14
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pola Tidur Normal pada Remaja Tidur merupakan suatu fenomena yang umum, terjadi kehilangan kesadaran yang bersifat sementara dan merupakan suatu keadaan fisiologik aktif yang ditandai dengan adanya fluktuasi yang dinamik pada parameter susunan syaraf pusat, hemodinamik, ventilasi dan metabolik. 10 Fase tidur terbagi menjadi dua macam yaitu rapid eye movement (REM) dan non-rapid eye movement (NREM). Berdasarkan studi pola gelombang otak NREM terbagi menjadi beberapa tingkat dimulai dari keadaan mengantuk sampai tidur nyenyak. Tingkat awal (tingkat I dan II) adalah mudah terbangun dan bahkan tidak menyadari bila sedang tertidur. Tingkat lanjutan (tingkat III dan IV) ialah sangat sulit dibangunkan, dan apabila dibangunkan akan disorientasi dan bingung. 11 Kegunaan tidur belum sepenuhnya diketahui, tetapi tidur merupakan proses penting dalam konsolidasi ingatan serta proses penyembuhan. Lamanya kebutuhan tidur bervariasi antara tiap orang dan sangat sulit untuk menilai berapa lama tidur yang dibutuhkan oleh seseorang untuk dapat berfungsi optimal. 10 Pola tidur remaja perlu perhatian lebih karena berhubungan pada performa sekolah. Pada 20 tahun terakhir ini, para peneliti mengenai tidur menyadari perbedaan perubahan pola tidur pada remaja. Perubahan tersebut ialah jam biologis remaja atau disebut irama sirkadian. Pada permulaan masa pubertas, fase tidurnya menjadi Universitas Sumatera Utara

Chapter II

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Chapter II

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pola Tidur Normal pada Remaja

Tidur merupakan suatu fenomena yang umum, terjadi kehilangan

kesadaran yang bersifat sementara dan merupakan suatu keadaan

fisiologik aktif yang ditandai dengan adanya fluktuasi yang dinamik pada

parameter susunan syaraf pusat, hemodinamik, ventilasi dan metabolik.10

Fase tidur terbagi menjadi dua macam yaitu rapid eye movement

(REM) dan non-rapid eye movement (NREM). Berdasarkan studi pola

gelombang otak NREM terbagi menjadi beberapa tingkat dimulai dari

keadaan mengantuk sampai tidur nyenyak. Tingkat awal (tingkat I dan II)

adalah mudah terbangun dan bahkan tidak menyadari bila sedang tertidur.

Tingkat lanjutan (tingkat III dan IV) ialah sangat sulit dibangunkan, dan

apabila dibangunkan akan disorientasi dan bingung.11

Kegunaan tidur belum sepenuhnya diketahui, tetapi tidur

merupakan proses penting dalam konsolidasi ingatan serta proses

penyembuhan. Lamanya kebutuhan tidur bervariasi antara tiap orang dan

sangat sulit untuk menilai berapa lama tidur yang dibutuhkan oleh

seseorang untuk dapat berfungsi optimal. 10

Pola tidur remaja perlu perhatian lebih karena berhubungan

pada performa sekolah. Pada 20 tahun terakhir ini, para peneliti

mengenai tidur menyadari perbedaan perubahan pola tidur pada

remaja. Perubahan tersebut ialah jam biologis remaja atau disebut

irama sirkadian. Pada permulaan masa pubertas, fase tidurnya menjadi

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter II

telat. Untuk terjatuh tidur menjadi lebih malam dan bangun tidur lebih

telat pada pagi hari. Dan remaja tersebut lebih waspada pada malam

hari dan menjadi lebih susah tidur.12

Menurut penelitian remaja membutuhkan waktu 9 sampai 9.25 jam

untuk tidur dalam sehari. Namun nyatanya sekitar 8 jam sehari karena

pengaruh waktu sekolah. Waktu tidur dan bangun berdasarkan waktu

sekolah dan kehidupan sosial akan mengkontribusi pengurangan waktu

tidur pada remaja.13 Penelitian yang dilakukan oleh Iglowstein dkk13

terhadap anak di Swiss mendapatkan hasil bahwa anak usia 12 sampai

15 tahun memiliki rata-rata jumlah waktu tidur sebanyak 8,4 sampai 9,3

jam per hari. 14

2.2 Remaja

WHO mendefinisikan remaja (adolescent) sebagai individu berusia

10 sampai 19 tahun dan dewasa muda (youth) 15 sampai 24 tahun. Dua

kelompok umur yang tumpang-tindih ini digolongkan sebagai pemuda

(young people) yang mencakup usia 10 sampai 24 tahun.12 Secara garis

besar, fase remaja dibagi menjadi tiga periode penting, yaitu fase awal,

pertengahan, dan lanjut; yang masing-masing memiliki karakteristik dalam

hal biologis, psikologis, dan isu sosial.15 Berdasarkan Nelson dkk,

penggolongan fase remaja dibagi menjadi fase remaja awal, yaitu usia 10

sampai 13 tahun; fase remaja pertengahan, yaitu usia 14 sampai 16

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter II

tahun; dan fase remaja lanjut, yaitu usia 17 samapi 20 tahun hingga

seterusnya. 15

2.3 Gangguan tidur

2.3.1 Defenisi Gangguan Tidur

Gangguan tidur merupakan suatu kumpulan kondisi yang dicirikan

dengan adanya gangguan dalam jumlah, kualitas, atau waktu tidur pada

seorang individu.5 Pada kelompok remaja, kurangnya durasi tidur juga

dapat terjadi akibat adanya perubahan gaya hidup. Kualitas tidur

inadekuat adalah fragmentasi dan terputusnya tidur akibat periode singkat

terjaga di malam hari yang sering dan berulang.16

2.3.2 Epidemiologi Gangguan Tidur

Studi yang dilaksanakan oleh Liu X dkk di SMU di provinsi

Shandong, Cina. Hasil studi menyatakan rata-rata lama tidur di malam

hari adalah 7,64 jam dan menurun dengan meningkatnya usia.17

Penelitian yang dilakukan oleh Johnson EO dkk pada remaja 13

hingga 16 tahun mengenai epidemiologi insomnia sesuai DSM-IV pada

remaja menunjukkan bahwa prevalensi insomnia adalah 10,7% dengan

usia median timbulnya insomnia adalah 11 tahun.18 Penelitian Halbower

dan Marcus yang menyatakan gangguan tidur yang paling banyak

ditemukan pada remaja adalah insomnia. 19

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter II

2.3.3 Klasifikasi Gangguan Tidur

Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di

Indonesia III WHO (PPDGJ III), gangguan tidur secara garis besar dibagi

dua, yaitu dissomnia dan parasomnia.20 Dissomnia merupakan suatu

kondisi psikogenik primer dengan ciri gangguan utama pada jumlah,

kualitas, atau waktu tidur yang terkait faktor emosional. Termasuk dalam

golongan ini antara lain adalah insomnia, hipersomnia, dan gangguan

jadwal tidur. Parasomnia merupakan peristiwa episodik abnormal yang

terjadi selama masa tidur. Termasuk dalam golongan ini adalah

somnabulisme, teror tidur, dan mimpi buruk. Penggolongan gangguan

tidur lain berdasarkan PPDGJ III adalah gangguan tidur organik,

gangguan nonpsikogenik termasuk narkolepsi dan katapleksi, apne waktu

tidur, gangguan pergerakan episodik termasuk mioklonus nokturnal, dan

enuresis.

Menurut DSM IV-TR (American Psychiatric Association)20

gangguan tidur dibagi menjadi insomnia primer, hipersomnia primer,

narkolepsi, gangguan tidur yang berhubungan dengan pernapasan,

gangguan tidur irama sirkadian, gangguan mimpi buruk, gangguan teror

tidur, gangguan tidur berjalan, gangguan tidur terkait kondisi medis, dan

gangguan tidur yang diinduksi zat.21 Sedangkan, Nelson dkk membuat

klasifikasi gangguan tidur spesifik pada anak dan remaja, karena pola

gangguan tidur pada anak berbeda dengan pola gangguan tidur pada

dewasa. Pola tidur mengalami perubahan yang progresif seiring

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter II

bertambahnya usia; dari masa bayi, anak, hingga remaja; kearah pola

tidur dewasa, yaitu durasi tidur yang berkurang, siklus tidur yang lebih

panjang, dan berkurangnya waktu tidur siang.15

2.3.4 Etiologi dan Faktor Risiko

Gangguan tidur pada remaja dipengaruhi berbagai faktor baik

medis maupun nonmedis. Penelitian di Jepang oleh Ohida T dkk pada

tahun 2004 menunjukkan beberapa faktor risiko terjadinya gangguan tidur,

yaitu jenis kelamin perempuan, siswa tingkat SMU, dan gaya hidup yang

tidak sehat (stres psikologis, merokok dan minum alkohol).4 Penelitian di

Cina oleh Liu X pada tahun 2000 juga menunjukkan hal yang serupa.17

Pubertas sebagai salah satu ciri yang dialami oleh remaja juga

memberikan pengaruh terhadap timbulnya gangguan tidur. Hipersomnia

adalah lebih sering terjadi pada remaja dan dewasa muda sedangkan

insomnia lebih umum terjadi pada orang dewasa.7 Pada analisis

eksploratif insomnia dan perkembangan pubertas oleh Johnson EO dkk18,

didapatkan hasil bahwa menstruasi meningkatkan risiko insomnia.

Anak perempuan mengalami gangguan tidur dan kelelahan di siang

hari lebih tinggi dari laki-laki. Hal ini diperkirakan karena perempuan

memiliki risiko lebih tinggi dalam mengalami kelelahan terkait pubertas,

prevalensi gangguan mental yang lebih tinggi serta lebih sensitif terhadap

masalah keluarga, dan tingginya tuntutan dalam kehidupan keluarga dan

pergaulan.22

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter II

Patten dkk melakukan penelitian berbasis populasi secara

longitudinal dengan Teenage Attitudes and Practices Survey pada remaja

berusia 12 hingga 18 tahun untuk mengevaluasi faktor yang berkaitan

dengan perkembangan dan persistensi gangguan tidur pada remaja.23

Hasil penelitian menunjukkan jenis kelamin perempuan dan gejala depresi

yang jelas berhubungan dengan perkembangan, persistensi serta

frekuensi dari gangguan tidur. Merokok menunjukkan hubungan yang

bergantung dosis dalam perkembangan dan frekuensi gangguan tidur.

Kualitas tidur juga dapat dipengaruhi berbagai hal di lingkungan

sekitar. Rangsangan sensorik dari lingkungan seperti bunyi, cahaya,

pergerakan, dan bau dapat mempengaruhi inisiasi dan kualitas tidur.

Lokasi tidur juga mempengaruhi kualitas tidur seperti dikamar atau pada

transportasi umum. Hal lain yang juga perlu dipertimbangkan adalah

keadaan sosial ekonomi dan lingkungan sekitar seperti kelembaban, suhu

dingin, kumuh, kepadatan dan bising.24

Johnson dkk25 melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan

antara menonton televisi dengan gangguan tidur pada remaja dan dewasa

muda dengan metode penelitian prostektif longitudinal dengan cara

wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja yang menonton

televisi lebih atau sama dengan 3 jam per hari memiliki peningkatan risiko

gangguan tidur yang bermakna pada saat dewasa, sedangkan remaja

yang membatasi menonton televisi hingga 1 jam atau kurang mengalami

penurunan risiko gangguan tidur saat dewasa yang bermakna.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter II

Berbagai keadaan medis juga dapat menyebabkan timbulnya

gangguan tidur. Sebanyak 35-50% individu dengan kelainan neuropsikiatri

mengalami gangguan tidur. 7

2.3.5 Dampak Gangguan Tidur pada Remaja

Tidur berhubungan dengan kualitas dan kuantitas morbiditas dan

mortalitas. Menurut data epidemiologi tidur yang kurang dari 6 jam atau

tidur yang lebih dari 9 jam perhari, erat hubungannya dengan peningkatan

mortalitas.26

Kualitas dan kuantitas tidur yang kurang pada anak dapat

mengakibatkan terjadinya rasa kantuk yang berlebihan di siang hari dan

penurunan tingkat atensi di siang hari.2 Gangguan pola tidur berupa pola

tidur yang berlebihan dapat menimbulkan efek negatif pada performa di

sekolah, fungsi kognitif, dan mood sehingga dapat menimbulkan

konsekuensi serius lainnya seperti peningkatan angka kejadian

kecelakaan mobil dan motor.27

Dari hasil penelitian disebutkan bahwa berkurangnya waktu tidur

dan jadwal tidur yang tidak teratur terkait erat dengan performa sekolah

yang buruk pada remaja. Selain itu, pada penelitian sebelumnya terhadap

siswa SMU didapatkan bahwa siswa yang mendapat peringkat akademik

yang baik memiliki jadwal tidur yang lebih teratur dan waktu tidur yang

lebih panjang dengan waktu tidur lebih awal dibandingkan dengan siswa

dengan peringkat akademik yang lebih rendah. 27

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter II

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat keterkaitan antara

pola tidur atau bangun dan kemampuan persepsi mereka di sekolah dan

mempengaruhi hasil peringkat akademik dan nilai ujian mereka. 27

2.3.6 Diagnosis

Gangguan tidur secara umum terdiagnosis oleh dokter spesialis

anak atau sleep specialist. Jika orang tua menyadari akan hal tersebut

maka mereka akan berdiskusi dengan dokter. Tetapi tidak semua dokter

spesialis anak mengetahui variasi gangguan tidur pada anak dan remaja,

jika orang tua tidak puas akan hasil diskusi dengan dokter tersebut maka

biasanya orang tua akan membawa anaknya pada sleep specialist atau

sleep clinic.28

Di sekolah misalnya orang tua akan berkonsultasi dengan psikologi

untuk mendiskusikan gangguan tidur tersebut. Ternyata masalah perilaku

dan atensi anak mempengaruhi tidur anak karena akan berdampak pada

gangguan tidur atau waktu tidur berkurang termasuk sulit berkonsentrasi,

mudah marah, hiperaktifitas, dan tidak dapat mengontrol masalah.28 Untuk

mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap pola tidur penderita,

pemakaian obat-obatan, alkohol atau obat terlarang, tingkatan stres psikis,

riwayat medis dan aktivitas fisik.8

Salah satu metode untuk diagnosis gangguan tidur adalah dengan

SDSC (Sleep Disturbancess Scale for Children), berupa suatu kuesioner

yang ditanyakan kepada ibu dengan anak yang diduga mengalami

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter II

gangguan tidur. Kuesioner SDSC dibuat dalam rangka standardisasi

penilaian terhadap gangguan tidur anak-anak dan remaja dengan

memberikan kemudahan kepada ilmuwan dan peneliti untuk

menggunakan sistem skoring tidur, membuat basis data dari populasi

besar untuk mendapatkan standar nilai normal, mendefinisikan tiap-tiap

bagian yang dapat digunakan dalam mengidentifikasikan batasan spesifik

gangguan tidur dan mengidentifikasikan anak-anak yang mengalami

gangguan tidur.8

Metode SDSC digunakan karena prinsip analisis komponennya

yang kuat, normalitas yang distandardisasi, dan usia yang dipakai sesuai

dengan yang diteliti. Metode ini dapat digunakan untuk menentukan

gangguan tidur pada anak dengan usia 6,5-15,3 tahun. Kuesioner SDSC

terdiri dari 26 pertanyaan, dinilai dalam 5 poin skala intensitas atau

frekuensi.9

Orang tua diinstruksikan untuk mengingat pola tidur anak mereka

pada waktu keadaan sehat selama enam bulan terakhir. Untuk memeriksa

anak dengan gangguan tidur, lebih baik menggunakan metode konsultasi

dibandingkan dengan kuesioner.8 Penilaian SDSC ini dilakukan dengan

menggunakan angka mulai dari 1 sampai dengan 5. Angka 1 untuk tidak

pernah, 2 untuk jarang (1 atau 2 kali per bulan atau kurang), 3 untuk

kadang-kadang (1 atau 2 kali seminggu), 4 untuk sering (3 sampai 5 kali

seminggu) dan 5 untuk selalu (setiap hari). Setelah itu nilai akan

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter II

dijumlahkan dan didapatkan penilaian akan adanya gangguan tidur pada

anak.9

Total angka gangguan tidur didapatkan dengan menjumlahkan

seluruh angka faktor tidur. Standardisasi digunakan untuk mengkalkulasi

angka T (mean = 50, SD = 10), dengan angka T lebih besar dari 70 maka

dinyatakan terdapat gangguan tidur. Gangguan tidur anak dibagi menjadi

tiga kategori klinis berdasarkan total angka T: (1) normal (angka T<50); (2)

borderline (angka T 50-70); dan (3) signifikan secara klinis (angka T>70,

yaitu >95th sentil). Dalam penelitian ini total angka faktor gangguan tidur

dibagi menjadi dua variabel: angka T normal (T≤70) dan angka T dalam

batas klinis (T>70). Dua variabel ini dikategorikan sebagai variabel terikat

dan usia serta jenis kelamin dikategorikan sebagai variabel bebas.9

Sleep Disturbancess Scale for Children (SDSC) mengemukakan

enam kategori gangguan tidur yaitu (1) gangguan memulai dan

mempertahankan tidur ( mulai tidur yang lama, bangun malam hari, dan

lain-lain); (2) gangguan pernapasan waktu tidur (frekuensi mengorok,

apnea saat tidur, dan kesulitan bernapas); (3) gangguan kesadaran

(berjalan saat tidur, mimpi buruk, dan teror tidur), (4) gangguan transisi

tidur-bangun (gerakan involunter saat tidur, restless legs, gerakan

menganggukkan kepala, bicara saat tidur); (5) gangguan somnolen

berlebihan (mengantuk saat pagi dan tengah hari, dan lain-lain); (6)

hiperhidrosis saat tidur (berkeringat saat tidur).9

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter II

2.3.7 Tata Laksana

Secara umum, langkah awal untuk mengatasi gangguan tidur

akibat kondisi medik atau psikiatrik adalah dengan mengoptimalkan terapi

terhadap penyakit yang mendasarinya. Cara farmakologik dan

nonfarmakologik diperlukan untuk terapi gangguan tidur, namun

penatalaksanaan utama umumnya mencakup aspek nonfarmakologik.

Pada beberapa gangguan tidur tertentu, dibutuhkan penanganan-

penanganan khusus.11,29

Tatalaksana non farmakologik gangguan tidur antara lain adalah

melalui pengaturan higiene tidur, terapi pengontrolan stimulus, sleep

restriction therapy, terapi relaksasi dan biofeedback.29

Higiene tidur bertujuan untuk memberikan lingkungan dan kondisi

yang kondusif untuk tidur, dan merupakan aspek yang mutlak

dimanipulasi pada tatalaksana gangguan tidur.29

Terapi pengontrolan stimulus bertujuan untuk memutus siklus

masalah yang sering dikaitkan dengan kesulitan memulai atau jatuh

tidur.29

Sleep Restriction Therapy merupakan pembatasan waktu di tempat

tidur yang dapat membantu mengkonsolidasikan tidur. Terapi ini

bermanfaat untuk pasien yang berbaring di tempat tidur tanpa bisa

tertidur. 29

Terapi relaksasi dan biofeedback merupakan terapi hipnosis diri,

relaksasi progresif, dan latihan nafas dalam sehingga terjadi keadaan

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter II

relaks cukup efektif untuk memperbaiki tidur. Pasien membutuhkan latihan

yang cukup dan serius.29

Beberapa gangguan tidur memerlukan perhatian khusus dalam

penatalaksanaanya. Pada psychophysiologic insomnia, terapi atau

penanganannya antara lain adalah melakukan edukasi kepada individu

tentang prinsip higiene tidur, menginstruksikan kepada mereka untuk

menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur dan keluar dari tempat tidur

jika belum dapat tertidur (stimulus), dan diajarkan bagaimana teknik

relaksasi untuk mengurangi ansietasnya. Medikasi hipnosis jarang

dibutuhkan.15

Terapi parasomnia meliputi edukasi kepada orang tua dan

memberikan dukungan, menghindari faktor yang dapat mempengaruhi.

Farmakoterapi dan atau psikoterapi jarang dibutuhkan.15

Restless Legs Syndrome/Periodic Limb Movement Disorder

merupakan gangguan tidur neuromotor dengan karakteristik rasa

kesemutan dan rasa tidak enak pada ekstrimitas bawah. Pengobatan

dengan agen dopaminergik seperti carbidopa, levodopa, dan agonis

dopaminergik, pramipexole, ropinirole, dan pergolide.15

Narkolepsi merupakan gangguan primer dari rasa kantuk yang

berlebihan pada siang hari. Penanganannya yaitu dengan memberikan

kombinasi medikasi untuk siang dan malam hari.15

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter II

2.4 Pengertian urban & suburban

Urban artinya kota, dimana pemahaman arti kota meliputi dua aspek

besar yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Kedua aspek tersebut

yang pertama adalah aspek fisik sebagai wujud ruang dengan elemen -

elemennya dan kedua adalah aspek manusia sebagai subjek

pembangunan dan pengguna ruang kota. Dalam bahasa Inggris terdapat

dua kata yang menunjukkan kedua arti tersebut yaitu City dan Citizen,

yang pertama menyangkut wujud suatu tempat yang tebentuk oleh

prasarana dan sarana dan yang kedua menyangkut penghuninya. Kedua

aspek tersebut tidak dapat lepas satu dengan lainnya. Kota adalaah

tempat bermukimnya manusia dengan segala kehidupannya. Yang

mencirikan suatu kota yaitu kehidupan yang individualisme, aktivitas

ekonomi yang non agraris dan kepadatan penduduk. Pemukiman

pedesaan yang padat tidak dapat disamakan dengan pemukiman kota,

karena masyarakatnya relatif homogen, dengan aspek sosial ekonomi,

politik dan budaya, itulah yang membedakan kota dan desa.30

Suburban merupakan suatu proses substitusi daerah pinggiran ke

pusat kota. Daerah suburban terbentuk sebagai daerah yang tergantung

kepada kota induk. Sektor pendidikan menjadi kunci pada proses

pengembangan wilayah yang didukung oleh masyarakat lokal. Sektor

pendidikan pada kenyataanya tidak pernah dibangun melaui dasar

kekuatan sumber daya lokal yang dapat dikembangkan oleh masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter II

lokal. Pendidikan selalu berorientasi ke jenjang sekolah yang membawa

arus migrasi ke kota.30

2.5. Kerangka Konsep

Gangguan Tidur pada Remaja Urban &

Suburban

Sosial Budaya - Co-sleeping

Diteliti

Tidak diteliti

- Usia - Pubertas - Stress - Posisi tidur - Aktivitas fisik - Penggunaan obat-

obatan - Kondisi medis /

penyakit kronik lain

- Jenis kelamin - Kebiasaan tidur - Gaya hidup: 1. Minuman berkafein 2. Rokok 3. Alkohol

- Bising - Cahaya - Lokasi tidur - Televisi di kamar tidur

Lingkungansuburb

Urban an &

- Pergerakan - Bau - Kelembaban - Suhu dingin - Kumuh - Kepadatan

Faktor Individu

Universitas Sumatera Utara