21
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Personal Menurut Blumm derajat kesehatan (sehat-sakit) seseorang sangat dipengaruhi oleh empat hal, yaitu: lingkungan, kelengkapan fasilitas kesehatan, perilaku dan genetika. Dari keempat faktor tersebut, perilaku merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi kesehatan seseorang. Perilaku yang terbentuk dipengaruhi oleh dua hal, yaitu faktor internal (umur, pendidikan, jenis kelamin, pengetahuan, sikap dan berbagai faktor lainnya) dan faktor eksternal (budaya, nilai-nilai, sosial, politik). Faktor internal sering juga disebut sebagai karakteristik personal. Hal ini membuktikan bahwa karakteristik personal sangat berpengaruh terhadap sehat sakitnya seseorang (Notoatmodjo, 2005). 2.1.1. Umur Umur adalah lamanya waktu hidup yaitu terhitung sejak lahir sampai dengan sekarang. Penentuan umur dilakukan dengan menggunakan hitungan tahun (Chaniago, 2002 ). Menurut Elisabeth yang dikutip Nursalam (2003), usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Pembagian umur berdasarkan psikologi perkembangan (Hurlock, 2002) bahwa masa dewasa terbagi atas : a. Masa Dewasa Dini, berlangsung antara usia 18 - 40 tahun b. Masa Dewasa Madya, berlangsung antara usia 41 - 60 tahun c. Masa Lanjut Usia, berlangsung antara usia > 61 tahun Universitas Sumatera Utara

Chapter II 5

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Chapter II 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Personal

Menurut Blumm derajat kesehatan (sehat-sakit) seseorang sangat dipengaruhi

oleh empat hal, yaitu: lingkungan, kelengkapan fasilitas kesehatan, perilaku dan

genetika. Dari keempat faktor tersebut, perilaku merupakan faktor terbesar yang

mempengaruhi kesehatan seseorang. Perilaku yang terbentuk dipengaruhi oleh dua

hal, yaitu faktor internal (umur, pendidikan, jenis kelamin, pengetahuan, sikap dan

berbagai faktor lainnya) dan faktor eksternal (budaya, nilai-nilai, sosial, politik).

Faktor internal sering juga disebut sebagai karakteristik personal. Hal ini

membuktikan bahwa karakteristik personal sangat berpengaruh terhadap sehat

sakitnya seseorang (Notoatmodjo, 2005).

2.1.1. Umur

Umur adalah lamanya waktu hidup yaitu terhitung sejak lahir sampai dengan

sekarang. Penentuan umur dilakukan dengan menggunakan hitungan tahun

(Chaniago, 2002 ). Menurut Elisabeth yang dikutip Nursalam (2003), usia adalah

umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun.

Pembagian umur berdasarkan psikologi perkembangan (Hurlock, 2002)

bahwa masa dewasa terbagi atas :

a. Masa Dewasa Dini, berlangsung antara usia 18 - 40 tahun

b. Masa Dewasa Madya, berlangsung antara usia 41 - 60 tahun

c. Masa Lanjut Usia, berlangsung antara usia > 61 tahun

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter II 5

Menurut Hurlock (1998) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan

kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi

kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa lebih dipercaya dari orang

yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini dilihat dari pengalaman dan kematangan

jiwanya.

Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan

seseorang. Menurut Suryabudhi (2003) seseorang yang menjalani hidup secara

normal dapat diasumsikan bahwa semakin lama hidup maka pengalaman semakin

banyak, pengetahuan semakin luas, keahliannya semakin mendalam dan kearifannya

semakin baik dalam pengambilan keputusan tindakannya. Demikian juga ibu,

semakin lama hidup (tua), maka akan semakin baik pula dalam melakukan tindakan

dalam perawatan kesehatan gigi dan mulut anak. Menurut hasil penelitian Ahmad

Syafii (2005) ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara umur ibu dengan

timbulnya penyakit gigi dan mulut anak SD. Semakin tua umur ibu maka semakin

matang untuk memberikan pendidikan tentang kebersihan mulut pada anak, sehingga

dapat menurunkan angka kejadian penyakit gigi dan mulut pada anak.

2.1.2. Pendidikan

Menurut Dictionary of Education (1984) pendidikan adalah proses dimana

seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk tingkah laku lainnya di

dalam lingkungan masyarakat. Berdasarkan definisi tersebut dapat diartikan bahwa

pendidikan merupakan alat yang digunakan untuk merubah perilaku manusia.

Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses atau kegiatan untuk mengembangkan

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter II 5

kepribadian dan kemampuan individu atau masyarakat. Ini berarti bahwa pendidikan

adalah suatu pembentukan watak yaitu sikap disertai kemampuan dalam bentuk

kecerdasan, pengetahuan dan keterampilan.

Menurut Daryanto (1997), pendidikan adalah upaya peningkatan manusia ke

taraf insani itulah yang disebut mendidik. Pendidikan adalah segala usaha untuk

membina kepribadian dan mengembangkan kemampuan manusia secara jasmani dan

rohani yang berlangsung seumur hidup, baik di dalam maupun di luar sekolah dalam

rangka pembangunan persatuan Indonesia dan masyarakat (Hasibuan, 2005).

Koentjoroningrat (1997), mengatakan pendidikan adalah kemahiran menyerap

pengetahuan pendidikan seseorang berhubungan dengan sikap seseorang terhadap

pengetahuan yang diserapnya. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mudah

untuk dapat menyerap pengetahuan. Pendidikan merupakan unsur karakteristik

personal yang sering dihubungkan dengan derajat kesehatan seseorang/masyarakat.

Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin mudah untuk menyerap

informasi dalam bidang kesehatan. Mudahnya seseorang untuk menyerap informasi

akan berpengaruh terhadap pembentukan perilaku baru yang lebih sehat. Seperti

informasi kesehatan perawatan gigi dan mulut.

Seperti diketahui bahwa pendidikan formal yang ada di Indonesia adalah

tingkat Sekolah Dasar (SD), sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP), Sekolah

Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), dan tingkat akademik Perguruan Tinggi (PT).

Tingkat pendidikan sangat menentukan daya nalar seseorang yang lebih baik,

sehingga memungkinkan menyerap informasi-informasi juga dapat berpikir secara

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter II 5

rasional dalam menanggapi informasi atas setiap masalah yang dihadapi. (Cumming

dkk, Azwar, 2007)

2.1.3. Pendapatan

Tingkat pendapatan keluarga yaitu jumlah penghasilan riil dari seluruh

anggota keluarga yang disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama atau

perseorangan. Pendapatan keluarga riil dihitung dengan menjumlah semua

pendapatan riil masing– masing anggota keluarga, di mana pendapatan masing-

masing keluarga merupakan pendapatan perseorangan (personal income), yaitu

pendapatan yang berupa upah, gaji, pendapatan dari usaha, termasuk hadiah dan

subsidi menurut BPS (2006)

Perhitungan terhadap jumlah pendapatan juga bisa dilakukan dengan

mempertimbangkan jumlah pengeluaran dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Menurut Bank Dunia, rata-rata pengeluaran per orang/hari ditentukan sebesar 1

dollar/hari. Jika 1 dollar dihitung sebesar Rp. 10.000, maka jumlah rata-rata

pengeluaran per orang untuk kebutuhan sehari-hari sebesar Rp. 300.000 per bulan.

Jika perhitungan ini dilakukan untuk menentukan pengeluaran dalam keluarga, maka

jumlah pengeluaran per orang/hari dikalikan dengan jumlah anggota keluarga.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengeluaran Rp 233.740 per kapita per

bulan atau naik 10,39 persen dibandingkan dengan batas garis kemiskinan Maret

2010 sebesar Rp 211.726. (BPS, 2010)

Tingkat pendapatan yang baik memungkinkan anggota keluarga untuk

memperoleh pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang lebih baik, misalnya di bidang

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter II 5

pendidikan, kesehatan, pengembangan karir dan sebagainya. Demikian pula

sebaliknya, jika pendapatan lemah maka hal tersebut akan menghambat pemenuhan

kebutuhan-kebutuhan tersebut. Keadaan ekonomi atau penghasilan memegang

peranan penting dalam meningkatkan status kesehatan keluarga. Jenis pekerjaan

orangtua erat kaitannya dengan tingkat penghasilan dan lingkungan kerja, bila

penghasilan tinggi maka pemanfaatan pelayanan kesehatan dan pencegahan penyakit

juga meningkat, dibandingkan dengan penghasilan rendah akan berdampak pada

kurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam hal pemeliharaan kesehatan

karena daya beli obat maupun biaya transportasi dalam mengunjungi pusat pelayanan

kesehatan (Zacler dalam Notoatmodjo, 1997).

Tingkat penghasilan orang tua juga sangat berpengaruh terhadap perilaku

kesehatan ibu dalam mencegah penyakit gigi dan mulut. Kussela, dkk (1994) yang

dikutip Hidayati (2005), mengemukakan bahwa ada hubungan yang kuat status sosial

ekonomi keluarga anak dengan konsumsi soft drink dan gula lebih dari satu kali

sehari. Pola konsumsi tersebut menjadikan anak yang berasal dari keluarga sosial

ekonomi yang tinggi lebih banyak mengalami karies dibanding anak yang berasal dari

keluarga yang sosial ekonominya lebih rendah.

2.2. Perilaku Kesehatan

Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta

interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan,

sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respons/reaksi seorang

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter II 5

individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya.

Respons ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan: berfikir, berpendapat, bersikap)

maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan

dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan

lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan, sikap dan tindakannya

yang berhubungan dengan kesehatan (Notoatmodjo, 2005)

Menurut Notoatmodjo, semua ahli kesehatan masyarakat dalam

membicarakan status kesehatan mengacu kepada Blumm. Dari hasil penelitiannya di

Amerika Serikat sebagai salah satu negara yang sudah maju, Blumm menyimpulkan

bahwa lingkungan mempunyai andil yang paling besar terhadap status kesehatan,

disusul oleh perilaku dan keturunan. Ahli lain, Lawrence Green menjelaskan bahwa

perilaku itu dilatarbelakangi atau sangat dipengaruhi oleh tiga faktor pokok yakni:

faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), faktor–faktor yang mendukung

(enabling factors) dan faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong ( reinforcing

factors).

2.2.1. Domain Perilaku

Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada

domain kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang

berupa materi atau objek di luarnya, sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada

subjek tersebut. Ini selanjutnya menimbulkan respons batin dalam bentuk sikap si

subjek terhadap objek yang diketahui. Akhirnya rangsangan yakni objek yang telah

diketahui dan disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respons lebih jauh

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter II 5

lagi, yaitu berupa tindakan (action) terhadap atau sehubungan dengan stimulus atau

objek tadi. Namun demikian, di dalam kenyataan stimulus yang diterima subjek dapat

langsung menimbulkan tindakan. Artinya seseorang dapat bertindak atau berperilaku

baru tanpa mengetahui terlebih dahulu makna stimulus yang diterimanya. Dengan

kata lain tindakan (practice) seseorang tidak harus didasari oleh pengetahuan atau

sikap.

Tindakan atau praktek adalah respons atau reaksi kongkret seseorang terhadap

stimulus atau objek. Penyebab seseorang berperilaku kesehatan atau tidak berperilaku

kesehatan ada empat yaitu: 1) Pikiran dan perasaan dalam bentuk pengetahuan,

perpeksi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap kesehatan. 2) Perilaku

kesehatan dari orang lain yang menjadi panutan cenderung akan dicontoh. 3) Sumber

daya yang mencakup fasilitas kesehatan, uang, waktu, tenaga, jarak ke fasilitas

kesehatan akan berpengaruh positif maupun negatif terhadap perilaku seseorang. 4)

Kebudayaan yang terbentuk dalam jangka waktu lama sebagai akibat kehidupan

masyarakat bersama, akan berubah baik secara cepat maupun lambat sesuai dengan

dinamika masyarakat (Budiharto, 2010).

Selain teori perilaku yang dikemukakan oleh Blumm, juga dikenal teori

perilaku yang dikemukakan oleh Rosenstock (1974) yaitu teori Health Belief Model.

Teori ini mengemukakan bahwa kepercayaan seseorang terhadap kerentanan dirinya

dari suatu penyakit dan potensi penyakit, akan menjadi dasar seseorang melakukan

tindakan untuk pencegahan atau pengobatan terhadap penyakit tersebut (Budiharto,

2010)

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter II 5

Beberapa teori perilaku yang dikemukakan tersebut secara umum dapat

diamati pada orang dewasa. Hal ini akan berbeda jika melihat perilaku pada anak-

anak. Menurut Davies (1984), perilaku anak sangat dipengaruhi oleh perilaku ibunya.

Oleh sebab itu, ibu berperan dalam menentukan perilaku anak. Hal ini menjadi dasar

keyakinan para ahli bahwa tingginya angka penyakit gigi pada anak SD sangat

dipengaruhi oleh peran orang tua, khususnya ibu. Hal ini disebabkan oleh tingkat

ketergantungan anak yang sangat tinggi terhadap orang tua. Apabila perilaku ibu

mengenai kesehatan gigi baik, maka dapat dilihat bahwa status kesehatan gigi dan

mulut anaknya akan baik (Ambarwati, 2010).

Orang tua adalah tokoh panutan anak-anak, oleh karena itu diharapkan agar

orang tua dapat menjadi teladan, sehingga anak yang belum bersekolahpun sudah

mau dan mampu untuk menyikat gigi dengan baik dan teratur melalui model yang

ditiru dari orang tua atau ibunya (Maulani & Enterprise, 2005).

Berdasarkan hasil penelitian Pamurnasih (2008) tentang perilaku ibu dalam

menjaga kesehatan gigi dan mulut anak usia prasekolah di wilayah Puskesmas

Kedung Mundu Kota Semarang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna

antara pengetahuan, sikap dan praktik ibu dengan status kesehatan gigi dan mulut

anak usia prasekolah. Demikian juga dengan hasil penelitian Ariningrum, R. dan

Indriasih, E. (2006) menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan, sikap

dan perilaku tentang karies gigi dengan indeks DMF-T anak kelas VI di Kecamatan

Penjaringan, Jakarta Utara

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter II 5

2.2.2. Tindakan Pemeliharan Kesehatan Gigi dan Mulut

Menurut Kegeles (1961) ada empat faktor utama agar seseorang mau

melakukan pemeliharaan kesehatan gigi, yaitu: 1) Merasa mudah terserang penyakit

gigi, 2) Percaya bahwa penyakit gigi dapat dicegah, 3) Pandangan bahwa penyakit

gigi dapat berakibat fatal, dan 4) Mampu menjangkau dan memanfaatkan fasilitas

kesehatan. Namun, yang terjadi di tengah masyarakat Indonesia adalah masih

buruknya pengetahuan terhadap kesehatan gigi dan mulut. Hal ini dapat dilihat dari

persentase penduduk yang meyakini semua orang akan mengalami karies gigi,

tanggalnya gigi pada usia lanjut, kesembuhan gigi tanpa perawatan dokter, dan

penyakit gigi tidak berbahaya atau perawatan gigi dapat menimbulkan rasa sakit.

Keyakinan ini akan berpengaruh buruk pada tindakan pemeliharaan dan pencegahan

gigi (Situmorang, 2005).

Seharusnya banyak masalah kesehatan yang disebabkan oleh kesehatan gigi

yang buruk dapat diatasi. Beberapa upaya pencegahan kesehatan gigi dan mulut yang

dapat dilakukan, antara lain: menjaga kebersihan gigi dan mulut (menyikat gigi,

menggunakan obat kumur, menggunakan pembersih interdental), pengaturan pola

makan (mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung serat ), pemeriksaan gigi

(memeriksakan gigi minimal 2 kali dalam setahun) (Haris & Christen, 1995: Pintauli

& Hamada, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter II 5

2.2.2.1. Menjaga Kebersihan Gigi dan Mulut

Kebersihan mulut yang baik diperlukan untuk meminimalisir agen penyebab

penyakit mulut dan membuang plak gigi. Plak tersebut mengandung bakteri yang

dapat dicegah dengan pembersihan dan pemeriksaan gigi secara teratur. Berbagai cara

menjaga kebersihan gigi dan mulut yang dapat dilakukan ibu terhadap kesehatan gigi

anaknya, yaitu:

a. Membantu menyikat gigi anak. Menyikat gigi anak dapat dilakukan secara rutin,

yaitu dua kali sehari (setelah sarapan pagi dan sebelum tidur malam) dengan

menggunakan pasta gigi

b. Mengajari anak cara menyikat gigi. Mengajari menyikat gigi dapat dilakukan di

depan cermin. Jelaskan sebelumnya permukaan gigi yang harus disikat dengan

memakai gambar atau model gigi. Tujuan utama penyikatan gigi adalah untuk

membersikan sisa makanan yang menempel pada gigi.

c. Mengawasi anak saat melakukan sikat gigi. Pengawasan dapat dilakukan dengan

melihat lamanya menggosok gigi 2-3 menit dan dapat diperiksa dengan kontrol

plak yang menggunakan zat pewarna untuk melihat adanya plak yang masih

melekat pada permukaan gigi.

d. Menyediakan sikat gigi yang ukurannya sesuai dengan ukuran dan umur anak.

e. Mengganti sikat gigi anak setidaknya tiga bulan sekali atau segera diganti jika

bulu sikat gigi sudah melebar/rusak.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter II 5

f. Mengawasi pemakaian pasta gigi yang berfluorida yang baru boleh diberikan

pada anak-anak di atas usia 3 tahun yang sudah dapat berkumur dan membuang

air kumurannya atau meludah.

g. Ukuran pasta gigi yang diberikan hanya sebesar ukuran kacang tanah atau

sekitar 0,5 cm (Panjaitan, 1997: Pintauli & Hamada, 2008).

2.2.2.2. Pengawasan Jajanan

Tingkat kebersihan gigi dan mulut dapat dilihat dari proses pembentukan

plak. Menurut McDonald dan Avery (1994), bahan makanan yang tergolong

karbohidrat dapat difermentasikan oleh bakteri, sehingga dapat menurunkan pH plak

dalam rongga mulut sampai dibawah 5 dalam waktu 1-3 menit (Haswani, D.A.,

2005). Sedangkan Makanan berserat seperti sayur-sayuran dan buah-buahan

mengandung 75-95% air. Sayur-sayuran dan buah-buahan merupakan pembersih

alamiah pada permukaan oklusal gigi-geligi, berkaitan dengan serat yang terkandung

didalamnya. Serat dapat memperlambat proses makan, menghambat laju pencernaan

makanan, dan meningkatkan intensitas pengunyahan. Proses mengunyah makanan

berserat akan merangsang produksi air liur. Air liur dapat melindungi gigi dari proses

kerusakan (Pollack, R.L., 1985). Penelitian Johansson, dkk. (1996) dari Universitas

King Saud, Saudi Arabia menunjukkan tingkat kebersihan gigi dan mulut pada

vegetarian lebih baik daripada non vegetarian pada suku Indian.

Beberapa tindakan ibu dalam pemeliharan kesehatan gigi anak, melalui

pengawasan pola jajanan adalah:

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter II 5

a. Mengawasi jenis jajan dan menghindari makanan yang lengket dan manis serta

kandungan karbohidrat yang tinggi, seperti: permen, coklat dan makanan manis

lainnya yang dapat melekat erat pada permukaan gigi, sehingga sulit

dibersihkan.

b. Memberitahu anak setelah jajan yang manis harus segera berkumur atau minum

air putih

2.2.2.3. Pemeriksaan Gigi

Perawatan gigi dan mulut juga dilakukan melalui upaya pemeriksaan gigi ke

dokter gigi secara rutin. Menurut American Academy of Pediatric Dentistry

menyarankan agar kunjungan pertama ke dokter gigi dimulai pada erupsi gigi

pertama atau pada akhir usia 12 bulan. Pemeriksaan gigi secara rutin sebaiknya

dilakukan minimal 2 kali dalam setahun. Beberapa tindakan ibu dalam pemeliharan

kesehatan gigi anak, melalui pemeriksaan gigi adalah:

a. Pemeriksaan gigi anak dirumah satu bulan sekali untuk menemukan adanya

lubang, karang gigi, gigi berlapis/ gigi goyang.

b. Membawa anak ke dokter gigi 6 bulan sekali.

c. Membawa anak ke dokter gigi untuk penambalan gigi, pencabutan gigi,

pembersihan karang gigi.

2.3. Status Kesehatan Gigi dan Mulut Anak

Masalah kesehatan gigi dan mulut, menjadi perhatian yang sangat penting

dalam pembangunan kesehatan. Hal ini disebabkan oleh rentannya kelompok anak

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter II 5

usia sekolah dari gangguan kesehatan gigi. Usia sekolah merupakan masa untuk

meletakkan landasan kokoh bagi terwujudnya manusia yang berkualitas. Salah satu

faktor penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah dengan

meningkatkan kesehatannya, terutama kesehatan gigi dan mulut, karena dapat

mengakibatkan meningkatnya angka ketidakhadiran (bolos) pada proses pendidikan

di sekolah. Sesuai dengan rekomendasi WHO yang menyatakan bahwa kelompok

umur 12 tahun sangat penting untuk dilakukan pemeriksaan status kesehatan gigi

anak, karena umumnya anak-anak meninggalkan bangku sekolah dasar dan akan

beranjak ke masa remaja pada umur 12 tahun. Selain itu, semua gigi permanen

diperkirakan sudah erupsi pada kelompok umur ini kecuali gigi molar tiga.

Berdasarkan ini, umur 12 tahun ditetapkan sebagai pemantauan global (global

monitoring age) untuk karies

Berbagai penyakit yang menyerang gigi anak-anak tersebut dapat

menyebabkan gangguan pengunyahan yang menyebabkan terganggunya penyerapan

dan pencernaan makanan. Selain itu, dapat menyebabkan gangguan kesehatan secara

umum. Hal ini terjadi karena gigi berlubang yang tidak dirawat akan menjadi busuk

dan menjadi sumber infeksi yang dapat menyebabkan penyakit pada tubuh lainnya

(Axellson, 1999; Harris & Christen, 1995).

2.3.1. Karies

Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan kerusakan

jaringan, dimulai dari permukaan gigi (pit, fisur dan daerah interproksimal) meluas ke

arah pulpa. Karies gigi yang disebut juga lubang gigi merupakan suatu penyakit

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter II 5

dimana bakteri merusak struktur jaringan gigi (enamel, dentin dan sementum)

sehingga menyebabkan lubang pada gigi (Axellson, 1999).

Indeks karies digunakan untuk mengukur pengalaman seseorang terhadap

karies gigi. Dalam hal ini, indeks karies yang dipakai adalah indeks DMF-T yang

diperkenalkan oleh Klein, 1954. Indeks karies terdiri atas komponen D. M. F. T

sebagai berikut:

1. Decay : Gigi tetap dengan satu lesi karies atau lebih yang belum di tambal.

2. Missing : a. Mi (Missing indicated): Gigi tetap dengan lesi karies yang tidak

dapat ditambal lagi dan harus dicabut

b. Me (Missing extracted): Gigi tetap dengan lesi karies yang tidak

dapat ditambal lagi dan sudah dicabut

3. Filled : Gigi tetap dengan lesi karies dan sudah ditambal dengan sempurna

Angka DMF-T menggambarkan banyaknya karies yang diderita seseorang.

DMF-T maksudnya karies dihitung per gigi, artinya gigi yang memiliki karies lebih

dari 1 (misal karies pada gigi molar 1 permanen terdapat karies di oklusal dan di

bukal maka karies tetap dihitung ”satu”).

Rumus yang digunakan untuk menghitung DMF-T :

diperiksa yang orangJumlah FMDJumlah rata-rata T-DMF ++

=

Target Indeks DMF-T menurut WHO menetapkan status kesehatan gigi dan

mulut (Oral Health Global Indicators for Year 2015) untuk anak usia 12 tahun yaitu

rata-rata indeks DMF-T per-anak < 1

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter II 5

2.3.2. Oral Higiene

Indeks Oral Higiene (OHI) mengukur debris dan kalkulus yang menutupi

permukaan gigi yang terdiri atas dua komponen yaitu indeks debris dan indeks

kalkulus. Indeks debris maupun indeks kalkulus masing-masing mempunyai

rentangan skor 0-3.

Oral debris adalah lapisan lunak yang terdapat di atas permukaan gigi yang

terdiri atas mucin, bakteri dan sisa makanan yang putih kehijau-hijauan dan jingga.

Indeks debris yang dipakai adalah Debris Index (D.I) Greene and Vermillion (1960)

dengan kriteria sebagai berikut:

Tabel 2.1. Indeks Debris

Skor Kriteria 0 Tidak ada debris atau stein/pewarnaan ekstrinsik 1 Ada debris lunak yang menutupi permukaan gigi seluas 1/3 permukaan atau

kurang dari 1/3 permukaan Tidak ada debris lunak tetapi ada pewarnaan ekstrinsik yang menutupi permukaan gigi, sebagian atau seluruhnya

2 Ada debris lunak yang menutupi permukaan gigi seluas lebih 1/3 permukaan atau kurang dari 2/3 permukaan

3 Ada debris lunak yang menutupi 2/3 permukaan atau seluruh permukaan gigi

(6) Diperiksa Yang GigiJumlah DiperiksaSkor Jumlah isIndeksDebr =

Kalkulus adalah pengendapan dari garam-garam anorganis yang terutama

terdiri atas kalsium karbonat dan kalsium fosfat tercampur dengan sisa-sisa makanan,

bakteri-bakteri dan sel-sel epitel yang telah mati. Berdasarkan lokasi perlekatannya

dikaitkan dengan tepi gingival, kalkulus dapat dibedakan atas dua macam yaitu: 1)

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter II 5

kalkulus supra gingiva adalah karang gigi yang terdapat di sebelah oklusal dari tepi

free gingiva. Biasanya berwarna putih sampai kecoklat-coklatan. Konsistensinya

keras seperti batu apung, dan mudah dilepas dari perlekatannya ke permukaan gigi. 2)

kalkulus sub gingiva adalah karang gigi yang terdapat di sebelah lingual dari tepi

gingiva bebas dan biasanya berwarna coklat muda sampai hitam bercampur dengan

darah. Konsistensinya keras seperti batu api, dan melekat sangat erat kepermukaan

gigi. Pengukuran indeks kalkulus yang digunakan adalah Calculus Index (C.I.)

Greene and Vermillion yaitu:

Tabel 2.2. Indeks Kalkulus

Skor Kriteria 0 Tidak ada kalkulus 1 Ada kalkulus supragingiva yang menutupi karang dari 1/3 permukaan gigi 2 a. Ada kalkulus supragingiva yang menutupi lebih dari 2/3/ permukaan

gigi b. Pada bagian servikal terdapat sedikit kalkulus subgingiva

3 a. Ada kalkulus supragingiva yang menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi atau seluruh permukaan gigi

b. Ada kalkulus subgingiva yang menutupi dan melingkari seluruh servikal

(6) Diperiksa Yang GigiJumlah DiperiksaSkor Jumlah Kalkulus Indeks =

Pengukuran Indeks kebersihan mulut menggunakan Simplified Oral Hygiene

Index (OHI-S) Greene and Vermillion. Yang diukur hanya ke-enam gigi indeks, yaitu

gigi 16, 11, 26, 36, 31, dan 46. Pada gigi 16, 11, 26, 31 yang dilihat permukaan

bukalnya sedangkan gigi 36 dan 46 permukaan lingualnya. Apabila gigi 11 tidak ada

diganti dengan gigi 21 dan sebaliknya.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter II 5

Indeks OHI-S = Indeks Debris + Indeks Kalkulus

Indeks Oral Hygiene rata-rata = Diperiksa yangAnak Jumlah

S-OHIJumlah

Tingkat kebersihan mulut secara klinis pada OHI-S dikategorikan baik jika

Indeks OHI-S: 0,0 - 1,2 , sedang: 1,3 – 3,0 dan buruk 3,1 – 6,0.

2.3.3. Gingivitis

Gingivitis merupakan sebuah proses peradangan yang terbatas pada jaringan

epitel mukosa disekitar bagian servikal gigi. Gingivitis merupakan peradangan gusi

yang paling sering tejadi dan merupakan respons inflamasi yang belum merusak

jaringan pendukung. Gingivitis mengalami perubahan warna gusi mulai dari

kemerahan sampai pada merah kebiruan sesuai dengan bertambahnya proses

peradangan yang terus menerus. Rasa sakit atau nyeri jarang dirasakan, sehingga hal

ini menjadi alasan utama gingivitis kronis kurang mendapat perhatian. Tanda-tanda

dan gejala gingivitis secara umum meliputi: gusi bengkak, gusi lunak, mudah terluka

dan mudah berdarah ketika disikat (Manson dan Eley, 1993).

Tingkat/ derajat gingivitis yang terjadi pada anak sekolah dasar dapat diukur

dengan menggunakan Index Gingiva (Ramfjord, 1959). Pemeriksaan dilakukan pada

6 gigi yang sudah ditentukan pada permukaan bukal, labial lingual.

6 1 4

4 1 6

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter II 5

Tabel 2.3. Kriteria Gingiva

Skor Kriteria 0 1 2 3

Normal Mild Gingivitis Moderate Gingivitis Severe Gingivitis

tidak ada peradangan gingiva ringan, tetapi tidak meluas mengelilingi gigi gingivitis sedang, dan gingivitis meluas melingkari gigi Gingivitis parah, ditandai dengan kemerahan, kemungkinan telah ada pendararhan spontan dan ulcerasi

diperiksa yang gigijumlah gigi tiapgingival indeksjumlah gingival Indeks =

Kriteria keparahan inflamasi gingival secara klinis digolongkan atas gingivitis

ringan: 0,0 – 1,0; gingivitis sedang: 1,1 – 2,0 dan gingivitis parah: 2,1 – 3,0

2.4. Landasan Teori

Masalah kesehatan gigi dan mulut menjadi perhatian yang sangat penting

dalam pembangunan kesehatan, khususnya anak usia sekolah dasar. Usia sekolah

merupakan masa untuk meletakkan landasan kokoh bagi terwujudnya manusia yang

berkualitas dan kesehatan merupakan faktor penting yang menentukan kualitas

sumber daya manusia tersebut. Rasa sakit pada gigi dan mulut jelas menurunkan

selera makan mereka. Dampak lainnya, kemampuan belajar mereka pun turun

sehingga berpengaruh pada prestasi belajar. Menurut Blumm derajat kesehatan

(sehat-sakit) seseorang sangat dipengaruhi oleh empat hal, yaitu: lingkungan,

kelengkapan fasilitas kesehatan, perilaku dan genetika. Dari hasil penelitiannya di

Amerika Serikat sebagai salah satu negara yang sudah maju, Blumm menyimpulkan

bahwa lingkungan mempunyai andil yang paling besar terhadap status kesehatan,

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Chapter II 5

disusul oleh perilaku dan keturunan. Perilaku yang terbentuk dipengaruhi oleh dua

hal, yaitu faktor internal (umur, pendidikan, jenis kelamin, pengetahuan, sikap dan

berbagai faktor lainnya) dan faktor eksternal (budaya, nilai-nilai, sosial, politik).

Faktor internal sering disebut sebagai karakteristik personal. Hal ini membuktikan

bahwa karakteristik personal sangat berpengaruh terhadap sehat sakitnya seseorang

(Notoatmodjo, 2005)

Menurut Davies (1984), perilaku anak sangat dipengaruhi oleh perilaku

ibunya. Oleh sebab itu, ibu berperan dalam menentukan perilaku anak. Hal ini

menjadi dasar keyakinan para ahli bahwa tingginya angka penyakit gigi pada anak

SD sangat dipengaruhi oleh peran orang tua, khususnya ibu. Hal ini disebabkan oleh

tingkat ketergantungan anak yang sangat tinggi terhadap orang tua. Apabila perilaku

ibu mengenai kesehatan gigi baik, maka dapat dilihat bahwa status kesehatan gigi dan

mulut anaknya akan baik. Semakin baik perilaku seorang ibu, maka akan semakin

baik pula derajat kesehatan anaknya. Apabila perilaku ibu mengenai kesehatan gigi

baik, maka dapat diprediksi bahwa status kesehatan gigi anaknya akan baik. Perilaku

ibu itu sendiri dipengaruhi oleh dua aspek, yaitu internal (umur, pendidikan, nilai,

budaya, pendapatan) dan eksternal (lingkungan sosial, ekonomi, politik). Peran serta

orang tua sangat diperlukan di dalam membimbing, memberikan pengertian,

mengingatkan, dan menyediakan fasilitas kepada anak agar anak dapat memelihara

kebersihan gigi dan mulutnya. Perilaku orang tua sangat penting dalam mendasari

terbentuknya perilaku yang mendukung atau tidak mendukung kesehatan gigi dan

mulut anak (Ambarwati, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Chapter II 5

Beberapa cara menjaga kebersihan mulut yang dapat dilakukan ibu terhadap

kesehatan gigi anaknya, yaitu: membantu menyikat gigi anak pada waktu balita,

mengajari anak cara menyikat gigi sejak balita, mengawasi lamanya menyikat gigi

sampai sekarang, menyediakan sikat gigi sesuai ukuran dan umur anak, mengganti

sikat gigi anak tiga bulan sekali atau apabila bulu sikat gigi sudah melebar/rusak,

menyediakan pasta gigi yang mengandung fluor, memberi ukuran pasta gigi yang

sesuai. Mengawasi jenis jajanan yang lengket dan manis, berkumur setelah makan

makanan yang manis atau minum air putih, memeriksa gigi anak satu bulan sekali

sejak usia 2 tahun untuk menemukan adanya lubang, karang gigi, gigi berlapis/

goyang, membawa anak ke dokter gigi 6 bulan sekali, melakukan penambalan gigi,

pencabutan gigi, dan pembersihan karang gigi (Panjaitan, 1997: Pintauli & Hamada,

2008).

2.5. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri variabel bebas (faktor resiko)

yaitu: karakterisik ibu (umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan) dan tindakan

ibu, variabel terikat (efek) yaitu: status kesehatan gigi anak SD.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Chapter II 5

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 2.1. Kerangka Konsep

Karakteristik Ibu 1. Umur ibu yang mempunyai anak

- ≤ 40 tahun - > 40 tahun

2. Tingkat Pendidikan - Tidak sekolah/SD - SMP - SMU - PT

3. Tingkat Pendapatan - Tinggi ( ≥ Rp. 300.000/bulan/orang keluarga) - Rendah (<Rp. 300.000/bulan/orang keluarga)

Tindakan Ibu dalam Pemeliharaan Kesehatan Gigi pada Anak

- Membantu menyikat gigi anak pada waktu balita. - Mengajari anak cara menyikat gigi sejak balita - Mengawasi lamanya menyikat gigi sampai

sekarang. - Menyediakan sikat gigi sesuai ukuran dan umur

anak. - Mengganti sikat gigi anak tiga bulan sekali atau

apabila bulu sikat gigi sudah melebar/rusak. - Menyediakan pasta gigi yang mengandung fluor - Memberi ukuran pasta gigi yang sesuai. - Mengawasi jenis jajanan yang lengket dan manis. - Mengajarkan kepada anak agar berkumur setelah

memakan makanan yang manis/minum air putih - Memeriksa gigi anak satu bulan sekali untuk

menemukan adanya lubang gigi, karang gigi, gigi berlapis.

- Membawa ke dokter gigi 6 bulan sekali - Membawa anak ke dokter gigi untuk penambalan

gigi, pencabutan gigi, dan pembersihan karang gigi.

Status Kesehatan Gigi

Anak SD

1. Oral Higiene - Indeks Debris - Indeks Kalkulus

2. Karies - Indeks DMFT

3. Gingivitis - Derajat Gingivitis

Universitas Sumatera Utara