63
32 BAB II BIOGRAFI H.M. SOEHARTO 2.1 Asal Usul H.M.Soeharto 2.1.1 Masa Kecil H.M.Soeharto Jawa tengah merupakan pusat dari kerajaan-kerajaan jawa kuno, terdapat sebuah desa bernama Kemusuk. Desa kecil dan damai ini hampir tidak pernah diperhatikan orang sampai salah satu putranya menjadi presiden Indonesia kedua. Putra itu adalah H.M. Soeharto yang dilahirkan pada 8 Juni 1921 di Kampung Kemusuk, Argomulyo, Desa Godean, sekitar 15 kilometer dari kota Yogyakarta. Ia adalah anak pasangan Kertosudiro, seorang petugas ulu-ulu (petugas irigasi desa), dan Sukirah. 29 Dalam “Taksonomi” Jawa, Soe berarti lebih baik dan harto berarti kekayaan. 30 Pada masa itu, desa kemusuk dibagi menjadi dua bagian yaitu Kemusuk Lor (Utara) dan Kemusuk Kidul (Selatan). Kakek buyut Soeharto, Demang Wongsomenggolo, merupakan salah satu pendiri desa Kemusuk. Garis keluarga Soeharto dari pihak ayah Soeharto berasal dari bagian sebelah selatan desa, sedangkan garis keluarga ibunya berasal dari Kemusuk Utara. Pada zaman itu, merupakan hal yang lazim bagi orang-orang yang tinggal dilingkungan yang sama untuk menikah satu dengan yang lain.Hal ini mengingat sangat sulit dan tidak terpikirkan untuk dapat bertemu dengan orang yang berasal dari luar daerah itu. 29 Bambang Sulistiyo,dikutip dari GATRA, 2008, hal.39. 30 Retnowati Abdulgani-KNAPP, Soeharto The Life and Legacy of Indonesia’s Second President,Jakarta:Kasta Hasta Pustaka, 2007, hal. 5. Universitas Sumatera Utara

Chapter ii

  • Upload
    la-mone

  • View
    36

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Chapter ii

32

BAB II

BIOGRAFI H.M. SOEHARTO

2.1 Asal Usul H.M.Soeharto

2.1.1 Masa Kecil H.M.Soeharto

Jawa tengah merupakan pusat dari kerajaan-kerajaan jawa kuno, terdapat

sebuah desa bernama Kemusuk. Desa kecil dan damai ini hampir tidak pernah

diperhatikan orang sampai salah satu putranya menjadi presiden Indonesia kedua.

Putra itu adalah H.M. Soeharto yang dilahirkan pada 8 Juni 1921 di Kampung

Kemusuk, Argomulyo, Desa Godean, sekitar 15 kilometer dari kota Yogyakarta.

Ia adalah anak pasangan Kertosudiro, seorang petugas ulu-ulu (petugas irigasi

desa), dan Sukirah.29 Dalam “Taksonomi” Jawa, Soe berarti lebih baik dan harto

berarti kekayaan.30

Pada masa itu, desa kemusuk dibagi menjadi dua bagian yaitu Kemusuk

Lor (Utara) dan Kemusuk Kidul (Selatan). Kakek buyut Soeharto, Demang

Wongsomenggolo, merupakan salah satu pendiri desa Kemusuk. Garis keluarga

Soeharto dari pihak ayah Soeharto berasal dari bagian sebelah selatan desa,

sedangkan garis keluarga ibunya berasal dari Kemusuk Utara. Pada zaman itu,

merupakan hal yang lazim bagi orang-orang yang tinggal dilingkungan yang sama

untuk menikah satu dengan yang lain.Hal ini mengingat sangat sulit dan tidak

terpikirkan untuk dapat bertemu dengan orang yang berasal dari luar daerah itu.

29 Bambang Sulistiyo,dikutip dari GATRA, 2008, hal.39. 30 Retnowati Abdulgani-KNAPP, Soeharto The Life and Legacy of Indonesia’s Second President,Jakarta:Kasta Hasta Pustaka, 2007, hal. 5.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter ii

33

Kakek Soeharto dari pihak ayah bernama Kertoirono. Ia mempunyai dua anak,

Kertoredjo yaitu ayah Soeharto dan seorang anak perempuan yang bernama

Prawirohardjo.

Dalam tradisi Jawa Tengah, adalah hal yang wajar bagi seorang pria untuk

mengganti nama ketika menikah. Oleh karena itu Kertoredjo mengubah namanya

menjadi Kertosudiro ketika menikah, menggunakan nama keluarga istrinya.

Kertosudiro bekerja sebagai petugas irigasi desa atau ulu-ulu. Jabatan ini termasuk

tinggi bagi mereka yang tinggal di lingkungan pedesaan. Ibu dari Soeharto adalah

anak dari Notosudiro, Ibunya bernama Sukirah, perkawinan orangtua Soeharto

berdasarkan perjodohan, dimana ayah Soeharto sebelumnya sudah pernah

menikah dan mempunyai anak dua dari perkawinan sebelumnya.

Tahun 1921 bukanlah tahun yang mengembirakan, bukan pula saat yang

menjanjikan kesejahteraan bagi penduduk Kampung Kemusuk. Tiga tahun setelah

berakhirnya perang Dunia I ditandai dengan krisis ekonomi yang merata sampai

ke Jawa, Sumatera, dan pulau-pulau penghasil rempah-rempah lainnya dalam

koloni Hindia Belanda. Dalam kondisi kesejahteraan yang terbatas itulah,

Kertosudiro berharap kelak putranya tumbuh menjadi orang yang kaya dan

berkedudukan tinggi. Harapan itu dimulai dengan kenyataan yang tidak terlalu

baik, tidak lama setelah melahirkan Soeharto, Sukirah dan Kertasudiro bercerai.

Sukirah kemudian menikah lagi dengan Atmopawiro dan memiliki tujuh anak

yang salah satunya adalah Probosutedjo, yang pada masa pemerintahan Orde Baru

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter ii

34

dikenal sebagai konglomerat kontroversial, sedang Kertosudiro juga menikah lagi

dan memperoleh empat orang anak.31

Soeharto adalah putra satu-satunya dari perkawinan Kertosudiro dan

Sukirah. Belum genap berumur 40 hari, Soeharto dibawa ke rumah adik

kakeknya, Kromodiryo, seorang dukun bayi yang juga membantu kelahiran

Soeharto, hal ini disebabkan karena kesehatan Sukirah memburuk, akhirnya

Soeharto harus tinggal dirumah Kromodiryo lebih lama kurang lebih empat tahun.

Di rumah Kromodiryo, Soeharto menemukan kehangatan kasih sayang, dirumah

Kromodiryo, Soeharto belajar berdiri dan berjalan.

Kromodiryo membawa Soeharto kecil ke mana pun ia pergi dan

mengajarkan Soeharto berdiri dan menapaki langkah-langkah pertamanya.

Apabila Kromodiryo harus melaksanakan tugas sebagai bidan, kakeknya akan

membawa Soeharto kesawah. Anak laki-laki kecil itu dipanggul di pundak

kakeknya sementara sang kakek mencangkul tanah untuk bertani. Kehidupan desa

sangat menyenangkan bagi Soeharto. Pada masa kecilnya, ia mengalami

kecelakaan pada saat memotong sebatang pohon pisang dan pisaunya jatuh

mengenai jari kakinya, neneknya Kromodiryo sangat menyayangi Soeharto,

ketika melihat mengalami kecelekaan tersebut neneknya langsung membalut luka

Soeharto dengan penuh kasih sayang. Bagi Soeharto, masa-masa itu adalah masa

yang paling membahagiakan dalam hidupnya. Tahun-tahun di masa kecilnya itu

membawa pengaruh sangat besar baginya, dan ini terlihat dari kebiasaan Soeharto

31 A.Yogaswara,Biografi Daripada Soeharto dari Kemusuk Hingga”Kudeta Camdessus”,Jakarta: Media Pressindo,2007, hal 20.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter ii

35

yang lebih suka makan makanan sederhana dan memakai pakaian yang

sederhana.32

Ketika berumur empat tahun, Soeharto diambil kembali oleh Sukirah dan

diajak tinggal bersama Atmopawiro yaitu ayah tiri Soeharto. Atmopawiro sayang

pada putra tirinya dan bahkan membelikan Soeharto seekor kambing. Tindakan ini

dengan tegas memperlihatkan kasih sayangnya pada Soeharto karena kambing

adalah ternak yang bernilai tinggi di Indonesia. Setelah mulai beranjak besar,

Soeharto menghabiskan waktu senggangnya dengan mengembala.

2.1.2 Masa Sekolah H.M. Soeharto

Soeharto yang beranjak besar disekolahkan Sukirah di Desa Puluhan,

Godean. Namun karena Sukirah dan Atmopawiro pindah ke daerah kemusuk

Kidul, maka Soeharto pun pindah sekolah ke desa Pedes. ketika Soeharto

memasuki usia delapan tahun. Kertosudiro, ayah kandungnya memutuskan agar

Soeharto dipelihara oleh adik perempuannya, Ibu Prawirowihardjo di Wuryantoro.

Sebuah tempat yang lebih makmur apabila dibandingkan dengan Kemusuk.

Karena Prawirowihardjo adalah seorang mantri tani, sebuah jabatan yang cukup

tinggi di kalangan orang desa, diharap dapat memberi Soeharto pendidikan yang

lebih baik. Kehidupan Prawirowihardjo sebagai seorang mantri tani membuat

kehidupan Soeharto merasa lebih baik daripada sebelumnnya. Pada masa ini,

Soeharto banyak belajar tentang segala sesuatu, dari masalah pertanian hingga

keagamaan. Karena Prawirowihardjo adalah seorang mantri tani atau petugas

32 Retnowati AbdulGani- KNAPP, Op.cit, hal.6.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter ii

36

tanah, sebuah jabatan yang cukup tinggi di kalangan orang desa. Dari

mengikutinya, Soeharto menjadi tahu banyak hal mengenai kegiatan bercocok

tanam. Sebuah kegiatan yang pada akhirnya menjadi kegemaran Soeharto hingga

usia tua. Dan pada masa-masa ini telah membangkitkan rasa simpati Soeharto

yang mendalam terhadap para petani.33

Kehidupan di Wuryantoro telah membangun karakter Soeharto. Sebagai

seorang penganut islam yang taat, Ibu Prawirowihardjo mengajarkan Soeharto

bukan hanya tentang pentingnya sekolah tetapi juga pentingnya pendidikan

kerohanian dan agama. Soeharto meluangkan waktu malamnya belajar membaca

Al-Qur’an di langgar. Pada masa-masa ini hati Soeharto terhgerak untuk

mengikuti ajaran nenek moyang, suatu perkembangan penting yang kemudian

melekat dan mempengaruhi Soeharto selama hidupnya. Ini juga merupakan

periode dimana Soeharto belajar tiga prinsip “jangan” dalam hidup ini. “Jangan

kagetan”, “jangan terkagum-kagum” dan “jangan mencemooh”. Atau “sabar,

nrimo, melek”-jadilah orang yang sabar,apa pun yang terjadi terimalah, jangan

mengeluh serta gunakan selalu kewaspadaan.34

Soeharto menjalani pendidikan kerohaniannya dengan sungguh-sungguh.

Diantaranya Soeharto berpuasa di hari senin dan kamis, serta tidur dibawah atap

luar rumah. Orang jawa umumnya percaya bahwa dengan berpuasa dan bersemedi

seseprang dapat memperoleh kekuatan batin untuk dapat mengatasi segala cobaan

hidup. Soeharto juga bergabung dengan Hizbul Wathan, sebuah kelompok

keagamaan. Pelatihan-pelatihan tersebut dilakukan dalam rangka menghormati

33 Ibid, hal.21 34 Ibid, hal.8

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter ii

37

nenek moyang yang telah tiada. Sedangkan sentimen nasionalisme soeharto

terasah dan berkembang lewat pelajaran di bangku sekolah dan agama Islam

dipelajarinya di malam-malam yang dilewatinya di langgar. Ketiga faktor ini tidak

dapat diragukan lagi, telah membentuk watak dan sikap hidup Soeharto di

kemudian hari.

Selama tinggal dengan keluarga Prawirohardjo, Soeharto memperoleh

kesempatan yang baik untuk memperoleh pengetahuan langsung tentang

pertanian. Hal yang satu ini merupakan salah satu kunci bagi keberhasilan

Soeharto dalam memimpin Indonesia. Soeharto sering mendampingi pamannya

melakukan kunjungan ke lahan-lahan yang telah siap untuk ditanami padi. Dalam

kesempatan – kesempatan seperti ini, sering terjadi tanya jawab, di mana

pamannya dapat menerangkan secara detil tentang cara bertani yang lebih canggih

kepada para petani. Soeharto sangat mengagumi pada dedikasi pamannya

terhadap pekerjaanya. Kegigihan dan daya cipta pamannya secara mendalam telah

memberi inspirasi pada Soeharto dan menjadi prinsip- prinsip yang telah

membimbingnya dalam kehidupan Soeharto dikemudian hari.

Pada masa inilah Soeharto menyerap budi pekerti dan falsafah hidup dari

lingkungannya. Ini adalah masa di mana Soeharto merasa paling dicintai. Dia

mencintai dan dicintai oleh mereka-mereka yang telah merawatnya seperti anak

kandung walaupun dari ibu atau bapak yang tidak sama. Pergaulannya dengan

orang tuangnya, saudara, teman dan keluarga yang lain selama masa kanak –

kanaknya memainkan peran yang penting saat Soeharto harus mengambil

keputusan sebagai presiden nantinya. Pengalaman masa kecilnya terutama

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter ii

38

penderitaan yang dialami Sukirah dan berbagai kesulitan keuangan yang dihadapi

Kertosudiro mengajarnya agar jangan menjadi orang miskin. Kasih sayang

Kromodiryo, Prawirohardjo dan perhatian dari Atmopawiro mempengaruhi

keputusan Soeharto untuk selalu merawat para kerabatnya di kemudian hari.

Setelah menyelesaikan pendidikan sekolah dasar selama lima tahun,

Soeharto meneruskan pelajarannya di Schakel School, sebuah sekolah menengah

pertama di Wonogiri, disana Soeharto tinggal bersama Hardjowijono, teman ayah

Soeharto yang merupakan pensiunan pegawai kereta api. Hardjowijono adalah

murid Kyai Darjatmo, seorang guru agama terkenal yang bisa menyembuhkan

penyakit dan meramal masa depan. Soeharto belajar filsafat dari beliau dan sering

ikut dengannya ke mesjid dimana ia mengajar. Termasuk diantara para pengikut

Kyai Darjatmo adalah dari kalangan intelek, birokrat, pedagang dan petani. Pada

masa-masa ini Soeharto belajar untuk meracik obat-obat tradisional dari berbagai

tanaman yang tumbuh di sekitar daerah itu.

Kemudian soeharto pindah bersekolah di sekolah menengah

Muhammadiyah di kota Jogja, dari kehidupan di Jogja ini, Soeharto mendengar

awal-awal protes bangsa Indonesia terhadap penjajahan pemerintahan kolonial

Belanda. Tidak lama setelah itu, angin perang mulai menyapu seluruh wilayah

Pasifik. Karena terlalu disibukkan oleh urusan perang, belanda tidak menggubris

gerakan –gerakan pertemuan di bawah tanah yang diselenggarakan oleh para

politisi muda Indonesia. Mereka banyak mengadakan rapat untuk

memperjuangkan kemerdekaan bangsa dari penjajahan belanda. Soeharto tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter ii

39

terlalu terlibat dalam kegiatan-kegiatan ini karena ia sedang berkonsentrasi untuk

menyelesaikan pendidikannya yang baru selesai pada tahun 1939.

Setelah lulus di tahun 1939, ia dituntut untuk mencari nafkah sendiri.

Setengah menyalahkan keadaan, Soeharto mencatat,”sangat sulit memperoleh

pekerjaan tanpa bantuan orang yang berkedudukan ataau berpengaruh, tanpa

uluran tangan orang kaya ataupun pengusaha besar saat itu”.35 Soeharto kembali

ke Wuryantoro, kemudian ia diterima bekerja di sebuah bank desa (Volks-bank)

sebagai pembantu klerek yang bertugas berkeliling kampung untuk bertemu

dengan para petani, pedagang kecil ataupun pemilik warung kecil yang ingin

mengajukan pinjaman.

2.2 Jatuh Bangun Karier H.M Soeharto

Di usia 17 tahun, Soeharto pernah berprofesi sebagai asisten pegawai bank

desa (Volksbank) di Wuryantoro, pada masa itu pegawai bank desa adalah tugas

utama Soeharto, yang setiap bertugas mengenakan seragam pakaian adat jawa

lengkap, mendampingi pegawai bank mengambil aplikasi pinjaman.36Soeharto

dipecat sebagai pegawai bank disebabkan seragam pakaian adat yang

dikenakannya dalam bertugas rusak dan tidak dapat menggantikan seragam yang

baru. Setelah kehilangan pekerjaan,Soeharto kembali terjebak pada kehidupan

yang tidak menentu. Dan dalam ketidak menentuan tersebut, Soeharto seperti juga

masyarakat yang bernasib sama dengannya di masa itu, mengalihkan pandangan

mereka kearah kemiliteran. Imbas perang Duni ke II yang juga telah sampai ke

35 Ibid, hal.23 36 dikutip dari tabloid Bintang Indonesia, 2008, hal.14.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter ii

40

Indonesia menjadikan kemiliteran sebagai “sebuah pekerjaan” yang tampak lebih

bersinar dibanding bidang pekerjaan-pekerjaan yang lain. Soeharto sempat

berfikir melamar menjadi tentara Angkatan laut, namun niat itu dibatalkan, karena

Soeharto tahu akan menempati posisi sebagai juru masak.

2.2.1 Menjadi Anggota KNIL

Karier Soeharto sebagai parjurit diawali dengan Soeharto mendaftar ke

KNIL (Koninklijk Nederlans Indisch leger sebutan bagi Angkatan Bersenjata

hindia-Belanda),yang kemudian Soeharto mendapat surat panggilan untuk

bergabung dengan KNIL. Kelak Soeharto mencatat,” Pada mulanya saya sama

sekali tidak akan mengira bahwa lamaran yang saya ajukan akan merupakan anak

kunci yang membuka pintu lapangan hidup yang menyenangkan”.37 Soeharto

bergabung dengan KNIL pada 1 juni 1940 dan itu merupakan 1940 langkah

pertama yang mengawali karir militernya yang panjang.

Soeharto memulai pelatihan militer dasar di gombong, sebelah barat Yogya.

disinilah kualitas kepemimpinan Soeharto dan keterampilan berpikirnya yang

sangat startegis diasah. Ada dua cara menjadi anggota KNIL, cara panjang dan

cara pendek. Cara panjang atau yang disebut Langverband adalah dinas yang

diperuntukkan bagi mereka yang belum pernah mengeyam bangku pendidikan

hingga kelas tiga HIS (Holands Inlandse School-SD di zaman Belanda). Lulusan

Langverband membutuhkan waktu yang lama , yaitu sepuluh tahun, untuk

menjadi kopral. Sedangkan cara pendek atau Kortverband diperuntukkan bagi

mereka yang telah lulus HIS atau lebih. Lulusan kortverband kemudian dapat

37 A.Yogaswara. Opcit. hal 27

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter ii

41

melanjutkan pendidikannya ke Kader School untuk menjadi kopral. Karena

tingkat pendidikan yang dimiliki Soeharto, maka Soeharto masuk Kortcerband.38

Setelah lulus dengan memperoleh predikat terbaik, Soeharto ditempatkan di

Batalion XII di Rampal, malang. Pada tanggal 2 desember 1940, Soeharto

memperoleh pangkat kopral. Kemudian Soeharto dikirim kembali ke Gombong

untuk menjalani latihan lanjutan dan mendapatkan pangkat sersan. Pada saat itu

jepang mulai mendekat dan Soeharto pergi ke Bandung sebagai prajurit cadangan

di markas besar tentara Circasua. Soeharto hanya sempat tinggal selama seminggu

disana karena pada tanggal 8 Maret 1942 belanda menyerah dengan jepang.

2.2.2 Menjadi Anggota PETA

Situasi negeri semakin memburuk, Soeharto memutuskan untuk mencari

pekerjaan yang lebih baik. Yogya menjadi pilihan Soeharto, karena Yogya

memiliki prospek yang lebih baik. Soeharto mulai belajar mengetik, tetapi

Soeharto terhenti karena ia jatuh sakit. Secara tidak sengaja , suatu hari Soeharto

mendengar adanya rekrutmen anggota baru keibuho, sebutan bagi polisi di masa

pendudukan jepang. Awalnya Soeharto ragu untuk mendaftarkan karena takut

ketahuan sebagai bekas anggota KNIL. Kondisi serta kebutuhan yang akhirnya

membuat Soeharto berani mendaftarkan diri. Soeharto yang pernah memperoleh

pendidikan kemiliteran di masa Belanda dapat melalui semua tes dengan baik.

Bahkan selama tiga bulan pelatihan, Soeharto menjadi lulusan terbaik. Atas saran

Kepala Polisi Jepang. Soeharto mendaftarkan diri ke PETA (Pemebela Tanah

Air).

38 Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter ii

42

PETA adalah angkatan pertahanan yang dibentuk pada Oktober 1943 oleh

Jepang, dengan orang Indonesia sebagai angkatannya. Anggota PETA dilatih

dengan tujuan mempertahankan tanah airnya dari serbuan tentara sekutu yang

mencoba merebut kembali Indonesia dari tangan Jepang. Pada tahun 1944,

Soeharto mengikuti kursus perwira untuk menjadi Chudancho atau komandan

kompi di Bogor. Latihan untuk menjadi Chodancho dan Daidancho atau

komandan batalion tidak terlalu keras dan lebih rileks. Soeharto menyelesaikan

kursus taktik dan strategi militer di tahun 1944 dan kemudian ditugaskan ke

Seibu, markas PETA di Solo, dan bertanggung jawab atas pelatihan di sana.

Selama di PETA, Soeharto mencatat bahwa rasa patriotisme serta

nasionalismenya mulai bangkit.39 Ini tidak terlepas dari propaganda Jepang yang

menanamkan semangat anti-Barat. Selain itu, tekanan keras yang diberikan

Jepang kepada rakyat Indonesia telah membangkitkan semangat kekeluargaan dan

persatuan dikalangan prajurit PETA. Semboyan “Tiga A” yang digembar-

gemborkan Jepang, yaitu Jepang pemimpin Asia, jepang pelindung Asia, Jepang

cahaya Asia, terbukti hanya bohong belaka. Perlakuan jepang terhadap Indonesia

justru mencerminkan sikap memandang rendah. Akibatnya, mulai muncul

pemberontakan PETA di Blitar pada februari 1945,

PETA kemudian menjadi bagian inti dari angkatan perang Indonesia yang

baru. Kesatuan ini bukan merupakan kelanjutan angkatan perang belanda atau

Jepang, tetapi dilahirkan pada masa-masa angkatan revolusi, bentukan para

pemuda dan pejuang kemerdekaan yang mandiri.

39 Ibid, hal 30

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter ii

43

Menyusul menyerahnya Jepang dan Tentara Sekutu pada tanggal 14

Agustus 1945, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamirkan kemerdekaan

Indonesia pada hari jum’at, 17 Agustus 1945 pada jam 10 pagi. Yang berarti

dimulainya suatu babak baru bagi seluruh bangsa Indonesia. Hal ini berarti pula

babak baru bagi karier militer Soeharto.

2.2.3 Kiprah Soeharto di Era Revolusi Fisik

Saat kemerdekaan Indonesia diproklamirkan, Soeharto sedang berada di

Brebeg untuk melatih para prajurit dari batalion Blitar untuk menjadi Bundancho

(komnadan regu). Di Yogyakarta inilah Soeharto mendengar bahwa kemerdekaan

Indonesia telah dikumandangkan di Jakarta. Pada tanggal 19 Agustus 1945,

melalui surat kabar Matahari, Soeharto memastikan kebenaran berita tentang

kemerdekaan Indonesia serta terpilihnya Soekarno dan Muhammad Hatta sebagai

presiden dan wakil presiden RI.

Di masa-masa ini juga Soeharto masih “buta” terhadap masalah politik,

mencoba memperdalam pengetahuan Soeharto dengan bergabung pada

Kelompok Phatuk, sebuah kelompok yang secara aktif menyelenggarakan diskusi-

diskusi masalah politik dan kenengaraan. Sementara itu Presiden Soekarno

menghimbau kepada seluruh mantan anggota PETA, Heiho (tentara Jepang local

yang terdiri dari relawan dan milisi), Kaigun (angkatan laut Jepang) dan KNIL

untuk bergabung dan bersatu di bawah Badan Keamanan Rakyat (BKR), yang

didirikan oleh Komite Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 22 Agustus

1945. Soeharto mematuhi himbauan ini, Soeharto bersama dengan kolega-

koleganya mantan anggota PETA kemudian bergabung dengan BKR. Maka

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter ii

44

terbentuklah BKR dengan senjata seadanya, atas pertimbangan senioritas,

kemudian terpilih Umar Slamet sebagai ketua BKR sedang Soeharto menjadi

wakilnya. BKR inilah yang kemudian mengawali karir cemerlang Soeharto di

bidang militer. Semakin hari semakin banyak pihak yang bergabung dengan BKR

pimpinan Umar Slamet dan Soeharto. Masalah utama mereka saat itu bukan

semangat juang tetapi kurangnya persenjataan yang memadai. Untuk itu

diputuskan merebut senjata dari setiap tentara jepang yang ditemui.

Untuk melucuti tentara-tentara Jepang, Soeharto sebagai wakil komandan

lalu melakukan inisiatif memimpin sebagai BKR (yang berubah nama menjadi

Tentara Keamanan Rakyat-TKR pada tanggal 5 Oktober 1945) ditambah para

pemuda dan rakyat untuk menyerbu asrama jepang. Soeharto berhasil

melaksanakan niatnya merebut persenjataan dari asrama jepang di Kotabaru.

Tentara jepang yang tidak menyangka akan mendapat serangan, akhirnya

menyerahkan senjata setelah sebelumnya terjadi pertempuran 12 jam. Ratusan

senapan, mesin dan juga senjata lainnya berhasil dirampas.ini pertama kali

Soeharto (yang pada saat itu baru berusia 24 tahun) menunjukkan

keterampilannya dalam mengambil sebuah keputusan yang secara politis memiliki

arti penting bagi karir Soeharto.

Karena prestasinya, Soeharto kemudian diangkat menjadi pimpinan

Batalion X dengan pangkat mayor. Bersama tiga Batalion lainnya, Soeharto

tergabung dalam divisi IX yang dipimpin oleh Jendral Mayor Soedarsono. Pada

tanggal 19 Oktober 1945, sekutu yang diboncengi NICA (Netherland Indies Civil

Administration) datang ke Indonesia melalui Semarang. Tujuannya, melucuti dan

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter ii

45

juga memulangkan tentara Jepang. Pada masa itu beredar kabar kedatangan

Belanda ingin kembali berkuasa di Indonesia.40

Sekutu telah tiba di Magelang dan Ambarawa. Ini berarti keselamatan

Yogyakarta, sebagai salah satu kota terpenting di awal berdirinya RI, terancam.

Para pimpinan militer pertemuan di Yogyakarta pada tanggal 12 November 1945.

hasilnya, Panglima Divisi V/ Banyumas Kolonel Soedirman terpilih sebagai

pemimpin tertinggi. Soeharto bersama Batalion X ditugaskan bergabung dengan

pasukan lainnya di bawah resimen yang dipimpin oleh Letkol Sarbini dengan

tujuan menghambat gerak laju tentara sekutu di Magelang. Soeharto dengan

pasukannya ditugaskan menduduki Banyubiru. Tugas, sekutu menembakkan

meriam ke Banyubiru dari arah Ambarawa. Sekutu akhirnya dapat dipukul

mundur ke Semarang.

Kolonel Soedirman lalu secara resmi dilantik menjadi Panglima Besar

TKR, atas jasa Soeharto, Soedirman mengangkat Soeharto sebagai Komandan

Resimen III dari Divisi IX (Istimewa) dengan pangkat letnan kolonel.

Berdasarkan dokumen Belanda, sekitar bulan Maret 1946 dikabarkan Soeharto

mengepalai tiga batalion, yaitu Batalion X dibawah pimpinan Mayor Sudjono,

Batalion XX di bawah Mayor Sardjono, dan Batalion XXV dibawah pimpinan

Basyuni. Dan karena adanya reorganisasi, pada bulan Mei 1946, Soeharto masuk

ke dalam Divisi III (Pekalongan, Kedu, dan Yogyakarta) hasil penggabungan

antara Divisi IX (Istimewa) dengan Divisi V (Pekalongan Kedu).41

40 lihat Bintang Indonesia, Opcit. Hal. 15. 41 A.Yogaswara, Opcit. Hal 38.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter ii

46

Tahun 1946 adalah tahun yang menjadi titik balik dari kehidupan

Soeharto. Bermodalkan kualitas diri yang dimilikinya, Soeharto sangat menikmati

kehidupan militer yang menjanjikan.42 meskipun pada tahun 1946 juga, Soeharto

mengalami kemalangan, Ibundanya meninggal dunia, namun secara umum tahun

1946 telah menjadi awal bagi kecermelangan karier militer Soeharto di masa-

masa mendatang.

2.2.4 Menikah, Rehat Sejenak dari Ingar-Bingar Revolusi

Karier militer Soeharto berbanding terbalik dengan reputasinya di sektor

asmara. Situasi ini mulai menjadi perbincangan di dalam keluarga. Keluarga

Prawirowiharjo mempromosikan Siti Hartinah. Siti hartinah dalah putri dari

seorang wedana yang bekerja di keraton Mangkunegara (Keraton yang paling

muda di Solo), yang mempunyai darah biru atau keturunan priyayi. Setelah

dibujuk bahwa perbedaan tidak akan menjadi halangan, Soeharto menyetujuinya.

Pada tanggal 26 Desember 1947, Letnan kolonel Soeharto yang ketika itu

berusia 26 tahun menikah dengan putri kedua dari RM.Tumenggung

Soemoharjomo yang usianya dua tahun lebih muda.43 Tiga hari sesudah

perkawinan, Soeharto dan Siti Hartinah ( Ibu Tien) pindah ke Yogyakarta. Dua

minggu berikutnya, Soeharto harus berpisah dengan Siti Hartinah untuk sementara

waktu, karena Soeharto kembali menjalani tugas militernya ke front Ambarawa.

Kelak, pasangan Soeharto-Siti Hartinah dikarunai enam orang anak,terurut

dari yang sulung yaitu Siti Hardiyanti Hastuti (23 Januari 1949), Sigit

42 Ibid 43 Retnowati Abdulgani-KNAPP, Opcit, hal.19

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter ii

47

Hardjojudanto (1 mei 1951), Bambang Trihatmodjo (23 juli 1953), Siti Hediati

Harijadi (14 April 1959), Hutomo Mandala Putra (15 juli 1962), Siti Hutami

Endang Adiningsih (13 agustus 1964). Tiga dari enam anak-anaknya dilahirkan

tanpa kehadiran Soeharto yang tengah menjalani tugas militer.44

2.2.5 Kembali ke Revolusi

Sejak proklamasi kemerdekaan dikumandangkan 17 Agustus 1945. sejarah

mencatat Belanda terus menerus melakukan tekanan politik dan militer.45 Setelah

segala perundingan gagal, Belanda mengambil jalan pintas, menduduki ibu kota

republik Indonesia di Yogyakarta melalui operasi militer pada tanggal 19

Desember 1948. para pemimpin republik ditangkap, sebagian di eksekusi.

Pasukan RI menghindari kontak terbuka karena kalah persenjataan.

Karier militer Soeharto makin mengilap ketika memimpin Serangan fajar 1

maret 1949 melawan agresi militer Belanda kedua di Yogyakarta, serangan ini

bertujuan merebut Yogyakarta dari tangan penjajah, dan berhasil menduduki ibu

kota selama enam jam, karena Yogyakarta sebagai simbol kedaulatan negara,

dimana pada saat itu Yogyakarta adalaha Ibukota Negara Indonesia.

Pada 7 mei 1949, digelar perundingan antar Indonesia dengan Belanda

yang dikenal dengan Perundingan Roem-Royen. Hasil perundingan ini adalah

gencatan senjata, pembebasan Soekarno-Hatta, penarikan pasukan Belanda di

Yogyakarta dan penyelenggaraan Konfrensi Meja Bundar di Den Haag untuk

44 Lihat Gatra, Opcit, hal 41 45 Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter ii

48

mengurus penyerahan kedaulatan kepada Indonesia. Soeharto dipercaya bertugas

untuk menjaga ketertiban di Yogyakarta pada saat serah terima dari Belanda.

2.2.6 Menumpas Berbagai Pemberontakan

Tahun 1950-1959 adalah masa yang penuh ketidakpastian bagi Indonesia.

Hasil perundingan KMB telah membuat Indonesia pecah menjadi enam belas

negara bagian. Secara otomatis, hal ini ,memunculkan ancaman bagi persatuan

nasional. Meskipun hanya dalam beberapa minggu negara-negara bagian lain dari

RIS meleburkan diri ke dalam republik Indonesia, namun tetap saja muncul

segelintir orang yang menolak untuk bergabung dengan RI. Akibatnya, dibeberapa

daerah muncul pemberontakan-pemberontakan yang disulut oleh bekas pasukan

bentukan Belanda, seperti KNIL/KL, bekas laskar gerilya yang menolak

bergabung dengan APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat),

maupun pemberontakan yang bersifat kedaerahan seperti Permesta, PRRI, DI/TII

dan sebagainya.

Selain itu, juga muncul keretakan dalam tubuh Angkatan Darat.

Perkembangan keadaan telah membuat Angkatan Darat terpecah menjadi dua

kelompok. Kelompok pertama adalah kumpulan militer “Profesional” yang

menginginkan tentara menjadi pasukan teknis, efisien, dan berukuran kecil,

sementara kelompok kedua terdiri dari bekas anggota PETA atau angkatan

lainnya yang berpengalaman dalam pertempuran fisik di masa revolusi namun

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter ii

49

takut tersingkir oleh rencana rasionalisasi TNI.46 Masalah ini diperparah dengan

bergabungnya beberapa kesatuan pada pemberontakan-pemberontakan di daerah.

Secara tidak sengaja, masa yang penuh ketidakpastian ini, telah

menyediakan banyak kesempatan bagi Soeharto untuk lebih meningkatkan karier

militernya di masa mendatang. Soeharto memperoleh kepercayaan untuk

menyelesaikan gejolak di beberapa tempat yang pada akhirnya turut mengangkat

namanya di jajaran Angkatan Darat. Pada masa ini jugalah Soeharto mulai belajar

bagaimana membangun bisnis yang menguntungkan dengan memanfaatkan

jaringan serta koneksi startegis yang dimilikinya.

Januari 1950, pemerintah RIS menambah jumlah pasukan APRIS ke Makasar,

kedatangan APRIS yang merupakan wujud TNI ini menimnbulkan ketidaksukaan

pada pasukan KNIL di Makassar yang dipimpin oleh Andi azis, maka

menyebabkan pemebrontakan Negara Indonesia Timur pimpinan Kapten Andi

Aziz di Makassar Sulawesi Selatan. Andi, dibantu pasukan KNIL berhasil

menguasai Makassar. Panglima Divisi Jawa Tengah, Kolonel Gatot Subroto

diperintahkan membentuk satuan tugas untuk menghancurkan pemberontakan itu.

Kolonel Gatot Subroto kemudian menunjuk Soeharto untuk memimpin ekspedisi

ini. Soeharto berangkat ke Makassar dengan pasukan bernama Brigade Garuda

Mataram, dan pada akhirnya pemberontakan tersebut dapat ditumpas.

Semasa di Makassar ini, Soeharto mengenal keluarga Habibie, dimana

salah seorang anaknya, yaitu Bacharuddin Jusuf Habibie yang saat itu berusia

empat belas tahun, kelak akan menggantikan Soeharto sebagai presiden. Masih di

46 Elson, dalam buku A.Yogaswara, Opcit, hal. 80

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Chapter ii

50

kota yang sama, kembali muncul gerakan pemberontak. Kali ini menamakan

dirinya Batalion laskar rakyat yang dipimpin Arief Radhi, pemberontakan ini

berhasil ditumpas dengan pertempuran. Markas Besar Angkatan Darat kemudian

mengirimkan perwira lain untuk memulihkan situasi di Makassar, yaitu Kahar

Muzakar yang diterjunkan ke tanah kelahirannya untuk membantu Soeharto

bernegosiasi dengan kelompok gerilya yang masih menolak untuk dimasukkan

kedalam APRIS. Kahar kemudian memegang komando militer di Sulawesi selatan

setelah Soeharto dan pasukannya ditarik dari Makassar. Di tahun 1952, Kahar

Muzakar malah memimpin pemebrontakan terhadap pemerintah pusat dan

dibutuhkan waktu sepuluh tahun untuk benar-benar memadamkan pemberontakan

itu.

Pada tahun 1951, Soeharto ditunjuk memimpin Brigade Pragola dari

Divisi Dipenegoro yang berkedudukan di Salatiga, Jawa Tengah. Pada akhir 1952,

Seharto dipindahkan ke Markas Divisi Solo, kemudian pada tanggal 1 Maret

1953, Soeharto ditunjuk untuk memimpin Resimen 15 di Solo yang baru saja

kehilangan komandannya, Mayor Kusmanto, Kerasnya suasana di Solo, membuat

Soeharto merasa perlu untuk memfokuskan perhatiaanya pada pasukan di bawah

komandonya. Suhu politik jelas-jelas mendominasi para tentara di Solo. Selama

berada disini, Soeharto hanya berhasil menyingkirkan sebagian saja dari

pertikaian ideologi yang terjadi di dalam militer.47

Masa berdinas di Solo juga dimanfaatkan oleh Soeharto untuk melakukan-

melakukan aktivitas-aktivitas baru seperti mengikuti kursus militer, bergabung

47 Roeder, Ibid,Hal.91.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Chapter ii

51

dengan anggota Klub Bridge, dan mengikuti kursus penerbangan di Aero Club.

Selain itu Soeharto mencoba merintis sebuah koperasi untuk membantu

mencukupi kesejahteraan keluarga prajurit,Soeharto tinggal di Solo selama tiga

tahun.

Pada awal tahun 1956, Soeharto ditarik ke Jakarta untuk menjadi Staf

Umum angkatan Darat (SUAD). Hanya dalam hitungan bulan saja, Soeharto

kemudian kembali ke Divisi Diponegoro (TT-IV) dan Soeharto dipercaya menjadi

Kepala Staf Territorium IV yang berkedudukan di Semarang, jabatan ini

menandai berakhirnya pekerjaan sebagai Komandan Lapangan dan awal dari

pekerjaan Staf. Soeharto menjalankan perannya sebagai kepala Staf di Divisi

Diponegoro dalam waktu yang relatif singkat. Pada tanggal 3 juni 1956, Soeharto

diangkat menjadi pejabat sementara Panglima Diponegoro menggantikan Kolonel

M.Bachrum. tanggal 1 januari 1957, pangkat Soeharto naik menjadi Kolonel

(Infanteri), kenaikan pangkat ini seiring posisi Soeharto yang naik menjadi

Panglima Divisi Diponegoro.

Soeharto meninggalkan Semarang pada tahun 1959 setelah diperintahkan

mengikuti Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad) di Bandung. ini

menjadi hal pertama bagi Soeharto mengikuti pendidikan staf militer tertinggi

semenjak memasuki institusi TNI. Setahun kemudian pangkat Soeharto naik

lagi,mendapat satu bintang. Usai menamatkan pendidikan di Seskoad, Soeharto

menjadi Deputi I Kepala Staf Angkatan Darat. Pada waktu bersamaan, Soeharto

menyandang jabatan Panglima Korps Cadangan Umum Angkatan Darat dan

Panglima Pertahanan Udara Angkatan Darat. Pada tahun 1961, untuk pertama

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Chapter ii

52

kalinya, Soeharto mendapat tugas ke luar negeri melakukan inspeksi atase militer

di Beograd, Paris, dan Bon. Soeharto ke luar negeri menemani Jendral A.H.

Nasution.

Tanggal 1 januari 1962, pangkat Soeharto dinaikkan menjadi Mayor

Jenderal dan secara resmi menjadi Panglima Komandan Mandala sejak tanggal 23

Januari 1962. penunujukan diri Soeharto sebagai Panglima Komando Mandala ini

menandai berakhirnya kekelaman karier militer Soeharto yang selama ini berjalan

biasa-biasa saja. Segera sosok Soeharto menjadi sosok popular yang sering

menghiasi suratkabar di Jakarta. Pers menjuluki Soeharto sebagai Seorang militer

yang memiliki wajah yang bersih, murah senyum, rambut berombak tersisir ke

belakang, tapi selalu menjadi “momok bagi Belanda”. Prestasi Soeharto di

Serangan umum 1 Maret diangkat ke permukaan.48

Pada tahun 1963, pangkat Soeharto naik menjadi Mayor jenderal. Seiring

kenaikan pangkat, Soeharto diberi kepercayaan sebagai panglima komando Antar

Daerah Indonesia Timur merangkap Panglima Mandala untuk pembebasan Irian

Barat (sekarang Papua). Tanggal 1 Oktober 1965, meletus G-30-S/PKI yang

menewaskan enam jenderal dan satu Letnan Angkatan darat. Peristiwa ini

membuat situasi dan kondisi negara menjadi tidak stabil. Soeharto kemudian

mengambil alih pimpinan Angkatan Darat. Selain dikukuhkan sebagai Panglima

Anglatan Darat saat berpangkat Mayor Jenderal, Soeharto ditunjuk sebagai

Pangkopkamtib oleh Presiden Soekarno.

48 A.Yogaswara,Loc.cit, hal.103

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Chapter ii

53

Pada Maret 1966, Soeharto menerima surat perintah 11 Maret

(Supersemar) dari Presiden Soekarno. Tugasnya, mengembalikan keamanan dan

ketertiban serta mengamankan ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung

Karno. Bermodal Supersemar, Soeharto kemudian memulihkan stabilitas nasional.

Langkah yang diambil Soeharto adalah segera membubarkan Partai Komunis

Indonesia (PKI) sekalipun sempat di tentang Presiden Soekarno. Soeharto juga

melakukan penangkapan besar-besaran terhadap orang yang diduga terlibat

G-30-S.

Banyak yang menilai, sebenarnya Supersemar merupakan alat legitinmasi

Soeharto untuk rengkuh kekuasaan yang lebih besar, tapi Soeharto pernah

membantah, Soeharto mengatakan “Saya tidak pernah menganggap Supersemar

itu sebagai tujuan untuk memperoleh kekuasaan, suart perintah 11 maret itu juga

bukan alat untuk mengadakan coup secara terselubung, supersemar itu adalah

awal perjuangan Orde Baru”.49 Pernyataan tersebut berbanding terbalik, karena

itulah kasak-kusuk tentang abash tidaknya Supersemar dan ada atau tidaknya,

masih menjadi bahan perdebatan hingga sekarang setelah Soeharto jatuh dari kursi

kekuasaan. Perpindahan kekuasaan ke tangan Soeharto tidak bisa diterjemahkan

secara hitam putih bahwa terjadi peralihan ke demokrasi atau transisi ke

demokrasi, karena kegelapan peralihan kekuasaan itu sudah menjadi bukti

ketidakjelasan jarum jam perjalanan bangsa di bawah Soeharto. Soeharto sendiri

selalu mengklaim bahwa kenaikannya ke panggung kekuasaan adalah melalui

jalur konstitusional, dan merupakan suatu proses transisi ke demokarsi, tetapi

49 lihat Bintang Indonesia, Op.cit, hal.16.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Chapter ii

54

banyak ahli sejarah yang menduga bahwa aspek konstitusional yang mengantar

Soeharto ke meja pejabat presiden sudah “by design” (dirancang) sebelumnya,

bahkan konsep-konsep pembangunan awal Soeharto yang praktis dan pragmatis

itu sudah dirancang jauh sebelun Soekarno mundur.50 Dan hal ini semua belum

terjawab secara jelas sampai sekarang.

2.2.7 Jalan Menuju Kursi Presiden

Setelah menerima Supersemar dari Presiden Soekarno, Soeharto mulai

menampakkan pengaruhnya di pemerintahan. Krisis politik yang disebabkan oleh

pemberontakan PKI menuntut dilakukannya Sidang Umm ke IV MPRS 1966

yang menghasilkan 24 ketetapan. Ketetapan-ketetapan itu diantaranya yang

terpenting adalah Tap No.X/MPRS/1966 tentang pengfungsian kembali lembaga-

lembaga negara dari tingkat pusat sampai ke tingkat daerah sesuai dengan yang

diatur dalam UUD 1945. ketetapan ini kemudian dipertegas dengan UU

No.5/1974/ tentang sistem pemerintahan desa. Tap No.XXV/MPRS/1966 tentang

pembubaran/larangan terhadap faham Leninisme-Marxisme di Indonesia. Melalui

ketetapan ini, Soeharto mendapatkan legitimasi yuridis konstitusional untuk

melakukan pembersihan terhadap unsur-unsur yang berkaitan dengan PKI,

termasuk orang-orang PKI yang dibunuh tanpa melalui proses pengadilan.

Pada tanggal 7 maret 1967, MPRS mengadakan Sidang Istimewa untuk

menghapus dualisme kepemimpinan. Melalui Tap No.XXXIII/MPRS/1967,

kekuasaan Pemerintahan negara dari tangan Presiden Soekarno dicabut, karena

50 Gregorus Sahdan,S.IP, Jalan Transisi Demokrasi Pasca Soeharto, Bantul: Pondok Edukasi, 2004, hal.117

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Chapter ii

55

dianggap tidak dapat memenuhi pertanggung jawaban konstitusional. Dengan

adanya Tap ini, maka Soeharto yang sebelumnya hanya mengemban Supersemar

untuk memulihkan keamanan dan ketertiban dikukuhkan sebagai Pejabat Presiden

RI.51 Dalam Sidang Umum ke-V MPRS 1968 berbarengan dengan memuncaknya

konflik yang terjadi dalam masyarakat, MPRS melahirkan beberapa ketetapan

yang memperkokoh kembali kekuasaan Soeharto melalui Tap No.XLIV/1968

tentang pengangkatan Soeharto menjadi Prediden RI. Dengan demikian naiklah

Soeharto ke pentas kekuasaan menjadi tanda lahirnya Orde Baru.

2.2.8 Orde Baru di Bawah Pemerintahan Soeharto

Munculnya Soeharto di atas pentas kekuasaan, sebagai Presiden kedua

setelah Soekarno, menjadi tanda lahirnya Orde Baru. Hakekat Orde Baru seperti

yang dipropagandakan oleh Soeharto merupakan suatu sikap mental dan itikad

baik yang mendalam untuk mengabdi kepada rakyat dan kepentingan nasional

berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, sebagai hasil refleksi total terhadap

seluruh penyelewengan yang dilakukan selama Orde Lama. Orde baru itu sendiri

mengandung empat pengertian yang lahir dari pembacaan situasi nasional pada

masa awal kemunculannya. Orde Baru menganggap dirinya sebagai :

1. Suatu orde yang merupakan tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa dan

negara yang diletakkan kembali pada kemurnian pelaksanann Pancasila dan

UUD 1945.

51 Ibid, hal.116

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Chapter ii

56

2. Orde Baru juga menyatakan dirinya sebagai Orde yang memberikan koreksi

total atas penyelewengan-penyelewengan di segala bidang yang terjadi pada

masa-masa sebelumnya.

3. Orde Baru sendiri menganggap bahwa kekuasaan yang dicapainya merupakan

suatu proses sosial yang panjang, sebab penyelewengan-penyelewengan yang

terjadi di masa lampau.

4. Nilai yang terakhir yang menjadi konsen Orde Baru yang memiliki peluang

besar terhadap penyelewengan adalah perubahan sikap mental yang

mendahulukan kepentingan bersama dari pada kepentingan pribadi atau

golongan yang memerlukan pola dan sikap yang berorentasi kepada program,

sehingga urgensi Orde Baru adalah menyusun kembali kekuatan bangsa dan

menentukan cara-cara yang tepat untuk menumbuhkan stabilitas nasional

jangka panjang, untuk mempercepat proses pembangunan bangsa berdasarkan

Pancasila dan UUD 1945.52

Disamping itu, Orde Baru menurut sosio historisnya merupakan rezim

yang memperjuangkan “Tritura” dalam kerangka pembubaran PKI, pembersihan

kabinet dari unsur-unsur G-30-S/PKI, penurunan harga /perbaikan ekonomi dan

sejak awal kelahirannya juga, Soeharto menamakan Orcde Baru sebagai orde

pembangunan yang diterjemahkan sebagai kesempatan untuk menciptakan situsi

politik yang menguntungkan pembangunan ekonomi, menciptakan kesatuan

struktur politik, yang mengarahkan setiap proses politik pada pembaharuan sosio

kultural, pembaharuan struktur politik, dan pembangunan ekonomi.

52 Ibid, hal.119

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Chapter ii

57

Awal kelahiran rezim Soeharto dilatarbelakangioleh krisi ekonomi dan

politik yang sangat kompleks. Perekonomian nasional waktu itu berada dalam

kondisi yang sangat buruk. Pada tahun 1965, sebagaimana digambarkan Harold

Crouch, inflasi mencapai 500% dan harga beras naik 900%. Defisit anggaran

belanja pada tahun itu mencapai 300% dari pemasukan, dan deficit dari triwulan

pertama tahun1966 hampir sebesar jumlah defisit keseluruhan tahun 1965. selain

itu, kewajiban membayar hutang luar negeri yang segera harus dibayar yang

dijadwalkan selama tujuh tahun, mulai pada tahun 1966.53

Demokrasi Terpimpin ternyata telah menciptakan hutang luar negeri yang

berjumlah $2.358 juta: 42% kepada Uni Soviet, 10% kepada Jepang, dan 7,5%

kepada Amerika Serikat. Sementara persoalan hutang luar negeri sulit diatasi,

pemerintah Indonesia juga harus membiayai impor bahan pangan, tekstil, mesin

dan suku cadang yang berjumlah lebih $600 juta, sehingga devisa negara yang

diperkirakan sebesar $714 juta yang diperoleh tahun itu juga hampir habis

digunakan untuk membayar hutang.54

Dari Oktober 1965 sampai awal tahun 1966, Indonesia nyata telah

mengalami pergolakan yang diiringi oleh kekerasan yang berdarah. Ini semua

merupakan ujung dari poralisasi sejak akhir era 1950-an sebgai akibat dari

manipulasi massa demi kepentingan para elite di Jakarta. Persaingan sengit selama

puluhan tahun antara organisasi-organisasi Islam, komunis, dan nasionalis serta

angkatan bersenjata telah mencapai puncaknya dalam suatu tragedy berdarah

53 Harold Crouch, Militer dan Politik di Indonesia, Jakarta: Sinar Harapan,1986, hal.67. 54 Moctar Mas’oed, ekonomi dan Struktur Politik Orde Baru 1966-1971, Jakarta: LP3S, 1989, hal.43.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Chapter ii

58

gerakan 30 september 1965 tersebut. Dalam situasi ekonomi dan politik yang

sama sekali tidak menguntungkan itu, siapa pun yang memimpin, ,memang harus

mencegah agar krisis tidak menjadi lebih buruk dengan menerapkan startegi

stabilitasi politik dan ekonomi. Dalam konteks ini, langkah awal yang dilakukan

Soeharto adalah meyakinkan rakyat bahwa rezim baru yang dibawah kekuasaan

Soeharto adalah pewaris yang sah dan konstitusional dari Presiden Soekarno.

Orde baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto.

Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merajuk kepada era pemerintahan

Soekarno. Orde baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Pada tahun 1968,

MPR secara remi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden,

dan Soeharto kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973,

1978, 1983, 1993, dan 1998. Pelantikannya secara berturut-turut ini tidak lepas

dari kebijakan represifnya yang menekankan rakyat agar memilih Golongan

Karya yaitu organisasi pemerintahan setara partai yang berkuasa ketika itu, fakta

membuktikan bahwa paling kurang 80% rakyat Indonesia dalam tiap pemilu

selalu mencoblos Golkar.55

Selanjutnya, Soeharto sebagai tokoh sentral Orde Baru memulai startegi

politik dan ideologisnya. Caranya dengan menggabungkan antara pandangan

hierarkis militer yang berpola ketaatan garis komando atasan kepada bawahan

yang ketat di satu pihak lain. Birokrasi Orde Baru, walaupun memperlihatkan

cirri-ciri modern, namun tetap kental dengan nilai-nilai lama yang merupakan

tardisi dan budaya politik Jawa, seperti hierarki birokrasi didasarkan atas

55 Dr. Baskara T.Wardaya SJ, Op.cit, hal.71

Universitas Sumatera Utara

Page 28: Chapter ii

59

hubungan personal atau hubungan “majikan-buruh” (Patron-client). Dengan nada

yang sama, Richard Robison menyimpulkan bahwa pemerintahan Orde Baru

dapat dijelaskan melalui kerangka prespektif daya tahan atau kelangsungan

kebudayaan Jawa yang membentuk praktik politik para pejabat atau elite birokrasi

tersebut, identitas dan struktur keompok-kelompok politik dan hakikat konflik

politik ditentukan oleh hubungan politik yang bersifat patrimodial, yaitu struktur-

struktur patron-client yang bersifat pribadi dan tersusun secara vertikal.56

Kesimpulan Robison di atas bisa membantu menjelaskan mengapa

soeharto sangat kental dengan patron-client dalam cirri pemerintahnnya, dan

tampaknya ini yang membuat ideologisasi Jawa berikut kepercayaan-kepercayaan

mistiknya menghinggapi pola piker rezim Orba dan untuk kurun waktu yang lama

menjadi penopang tiang-tiang kekuasaanya, sekalipun soeharto bersikap sangat

pilih-pilih terhadap budaya Jawa hendak digunakannya, sistem Orde Baru ternyata

efektif selama tiga dasarwarsa.

Orde baru dalam prinsipnya menghindari dirinya dari keterjerumusan

dalam kancah pertarungan ideologi, tetapi sejak awal kemunculannya Orde Baru

yang dikomandoi Soeharto itu sendiri, telah merumuskan Panca Tertib sebagai

ideologinya. Dalam Panca tertib ini, Soeharto menempatkan diri sebagai

organisatoris dan kabinet Ampera sebagai megafonnya. Panca tertib ini secara

tidak langsung telah melahirkan empat faktor yang membumkam masyarakat

Orde Baru, empat faktor tersebut adalah :

56 Dikutip kembali dari Manuel Kaisiepo, “ Dari kepolitikan Birokartik ke Korporatisme Negara di Indoneisa”, Jurnal ilmu Politik, no. 2-1987, h.24.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: Chapter ii

60

Faktor pertama, dengan adanya tertib politik dengan langkah-langkahnya

menertibkan kekuatan- kekuatan sosial dengan langkah-langkahnya menertibkan

keuatan-kekuatan sosial dengan azas dan prinsip Orde Baru, maka telah terjadi

penghangusan politik pada masyarakat di tingkat pedesaan. Tertib politik ini,

mewajibkan Parpol untuk tidak membuka basis politik ke tingkat desa (floating

mass) dan mengakibatkan pembatasan partisipasi masyarakat dalam politik.

Faktor kedua, dengan melakukan tindakan edukasi massa kearah sikap dan

kebiasaan-kebiasaan hidup yang tertib dan cinta pada ketertiban, sejak awal

mengindoktrinasi masyarakat untuk diam dengan berbagai bentuk kekerasan dan

berbagai tindakan represif yang dilakukan oleh mesin-mesin kekuasaan Soeharto

dan menjadikan masyarakat untuk tutup mulut terhadap berbagai bentuk

manipulasi, korupsi, kolusi dan nepotisme yang dilakukan oleh Soeharto dengan

patron-patronnya.

Langkah penertiban ekonomi, sebagai langkah yang ketiga telah

melahirkan ideologi developmentalism yang mengarahkan seluruh potensi dan

masyarakat pada upaya peningkatan produktivitas, efisiensi dan keahlian yang

dimiliki dalam usaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Ketahanan,

kewaspadaan, dan kesiapsiagan nasional dalam tertib hukum, telah menjadi

aparatur hukum (polisi, tentara dan hakim) untuk mencurigai setiap tindakan yang

bertentangan dengan kebijakan Soeharto. Faktor yang terakhir yaitu telah

menjadikan Dwi Fungsi ABRI sebagai suatu ideologi yang mengharuskan ABRI

untuk terjun dalam dunia politik menukik tempat keberpijakannya.

Universitas Sumatera Utara

Page 30: Chapter ii

61

Awal Orde Baru dimulai, pada saat Sidang Umum ke-V MPRS 1968 yang

bersamaan dengan memuncaknya konflik yang terjadi dalam masyarakat, MPRS

melahirkan beberapa ketetapan yang memperkokoh kembali kekuasaan Soeharto

melalui Tap No.XLIV/1968 tentang pengangkatan Soeharto menjadi Presiden R.I

yang sebelumnya masih mengemban Tap MPRS No. IX/1966 dan menugaskan

kepada presiden untuk membentuk kabinet pembangunan (Tap No.XLI/1968)

dengan missi Panca Krida Kabinet Pembangunan.

Tugas utama kabinet pembangunan tersebut adalah menciptakan satabilitas

politik dan ekonomi, menyusun dan melaksanakan Repelita, melaksanakan pemilu

(Tap No.XLII/1968) tentang pelaksanaan Pemilu 5 Juli 1975), mengembalikan

ketertiban dan keamanan masyarakat dengan mengikis habis sisa-sisa G30S/PKI

dan setiap usaha yang menyeleweng dan menghina Pancasila dan UUD 1945, dan

melanjutkan penyempurnaan dan pembersihan secara menyeluruh aparatur

negara.

Dengan ketetapan-ketetapan tersebut, Soeharto mulai melaksanakan

tugasnya. Tugasnya adalah memilih anggota Kabinet Pembangunan yang dipilih

dari lingkaran Soehartois yang sejak masa perjuangan dan sejak revolusi PKI

sudah menunjukkan loyalitasnya terhadap Soeharto.

Kabinet yang pertama pada masa pemerintahan Soeharto, yang disebut

dengan Kabinet Pembangunan pertama dari tahun 1968-1973 dibentuk pada

tanggal 10 Maret 1968. Presiden Soeharto memilih 23 menteri. Lingkaran pertama

terdiri dari para politisi yang sejak awal munculnya Orde Baru menjadi arsitektur

yang bekerja keras untuk Soeharto, dalam lingkaran kedua ini, terdiri dari Adam

Universitas Sumatera Utara

Page 31: Chapter ii

62

Malik dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang di dalam cabinet Orde Baru

Adam Malik menjadi menteri luar negeri dan Sri Sultan menjadi wakil Presiden.

Untuk membalas jasa keduanya, Soeharto memilih Sri Sultan Hamengkubowono

IX sebagai Wapres dan disusul dengan Adam Malik pada periode berikutnya.

Lingkaran kedua dalam kabinet Soeharto adalah para teknokratis yang

berhaluan liberal, tamatan Perguruan Tinggi terpandang di Amerika, mereka

terdiri dari Widjojo Nitisastro, M.Sadli, Soebroto Sarbini Soemawinata, Ali

Wardhana, Soemitro Djojohadikusumo dan Emil Salim.57 Lingkaran ketiga terdiri

dari para perwira Angkatan Darat (AD) yang merupakan teman dekat Soeharto

semasa revolusi fisik (1940-an), demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, dan

G 30 S/PKI. Mereka terdiri dari Alamsyah, Sodjono Hoemardani, Ali Moertopo,

Yoga Sugama, Suryo, Abdul Kadir, selamet Danudirjo, Nawawi Alif,

Sudharmono, Sunarso, Mas Iman, Yusuf Singadikane,dll.

Stabilisasi yang dicapai Soeharto pada 1960-an, masih belum cukup untuk

memenuhi kebutuhan penduduk yang terus bertumbuh. Yang diperlukan adalah

perombakan di hampir seluruh aspek kehidupan perekonomian negara. Jumlah

penduduk bertumbuh pada tingkat 2,4 persen per tahun. Petani terus

menggantungkan diri pada metode pertanian tardisional yang sudah mererka

gunakan selama ratusan tahun. Hasil pertanian tidak cukup untuk ekspor. Industri-

industri dalam negeri tidak dapat menyerap tenaga kerja yang meluap dan hampir

tidak ada industri yang berarti Penerimaan devisa tidak ada artinya.

57 Frans Maek Parera, Ketokohan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Reformator Budaya dan Printis Orde Baru, dalam Di Atas Panggung Sejarah, dari Sultan Ke Ali Murtopo, Jakarta: LP3ES, 1990 hal.41-80.

Universitas Sumatera Utara

Page 32: Chapter ii

63

Upaya awal Soeharto sebagai presiden dengan restrukturisasi aparatur

negara. Soeharto melakukan pengaturan kembali, beberapa departemen dijadikan

satu sementara yang lainnya dirampingkan, Departemen Industri Dasar Ringan

dan Enerji dibubarkan dan diambil alih oleh Kementrian Negara Perekonomian,

Keuangan dan Industri; Departemen Pertanian dan Departemen Urusan Maritim

juga dibubarkan.Di bawah kepemimpinan Soeharto, sebagian besar dari porsi

anggaran berasal dari bantuan luar negeri, khususnya dari negara-negara kapitalis.

Porsi ini jauh lebih besar dari sebelumnya ketika bantuan luar negeri kebanyakan

datang dari Moskow atau Peking. Selain mengangkat dua kelompok penasehat

ahlin khusus, stau untuk urusan politik dan satu lagi untuk masalah ekonomi.

Kelompok yang pertama terdiri dari cendikiawan, tokoh nasional dan militer.

Keompok yang kedua terdiri cendekiawan dari fakultas Ekonomi Universitas

Indonesia. Kelompok penasihat politik dibubarkan pada tahun 1968 sementara

kelompok penasihat ekonomi meneruskan peranannya selama bertahun-tahun di

masa mendatang.

Tim ekonomi inin melaksanakan tugas seperti para manajer di Lembaga-

Lembaga Swasta. Masalah pertama yang harus mereka hadapi adalah bagaimana

melunasi hutang luar negeri. Langkah pertama yang diambil adalah dengan

mengadakan perundingan-perundingan untuk menjadwal ulang pembayaran

hutang-hutang tersebut. Pada waktu itu yang sama disusun pula pedoman-

pedoman untuk menarik dana internasional. Prioritas ditekankan dengan harus

menghentikan hiperinflasi untuk mengatasi masalah neracar pembayaran dan

untuk memulihkan produksi, terutama dalam industri yang berorientasi ekspor.

Universitas Sumatera Utara

Page 33: Chapter ii

64

Langkah ini berhasil memenuhi target menstabilkan perekonomian yang rapuh.

Inflasi dikurangi dari 640% pada tahun 1966 menjadi 113% di tahun 1967 dan

turun lagi ke 85% di tahun 1968. pada tahun 1969, Indonesia memasuki periode

kestabilan persediaan beras di mana indeks biaya hidup di Jakarta hanya naik

sebanyak 22% selama tiga tahun sesudahnya.58

Kemudian para ahli mengusulkan untuk mengikuti perekonomian bebas

agar negara dapat mengatasi masalah-masalah fiskal dan moneternya.dengan

kebijkan ini, Perusahaan-perusahaan Jepang, Amerika, Cina dan pribumi yang

besar maupun kecil, berusaha untuk membentuk wajah kapitalisme di Indonesia.

Sampai pada tahun 1970-an, Indonesia taat kepada pintu terbuka seperti

disarankan oleh pandangan ekonomi liberal Barat dari IMF, Bank Dunia, IBRD,

IGGI dan badan-badan internasional lainnya yang jumlahnya terus meningkat

banyak.

Di awal pemerintahan Soeharto juga terjadi inflasi dan harga-harga bahan

pokok yang melambung tinggi, untuk mengatasi maslah ini, Soeharto membuat

suatu kebijakan yaitu dengan mencanangkan program Rencana Pembangunan

Lima Tahun (Repelita) dengan basis tiga kebutuhan pokok manusia: sandang,

pangan dan papan-pakaian. Tahap perencanaan jangka panjang pertama dimulai

pada tahun 1969 dan akan selesai pada tahun 1994, pada tanggal 1 April 1969,

Soeharto mengumumkan tujuantujuan yang ingin dicapai pemerintah pada akhir

repelita pertama. Tujuan utama repelita dari 1 April 1969 sampai bula Maret 1974

adalah, pertama dan yang paling utama, sandang dan pangan. Repelita kedua dari

58 Retnowati Abdulgani-KNAPP, Op.cit, hal. 90.

Universitas Sumatera Utara

Page 34: Chapter ii

65

april 1974 sampai maret 1979 ditujukan untuk mencapai swasembada sandang

dan pangan yang terjangkau oleh seluruh rakyat, dan rumah tinggal yang

terjangkau bagi rakyat kebanyakan. Infarstruktur dasar akan diperbanyak dan

ditingkatkan. Lowongan pekerjaan akan disediakan secara meluas dan kekayaan

akan disebar secara merata.

Repelita ketiga dari April 1979 sampai Maret 1984 menuntut standar

kehidupan yang lebih tinggi, pendidikan yang lebih baik dan kesejahteraan bagi

semua orang, berdasarkan kesetaraan dan keadilan. Karena beras merupakan

makanan pokok yang utama, prioritas ditetapkan untuk meningkatkan hasil

pertanian dan mencapai swasembada di bidang pertanian. Negara harus mampu

mengekspor hasil produksi yang berkaitan dengan pertanian, yang aktivitas

produksinya dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja. Repelita keempat dari

bulan april 1984 sampai Maret 1989 memusatkan perhatian pada peningkatan

keberhasilan yang sudah dicapai negeri ini pada saat itu. Pemerintah mengakui

bahwa memenuhi kebutuhan pokok masih merupakan masalah utama bagi banyak

kalangan masyarakat. Salah satu dari masalah-masalah yang menonjol adalah

perbaikan pemerataan kekayaan, dan juga peningkatan kesempatan kerja tanpa

diskriminasi (yaitu, kesempatan bagi masyarakat yang berbeda dalam hal ras dan

latar belakang ). Pembangunan dibutuhkan di seluruh pelosok wilayah. Apabila

pembangunan ekonomi dapat dipercepat, stabilitas negara dapat dipertahankan.

Repelita kelima dari bulan April 1989-maret 1994 juga ditujukan sekali lagi pada

fase peningkatan standar hidup dan pendidikan rakyat Indonesia, demi mendorong

Universitas Sumatera Utara

Page 35: Chapter ii

66

agar negara dapat lepas landas menjadi negara industri. Proses ini diperkirakan

akan memakan waktu 25 tahun.

Pelantikan Soeharto secara berturut- turut ini tidak lepas dari kebijakan

represifnya yang menekan rakyat agar memilih Golongan Karya, yaitu organisasi

pendukung pemerintah setara partai yang berkuasa ketika masa Orde Baru,

daripada memilih partai oposisi seperti Partai Demokrasi Indonesia atau Partai

Persatuan Pembangunan (PPP). Fakta membuktikkan bahwa paling kurang 80%

rakyat Indonesia dalam tiap pemilu selalu mencoblos Golkar.59 Ketika Soeharto

mengambil alih kepresidenan, Golkar menjadi kendaraan politik yang paling

penting dalam pemerintahan Soeharto. Pada tanggal 4 februari 1970, dengan

menggunakan sebuah lambang partai yang tetap sama sampai sekarang . Golkar

memenangkan lebih dari 62% suara pada pemilu tahun 1971, pemilu yang

pertama kali diadakan di bawah pemerintahan Soeharto.

Pada periode-periode sesudahnya, Soeharto tampil ke panggung kekuasaan

melalui Golkar memiliki enam kali andil dalam Pemilu yang menang dengan

suara mutlak dan koor setuju di parlemen untuk enam kali juga mengangkat

Soeharto menjadi Presiden.60

Soeharto dipilih kembali untuk kedua kalinya pada tanggal 23 Maret 1973.

soeharto memilih Sultan Hamengkubuwono IX sebagai wakilnya.pada priode ini

Kabinet Pembangunan kedua dibentuk pada tanggal 27 Maret 1973, ada 21 orang

menteri. Dua diantaranya yang paling utama adalah Ali Wardhana sebagai

Menteri Keuangan dan Widjojo Nitisastro sebagai Menteri Negara Perekonomian

59 Dr.Baskara T.Wardaya SJ. Op.cit, hal.70 60 Gregorius Sahdan, S.IP, Op.cit, hal. 126.

Universitas Sumatera Utara

Page 36: Chapter ii

67

dan Keuangan/Ketua Bappenas. Selama periode ini, dibangunnya jalan-jalan,

pelabuhan dan transportasi, Soeharto juga berhasil meredam gejolak politik.

Golkar berhasil memenangkan lebih dari 62% suara untuk kedua kalinya pada

pemilihan umum yang diadakan pada bulan Mei 1977. Soeharto menjalankan

kontrol lebih ketat ketika Soeharto memerintahkan pembreidelan sebuah surat

kabar terkenal dan pengawasan yang ketat terhadap gerakan mahasiswa. Pada

tanggal 22 Maret 1978 Soeharto berhasil menjadi Presiden kembali untuk ketiga

kalinya. Pada periode ini, Soeharto mengangkat Adam Malik sebagai Wakil

Presiden. Ada 24 menteri yang membantu Soeharto dalam Kabinet Pembangunan

babak ketiga ini, yang dibentuk pada tanggal 29 Maret 1978. Kabinet ini bertahan

sampai tahun 1983.

Pada tanggal 19 Maret 1982, sebagai akibat dari banjirnya penanaman

modal asing yang berbondong-bondong datang ke Indonesia, bangkitnya

pengusaha domestik dan pesatnya pertumbuhan pembangunan, Soeharto diberi

gelar sebagai Bapak Pembangunan oleh MPR. Walau demikian, ketidakpausan

masyarakat semakin menumpuk menjelang dipilihnya Soeharto kembali sebagai

Presiden untuk ketiga kalinya, yang ditandai dengan kerusuhan-kerusuhan yang

berlangsung pada waktu berlangsungnya kampanye Golkar di Lapangan Banteng.

Golkar tetap mampu memenangkan suara sebanyak 54.2% pada pemilu

tanggal 4 Mei 1982. Pada saat itulah keprihatinan msayarakat mulai mengemuka

dan cara-cara yang digunakan oleh Golkar demi merekayasa pengumpulan suara

semakin terungkap. Para pegawai pemerintah mengaku telah menerima amplop

gaki mereka yang ditempeli Golkar, yang oleh banyak orang dianggap sebagai

Universitas Sumatera Utara

Page 37: Chapter ii

68

sebuah peringatan mengenai partai mana yang seharusnya mereka dukung dalam

pemilu. Dalam praktik lainnya, kotak-kotak suara diletakkan di gedung-gedung

perkantoran, dimana nama sebuah partai politik dan logonya ditempelkan pada

masing-masing kotak. Beginilah cara pemerintah mengawasi perusahaan mana

dan di gedung mana yang mendukung Golkar atau partai oposisi. Sayangnya,

hanya sedikit sekali orang yang berani menyampaikan keluhan tentang parktik-

praktik seperti ini, terutama di antara para birokart yang merupakan mayoritas

sumber pemberi suara. Pegawai pemerintahan ingin bermain dengan aman untuk

melindungi posisi mereka sendiri. Sektor swasta juga termotivasi oleh

kepentingan mereka sendiri untuk mempertahankan status-quo, karena perubahan

seperti apa pun dalam hal kepemimpinan negara bisa jadi akan membahayakan

posisi mereka. Kebiasaan-kebiasaan seperti inilah yang kemudian membuat

pelayaran negeri ini menuju ke kesejahteraan bagi seluruh rakyat menjadi semakin

berat dan penuh rintangan.61

Kabinet pembangunan keempat dibentuk pada tanggal 16 Maret 1983 dan

berakhir hingga 1988. kabinet ini terdiri dari 32 menteri dan lima menteri muda.

Soeharto memilih Jenderal Umar Wirahadikusumah sebagai Wakil Presiden.

Dalam urusan perekonomian Radius Prawiro menggantikan Ali Wardhana sebagai

Menteri Ekonomi dan Keuangan/Kepala Pembangunan Nasional. Dalam Kabinet

Pembangunan yang dibentuk pada tanggal 21 Maret 1988 dan berakhir pada

tahun1993, Sudharmono diangkat sebagai Wakil Presiden. Kabinet ini terdiri dari

32 menteri dan enam menteri muda.

61 Retno Abdulgani-KNAPP, Op.cit, hal 181.

Universitas Sumatera Utara

Page 38: Chapter ii

69

Kabinet Pembangunan keenam dibentuk pada tanggal 17 Maret 1993 dan

berakhir pada tahun 1998. kabinet baru telah diumumkan dan 19 Maret 1993,

Soeharto melantik 40 anggota kabinet yang terdiri dari 38 menteri dan dua pejabat

negara setingkat menteri. Komposisi kabinet baru Soeharto itu tidak jauh berbeda

dengan yang sebelumnya. Terdiri dari 21 menteri yang membawahkan

departemen, 13 menteri negra, 4 menteri koordinator, dari tiga dalam tiga periode

yang lalu, dan tiga pejabat negara setingkat menteri. Namun yang menarik dari

kabinet ini , dari seluruh anggota kabinet, 22 orang adalah wajah baru. Dan yang

menonjol dari kabinet ini, dan ini yang tampak berbeda dengan lima kabinet

sebelumnya, adalah absennya tim teknokrat. Sejak Orde Baru, tim menteri

ekonomi selalu ditampilkan sebagai teknokrat yang merancang dan

mengendalikan pembangunan. Tim ekonomi yang dibina Widjojo Nitisastro adlah

tim yang mendapat kepercayaan selama 25 tahun periode kepemimpinan

Soeharto. Kabinet Pembangunan ini terdiri dari berbagai sumber, ada birokrat,

politisi, ABRI, Golkar atau organisasi kemasyarakatan lainnya. Memang ada

beberapa ahli ekonomi, tapi berbeda dengan garis tim teknokrat periode

sebelumnya.62

Kabinet ini dibubarkan tahun 1998 dengan evaluasi atas hasil kerja para

menteri sepenuhnya berada di tangan Soeharto sebagai presiden sesuai dengan

pasal 17 ayat 2 UUD 45 yang menyebutkan bahwa “menteri-menteri diangkat dan

diberhentikan oleh presiden.63 Dan kabinet pembangunan ketujuh sekaligus

menjadi kabinet terakhir masa kekuasaan Soeharto dibentuk pada tanggal 14

62 Dikutip dari Tempo, 1993, hal.13. 63 Dikutip dari tempo, 1993, hal. 14

Universitas Sumatera Utara

Page 39: Chapter ii

70

Maret 1998 dengan segara dibubarkan pada tanggal 22 Mei 1998,dengan Wakil

Presiden BJ.Habibie dan kabinet ini terdiri dari 34 menteri, semua pemain lama

dalam masalah-masalah perekonomian yang sudah beredar sejak tahun 1993,

Soeharto mengangkat putri sulungnya,Tutut sebagai Menteri Sosial dan Bob

Hasan yang notabene sahabat dekat Soeharto sebagai Menteri Perindustrian dan

perdagangan. kabinet pembangunan ketujuh ini berakhir, karena pada tanggal 21

mei adalah tanggal yang paling penting dalam sejarah kekuasan Soeharto,

Soeharto menyerahkan kekuasaannya selam 32 Tahun kepada BJ.Habibie.

2.2.9 Basis-Basis Penopang Soeharto

Kokohnya kekuasaan Soeharto tidak muncul begitu saja, tetapi

dibangunan di atas berbagai basis material, moril dan spiritual. Basis material

merupakan sumber utama yang memberikan legalisasi yiuridis-konstitusional

terhadap kekuasaan Soeharto. Sumber ekonomi yang melimpah dalam

pemerintahan Soeharto, dengan manajemen pengelolaan secara individual yang

memberikan tekanan yang luas terhadap instruksi Soeharto dalam berbagai bentuk

kebijakan di satu sisi memberikan dasar kepercayaan masyarakat luas terhadap

keberhasilan Soeharto yang membangun basis ekonomi dari kehancuran menuju

kesuksesan, tetapi cara pengelolaan basis ini yang memberikan porsi yang besar

terhadap peran kekuasaan Soeharto melahirkan celah-celah baru dalam

perekonomian Indonesia.

Dengan adanya pengelolaan ekonomi yang bersifat pribadi tersebut,

Soeharto dapat dengan leluasa memanfaatkan hasil-hasil pertumbuhan dan

pembangunan. Soeharto juga dengan leluasa mendistribusikannya secara khusus

Universitas Sumatera Utara

Page 40: Chapter ii

71

kepada keluarga, dan patron-patron bisnisnya. Membengkaknya berbagai proyek

yang tidak dapat dipertanggung jawabkan selama pemerintahan Soeharto dan

meluasnya KKN, merupakan satu cirri khas dari pemerintahan ini.64 Basis

legitimasi sendiri merupakan hal yang mudah untuk didapatkan dalam

pemerintahan Soeharto, karena dengan dukungan sumber-sumber ekonomi yang

ada, Soeharto dengan mudah mendapatkan dukungan atas kekuasaanya melalui

pemerintah dan berbagai organisasi korporatis yang patuh dan loyal terhadap

Soeharto. Mesin-mesin politik ini dapat dengan cepat digerakkan oleh Soeharto

untuk melakukan pengontrolan, pengawasan, dan mobilisasi terhadap masyarakat

dari tingkat pusat sampai tingkat desa. Legitimasi yang bertumpu pada kinerja

mesin-mesin kekuasaan Soeharto, memberikan dukungan moril terhadap Soeharto

untuk terus bertahan di atas piramida kekuasaan. Penggunaan simbol-simbol

kejawen dan bahsa-bahasa kekuasaan yang banyak diwarnai oleh unsure-unsur

Jawanya, merupakan usaha Soeharto untuk mendapatkan dukungan budaya

sebagai basis spiritual bagi kekuasaannya.

Basis- basis penopang Soeharto diatas menurut Liddle dinilai sebagai

sumber daya Soeharto yang melingkupi koersif, persuasif, dan material. Sumber

daya koersif merupakan kapasitas Soeharto untuk memaksa warga negara agar

tunduk dan patuh pada garis komando dan kebijakan Soeharto. Koersif disediakan

terutama bagi mereka yang tidak mendukung “konsensus nasional” atau merong-

rong stabilitas nasional dan membangun dukungan terhadap kekuasaan. Sumber

daya persuasif bersifat simbolis atau ideologis, yaitu kapasitas untuk memperoleh

64 Gregorius Sahdan,S.IP, Op.cit, hal. 147.

Universitas Sumatera Utara

Page 41: Chapter ii

72

dukungan dari masyarakat bahwa seluruh institusi yang dibentuk dan kebijakan-

kebijakan Soeharto ditujukan pada kebaikan bersama.65 Karena perbedaan

pandangan dengan para pakar politik, di sini sumber daya koersif dan persuasif

(birokrasi, tentara, dan Golkar) dilihat sebagai mesin-mesin penggilas dalam

kekuasaan Soeharto, sedangkan sumber daya materil (ekonomi, legitimasi dan

budaya) dinilai sebagai basis ekonomi, budaya dan legitimasi dalam kekuasaan

Soeharto.

2.2.10 Basis ekonomi

Indonesia di bawah Kepemimpinan Soeharto, sedikitnya menganut system

ekonomi campuran yang tidak jelas secara teoritis dan konseptual. Tahun- tahun

awal yang menyertai kebijakan ekonomi Soeharto, sudah mulai, muncul

ketidaksukaannya terahadap sistem ekonomi sosialis ala Indonesia yang tercantum

dalam UUD 1945 pasal 33 yang memberikan peran sentral negara terhadap

pengelolaan ekonomi. Strategi pembangunan ekonomi yang beroerentasi pada

penerapan sistem kapitalis dan sosialis campuran, ditujukan dengan pembentukan

tim ekonomi yang akan merumuskan startegi pembangunan ekonomi yang

berorentasi pertumbuhan dan disertai dengan pemerataan ekonomi dan hasil-

hasilnya.

Kebijakan trilogi pembangunan di dalmnya terkandung sistemekonomi

kapitalis dan sosialis yaitu pertumbuhan ekonomi (kapitalis) dan pemerataan

pembangunan dan hasil-hasilnya (sosialis) dengan penyertaan stabilitas nasional

65 R.William Liddle dalam “Pemilu –Pemilu Orde Baru”,Jakarta:LP3ES, 1992, hal.113-114

Universitas Sumatera Utara

Page 42: Chapter ii

73

yang sehat dan dinamis. Trilogi yang kedua jelas sekali memberikan peran sentral

terhadap pemerintahan Soeharto untuk melakukan pengontrolan yang ketat

terhadap distribusi ekonomi oleh Soeharto atas nama negara dan memberikan

ruang sentralisasi ekonomi pada kawasan industri tertentu akibat pemusatan

sektor-sektor industri pada tangan-tangan tertentu yang dalam pemerintahan

Soeharto diwakilkan oleh Soeharto keluarga dan patron-patron bisnisya.

Pengendalian ekonomi yang terpusat dapat dilihat dari banjirnya

pembentukan Lembaga-lembaga perkreditan dan control kelembagaan yang

menyertai pemberian dan perkreditan tersebut. Melalui lembaga-lembaga

perkreditan ini, Soeharto melakukan pengontrolan yang massif terhadap

perekonomian rakyat kecil dan menempatkan patron-patron bisnis dan kelompok-

kelompok loyalisnya mulai dari pusat hingga ke desa. Besarnya pengendalian dan

pengawasan terhadap sektor ekonomi, terutama sektor ekonomi rakyat kecil dapat

dilihat dari UU No.12/1969 tentang pokok-pokok perkoprasian. Udang-undang ini

memberikan bimbingan pengawasan, perlindungan dan fasilitas terhadap koperasi.

Undang-undang ini diperkuat oleh instruksi Presiden No.2/1978 tentang KUD

sebagai wadah dari seluruh warga desa; petani, nelayan, pengerajin, peternak,

pedagang dan sebagainya, untuk mengendalikan dan memonopoli hasil-hasil

ekonomin dalam bidang-bidang sektor informal.

Bantuan perkreditan ini di satu sisi memang sangat menguntungkan petani,

nelayan, dan pengusaha kecil, tetapi dengan adanya perkreditan semacam ini,

memberikan keleluasaan terhadap pemerintah Soeharto untuk mengontrol,

mengendalikan dan memobilisasi massa di dalamnya untuk tujuan kekuasaan.

Universitas Sumatera Utara

Page 43: Chapter ii

74

Melalui lembaga-lembaga perkreditan ini, pemerintah soeharto dengan mudah

melakukan sosialisasi kekuasaan, karena pola pengawasa yang ketat,

mempermudah penguasa untuk mengetahui gerak-gerik massa dibawahnya yang

bertentangan dengan kekuasaan.

Semua kebijakan yang diambil dalam bidang ekonomi memang cukup

beralasan mengingat, pada awal tahun yang mengantarkan Soeharto ke pangkuan

kekuasaan (sebelum 11 Maret 1966) harga barang kebutuhan pokok membubung

sekitar 5% setiap bulan, cadangan pembayaran luar negeri habis, serta

pembayaran hutang luar negeri Indonesia hampir setara dengan hasil pembayaran

ekspor yang diharapkan. Produksi industri jatuh karena kekurangmampuan

membayar impor bahan-bahan baku. Ekspor merosot karena prasarana jalan,

pelabuhan dan transportasi bertambah buruk. Gaji pegawai negeri sangat rendah

dan korupsi dalam tubuh birokrasi merajalela, inflasi melorot sampai ke tingkat

600%, industri pabrik bekerja hanya dengan 10-20% kapasitas, karena kurangnya

bahan baku dan suku cadang yang harus diimpor, keuangan negara hampir

seluruhnya tidak teratur karena terkikis oleh inflasi dan korupsi, sektor swasta

asing dan domestik mendapat tekanan demi sosialisme ala Indonesia, perdagangan

luar negeri tersumbat oleh jaringan kurs ganda (multiple exchange) serta segala

peraturannya, ditambah dengan membengkaknya hutang luar negeri yang sulit

untuk dibayar dalam tempo yang tepat, diteruskan dengan terjadinya polarisasi

dalam diri pemerintah yang melahirkan Supersemar.66

66 H.W.Arndt, Pembangunan Ekonomi Indonesia, Pandangan Seorang Tetangga, Gajah Mada Unversity Press, 1994, hal. 57.

Universitas Sumatera Utara

Page 44: Chapter ii

75

Ketidakjelasan dalam menerapkan sistem ekonomi Indonesia di bawah

Orde Baru juga nampak dalam kebijakan, hal ini dapat dilihat setelah kudeta yang

gagal oleh PKI, Soeharto setap-demi setahap mengambil alih kekuasaan,

kemudian mengambil keputusan- keputusan penting yaitu : usaha rehabilitasi dan

pembangunan ekonomi, pembentukan Tim ekonomi,67 mengawasi pengeluaran

pemerintah, menyusun anggaran belanja, pemotongan alokasi anggaran dalam

semua bidang terutama pengurangan alokasi anggaran angkatan Bersenjata RI

dan melibatkan para petinggi militer untuk mengawasi penggunaan anggaran

negara. Melibatkan militer dalam pengawasan ekonomi merupakan suatu langkah

pengendalian yang tidak sehat dalam rezim Soeharto.

Pada bulan Agustus 1966, tim IMF diundang datang ke Indonesia untuk

meninjau kembali kebijakan dalam bantuan luar negeri serta membantu Tim RI

dalam usaha menstabilkan perekonomian nasional. Tim yang bergabung dalam

dewan stabilitas ini, akhirnya menggariskan program bersama yaitu 1.

mengusahakan penyeimbangan anggaran (balanced budged), 2. mengusahakan

politik kredit yang ketat, 3. menciptakan sistem ekonomi yang terbuka, 4.

mendorong ekspor dan menertibkan impor, 5. mengusahakan kredit

baru dan penjadwalan kembali utang lama, 6. memberikan peran yang lebih besar

pada ekonomi pasar, 7. merumuskan kembali suatu “investmen policy” yang

memberikan peluang dan kepastian hukum kepada investor luar negeri.

Atas nota kesepakatan IMF ini, Indonesia kemudian, menjalankan

program peniadaan campur tangan dalam perekonomian yang ditujukan pada

67 Ibid, hal.87-88.

Universitas Sumatera Utara

Page 45: Chapter ii

76

pembongkaran yang kompleks dalam sistem perdagangan luar negeri dan

pengendalian devisa yang telah dijalankan bertahun-tahun sejak Oktober 1966,

memberikan kebebasan kepada para eksportir untuk menjual penerimaan hasil

valuta asing mereka di pasar bebas, para importer dibebaskan dari pajak

pengawasan dengan lisensi, kurs berganda direduksi menjadi dua yaitu Eeport

Bonus (BE) bagi impor barang-barang penting dari tarif DP (Domestic Product)

untuk barang-barang yang tidak penting dan pemindahan modal, penjadwalan

kembali hutang luar negeri dengan perundingan intens setiap tahun dengan

donator, khususnya untuk utang dengan jangka waktu 30 tahun yang dimulai 1970

dengan suatu “grade periode” yang sifatnya fakulatif bagi sebagian penyebaran

kembali modal dan bunga yang tertunda sampai dengan 15 tahun yang terakhir

yaitu antara tahun 1985 sampai dengan 1999.

2.2.11 Basis Sosial Budaya

Para pakar budaya mengatakan bahwa proses peralihan kekuasaan dari

Orde Lama ke Orde Baru pada periode dualisme kepemimpinan dilakukan sesuai

dengan tuntutan nilai-nilai tradisional budaya Jawa yang menjunjung tinggi tata

kerama dalam masyarakat. Soeharto dinilai merupakan figur yang tampil ke

pentas kekuasaan dengan membawa serta berbagai nilai tradisional Jawa yang

menempatkan orang tua sebagai figur yang harus dihormati, dihargai dan

dijunjung tinggi. Seting politik Soeharto dengan latar kultur Jawa, merupakan satu

strategi perangkap terhadap Soekarno untuk menemui perjalanan buntu

meninggalkan mimbar politik yang telah pertahun-tahun menjadi arena permainan

Universitas Sumatera Utara

Page 46: Chapter ii

77

Soekarno. Strategi ini juga merupakan instrumental politik Soeharto untuk

mematikan lawan politiknya dengan pelan-pelan tapi pasti-menyingkirkan

bersama pentolan-pentolan PKI. Suatu saran yang halus tetapi mengandung

ketegasan sikap untuk meruntuhkan, mematahkan dan menghabiskan seluruh

potensi tersisa yang dimiliki oleh Soekarno.68

Kuatnya budaya Jawa yang melingkupi kekuasaan Soeharto nampak

dalam interprestasi yang mentradisikan konsep-konsep modern akan legitimasi

formal dan loyalitas msyarakat terbangun melalui adigum musyawarah untuk

mufakat, tut wuri handayani, tepo selero dan puluhan tardisi Jawa yang lainnya

sebagaimana ada dalam Prasetia Pancakarsa dalam Tap-tap MPR.69 Tut Wuri

Handayani yang mengedepankan peranan seorang pemimpin dengan massa

pengikut dibelakangnya merupakan cerminan budaya patuh dan tunduk dari

tradisi Jawa Kuno yang menempatkan seorang pemimpin sebagai “kepala”

pasukan yang harus ditaati, dituruti, dan disanjung-sanjung. Semboyan ini, telah

melahirkan kepatuhan semu dalam jangka pendek kekuasaan Soeharto terhadap

masyarakat Indonesia yang selalu mengikuti apa yang dikatakan sang bapak.

Kepatuhan semu seperti ini telah melahirkan msyarakat semu munafik

yang tunduk, patuh dan taat selama kekuasaan itu memiliki kekuatan penopang

yang mampu dihalaunya untuk menumpas para pembangkang, tetapi ketika pola

kerja mesin ini sudah memudar, ia dengan sendirinya sulit untuk menciptakan dan

memproduksi komando lagi dan pada akhirnya jatuh atau digulingkan. Tidak

jarang bila budaya minta restu, sungkem, dan manut pada Soeharto hanya hidup

68 Gregorius Sahdan, S.IP, Op.cit, hal. 184. 69 Arbi Sanit, Reformasi Politik Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998, hal.21.

Universitas Sumatera Utara

Page 47: Chapter ii

78

selama Soeharto kuat, tetapi ketika Soeharto sudah mulai lemah, budaya ini turut

hancur dengan sendirinya, karena Soeharto yang membudayakannya sudah tidak

mampu memberikan restu dan petunjuk lagi ketika terjadi berbagai gempuran dan

tekanan terhadap kekuasaanya.

Budaya “tepo selero” (toleransi), telah menciptakan ketundukan beku bagi

massa warga dan pembungkam terhadap berbagai tindakan kekerasan, intimidasi,

teror dan pembunuhan yang juga memunculkan prilaku “diam” di dalam

masyarakat dan juga di dalam struktur pemerintahan (legislatif, yudikatif dan

eksekutif-birokrat) terhadap berbagai ketimpangan yang dilakukan oleh Soeharto

dan kroni-kroninya seperti meluasnya korupsi, kolusi dan nepotisme, maka

budaya tepo selero justru telah menjadikan KKN sebagai budaya bersama, sama-

sama merasakan, sama-sama menikmati dan sama-sama kaya yang terkosentrasi

di kalangan orang-orang yang berda di sekitar Soeharto, mulai dari eksekutif di

pusat hingga kepala desa di pedalaman, mulai dari legislative di pusat sampai

dengan yang ada di daerah, dan menyusup sampai ke lembaga peradilan yang

tidak banyak berbuat untuk menegakkan keadilan.

2.2.12 Basis Legitimasi

Setiap model pemerintahan dalam bentuk apapun legitimasi terhadap

kekuasaan merupakan sesuatu yang sangat perlu. Pemerintah yang tidak memiliki

legitimasi tentu sajan tidak mampu memerintah dengan baik, karena selalu saja

terjadi goncangan yang mengancam kekuasaan politik tersebut. Dalam negara

modern dimana semua lembaga politik modern hidup dan mengikuti logika

demokrasi, jujur, terbuka dan bebas dari tekanan dan militer bersama dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 48: Chapter ii

79

birokrasi negara bertindak netral sebagai penjaga keamanan dan sekaligus

pengatur administrasi Pemilu dengan baik, sehingga pemilu benar-benar

menghasilkan perwakilan politik yang dipercaya oleh masyarakat pemilihnya

dalam periode tertentu.

Sebaliknya dalam negara otoriter pengabsahaan kekuasaan terbentuk

melalui berbagai faktor yang membentuk kekuasaan tersebut. Soeharto yang

membawa Orde Baru termasuk dalam kerangka rezim personal rule (penguasa

tunggal) dimana kebanyakan faktor penentu dalam negara diletakkan pada peran

individual sang penguasa, legitimasi atau pengabsahan kekuasaan itu diperoleh

melalui kinerja penguasa pribadi, produk-produk kekuasaan yang dibuatnya dan

kinerja mesin-mesin yang digunakannya.

Rezim personal rule (penguasa tunggal) yang dimiliki Soeharto agak

sedikit berbeda dengan rezim-rezim penguasa tunggal lainnya, penyebabnya

dipengaruhi dengan ketidakjelasan lietarur yang membicarakan tentang proses

naiknya Soeharto ke pangkuan kekuasaan. Ahli-ahli ilmu politik luar negeri

mengatakan bahwa kenaikan Soeharto itu melalui proses kudeta militer yang

terjadi secara samar-samar atau “grilya” sebagaimana biasanya strategi tradisional

dalam model pertempuran dengan penjajah di Indonesia. Sebaliknya para pakar

politik dalam negeri terbelah dua, ada yang mengatakan melalui kudeta, tetapi

tidak sedikit juga yang mengatakan kenaikan Soeharto menjadi Presiden melalui

proses konstitusional.70

70 Gregorius Sahdan, S.IP, Op.cit, hal.187.

Universitas Sumatera Utara

Page 49: Chapter ii

80

Atas ketidakjelasan seperti itulah, maka timbul kesulitan untuk melacak

dengan jelas basis legitimasi terhadap kekuasaan Soeharto. Pengabsahan

kekuasaan Soeharto memang bisa dilihat dari “klaim” adanya Surat Perintah 11

Maret 1966 dari Pemimpin Besar Revolusi, Mandataris MPR dan pengemban

amanat Kedaulatan Rakyat yaitu Soekarno untuk mengambil langka-langkah yang

penting guna memulihkan keamanan dan ketertiban akibat kudeta PKI yang gagal

pada 30 September 1965. berdasarkan surat sakti ini maka, soeharto memiliki

kekuatan yang sah untuk melakukan konsolidasi kekuatan awalnya, keamanan dan

ketertiban dalam masyarakat dan juga mengahalau orang-orang Soekarno dari

birokrasi negara dan militer yang bertentangan dengan garis komandao Soeharto

sebagai Panglima Komandao keamanan dan ketertiban. Sebuah jabatan yang

memberikan keleluasaan terhadap Soeharto untuk menarik perhatian massa yang

mengalami secara langsung keresahan sosial yang diakibatkan oleh pembelahan

politik, konflik kepentingan dan pertarungan kekuatan yang mengalirkan banyak

darah di tahun 1960-an itu.71

Untuk mengukur legitimasi Soeharto, jelas Pemilu bukan sarananya,

karena Pemilu dalam negara yang dikuasai oleh rezim penguasa tunggal jelas

merupakan mekanisme pembiusan karena melahirkan berbagai kecurangan,

sehingga tolak ukur bagi pengabsahan kekuasaan Soeharto itu adalah sejauh mana

kinerja mesin-mesin Soeharto, produk-produk kekuasaan dan performance

Soeharto sendiri dalam mendapatkan pengabsahan atas kekuasaanya. Selama

Soeharto menjadi Presiden legitimasi Soeharto banyak digantungkan pada

71 Ibid, hal.188.

Universitas Sumatera Utara

Page 50: Chapter ii

81

strategi-strategi yang dibuat oleh Soeharto untuk menciptakan kepercayaan

masyarakat terhadap kekuasaannya.

Pertama, menghidupkan kembali peran lembaga-lembaga politik modern

yang selama Orde Lama telah dikacaukan oleh arus deras kekuasaan Soekarno.

Lembaga-lembaga politik modern seperti parlemen, MA, BPK, DPA dan lain-lain

sebagainya dipersiapkan untuk meproduksi legitimasi bagi kekuasaan Soeharto.

Kontrol dan pengendalian terhadap lembaga ini tetap naungan Soeharto.

Kedua, dengan membatasi partisipasi politik masyarakat dengan

menciptakan stabilitas politik untuk melindungi pembangunan ekonomi yang

menjadi basis material bagi Soeharto selanjutnya dan melakukan depolitisasi,

departisasi dan deideologisasi dalam masyarakat melalui penciptaan berbagai

regulasi yang mengekang kebebasan masyarakat untuk mengekspresikan seni

berpolitiknya melalui pemaksaan pengfusian partai 1973. Deideologisasi dan

depolitisasi sangat mengental di era 1980-an ketika banyak produk pemerintah

dan UU pemilu yang menetapkan pemberlakuan azaz tunggal bagi semua partai

politik dan Golkar.

Ketiga, pengerahan mesin-mesin pembangunan bangsa yang terdiri dari

para teknokrat, birokrat baik sipil maupun ,militer untuk terlibat dalam

pertarungan politik menenangkan Golkar dalam setiap Pemilu Orde Baru dengan

menciptakan unipolar dimana satu partai hegemonik (Golkar) menjadi satu-

satunya kekuatan yang tidak ada tandingannya. Soeharto juga melakukan

penyatuan partai-partai politik sehingga pada masa itu dikenal tiga partai politik,

yakni Partai Persatuan Pembangunan(PPP), Golongan Karya (Golkar) dan Partai

Universitas Sumatera Utara

Page 51: Chapter ii

82

Demokrasi Indonesia (PDI) dalam upayanya menyederhanakan kehidupan

berpolitik di Indonesia sebagai akibat dari politik masa presiden Soekarno yang

menggunakan sistem multipartai yang berakibat pada jatuh bangunnya kabinet

badan dianggap penyebab tersendatnya pembangunan, kemudian dikeluarkannya

UU Politik dan Asas Tunggal Pancasila yang mewarnai kehidupan politik saat itu.

Soeharto mengubah UU Pemilu dengan mengizinkan hanya tiga partai yang boleh

mengikuti pemilihan, termasuk Golkar. Oleh karena itu semua partai islam yang

ada diharuskan bergabung menjadi Partai Persatuan Pembangunan, sementara

partai-partai non-islam (Katolik dan Protestan), serta partai-partai nasionalis

digabungkan menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Namun dalam

perjalanannya, terjadi ketimpangan dalam kehidupan politik dan muncul istilah

“mayoritas tunggal” yakni Golkar untuk mengebiri dua parpol lain dalam setiap

penyelenggaraan pemilu. Guna mencapai tujuan ini, rezim Soeharto mengerahkan

personel militer dan birokrasi untuk mengintimidasi dan memaksa rakyat untuk

memilih Golkar. Dibawah KORPRI (Korps Pegawai Republik Indonesia), semua

pegawai negeri diwajibkan memilih Golkar dalam pemilu.72

Selama enam priode Soeharto menjadi Presiden ditambah dengan dua

tahun yang mengantarkannya pada keruntuhan, Pemilu selalu dimenangkan oleh

Golkar dengan persentase suara yang sangat mencolok. Dengan begitu Soeharto

yang dalam struktur kepengurusan Golkar merupakan Ketua Dewan Pembina,

selalu dipilih secara aklamasi dalam siding-sidang DPR/MPR pada waktu itu.

Penyebab utamanya adalah kinerja Soeharto dan mesin-mesinnya masih memiliki

72 Syamsul Hadi, Strategi Pembangunan Mahatir dan Soeharto”Politik Industrialisasi dan Modal Jepang di Malaysia dan Indonesia”, Jakarta: Pelangi Cendikia, 2005,hal. 61.

Universitas Sumatera Utara

Page 52: Chapter ii

83

kekuatan luar biasa untuk memproduksikan legitimasi bagi kekuasaan Soeharto,

walaupun diperoleh dengan cara yang tidak jujur, tetapi produk legitimasi

performance itu, telah membuat Soeharto berada diatas pangkuan kekuasaan,

karena rakyat mempercayai Soeharto sebagai pemimpin yang mampu

memberikan kesejahteraan kepada mereka.73 Di sisi lain, meski kepemimpinan

Orba sangat otoriter, namun kehidupan rakyat “tampak” tenang, stabil, cukup

pangan. Semua ketidaknyamanan rakyat tidak keuar ke permukaan dan hanya

mengendap, yang tampak keluar adalah stabilitas dan kenyamanan.74

Dengan demikian, kekuasaan Soeharto dan Orde Baru kian kokoh.

Lembaga yudikatif, legislatif dan eksekutif telah berhasil digenggam, demikian

pula militer. Partai-partai politik juga telah dijinakkan dengan Golkar sebagai

kendaraan kekuasaanya. Sebenarnya, political resources (sumber daya politik)

yang dimiliki Soeharto bukan hanya yang disebutkan diatas. William Liddle,75

misalnya, menyebut sumber kekuatan Soeharto antara lain kedudukannya yang

istimewa sebgai pahlawan anti komunis dan penyelemat bangsa pada pertengahan

1960-an; peranannya sebagai Bapak Pembangunan selama seperempat abad;

hubungan pribadinya dengan beberapa teman setia yang menjadi kepanjangan

tangannya di sektor pemerinthan dan golongan masyarakat; aksesnya yang unik

pada sumber-sumber keuangan, seperti Banpres dan yayasan-yayasannya; dan

kepekaannya yang tajam yang terbentuk melalui pengalaman yang cukup lama

73 Ibid, hal. 190. 74 Dr. Baskara T. Wardaya SJ, Op.cit, hal.80. 75 William Liddle, Partisipasi dan Partai Politik: Indonesia pada Awal Orde Baru, Jakarta:Pustaka Utama Grafiti, 1992, hal. 10.

Universitas Sumatera Utara

Page 53: Chapter ii

84

dalam kancah politik, dalam menanggapi tuntutan-tuntutan individu dan

golongan, di dalam dan di luar negeri.

Hampir tidak terbantahkan bahwa Soeharto memiliki kekuasaan sangat

kokoh dan tidak memberikan sedikit ruang pun bagi oposisi untuk bergerak dan

melakukan perlawanan. Jadi, dalam banyak hal kebijakan-kebijakan rezim

Soeharto selalu mulus tanpa hambatan, sekalipun mungkin tidak masuk akal dan

dilihat dari kacamata politik sangat otoriter. Tapi semua itu teratasi dengan

mengideologikan melalui argumen-argumen para cendikiawan yang berada di

sekelilingnya.

Namun, tidak semua para cendikiawan yang mengideologikan hal yang

sama, mereka yang kukuh berdiri tegak di pihak kebenaran adalah mereka yang

melahirkan, melalui kekuatan tulisan mereka, pencerahan-pencerahan pada

generasi terpelajar di lembaga-lembaga pendidikan, pesantren dan masyarakat.

Hasilnya dalah kekuatan yang muncul berupa sikap kritis dan korektif terhadap

pemerintahan Orde baru. Mereka adalah eksponen yang menjebol kekuatan Orde

baru melalui gerakan Reformasi. Karya-karya intelektual yang bersih dan jujur

telah mengilhami serangkaian gerakan mahasiswa dan kelompok-kelompok

masyarakat. Kesadaran mahasiswa yang telah tercerahkan bertemu dengan kondisi

obyektif bangsa yang dilanda krisis ekonomi, kekeringan panjang, pengaruh

globalisasi dan ketidakpuasan rakyat sehingga bersatu menjadi kekuatan penjebol

kokohnya labirin kekuasaan Orde Baru.

Universitas Sumatera Utara

Page 54: Chapter ii

85

2.2.13 Jatuhnya Rezim Orde Baru

Selama 32 tahun berkuasa di Indonesia, Soeharto telah menjadikan dirinya

sebagai sosok “power”. Hampir tidak ada yang dapat menggoyangkan kursi

kekuasaan Soeharto. Kalaupun ada tokoh yang berani muncul menyaingi

pamornya, dapat dipastikan tokoh tersebut, tidak dalam waktu yang lama, akan

tersingkir oleh upaya-upaya politik yang kadangkala dilakukan secara terang-

terangan.

Dengan membangun jaringan-jaringan loyalis dalam pemerintahan dan

diimbangi dengan jaminan pembangunan pondasi ekonomi keluarga (serta kroni-

kroninya), Soeharto tidak diragukan lagi telah begitu menikmati berjalan diatas rel

kekuasaanya. Dan kekuasaanya yang hampir tidak terbatas itu ambruk diterjang

badai krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak juli 1997. keruntuhan Orde

baru selain badai krisis ekonomi, juga sesungguhnya, diprakondisikan dan

didahului oleh runtuhnya ideology yang mengawalnya. Ideologi yang sejatinya

bersifat luhur dan mulia, namun oleh rezim Soeharto diselewengkan menjadi alat

legitimasi. Namun dalam perkembangannya, fungsi ideologi sebagai alat

legitimasi sudah tidak efektif lagi. Ideologi mengalami devaluasi makna atau

inflasi setelah masyarakat kian cerdas oleh pengaruh-pengaruh pendidikan,

globalisasi, dan pergaulan yang intens dengan transformasi kehidupan modern.

Ideologi lalu menjadi “macan ompong” ditengah-tengah kian lemahnya legitimasi

kekuasaan Soeharto.76

76 Dr.Baskara T. Wardaya SJ, Op.cit, hal.88.

Universitas Sumatera Utara

Page 55: Chapter ii

86

Ompongnya kekuatan ideologi yang selama ini dipakai Soeharto untuk

membungkus kebijakan-kebijakannya, membuat setiap sepak terjang Soeharto

menjadi kian terbaca. Penyalahgunaan kekuasaan yang pada masa lalu tidak

terbaca dan tidak terduga oleh masyarakat karena tertutup rapat oleh bungkus-

bungkus ideologi, kini menjadi begitu transparan. Tidak heran jika ketidakpuasan

masyarakat pada rezim ini mulai terang-terangan. Rakyat atau para elite

pendukungnya pun tidak lagi ideologis. Ikatan nilai dan norma-norma ideologi

tidak lagi mampu mengabadikan kesetiaan.

Akhirnya, setelah melakukan berbagai akomodasi politik dan perubahan

susunan cabinet yang kemudian ditolak oleh para menteri dan sejumlah tokoh,

pada hari kamis, 21 Mei 1998 sekitar pukul 10:00 pagi di ruang uapacara Istana

Merdeka, Soeharto menyamapaikan pidato Pernyataan Berhenti Sebagai Presiden

Republik Indonesia. Pidato kemunduran Soeharto menjadi batas sejarah antara

Orde Baru dan Orde Reformasi. Juga menandai matinya ideologi Soeharto dan

rezimnya, Meski demikian, nilai-nilainya tidak serta merta seutuhnya runtuh, juga

kasusnya. Isu tentang pengadilan pengadilan Soeharto hingga sekarang masih

tetap menarik dan memperoleh dukungan dan penolakan (pro-kontra).

2.3 Kehidupan Soeharto Ketika Meniggalkan Jabatan

Setelah Soeharto lengser dari kedudukannya, masyarakat menuntut agar

Soeharto diadili, tuntutan ini juga datang di antaranya Amien Rais, Ketua Partai

Amanat Nasional (PAN), dan yusril ihza Mahendra, Ketua Partai Bulan Bintang

(PBB). Yusril meminta agar insiden kasus penembakan Tanjung Priok pada

Universitas Sumatera Utara

Page 56: Chapter ii

87

September 1984 dibuka, Amien Rais menolak ide untuk melupakan insiden ini

walaupun insiden ini terjadi 14 tahun yang lalu. Mereka ingin membuka kembali

investigasi terhadap kasus ini. Kasus hangat lainnya adalah pembunuhan massal

penduduk Aceh dan Timor-Timor. Mereka yang tadinya bisu sekarang mulai

secara tiba-tiba datang dengan data dan angka mengenai beberapa banyak orang

yang terbunuh dari tahun 1989 ke 1998 di Aceh dan Timor-timor.

Demonstrasi berlanjut hingga November 1998 seiring dengan

meningkatnya tekanan untuk melihat rekening bank rahasia Soeharto, yang

dituduh tentunya berisi milyaran dollar. Ketika rekening banknya tidak dapat

ditemukan, investigasi pidana terhadap praktek korupsi Soeharto melalui

penyalahgunaan kekuasaan Presiden dimulai. Kantor Jaksa Agung memeriksa

yayasan-yayasan yang didirikan bersama keluarganya dengan perusahan

pemerintah (BUMN). Pemeriksaan dianggap perlu dilakukan untuk menentukan

apakah yayasan-yayasan yang Soeharto pimpin mengumpulkan dana melalui

monopoli kekuasaan kepresidenannya, yang mungkin melanggar hukum karena

menyebabkan kerugian bagi negara. ada tujuh yayasan yang dipimpin Soeharto

yaitu Yayasan Trikora, Yayasan Supersemar, Yayasan Dharmais, Yayasan Amal

Bakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Abadi Karya Bakti (Dakab), Yayasan

Dana Gotong Royong Kemanusiaan dan Yayasan Dana Sejahtera Mandiri

(Damandiri).

Aspek utama dugaan pidana adalah korupsi, dokumen Supersemar yang

telah hilang bagai debu, sementara gugatan perdata berkaitan dengan pelaksanaan

administrasi negara dan yang terakhir pelanggaran hak azazi manusia. Singkat

Universitas Sumatera Utara

Page 57: Chapter ii

88

kata, Soeharto dituduh melakukan praktik KKN, telah memperkaya keluarga dan

kroni-kroninya dengan akibat perekonomian menjadai hancur melalui pinjaman

pemerintah dari luar negeri dalam jumlah besar dolar Amerika.

Kurang dari setahun setelah Soeharto turun, Jaksa Agung, dalam suratnya

tanggal 4 Desember 1998, mengumumkan bahwa interogasi telah dianggap

penting berdasarkan keputusan MPR tanggal 13 November 1998 dan instruksi

Presiden tanggal 2 Desember 1998. pada tanggal 11 Oktober 1999, Jaksa Agung

mengeluarkan instruksi untuk menghentikan investigasi karena tidak ada bukti

yang terlibat dalam praktik korupsi, namun tanggal 6 Desember 1999, ada

beberapa instruksi lain untuk menginvestigasi Soeharto dalam kedudukannya

sebagai Presiden, sehingga kasus pengadilan dibuka kembali. Kantor Kejaksaan

Agung menyerahkan kasus ini ke Pengadilan Negeri karena Tekanan Publik.

Sidang dilakukan dari tanggal 31 Agustus 2000 hingga 28 September 2000,

Kantor Kejaksaan Agung meminta satu tim dokter untuk memeriksa kesehatan

Soeharto agar investigasi dapat berlanjut ke pengadilan. Pada tanggal 28

September 200, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan bahwa mereka

tidak dapat menerima kasusunya. Soeharto dibebaskan dari tahanan kota dan

kasusnya dikembalikan dan dihapus dari daftar Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Pada tanggal 28 Desember 2000 di depan Pengadilan Negeri Jakarta

Selatan. Tim Dokter menyimpulkan bahwa seseorang tidak kompeten untuk

diadili apabila ia telah kehilangan kemampuan untuk memahami apa arti dan

tujuan dari sebuah sidang pengadilan dan/atau untuk melakukan konsultasi dengan

penasehat hukumnya, dalam kesimpulan 19 ahli medis, Soeharto dinyatakan tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 58: Chapter ii

89

pantas untuk diadili karena alasan kesehatan. Dengan hal ini maka majelis hakim

memutuskan bahwa proses peradilan tidak mungkin dilanjutkan. Pada tanggal 28

September 2000 mereka memutuskan nmenutup perkara tersebut dan

mancabutnya dari Pengadialan Negeri Jakarta Selatan serta mengembalikan

berkasnya ke kantor Kejaksaan Agung. Soeharto dibebaskan dari tahanan kota.

Namun demikian, jaksa penuntut mengajukan naik banding ke pengadilan

tinggi pada tanggal 3 Oktober 2000 serta berdasarkan ayat 23 UU no.3 tahun

1971, dalam kasus tindak pidana korupsi, proses pengadilan terus berlaku tanpa

kehadiran terdakwa. Naik banding disetujui oleh Pengadilan Tinggi Jakarta dan

membatalkan keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tertanggal 28

September 2000 serta memberi instruksi pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

agar membuka kasusnya kembali dan kembali menetapkan Soeharto menjadi

tahanan kota. Tim pembela Soeharto naik banding atas keputusan tersebut, pada

tanggal 23 November 2000. pada tanggal 1 Februari 2001, Soeharto menjalani

operasi usus buntu. Pada tanggal 2 Februari Soeharto mendapat perawatan

kesehatan yang sebaik-baiknya sampai Soeharto sehat kemali agar dapat diadili.

Keputusan ini membawa dampak bahwa kasus peradilan Soeharto dapat dibuka

kembali sewaktu-waktu.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 8 maret 2002 menyatakan

bahwa kasus Soeharto tidak dapat dibuka kembali , mereka hanya dapat menerima

kembali kasus ini apabila terdakwa sembuh. Di bulan Maret 2002, Soeharto

mengalami pendarahan usus untuk kedua kalinya setelah tahun 1999, larangan

untuk berpergian keluar negeri dicabut dengan keputusan Jaksa Agung tertanggal

Universitas Sumatera Utara

Page 59: Chapter ii

90

12 April 2002. dari tanggal 27 Maret kesehatan Soeharto menurun dan multi

infarct yang ditemukan di otak terus berkembang luas sebagai akibat dari

bertambahnya usia dan masalah-masalah jantung. Soeharto mengalami

pendarahan usus untuk ketiga kali pada bulan April 2004. pada bulan Mei 2005

pendarahan yang keempat terjadi dan kelima pada bulan November tahun 2005,

pada tanggal 7 Mei 2006 Soeharto mengalami pendarahan berulang pada saluran

cerna dan penurunan fungsi ginjal. Setelah satu tahun lamanya tidak mengalami

gangguan kesehatan berarti, 4 Januari 2008, Soeharto kembali masuk ke Rumah

Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Soeharto mengalami kegagalan multi organ

dengan menggunakan alat bantu ditubuhnya, kondisi Soeharto pada fase sangat

kritis, hingga akhirnya sang Bapak Pembangunan dinyatakan meninggal dunia.

2.4 Soeharto Wafat

Soeharto, mantan Presiden kedua Republik Indonesia, wafat. Penguasa

Orde Baru itu tutup usia Minggu, 27 Januari 2008, pukul 13.10 WIB di usia 86

tahun, Soeharto menghembuskan nafas terakhir pada hari ke-23 dirawat di Rumah

Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Jakarta Pusat.77 Soeharto wafat tanpa meninggalkan

kata-kata terakhir, sekitar pukul 14.55 WIB jenazah Soeharto tiba di jalan

Cendana, Menteng , Jakarta Pusat yang merupakan episentrum Orde Baru.

Besoknya senindigelar upacara serah terima jenazah dari keluarga kepada

negara, kemudian jenazah diberangkatkan untuk dikebumikan disamping pusara

istrinya,Alm. Siti Hatinah, yang terletak di kompleks pemakaman keluarga

77 Lihat Tabloid Bintang Indonesia, Op.cit, hal. 4.

Universitas Sumatera Utara

Page 60: Chapter ii

91

Soeharto yang disebut Astana Giribangun, terletak di Desa Girilayu, kecamatan

Matesih, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah. Proses pemakaman

dengan serangkain upacara militer dalam proses militer Presiden Susilo Bambang

Yudhoyono sebagai inspektur upacara membacakan pidato persada, “Atas nama

negara dan TNI, mempersembahkan ke persada Bumi Pertiwi dan jasa almarhum

Soeharto, semoga arwah beliau diterima di alam barzah.78 Sekitar pukul 12.00

WIB,

Pada acara pemakaman, pihak protokoler membaca riwayat almarhum,

sejumlah prestasi dipaparkan, termsuk 28 tanda kehormatan dari negara yaitu:

Bintang Republik Indonesia Adipurna

Bintang Mahaputera Adipurna

Bintang sakti

Bintang Dharma

Bintang Gerilya

Bintang Jasa Utama

Bintang Budaya Parama Dharma

Bintang Kartika Pakci Utama

Bintang jalesena Utama

Bintang Swa Bhuawana Paksa Utama

Bintang Bhayangkara Utama

Bintang Kartika Eka Pakci Utama

Bintang Kartika Eka Pakci Naraya

78 Lihat, Gatra, Op.cit, hal.19.

Universitas Sumatera Utara

Page 61: Chapter ii

92

Bintang Sewindu APRI

Bintang Garuda

Satyalencana Perang Kemerdekaan I

Satyalencana Perang Kemerdekaan II

Satyalencana Kesetiaan XVI Tahun

Satyalencana Kesetiaan XXIV Tahun

Satyalencana Teladan

Satyalencana GOM I

Satyalencana GOM II

Satyalencana GOM III

Satyalencana GOM IV

Satyalencana satya Dharma

Satyalencana Wira Dharma

Satyalencana Penegak

Selain tanda penghargaan dan anugerah kehormatan dari dalam negeri.

Soeharto juga memiliki 37 tanda Kehormatan dari berbagai negara di dunia atas

prestasi, reputasi, dan dedikasinya kepada dunia Internasional sangat berjejak,

adapun berbagai penghargaan itu adalah:

The Raja of the Order of Sikatuna (Filipina)

Grand Collier of the Order of Sheba (Ethopia)

Grand Collier de L’ordre National de L’Independece (Kamboja)

Order van de Nedherlandse Leew (Belanda)

The Order of the Golden Ark (Commander) (Belanda)

Universitas Sumatera Utara

Page 62: Chapter ii

93

The Most Auspicios Order of Rajamitrabhorn (Tahiland)

Darjah Utama Sri Mahkota Negara (DMN) (Malaysia)

Darjah Kerabat Diraja Perak Darul Ridwan (Malaysia)

Sondersfe des Grosskreuzes Special Order of the Grand Cross

(Rep.Fed.jerman)

Grand Collier (Italia)

Grosses Stren des Ehreinzeichens Fuer Verdenste Um die Republic

Oesterreich (Austria)

Grand Croix de la Legion D’Honneur (Prancis)

Grand Cordon Order de Leopold (Belgia)

Order of the Great Yugoslav star (Yugoslavia)

Mubarak Al Kabir’s Necklace (Qatar)

Grand Collar of the Nile (Republik Arab Mesir)

Bintang Badar (Saudi Arabia)

The Grand Order of mugunghwa (Korea Selatan)

The Order of the Socialist republic or Romania First Class (Rumania)

Star of the Socialist Republic of Romania First Class With Ribbon (Rumania)

Order of Al-Hussein Bin Ali (Yordania)

Darjah Kerabat Mahkota (Brunei Darussalam)

Knight Cross ot the Order of the Bath (GCB) (Inggris)

Satyalencana Pahlavi (Iran)

Grand Cordon of the Superme Order of the Chrysanthenum (Jepang)

Medali dari Pemerintah Pakistan (Pakistan)

Universitas Sumatera Utara

Page 63: Chapter ii

94

Nisham I (Pakistan)

Grand Collar de la Orden Amercana de Isabel la Catolicca (Spanyol)

Collar de la Order Del Libertador (Venezuela)

From Rice Imforter to Self Sufficiency (berhasil di Bidang Swasembada beras

FAO)

Golden Order of Merit (IAAF)

Medal Emas Avicenna (UNESCO)

The United Nations Population Awward (Berhasil di Bidang KB) (The

Population Institute Global Statesman Award)

Health for all Gold Medal (Berhasil di Bidang Kesehatan WHO)

The “Spirit of Helen Keller” Award (Helen Keller International).79

Sekitar pukul 12.00 WIB, upacara pemakaman dimulai, dengan nama resmi

Jenderal Besar TNI (Purn) Haji Muhammad Soeharto, upacara dilakukan dengan

cara militer. Tepat pukul 12.15 WIB, peti jenazah dimasukkan keliang lahat,

tempat pengistirahatan Soerharto terakhir.80

79 Setya Novanto, Manajemen Presiden Soeharto; Penuturan 17 Menteri, Jakarta: Yayasan Bina Generasi Bangsa,1996, hal. 235-237. 80 Lihat Tabolid bintang Indonesia, Op.Cit, hal.8.

Universitas Sumatera Utara