25%
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil pengamatan terhadap
tutupan terumbu karang kabupaten
kotabaru provinsi kalimantan selatan
(studi kasus perairan sepagar)
ditunjukkan pada Tabel 1 dan Tabel 2,
serta divisualisasikan pada Gambar 1,
Gambar 2, Gambar 3, Gambar 4,
Gambar 5, Gambar 6, Gambar 7 dan
Gambar 8.
hal. 80-91
hal. 80-91
85
Tabel 1. Nilai Persentase Tutupan Seluruh Komponen Terumbu Karang
Persentase Penutupan Karang (%) STASIUN ( PIT) AC NA DC DCA SC R S
Total
Komponen 1 16 20 10 16 20 6 12 100 2 18 16 8 18 14 8 18 100 3 26 24 12 8 0 0 30 100
Rerata 20 20 10 14 11,3 4,6 20 100
1
%Tutupan 20 20 10 14 11,4 4,6 20 100 1 18 10 20 6 2 12 22 100 2 24 20 6 10 12 10 18 100 3 24 28 0 12 18 0 18 100
Rerata 22 19,3 8,7 9,3 14 7,3 19,3 100
2
%Tutupan 22 19,3 8,7 9,3 14 7,3 19,3 100 1 22 20 6 16 4 0 32 100 2 20 22 0 16 10 10 22 100 3 20 22 8 18 12 0 20 100
Rerata 21,3 21,3 4,7 16,7 8,7 3,3 24,7 100
3
%Tutupan 21,3 21,3 4,7 16,7 8,7 3,3 24,7 100
Tabel 2. Persentase Tutupan Karang Hidup Tiap Stasiun
Persentase Penutupan Karang Hidup (%) Komponen TerumbuKarang STASIUN AC NA SC
Total %Tutupan
1 20 20 11,4 51,4
2 22 19,3 14 55,3
3 21,3 21,3 8,7 51,3
Gambar 1. Grafik Tutupan Seluruh Komponen Terumbu Karang Pada Stasiun 1.
20% 20%10% 14% 11.4%
4.6%
20%
01020304050
AC NA DC DCA SC R S
Pers
enta
se tu
tupa
n (%
)
komponen terumbu karang
Stasiun 1
Deddy Dharmaji : Tutupan Terumbu Karang Kabupaten Kotabaru.....
Fish Scientiae, Volume 4 Edisi 6, Desember 2013
86
Gambar 2. Grafik Tutupan Seluruh KomponenTerumbu Karang Pada Stasiun 2
Gambar 3. Grafik Tutupan Seluruh Komponen Terumbu Karang Pada Stasiun 3
Gambar 4. Grafik Persentase Tutupan Karang Hidup Pada Stasiun 1
22% 19.3%
8.7% 9.3%14%
7.3%
19.3%
0
10
20
30
40
50
AC NA DC DCA SC R S
Pers
enta
se p
enut
upan
(%)
Komponen terumbu karang
Stasiun 2
21.3% 21.3%
4.7%16.7%
8.7% 3.3%
24.7%
-10
10
30
50
AC NA DC DCA SC R S
Pers
enta
se tu
tupa
n (%
)
Komponen terumbu karang
Stasiun 3
20% 20%11.4%
-10
10
30
50
AC NA SC
Pers
enta
se tu
tupa
n ka
rang
hid
up (
%)
Komponen karang hidup
Stasiun 3
hal. 80-91
87
Gambar 5. Grafik Persentase Penutupan Karang Hidup Pada Stasiun 2
Gambar 6. Grafik Persentase Penutupan Karang Hidup Pada Stasiun 3
Pembahasan
Hasil pengamatan terumbu
karang menunjukkan bahwa komunitas
terumbu karang di perairan Sepagar
termasuk dalam tipe terumbu karang
gosong (patch reef). Umumnya
terumbu karang gosong tumbuh dan
berkembang pada perairan yang relatif
dangkal dengan kedalaman berkisar 1-
5 meter.
21.3% 21.3%
8.7%
01020304050
AC NA SC
Pers
enta
se tu
tupa
n ka
rang
hi
dup
(%)
Komponen karang hidup
Stasiun 1
22% 19.3%14%
01020304050
AC NA SC
Pers
enta
setu
tupa
n ka
rang
hi
dup
(%)
Komponen karang hidup
Stasiun 2
Deddy Dharmaji : Tutupan Terumbu Karang Kabupaten Kotabaru.....
Fish Scientiae, Volume 4 Edisi 6, Desember 2013
88
Hasil pengamatan pada tiga
stasiun ditemukan 7 dari 10 komponen
karang yaitu. Acropora (AC), Non-
Acropora (NA), Dead Coral with
Algae (DCA), Dead Coral (DC), Soft
Coral (SC) Sand (S), dan Rubble (R).
Sedangkan komponen yang tidak
ditemukan adalah Fleshy Seawed (FS),
Rock (RK) dan Silt (SL).
Komponen karang hidup
berdasarkan komponen karang yang
tumbuh dan berkembang pada stasiun
pengamatan, komponen karang hidup
terdiri dari Hard Coral Acropora
(AC), Hard Coral Non Acropora (NA)
dan Soft Coral (SC). Persentase
penutupan karang hidup pada setiap
stasiun disajikan pada Tabel 2.
Berdasarkan hasil pengamatan
dalam penelitian ini didapatkan 3 jenis
pertumbuhan karang hidup yaitu,
Acropora (AC), Non Acropora (NA),
dan Soft Coral (SC). Komunitas
terumbu karang di perairan Sepagar
termasuk dalam tipe terumbu karang
gosong (patch reef). Terumbu karang
di daerah ini didominasi oleh karang
hard coral dari jenis Acropora (AC).
Hard coral umumnya memiliki bentuk
dan struktur yang relatif padat dan
keras. Karang ini juga memiliki sifat
pertumbuhan yang relatif cepat
sehingga sering menjadi komponen
yang dominan dalam komunitas karang
pada suatu perairan.
Pada stasiun 1, total persentase
penutupan karang hidup (living cover)
sebesar 51,4 %, sedangkan pada
stasiun 2 sebesar 55,3 %, dan pada
stasiun 3 sebesar 51,3 %. Persentase
penutupan karang hidup pada perairan
Sepagar tergolong baik berdasarkan
kriteria Suharsono (1995) dan
persentase penutupannya untuk tiap
stasiun tidak jauh berbeda.
Persentase penutupan karang
hidup pada stasiun 1 yaitu 51,4 %,
karang pada stasiun 1 ini termasuk
dalam kategori baik, walaupun ada
sebagian karang yang rusak. Hal ini
dilihat dari adanya patahan-patahan
karang (rubble) seperti pada Gambar 7.
Gambar 7. Rubble
Persentase penutupan karang
hidup tertinggi terdapat di stasiun 2
yaitu sebesar 55,3 % dan didominasi
oleh karang hard coral acropora (AC).
Berdasarkan hasil pengamatan kondisi
hal. 80-91
89
lingkungan yang cukup mendukung
dan terhindar dari faktor-faktor
penyebab rusaknya terumbu karang
seperti faktor manusia dan jarangnya
para nelayan yang melakukan
penangkapan di daerah tersebut.
Gambar jenis karang yang ada pada
stasiun 2 sebagai berikut.
.
Gambar 8. Acropora (AC)
Stasiun 3 persentase penutupan
karangnya yang terendah yaitu 51,3 %
bila dibandingkan dengan stasiun 1 dan
stasiun 2, kerusakan ini diduga karena
letak lokasi terumbu karang yang dekat
muara sungai. Terumbu karang yang
tumbuh di dekat muara sungai secara
tidak langgsung akan selalu
mendapatkan pasokan air tawar yang
mengalir dari sungi menuju laut
apalagi bila musim hujan yang dapat
mengakibatkan kematian pada
beberapa jenis terumbu karang dan
sedimentasi yang tinggi hingga
membuat beberapa jenis karang tidak
dapat bertahan. Hal ini diperparah
dengan dijadikannya sebagai jalur
keluar masuknya kapal nelayan ke
sungai. Hal ini dibuktikan juga dengan
adanya sebagian Death Coral (DC)
dan rubble (R) pada stasiun 3, akan
tetapi kondisi ini masih dalam kategori
baik. Gambar karang yang ada pada
stasiun 3 sebagai berikut :
Gambar 9. Death Coral dan Rubble
Secara umum kondisi terumbu
karang diperairan Sepagar
dikategorikan dalam kondisi baik,
meskipun demikian apabila kondisi ini
tidak mendapat perhatian khusus dan
serius dari pihak pemerintah dan
masyarakat setempat, maka
kemungkinannya dalam beberapa
tahun ke depan terumbu karang di
perairan Sepagar akan rusak total
bahkan punah. Kondisi terumbu karang
yang masih baik di perairan Sepagar
menunjukkan bahwa perairan sepagar
memiliki potensi yang tinggi dalam
mendukung produktivitas primer,
Deddy Dharmaji : Tutupan Terumbu Karang Kabupaten Kotabaru.....
Fish Scientiae, Volume 4 Edisi 6, Desember 2013
90
kehidupan ikan dan molusca serta biota
laut lainya di kawasan tersebut.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pada tiga stasiun ditemukan 7
dari 10 komponen karang yaitu.
Acropora (AC), Non-Acropora (NA),
Dead Coral with Algae (DCA), Dead
Coral (DC), Soft Coral (SC) Sand (S),
dan Rubble (R). Komponen yang
tidak ditemukan adalah Fleshy Seawed
(FS), Rock (RK) dan Silt (SL). Pada
stasiun 1, total persentase penutupan
karang hidup (living cover) sebesar
51,4 %, pada stasiun 2 sebesar 55,3 %,
dan pada stasiun 3 sebesar 51,3 %.
Persentase penutupan karang hidup
pada perairan Sepagar tergolong baik
dan tidak jauh berbeda persentase
penutupan karang hidup di setiap
stasiun.
Saran
Diperlukan adanya data kondisi
kualitas air yang menunjang untuk
kehidupan terumbu karang.
DAFTAR PUSTAKA Dahuri R., Rais J., Ginting. S.P, Sitepu M.J.1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah
Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita . Jakarta. Hal.79 DKP Kabupaten Kotabaru, 2010. Kajian Potensi Sumberdaya Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Kotabaru. Juwana, S. dan Romimohtarto, K. 2001. Biologi Laut. Jakarta. Djamban.hlm.321 -
323. Kuiter, R. H. dan T. Tonozuka.1992. Photo Guide Indonesian Reef Fishes Zoonetics.
Australia. Hal.893. Manuputty dan Djuriah. 2006. Panduan Metode Point Intercept Transect (PIT) Untuk
Masyarakat. COREMAP II - LIPI. Jakarta. 66 halaman. Jakarta. Ongkosongo, O. S. R.,1988. The Seribu Coral Reef. PT.Stavac. Indonesia. 253
halaman.
hal. 80-91
91
Suharsono, 1995. Wisata Bahari Kepulauan Taka Bone Rate di Kepulauan Lucipara. Puslitbang Oceanologi LIPI, Jakarta.153 halaman.
Sukarno, 1995. Materi Pendidikan Metologi Penelitian Penentuan Terumbu Karang.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Oceanografi Lembaga Ilmu Penetahuan Indonesiadan Universitas Diponegoro. Jakarta. 86 halaman.
Tomascik, Tomas dan Anmari J. Mah,1997. The Ecology Of the Indonesia Sea Part
II. Periplus Edition (HK) Ltd. Singapore.512 p. White, A. T,. 2000. Coral Reffs Valuable Resource of Sout East Asia ICLARM
Education Series I, International Center for Living Aquatic Resource Management, Manila Pilipina. 36 p.
Deddy Dharmaji : Tutupan Terumbu Karang Kabupaten Kotabaru.....