Chapter II 25

Embed Size (px)

DESCRIPTION

OK

Citation preview

  • 9

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Endometriosis

    2.1.1. Definisi

    Endometriosis, yang pertama kali dilaporkan oleh Sampson tahun

    1921, adalah kondisi dimana endometrium atau jaringan menyerupai

    endometrium tumbuh di area di luar endometrium. Penyakit ini sering

    dijumpai di area pelvis namun dapat muncul pada area selain uterus

    atau ovarium. Keadaan ini disebut endometriosis ektopik.7,8

    2.1.2. Patogenesis

    Hingga kini, patogenesis endometriosis masih belum jelas.

    Diperkirakan endometriosis ovarium muncul akibat proses invaginasi

    dan metaplasia coelomic dari pelapis epitel ovarium atau dapat terjadi

    akibat implantasi langsung jaringan endometrium ke dalam kista folikel

    atau kista luteum. Mekanisme lain yang diperkirakan menjadi

    penyebab endometriosis peritoneum dan endometriosis pada ovarium

    adalah perubahan mekanisme apoptosis sehingga terbentuklah

    implantasi endometrium.8

    Terdapat empat teori yang berusaha untuk menjelaskan terjadinya lesi

    endometriosis.9.10

    1. Teori regurgitasi dimana diperkirakan aliran darah menstruasi

    mengalir ke arah berlawanan yaitu mengarah ke tuba falopi

    Universitas Sumatera Utara

  • 10

    sehingga menghasilkan tumpahan dan implantasi sel endometrium

    yang masih hidup ke dalam rongga abdomen atau pelvis. Namun

    demikian, teori ini tidak bisa menjelaskan endometriosis yang

    tumbuh di dalam kelenjar limfe, otot skeletal atau paru-paru.9

    2. Teori metaplasia dimana terjadi proses diferensiasi epitel coelomic

    (mesothel pada pelvis atau abdomen) dimana pembentukan

    duktus mullerian dan endometrium bermula pada saat

    perkembangan embrio. Teori ini juga tidak bisa menjelaskan

    terjadinya proses endometriosis di organ seperti paru-paru dan

    kelenjar limfe.9,10

    3. Teori diseminasi vaskular atau limfatik yang dianggap bisa

    menjelaskan implantasi ekstrapelvis atau implantasi intra nodal.9

    4. Teori metastasis dimana jaringan endometrium mengadakan

    implantasi di cavum peritoneal akibat menstruasi retrograde

    ataupun pada mukosa serviks oleh karena prosedur bedah. Dalam

    hal ini, penyebaran endometriosis ke tempat-tempat yang jauh

    adalah melalui metastasis hematogen dan limfogen. Istilah

    metastasis disini hanya menunjukkan adanya jaringan

    endometrium yang menyebar ke tempat lain, namun tidak

    menunjukkan mekanisme yang sama dengan metastasis

    keganasan.10

    Dari kesemua teori di atas, teori yang paling diterima dan menjadi

    jawaban bagi banyak kasus endometriosis adalah teori metastasis.

    Universitas Sumatera Utara

  • 11

    Namun teori ini juga mempunyai kelemahan dimana ia tak dapat

    menjelaskan mengenai endometriosis pada wanita amenorrhea seperti

    oleh karena gonadal dysgenesis dan sebagainya.10

    Sebagai tambahan, rendahnya insidensi endometriosis dibandingkan

    dengan tingginya kejadian menstruasi retrograde pada wanita (76%

    hingga 90%) memunculkan dugaan adanya faktor individual yang

    spesifik yang mendorong wanita tertentu lebih rentan menderita

    endometriosis.10

    Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah faktor genetik, hormonal, dan

    faktor imunitas. Analisis molekuler yang menyangkut profil ekspresi

    genetik mulai menunjukkan patogenesis endometriosis. Beberapa

    abnormalitas spesifik yang dapat membedakan endometrium normal

    dengan jaringan endometriosis dapat diterangkan sebagai berikut di

    bawah ini : 10

    Terdapat aktivasi kaskade proses inflamasi pada endometriosis

    yang dikarakteristik oleh tingginya kadar prostaglandin E2, IL-1,

    TNF dan IL6. Peran utama prostaglandin dalam endometriosis

    juga didukung oleh efek penggunaan obat inhibitor COX2 dalam

    penganganan nyeri pelvis yang merupakan gejala klinis utama dari

    endometriosis. 10

    Produksi estrogen oleh sel stroma endometriosis secara bermakna

    meningkat, hal ini disebabkan oleh peningkatan proses enzimatik

    aromatase steroidogenik. Enzim ini tidak dijumpai pada stroma

    Universitas Sumatera Utara

  • 12

    endometrium normal. Estrogen sendiri meningkatkan ketahanan

    hidup dan persistensi dari jaringan endometrium. Oleh karena itu

    penggunaan inhibitor aromatase dapat mengguntungkan dalam

    terapi endometriosis. 10

    Hubungan antara aktivasi inflamasi dan produksi estrogen juga

    didukung oleh kemampuan prostaglandin E2 untuk merangsang

    sintesis lokal estrogen pada jaringan endometriosis.10

    Jaringan endometriosis juga ternyata resisten terhadap efek anti

    estrogen yang didapat dari progesterone, sehingga diperkirakan

    resistensi hormone progesteron juga berperan dalam patogenesis

    endometriosis.10

    2.1.3. Epidemiologi

    Endometriosis dapat terjadi pada sekitar 515% wanita usia reproduktif

    pada populasi umum, dan pada 40% wanita yang mencari pengobatan

    infertilitas.8,11 Lebih sering terjadi pada wanita usia 25-35 tahun, jarang

    pada wanita premenars dan postmenopause. Prevalensi endometriosis

    secara umum juga terlihat lebih rendah pada wanita dengan ras hitam

    dan Asia dibandingkan dengan Kaukasia. 12

    Prevalensi kejadian endometriosis berdasarkan visualisasi organ pelvis

    dapat diestimasi sebagai berikut : 12

    1% dari wanita yang menjalani bedah mayor dengan semua indikasi

    ginekologis.

    1 sampai 7 % dari wanita yang ditubektomi steril.

    Universitas Sumatera Utara

  • 13

    12 sampai 32% dari wanita usia reproduktif yang dilakukan

    laparoskopi diagnostik terhadap keluhan nyeri pelvis.

    9 sampai 50% wanita women yang dilakukan laparoskopi karena

    infertilitas.

    50% dari remaja perempuan yang dilakukan laparoskopi evaluasi

    terhadap nyeri pelvis kronis atau dysmenorrhea.

    Pengaruh status sosioekonomi, ras dan umur pada angka prevalensi

    endometriosis juga sangat kontroversial. Penundaan kehamilan

    dikatakan meningkatkan risiko endometriosis, sehingga kejadian

    endometriosis dikatakan lebih sering pada wanita dengan kelas

    ekonomi tinggi dimana wanita tersebut lebih sering menunda

    kehamilan. Namun hal ini mungkin juga diakibatkan oleh karena wanita

    tersebut mempunyai kans lebih tinggi untuk mendapat pelayanan

    medis. 12

    Angka prevalensi kejadian kista endometriosis pada ovarium belum

    diketahui secara pasti. Menurut Masson, endometriosis kulit

    merupakan dengan total hanya 1,1% dari keseluruhan kasus

    endometriosis. Namun menurut Scott dan TeLinde, persentasenya

    mencapai 2,6%.7,13

    2.1.4. Patologi Endometriosis

    Dinding dari rongga kelenjar terdiri dari lapisan epitel kolumnar tinggi

    dan dapat juga terdiri dari lebih satu lapisan. Bukti adanya perdarahan

    dapat diamati di luar rongga kelenjar. Bentuk spindle atau sel stellate

    Universitas Sumatera Utara

  • 14

    dapat diamati pada area interstitial yang edematous di sekitar rongga

    kelenjar. Sel atipik tidak tampak pada pemeriksaan sel-sel ini. 7,14

    Endometrioma adalah massa soliter, non neoplastik, berbatas tegas

    yang mengandung jaringan endometrium dan juga seringkali darah.

    Endometrioma secara klinis bisa dikenali dengan perabaan pada

    palpasi bila massa berukuran besar atau hanya muncul sebagai nyeri

    pelvis kronik dan nyeri abdomen. Kebanyakan kasus terjadi di dalam

    pelvis, namun pada endometrioma atipikal, endometrioma dapat

    ditemukan pada usus, thorax, dan dinding abdomen. Banyak dari

    pasien ini sebelumnya menjalani operasi ginekologi atau seksio sesar

    dan histerektomi. Endometrioma dinding abdomen banyak dijumpai

    pada pasien dengan riwayat operasi ginekologi. 13,15

    Penemuan khas dari kasus endometriosis adalah dijumpainya implan

    endometriosis, endometrioma dan perlengketan atau adhesi. Implan

    yang terbentuk dapat sangat kecil sampai dengan beberapa

    sentimeter, dapat merupakan lesi implan superfisial ataupun tertanam

    cukup dalam. Penampakan warna dari implantasi endometriosis ini bisa

    berubah selama siklus menstruasi, dapat membesar dan mengalami

    kongesti dan mengalami perdarahan seiring dengan perdarahan siklus

    menstruasi. Implan endometriosis lebih mudah diamati saat fase

    sekresi siklus menstruasi. Saat ini lesi endometriosis akan

    mengeluarkan respons inflamasi dengan pembentukan area

    perdarahan, proses fibrotik dan pembentukan perlengketan.16

    Universitas Sumatera Utara

  • 15

    Kista endometriosis (endometrioma) biasanya terjadi di dalam ovarium

    sebagai akibat dari perdarahan intra ovarium berulang. Lebih dari 90%

    endometrioma adalah pseudokista yang terbentuk akibat invaginasi

    korteks ovarium, yang kemudian tertutup oleh pembentukan jaringan

    adhesi. Endometrioma dapat sepenuhnya menggantikan jaringan

    ovarium normal. Dinding kista umumnya tebal dan fibrotik dan biasanya

    memiliki perlekatan fibrotik dan adanya area dengan perubahan warna.

    Di dalam kista umumnya terdapat cairan kental, berwarna gelap, berisi

    produk darah yang sudah berdegenerasi dimana penampilan ini

    menyebabkan kista endometriosis atau endometrioma ini sering

    disebut kista coklat. Kebanyakan endometrioma terjadi pada ovarium

    kiri.16

    Endometrioma bilateral terjadi dalam 50 % kasus dan bisa ditemukan

    cukup besar walau jarang melebihi diameter 15 cm. Lokasi lain dari

    endometriosis selain ovarium adalah ligament uterus (ligamentum

    latum posterior, ligament sacro uterine), cavum Douglas, peritoneum

    rongga pelvis, tuba falopi, daerah rektosigmoid dan kandung kemih.16

    Lesi yang besar dan lesi dengan dinding noduler harus diperiksa untuk

    menyingkirkan keganasan. Endometriosis biasanya akan mengalami

    regresi alami setelah menopause.16

    Diagnosis standar untuk endometriosis adalah dengan menggunakan

    modalitas laparoskopi, karena hanya dengan menggunakan

    laparoskopi, maka kesempatan untuk bisa mengidentifikasi lesi kecil

    Universitas Sumatera Utara

  • 16

    dan lesi pada peritoneal dapat dilakukan. Namun demikian, karena

    laparoskopi adalah tindakan diagnostik invasif, maka sebaiknya

    laparoskopi hanya dipakai bila teknik imaging seperti ultrasound masih

    belum mendapatkan kepastian diagnostik.16

    Massa adneksa seperti kista ovarium berdarah, kista teratoma matur,

    korpus luteum berdarah, tumor ovarium jinak dan radang panggul serta

    mioma bertangkai dapat menyerupai gambaran endometrioma. 16

    2.1.7. Neoplasma yang berasal dari endometriosis

    Angka kejadian kanker yang berasal dari endometriosis pelvis tidak

    diketahui secara akurat karena frekuensi endometriosis di dalam

    populasi umum juga tidak jelas. Lebih jauh lagi, beberapa kanker yang

    terjadi pada jaringan endometriosis tumbuh sedemikian besar dan

    menyamarkan endometriosis yang merupakan sumber dari tumor itu

    sendiri.17

    Dalam penelitiannya, Stern dkk (2001) menemukan 10% dari kasus

    endometriosis pelvis berkaitan dengan kanker rongga pelvis yang

    memiliki gambaran histopatologi yang sejalan dengan dugaan asal

    tumor yang berasal dari endometriosis. Dalam beberapa kasus, tumor

    yang berasal dari endometriosis didahului oleh riwayat terapi sulih

    hormon dengan estrogen tanpa preparat progesteron dalam waktu

    lama.17

    Universitas Sumatera Utara

  • 17

    Dibandingkan dengan tumor sejenis yang tidak berkaitan dengan

    endometriosis, maka karsinoma yang berkaitan dengan endometriosis

    umumnya terjadi pada grup usia muda, dengan stadium rendah dan

    mempunyai angka harapan hidup yang lebih baik.17

    Menurut Heaps (1990), transformasi malignan dari endometriosis

    merupakan suatu fenomena. Ia melaporkan 10 kasus baru pada saat

    itu dan total jumlah kasus yang dilaporkan pada literatur dunia

    berjumlah 205. Okugawa et al (2002) melaporkan adanya 9 kasus

    baru yang ditemukan pada Medline sejak tahun 1990. Suatu studi oleh

    Brinton et al. (1997) di Swedia yang dilakukan terhadap 20,686

    wanita antara periode tahun 1969-1993, menyatakan bahwa risiko

    terjadinya keganasan meningkat pada wanita dengan endometriosis

    kronis (Relative Risk 4.2).18

    Beberapa penelitian juga pernah mencatat, sekitar 20-30% kanker

    epitel permukaan ovarium ternyata berhubungan dengan endometriosis

    ovarium. Kaitan ini khususnya kuat untuk jenis karsinoma clear cell dan

    karsinoma endometrioid; dimana 40-70% dari jenis clear sel dan 30-

    40% dari jenis karsinoma endometrioid berkaitan dengan endometriosis

    dalam penelitian tersebut.17,18

    Del Carmen Mercila et al. (2003) dalam jurnal yang telah

    dipublikasikan, menemukan jenis histopatologi keganasan yang paling

    sering ditemukan berasal dari endometriosis ovarium adalah

    adenokarsinoma endometrioid (69%) dan karsinoma clear cell (13%).

    Universitas Sumatera Utara

  • 18

    Dalam penelitian ini juga ditemukan sebanyak 61% endometriosis

    ovarium dalam kasus kanker tersebut merupakan endometriosis fokal

    atipik yang secara bersamaan ada atau bergabung dengan karsinoma.

    17,18

    Lokasi ekstra ovarium tersering dari tumor terkait endometriosis adalah

    septum rektovaginal, dengan lokasi yang lebih jarang seperti vagina,

    colon dan rectum, kandung kemih dan lokasi lain di dalam rongga

    pelvic atau abdomen. Sebanyak 90% karsinoma yang berasal dari

    endometriosis ekstra ovarium adalah karsinoma endometrioid. Heaps

    (1990) juga menyatakan bahwa lesi endometriosis ekstraovarium yang

    berlanjut menjadi tumor endometrioid adalah sebanyak 66% dan

    menjadi sarcoma sebanyak 25%.17,18

    Beberapa penelitian menemukan variasi tumor yang berasal dari

    endometriosis kolon dapat menyerupai adenokarsinoma kolon primer,

    suatu misdiagnosis yang dapat mengakibatkan kesalahan dalam

    staging dan pemberian terapi. Beberapa fitur yang mendukung

    karsinoma endometrioid dalam kasus ini adalah adanya endometriosis,

    penampakan makroskopis yang atipikal dari adenokarsinoma colon

    termasuk tidak ditemukannya keterlibatan mukosa, grade nukleus

    yang rendah, metaplasia skuamosa dan tidak adanya proses nekrotik

    kotor dan fenotipe CK7+/CK20/CDX2. 17

    Universitas Sumatera Utara

  • 19

    2.1.7. Endometriosis dan infertilitas

    Endometriosis sering dikaitkan dengan infertilitas pada wanita. Hal ini

    terutama sangat nyata bila endometriosis menyebabkan proses adhesi

    atau perlengketan tuba fallopi dan atau adhesi ovarium . Sedangkan

    endometriosis derajat ringan tidak memiliki hubungan yang jelas

    dengan kejadian infertilitas. Oleh karena itu terapi endometriosis

    ringan untuk kasus infertilitas sering menjadi dilema. Dalam beberapa

    penelitian di Kanada, angka harapan kehamilan untuk endometriosis

    ringan dalam 5 tahunan mencapai 90%. Pada grup yang mendapatkan

    terapi, angka kehamilan mencapai 48% sedangkan bila tidak diterapi

    35%.19

    Endometriosis sedang dan berat dengan atau tanpa adhesi harus

    ditangani dengan pembedahan, terutama untuk endometrioma >2cm

    atau adanya perlengketan hebat. Fungsi pembedahan adalah untuk

    mengembalikan posisi anatomis yang baik. Kehamilan umumnya paling

    sering terjadi dalam 2 tahun paska pembedahan. Untuk penanganan

    nyeri menstruasi karena endometriosis dapat dilakukan presakral

    neurectomy dan pemberian terapi medikamentosa paska operasi.

    Pembedahan radikal seperti histerektomi dan ooforektomi juga dapat

    dilakukan untuk pasien yang tidak menginginkan keturunan lagi.19

    Angka kekambuhan endometriosis dalam 5 tahun paska pembedahan

    mencapai 20%; pada pasien dengan konservasi ovarium terdapat 6 kali

    pengingkatan resiko kekambuhan dibandingkan dengan pasien yang

    dilakukan ooforektomi.19

    Universitas Sumatera Utara

  • 20

    Terapi medikamentosa diberikan untuk penanganan nyeri menstruasi

    (dismenorea), nyeri saat berhubungan badan (dispareunia) dan nyeri

    rongga pelvis. Terapi medikamentosa tidak berguna dalam

    penanganan infertilitas.19

    Beberapa opsi pemilihan medikamentosa untuk kasus endometriosis

    adalah sebagai berikut :19

    1. Pil KB yang diberikan continue. Bertujuan untuk menekan laju

    endometriosis dengan proses desidualisasi sel dan inaktifasi

    kelenjar endometriosis. Angka kehamilan setelah terapi ini

    dihentikan bisa mencapai 40-50%. Pemberian pil KB hanya

    merupakan terapi supresif namun tidak kuratif.

    2. Danazol

    Danazol merupakan derivat isozazole dari etinil testosterone.

    Terapi dengan danazol menciptakan lingkungan tinggi androgen

    rendah estrogen yang akan mencetuskan keadaan amenorea. Oleh

    karena itu 80% pasien pengguna danazol dapat mengalami efek

    samping berupa pengecilan ukuran payudara, bertambahnya

    jerawat, hirsustisme, perubahan suara, vaginitis atrofik dan hot

    flushes. Danazol diberikan dengan dosis 2x 400 mg atau 4 x 200

    mg . Bila diberikan dengan dosis lebih rendah, efektifitas terapi ini

    tidak tercapai. Angka kekambuhan setelah 1 tahun pemakaian

    danazol mencapai 30%.

    Universitas Sumatera Utara

  • 21

    3. Progestin

    Progestin dapat diberikan dalam bentuk oral atau intramuskuler

    medroxyprogesterone acetat. Dosis oral adalah 30 mg per hari.

    Progestin bekerja dengan menekan sekresi LH hingga tercapai

    keadaan hipoestrogen. Terapi ini cukup efektif untuk menekan

    nyeri tapi tidak berguna dalam penanganan infertilitas. Efek

    samping pemberian progestin mencakup kehilangan masa tulang,

    kenaikan berat badan, retensi cairan, perdarahan bercak dan

    depresi.

    4. GnRH agonist mempunyai efektifitas yang sebanding dengan

    danazol atau progestin. Pemberian GnRH agonist merupakan

    terapi supresif tapi tidak kuratif, dan tidak bermanfaat untuk

    perbaikan fertilitas. GnRH diberikan dalam bentuk suntikan sebulan

    sekali untuk durasi 6 bulan.19

    2.2. Kista ovarium hemorhagis

    Kista ini adalah akibat dari perdarahan yang terjadi didalam kista

    fungsional dan biasanya sejalan dengan timbulnya nyeri pelvik akut.

    Kebanyakan akan membaik dengan sendirinya dalam 2 sampai 8

    minggu. Di Amerika, lesi ini tampak pada pemeriksaan ultrasound

    sebagai lesi dengan echogenik rendah, dan sering mempunyai

    gambaran serabut halus, fibrin-fibrin avaskular yang sering menyerupai

    gambaran jala nelayan. Kebanyakan kista ovarium berdarah ini adalah

    Universitas Sumatera Utara

  • 22

    lesi benigna dan dapat membaik dengan sendirinya pada follow up

    jangka pendek. Terkadang sulit untuk membedakan kista hemorhagis

    dengan endometrioma, Namun kista hemorhagis ini biasanya soliter

    sedangkan endometrioma biasanya dijumpai multipel.20

    Gejala klinik klasik dari suatu perdarahan kista ovarium adalah

    timbulnya nyeri pelvik akut atau nyeri perut bawah yang sedemikian

    rupa sehingga dapat membangunkan wanita dari tidurnya.16

    Salah satu dari jenis kista berdarah ovarium adalah kista korpus

    luteum.

    2.2.1. Kista korpus luteum

    Kista korpus luteum adalah struktur ovarium yang normal terbentuk

    setelah ovulasi dan berasal dari folikel dominan. Dinding folikel

    mengalami vaskularisasi dan menebal, yang dikenal dengan proses

    luteinisasi dan berkaitan dengan sekresi estrogen dan progesterone

    pada paruh kedua siklus menstruasi. Walaupun kista corpus luteum

    tidak patologis, namun dapat menyebabkan nyeri periovulatoar yang

    terkadang membutuhkan pemeriksaan radiologis. Sonografi merupakan

    modalitas utama untuk mengevaluasi kelainan ginekologis ini.21

    Tampilan karakteristik kista korpus luteum adalah penebalan mural dan

    krenulasi yang sejalan dengan perubahan histopatologi saat ovulasi.

    Secara makroskopik, kista ini membentuk konvulasi, dengan pinggiran

    Universitas Sumatera Utara

  • 23

    kuning yang secara mikroskopis terdiri dari invaginasi sel theca lutein

    yang berasal dari stroma ovarium yang berubah menjadi sel lutein

    granulosa dari dinding folikel de graff. Sel lutein menghasilkan

    progesterone dalam jumlah banyak dan proses luteinisasi dinding kista

    ini diikuti dengan proses neovaskularisasi dalam 2-4 hari masa ovulasi.

    21,22

    Kista corpus luteum dapat dijumpai pada awal kehamilan namun

    biasanya akan menghilang pada trimester kedua kehamilan. Biasanya

    berdinding tipis dan unilocular dengan diameter antara 3 sampai 11 cm.

    Perdarahan dari ruptur kista corpus luteum dapat mengakibatkan

    keadaan akut abdomen dalam kehamilan.16,23

    Kista theca lutein biasanya berkaitan dengan peningkatan kadar AhCG

    (A human chorionic gonadotropin). Peningkatan kadar hormon ini

    biasanya diakibatkan oleh penyakit trophoblast dalam kehamilan,

    termasuk di dalamnya mola hidatidosa atau choriocarcinoma.

    Penyebab lain adalah kehamilan kembar, diabetes, atau stimulasi

    farmakologis terhadap ovarium. Kista theca lutein adalah salah satu

    dari kista ovarium fungsional , juga merupakan kista fisiologis yang

    dapat mencapai ukuran cukup besar, antara 6-12 cm hingga 20 cm.

    Kista ini biasanya berdinding tipis tanpa komponen noduler atau bagian

    padat di dalamnya. Oleh karena besarnya diameter kista ini, kista ini

    dapat pecah atau mengalami torsi ovarium. 20,23

    Universitas Sumatera Utara

  • 24

    Adalah penting untuk mempertimbangkan adanya kista theca lutein

    dalam keadaan pembesaran ovarium bilateral pada wanita

    premenopause untuk menghindari pembedahan yang tidak perlu.

    Neoplasma ovarium yang sesungguhnya biasanya unilateral dengan

    adanya penebalan septa dan pertumbuhan papiler di dalam kista. 20,22

    Tingginya kadar gonadotropin atau androgen dapat menyebabkan

    sekresi cairan oleh struktur epitel halus di dalam dinding ovary yang

    membentuk kumpulan cairan sehingga menjadi kista.24

    Hal ini tidaklah jarang dan dapat terjadi terutama di tahun tahun awal

    setelah menopause. Prevalensi dari kista unilokuler pada wanita pasca

    menopause berkisar antara 2,5% sampai 18 %, tergantung pada

    populasi dan kriteria yang digunakan (misal diameter

  • 25

    folikel mempunyai ciri permukaan licin, berdinding tipis dan unilokuler

    serta berisi cairan serous jernih, sedangkan kista korpus luteum dilapisi

    oleh sel-sel terluteinisasi yang apabila terjadi penimbunan cairan dalam

    kista, tekanan intrakistik dapat menyebabkan sel-sel pelapis mengalami

    atrofi. Kadang-kadang apabila kista ini ruptur, akan terjadi perdarahan

    intraperitoneal dan gejala akut abdomen. 9,22,24

    Karena terapi dari kondisi diatas berbeda, maka sangatlah penting

    untuk bisa mengkonfirmasi diagnosis endometriosis yang ditegakkan

    dengan pemeriksaan sampel biopsi yang diwarnai dengan HE. Namun

    demikian pemeriksaan histologi ini dapat memberikan hasil negatif

    palsu, sehingga diperlukan metode yang lebih baik dalam penegakan

    diagnosis endometriosis.4

    Oleh karena itu kami mempunyai hipotesis bahwa imunohistokimia

    CD10 dapat meningkatkan sensitivitas dari penegakan diagnosis

    endometriosis secara histopatologi dengan pewarnaan HE dengan

    mempertajam identifikasi sel stroma ektopik. Untuk menguji

    kemungkinan ini, maka kami membandingkan efikasi diagnostik

    dengan perwarnaan HE dengan bantuan pewarnaan imunohistokimia

    CD10 pada sampel biopsi eksisi kasus endometriosis.4

    2.3. CD 10

    Beberapa tahun belakangan ini, dunia telah melihat penggunaan marker

    antibodi-antibodi yang sangat luas dan bervariasi dalam pemeriksaan

    Universitas Sumatera Utara

  • 26

    imunologi terutama dalam patologi ginekologi. Kebanyakan

    penggunaannya berhubungan dengan diagnosis kasus-kasus neoplasma

    ginekologi dan tidak jarang untuk menilai prognosis dan nilai prediktif.5

    Dalam tahun-tahun mendatang, diagnosis molekuler akan lebih lanjut lagi

    berperan penting dalam kesehatan publik secara global. Berbagai

    pemeriksaan molekuler genetik akan memfasilitasi dalam banyak hal

    seperti deteksi dan menentukan karakterisasi penyakit, dan bukan hanya

    itu, bahkan dapat menjadi monitor terhadap respon pengobatan dan

    identifikasi patogenesis serta suseptibilitas penyakit.25

    Banyak antibodi immunologis yang pada awalnya diperkirakan spesifik

    untuk satu jenis tumor tertentu, di kemudian hari akhirnya terbukti memiliki

    reaktivitas yang lebih luas terhadap beberapa kondisi atau jenis tumor

    yang lebih beragam.5

    Sebagai contoh, CD 10 pada awalnya dikenal sebagai CALLA (Common

    Acute Lymphoblastic Leukemia Antigen), yang disebut juga

    endopeptidase netral yang ditampilkan oleh sel-sel precursor limfoid dan

    sel limfoid B yang berasal dari sentra germinal.18 Antigen ini berukuran

    90-110 kDa, dependen terhadap zincum permukaan metalloproteinase,

    yang mengontrol pertumbuhan dan differensiasi sel normal. CD 10

    dikenal juga sebagai antigen leukemia limfoblastik akut, endopeptidase

    netral, neprilysin, dan enkephalinase.26,27

    Dalam perannya sebagai peptidase permukaan sel, CD10 membantu

    mengatur aktifitas biologis substrat peptid dengan mengurangi

    Universitas Sumatera Utara

  • 27

    konsentrasi local yang tersedia untuk berikatan dengan reseptor dan

    transduksi signal. CD10 telah diidentifikasi dalam banyak jenis sel (seperti

    pusat germinal limfoid, tubulus renalis, glomerulli, kanalikuli parenkim hati,

    sinsitiotrofoblas, fibroblast dan mioepitel payudara) dan tumor (karsinoma

    sel renal, adenocarcinoma prostat, sarcoma stroma endometrium,

    rabdomiosarkoma dan neoplasma urothelial).5,27,28,29

    Neves dkk dan juga Keller dkk (2011) menemukan ekspresi positif CD

    10 pada myoepitel payudara sehingga CD10 dapat digunakan untuk

    membedakan epitel basal dari epitel luminal jaringan payudara. 28,30

    Pada jaringan tumor, aktifitas peptidase CD 10 telah menunjukkan

    pengaturan akumulasi peptid selama proses proliferasi sel dan terlibat

    pula dalam pertumbuhan seperti yang tampak pada kanker prostat,

    pankreas ataupun kanker paru. Walaupun CD 10 tidak bisa digunakan

    sendirian, CD 10 tetap merupakan alat yang sangat berguna baik dalam

    penegakan diagnosis ataupun penentuan prognosis, tidak hanya terbatas

    pada tumor hemopoetik, tapi juga beberapa tumor lainnya.30

    Metalloendopeptidase CD10 pada permukaan sel ditemukan atau

    terekspresikan pada jaringan mioepitel payudara, sel tubulus renalis

    normal, sel glomerulus, karsinoma ginjal, karsinoma hepatosellular, epitel

    kelenjar prostat , alveoli paru, sel limfoid, asal mesenkim tumor kulit,

    tumor mesonefrik dan leukemia limfoblastik akut dan limfoma . sebagai

    tambahannya, pada beberapa penelitian kecil CD10 juga ditemukan pada

    Universitas Sumatera Utara

  • 28

    stroma normal endometrium dan endometrium ektopik, serta neoplasma

    stroma endometrium dan adenomyosis.4

    2.3.1. Diagnosis stroma endometrium

    CD 10 belakangan ini sering digunakan sebagai marker

    imunohistokimia bagi tumor stroma endometrium. Tumor stroma

    endometrial yang bermetastase ke ovarium dan sarcoma stroma

    endometrioid primer dapat menunjukkan gambaran histology yang

    berdekatan dengan tumor stroma murni atau pun tumor stroma sex

    cord (SCST). Pada genital wanita, Imai dkk pertama kali

    mendeskripsikan ekspresi positif CD10 pada sel stroma endometrium

    pada kasus endometriosis dan adenomyosis, juga pada sel desidua,

    dan hal ini telah dikonfirmasi oleh peneliti lainnya.26,27

    Oliva E (2007) meneliti untuk memastikan peranan dan kegunaan dari

    ekspresi CD10 dalam pembedaan kasus tumor stromal murni dan

    SCST ovarium.7,26,27

    McCluggage (2009) dalam penelitiannya terhadap tumor stroma

    endometrium menyatakan bahwa kadang-kadang gambaran morfologi

    tumor tersebut sangat mirip dengan otot polos uterus dan juga

    sebagian tumor sex cord- stroma. Ia menemukan bahwa CD 10

    tertampil dengan persentase yang tinggi pada tumor stroma

    endometrium, sedangkan pada leiomyosarcoma hanya 6 persen.5,29

    Universitas Sumatera Utara

  • 29

    Berkenaan dengan kegunaannya sebagai modalitas diagnostik, Neves

    dan Soares (2010) juga merekomendasikan agar CD10 dipakai dalam

    panel pewarnaan imunohistokimia sehingga untuk sarcoma stroma

    endometrium dan karsinoma sel renal.28

    Kriteria diagnosis HE memerlukan identifikasi dari kelenjar

    endometrium dan stroma. Pewarnaan positif CD10 berarti dijumpainya

    stroma endometrium dan dianggap konsisten dengan diagnosis

    endometriosis.4

    Ketika IHC CD10 dinyatakan positif, seorang patologis dapat

    memeriksa ulang slide HE yang bersangkutan, sehingga

    berkesempatan untuk merevisi diagnosis yang tadinya hanya

    didasarkan pada morfologi kelenjar dan stroma endometrium.4

    Penelitian terkini mendeteksi sejumlah kecil negatif palsu pada

    pemeriksaan endometriosis berbasis HE. Penambahan IHC CD10

    meningkatkan deteksi histologi dari 35% menjadi 45%, sehingga

    menghasilkan diagnosis baru endometriosis pada 3 dari 12 wanita yang

    tadinya dinyatakan negatif berdasar pewarnaan HE.4,30

    Penelitian Potlog-Nahari (2004) menunjukkan bawa penggunakan

    CD10 secara bersamaan degan HE meningkatkan sensitivitas

    diagnostik endometriosis dibandingkan dengan pewarnaan HE saja.

    Karena IHC CD10 dapat mengkonfirmasi semua diagnosis positif

    endometriosis yang telah ditetapkan dengan pewarnaan HE, mereka

    Universitas Sumatera Utara

  • 30

    merekomendasikan penggunaan IHC CD10 digunakan hanya pada

    kasus-kasus negatif HE pada semua spesimen pada seorang wanita,

    sehingga dapat menekan biaya. Pewarnaaan CD 10 juga dapat

    memperbaiki akurasi diagnostik untuk kasus endometriosis ringan,

    yang juga sangat penting dalam menentukan terapi paling tepat.4,30

    Gambar 2.1. (A) Pewarnaan H&E biopsi cul-de-sac dengan sangkaan endometriosis. (B) Imunohistokimia CD10 mengkonfirmasi diagnosis endometriosis, terlihat positif pada sel-sel stroma endometrium bukan pada kelenjar (diambil dari kepustakaan no.4).

    Dalam penelitian lain dimana dicurigai adanya endometriosis namun

    stroma tidak jelas dijumpai, 17 dari 20 biopsi dinyatakan diagnosis

    endometriosis setelah pewarnaan CD10. Secara kontras dari 70 lesi

    negatif yang dievaluasi dengan menggunakan imunohistokimia CD10,

    hanya 15% yang memang mempunyai endometriosis. Bila disimpulkan,

    maka penelitian ini menunjukkan bawa terdapat variabilitas di antara

    ahli patologi dalam mendiagnosa endometriosis dari pewarnaan HE

    A B

    Universitas Sumatera Utara

  • 31

    dan pewarnaan CD 10 terbukti sangat berguna dalam kasus-kasus

    yang meragukan secara morfologi histologi.4,30

    Wanita yang salah didiagnosis menderita endometriosis dapat

    mendapat terapi yang tidak semestinya diterima, yang tentunya

    mempunyai resiko dan efek samping pula. Demikian pula dengan

    wanita yang tidak terdiagnosa dengan benar, justru akan luput dari

    terapi yang semestinya diberikan. Oleh karena itu diperlukan standar

    baku dalam penegakan endometriosis. Diagnosis klinis saat

    pembedahan mempunyai tingkat positif palsu dan negatif palsu,

    dimana kasus yang ringan, kasus atipik atau lesi endometriosis dalam

    dapat terlewatkan. 4,30

    Secara kontras, pemeriksaan histologi kasus dengan sangkaan

    endometriosis memiliki tingkat positif palsu yang sangat rendah namun

    dapat secara tidak sengaja menganggap seorang wanita bebas dari

    penyakit ini. Walter dkk gagal mengkonfirmasi secara histologi

    diagnosis pembedahan endometriosis minimal pada 32 % dari 37

    wanita. Hal ini dapat merupakan diagnosis pembedahan yang positif

    palsu atau hanya merepresentasikan kegagalan deteksi histologi. 4,30

    Beberapa patologis dapat mendiagnosa specimen yang diduga

    endometriosis dengan hanya bertumpu pada ditemukannya makrofag

    laden hemosiderin, kelenjar endometrium atau stroma endometrium,

    sedangkan yang lain memerlukan ditemukannya baik kelenjar dan

    Universitas Sumatera Utara

  • 32

    stroma endometrium secara bersamaan untuk menegakkan diagnosa.

    Oleh karena itu, diagnosis endometriosis juga memiliki problem lainnya

    yaitu sangat rendahnya reprodusibilitas interobserver terutama bila

    patologis tidak menggunakan kriteria diagnostik yang sama. 4,30

    Penelitian ini menunjukkan bawah penggunaan imunohistokimia CD10

    bersamaan dengan pewarnaan HE dapat meningkatkan deteksi

    histologi endometriosis. Beberapa penelitain mengindikasikan bawa

    CD10 merupakan marker sensitive untuk stroma endometrium ektopik

    dan neoplasma stroma endometrium. Dalam penelitian terhadap 25

    biopsi, 22 kasus dinyatakan positif endometriosis dengan

    menggunakan HE dan 22 positif CD10. Hanya satu dari tiga kasus

    negatif HE ternyata positif imunohistokimia CD10 nya. 4,30

    Dalam seri penelitian dari rumah sakit terkenal seperti Mayo Clinic,

    NIH, Bethesda, Maryland dan Chicago, ditemukan lebih sepertiga

    biopsi endometriosis yang diambil saat pembedahan menunjukkan

    hasil negatif dengan pewarnaan HE dengan tingkat negativitas yang

    lebih tinggi untuk penyakit endometriosis derajat ringan; 60% pada

    derajat I ( minimal ), 30% pada derajat II dan III (endometriosis ringan-

    moderat) dan 0% pada derajat IV (endometriosis berat). 31,32

    Groisman dan Meir dalam empat penelitian retrospektif mempelajari

    20 kasus endometriosis yang secara histologi dianggap ekuifokal,

    mencurigakan, mengarah atau sesuai dengan dugaan klinis, dan

    Universitas Sumatera Utara

  • 33

    menemukan bahwa 85% positif dengan pewarnaan IHC CD10, yang

    langsung mengkonfirmasi diagnosis endometriosis. Potlog Nahari

    dkk (2004) menggunakan imunohistokimia CD10 pada 31 wanita

    dengan nyeri pelvis kronik, dan berhasil melipatduakan ketajaman

    diagnostik endometriosis derajat I. 31,32

    Universitas Sumatera Utara

  • 34

    2.4. Kerangka Konsepsional

    Kista coklat ovarium

    Immunohistokimia CD 10

    Kista endometriosis

    Kista lutein berdarah

    Pelapis epitel kelenjar (+)

    Stroma endometrium (+)

    Stroma ovarium menyerupai endometrium

    CD 10 (+)

    Massa perdarahan (+)

    Hemosiderin laden makrofage (+)

    Pelapis epitel (-)

    Stroma endometrium (-)

    CD 10 (-)

    Kista endometriosis

    Kista lutein berdarah

    Universitas Sumatera Utara