Upload
hayatun-nufus
View
13
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kontrol
Citation preview
BAB II
SYNCHRONOUS DIGITAL HIERARCHY (SDH) DAN DENSE
WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM)
2.1 Umum
SDH merupakan suatu standar transmisi optik sinkron yang dapat
digunakan sebagai interface untuk berbagai jenis sinyal dengan kecepatan tinggi
secara efisien, termasuk sinyal kecepatan rendah yang telah ada.
Pada level hirarki SDH dikenal dengan nama STMN. SDH dikembangkan
dengan tujuan utamanya untuk menciptakan standarisasi bit rate secara
internasional sehingga bit rate (2 Mbps untuk Eropa dan 1,5 Mbps untuk Amerika
Utara dan Jepang).
Teknologi Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) merupakan
teknologi terbaru dalam telekomunikasi dengan media kabel serat optik. Pada
prinsipnya DWDM dapat dipandang sebagai sekumpulan kanal-kanal optis yang
masing-masing menggunakan panjang gelombang (wavelength) cahaya berbeda-
beda, tetapi semuanya menggunakan satu serat optik yang sama. Solusi teknologi
tersebut mampu meningkatkan kemampuan kapasitas jaringan eksisting tanpa
perlu mengeluarkan biaya penanaman kabel kembali, dan secara signifikan
mampu mengurangi biaya peningkatan jaringan.
2.2 Synchronous Digital Hierarchy (SDH)
SDH merupakan hirarki multiplexing yang berbasis pada transmisi sinkron
yang telah ditetapkan oleh ITU-T Grid. Dalam dunia telekomunikasi, sejumlah
multiplexing sinyal-sinyal dalam transmisi menimbulkan masalah dalam hal
pencabangan dan penyisipan (add/drop) yang tidak mudah serta keterbatasan
untuk memonitor dan mengendalikan jaringan transmisinya. Hirarki multiplexing
SDH dapat dilihat pada Gambar 2.1. SDH (Synchronous Digital Hierarchy),
adalah multiplex digital yang berfungsi menggabungkan:
1. Sinyal digital 2 Mbit/s, 34 Mbit/s, 140 Mbit/s menjadi :
a. Sinyal STM-1 (155,52 Mbit/s) atau
b. Sinyal STM-4 (622,08 Mbit/s).
Universitas Sumatera Utara
2. Sinyal STM-1 menjadi :
a. Sinyal STM-4, atau
b. Sinyal STM-16 (2,48832 Gbit/s).
3. Sinyal STM-4 menjadi :
a. Sinyal STM-16,
b. Sinyal STM-64 (9,95328 Gbit/s)
4. Sinyal-sinyal PDH dan STM-n menjadi sinyal SDH dengan level yang lebih
tinggi.
Gambar 2.1 Multiplexing SDH
SDH memiliki dua keuntungan pokok yaitu fleksibilitas yang demikian
tinggi dalam hal konfigurasi kanal pada simpul-simpul jaringan dan meningkatkan
kemampuan manajemen jaringan baik untuk payload traffic-nya maupun elemen-
elemen jaringan. Secara bersama-sama, kondisi ini akan memungkinkan
jaringannya untuk dikembangkan dari struktur transport yang bersifat pasif pada
PDH ke dalam jaringan lain yang secara aktif mentransportasikan dan mengatur
informasi [1].
Struktur frame SDH terendah yang didefinisikan dalam standar SDH
adalah STM-1 (Synchronous Transport Module level 1) dengan laju bit 155,520
Mbit/s (155 Mbps). Ini berarti STM-1 terdiri dari 2430 byte dengan durasi frame
125μ s. Bit rate atau kecepatan transmisi untuk level STM-N yang lebih tinggi
juga telah distandarisasi sebagai kelipatan bulat (1, 4, 16 dan 64) dari N x 155,520
Mbps, seperti yang terdapat pada Tabel 2.1 [1].
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Standar Frame dan Kecepatan SDH
Adapun fungsi SDH (Synchronous Digital Hierarchy) yaitu:
1. Mengubah sinyal bipolar PDH input menjadi sinyal unipolar NRZ.
2. Menempatkan sinyal unipolar NRZ pada containernya masing-masing :
a. C-12 untuk sinyal 2048 Kbps
b. C-3 untuk sinyal 34368 Kbps
c. C-4 untuk sinyal 139264 Kbps
3. Melengkapi sinyal-sinyal C-12, C-3 dan C-4 dengan byte-byte :
a. Over Head (POH)
b. Pointer
4. Menggabungkan sinyal-sinyal yang sudah dilengkapi dengan byte-byte
Over Head dan Pointer menjadi satu deretan sinyal serial.
5. Mengubah sinyal hasil multiplexing menjadi :
a. Sinyal Bipolar CMI untuk STM-1 yang dikirimkan melalui Radio
Gelombang Mikro Digital SDH atau melalui level SDH yang lebih
tinggi.
b. Sinyal dengan daya optik untuk STM-1 yang dikirimkan melalui kabel
optik.
Fungsi Networking utama SDH adalah sebagai berikut:
1. SDH Crossconnect – SDH Crossconnect adalah versi SDH dari suatu Time-
Space-Time crosspoint switch. Ini meng-connect berbagai channel dari
berbagai inputnya ke berbagai channel pada berbagai outputnya. Crossconnect
Universitas Sumatera Utara
SDH digunakan dalam Transit Exchanges, dimana semua input dan output
adalah terhubung ke exchanges yang lain.
2. SDH Add-Drop Multiplexer – SDH Add-Drop Multiplexer ( ADM ) dapat
menambahkan atau mengurangi setiap frame yang dimultiplexkan sehingga
menjadi 1.544Mb. Di bawah level ini, standard TDM dapat dibentuk . SDH
ADMs juga dapat berfungsi untuk SDH Crossconnect dan juga digunakan
pada End Exchanges dimana channel-channel dari subscriber-subscriber
dihubungkan ke core PSTN network [1].
2.2.1 Topologi Jaringan Transmisi SDH
Ada 2 level penggunaan elemen-elemen jaringan SDH dalam jaringan
transmisi:
1. Jaringan Akses (Access Network) untuk mengkombinasikan dan
mendistribusikan layanan-layanan yang menggunakan semua jenis bit rate
(64 kbps, VC-12, VC-3, VC-4) dan dengan bit rate transmisi STM-1,
STM-4, STM-16 dan STM-64.
2. Level Transport untuk transmisi sinyal-sinyal STM-1 STM-4, STM-16
dan STM-64 serta node-node jaringan dengan sistem Cross-Connect yang
menggunakan semua jenis bit rate (VC-12, VC-3 dan VC-4).
Elemen jaringan SDH terdiri perangkat terminal Multiplexer, ADD/Drop
Multiplxer, Digital Cross Connect, sejumlah regenerator, dan sepasang core serat
optik (TX dan RX). Topologi jaringan SDH dapat dilihat pada Gambar 2.2 [1].
Gambar 2.2 Topologi Jaringan SDH
Universitas Sumatera Utara
Berbagai macam aplikasi yang digunakan dalam SDH yaitu:
1. Aplikasi terminal point to point (end)
Gambar 2.3 berikut merupakan Topologi point-to-point yang hanya cocok
untuk trafik rendah dan pelanggan yang terkonsentrasi atau tidak menyebar.
Kelemahan dari topologi ini adalah tidak adanya proteksi yang cukup.
Gambar 2.3 Topologi Point to point tanpa Proteksi
Untuk meningkatkan keamanan jaringan bisa dilakukan peningkatan
kehandalan sistem yaitu dengan menggunakan 1 + 1 MSP Protected point-to-
point seperti yang terlihat pada Gambar 2.4. Jika jarak antar terminal cukup jauh
sehingga daya optik turun sampai di bawah sensistifitas detektor optik, maka perlu
ditambahkan Optical Amplifier (atau regenerator optik) [1].
Gambar 2.4 Konfigurasi Jaringan 1+1 MSP Protected Point-to-Point
2. Aplikasi Linear Add/Drop
Linear Add/ drop ini digunakan apabila sebuah jaringan terdapat lebih dari
2 terminal. Sinyal dari perangkat terminal asal selain diturunkan di terminal
Universitas Sumatera Utara
berikutnya oleh terminal ini pula diteruskan ke terminal selanjutnya. Konfigurasi
jaringan Linear Add/Drop dapat dilihat pada Gambar 2.5 [1].
Gambar 2.5 Konfigurasi Jaringan Linear Add/Drop
3. Aplikasi Jaringan Ring Tipuan (Folded)
Apabila terminal akhir dalam suatu jaringan dihubungkan kembali dengan
serat optik (pada kabel yang sama) ke stasiun awal, maka seolah-olah membentuk
jaringan Ring atau Ring tipu-tipuan (Folded Ring). Berikut Gambar 2.6
Konfigurasi Jaringan Folded Ring [1].
Gambar 2.6 Konfigurasi Jaringan Folded Ring
4. Aplikasi Ring
Perangkat ADM 16/1 ini mampu memberikan Jaringan Ring dengan
jumlah nodes 2 sampai dengan 16. Gambar 2.7 Konfigurasi Jaringan Ring [1].
Gambar 2.7 Konfigurasi Jaringan Ring
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Sistem Proteksi 2-Fiber MS-SP Ring
Topologi Jaringan dengan menggunakan system proteksi 2-fiber MS-SP
Ring (Multiplex Section-Shared Protection Ring) dimana setiap saluran akan
proteksi dengan satu saluran yang lain pada arah berlawanan. Dalam hal ini
bandwidth akan berkurang menjadi setengahnya. Pada Gambar 2.8 dilukiskan
kapasitas trafik yang tersedia pada satu system STM-64 dengan menggunakan
Topologi MS-SP Ring [2].
Gambar 2.8 Trafik Normal pada Topologi 2-Fiber MS-SPRing
Jika hubungan B-C putus maka komunikasi akan berlangsung seperti
Gambar 2.9 [2].
Gambar 2.9 Loopback Protection pada Topologi 2-Fiber MS-SPRing
Universitas Sumatera Utara
2.3 Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM)
Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) merupakan teknik
multiplexing dimana sejumlah sinyal optik dengan panjang gelombang yang
berbeda-beda ditransmisikan secara simultan melalui sebuah serat optik tunggal.
Tiap panjang gelombang merepresentasikan sebuah kanal informasi. Pada
dasarnya, konfigurasi sistem DWDM terdiri dari sekumpulan transmitter sebagai
sumber optik yang memancarkan cahaya dengan panjang gelombang yang
berbeda-beda. Sinyal cahaya tersebut kemudian mengalami proses multiplexing
dan ditransmisikan secara simultan melalui medium serat optik yang sama. Di sisi
receiver, sinyal tersebut kemudian didemultiplikasi kembali dan dipisahkan
berdasarkan panjang gelombangnya masing-masing. Konfigurasi sistem DWDM
secara umum dapat diperlihatkan pada Gambar 2.10 [3].
Beberapa Channel Wavelength Independent
Beberapa Channel Wavelength Independent
Multiplex DWDM(Coupler)
Demultiplex DWDM(Splitter)Kabel Fiber Optic,
membawa beberapa channel Wavelength
Optical Transmitter (Laser) Optical Receiver (Detector)
T1T1
T2
Tn
λ1
λΝ
λ2
λ3
R1
R2
Rn
λ1
λ2
λΝ
λ3
λΝ λ3 λ2 λ1λΝ λ3 λ2 λ1
Optical Amplifier
λΝ λ3 λ2 λ1λΝ λ3 λ2 λ1
Gambar 2.10 Konfigurasi Sistem DWDM
Yang menjadi fungsi dari masing-masing bagian di atas adalah sebagai
berikut:
1. Optical Transmitter (Laser)
Sistem DWDM menggunakan resolusi yang tinggi atau band yang sempit
dan laser mengirimkan pada band panjang gelombang 1550 nm dengan 2
keuntungan
a. Memperkecil kehilangan daya optik, selama perjalanan sinyal pada kabel
serat optik dari pengirim ke penerima
Universitas Sumatera Utara
b. Memungkinkan digunakannya penguat optic untuk memperbesar daya
optik pada jarak tempuh yang lebih jauh lagi.
Laser dikirimkan dengan band yang sempit ini penting, untuk
memungkinkan spasi antar kanal menjadi dekat, dan sekaligus untuk memperkecil
efek-efek lain dari sinyal, misalnya dispersi chromatic.
2. DWDM Multiplexer
DWDM Multiplexer berfungsi untuk menggabungkan sinyal-sinyal
transmit yang mempunyai panjang gelombang berbeda-beda menjadi satu, untuk
kemudian diteruskan ke satu satu optical fiber. Untuk keperluan multiplexing ini
beberapa teknologi digunakan, termasuk filter-filter dielektrik thin-film dan
beberapa tipe optical grating. Beberapa multiplex dibuat dari completely passive
devices artinya tidak memerlukan catuan listrik [3].
Multiplex optical pasif bekerja sebagaimana prisma dengan presisi yang
sangat tinggi untuk menggabungkan beberapa sinyal individual. Multiplex ada
yang mempunyai kemampuan untuk transmit dan receive pada satu single fiber,
yang dikenal dengan be-directional transmission.
3. Optical Cable
Berfungsi untuk menyalurkan sinyal gabungan beberapa panjang
gelombang, yang datang dari DWDM Multiplexer.
4. Optical Amplifier
Berfungsi untuk menguatkan sinyal optik yang sudah mulai melemah
karena redaman sepanjang dalam perjalanan di dalam kabel serat optik. Satu
optical amplifier dapat menguatkan beberapa sinyal optik secara bersamaan.
2.3.1 Topologi Jarigan DWDM
Ada tiga topologi jaringan umum yang dapat digunakan pada sistem
DWDM yaitu:
1. Jaringan Point-to-point
2. Jaringan Star
3. Jaringan Ring
Gambar-gambar berikut memperlihatkan sistem DWDM yang
dikonfigurasi pada jaringan point-to-point, star dan jaringan ring. Pada jaringan
Universitas Sumatera Utara
star, setiap node mempunyai pemancar dan penerima dimana satu transmitter
dihubungkan ke satu input passive star dan receiver dihubungkan ke satu output
star. Jaringan DWDM juga dapat dikonfigurasikan pada bermacam-macam
jaringan ring yang berbeda. Jaringan ring ini mejadi terkenal, karena banyak
jaringan elektrik menggunakan topologi ini disebabkan pada jaringan ring mudah
mengimplementasikan konfigurasi jaringan sesuai dengan geografi yang ada.
Pada contoh berikut, setiap node dapat me-recovery setiap signal wavelength node
yang lainnya, yaitu dengan cara menggunakan wavelength-tunable receiver[3].
Gambar 2.11 berikut memperlihatkan hubungan point-to-point sistem
DWDM, dimana pada salah satu node digabungkan beberapa wavelength untuk
kemudian ditransmisikan melalui fiber optic ke beberapa lokasi dan pada node
tujuan gabungan wavelength tersebut akan di-demultiplex. Hal ini dapat
dilakukan, apabila fiber optic yang digunakan mempunyai bandwidth tinggi (high-
bandwidth) [3].
Gambar 2.11 Sistem sederhana transmisi DWDM Point-to-point
Sistem sederhana transmisi WDM point-to-point dimana WDM MUX
menggabungkan multi wavelength paralel menjadi satu wavelength serial,
diteruskan melalui label serat optik dan regenerator (jika diperlukan) ke arah
penerima. Oleh WDM DEMUX multi wavelength serial diubah menjadi multi
wavelength paralel.
Gambar 2.12 menunjukkan bentuk umum jaringan multi user dimana link
komunikasi dan routing path ditentukan oleh wavelength yang digunakan antar
switching optik. User Node-1 terhubung ke User Node-3 dengan λ3 dan User
Node-2 terhubung ke User Node-4 dengan λ4. Routing bandwidth tinggi (high-
Universitas Sumatera Utara
bandwidth routing) dapat diterapkan pada sistem DWDM, di dalam jaringan
multi-user. Tiap-tiap Wavelength harus mempunyai address, agar dapat dibedakan
antara wavelength yang satu dengan yang lainnya di dalam jaringan optikal.
Sebab setiap NODE akan mengadakan komunikasi dengan NODE lainnya, setiap
transmitter atau receiver harus mempunyai wavelength yang tunable. Pada
Gambar 2.12, dipilih transmitter yang tunable [3].
Gambar 2.12 Jaringan Generik Multi-User
Gambar 2.13 menunjukkan block diagram jaringan bintang yang
sederhana dimana:
1. Tx1 transmit λ1, Tx2 transmit λ2, …….. Txn tran smit λn k e WDM N x N
STAR, yang kemudian akan diteruskan ke penerima.
2. Semua wavelength diterima pada perangkat penerima dalam hal ini pertama –
tama multi wavelength akan diterima oleh Tunable Optical Fiber.
3. Tunable Optical Fiber akan memilih dan meneruskan wavelength yang
dikehendaki dan menekan (meredam) panjang gelombang yang tidak
dikehendaki [3].
Gambar 2.13 Block diagram jaringan bintang sederhana, dimana DWDM
digunakan untuk routing dan multiplexing
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.14 menunjukkan jaringan ring sistem WDM unidirectional,
dimana User Node-2 transmit ke User Node-N dengan λ2 dan User Node-3
transmit ke User Node-1 dengan λ3 [3].
Gambar 2.14 Jaringan Ring Unidirectional sistem DWDM
Gambar 2.15 memperlihatkan suatu jaringan Transmisi WDM Ring terdiri
dari OADM (Optical Add Drop Multiplexer) yang dapat add dan drop sinyal
optik. Sinyal IP dan STM digabungkan menjadi satu dan diteruskan ke E/O
converter untuk di add-kan ke OADM. Atau sebaliknya dari OADM sinyal di-
drop, diteruskan ke O/E converter untuk diteruskan ke DEMUX, dan dipecah
menjadi IP dan STM. HUB mengubah sinyal IP dan STM dari elektrik menjadi
optik dan digabungkan dengan wavelength yang lainnya, atau memisahkan sinyal
dengan wavelength tertentu untuk didrop dan diubah menjadi IP dan STM [3].
Gambar 2.15 Sistem Transmisi DWDM Ring
Universitas Sumatera Utara
Pada gambar kedua jaringan diatas, jaringan star dan jaringan ring setiap
node mempunyai panjang gelombang yang berbeda dan setiap 2 node dapat saling
berkomunikasi dengan menggunakan panjang gelombang tersebut. Hal ini berarti,
untuk menghubungkan N node, dibutuhkan N panjang gelombang. Keuntungan
dari topologi ini, transmisi data dari pengirim hingga penerima tidak akan
mengalami interupsi sistem seperti ini dikenal dengan istilah jaringan hop tunggal.
Karena data optik mulai dari node pengirim (originating) dan berakhir pada node
penerima (destination) tanpa berhenti di suatu node perantara [3].
Kerugian dari jaringan DWDM single hope sebagai berikut:
a. Jaringan dan semua komponen harus sebanyak N panjang gelombang dan hal
ini dapat menimbulkan kesulitan (bahkan tidak mungkin) untuk diterapkan
pada jaringan yang besar.
b. Sampai saat ini teknologi pabrik belum dapat menyediakan dan
mentransmisikan sebanyak 1000 panjang gelombang untuk 1000 jaringan
pemakai.
c. Sebagai alternatif untuk mengatasi kebutuhan N panjang gelombang untuk
mengakomodasikan N node adalah dengan diterapkannya suatu jaringan
multihop dimana setiap 2 node dapat saling berkomunikasi dengan
mengirimkan sinyalnya melalui node ke-3 dengan dimungkinkan terdapat
beberapa node perantara diantara kedua node yang bersangkutan.
Gambar 2.16 memperlihatkan suatu bus ganda multihop pada jaringan
WDM 8 node, dimana setiap node dapat mentransmisikan 2 panjang gelombang,
dan dapat menerima 2 Panjang gelombang yang lainnya. Jika Node-1 ingin
berhubungan dengan Node-5 maka Node-1 akan mentransmisikan panjang
gelombangnya sendiri, yaitu λ1. Dan dalam hal ini hanya dibutuhkan single hop.
Dan jika Node-1 ingin berhubungan dengan Node-2, maka pertama-tama Node-1
harus mengirimkan sinyalnya ke Node-5, baru kemudian ke Node-2 jadi dalam
hal ini dibutuhkan 2 hop [3].
Suatu hop tambahan akan dihapus, apabila:
1. Waktu transmit antara 2 node yang saling berhubungan meningkat,
sehingga pada umumnya hop membutuhkan suatu bentuk pendeteksian
dan pengiriman kembali.
Universitas Sumatera Utara
2. Keluaran (throughput) antara 2 node yang saling berhubungan menurun
sehingga node pengulang (relaying node) dapat mengirimkan datanya
sendiri, sementara node pengulang sedang memproses pengulangan
(relaying) data dari node-node yang lainnya.
Walaupun demikian suatu jaringan multihop dapat memperkecil jumlah
panjang gelombang dan komponen pengatur panjang gelombang (wavelength
tunable range).
Gambar 2.16 Logika Koneksi Jaringan Multihop 8 node
dengan dual-rail DWDM bus
Gambar 2.16 menunjukkan koneksi jaringan Multihop yang terdiri dari 8
node, dengan dual-rail WDM bus dimana masing-masing node dapat
mengirimkan/menerima 2 wavelength [3]:
a. Node-1 berhubungan dengan Node-5 menggunakan λ1, dan dengan Node -6
menggunakan λ2.
b. Node-2 berhubungan dengan Node-7 menggunakan λ3, dan dengan Node -8
menggunakan λ4.
c. Node-3 berhubungan dengan Node-5 menggunakan λ5, dan dengan Node -6
menggunakan λ6.
d. Node-4 berhubungan dengan Node-7 menggunakan λ7, dan dengan Node -8
menggunakan λ8.
Universitas Sumatera Utara
e. Node-5 berhubungan dengan Node-1 menggunakan λ9, dan dengan Node -2
menggunakan λ10.
f. Node-6 berhubungan dengan Node-3 menggunakan λ11, dan dengan Node -4
menggunakan λ12.
g. Node-7 berhubungan dengan Node-1 menggunakan λ13, dan dengan Node -2
menggunakan λ14.
h. Node-8 berhubungan dengan Node-3 menggunakan λ15, dan dengan Node -4
menggunakan λ16.
2.3.2 Routing Wavelength Passive
Dalam hal jumlah wavelength available yang kita miliki terbatas maka
jaringan dapat menggunakan routing passive untuk melalukan suatu sinyal pada
jaringan yang hanya berbasis pada panjang gelombangnya sendiri. Routing
didesain dengan jalan menggunakan kembali wavelength pada link-link lainnya
(non-shared links). Dapat dilihat pada Gambar 2.17, dimana user I dapat
menggunakan panjang gelombang λ1 untuk berhubungan dengan user II dan
secara bersamaan user V dapat menggunakan kembali panjang gelombang yang
sama, λ1, untuk komunikasi dengan user III. Fungsi ini sesuai dengan prinsip
cross-connect, dimana route sinyal input pada suatu wavelength menentukan
output sinyal. Operasi cross-connect DWDM passive dapat dilihat pada Gambar
2.18 [3].
Cross-connect terdiri dari:
a. Demultiplex Wavelength untuk arah sinyal masuk
b. Multiplexer Wavelength untuk sinyal arah keluar
c. Fiber yang menghubungkan tingkat input dan output
Walaupun hanya ada 2 wavelength namun terdapat 4 kemungkinan path
routing tanpa saling mengganggu yang berdasar kepada wavelength dan
transmitternya (origin). Pada umumnya, N wavelength untuk N kemungkinan
koneksi path tetapi sekarang N wavelength untuk N2 koneksi path. Panjang
gelombang yang sama dapat digunakan kembali oleh setiap port input untuk akses
ke port output yang sama sekali berbeda dan menentukan penambahan koneksi.
Teknik ini mengingkatkan kapasitas dari jaringan DWDM.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.17 Jaringan yang dilengkapi dengan wavelength reuse dengan
routing wavelength passive
Gambar 2.17 menunjukkan suatu jaringan yang dilengkapi dengan
wavelength reuse dengan routing wavelength passive yaitu routing tanpa terjadi
perubahan wavelength [3].
a. User Node-1 berhubungan dengan User Node-2 menggunakan λ1 dan dengan
User Node -5 menggunakan λ3.
b. User Node-2 berhubungan dengan User Node-1 menggunakan λ1 dan dengan
User Node -4 menggunakan λ2.
c. User Node-3 berhubungan dengan User Node-5 menggunakan λ1.
d. User Node-4 berhubungan dengan User Node-2 menggunakan λ2.
e. User Node-5 berhubungan dengan User Node-1 menggunakan λ3 dan dengan
User Node -3 menggunakan λ1.
Gambar 2.18 Cross-Connect Wavelength 2x2
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.18 menunjukkan contoh jaringan Cross Coonnect Wavelength 2
x 2 dimana routing port outputnya ditentukan oleh Input wavelength tertentu dan
input port tertentu pula. Dua buah Wavelength DEMUX masing-masing
menerima input 2 wavelength λA dan λB. Masing-masing wavelength
ditransmisikan ke dua wavelength Mux yang berbeda [3].
2.3.3 Shifting Wavelength Active
Berbeda dengan routing passive yang dibatasi pada kondisi jaringan statis,
pada shifting wavelength active sifatnya dinamis dapat menyesuaikan dengan
perubahan yang terjadi pada kondisi jaringan. Hal ini berarti bahwa perubahan
routing tergantung pada wavelength dan link yang ada. Konsep jaringan ini
memerlukan shifting wavelength active. Pada Gambar 2.20 diperlihatkan 2 LAN
kecil dihubungkan ke suatu WAN yang lebih besar dimana setiap LAN hanya
dapat mentransmisikan melalui Node-II ke Node-I, yaitu aλ dan bλ . Node-I
ingin berhubungan dengan Node-II. Apabila Node-I ingin mentransmit, maka
wavelength yang dapat digunakan hanya aλ . Karenanya, jika sinyal muncul pada
LAN kanan, hal ini akan revealed bahwa aλ sudah digunakan oleh LAN kanan.
Berarti, hanya ada satu cara bagi sinyal yang akan muncul di Node-II, yaitu
dengan mengaktifkan switch ke bλ yang dapat digunakan [3].
Gambar 2.19 Active Wavelength Switching di dalam satu WAN dinamis, 2
jaringan LAN yang lebih dapat saling berhubungan hanya dengan menggunakan
sepasang wavelength yang terbatas yaitu λa dan λb [3].
a. Pada Ring A : untuk komunikasi digunakan λb.
b. Pada Ring B : untuk komunikasi digunakan λa.
Gambar 2.19 Active Wavelength Switching di dalam suatu WAN dinamis
Universitas Sumatera Utara
Untuk komunikasi antara Ring A dan Ring B, dari Ring A sampai
Wavelength Router menggunakan λa. Pada Wavelength Router panjang
gelombang dihubungkan dari λa ke λb. λb dari Wavelength Router diteruskan ke
Ring B. LAN lainnya yang membutuhkan switching wavelength aktif adalah suatu
kondisi dimana satu set wavelength yang digunakan secara eklusif oleh antar
LAN. Wavelength yang digunakan di dalam suatu LAN dapat digunakan lagi oleh
suatu LAN yang lainnya, selama diantara wavelength tersebut tidak saling
mengganggu (interference) [3].
Gambar 2.20 Jaringan Wide Area Network (WAN)
Gambar 2.20 menunjukkan jaringan Wide Area Network (WAN) dimana
beberapa jaringan LAN (A –B –C –D) saling dihubungkan. Satu set Wavelength
Lokal yang dapat digunakan lagi oleh tiap-tiap LAN dan satu set Wavelength
Global yang digunakan untuk menghubungkan antar LAN. Penggeseran satu
panjang gelombang ke panjang gelombang yang lainnya merupakan pekerjaan
yang sangat sulit di dalam suatu jaringan. Satu metode untuk membentuk
switching panjang gelombang aktif adalah dengan menggunakan optoelectronic
penggeser panjang gelombang. Metode ini membutuhkan pengubah
optoelectronic dan akan menyebabkan suatu kejadian dimana kecepatan
optoelectronic menjadi leher botol. Untuk mengatasi masalah ini adalah dengan
jalan digunakannya all-optical active wavelength shifting yang bekerja pada
kecepatan tinggi. All-optical disini berarti bahwa semua penggeser panjang
gelombang (shifter) harus optical murni misalnya tidak menggunakan pengubah
optoelectronic data optik. Dalam hal ini ada beberapa metode untuk all-optical
Universitas Sumatera Utara
wavelength shifting dimana setiap methode mempunyai keuntungan dan kerugian
[3].
Gambar 2.21 Jaringan Multihop 8 node dengan dual-rail DWDM bus
Gambar 2.21 menunjukkan suatu jaringan multihop dengan 8 node yang
menggunakan bus WDM dual-rail, Node-1 berhubungan dengan Node-5 (λ1) dan
Node-1 berhubungan dengan Node-2 (λ1 dan λ10 melalui Node-5) dimana
masing-masing node dapat bekerja dengan 2 pasang wavelength yang berbeda
kombinasi λ1 s/d λ16. Semua node dapat saling berhubungan. Node-1
berhubungan dengan Node-5 menggunakan λ1. Node-2 melalui Node-5 dengan
menggunakan λ10 [3].
2.4 Sistem Proteksi
Teknologi SDH dan DWDM menggunakan sarana transmisi kabel serat
optik merupakan suatu teknologi yang digunakan untuk jaringan telekomunikasi
pada kondisi trafik tinggi. Proteksi yang digunakan pada sistem ini yaitu:
1. Path Protection
Path Protection atau disebut juga Sub Network Connection Protection
(SNCP), sinyal infomasi input pada sisi kirim ditransmisikan ke dua arah working
path dan protection path pada jaringan yang berbentuk ring. Sedangkan pada sisi
terima, akan menerima memilih/melaksanakan switching sinyal informasi mana
yang akan ditransmisikan dari sisi pengirim [4].
2. 1+1 Multiplex Section Protection
Universitas Sumatera Utara
Pada sistem proteksi ini, sinyal informasi dikirim dari sisi multiplex secara
parallel melalui media serat optik ke sistem serat optik working dan serat optik
protection. Di sisi terima, akan dilaksanakan switching, dipilih sinyal mana yang
mempunyai kualitas baik. Jadi switching terjadi pada sisi terima (proteksi ada
pada sisi terima).
3. 1:1 Multiplex Section Protection
Multiplex Section Protection merupakan sistem proteksi untuk multiplex
dimana sistem switching terjadi pada sisi kirim dan sisi terima secara bersamaan
dipilih kualitas sinyal informasi yang memenuhi tolok ukur Bit error rate (proteksi
terdapat pada sisi kirim dan terima). Sinyal informasi dikirim secara paralel
melalui serat optik working dan serat optik protection [4].
4. Bi-directional Selfhealing Ring (BSHR)
Proteksi ini merupakan kombinasi dari path protection dan line protection.
Pada saat kondisi normal, bagian switching/proteksi tidak akan bekerja. Sinyal
informasi akan ditransmisikan pada sistem working. Jika serat optik terjadi
gangguan (putus), multiplex akan melaksanakan loopback ke sistem proteksi.
5. Card/Module Protection
Card Protection adalah sistem protection yang dilaksanakan pada tingkat
equipment (module). Proteksi modul ini dirancang untuk melaksanakan proteksi
apabila module working terganggu dan akan diswitch ke modul proteksi yang
dikendalikan oleh module switching [4].
Card Protection ada 2 tipe:
a. Tipe 1: N Card Protection. Tipe ini, beberapa module working diproteksi
oleh satu module protection.
b. Tipe 1+1 Card Protection. Tipe ini, satu module working diproteksi oleh
satu module Protection.
6. Power Supply Protection
Power supply protection adalah sistem proteksi untuk perangkat power
supply artinya setiap modul yang terpasang dicatu oleh dua power supply secara
parallel [4].
Universitas Sumatera Utara
2.5 Sistem Amplifikasi
Untuk melengkapi handalnya jaringan beroperasi, perlu adanya amplifier
yang mampu memberikan daya. Ada 3 bagian amplifikasi dalam sistem ini yaitu
Amplifier EDFA, Semiconductor Optical Amplifier (SOA) dan Amplifier Raman.
Sehubungan dengan penguatan yang digunakan dalam proyek ini maka hanya
dibahas 2 amplifikasi saja yaitu Amplifier EDFA dan Amplifier Raman[5].
2.5.1 Amplifier EDFA
Untuk penguatan optical disediakan tehnologi Erbium Doped Fiber
Amplifier (EDFA). SURPASS hiT 7500 dilengkapi dengan broadband EDFA,
yang dapat menguatkan seluruh channels optic secara bersamaan, sehingga
memperpanjang jarak tempuh transmisi lebih dari 3000 km dan dapat
mentransmisikan individual wavelengths dengan bit rates s/d 40 Gbit/s .
Gambar 2.22 Arsitektur EDFA
Module optical EDFA mempunyai 3 tingkat penguat optical dimana
EDFA tingkat pertama akan bekerja menguatkan sinyal dengan power rendah
secara optimal dan menguatkan noise sekecil mungkin. Antara EDFA tingkat
pertama dan tingkat kedua (mid-stage access point pertama), dipasang suatu
Variable Optical Attenuator (VOA) untuk setting agar EDFA dapat menguatkan
sinyal secara optimal [5].
EDFA tingkat kedua menyediakan penguatan optical yang moderat,
sehingga level output signal sesuai dengan kebutuhan dispersion-compensating
module (DCM), yang dipasang pada mid-stage access point kedua. Pada mid-
Universitas Sumatera Utara
stage access point kedua dapat ditambahkan spectral control untuk Hit7500,
misalnya Pre-Tilt compensation filter untuk menekan Raman Tilt.
EDFA tingkat ketiga (terakhir) untuk mengoptimalkan penguatan terhadap
sinyal optik sebelum dikirim saluran. Disini dapat ditambahkan modul External
pump untuk meningkatkan power sinyal output.
Untuk memperkuat EDFA disini ditambahkan pada OLI suatu alat ukur
power Optical Performance Analyzer for Power (OPAP) sehingga dapat
meningkatkan performansi perangkat. OPAP digunakan untuk memonitor
penguatan tilt channel yang dikuatkan dan menyediakan feedback untuk Pre-Tilt
compensation filter untuk memperoleh kompensasi yang lebih akurat sepanjang
link. Skema 3 tingkatan Amplifikasi EDFA diperlihatkan pada Gambar 2.22
berikut [5].
Gambar 2.23 Skema Amplifikasi (tiga tingkatan EDFA Amplifier)
Adapun keuntungan EDFA yaitu:
1. Efficient pumping
2. Sensitifitas polarisasi yang minimal
3. Daya output yang tinggi
4. Rendah noise
5. Rendah distorsi dan minimal crosstalk
6. Mempunyai efisiensi lebih tinggi dari Raman untuk low amplifier pump
powers (aplikasi kanal rendah).
7. Dapat digabung dengan Raman, untuk mendapat hasil yang jauh lebih baik
lagi.
Universitas Sumatera Utara
Kekurangan EDFA :
1. Terbatas untuk band C dan L
2. Pada higher amplifier pump powers (aplikasi kanal lebih tinggi) kurang efisien
dibanding Raman amplifiers
2.5.2 Raman amplification
Untuk lebih memperpanjang jarak antara inline amplifier sites dan total
optical transmission reach, SURPASS hiT7500 dilengkapi dengan Raman
amplification. Dasar dari Raman amplification adalah energy scattering effect
yang disebut Stimulated Raman Scattering (SRS). SRS bekerja dengan cara
mentransfer power dari signal pada higher frequency (lower wavelength) ke satu
lower frequency (higher wavelength) didalam media fiber optic.
Hal ini dapat digunakan untuk menguatkan sinyal optical pada gelombang
lower frequency yang membawa sinyal trafik sebenarnya, selama sinar pada
higher frequency berfungsi sebagai pump source. Proses amplifikasi Raman
terjadi pada ujung akhir dari suatu optical span SURPASS hiT7500. Jika signal
melemah, maka terhadap energi signal tersebut akan diperbarui melalui pump
light yang akan diinsertkan pada ujung akhir dari hop pada arah yang berlawanan.
Seperti pada Gambar 2.24 penguatan Raman yang sebenarnya terjadi
hanya pada span beberapa kilometers terakhir. Peristiwa ini dikenal dengan istilah
contra-directional Raman pumping, dimana Raman pump light berjalan pada
arah yang berlawanan dengan arah signal traffic yang sebenarnya. Raman
amplification mempunyai beberapa implikasi penting untuk sistem DWDM [5]:
1. Memungkinkan spasi antar optical amplifiers ditingkatkan
2. Mengurangi power output per channel EDFA, sehingga meningkatkan
jumlah total dari optical spans. Hal ini menyebabkan sistem SURPASS
hiT7500 dapat dikembangkan menjadi sistem Ultra Long Haul (ULH).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.24 Arsitektur Raman Amplification
Keuntungan Raman yaitu :
1. Bandwidth lebar.
2. Dapat bekerja pada band C, L, dan S.
3. Penguatan Raman dapat muncul di dalam ordinary silica fibers
4. Pada higher amplifier pump powers (aplikasi kanal lebih tinggi) lebih efisien
dari EDFAs.
5. Dapat digabung dengan Raman, untuk mendapat hasil yang jauh lebih baik
lagi.
Kekurangan Raman :
Mempunyai efisiensi lebih rendah dari EDFAs untuk low amplifier pump powers
(aplikasi kanal rendah) [5].
2.6 Dispersion Compensating Fiber
Dispersion Compensating Fiber (DCF) digunakan sebagai
pengkompensasi akumulasi dispersi pulsa akibat pengaruh dispersi kromatik.
DCF merupakan serat optik dengan panjang tertentu yang dibuat dari material
yang memiliki koefisien dispersi kromatik yang khusus pada panjang gelombang
operasinya. Koefisien dispersinya kromatik ini bernilai negatif dan bernilai lebih
besar per unit panjangnya dibandingkan dengan koefisien dispersi dari serat optik
yang digunakan sistem. Dengan karakteristik ini, maka panjang DCF yang cukup
pendek dapat mengkompensasi akumulasi dispersi kromatik pada serat optik yang
digunakan sistem.
Universitas Sumatera Utara
2.7 Regenerator / Optical Amplifier
Adapun yang menjadi bagian dari regenerator/Optical Amplifier dalam
DWDM ini yaitu :
1. Pre-amplifier
Ditempatkan persis sebelum receiver, untuk menaikkan kekuatan signal;
sesuai dengan rentang sensitivitas receiver.
2. Post amplifier
menguatkan sinyal pada sisi pengirim, dipasang persis setelah transmitter.
3. In-Line Amplifier (ILA)
Ditempatkan kira-kira setiap 80 s/d 100 km media optik, untuk menguatkkan
signal yang mengalami redaman selama dalam transmisi untuk mencapai
tempat yang dituju, ILA berikutnya atau sisi terminal. ILA bekerja pada
daerah optik, dan berfungsi sebagai amplifier 1R.
Amplifier dikatagorikan kedalam 1R, 2R, dan 3R:
a. 1R : Re-amplify
b. 2R : Re-amplify dan reshape
c. 3R : Re-amplify, reshape, dan retime
Pengembangan jaringan WDM/DWDM agar mencakup jarak lebih jauh
dan/atau menambah jumlah node memerlukan penyisipan repeater atau amplifier.
Amplifier dapat menyediakan regenerasi 1R hanya untuk menanggulangi redaman
daya optik. Repeater dapat menyediakan regenerasi 3R untuk menanggulangi
redaman dan disperse. Perangkat 1R hanya menguatkan sinyal yang diterima.
Perangkat 2R menyediakan amplification dan reshaping gelombang untuk
menyediakan recovery data. Perangkat 3R melakukan amplifications dan
reshaping serta memerlukan sumber waktu yang digunakan bagi pewaktuan
kembali transponder [5].
2.8 Optical Cross-connect
Tingkat tinggi modularitas jalan, scaling kapasitas, dan fleksibilitas dalam
menambahkan atau menjatuhkan saluran di sebuah situs pengguna dapat dicapai
dengan memperkenalkan konsep arsitektur cross-terhubung optik dalam struktur
jalur fisik (lapisan jalan disebut) dari suatu optik jaringan. Optikal cross-connect
Universitas Sumatera Utara
ini (OXCs) beroperasi tepat di optikal domain dan dapat merutekan kapasitas data
data stream WDM yang sangat tinggi melalui jaringan jalur optik saling
berhubungan [2].
Gambar 2.25 Arsitektur optikal Cross-connect menggunakan switch optic dan
tanpa wavelength conventer
Untuk memvisualisasikan operasi OXC, anggap pertama kali bahwa
arsitektur OXC yang terlihat pada Gambar 2.25 menggunakan switching tanpa
konversi panjang gelombang. Daerah switch dapat dikonstruksikan ke dalam
kaskade elektronik terkontrol elemen pasangan direksional optikal atau gerbang
switching penguat optikal semikonduktor. Tiap input fiber membawa M panjang
gelombang (empat), satu atau semua yang mana dapat ditambahkan atau didrop
pada sebuah node. Pada input, jumlah sinyal panjang gelombang yang tiba
dikuatkan dan dengan pasif dicabangkan ke N jalur oleh penguat splitter.
Pemilihan filter kemudian memilih panjang gelombang individual, yang
diteruskan ke matrix space switching optic. Kemungkinan, gelombang
demultiplexer yang mengganggu dapat digunakan untuk mencabangkan kumpulan
masukan ke dalam kanal gelombang individual. Switch matrix meneruskan kanal
lainnya ke delapan keluran jika sinyal tersebut dilaluinya atau ke bagian penerima
yang berdempet dengan OXC pada output port 9 melalui port 12 jika telah didrop
ke user pada node tersebut. Sinyal akan dibangkitkan di tempat itu oleh user untuk
Universitas Sumatera Utara
menghubungkan elektrik via Digital Cross-connect Matrix (DXC) ke penerima
optikal. Dari sini, masukka n switch matrix, yang membawanya ke output line
yang tepat. M output, tiap gelombang pembawa terpisah, diberikan ke multiplexer
panjang gelombang ke bentuk kumpulan keluaran single. Sebuah penguat optik
menaikkan level sinyal untuk mentransmisikan trunk fiber secara normal yang
mengikutinya [2].
Universitas Sumatera Utara