12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mi Instan Mi telah lama dikenal dan dikembangkan oleh masyarakat Cina dan Jepang sejak 5000-an tahun yang lalu. Berdasarkan jenisnya, mi digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu mi basah, mi kering dan mi instan (Eep, 2006). Menurut SNI (2000), mi instan didefinisikan sebagai produk makanan kering yang dibuat dari adonan tepung terigu atau tepung beras atau tepung lainnya sebagai bahan utama dengan atau tanpa penambahan bahan lainnya, siap dihidangkan setelah dimasak atau diseduh dengan air mendidih dengan adanya penambahan bumbu. Setiap bungkus mie instan terdapat satu sachet bumbu dan beberapa bahan-bahan lainnya, seperti flavouring, kecap, saos, dan solid ingredient. Flavouring yang terdapat dalam sachet bumbu mengandung MSG (Mono Sodium Glutamat), garam, gula, bahan-bahan penggurih sperti HVP (Hydrolized Vegetable Protein) dan yeast extract dan lain-lain. Bahan penambah rasa atau flavour yang digunakan pada bumbu akan memberi rasa mie seperti ayam bawang, ayam panggang, kari ayam, soto ayam, baso, sate dan sebagainya. Kecap mengandung gula, garam, kedelai, bahan pengawet natrium benzoat dan nipagin. Solid ingredient adalah bahan-bahan pelengkap berupa sosis, suwiran sayur, bawang goreng, cabe kering dan sebagainya (Anonim a , 2011). Dalam proses pembuatannya, mi tidak menggunakan bahan tambahan sebagai pengawet. Pengawetan mi instan melalui proses deep frying yaitu penggorengan pada suhu tinggi secara kontinu dan uniform. Konfenyer

Chapter II 15

Embed Size (px)

DESCRIPTION

oyadgbmvua,jskh,kejkmnehnkdmhld,dj

Citation preview

Page 1: Chapter II 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mi Instan

Mi telah lama dikenal dan dikembangkan oleh masyarakat Cina dan

Jepang sejak 5000-an tahun yang lalu. Berdasarkan jenisnya, mi digolongkan

menjadi tiga jenis, yaitu mi basah, mi kering dan mi instan (Eep, 2006). Menurut

SNI (2000), mi instan didefinisikan sebagai produk makanan kering yang dibuat

dari adonan tepung terigu atau tepung beras atau tepung lainnya sebagai bahan

utama dengan atau tanpa penambahan bahan lainnya, siap dihidangkan setelah

dimasak atau diseduh dengan air mendidih dengan adanya penambahan bumbu.

Setiap bungkus mie instan terdapat satu sachet bumbu dan beberapa

bahan-bahan lainnya, seperti flavouring, kecap, saos, dan solid ingredient.

Flavouring yang terdapat dalam sachet bumbu mengandung MSG (Mono Sodium

Glutamat), garam, gula, bahan-bahan penggurih sperti HVP (Hydrolized

Vegetable Protein) dan yeast extract dan lain-lain. Bahan penambah rasa atau

flavour yang digunakan pada bumbu akan memberi rasa mie seperti ayam

bawang, ayam panggang, kari ayam, soto ayam, baso, sate dan sebagainya. Kecap

mengandung gula, garam, kedelai, bahan pengawet natrium benzoat dan nipagin.

Solid ingredient adalah bahan-bahan pelengkap berupa sosis, suwiran sayur,

bawang goreng, cabe kering dan sebagainya (Anonima, 2011).

Dalam proses pembuatannya, mi tidak menggunakan bahan tambahan

sebagai pengawet. Pengawetan mi instan melalui proses deep frying yaitu

penggorengan pada suhu tinggi secara kontinu dan uniform. Konfenyer

Page 2: Chapter II 15

penggorengan terdiri dari mangkok-mangkok penggorengan yang memuat

potongan mi melewati fryer yang berisi minyak goreng panas. Suhu minyak dari

awal hingga akhir dibuat naik secara bertahap yaitu dari suhu 1200 C dan berakhir

pada suhu 1600

2.2 Kecap

C dalam waktu ± 2 menit (Winarno, 2002). Melalui proses

penggorengan tersebut, kadar air mi dalam mi instan hanya 2–4 % saja sehingga

tidak memungkinkan mikroba pembusuk berkembang biak. Dengan alasan

tersebut pada mi tidak perlu ditambahkan bahan pengawet makanan (Eep, 2006).

Kecap digunakan sebagai bumbu pada berbagai makanan. Menurut SNI

(1999), kecap didefinisikan sebagai produk cair yang diperoleh dari hasil

fermentasi dan atau cara kimia (hidrolisis) kacang kedelai (Glycine max L.)

dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan

makanan yang diizinkan. Proses fermentasi pembuatan kecap menggunakan

bakteri Aspergillus oryzae atau Aspergillus soyae (Ayres et al., 1980). Pada proses

pembuatannya kecap menggunakan bahan tambahan sebagai pengawet. Pengawet

yang paling umum digunakan pada kecap adalah asam benzoat dan ester dari p-

hidroksi benzoat (Chu et al., 2003).

2.3 Bahan Pengawet

Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

722/Menkes/Per/IX/1988, pengawet merupakan bahan tambahan pangan yang

mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap

pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Definisi lain bahan pengawet

adalah senyawa atau bahan yang mampu menghambat dan menghentikan proses

fermentasi, pengasaman atau bentuk kerusakan lainnya, atau bahan yang dapat

Page 3: Chapter II 15

memberikan perlindungan bahan makanan dari proses pembusukan (Cahyadi,

2008).

Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan

menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat

patogen maupun tidak patogen, memperpanjang umur simpan pangan, tidak

menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan yang diawetkan,

tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah, tidak

digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak

memenuhi persyaratan, dan tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan

bahan pangan (Cahyadi, 2008).

2.3.1 Jenis-Jenis Bahan Pengawet

Bahan pengawet dikelompokkan sebagai bahan pengawet organik dan

anorganik. Bahan pengawet organik yang diizinkan penggunaannya pada bahan

pangan adalah asam benzoat, asam propionat, asam sorbat, kalium benzoat,

kalium propionat, kalium sorbat, kalsium benzoat, metil-p-hidroksi benzoat,

natrium benzoat, natrium propionat, nisin, dan propil-p-hidroksi benzoat. Bahan

pengawet anorganik yang diizinkan penggunaannya pada bahan pangan adalah

belerang dioksida, kalium bisulfit, kalium metabisulfit, kalium nitrat, kalium

nitrit, kalium sulfit, natrium bisulfit, natrium metabisulfit, natrium nitrat, natrium

nitrit dan natrium sulfit (Cahyadi, 2008). Sedangkan bahan pengawet yang

dilarang penggunaanya dalam makanan adalah formalin, natrium tetraboraks,

asam salisilat dan garamnya, dietilpilokarbonat, dulsin, kalium klorat,

kloramfenikol, minyak nabati yang dibrominasi, nitrofurazon, dan kalium bromat

(Yuliarti, 2007).

Page 4: Chapter II 15

2.3.2 Penggunaan Pengawet dalam Bahan Makanan

Bahan pengawet seperti benzoat digunakan untuk mengawetkan minuman

ringan, kecap, acar ketimun, margarin, sari buah, saus, dan makanan lainnya.

Nitrit sering digunakan untuk bahan pengawet daging olahan seperti sosis dan

kornet dalam kaleng (Cahyadi, 2008). Sedangkan nipagin digunakan sebagai

bahan pengawet pada kecap, sereal, minyak dan lemak, selai, sirup, minuman

kaleng, dan bumbu-bumbu kemasan (Anonimb

Pada kecap, pengawet yang paling umum digunakan adalah asam benzoat

dan nipagin (Chu et al., 2003). Asam benzoat memiliki aktivitas antimikroba yang

optimum pada pH 2,5-4,0. Sedangkan nipagin memiliki aktivitas antimikroba

yang sama seperti benzoat tetapi efektif pada rentang pH yang lebih luas.

Kombinasi dari pengggunaan asam benzoat dan nipagin sebagai pengawet dalam

makanan dapat meningkatkan daya tahan makanan karena peningkatan efek

antimikrobanya (Ponte dan Tsen, 1985).

, 2011).

2.4 Nipagin

Nipagin adalah metil ester dari p-hidroksibenzoat dengan rumus empiris

CH3(C6H4(OH)COO) dan berat molekul sebesar 152,12. Rumus bangun nipagin

dapat dilihat pada gambar berikut.

(Ditjen POM, 1995).

Nipagin berbentuk hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur, putih,

tidak berbau atau berbau khas lemah, mempunyai sedikit rasa terbakar. Kelarutan

Page 5: Chapter II 15

sukar larut dalam air, dalam benzena dan dalam karbon tetraklorida; mudah larut

dalam etanol dan dalam eter (Ditjen POM, 1995).

Senyawa ester-p-hidroksi benzoat diabsorpsi oleh saluran pencernaan dan

ikatan ester dihidrolisa di hati dan ginjal, yang menghasilkan asam-p-hidroksi

benzoat yang diekskresikan bersama urin. Umumnya metabolit dari paraben ini

diekskresikan dalam 6-24 jam yang diberikan dengan dosis intravenus dan dosis

oral (Cahyadi, 2008).

Nipagin yang disebut juga sebagai metil paraben termasuk dalam bahan

pengawet makanan khususnya anti jamur yang juga digunakan secara luas sebagai

pengawet untuk obat-obatan dan kosmetika. Penggunaan nipagin diatur dalam

Codex Alimentarius commission (CAC) dengan jumlah asupan dalam tubuh per

hari (acceptable daily intake/ADI) adalah 10 miligram per kilogram berat badan

(Anonimb, 2011). Namun tidak semua negara mengizinkan penggunaan nipagin

sebagai pengawet dalam makanan, misalnya: Belgia, Prancis, Belanda dan Turki

(Ponte dan Tsen, 1985). Beberapa negara mengizinkan penggunaan nipagin dalam

batas maksimum yang bervariasi, seperti Kanada, Amerika Serikat mengizinkan

batas maksimum penggunaan nipagin sebesar 1000 mg/kg, Singapura, Brunei

Darussalam dan Taiwan mengizinkan batas maksimum sebesar 250 mg/kg dan

Hongkong sebesar 550 mg/kg (Anonimb, 2011). Menurut Badan Pengawas Obat

dan Makanan (BPOM), penggunaan nipagin di Indonesia diatur dalam Permenkes

RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang bahan tambahan makanan yang

mengizinkan penggunaan nipagin dalam kecap dengan batas maksimum 250

mg/kg (SNI, 1999).

Page 6: Chapter II 15

Penggunaan nipagin dalam jumlah yang berlebihan dalam jangka panjang

dapat menimbulkan masalah kesehatan seperti reaksi alergi pada mulut dan kulit

(Yuliarti, 2007). Dermatitis dan iritasi kulit terjadi ketika pemakaian pada kulit

individu yang sensitif terhadap nipagin (Soni et al., 2002). Sebuah studi

menemukan adanya nipagin pada jaringan kanker payudara yang menunjukkan

bahwa ester paraben tidak selalu dipecah dan dikeluarkan oleh tubuh (Darbre et

al., 2004). Ester paraben memiliki aktivitas estrogenik terutama efeknya

menimbulkan gangguan pada sistem endokrin dan berpotensi meningkatkan

resiko kanker payudara (Lemini et al., 2003).

2.5 Teknik Pemisahan dalam Analisis

Apabila pada suatu analisis ada dugaan bahwa komponen matriks akan

mengganggu penentuan dengan prosedur analisis yang telah dipilih, diperlukan

pemisahan analit dari matriksnya dengan salah satu teknik pemisahan yang paling

sesuai. Hasil pemisahan dapat berupa senyawa analit yang sudah murni, tetapi

bisa juga masih bercampur dengan komponen-komponen pengotor akan tetapi

dengan konsentrasi yang rendah dan dapat dianalisis langsung atau mungkin

masih memerlukan pemurnian lebih lanjut. Untuk memisahkan analit dari

komponen matriks yang mengganggu dapat diterapkan ekstraksi padat-cair,

ekstraksi cair-cair, teknik destilasi, dan kromatografi (Kokasih et al, 2004).

2.5.1 Ekstraksi Cair-Cair

Ekstraksi cair-cair melibatkan ekstraksi analit dari fase air ke dalam

pelarut organik yang bersifat nonpolar atau agak polar seperti heksana,

metilbenzen atau diklorometan. Analit-analit yang mudah terekstraksi dalam

pelarut organik adalah molekul-molekul netral yang berikatan secara kovalen

Page 7: Chapter II 15

dengan substituen yang bersifat nonpolar atau agak polar. Sementara itu,

senyawa-senyawa polar dan juga senyawa-senyawa yang mudah mengalami

ionisasi akan tertahan dalam fase air (Rohman, 2007).

Kebanyakan ekstraksi dilakukan dengan menggunakan corong pisah dalam

waktu beberapa menit. Pelarut organik yang dipilih untuk ekstraksi pelarut adalah

mempunyai kelarutan yang rendah dalam air (<10%), dapat menguap sehingga

memudahkan penghilangan pelarut organik setelah dilakukan ekstraksi, dan

mempunyai kemurnian yang tinggi untuk meminimalkan adanya kontaminasi

sampel (Rohman, 2007).

2.6 Spektrofotometri UV-Visibel

Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara

radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang

sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektroskopi serapan ultraviolet,

sinar tampak, infra merah, dan serapan atom (Ditjen POM, 1995). Keuntungan

utama dari metode spektrofotometri yaitu dapat menetapkan kadar suatu zat yang

sangat kecil (Bassett, 1991).

Spektrofotometer Ultraviolet-Visibel adalah pengukuran panjang

gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorpsi

oleh sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup

untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih

tinggi. Spektrofotometer Ultraviolet-Visible biasanya digunakan untuk molekul

dan ion organik atau kompleks di dalam larutan. Spektrum Ultraviolet-Visible

sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di

dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorbansi pada panjang

Page 8: Chapter II 15

gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer. Sinar ultraviolet

berada pada panjang gelombang 200-400 nm sedangkan sinar tampak berada pada

panjang gelombang 400-800 nm (Dachriyanus, 2004).

Warna sinar tampak dapat dihubungkan dengan panjang gelombangnya.

Sinar putih mengandung radiasi pada semua panjang gelombang di daerah sinar

tampak. Sinar pada panjang gelombang tunggal (radiasi monokromatik) dapat

dipilih dari sinar putih. Spektrofotometer yang sesuai untuk pengukuran di daerah

spektrum ultraviolet dan sinar tampak terdiri atas suatu sistem optik dengan

kemampuan menghasilkan sinar monokromatis dalam jangkauan panjang

gelombang 200-800 nm (Rohman, 2007).

Alat Spektrofotometri pada dasarnya terdiri atas sumber sinar,

monokromator, tempat sel untuk zat yang diperiksa, detektor, penguat arus dan

alat ukur atau pencatat. Spektrofotometer dapat bekerja secara otomatik ataupun

tidak, dan dapat mempunyai sistem sinar tunggal atau ganda (Ditjen POM, 1979).

Sebagai sumber cahaya biasanya digunakan lampu hidrogen atau

deuterium untuk pengukuran UV dan lampu tungsten untuk pengukuran pada

cahaya tampak. Panjang gelombang dari sumber cahaya akan dibagi oleh pemisah

atau monokromator (Dachriyanus, 2004).

Analisis kuantitatif secara spektrofotmetri dapat dilakukan dengan metode

regresi dan pendekatan.

1. Metode Regresi

Analisis kuantitatif dengan metode regresi dengan menggunakan

persamaan garis regresi yang didasarkan pada harga serapan dan konsentrasi baku

yang dibuat dalam beberapa konsentrasi, paling sedikit menggunakan lima

Page 9: Chapter II 15

konsentrasi yang meningkat yang dapat memberikan serapan linier, kemudian

diplot menghasilkan suatu kurva kalibrasi. Konsentrasi suatu sampel dapat

dihitung berdasarkan kurva tersebut (Holme and Peck, 1983).

2. Metode Pendekatan

Analisis kuantitatif dengan cara ini dilakukan dengan membandingkan

serapan baku yang konsentrasinya diketahui dengan serapan sampel. Konsentrasi

sampel dapat dihitung melalui rumus perbandingan C = As.Cb/Ab dimana As=

serapan sampel, Ab=serapan baku, Cb=konsentrasi baku, dan C=konsentrasi

sampel (Holme and Peck, 1983).

2.7 Parameter Validasi

Pensahihan adalah kerja yang dicatat dalam dokumen untuk membuktikan

bahwa prosedur analisis yang diuji akan dapat memenuhi fungsi yang sesuai

dengan tujuannya dengan konsisten dan betul-betul memberikan hasil seperti yang

diharapkan. Tujuan pensahihan adalah agar prosedur analisis tersebut diketahui

akurasi dan variabilitasnya, gangguan yang mungkin ada teridentifikasi dan

diketahui pula kespeksifikan, presisi, serta kepekaanya (limit deteksi)

(Satiadarma, dkk., 2004). Menurut Harmita (2004), parameter validasi terdiri dari

kecermatan (akurasi), keseksamaan (presisi), selektivitas (spesifisitas), linearitas

dan rentang, batas deteksi dan batas kuantitasi, ketangguhan metode (ruggedness)

dan kekuatan (robustness).

Akurasi dari suatu metode analisis adalah kedekatan nilai hasil uji yang

diperoleh dengan prosedur tersebut dari harga yang sebenarnya. Akurasi

merupakan ukuran ketepatan prosedur analisis. Presisi dari suatu metode analisis

adalah derajat kesesuaian di antara masing-masing hasil uji, jika prosedur analisis

Page 10: Chapter II 15

diterapkan berulang kali pada sejumlah cuplikan yang diambil dari satu sampel

homogen. Presisi dinyatakan sebagai deviasi standar atau deviasi standar relatif

(koefisien variasi) (Satiadarma, dkk., 2004).

Kespeksifikan dari suatu metode analisis adalah kemampuannya untuk

mengukur kadar analit secara khusus dengan akurat, di samping komponen lain

yang terdapat dalam matriks sampel. Kespesifikan sering kali dinyatakan sebagai

derajat bias dari hasil analisis sampel yang mengandung pencemar, hasil

degradasi, senyawa sejenis yang ditambahkan atau komponen matriks,

dibandingkan dengan hasil uji sampel analit tanpa zat tambahan (Satiadarma,

dkk., 2004).

Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon

yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik,

proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah

pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat

ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima

(Harmita, 2004).

Limit deteksi dari suatu metode analisis adalah nilai parameter uji batas,

yaitu konsentrasi analit terrendah yang dapat dideteksi, tetapi tidak dikuantitasi

pada kondisi percobaan yang dilakukan. Limit deteksi dinyatakan dalam

konsentrasi analit (persen, bagian per milyar) dalam sampel. Limit kuantitasi dari

suatu metode analisis adalah nilai parameter penentuan kuantitatif senyawa yang

terdapat dalam konsentrasi rendah dalam matriks. Limit kuntitasi adalah

konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi

dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi eksperimen yang ditentukan. Limit

Page 11: Chapter II 15

kuantitasi dinyatakan dalam konsentrasi analit (persen, bagian per milyar) dalam

sampel (Satiadarma, dkk., 2004).

Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh

dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti

laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang berbeda, dan

lain-lain. Ketangguhan biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh

perbedaan operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji. Ketangguhan metode

merupakan ukuran ketertiruan pada kondisi operasi normal antara laboratorium

dan antar analis (Harmita, 2004).

2.8 Analisis Nipagin dalam Kecap

Nipagin diekstraksi menggunakan eter dalam suasana asam untuk

menghidrolisis esternya. Uji kualitatif nipagin dapat dilakukan dengan

menambahkan pereaksi Millon ke dalam larutan hasil ekstraksi dan menghasilkan

warna merah rose. Namun reaksi ini tidak spesifik karena beberapa senyawa

aromatik dengan gugus hidroksil yang terikat pada inti benzen memberikan warna

dengan pereaksi Millon, misalnya asam salisilat memberikan warna orange

dengan pereaksi Millon. Pereaksi Millon kurang reprodusibel dan kurang stabil

untuk menganalisis nipagin secara kuantitatif, sehingga diusulkan untuk

menggunakan metode Lemieszek-Chodorowska, yaitu suatu metode dengan

memanaskan larutan sampel menggunakan pereaksi Deniges diikuti penambahan

larutan natrium nitrit 2% sehingga terbentuk larutan berwarna pink yang dapat

memberikan absorbansi pada daerah sinar tampak (Egan et al., 1981).

Menurut Chu et al. (2010), pemisahan dan penetapan kadar paraben (metil

paraben, etil paraben, propil paraben dan butil paraben) dalam kecap dapat

Page 12: Chapter II 15

dilakukan dengan metode elektroforesis kapiler dengan deteksi amperometrik.

Kondisi optimum pemisahan diperoleh dalam waktu 16 menit dengan tegangan

16kV menggunakan larutan dapar borax konsentrasi 80 mmol/l pada pH 9,94.

Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut etanol-air-asam asetat

(70:30:0,5). Metode ini memberikan persen perolehan kembali sebesar 95-102%

dengan presisi sebesar ≤ 2,4% dan waktu migrasi ≤ 0,5% dari empat analit.

Chen et al. (2004) melakukan penetapan kadar turunan benzoat (metil

paraben, propil paraben, butil paraben dan parahidroksibenzoat) dalam kecap

menggunakan elektroforesis kapiler dan mikroekstraksi. Sampel diekstraksi

menggunakan etil asetat dalam suasana asam. Larutan hasil ekstraksi dipisahkan

menggunakan dapar borax konsentrasi 20 mM (pH 9,2) pada tegangan 10 kV.

Pemisahan diperoleh dalam waktu 10 menit dengan asam hipurat sebagai standar

internal untuk meningkatkan reprodusibilitas.

Kertadarma dkk. (2004) melakukan analisis kandungan nipagin dan

nipasol dalam beberapa jenis makanan secara kombinasi kromatografi lapis tipis

dan spektrofotometri ultraviolet. Sampel diekstraksi menggunakan eter dalam

suasana asam lalu dilakukan pemisahan secara kromatografi lapis tipis pada

lempeng silika gel menggunakan pelarut heksan:n-butanol:asam asetat (72:18:10)

sebagai pengembang. Bercak yang terbentuk dikerok dan diekstraksi dengan

etanol lalu diukur serapannya pada spektrofotometri ultraviolet.