Chapter II

Embed Size (px)

DESCRIPTION

perkebunan di Indonesia

Citation preview

BAB II URAIAN TEORITIS

2.1 Pengertian Perkebunan Istilah perkebunan sudah lama dikenal, sejak pemerintahan kolonial Belanda. Pada tahun 1938 di Indonesia terdapat 243 perkebunan besar. Pada tahun 1870 dengan keluarnya undang-undang agraria pengaturan perkebunan-perkebunan swasta di Indonesia lebih tegas dan jelas. Keluarnya undang-undang agraria mempunyai tujuan utama mengundang penanaman modal swasta ke Indonesia untuk berusaha mengembangkan produk-produk pertanian yang diperlukan pasaran dunia, terutama Eropa. Setelah merdeka, pemerintah Indonesia mengambil alih perkebunan-perkebunan yang dikelola oleh Belanda, tepatnya sejak tahun 1957 (Syamsulbahri, 1996; 1). Perkembangan perkebunan setelah orde baru dengan program

pembagunan lima tahunan (Pelita) tahap demi tahap telah memfokuskan program pembangunannya terutama dalam sektor tanaman pangan, sedangkan sektor perkebunan memberikan kerangka landasan peningkatan produksi dan diversifikasi tanaman ekspor. Pada tahun 1992 telah berhasil membuat Undang-Undang Nomor 12 tentang budidaya tanaman. Dengan adanya undang-undang tersebut pemerintah telah memberikan kebebasan kepada petani untuk menentukan pilihan jenis tanaman dan pembudidayaannya, serta kewajiban pemerintah dalam menjamin penghasilan petani (Syamsulbahri, 1996; 1).

Universitas Sumatera Utara

Sejarah perkebunan sebelum penjajahan Belanda di Indonesia, perkebunan belum terorganisir secara struktural. Selama dekade penjajahan Belanda, Inggris, dan Jepang pengelolaan perkebunan beralih kepenguasa, dalam hal ini penjajah. Pada zaman Belanda dikenal sistem tanam paksa. Setelah merdeka pengelolaan perkebunan masih seperti zaman Belanda, barulah tahun 1957 terjadi perubahan pengelolaan perkebunan. Pada tahun tersebut terjadi pengambil-alihan perkebunan dari orang-orang asing oleh pemerintah Republik Indonesia. Dambaan petani untuk menjadi tuan di tanahnya sendiri sangat diharapkan, karena menajer-manajer perkebunan telah diisi oleh putra-putra Indonesia. Pada kenyataannya kenyataan tersebut tidak bisa terwujud, karena didalam negeri sudah terlalu lama mengalami peperangan untuk merebut kemerdekaan. Pada tahap dicanangkannya program-program Pelita, pada subsektor perkebunan mulai dilakukan pembenahan-pembenahan oleh pemerintah. Pada Pelita I dan II telah dilakukan upaya-upaya untuk mengembalikan dan memulihkan perkebunan-perkebunan yang terlantar. Pada Pelita III hingga V dilaksanakan serangkaian usaha-usaha intensifikasi, rehabilitasi, dan diversifikasi perkebunan. Pada Pelita III perkembangan sektor perkebunan amat mencolok, terutama ditinjau dari perluasan areal perkebunan baik di Jawa maupun diluar Jawa (Syamsulbahri, 1996; 3). Sebelum mempelajari lebih jauh tentang perkebunan perlu kesatuan pengertian dari perkebunan itu sendiri. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam pemahaman selanjutnya, terutama tanaman perkebunan tahunan. Perkebunan

Universitas Sumatera Utara

dapat diartikan berdasarkan fungsi, pengelolaan, jenis tanaman, dan produk yang dihasilkan. 1. Perkebunan berdasarkan fungsinya dapat diartikan sebagai usaha untuk menciptakan lapangan kerja, peningkatan pendapatan dan devisa negara, dan pemeliharaan kelestarian sumber daya alam 2. Berdasarkan pengelolaannya, perkebunan dapat dibagi menjadi : 1) perkebunan rakyat; 2) perkebunan besar; 3) perkebunan perusahaan inti rakyat; 4) perkebunan unit pelaksana proyek 3. Perkebunan berdasarkan jenis tanamannya dapat diartikan sebagai usaha bididaya tanaman yang filakukan oleh rakyat, pemerintah, maupun swasta selain tanaman pangan dan holtikultura 4. Perkebunan berdasarkan produknya dapat diartikan sebagai usaha budidaya tanaman yang ditujukan untuk menghasilkan bahan industri (misalnya karet, tembakau, cengkeh, kapas), bahan industri makanan (misalnya kelapa, kelapa sawit, dan kakao), dan makanan (misalnya tebu, teh, kopi, dan kayu manis). Dari pengertian-pengertian tersebut perkebunan dapat diartikan sebagai: usaha bididaya tanaman baik oleh pemerintah, swasta, rakyat, maupun secara bersama-sama dalam skala luas maupun sempit areal lahan yang digunakan namun bertujuan untuk mendapatkan peningkatan pendapatan dan devisa negara, tanpa mengabaikan penyerapan tenaga kerja dan pelestarian sumber daya alam (Syamsulbahri, 1996; 15)

Universitas Sumatera Utara

2.1.1 Manajemen Perkebunan Manajemen dapat diartikan sebagai usaha pengelolaan sumber-sumber daya untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien, dimana sifatnya universal yang berarti dapat berlaku secara umum untuk berbagai organisasi. Dalam

perkembangannya, perkebunan dijadikan sebagai satu sub-sektor dari sektor pertanian. Dimana sub-sektor perkebunan dijadikan andalan dalam memasukkan devisa negara dari sektor non-migas. Pengelolaannya ada yang dilakukan oleh pemerintah, swasta, maupun oleh rakyat. Sistem pengelolaan perkebunan di Indonesia ada keterpaduan antara unsur-unsur yang membentuk sub-sektor perkebunan yang meliputi pemerintah, swasta dan masyarakat (Syamsulbahri, 1996; 16). 1. Perkebunan Rakyat Perkebunan rakyat yang sering disebut juga pola swadaya menduduki hampir 80% dari total areal perkebunan yang ada di Indonesia. Pengelolaannya masih terbatas, dalam artian belum ada pembagian pengelolaan untuk masing-masing sistem. Untuk itu seorang petani tanaman perkebunan dapat berfungsi dan bertindak sebagai pelaksana setiap kegiatan usahanya. 2. Perkebunan Besar Perkebunan besar swasta dan perkebunan besar milik negara sering disebut sebagai satu plantation atau estate dimana pengelolaannya jelas untuk masing-masing sub-sistem, akan tetapi merupakan satu kesatuan manajemen. Manajemen perkebunan

Universitas Sumatera Utara

yang meliputi manajemen tanaman, manajemen pengolahan hasil dan manajemen pemasaran komoditi perkebunan. Beberapa ciri dari perkebunan besar, antara lain : hamparan lahan reatif luas, tanaman dan tata tanam yang seragam, pemakaian bibit unggul dan teknologi relatif maju, perencanaan terinci dan pegawasan yang ketat, standarisasi (prosedur, prestasi, hasil, mutu dan biaya), penggunaan tenaga kerja terampil atau terlatih, disiplin dalam berbagai bidang, akomodasi pekerja di sekitar unit kerja, wadah organisasi dan mekanisme koordinasi. Pola organisasi perusahaan perkebunan umumnya dapat digambarkan sebagai organisasi intern yang mengatur hubungan antara kantor Direksi dengan kebun atau Pabrik. Atas dasar laporan-laporan harian, bulanan serta tugas-tugas pengawasan dilakukan oleh aparat direksi. Seluruh kegiatan administrasi kebun/pabrik dikoordinir oleh Kantor Direksi. 3. Perusahaan Perkebunan Inti Rakyat Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR-BUN) Direktorat Jenderal Perkebunan mengartikan sebagai usaha pengembangan perkebunan dengan menggunakan perkebunan besar sebagai inti yang membantu dan membimbing perkebunan rakyat sekitarnya sebagai plasma dalam suatu sistem kerjasama yang saling menguntungkan, utuh, dan berkesinambungan. Perusahaan inti merupakan perusahaan perkebunan besar baik milik swasta maupun milik negara, sedangkan kebun plasma merupakan areal wilayah plasma yang dibangun oleh perusahaan inti dengan tanaman perkebunan yang diperuntukkan bagi petani peserta.

Universitas Sumatera Utara

4. Perkebunan Unit Pelaksana Proyek Unit pelaksana proyek merupakan salah satu pendekatan yang dilakukan dalam pembinaan dan pelaksanaan proyek perkebunan, setiap unit pelaksanaan proyek perkebunan ditentukan oleh luas areal perkebunan rakyat yang dibina, dimana pembinannya dilaksanakan mulai dari pembibitan, penanaman sampai dengan pengolahan dan pemasaran hasil. Pembinaan dilakukan secara menyeluruh termasuk juga peningkatan keterampilan para petani dengan mengadakan kursus-kursus latihan-latihan, dan bimbingan didalam inti proyek.

2.2 Sejarah Tanaman Teh Umum menduga bahwa tanah asal tanaman teh terletak dipegunungan antara Tibet dan Republik Rakyat Cina (RRC) sebelah selatan, yaitu didaerah antara 25-35 derajat lintang utara, dan antara garis meridian 95-105 derajat. Kebun kebun teh yang pertama diselenggarakan orang ada ditanah pegunungan sebelah barat RRC Selatan. Hingga sekarang propinsi Szechwan merupakan salah satu daerah teh yang terpenting di Asia Tenggara. Sejak zaman dahulu kala hasil tanaman teh di daerah tersebut dipergunakan orang dalam ilmu pengobatan (Spillane, J., 1992; 15). Di negeri Jepang tanaman teh untuk pertama kali ditanam dalam tahun 800. Biji-bijinya didatangkan dari negeri Tiongkok. Meskipun tumbuh tanaman teh di Jepang baik, lama perhatian penduduk kepada tanaman itu sedikit. Dalam abad XV atas usaha Shogun Yosshimasa hasil tanaman teh mulai dipuji-puji orang. Di Jepang

Universitas Sumatera Utara

sejak itu timbul kebiasaan untuk menyelenggarakan upacara minum teh tiap-tiap tahun, yang sampai sekarang masih berlangsung. Perhatian terhadap hasil teh tidak terbatas di Jepang dan RRC saja. Abad VI pedagang-pedagang Turki yang sudah mengadakan hubungan dengan Tiongkok, membawa hasil teh ke negerinya untuk diperdagangkan. Abad XVI hasil teh mulai dikenal orang dibenua Eropa, yaitu setelah pendeta-pendeta Kristiani yang datang kembali dari Tiongkok dan membawanya sebagai oleh-oleh. Tahun 1610 oleh pedagang bangsa Belanda hasil teh dari Tiongkok mulai diperdagangkan di negeri Belanda dan lain-lain negeri di Eropa. Dalam abad XVIII lebih banyak lagi orang-orang di benua Eropa suka minum teh. Juga di Rusia dalam abad tersebut sudah banyak orang yang mengenal teh, sementara itu hasil teh juga diperkenalkan kepada penduduk Amerika Utara, yang beda dengan penduduk benua lainnya umumnya memberi sambutan baik sekali (Spillane, J., 1992; 16). Dengan demikian maka dalam abad XVIII hasil teh sudah dikenal dan diharapkan orang diseluruh dunia, sehingga di pasar dunia hasil teh itu merupakan barang dagangan yang penting dan yang memberikan banyak keuntungan.

2.3. Definisi dan Jenis Teh Tanaman teh aslinya ditulis oleh Linnaeus didalam sistem binominalnya pada tahun 1753 sebagai Teh sinensis, sekarang teh diletakkan di Camellia sebagai C, sinensis (keluarga Tehaceae). Linnaeus mengakui dua jenis yang sebelumnya

Universitas Sumatera Utara

digambarkan oleh John Hill, yaitu , T.viridis dan T.bohea. secara keliru dianggap bahwa T.bohea adalah sumber teh hitam, sedangkan T.viridis menghasilkan teh hijau. Pada tahun 1843 Robert Fortune menemukan bahwa teh hitam dan teh hijau dihasilkan dari daun tanaman yang sama dengan proses produksi yang berbeda (Spillane, J., 1992; 19). Pada umumnya teh-teh dapat dikelompokkan dalam tiga golongan (Spillane, J., 1992; 22): 1. Teh yang difermentasikan atau teh hitam (fermented) 2. Teh yang tidak difermentasikan atau teh hijau 3. Teh yang setengah difermentasikan atau oolong (semi fermented) Teh datang dari tanaman yang hampir sama di semua negara. Perbedaan antara jenis teh tersebut dikarenakan perbedaan cara produksi dan iklim lokal, tanah dan kondisi pengolahan. Ada kira-kira 1.500 tanaman teh yang berbeda dan kira-kira 2.000 campuran yang mungkin. Dalam perdagangan teh internasional dikenal 3 golongan teh, yang pengolahannya berbeda-beda dan demikian juga bentuk serta cita rasanya, yakni (Spillane, J., 1992; 22): a. Black Tea (teh hitam) b. Green Tea (teh hijau atau teh wangi) c. Oolong Tea (Teh Oolong)

Universitas Sumatera Utara

Perbedaan pokok antara teh hitam dan teh hijau adalah bahwa teh hitam mengalami proses fermentasi (proses pemeraman) yang merupakan ciri khasnya, sedangkan teh hijau tidak mengenal fermentasi dalam proses pengolahannya. Disamping itu teh hitam tidak mangandung unsur-unsur lain diluar pucuk teh, sedangkan teh hijau karena bau daunnya tidak hilang (karena tidak mangalami proses fermentasi itu) harus dikompensasi dengan wangi-wangian dari bahan non teh. Di Indonesia biasanya bunga melati digunakan dalam proses ini. Teh Oolong khas teh Cina/Taiwan, merupakan semacam perkawinan antara teh hitam dan teh hijau, yakni mengalami setengah fermentasi. Jenis-jenis mutu teh hitam dapat dibagi dalam tiga golongan dengan perincian sortasi mutu-mutunya sebagai berikut: 1. Teh daun atau Leaf Tea, yang terdiri dari mutu-mutu: Orange Pekoe, Pekoe, Pekoe Souchon 2. Teh Remuk atau Broken Tea, yang terdiri dari mutu-mutu: Broken Orange Pekoe, Broken Pekoe, Broken Tea. 3. Teh Bubuk atau Powdered Tea, yang terdiri dari mutu-mutu: Fanning, Dust. Teh daun mempunyai karakteristik mutu-mutunya sebagai berikut: a. Orange Pekoe (singkatan dalam perdagangan OP), terdiri untuk sebagian besarnya dari kuncup-kuncup yang halus dan masih berbulu yang belum mekar/terbuka.

Universitas Sumatera Utara

Bentuk teh ini panjang dan halus. Warna teh ini hitam mengkilap dan pada ujung kuncup daun itu terdapat titik kuning emas (tips). b. Pekoe (P), terdiri dari daun-daun kuncup. Warnanya hitam mengkilap bercampur warna kecoklat-coklatan. Bentuknya lebih pendek dan lebih lebar dibanding OP. c. Pekoe Souchon (PS), terdiri dari daun pucuk. Warnanya hitam mengkilap. Rasanya lebih pahit dan kurang harum dibanding OP dan P. Teh remuk mempunyai karakteristik mutu-mutunya sebagai berikut: a. Broken Orange Pekoe (BOP), bentuknya keriting ukuran kecil daun teh remuk yang tidak utuh. Teh ini mengandung tips (kuncup yang belum mekar). Warnanya hitam mengkilap tanpa warna coklat. b. Broken Pekoe (BP), rupanya hampir sama dengan BOP, tetapi tidak mengandung tips. c. Broken Tea (BT), terdiri dari daun-daun yang tidak tergulung sewaktu masuk mesin penggulung (roller) dan mempunyai bentuk kecil-kecil serta tipis. Sebelum pihak konsumen teh membeli teh hasil perkebunan tertentu, mutu teh itu dinilai terlebih dahulu dari contoh-contoh representatif yang diambil dari suatu chop produksi. Penilaian teh atau tea testing dilakukan dalam dua tingkat, yakni (Spillane, J., 1992; 23): a. Penilaian kualitas luarnya dari teh (Appearance of teh tea) b. Penilaian kualitas dalamnya (Inner quality). Dalam melaksanakan penilaian teh itu digunakan cara-cara sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

a. Pemeriksaan contoh teh kering dengan menilai kenampakannya secara visual (visual appearance) dalam bentuk teh, warnanya,keratannya. b. Pemeriksaan contoh air seduhan (liquor) teh dengan menilai warna, aroma, dan rasa. c. Pemeriksaan contoh ampas seduhan (infusion) dengan menilai warna serta aromanya. Diambil kadar air dari teh kering (teh terkenal higroskopis/menghisap lembab udara).

2.4. Komoditi Teh di Indonesia 2.4.1. Sejarah Teh Indonesia Tanaman teh mulai dikenal di Indonesia pada tahun 1686. Pembawa tanaman tersebut adalah seorang Belanda yang bernama Andreas Cleyer di perkebunan Batavia (Jakarta). Usaha ini bukan dalam skala besar tetapi minat untuk menanam teh bertambah makin luas. Sesudah tahun 1728 pengolahan teh didukung oleh pemerintah. Lalu percobaan-percobaan di kebun Botani di Bogor berhasil pada tahun 1826. Perkebunan teh yang pertama di Indonesia dimulai oleh J.I.L.L. Jacobson pada tahun 1828. Sesudah ini, perkembangan industry teh di Indonesia sungguhsungguh terjadi. Lebih banyak lagi perkebunan didirikan dan pada tahun 1870 ada 15 perkebunan yang berjalan. Sampai saat ini pohon teh diimpor dari Cina dan Jepang. Namun, pada tahun 1872, bibit dari jenis teh Assam diimpor dari India karena jenis ini lebih tahan lama. Sejak saat itu, berangsur-angsur teh Assam menggantikan teh Cina serta berkembang semakin luas. (Spillane, J., 1992; 32).

Universitas Sumatera Utara

Pada tahun 1900-an pengembangan perkebunan teh diserahkan kepada swasta karena biayanya cukup besar. Dengan menanam bibit teh yang berasal dari Assam (India), hasilnya ternyata lebih baik dibanding kedua bibit yang ditanam sebelumnya. Sejak saat itu perkebunan teh di Jawa tumbuh di beberapa daerah seperti Bogor, Priangan, Cirebon dan Malang. Sesudah itu perkebunan teh meluas ke Sumatera Utara dan Selatan (Bank Bumi Daya, 1980; 6). Pada tahun 1930 produksi teh semakin meningkat, hal ini berkaitan dengan baiknya harga teh di pasar luar negeri. Tahun 1933 harga teh turun cepat yang disebabkan gejala kelebihan penyediaan oleh negara-negara penghasil teh. Karena itu produsen teh seperti India, Srilangka dan Indonesia mengadakan pembatasan produksi agar dicapai tingkat harga yang lebih baik. Perkebunan teh Indonesia pada masa pendudukan Jepang (1942-1945) banyak yang rusak. Sesudah kemerdekaan hingga tahun 1950 usaha perkebunan teh mulai dihidupkan kembali akan tetapi perkembangannya sangat lambat mengingat kurangnya dana disamping karena belum stabilnya keamanan terutama di Jawa Barat. Pada tahun 1960-an produksi teh Indonesia terus menurun karena umur ratarata tanaman yakni diatas 40 tahun, kemudian meningkat kembali sejak dilaksanakannnya Repelita pertama. Produksi teh Perkebunan Pemerintah (PNP/PTP) semakin meningkat sedangkan perkebunan swasta nasional dan perkebunan rakyat lambat pertumbuhannya. Disamping dilaksanakan program intensifikasi dan ekstensifikasi untuk meningkatkan produksi teh, dilakukan pula usaha rehabilitasi

Universitas Sumatera Utara

pabrik teh, rehabilitasi tanaman dan pendirian beberapa pabrik baru (Spillane, J., 1992; 7). 2.4.2. Perkembangan Komoditi Teh Indonesia Indonesia memiliki banyak perusahaan teh baik milik pemerintah maupun swasta yang mengelola komoditi teh dari hulu hingga hilir. Lahan yang luas dan produkstivitas tanaman teh yang tinggi mampu membawa Indonesia menduduki peringkat ke tujuh sebagai negara produsen dan eksportir terbesar di dunia. .Tabel 2.1. Luas Areal Perkebunan Teh Seluruh Indonesia Menurut Pengusahaan (1990-2009)LUAS AREAL (HA) PBN PBS TOTAL 49,495 28,347 129,080 51,662 30,575 133,705 51,322 33,145 137,507 51,296 35,609 142,583 50,507 37,500 145,524 4,939 41,839 152,431 43,282 33,828 142,842 43240 34,484 142,222 50,446 40,752 157,039 49,157 42,410 156,839 44,263 42,312 153,675 44,554 38,738 150,872 44,608 39,810 150,707 41,988 34,874 143,604 44,768 35878 142,548 44,066 34,284 139,121 46,661 27,939 135,590 42,579 30,207 133,724 38,946 28,227 127,712 38,199 30,165 129,287

TAHUN PR 1990 51,238 1991 51,468 1992 53,040 1993 55,678 1994 57,517 1995 61,202 1996 65,372 1997 64,498 1998 65,372 1999 65,272 2000 67,100 2001 67,580 2002 66,289 2003 64,742 2004 61,902 2005 60,771 2006 60,990 2007 60,948 2008 60,539 2009 60,923

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan

Universitas Sumatera Utara

. Penurunan luas areal teh di Indonesia tentu saja akan mempengaruhi jumlah total produksi nasional. Namun, terkadang penurunan luas areal tidak berpengaruh pada produksi,bahkan produksi mengalami peningkatan. Hal ini mungkin disebabkan meningkatnya produkstivitas tanaman secara biologisnya. Adapun perkembangan produksi teh nasional dapat dilihat pada tabel berikut. Table 2.2. Produksi Teh Seluruh Indonesia menurut Pengusahaan (1990-2009) PRODUKSI PBN PBS33381 27898 31834 36631 30294 32593 34256 32619 34137 34561 39466 40160 44773 47079 40200 37746 37355 38937 38593 38559 95346 84035 94023 95126 78383 87432 96642 88259 91079 86099 84132 86207 80426 82082 89303 89959 81847 80274 78354 80889 29192 27587 27844 33237 30545 33988 38537 32770 41612 40343 38989 40500 39995 40660 36448 38386 27657 31412 37024 29468

TAHUN PR1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

TOTAL155919 139520 153701 164994 139222 154013 169417 153648 166825 165003 162587 166867 165194 169821 165951 166091 146859 150623 153971 148916

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan

Hasil yang dicapai selain untuk dikonsumsi di dalam negeri,juga diekspor ke berbagai negara. Kondisi pasar ekspor yang selama ini menjadi target pasar utama

Universitas Sumatera Utara

sangat sulit karena posisi Indinesia hasnya sebagai pengikut pasar dengan pangsa pasar hanya sekitar 6 persen. Untuk melihat perkembangan hasil ekspor dan import teh Indonesia dapat disajikan pada tabel di 2.3 Tabel 2.3. Volume Ekspor dan Impor Teh Indonesia (1980-2007)EKSPOR VOLUME NILAI (TON) (000 US $) IMPOR VOLUME NILAI (TON) (000 US)

TAHUN

1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

74,711 71,259 63,660 68,624 85,650 90,121 79,040 90,422 92,678 114,710 110,963 110,217 121,259 127,926 79,056 79,227 101,532 66,843 67,219 97,847 105,582 107,144 100,184 88,894 98,572 102,389 95,338 83,658

112,669 100,837 89,493 120,435 226,291 149,083 99,094 118,736 125,309 162,735 181,017 143,130 140,909 155,696 87,921 87,719 112,342 88,837 113,208 97,140 112,105 112,524 103,427 95,970 116,018 121,777 134,515 125,243

51 56 51 65 58 59 251 83 146 540 6,699 713 411 582 453 260 190 2,817 3,995 619 2,632 2,632 3,526 4000 3,925 5,479 5,293 10,366

156 192 182 124 110 115 303 120 224 641 8,906 1,018 713 776 678 291 329 2,871 4,359 615 3,091 3,091 3,651 3,807 5,531 7,161 8,703 11,855

Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan

Universitas Sumatera Utara

Berikut dapat kita lihat perkembangannya melalui gambar 2.1.

Gambar 2.1. Volume Ekspor Impor Komoditi Teh Indonesia 1969-2007 Sementara untuk nilai ekspor dan impor,dapat pula digambarkan melalui gambar 2.2. Dari gambar 2.2 terlihat bahwa nilai ekspor tertinggi dicapai pada tahun 1990 yaitu sebesar US $ 181.017.000 dengan total volume ekspornya sebesar 110.963 ton. Hal ini tentu sangat menguntungkan bagi Indonesia khususnya bagi produsen teh di Indonesia. Namun pada tahun-tahun berikutnya, volume dan nilai ekspornya cemderung menurun.

24Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2. Nilai Ekspor Impor Komoditi Teh Indonesia 1969-2007 Untuk harga komoditi teh Indonesia sangat dipengaruhi oleh jumlah permintaan dan ketersediaan komoditi teh di tingkat dunia. Apabila pasokan dunia berlimpah maka harga teh Indonesia akan menurun. Mutu dan kualitas teh tentunya juga menjadi faktor penentu tingkat harga komoditi teh Indonesia. Berikut adalah perkembangan harga komoditi teh menurut beberapa pusat pelelangan teh seperti Colombo Tea Auction (CTA), Jakarta Tea Auction (JTA), dan Mombasa Tea Auction(MTA).

25Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3. Harga Komoditi Teh Indonesia Tahun 2000-2010

Sumber: Departemen Pertanian Komoditi teh banyak diperdagangkan di Colombo dan Mombasa. Dari ketiga tempat pelelangan tersebut, jika dibandingkan dengan harga komoditi teh di pasar dunia, harga komoditi teh Indonesia masih lebih rendah, yang ditunjukkan dari pergerakan grafik JTA( Jakarta Tea Auction). Dari gambar 2.3 dapat dilihat bahwa ternd harga komoditi teh di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Namun meskipun demikian, harga komoditi teh Indonesia masih jauh bila dibandingkan dengan harga komoditi teh di pusat pelelangan teh lainnya seperti di Colombo Tea Auction (Sri Langka) dan Mombasa Tea Auction. Pada tahun 2006, harga teh Indonesia berpotensi mengalami kenaikan. Kenaikan ini disebabkan oleh faktor penurunan produksi Kenya. Sebesar 40 % karna

26Universitas Sumatera Utara

kemarau yang melanda negara tersebut. Hal ini memberikan dampak positif pada harga teh Indonesia. Kenaikan ini merupakan kenaikan tertingggi sejak 6 tahun sebelumnya. Tingkat konsumsi teh penduduk Indonesia juga masih lebih rendah dibandingkan dengan tingkat konsumsi teh di negara produsen teh lainnya. Tabel 2.4 menunjukkan tingkat konsumsi teh Indonesia yang relatif tetap dan tergolong rendah, jika dibandingkan dengan negara lain yang memiliki tingkat konsumsi teh per kapita cukup tingggi, seperti India mencapai di atas 660 gram, Sri Lanka 1,380 gram, Hongkong 1.370 gram, inggris 2.240 gram, Irlandia 2.960 gram, Polandia 820 gram, Bahrain 1.310 gram, Arab diatas 2000 gram, Pakistan 750 gram, Jepang 1.040 gram dan New Zealand 950 gram (ITC, 2004) Tabel 2.4. Perkembangan Konsumsi Teh Per Kapita Dalam Negeri (1997-2003)

KONSUMSI Per TAHUN Kapita/Tahun (gram) 1997 250 1998 310 1999 320 2000 310 2001 300 2002 310 2003 350

Sumber : International Tea Committee(ITC), 2004 Banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya konsumsi per kapita nasional tersebut antara lain: faktor internal konsumen seperti budaya, kelas sosial, karakteristik

Universitas Sumatera Utara

individu dan faktor psikologis. Di samping itu, juga dipengaruhi oleh kinerja bauran pemasaran produk, harga , promosi serta produk sustitusi (air minerl, susu, kopi, dan coklat).

2.5. Perusahaan dan Produksi 2.5.1. Definisi Perusahaan Perusahaan didefinisikan sebagai suatu unit organisasi yang menggunakan berbagai faktor produksi dan menghasilkan barang dan jasa untuk dijual kepada rumah tangga, perusahaan lain atau pemerintah dengan berorientasi pada keuntungan (profit oriented). (Pracoyo, T. K., 2005; 143) 2.5.2. Jenis Perusahaan Bentuk-bentuk perusahaan dalam organisasi bisnis dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yakni: ( Pracoyo, T. K., 2006; 144) 1. Perusahaan Perseorangan Perusahaan perseorangan dimiliki oleh pemilik tunggal, dimana ia sebagai pengambil keputusan dan harus bertanggung jawab penuh atas segala kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Karena ia adalah pemilik tunggal maka pemiliknya mempunyai kekuatan penuh untuk mengendalikan seluruh aktivitas perusahaan. Oleh sebab itu, pemilik perusahaan sekaligus sebagai pemimpin perusahaan. Sisi kelemahan dari

Universitas Sumatera Utara

bentuk perusahaan ini adlah modal yang cenderung terbatas, karena hanya bersumber dari satu orang saja. Kelemahan yang lain adalah pemiliknya secara pribadi harus bertanggung jawab penuh secara hukum atas kewajiban/utang perusahaan. Kewajiban ini dikenal dengan istilah kwajiban tanpa batas(unlimited liability). 2. Perusahaan Perkongsian (Partnership) Pada perusahaan perkongsian biasanya terdapat dua orang atau lebih secara besama-sama melakukan kegiatan usaha. Kerana usaha ini bersama-sama maka setiap keputusan yang diambil oleh seseorang maupun bersama-sama, menjadi tanggungjawab semua anggota atas segala aktivitas yang dilakukan perusahaan. Kesulitan dana/modal yang dihadapai oleh perusahaan perseorangan, cukup teratasi dengan

membentuk perkongsian ini. 3. Perseroan Terbatas (Corporation) Pada bentuk ini, perusahaan merupakan badan hukum tersendiri. Secara hukum perseroan terbatas dianggap sebagai suatu badan yang terpisah dengan orang-orang yang yang memiliki perusahaan. Pemilik akan memilih dewan direksi, pada tahap selanjutnya akan memilih para manajer untuk menjalankan segala aktivitas perusahaan di bawah kendali direksi. Perusahaan memperoleh dana dengan cara menjual saham. Oleh sebab itu pemilik perseroan terbatas adalah para pemegang saham. Pemili saham tidak memiliki kewajiban atas segala tindakan yang dilakuakn perusahaan di luar batas risiko hilangnya uang yang ditanamkan. Apabila perusahaan

Universitas Sumatera Utara

ini bangkrut maka kewajiban pribadi dari setiap pemegang saham hanyalah pada jumlah uang yang ditanmakan pada perusahaan tersebut.

2.6. Definisi Produksi Yang dimaksud dengan produksi atau memproduksi adalah suatu usaha atau kegiatan untuk menambah kegunaan (nilai) suatu barang (Putong, I., 2005; 203). Kegunaan suatu barang akan bertambah apabila memberikan manfaat baru atau lebih dari bentuk semula. Untuk memproduksi dibutuhkan faktor-faktor produksi yaitu alat atau sarana untuk melakukan proses produksi. Adapun faktor-faktor produksi tersebut yaitu; Manusia(tenaga kerja), Modal(uang atau alat modal seperti mesin), SDA tanah), dan Skill(manajemen).

2.7. Faktor-Faktor Produksi 1. Tanah Tanah sebagai salah satu faktor produksi merupakan pabrik hasil-hasil pertanian yaitu tempat dimana produksi berjalan dan dari mana hasil produksi keluar. Dalam pertanian, terutama di Negara kita, faktor produksi tanah mempunyai kedudukan paling penting. Hal ini terbukti dari besarnya balas jasa yang diterima oleh tanah dibandingkan dengan faktor-faktor produksi lainnya (Mubyarto, 1984; 76).

Universitas Sumatera Utara

Tanah adalah faktor produksi yang tahan lama sehingga biasanya tidak diadakan depresiasi atau penyusutan. Bahkan dengan perkembangan penduduk nilai tanah selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Tetapi dalam pertanian tanah yang dikerjakan terus menerus akan berkurang pula kesuburannya. Untuk mempertahankan kesuburan tanah petani harus mengadakan rotasi tanaman dan usaha-usaha konservasi tanah lainnya (Mubyarto, 1984; 88). Unsur-unsur sosial ekonomi yang melekat pada tanah dan memiliki peranan dalam pengelolaan usaha tani cukup beragam, diantaranya adalah: 1. Kekuatan atau kemampuan potensil dan aktuil dari tanah 2. Kapasitas ekonomis, efisiensi ekonomis dan keunggulan bersaing dari tanah 3. Produktivitas tanah, yang dimaksud dengan produktivitas tanah adalah jumlah hasil total yang diperoleh dari satu kesatuan bidang tanah (satu hektar) selama satu tahun dihitung dengan uang. 4. Nilai sosial ekonomis dari tanah Bagi sebuah perusahaan lahan (tanah) memiliki peranan penting terutama sebagai tempat pendirian perusahaan dan pabrik-pabrik yang dibutuhkan dalam proses produksi. Selain itu bagi perusahaaan tertentu tanah ini dapat dijadikan sebagai sumber bahan baku, misalnya melalui pemberdayaan lahan yang dapat mendukung penyediaan bahan baku yang dibutuhkan sekaligus akan mengurangi biaya produksi.

Universitas Sumatera Utara

2. Tenaga Kerja Tenaga kerja sering disebut tenaga manusia mutlak dibutuhkan jika ingin menghasilkan sebuah produk. Tenaga kerja yang tersedia biasanya digunakan untuk mengoperasikan serta mengendalikan mesin/peralatan yang dimiliki oleh perusahaan. Untuk kasus tenaga kerja ini terutama tidak dipandang dari kuantitas (jumlah), tetapi juga mutu (kualitas) yang sangat mempengaruhi kinerja perusahaan yang bersangkutan. Dengan adanya tenaga kerja yang terdidik dan terlatih maka dipastikan kesalahan-kesalahan fatal yang merugikan dan membahayakan akan dapat dicegah. Dalam hal ini sebuah perusahaan sangat mengharapkan tenaga kerja yang benarbenar berpengalaman serta memilki keahlian yang tinggi sehingga dapat memberikan kontribusi yang besar terutama terhadap peningkatan produksi perusahaan. Selain keahlian, dan kejujuran, kedisplinan juga hal yang sangat dibutuhkan dari seorang tenaga kerja. Tenaga kerja dalam pertanian di Indonesia dibedakan kedalam persoalan tenaga kerja dalam usaha tani kecil-kecilan (usaha tani pertanian rakyat) dan persoalan tenaga kerja dalam perusahaan pertanian yang besar-besaran yaitu perkebunan, kehutanan, peternakan dan sebagainya. Petani yang memiliki lahan tidak luas tidak membutuhkan tenaga kerja dari luar. Tetapi bagi petani yang memilki lahan yang luas akan membutuhkan tenaga kerja dari luar (Mubyarto, 1984; 104).

Universitas Sumatera Utara

3. Modal Pengertian modal adalah barang dan jasa yang bersama-sama dengan faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru.Barang-barang pertanian yang termasuk barang modal dapat berupa uang, ternak, pupuk, bibit, cangkul, investasi dalam mesin dan lain-lain. Biasanya semakin besar dan semakin baik kualitas modal yang dimiliki maka akan sangat mendukung terhadap peningkatan produksi yang dihasilkan (Mubyarto, 1984; 91). 4. Manajemen (Skill) Manajemen berarti proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota serta penggunaan sumber daya dalam rangka pencapian tujuan yang telah ditetapkan. Dari uraian di atas maka faktor produksi ini tidaklah kalah penting dibanding faktor produksi lain. Perlu diketahui ada 3 alasan manajemen ini sangat dibutuhkan oleh perusahaan, yakni (Handoko, T. H.) : 1. Untuk mencapai tujuan perusahaan. 2. Untuk menjaga keseimbangan diantara tujuan-tujuan yang saling bertentangan 3. Untuk mencapai efisiensi dan efektivitas

2.8. Teori Produksi Konsep dasar teori produksi sangat diperlukan bagi berbagai pihak, terutama pihak produsen untuk menentukan bilamana output dapat memberikan maksimum laba. Beberapa informasi yang perlu diketahui produsen antara lain permintaan output

Universitas Sumatera Utara

maupun informasi ketersediaan berbagai input guna mendukung proses output. Demikian pula alternative penggunaan input dan bahkan pengorbanan terhadap sesuatu output guna kepentingan output lainnya. Keterangan ini perlu mendapat perhatian para pelaku kegiatan produksi sebagai suatu kebijaksanaan sekaligus keputusan. Production Possibility Curve Proses penciptaan output selalu dihadapkan kepada berbagai alternative, apakah alternative dimaksud berkaitan dengan penggunaan input atau penciptaan output. Beberapa proporsi maupun jenis input yang digunakan guna menghasilkan berbagai output dan bagaimana kombinasi penggunaan input sehingga proses produksi terkendali. Informasi pasar output dan kesediaan input sangat berperan sehingga proses produksi memberikan laba maksimum bagi perusahaan. Konsep production possibility curve atau disebut production frontier dapat mengungkapkan keterangan diatas. Dalam penerapannya pengertian ini mendukung makna berupa penggunaan berbagai sumber daya yang tersedia dalam kegiatan produksi secara keseluruhan dengan alternative output. Apabila sumber daya yang tersedia tidak digunakan secara keseluruhan berarti proses produksi tidak efisien. Tepatnya pengertian production possibility curve sendiri merupakan alternative pengorbanan yang diberikan sesuatu output guna peningkatan output lain seperti ditunjukkan pada gambar 2.2 (Sumandjaya, R., 2008; 78).

Universitas Sumatera Utara

PProduk (A) Per Unit

Production Possibility Curve

Q E

R

0

T

S

Produk (B) Per Unit

Gambar 2.4. Kurva Production Possibility Curve

Berdasarkan uraian diatas, produksi pada dasarnya merupakan proses penggunaan input (masukan) untuk menghasilkan output (keluaran). Secara umum fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut: Output = f(input) Hubungan di antara penggunaan input dalam rangka penciptaan output dalam terjemahan fungsi disajikan sebagai: q = f(x1,x2,x3,.xn)

Universitas Sumatera Utara

Pengertian output tentunya berkaitan dengan produk yang dihasilkan dengan berbagai criteria dan input meliputi antara lain penggunaan tenaga kerja, barangbarang modal, bahan baku,teknologi dan berbagai input lainnya dengan berbagai satuan (Sumanjaya,R., 2008; 80) 2.8.1 Teori Produksi dengan 1 (satu) Input Fungsi produksi dengan penggunaan 1 (satu) input disajikan sebagai: q = f(x1) Input X1 dapat berupa penggunaan input tenaga kerja, lahan, bahan baku,barang-barang modal, pupuk dan lainnya sehingga memberikan makna keberadaan masing-masing input tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan sejumlah produksi. Apabila input tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi berarti pembahasan bertumpu pada kemampuan tenaga kerja dalam menciptakan jumlah produksi (total physical productivity of labor/TPP L atau acapkali disingkat (TP), produksi margin (marginal physical productivity of labor atau MP), rata-rata produksi (avarage physical productiviy of labor atau AP) dan sampai kepada laba maksimum( profit maximation). Adapun faktor produksi lainnya dianggap tetap. Pengertian total physical productivity of labor pada dasarnya merupakan kemampuan input tenaga kerja untuk menghasilkan produksi. Kemampuan dimaksud terungkap dari perkembangan jumlah produksi yang dihasilkan dari perubahan penggunaan tenaga kerja.

Universitas Sumatera Utara

Definisi avarage product (rata-rata produksi) dari penggunaan input tenaga kerja adalah jumlah produksi dibagi dengan jumlah input tenaga kerja yang digunakan. Keterangan ini juga dapat digunakan untuk mengulur tingkat produkstivitas tenaga kerja dalam bentuk suatu ukuran sebagai perbandingan diantara output dan input. AP = TP/x1 Sedangkan definisi marginal product (produk margin) dari input yang sama adalah perubahan total output yang diakibatkan oleh perubahan satuan input tenaga kerja dalam proses produksi: MP = TP/ x1 Penambahan tenaga kerja masing-masing satu orang maka formulasi dapat disajikan dengan rumus: MP = TP Tahapan produksi Berdasarkan data dan grafik pada gambar 2.5 dapat ditemukan tahapan (stage) produksi, apakah sebagai tahap I, tahap II, dan tahap III. Tahap I ditunjukkan dari penggunaan 1 input tenaga kerja sampai pada perpotongan marginal product dengan average product. Tahap II dimulai dari MP = AP sampai pada maksimum total product dengan MP = 0. Tahap III dimulai total product mengalami penurunan dan diikuti oleh marginal product yang negative.

Universitas Sumatera Utara

Y

TP L

I

II

III

AP L X MP L

Gambar 2.5. Kurva Tahapan Produksi Tahap I penggunaan tenaga kerja relative kecil sehingga total produksi masih memungkinkan untuk ditingkatkan, tahapan ini merupakan irrational stage sebagaimana tahap III dimana penambahan jumlah input tenaga kerja justru menurunkan jumlah produksi. Tahap II merupakan rational stage dimana penambahan input tenaga kerja dapat meningkatkan jumlah produksi. Dengan demikian berdasarkan ketiga tahapan produksi diatas, terbaik terdapat pada tahap produksi II (Sumanjaya,Rakhmat.,2008;83).

Universitas Sumatera Utara

2.8.2 Teori Produksi dengan 2 (dua) Input atau Lebih Apabila dua input yang digunakan dalam proses produksi menjadi variabel semua, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan isoquan dan isocost. a. Isoquant Isoquant adalah kurva yang menunjukkan kombinasi input yang dipakai dalam proses produksi, yang menghasilkan output tertentu dalam jumlah yang sama (Suharti, T., 2003; 83).K

T K1

K2

L1

L2

L

Gambar 2.6. Kurva Isoquan

Isoquant mempunyai ciri-ciri yang sama dengan indifference curve dalam analisis perilaku konsumen, yaitu (Suharti, T., 2003; 83): 1. Turun dari kiri atas kekanan bawah

Universitas Sumatera Utara

2. Cembung ke arah titik origin 3. Tidak saling berpotongan 4. Kurva pada gambar 2.6 menunjukkan jumlah output yang lebih banyak, artinya perubahan produksi digambarkan dengan pergeseran isoquan. Marginal Rate of Technical Substitution (MRTS) Adalah suatu pernyataan yang mengungkapkan penurunan/berkurangnya penggunaan sesuatu input (kapital) di satu sisi pada sumbu vertikal dan diganti dengan penambahan input lain (tanaga kerja) dengan tingkat produksi yang sama (Sumanjaya, R.,2008; 87). Secara matematis dapat dituangkan sebagai berikut:

MRTS =

MPL MPK

b. Isocost Isocost adalah kurva yang menunjukkan berbagai kombinasi antara dua input yang berbeda yang dapat dibeli oleh produsen pada tingkat biaya yang sama (Suhartati, T., 2003; 87).

Universitas Sumatera Utara

K

K1

K2

L1

L2

L

Gambar 2.7. Kurva Isocost Berdasarkan gambar 2.7 dapat dijelaskan bahwa semakin dekat dengan titik origin, berarti semakin kecil pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh produsen, dan sebaliknya, semakin jauh dari titik origin maka semakin besar pengeluaran produsen. Optimal production with least cost combination Adalah mengungkapkan produksi optimal yang dihasilkan dari proses kombinasi penggunaan input sebagai total biaya produksi (last least combination). Kondisi ini disebut juga sebagai optimasi produsen. Terungkap melalui grafik berikut pada saat isocost line dan isocost curve saling bersinggungan hanya pada satu titik tertentu saja(Sumanjaya, R., 2008; 91)

Universitas Sumatera Utara

K

LEAST COST COMBINATION

ISOQUAN ISOCOST L

Gambar 2.8. Kurva Least Cost Combination Expantion Path Untuk melihat apakah penggunaan input produksi sudah secara riil sudah optimal atau belum, maka dapat dilihat dari dua aspek yaitu aspek teknis (technical aspect)dan aspek financial(financial aspect)(Salvatore, 1994:172). Aspek teknis merupakan tempat kedudukan kombinasi input terbaik yang diinginkan untuk menghasilkan output produksi maksimum yang ditunjukkan oleh kurva isoquant, sedangkan aspek financial merupak tenpat kedudukan kombinasi input produksi yang dapat dilakukan perusahaan seperti yang ditentukan oleh ketersediaan anggaran yang dimiliki yang ditunjukkan oleh kurva isocost. Kombinasi input yang memenuhi aspek teknis dan aspek financial tersebut juga dapat ditelusuri melalui kurva Expantion Path. Kurva ini menggambarkan

Universitas Sumatera Utara

kombinasi input yang menghasilkan output maksimal dengan biaya tertentu, atau output tertentu, atau output tertebtu dengan biaya yang rendah apabila perusahaan melakukan perluasan yang menunjukkan keseimbangan (equilibrium of firm). Pada sepanjang garis jalur ekspansi ini akan diketemukan slope garis anggaran sama dengan slope isoquant (Suhartati, T., 2003; 89)

K

GARIS EKSPANS

0

L

Gambar 2.9. Kurva Expantion Path Return To Scale Return to scale merupakan suatu fungsi produksi dimana menggambarkan hubungan antara perbandingan perubahan semua input-input yang berdampak terhadap perubahan outputnya (Pracoyo, T.K., 2006; 158) Return to scale menyatakan proporsi perubahan penggunaan input yang menghasilkan perubahan output.(Sumanjaya, R., 2008; 94).

Universitas Sumatera Utara

Ada tiga konsep dalam return to scale ini,yaitu: (Pracoyo, T.K., 2006; 158) a. Constant Return To Scale Kondisi ini terjadi bila tambahan output yang dihasilkan sema dengan tambahan inputnya. b. Increasing Return To Scale Kondisi ini terjadi bila tambahan output yang dihasilkan lebih besar dibandingkan tambahan inputnya. c. Decreasing Return To Scale Kondisi ini terjadi bila tambahan output yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan tambahan inputnya.

2.9. Fungsi Produksi Cobb Douglas Fungsi produksi ini menjadi terkenal sejak diperkenalkan oleh Coob, C.W. dan Douglas, P. H. pada tahun 1928 melalui artikelnya yang berjudul A Tehory of Production (Suhartati, T., 2003; 104). Secara matematis fungsi produksi Cobb Douglas dapat ditulis dengan persamaan: Q = AK L Keterangan: Q = output K = input modal

Universitas Sumatera Utara

L = input tenaga kerja A = parameter efisiensi/koefisien teknologi a = elastisitas input modal b = elastisitas input tenaga kerja Fungsi produksi Cobb Douglas dapat diperoleh dengan membuat dengan membuat linear persamaan sehingga menjadi: LnQ = LnA + Ln + LnL + Dengan meregres persamaan diatas maka secara mudah akan diperoleh parameter efisiensi (A) dan elastisitas inputnya. Salah satu kemudahan fungsi produksi Cobb Douglas adalah secara mudah dapat dibuat linear sehingga memudahkan untuk mendapatkannya Dalam fungsi produksi Cobb Douglas ini, penjumlahan elastisitas substitusi menggambarkan return to scale. Artinya apabila + = 1 berarti constan return to scale, bila + < 1 berarti decresing return to scale, dan apabila + > 1 berarti proses produksi berada dalam keadaan increasing return to scale. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut: Fungsi produksi Cobb Douglas: Q = AK L Apabila input dinaikkan dua kali lipat maka:

Universitas Sumatera Utara

Q 2 = A (2K 1 ) . (2L 1 ) = A2 K 1 .2 L 1 =2 +

AK1. L 1

= 2 + Q1 Jadi, bila + = 1, maka Q 2 = 2 Q 1 , berlaku constan return to scale bila + > 1, maka Q 2 > 2 Q 1 , berlaku increasing return to scale bila + < 1, maka Q 2 < 2 Q 1 , berlaku decreasing return to scale Dalam fungsi produksi Cobb Douglas asli berlaku constant return to scale (Nicholson, 1995 : 332), sehingga dapat mengilustrasikan secara mudah perubahan output sebagai akibat perubahan input. Apabila input (baik K maupun L) naik sebesar 2 (dua) kali maka output akan naik sebesar 2 (dua) kali pula. Karena dalam fungsi Cobb Douglas berlaku constant return to scale maka akan membawa konsekuensi bahwa substitusi antar factor-faktor produksinya adalah substitusi sempurna, artinya satu input L (tenaga kerja) dapat digantikan dengan satu unit input K (modal). Dengan demikian, fungsi produksi Cobb Douglas mempunyai bentuk isoquan linear. Yang dapat dilihat dengan jelas dari gambar 2.5

Universitas Sumatera Utara

K

L

Gambar 2.10. Kurva Isoquan Fungsi Produksi Cobb-Douglas

2.10. Biaya Produksi Keputusan manajemen dalam kaitannya dengan penggunaan input (masukan) untuk menciptakan output (keluaran) sangat penting dan perlu menjadi perhatian serius. Untuk menciptakan suatu output tentunya dengan berbagai input yang digunakan seperti : tenaga kerja, bahan baku,barang-barang modal, dan lainnya. Keseluruhan input ini pada hakikatnya berupa biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam proses produksi yang disebut opportunity cost. Opportunity Cost Konsep opportunity cost pada hakikatnya merupakan pengorbanan yang diberikan sebagai alternative terbaik untuk memperoleh sesuatu hasil atau manfaat. Atau dapat pula menyatakan sejumlah harga yang harus dibayar unutk

Universitas Sumatera Utara

mendapatkannya. Dalam penggunaannya dapat berupa pembayaran/ harga terhadap sesuatu barang yang akan dikomsumsi dan dapat pula berupa produksi maupun terhadap penggunaan jasa. Dengan demikian opportunity cost is the value of the best alternative that must be given up to produce goods or service (Sumanjaya, R., 2008; 107). 2.10.1. Macam-Macam Biaya Yang dimaksud dengan biaya dalam pengertian ekonomi adalah seluruh beban yang harus ditanggung produsen untuk menyediakan produk baik barang maupun jasa agar siap dikonsumsi oleh konsumen (Pracoyo,T.K.,2006; 170). Berdasarkan realitas, biaya dapat dibagi menjadi dua, yaitu (Suhartati, T., 2003; 123): 1. Biaya eksplisit ialah pengeluaran yang nyata dari suatu perusuhaan untuk membeli atau menyewa input atau faktor produksi yang diperlukan di dalam proses produksi. 2. Biaya implisit ialah nilai dari suatu input milik sendiri atau keluarga yang digunakan oleh perusahaan itu sendiri di dalam proses produksi. Berdasarkan pertanggungjawabannya, biaya digolongkan menjadi dua macam yaitu biaya internal dan biaya eksternal. Biaya internal adalah biaya yang dikeluarkan dalam rangka operasional perusahaan( biaya eksplisit dan implisit). Biaya eksternal adalah biaya yang harus ditanggung perusahaan sehubungan dengan dampak atau akibat dari operasional perusahaan. Misalnya biaya atas

Universitas Sumatera Utara

pencemaran dan kerusakan lingkungan sekitar perusahaan biaya program peningkatan peran serta perusahaan terhadap lingkungan dan sebagainya (Putong, I., 2005; 252) Berdasarkan sifatnya,yaitu mengkaitkan antara pengeluaran yang harus dibayar dengan produk atau output yang dihasilkan, biaya dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: 1. Biaya tetap Merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh suatu perusahaan per satuan waktu tertentu, untuk keperluan pembayaran semua input tetap, dan bsarnya tidak tergantung dari jumlah produk yang dihasilkan. 2. Biaya variabel Merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh suatu perusahaan pada waktu tertentu, untuk pembayaran semua input variabel yang digunakan dalam proses produksi. Penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel dalam proses produksi disebut sebagai biaya total. Hubungan antara biaya dan output dalam bentuk persamaan merupakan fungsi biaya. Fungsi biaya total diformulasikan sebagai berikut: TC = f(q) Terdapat dua fungsi biaya yang dapat diurunkan dari fungsi biaya total, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

1. Fungsi Biaya Tetap Total/Total Fixed Cost (TFC) Didefinisikan sebagai nilai dari biaya total pada suatu tingkat output nol. TFC(q) merupakan suatu fungsi dari q yang konstan untuk semua nilai-nilai q yang mungkin: TFC(q) = TC(0) 2. Fungsi Biaya Variabel Total/Total Variabel Cost (TVC) Sama dengan perbedaan antara biaya total memproduksi q dan biaya tetap total: TVC(q) = TC(q) TFC(q) Oleh karena itu biaya variabel total adalah bagian dari biaya total yang bervariasi dengan tingkat output. Kemudian dari fungsi biaya total diatas dapat diturunkan fungsi biaya ratarata yang merupakan suatu nilai tengah aritmatik bilangan, yaitu (Tati Suhartati, 2003; 125): 1. Fungsi Biaya Tetap Rata-rata/Average Fixed Cost (AFC) adalah biaya tetap per unit output: TFC (q ) q

AFC(q) =

2. Fungsi Biaya Variabel Rata-rata/Average Variabel Cost (AVC) Adalah biaya variabel per unit output:

Universitas Sumatera Utara

AVC =

TVC (q ) q

3. Fungsi Biaya Total Rata-rata Adalah biaya total per unit output: ATC (q ) q

ATC(q) =

4. Fungsi Biaya Marginal Adalah laju perubahan di dalam biaya total sebagai akibat perubahan output: d [TC(q)] dq

MC(q) =

TC TC

TVC

0

Q

Gambar 2.11. Kurva TC,TFC,TVC

Universitas Sumatera Utara

2.10.2. Economis dan Diseconomis Scale Dalam kegiatan produksi dalam jangka panjang produsen dihadapkan suatu pernyataan tentang bagaimana alternatif proses produksi yang dilakukan oleh suatu perusahaan mencapai skala ekonomis atau tidak ekonomis. Economies scale berarti penggunaan input produksi dimana rata-rata biaya produkjsi menunjukkan penurunan sedangkan output dinyatakan meningkat. Adapaun diseconomies scale mengungkapkan pengingkatan output diikuti oleh kenaikan biaya rata-rata produksi.

Universitas Sumatera Utara