31
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian dikemukakan Fitriyadi (2002) dengan judul Pengaruh Kompetensi Skill, Knowledge, Ability dalam Pengembangan Sumber Daya Manusia terhadap Kinerja Operator PD. Bangun Banua Propinsi Kalimantan Selatan. Hasil penelitian menunjukkan Variabel Kompetensi Skill Teknis, kompetensi skill non teknis, knowledge dan ability mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kinerja karyawan. Secara parsial variabel yang paling besar memberikan pengaruh terhadap peningkatan kinerja karyawan adalah variabel kompetensi knowledge. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Daulay (2011) dengan judul Pengaruh Etos Kerja, Kepuasan Kerja dan Motivasi Berprestasi Terhadap Kinerja Pegawai Instalasi Pengolahan Air PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara . Hasil penelitian menggunakan regresi berganda, uji hipotesis pertama menunjukkan bahwa etos kerja, kepuasan kerja dan motivasi berprestasi secara serempak berpengaruh sangat signifikan terhadap kinerja pegawai di Instalasi Pengolahan Air PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara. Pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa insentif dan lingkungan kerja secara serempak berpengaruh sangat signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai di Instalasi Pengolahan Air PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

Chapter II 4

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Chapter II 4

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian dikemukakan Fitriyadi (2002) dengan judul Pengaruh Kompetensi

Skill, Knowledge, Ability dalam Pengembangan Sumber Daya Manusia terhadap

Kinerja Operator PD. Bangun Banua Propinsi Kalimantan Selatan. Hasil penelitian

menunjukkan Variabel Kompetensi Skill Teknis, kompetensi skill non teknis,

knowledge dan ability mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan

kinerja karyawan. Secara parsial variabel yang paling besar memberikan pengaruh

terhadap peningkatan kinerja karyawan adalah variabel kompetensi knowledge.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Daulay (2011) dengan judul Pengaruh

Etos Kerja, Kepuasan Kerja dan Motivasi Berprestasi Terhadap Kinerja Pegawai

Instalasi Pengolahan Air PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara . Hasil penelitian

menggunakan regresi berganda, uji hipotesis pertama menunjukkan bahwa etos kerja,

kepuasan kerja dan motivasi berprestasi secara serempak berpengaruh sangat

signifikan terhadap kinerja pegawai di Instalasi Pengolahan Air PDAM Tirtanadi

Provinsi Sumatera Utara. Pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa insentif dan

lingkungan kerja secara serempak berpengaruh sangat signifikan terhadap kepuasan

kerja pegawai di Instalasi Pengolahan Air PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter II 4

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Kompetensi

Menurut Boulter et al. (dalam Rosidah, 2003:11), kompetensi adalah

karakteristik dasar dari seseorang yang memungkinkan pegawai mengeluarkan

kinerja superior dalam pekerjaannya. Berdasarkan uraian di atas makna kompetensi

mengandung bagian kepribadian yang mendalam dan melekat pada seseorang dengan

perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan. Prediksi

siapa yang berkinerja baik dan kurang baik dapat diukur dari kriteria atau standar

yang digunakan.

Analisis kompetensi disusun sebagian besar untuk pengembangan karier,

tetapi penentuan tingkat kompetensi dibutuhkan untuk mengetahui efektivitas tingkat

kinerja yang diharapkan. Menurut Boulter et al. (dalam Rosidah, 2003:11) level

kompetensi adalah sebagai berikut : Skill, Knowledge, Self-concept, Self Image, Trait

dan Motive. Skill adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas dengan baik

misalnya seorang progamer computer. Knowledge adalah informasi yang dimiliki

seseorang untuk bidang khusus (tertentu), misalnya bahasa komputer. Social role

adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang dan ditonjolkan dalam

masyarakat (ekspresi nilai-nilai diri), misalnya : pemimpin. Self image adalah

pandangan orang terhadap diri sendiri, merekflesikan identitas, contoh : melihat diri

sendiri sebagai seorang ahli. Trait adalah karakteristik abadi dari seorang

karakteristik yang membuat orang untuk berperilaku, misalnya : percaya diri sendiri.

Motive adalah sesuatu dorongan seseorang secara konsisten berperilaku, sebab

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter II 4

perilaku seperti hal tersebut sebagai sumber kenyamanan, contoh : prestasi

mengemudi.

Kompetensi Skill dan Knowledge cenderung lebih nyata (visible) dan relatif

berada di permukaan (ujung) sebagai karakteristik yang dimiliki manusia. Social role

dan self image cenderung sedikit visibel dan dapat dikontrol perilaku dari luar.

Sedangkan trait dan motive letaknya lebih dalam pada titik sentral kepribadian.

Kompetensi pengetahuan dan keahlian relatif mudah untuk dikembangkan, misalnya

dengan program pelatihan untuk meningkatkan tingkat kemampuan sumber daya

manusia. Sedangkan motif kompetensi dan trait berada pada kepribadian sesorang,

sehingga cukup sulit dinilai dan dikembangkan. Salah satu cara yng paling efektif

adalah memilih karakteristik tersebut dalam proses seleksi. Adapun konsep diri dan

social role terletak diantara keduanya dan dapat diubah melalui pelatihan, psikoterapi

sekalipun memerlukan waktu yang lebih lama dan sulit.

Spencer dan Spencer (dalam Moeheriono, 2009:3) menyatakan bahwa

kompetensi merupakan karakteristik yang mendasari seseorang berkaitan dengan

efektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya atau karakteristik dasar individu yang

memiliki hubungan kausal atau sebagai sebab-akibat dengan kriteria yang dijadikan

acuan, efektif atau berkinerja prima atau superior di tempat kerja atau pada situasi

tertentu. Berdasarkan dari definisi ini, maka beberapa makna yang terkandung di

dalamnya adalah sebagai berikut:

a. Karakteristik dasar (underlying characteristic), kompetensi adalah bagian

dari kepribadian yang mendalam dan melekat pada seseorang serta

mempunyai perilaku yang mendalam dan melekat pada seseorang serta

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter II 4

mempunyai perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan tugas

pekerjaan.

b. Hubungan kausal (causally related), berarti kompetensi dapat

menyebabkan atau digunakan untuk memprediksikan kinerja seseorang,

artinya jika mempunyai kompetensi yang tinggi, maka akan mempunyai

kinerja yang tinggi pula (sebagai akibat).

c. Kriteria (criterian referenced), yang dijadikan sebagai acuan, bahwa

kompetensi secara nyata akan memprediksikan seseorang dapat bekerja

dengan baik, harus terukur dan spesifik atau terstandar.

Kompetensi berdasarkan penjelasan tersebut merupakan sebuah karakteristik

dasar seseorang yang mengindikasikan cara berpikir, bersikap, dan bertindak serta

menarik kesimpulan yang dapat dilakukan dan dipertahankan oleh seseorang pada

waktu periode tertentu. Dari karakteristik dasar tesebut tampak tujuan penentuan

tingkat kompetensi atau standar kompetensi yang dapat mengetahui tingkat kinerja

yang diharapkan dan mengkategorikan tingkat tinggi atau di bawah rata-rata.

Hutapea dan Thoha (2008:28) mengungkapkan bahwa ada tiga komponen

utama pembentukan kompetensi yaitu pengetahuan yang dimiliki seseorang,

kemampuan, dan prilaku individu. Pengetahuan (knowledge) adalah informasi yang

dimiliki seseorang karyawan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya

sesuai dengan bidang yang digelutinya (tertentu), misalnya bahasa komputer.

Pengetahuan karyawan turut menentukan berhasil tidaknya pelaksanaan tugas

yang dibebankan kepadanya, karyawan yang mempunyai pengetahuan yang cukup

akan meningkatkan efisiensi perusahaan. Namun bagi karyawan yang belum

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter II 4

mempunyai pengetahuan cukup, maka akan bekerja tersendat-sendat. Pemborosan

bahan, waktu dan tenaga serta faktor produksi yang lain akan diperbuat oleh

karyawan berpengetahuan kurang. Pemborosan ini akan mempertinggi biaya dalam

pencapaian tujuan organisasi. Atau dapat disimpulkan bahwa karyawan yang

berpengetahuan kurang, akan mengurangi efisiensi.

a. Aspek-aspek yang Terkandung pada Konsep Kompetensi

Beberapa aspek yang terkandung dalam konsep kompetensi adalah sebagai

berikut (Gordon dalam Sutrisno, 2010: 204):

1. Pengetahuan (knowledge), yaitu kesadaran dalam bidang kognitif. Misalnya

seorang karyawan mengetahui cara melakukan identifikasi belajar, dan

bagaimana melakukan pembelajaran yang baik sesuai dengan kebutuhan yang

ada di perusahaan.

2. Pemahaman (understanding), yaitu kedalaman kognitif, dan afektif yang

dimiliki oleh individu. Misalnya, seorang karyawan dalam melaksanakan

pembelajaran harus mempunyai pemahaman yang baik tentang karakteristik

dan kondisi kerja secara efektif dan efisien.

3. Nilai (value), adalah suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara

psikologis telah menyatu dalam diri seseorang. Misalnya, standar perilaku

para karyawan dalam melaksanakan tugas (kejujuran, keterbukaan,

demokratis, dan lain-lain).

4. Kemampuan (skill), adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk

melaksanakan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepada karyawan.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter II 4

Misalnya standar perilaku para karyawan dalam memilih metode kerja yang

dianggap lebih efektif dan efisien.

5. Sikap (attitude), yaitu perasaan (senang-tidak senang, suka-tidak suka) atau

reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar. Misalnya reaksi

terhadap krisis ekonomi, perasaan terhadap kenaikan gaji.

6. Minat (interest), adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu

perbuatan. Misalnya melakukan suatu aktivitas kerja.

b. Tingkatan Kompetensi SDM

Spencer dan Spencer (dalam Wibowo, 2007:96) mengelompokkan tiga

tingkatan kompetensi yaitu:

1. Behavioral Tools

a. Knowledge merupakan informasi yang digunakan orang dalam bidang

tertentu, misalnya membedakan antara akuntan senior dan junior.

b. Skill merupakan kemampuanorang untuk melakukan sesuatudengan baik.

Misalnya, mewawancara dengan efektif, dan menerima pelamar yang

baik.

2. Image Attribute

a. Social Role merupakan pola perilak orang yang diperkuat oleh kelompok

social atau organisasi. Misalnya menjadi pemimpin atau pengikut, menjadi

agen perubahan atau menolak perubahan.

b. Self Image merupakan pandangan orang terhadap dirinya sendiri, identitas,

kepribadian, dan harga dirinya. Misalnya melihat dirinya sebagai

pengembang atau manajer yang berada di atas.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter II 4

3. Personal Charasteristic

a. Traits merupakan aspek tipikal berprilaku Misalnya, menjadi pendengar

yang baik.

b. Motive merupakan apa yang mendorong perilaku seseorang dalam bidang

tertentu (prestasi, afiliasi, kekuasaan). Misalnya, ingin mempengaruhi

perilaku orang lain untuk kebaikan organisasi.

c. Dimensi Kompetensi Individu

Ada lima dimensi kompetensi yang harus dimiliki oleh semua individu

(Moeheriono, 2009:15) yaitu sebagai berikut:

1. Keterampilan menjalankan tugas (Task-skills), yaitu keterampilan untuk

melaksanakan tugas-tugas rutin sesuai dengan standar di tempat kerja.

2. Keterampilan mengelola tugas (Task management skills), yaitu keterampilan

untuk mengelola serangkaian tugas yang berbeda yang muncul di dalam

pekerjaan.

3. Keterampilan mengambil tindakan (Contingency management skills), yaitu

keterampilan mengambil tindakan yang cepat dan tepat bila timbul suatu

masalah di dalam pekerjaan.

4. Keterampilan bekerja sama (Job role environment skills), yaitu keterampilan

untuk bekerja sama serta memelihara kenyamanan lingkungan kerja.

5. Keterampilan beradaptasi (Transfer skill), yaitu keterampilan untuk

beradaptasi dengan lingkungan kerja yang baru.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter II 4

d. Manfaat Penggunaan Kompetensi

Konsep kompetensi sudah mulai diterapkan dalam berbagai aspek dari

manajemen sumber daya manusia walaupun yang paling banyak adalah pada bidang

pelatihan dan pengembangan, rekrutmen dan seleksi, dan sistem remunerasi.

Ruky (dalam Sutrisno, 2010:2008), mengemukakan konsep kompetensi menjadi

semakin popular dan sudah banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan besar

dengan berbagai alasan yaitu:

1. Memperjelas standar kerja dan harapan yang ingin dicapai.

Dalam hal ini, model kompetensi akan mampu menjawab dua pertanyaan

mendasar: keterampilan, pengetahuan, dan karakteristik apa saja yang

dibutuhkan dalam pekerjaan, dan perilaku apa saja yang berpengaruh

langsung dengan kinerja. Kedua hal tersebut akan banyak membantu dalam

mengurangi pengambilan keputusan secara subjektif dalam bidang sumber

daya manusia.

2. Alat seleksi karyawan

Penggunaan kompetensi standar sebagai alat seleksi dapat membantu

organisasi untuk memilih calon karyawan yang terbaik. Dengan kejelasan

terhadap perilaku efektif yang diharapkan dari karyawan, kita dapat

mengarahkan pada sasaran yang selektif serta mengurangi biaya rekrutmen

yang tidak perlu. Caranya dengan mengembangkan suatu perilaku yang

dibutuhkan untuk setiap fungsi jabatan serta memfokuskan wawancara seleksi

pada perilaku yang dicari.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter II 4

3. Memaksimalkan produktivitas

Tuntutan untuk menjadikan suatu organisasi .ramping. mengharuskan kita

untuk mencari karyawan yang dapat dikembangkan secara terarah untuk

menutupi kesenjangan dalam keterampilannya sehingga mampu untuk

dimobilisasikan secara vertikal maupun horizontal.

4. Dasar untuk pengembangan sistem remunerasi

Model kompetensi dapat digunakan untuk mengembangkan sistem remunerasi

(imbalan) yang akan dianggap lebih adil. Kebijakan remunerasi akan lebih

terarah dan transparan dengan mengaitkan sebanyak mungkin keputusan

dengan suatu set perilaku yang diharapkan yang ditampilkan seorang

karyawan

5. Memudahkan adaptasi terhadap perubahan

Dalam era perubahan yang sangat cepat, sifat dari suatu pekerjaan sangat

cepat berubah dan kebutuhan akan kemampuan baru terus meningkat. Model

kompetensi memberikan sarana untuk menetapkan keterampilan apa saja yang

dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan yang selalu berubah.

6. Menyelaraskan perilaku kerja dengan nilai-nilai organisasi

Model kompetensi merupakan cara yang paling mudah untuk

mengkomunikasikan nilai-nilai dan hal-hal apa saja yang harus menjadi fokus

dalam unjuk kerja karyawan.

e. Peran Kompetensi pada Organisasi

Konsep dasar kompetensi berawal dari konsep individu yang bertujuan untuk

mengidentifikasi, memperoleh, dan mengembangkan kemampuan individu agar dapat

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter II 4

bekerja dengan prestasi yang luar biasa. Individu merupakan komponen utama yang

menjadi pelaku dalam organisasi. Oleh karena itu, kemampuan organisasi tergantung

dari kemampuan individu-individu yang bekerja dalam organisasi.

Perusahaan dapat berprestasi unggul apabila orang-orang yang bekerja dalam

perusahaan dapat memberikan kontribusi maksimal kepada perusahaan sesuai dengan

tugas dan kemampuannya. Atau dengan kata lain, orang-orang tersebut mampu

bekerja dengan prestasi yang terbaik artinya mampu berprestasi pada saat ini dan

pada masa yang akan datang, baik pada situasi yang stabil maupun pada situasi yang

berubah-ubah, tanpa mengganggu pekerjaan orang lain. Dengan demikian, ukuran

prestasi organisasi mencakup dimensi waktu, situasi, dan kontribusi serta dampaknya

pada pekerjaan orang lain atau perusahaan.

Kompetensi yang tepat merupakan faktor yang menentukan keunggulan

prestasi dapat dimiliki oleh organisasi apabila organisasi tersebut memiliki fondasi

yang kuat, yang tercermin pada seluruh proses yang terjadi dalam organisasi. Artinya,

organisasi harus memiliki kompetensi inti (core competency) yang kuat dan sesuai

dengan bisnis intinya (core business). Kompetensi inti adalah yang selayaknya

dimiliki oleh semua anggota organisasi yang membuat anggota organisasi tersebut

berbeda dari organisasi lainnya. Kompetensi inti biasanya merupakan komponen

pembentuk misi dan budaya organisasi. Kompetensi inti harus diperkuat oleh

kompetensi departemen atau bagian yang ada di organisasi.

2.2.2. Motivasi Kerja

Motivasi merupakan masalah kompleks dalam organisasi, karena kebutuhan

dan keinginan setiap anggota organisasi berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter II 4

berbeda karena setiap anggota suatu organisasi adalah unik secara biologis maupun

psikologis, dan berkembang atas dasar proses belajar yang berbeda pula

(Suprihanto dkk., 2003:41).

a. Pengertian Motivasi Kerja

Sperling (dalam Mangkunegara, 2002:94) mengemukakan bahwa motif di

definisikan sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, dimulai dari dorongan

dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri. Penyesuaian diri dikatakan

untuk memuaskan motif. Stanton (dalam Mangkunegara, 2002:94) mendefinisikan

bahwa motif adalah kebutuhan yang di stimulasi yang berorientasi kepada tujuan

individu dalam mencapai rasa puas.

Motivasi didefinisikan oleh Stanford (dalam Mangkunegara, 2002:94) sebagai

suatu kondisi yang menggerakkan manusia ke arah suatu tujuan tertentu. Berdasarkan

pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa motif merupakan suatu

dorongan kebutuhan dalam diri pegawai yang perlu dipenuhi agar pegawai tersebut

dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, sedangkan motivasi adalah kondisi

yang menggerakkan pegawai agar mampu mencapai tujuan dari motif tersebut,

motivasi dikatakan juga sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dalam diri

(drive arousal). Dalam hubungannya dengan lingkungan kerja, McCormick (dalam

Mangkunegara, 2002:94) mengemukakan bahwa motivasi kerja didefinisikan sebagai

kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku

yang berhubungan dengan lingkungan kerja.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter II 4

*) Sumber : Mangkunegara (2002:94)

Gambar 2.1 Motivasi sebagai Pembangkit Dorongan

b. Teori Motivasi Kerja

b.1. Teori Kebutuhan (Maslow's Model)

Model Maslow Ini sering disebut dengan model hierarki kebutuhan. Karena

menyangkut kebutuhan manusia, maka teori ini digunakan untuk menunjukkan

kebutuhan seseorang yang harus dipenuhi agar individu tersebut termotivasi untuk

kerja., yang dapat dilihat pada Gambar 2.2 :

Sumber : Ishak & Hendri (2003:26)

Gambar 2.2 Maslow's Need Hierarchy

Drive GOAL

Unsatisfied Need

Satisfied Need

Incentive

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter II 4

1. Kebutuhan fisiologik (physiological needs), misalnya makanan, minuman,

istirahat atau tidur, seks. Kebutuhan inilah yang merupakan kebutuhan

pertama dan utama yang wajib dipenuhi pertama-tama oleh tiap individu.

Karena dengan terpenuhinya kebutuhan ini, orang dapat mempertahankan

hidup dari kematian. Kebutuhan utama inilah yang mendorong setiap

individu untuk melakukan pekerjaan apa saja, karena ia akan memperoleh

imbalan, baik berupa uang atau pun barang yang akan digunakan untuk

memenuhi kebutuhan utama ini.

2. Kebutuhan aktualisasi diri, yakni senantiasa percaya kepada diri sendiri.

Pada puncak hirarki, terdapat kebutuhan untuk realisasi diri, atau aktualisasi

diri. Kebutuhan-kebutuhan tersebut berupa kebutuhan-kebutuhan individu

untuk merealisasi potensi yang ada pada dirinya, untuk mencapai

pengembangan diri secara berkelanjutan, untuk menjadi kreatif.

b.2. Teori Penguatan (Reinforcement Theory)

Motivasi seseorang bekerja tergantung pada reward yang diterimanya dan

punishment yang akan dialaminya nanti (Ishak & Hendri, 2003:35-37). Penguatan

adalah segala sesuatu yang digunakan seorang pimpinan untuk meningkatkan atau

mempertahankan tanggapan khusus individu. Jadi menurut teori ini, motivasi

seseorang bekerja tergantung pada penghargaan yang diterimanya dan akibat dari

yang akan dialaminya nanti.

Teori ini menyebutkan bahwa perilaku seorang di masa mendatang dibentuk

oleh akibat dari perilakunya yang sekarang. Jenis reinforcement ada empat, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter II 4

1. positive reinforcement (penguatan positif), yaitu penguatan yang dilakukan

ke arah kinerja yang positif.

2. negative reinforcement (penguatan negatif), yaitu penguatan yang dilakukan

karena mengurangi atau mcnghentikan keadaan yang tidak disukai.

Misalnya, berupaya cepat-cepat menyelesaikan pekerjaan karena tidak tahan

mendengar atasan mengomel terus-menerus.

3. extinction (peredaan), yaitu tidak mengukuhkan suatu perilaku, sehingga

perilaku tersebut mereda atau punah sama sekali. Hal ini dilakukan untuk

mengurangi perilaku yang tidak diharapkan.

4. punishment, yaitu konsekuensi yang tidak menyenangkan dari tanggapan

perilaku tertentu.

b.3. Teori Harapan (Expectacy Theory)

Teori ekspetansi menyatakan bahwa motivasi kerja dideterminasi oleh

keyakinan individual sehubungan dengan hubungan upaya kinerja, dan di

dambakannya berbagai macam hasil kerja yang berkaitan dengan tingkat kinerja yang

berbeda-beda. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa teori tersebut berlandaskan

logika: "Pegawai akan melakukan apa yang dapat pegawai lakukan, apabila pegawai

berkeinginan untuk melakukannya".

Vroom (dalam Winardi, 2002:109-110) berpendapat bahwa motivasi terhadap

kerja merupakan hasil dari ekspektansi kali instrumentalitas, kali valensi. Hubungan

antara motivasi seseorang melakukan suatu kegiatan dengan kinerja yang akan

diperolehnya yakni apabila motivasinya rendah jangan berharap hasil kerjanya baik..

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter II 4

*) Sumber : Schermerhon et al. (dalam Winardi, 2002:110)

Gambar 2.3 Istilah-istilah Ekspektansi dipandang dari Sudut Perspektif Manajerial

Motivasi merupakan interaksi antara harapan setelah dikurangi prestasi,

dengan kontribusi penilaian yang dikaitkan dengan prestasi dikurangi hasil. Karena

kebutuhan di atas merupakan generalisasi karena kenyataannya kebutuhan orang

tidak sama, maka dikenai The Expectacy Model yang menyatakan, "Motivasi adalah

fungsi dari berapa banyak yang diinginkan dan berapa besar kemungkinan

pencapaiannya" (lihat Gambar 2.4).

Berdasarkan teori di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk meningkatkan

motivasi, maka seorang seorang manajer harus :

1. Mengakui bahwa setiap karyawan memiliki kebutuhan yang berbeda dan

preferensi yang berbeda pula. Tidak ada dua orang yang benar-benar

memiliki kebutuhan yang sama.

2. Mencoba memahami kebutuhan utama seorang karyawan. Memahami apa

yang dibutuhkan apalagi kebutuhan utama karyawan, merupakan perilaku

atasan yang dicintai bawahan.

Orang-orang melaksanakan

upaya kerja

Kinerja Tugas

Ekspektansi

guna mencapai

dan mencapai

Hasil-hasil yang berhubungan dengankerja

Instrumentalitas Valensi

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter II 4

3. Membantu seorang pegawai menentukan upaya mencapai kebutuhannya

melalui prestasi. Hal ini tidak sulit jika dilakukan dengan ketulusan, bukan

pamrih.

b.4. Teori Penetapan Tujuan Locke

Suprihanto dkk. (2003:52-53) menyatakan bahwa teori penetapan tujuan

(goal-setting theory) ini merupakan suatu teori yang menyatakan bahwa tujuan-tujuan

yang sifatnya spesifik atau sulit cenderung menghasilkan kinerja (performance) yang

lebih tinggi. Pencapaian tujuan dilakukan melalui usaha partisipasi. Meskipun

dcmikian pencapaian tujuan belum tentu dilakukan oleh banyak orang. Dalam

pencapaian lujuan yang partisipatif mempunyai dampak positif bcrupa timbulnya

penerimaan (acceptance), artinya sesulit apapun apabila orang telah menerima suatu

pekerjaan maka akan dijalankan dengan baik. Sementara itu dalam pencapaian tujuan

yang partisipatif dapat pula berdampak negatif yaitu timbulnya superioritas pada

orang-orang yang memiliki kemampuan lebih tinggi.

Teori Penetapan Tujuan Locke mengatakan bahwa tujuan dan maksud

individu yang disadari adalah determinan utama perilaku. Perilaku orang akan terus

berlangsung sampai perilaku itu mencapai tingkat prcstasi yang lebih tinggi. Menurut

teori ini, prestasi akan tergantung pada tingkat kesukaran tujuan, kerincian tujuan,

dan komitmen seseorang terhadap tujuan. Tujuan yang lebih sukar akan membuat

orang frustrasi sehingga prestasinya juga rendah. Perincian tujuan akan

mempengaruhi pemahaman seseorang terhadap tujuan di mana seseorang lebih

menyadari dan mcmahami tujuannya akan berprestasi lebih baik. Sedangkan variabel

komitmen terhadap tujuan menyangkut keterlibatan seseorang terhadap tujuan.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter II 4

Seseorang yang memiliki komitmen tinggi bisa diharapkan akan berprestasi lebih

baik.

*) Sumber: Ishak & Hendri (2003:33)

Gambar 2.4 Model Ekspektansi

c. Manfaat Motivasi Kerja

Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga

produktivitas kerja meningkat. Sementara itu, manfaat yang diperoleh karena bekerja

dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan

tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang benar dan dalam skala

waktu yang sudah ditentukan, serta orang senang melakukan pekerjaannya. Sesuatu

yang dikerjakan karena ada motivasi yang mendorongnya akan membuat orang

senang mengerjakannya. Orang pun akan merasa dihargai, hal ini terjadi karena

pekerjaannya itu betul-betul berharga bagi orang yang termotivasi, schingga orang

tersebut akan bekerja keras. Hal ini dimaklumi karena dorongan yang begitu tinggi

menghasilkan sesuai target yang pegawai tetapkan. Kinerjanya akan dipantau Oleh

Kemampuan

Lingkungan

Motivasi Usaha Prestasi

Hasil 1

Hasil 2

Hasil 3

Hasil 4

Hasil 5

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter II 4

individu yang bersangkutan dan tidak akan membutuhkan terlalu banyak pengawasan

serta semangat juangnya akan tinggi (Ishak & Hendri, 2003:16-17).

*) Sumber : Ishak & Hendri (2003:17)

Gambar 2.5 Ciri-Ciri Orang yang Termotivasi

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja

Menurut Herzberg (dalam Novitasari, 2003:35) mengembangkan teori

hierarki kcbutuhan Maslow menjadi teori dua factor tentang motivasi. Dua faktor itu

dinamakan faktor pemuas (motivation factor) yang disebut dengan satisfier atau

intrinsic motivation dan faktor pemelihara (maintenance factor) yang disebut dengan

disatisfier atau extrinsic motivation. Faktor pemuas yang disebut juga motivator yang

merupakan faktor pendorong seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam

diri seseorang tersebut (kondisi intrinsik) antara lain:

1. Prestasi yang diraih (achievement)

2. Pengakuan orang lain (recognition)

3. Tanggungjawab (responsibility)

4. Peluang untuk maju (advancement)

5. Kepuasan kerja itu sendiri (the work it self)

Orang yang termotivasi

Bekerja sesuai standar

Senang bekerja

Merasa berharga

Bekerja keras

Sedikit pengawasan

Semangat juang tinggi

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Chapter II 4

6. Kemungkinan pengembangan karir (the possibility of growth)

Faktor pemelihara (maintenance factor) disebut juga hygiene factor

merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk memelihara

keberadaan karyawan sebagai manusia, pemeliharaan ketentraman dan kesehatan.

Faktor ini juga disebut dissatisfier (sumber ketidakpuasan) yang merupakan tempat

pemenuhan kebutuhan tingkat rendah yang dikualifikasikan ke dalam faktor

ekstrinsik, meliputi : kompensasi, keamanan dan keselamatan kerja, kondisi kerja,

status, prosedur perusahaan dan mutu dari supevisi teknis dari hubungan interpersonal

di antara teman sejawat, dengan atasan, dan dengan bawahan.

2.2.3. Kinerja

Mathis dan Jackson (2002), mendefinisikan bahwa kinerja pada dasarnya

adalah apa yang dilakukan dan tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah

yang mempengaruhi seberapa banyak karyawan memberikan kontribusi kepada

organisasi yang antara lain termasuk: kuantitas keluaran, kualitas keluaran, jangka

waktu keluaran, kehadiran di tempat kerja dan sikap kooperatif.

Pekerjaan hampir selalu memiliki lebih dari satu kriteria pekerjaan atau

dimensi. Kriteria pekerjan adalah faktor yang terpenting dari apa yang dilakukan

orang di pekerjaannya. Dalam artian, kriteria pekerjaan menjelaskan apa yang

dilakukan orang di pekerjaannya. Oleh karena itu kriteria-kriteria ini penting, kinerja

individual dalam pekerjaan haruslah diukur, dibandingkan dengan standar yang ada,

dan hasilnya dikomunikasikan pada setiap karyawan.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Chapter II 4

a. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja merupakan suatu proses organisasi untuk menilai kinerja

pegawainya. Tujuan dilakukannya penilaian kinerja secara umum adalah untuk

memberikan umpan balik kepada karyawan dalam upaya memperbaiki kinerjanya dan

meningkatkan produktivitas organisasi, khususnya yang berkaitan dengan

kebijaksanaan terhadap karyawan seperti untuk tujuan promosi, kenaikan gaji,

pendidikan dan latihan. Saat sekarang ini dengan lingkungan bisnis yang bersifat

dinamis penilaian kinerja merupakan suatu yang sangat berarti bagi organisasi.

Organisasi haruslah memilih kriteria secara subyektif maupun obyektif. Kriteria

kinerja secara obyektif adalah evaluasi kinerja terhadap standar-standar spesifik,

sedangkan ukuran secara subyektif adalah seberapa baik seorang karyawan bekerja

keseluruhan.

Penilaian kinerja (performance appraisal, PA) adalah proses evaluasi

seberapa baik karyawan mengerjakan, ketika dibandingkan dengan satu set standar

dan kemudian mengkomunikasikannya dengan para karyawan. Penilaian kinerja

merupakan landasan penilaian kegiatan manajemen sumber daya manusia seperti

perekrutan, seleksi, penempatan, pelatihan, penggajian, dan pengembangan karir.

Kegiatan penilaian kinerja sangat erat kaitannya dengan kelangsungan organisasi.

Data atau informasi tentang kinerja karyawan terdiri dari tiga kategori (Mathis dan

Jackson, 2002 ), yaitu :

1. Informasi berdasarkan ciri-ciri seperti kepribadian yang menyenangkan,

inisiatif atau kreatifitas dan mungkin sedikit pengaruhnya pada pekerjaan

tertentu.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Chapter II 4

2. Informasi berdasarkan tingkah laku memfokuskan pada perilaku yang

spesifik yang mengarah pada keberhasilan pekerjaan. Informan perilaku

lebih sulit diidentifikasikan dan mempunyai keuntungan yang secara jelas

memberikan gambaran akan perilaku apa yang ingin dilihat oleh pihak

manajemen.

3. Informasi berdasarkan hasil mempertimbangkan apa yang telah dilakukan

karyawan atau apa yang telah dicapai karyawan. Untuk pekerjaan-

pekerjaan dimana pengukuran itu mudah dan tepat, pendekatan hasil ini

adalah cara yang terbaik. Akan tetapi, apa-apa yang akan diukur

cenderung ditekankan, dan apa yang sama-sama pentingnya dan tidak

merupakan bagian yang diukur mungkin akan diabaikan karyawan. Sebagi

contoh, seorang tenaga penjualan mobil yang hanya dibayar berdasarkan

penjualan mungkin tidak berkeinginan untuk mengerjakan tugas-tugas

administrasi atau pekerjaan lain yang tidak berhubungan secara langsung

dengan penjualan mobil. Lebih jauh lagi, masalah etis atau legal bisa jadi

timbul ketika hasilnya saja yang ditekankan dan bukannya bagaimana

hasil itu diperoleh.

Rahmanto (2002) mengemukakan bahwa sistem penilaian kinerja mempunyai

dua elemen pokok, yakni :

1. Spesifikasi pekerjaan yaang harus dikerjakan oleh bawahan dan criteria

yang memberikan penjelasan bagaimana kinerja yang baik (good

performance) dapat dicapai, sebagai contoh : anggaran operasi, target

produksi tertentu dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Chapter II 4

2. Adanya mekanisme untuk pengumpulan informasi dan pelaporan

mengenai cukup tidaknya perilaku yang terjadi dalam kenyataan

dibandingkan dengan kriteria yang berlaku sebagai contoh laporan

bulanan manager dibandingkan dengan anggaran dan realisasi kinerja

(budgeted and actual performance) atau tingkat produksi dibandingkan

dengan angka penunjuk atau meteran suatu mesin.

Penilaian kinerja dapat terjadi dalam dua cara, secara informal dan secara

sistimatis (Mathis dan Jackson, 2002). Penilaian informal dapat dilaksanakan setiap

waktu dimana pihak atasan merasa perlu. Hubungan sehari-hari antara manajer dan

karyawan memberikan kesempatan bagi kinerja karyawan untuk dinilai. Penilaian

sistimatis digunakan ketika kontak antara manajer dan karyawan bersifat formal,dan

sistemnya digunakan secara benar dengan melaporkan kesan dan observasi manajerial

terhadap kinerja karyawan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja

merupakan bagian integral dari proses penilaian yang meliputi : penerapan sasaran

kinerja yang spesifik, terukur, memiliki tingkat perubahan, terbatas waktu, adanya

pengarahan dan dukungan atasan. Karyawan bersama atasan masing-masing dapat

menetapkan sasaran dan standar kinerja yang harus dicapai dalam kurun waktu

tertentu. Peningkatan kinerja karyawan perseorangan pada gilirannya akan

mendorong kinerja sumber daya manusia secara keseluruhan. Menurut Handoko

(2000) ada enam metode penilaian kinerja karyawan :

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Chapter II 4

1. Rating Scale, evaluasi hanya didasarkan pada pendapat penilai, yang

membandingkan hasil pekerjaan karyawan dengan kriteria yang dianggap

penting bagi pelaksanaan kerja.

2. Checklist, yang dimaksudkan dengan metode ini adalah untuk mengurangi

beban penilai. Penilai tinggal memilih kalimat-kalimal atau kata-kata yang

menggambarkan kinerja karyawan. Penilai biasanya atasan langsung.

Pemberian bobot sehingga dapat di skor. Metode ini bias memberikan

suatu gambaran prestasi kerja secara akurat, bila daftar penilaian berisi

item-item yang memadai.

3. Metode peristiwa kritis (critical incident method), penilaian yang

berdasarkan catatan-catatan penilai yang menggambarkan perilaku

karyawan sangat baik atau jelek dalam kaitannya dengan pelaksanaan

kerja. Catatan-catatan ini disebut peristiwa kitis. Metode ini sangat

berguna dalam memberikan umpan balik kepada karyawan, dan

mengurangi kesalahan kesan terakhir.

4. Metode peninjauan lapangan (field review method), seseorang ahli

departemen main lapangan dan membantu para penyelia dalam penilaian

karyawan. Spesialis personalia mendapatkan informasi khusus dari atasan

langsung tentang kinerja karyawan. Kemudian ahli itu mempersiapkan

evaluasi atas dasar informasi tersebut. Evaluasi dikirim kepada penyelia

untuk di review, perubahan, persetujuan dan serubahan dengan karyawan

yang dinilai. Spesialis personalia bisa mencatat penilaian pada tipe

formulir penilaian apapun yang digunakan perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Chapter II 4

5. Tes dan observasi prestasi kerja, bila jumlah pekerja terbatas, penilaian

irestasi kerja bisa didasarkan pada tes pengetahuan dan ketrarnpilan. Tes

mungkin tertulis atau peragaan ketrampilan. Agar berguna tes harus

reliable dan valid. Metode evaluasi kelompok ada tiga: ranking, grading,

point allocation method.

6. Method ranking, penilai membandingkan satu dengan karyawan lain siapa

yang paling baik dan menempatkan setiap karyawan dalam urutan terbaik

sampai terjelek. Kelemahan metode ini adalah kesulitan untuk

menentukan faktor-faktor pembanding, subyek kesalahan kesan terakhir

dan halo effect, kebaikannya menyangkut kemudahan administrasi dan

penjelasannya. Grading, metode penilaian ini memisah-misahkan atau

menyortir para karyawan dalam berbagai klasifikasi yang berbeda,

biasanya suatu proposi tertentu harus diletakkan pada setiap kategori.

Point location, merupakan bentuk lain dari grading penilai dibenkan

sejumlah nifai total dialokasikan di antara para karyawan dalam

kelompok. Para karyawan diberi nilai lebih besar dan pada para karyawan

dengan kinerja lebih jelek. Kebaikan dari rnetode ini, penilai dapat

mengevaluasi perbedaan rclatif di antara para karyawan, meskipun

kelemahan-kelemahan efek halo (halo effect) dan bias kesan terakhir

masih ada.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Chapter II 4

Manfaat penilaian kinerja yaitu :

1. Perbaikan prestasi kerja atau kinerja.Umpan balik pelaksanaan kerja

mernungkinkan karyawan, manajer dan departemen personalia dapat

memperbaiki kegiatan-kegiatan karyawan, manajer dan departemen

personalia untuk meningkatkan prestasi.

2. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi. Evaluasi prestasi keja membantu

para pengambil keputusan dalam mcnentukan kenaikan upah, pemberian

bonus dan bentuk kompensasi lainnya.

3. Keputusan-keputusan penempatan. Promosi dan transfer biasanya

didasarkan atas prestasi kerja atau kinerja masa lalu atau antisipasinya.

4. Perencanaan kebutuhan latihan dan pengembangan. Prestasi kerja atau

kinerja yang jelek mungkin menunjukkan perlunya latihan. Demikian pula

sebaliknya, kinerja yang baik mungkin mencerminkan potensi yang harus

dikembangkan.

5. Perencanaan dan pengembangan karir. Umpan balik prestasi mengarahkan

keputusan-keputusan karir, yaitu tentang jalur karir tertentu yang harus

diteliti.

6. Mendeteksi penyimpangan proses staffing. Prestasi kerja yang baik atau

buruk adaiah mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing

departemen personalia.

7. Melihat ketidakakuratan informasional. Prestasi kerja yanng jelek

mungkin menunjukkan kesalahan-kesalahan dalam informasi analisis

jabatan, rencana sumberdaya manusia, atau komponen-komponen lain

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Chapter II 4

sistem informasi manajemcn personalia. Menggantungkan pada informasi

yang tidakakurat dapat rnenyebabkan keputusan-kcpulusan personalia

tidak tepat.

8. Mendeteksi kesalahan-kesalahan desain pekerjaan. Prestasi kerja yang

jelek mungkin merupakan tanda kesalahan dalam desain pekerjaan.

Penilaian prestasi membantu diagnosa kesalahan-kesalahan tersebut.

9. Menjamin kesempatan kerja yang adil. Penilaian prestasi kerja yang

akurat akan menjamin keputusan-keputusan penempatan internal diambil

tanpa diskriminasi.

10. Melihat tanlangan-tantangan ekternal. Kadang-kadang prestasi seseorang

dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar lingkungan kerja, seperti keluarga,

kesehatan, dan masalah-masalah pribadi lainnya.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Para pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbcdaan kinerja antara

satu karyawan dengan karyawan, lainnya yang berada di bawah pengawasannya.

Walaupun karyawan-karyawan bekerja pada tempat yang sama namun produktifitas

karyawan tidaklah sama. Menurut Gibson, et al. (dalam Novitasari, 2003:39-40), ada

tiga perangkat variabel yang mempengaruhi perilaku dan prestasi kerja atau kinerja,

yaitu:

1. Variabel individual, terdiri dari:

a. Kemampuan dan ketrampilan: mental dan fisik

b. Latar belakang: keluarga, tingkat sosial, penggajian

c. demografis: umur, asal-usul, jenis kelamin.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Chapter II 4

2. Variabel organisasional, terdiri dari: sumber daya, kepemimpinan,

imbalan, struktur dan desain pekerjaan.

3. Variabel psikologis, terdiri dari: persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan

motivasi.

Menurut Tiffin dan Me. Cormick (dalam Novitasari, 2003:36-37) ada dua

variabel yang dapat mempengaruhi kinerja, yaitu:

1. Variabel individual, meliputi: sikap, karakteristik, sifat-sifat fisik, minat

dan motivasi, pengalaman, umur, jenis kelamin, pcndidikan, serta faktor

individual lainnya.

2. Variabel situasional:

a. Faktor fisik dan pekerjaan, terdiri dari ; metode kcrja, kondisi dan

desain perlengkapan kerja, penataan ruang dan lingkungan fisik

(penyinaran, temperatur, dan fentilasi)

b. Faktor sosial dan organisasi, meliputi: peraturan-peraturan organisasi,

sifat organisasi, jenis latihan dan pengawasan, sistem upah dan

lingkungan sosial.

2.2.4. Hubungan Kompetensi, Motivasi dan Kinerja

Pola hubungan yang menghasilkan perilaku yang kompeten secara sederhana

dapat dikatakan sebagai suatu pola yang melibatkan hasrat atau keinginan yang

memberikan inspirasi dalam bertindak untuk menghasilkan perilaku yang kompeten.

Karyawan dalam suatu lingkungan perusahaan adalah sebagai mahluk sosial yang

unik, semenjak pertumbuhannya mengalami banyak pembelajaran dengan cara-

caranya masing-masing. Karyawan belajar dari tindakannya. Saat mengalami

Universitas Sumatera Utara

Page 28: Chapter II 4

kegagalan dia akan bangkit untuk meraih kemenangan dari kegagalan itu, dan hampir

semua hasrat dan keinginannya dipenuhi dengan tindakan demi tindakan. Dengan

pengalamannya itu, dia akan mengulanginya dengan perbuatannya yang sama.

Karyawan dalam memenuhi keinginannya melakukan dengan cara yang lebih

variatif seiring dengan pertumbuhan fisik maupun mentalnya, sesuai pengetahuan dan

keterampilan baru yang mulai dia pelajari dan kuasai. Keterampilan dasar, seperti

membaca, menulis, dan berhitung menambah wawasan pengetahuan dan

keterampilannya, sehingga menimbulkan hasrat dan keinginan yang jauh lebih besar

lagi. Keinginan tersebut kemudian diolah atas dasar keseimbangan pikiran rasional

dan pikiran emosional yang menghasilkan tindakan tertentu untuk mendapatkan hasil

tertentu. Sehingga gabungan dari ketiga unsur tersebut merupakan dasar bagi perilaku

yang kompeten dan dengan adanyanya motivasi maka kinerja karyawan akan

terpengaruhi. Jika salah satu unsur tersebut hilang, manusia tidak dapat menghasilkan

apa-apa. Pola hubungan dalam kompetensi terhadap kinerja karyawan tersebut, ada

beberapa unsur yang saling berhubungan membentuk ketiga unsur diatas (input,

action, output), seperti yang tergambar pada gambar berikut :

Universitas Sumatera Utara

Page 29: Chapter II 4

*) Sumber : Rimsky (2008:49)

Gambar 2.6 Karakteristik Dasar Kompetensi

Pada Gambar 2.6 tersebut terlihat adanya hubungan kompetensi karyawan

dalam menghasilkan karyawan secara produktif yang dimulai dari adanyan input

sampai dengan menghasilkan output. Jika salah satu unsur tersebut hilang, maka

perusahaan tidak mampu menghasilkan kompetensi kerja karyawan secara produktif.

Keseluruhan aspek yang mempengaruhi kompetensi diatas, knowledge, skill dan

attitude adalah kecakapan yang dapat dilihat dan dirasakan secara langsung (visible).

Dalam perilaku sehari-hari kita dapat dengan mudah mengetahui keterampilan dan

pengetahuan seseorang. Maka melalui suatu kompetensi tertentu karyawan akan

dapat bekerja secara baik dan berkualitas dalam bidangnya.

2.3. Kerangka Konseptual

Menurut Spenser & Spenser dalam Hutapea dan Thoha (2008:5) kompetensi

adalah karakteristik dasar seseorang yang terdiri dari knowledge, skill dan attitude

Ciri dan karakter pribadi

Tindakan terampil

Input Output Action

Knowledge Skill Attitude

Unjuk kerja dan hasil akhir

Universitas Sumatera Utara

Page 30: Chapter II 4

yang ada hubungan sebab-akibatnya dengan prestasi kerja yang luar biasa atau

dengan efektifitas kerja. Knowledge (pengetahuan) merupakan kemampuan yang

dimiliki pegawai yang berorientasi pada cara pengoperasian mesin, pemahaman

semua aturan dan teori yang berkaitan dengan pekerjaan, pelayanan yang baik serta

berfikir kreatif dan memberikan ide-ide dalam pekerjaan, skill (keterampilan)

merupakan kemampuan karyawan dalam bekerja sama, memecahkan masalah dan

berkomunikasi serta bertanggung jawab dalam pekerjaan sedangkan attitude (sikap),

yaitu perasaan senang-tidak senang, suka-tidak suka atau reaksi terhadap suatu

rangsangan yang datang dari luar.

Motivasi didefinisikan oleh Stanford (dalam Mangkunegara, 2002:93) bahwa

motivasi sebagai suatu kondisi yang menggerakkan manusia ke arah suatu tujuan

tertentu. Dalam hubungannya dengan lingkungan kerja, motivasi kerja didefinisikan

sebagai suatu kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan

memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja.

Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapatlah

dibuat secara skematis kerangka koseptual dalam penelitian yang dapat ditunjukkan

sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Page 31: Chapter II 4

Gambar 2.7 Kerangka Konseptual

Berdasarkan Gambar 2.7 kerangka konseptual, dapat dijelaskan bahwa

kompetensi yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan, sikap dan motivasi

mempengaruhi kinerja pegawai.

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang diajukan dan tujuan penelitian yang

dikemukakan, maka hipotesis yang diajukan adalah, ”Kompetensi yang terdiri dari

pengetahuan, keterampilan dan sikap serta motivasi berpengaruh terhadap kinerja

pegawai di PDAM Tirtanadi Cabang Padang Bulan”.

KOMPETENSI (X) : • Pengetahuan (X1) • Keterampilan (X2) • Sikap (X3)

MOTIVASI (X4)

KINERJA PEGAWAI

(Y)

Universitas Sumatera Utara