24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengelolaan Barang Milik Daerah Pernyataan Standar Akuntasi Pemerintahan (PSAP) Nomor 7 tentang Akuntansi Aset tetap, menyatakan bahwa aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang telah mendapat penyempurnaan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008, serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah dijelaskan bahwa yang disebut sebagai barang milik daerah sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara

Chapter II

Embed Size (px)

Citation preview

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengelolaan Barang Milik Daerah

Pernyataan Standar Akuntasi Pemerintahan (PSAP) Nomor 7 tentang

Akuntansi Aset tetap, menyatakan bahwa aset adalah sumber daya ekonomi yang

dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu

dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat

diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam

satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk

penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber sumber daya yang dipelihara

karena alasan sejarah dan budaya. Aset tetap adalah aset berwujud yang

mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam

kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang

Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang telah mendapat penyempurnaan

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008, serta Peraturan Menteri

Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan

Barang Milik Daerah dijelaskan bahwa yang disebut sebagai barang milik daerah

sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

1. Barang milik Daerah meliputi: a. barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD; dan b. barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah;

2. Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis; b. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak; c. barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang; atau d. barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang

Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang telah mendapat penyempurnaan

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008, maka pengelolaan barang

milik daerah meliputi :

1. perencanaan kebutuhan dan penganggaran; 2. pengadaan; 3. penggunaan; 4. pemanfaatan; 5. pengamanan dan pemeliharaan; 6. penilaian; 7. penghapusan; 8. pemindahtanganan; 9. penatausahaan; 10. pembinaan, pengawasan dan pengendalian. Menurut Sholeh dan Rochmansjah (2010) secara sederhana pengelolaan

aset/barang milik daerah meliputi: (1) adanya perencanaan yang tepat,

(2) pelaksanaan secara efisien dan efektif dan (3) pengawasan (monitoring).

Universitas Sumatera Utara

Istilah pengelolaan erat kaitannya dengan manajemen, menurut

Burhanudin (2009) manajemen merupakan bentuk terjemahan dari kata

management yang berasal dari bahasa Inggris yang artinya kalau dilihat dalam

kamus bahasa Inggris artinya adalah pengelolaan. George R.Terry dalam

Burhanudin (2009) menyatakan bahwa manajemen meliputi: (1) Planning atau

perencanaan, (2) Organizing atau pengorganisasian, (3) Actuating atau

pelaksanaan/penggerakkan dan (4) Controlling atau pengendalian.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007,

pengelolaan barang milik daerah dilakukan oleh pejabat pengelola barang milik

daerah yang terdiri dari: (1) Kepala Daerah selaku pemegang kekuasaan

pengelolaan barang milik daerah; (2) Sekretaris Daerah selaku pengelola barang;

(3) Kepala Biro/Bagian Perlengkapan/Umum/Unit pengelola barang milik daerah

selaku pembantu pengelola; (4) Kepala SKPD selaku pengguna; (5) Kepala Unit

Pelaksana Teknis Daerah selaku kuasa pengguna; (6) Penyimpan barang milik

daerah; dan (7) Pengurus barang milik daerah.

Adapun wewenang dan tanggung jawab dari masing-masing pejabat

pengelola barang milik daerah berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 17 Tahun 2007 adalah sebagai berikut:

1. Kepala Daerah sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah, mempunyai wewenang : a. menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah; b. menetapkan penggunaan, pemanfaatan atau pemindahtanganan tanah dan

bangunan; c. menetapkan kebijakan pengamanan barang milik daerah;

Universitas Sumatera Utara

d. mengajukan usul pemindahtanganan barang milik daerah yang memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

e. menyetujui usul pemindahtanganan dan penghapusan barang milik Daerah sesuai batas kewenangannya; dan

f. menyetujui usul pemanfaatan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan.

2. Sekretaris Daerah selaku pengelola, berwenang dan bertanggung jawab: a. menetapkan pejabat yang mengurus dan menyimpan barang milik daerah; b. meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan barang milik daerah; c. meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan pemeliharaan/perawatan

barang milik daerah; d. mengatur pelaksanaan pemanfaatan, penghapusan dan pemindahtanganan

barang milik daerah yang telah disetujui oleh Kepala Daerah; e. melakukan koordinasi dalam pelaksanaan inventarisasi barang milik

daerah; dan f. melakukan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan barang milik

daerah. 3. Kepala Biro/Bagian Perlengkapan/Umum/Unit pengelola barang milik daerah

bertanggungjawab mengkoordinir penyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah yang ada pada masing-masing SKPD;

4. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku pengguna barang milik daerah, berwenang dan bertanggung jawab: a. mengajukan rencana kebutuhan barang milik daerah bagi satuan kerja

perangkat daerah yang dipimpinnya kepada Kepala Daerah melalui pengelola;

b. mengajukan permohonan penetapan status untuk penguasaan dan penggunaan barang milik daerah yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya yang sah kepada Kepala Daerah melalui pengelola;

c. melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya;

d. menggunakan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;

e. mengamankan dan memelihara barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya;

f. mengajukan usul pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak memerlukan persetujuan Dewan

Universitas Sumatera Utara

Perwakilan Rakyat Daerah dan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan kepada Kepala Daerah melalui pengelola;

g. menyerahkan tanah dan bangunan yang tidak dimanfaatkan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya kepada Kepala Daerah melalui pengelola;

h. melakukan pengawasan dan pengendalian atas penggunaan barang milik daerah yang ada dalam penguasaannya; dan

i. menyusun dan menyampaikan Laporan Barang Pengguna Semesteran (LBPS) dan Laporan Barang Pengguna Tahunan (LBPT) yang berada dalam penguasaannya kepada pengelola.

5. Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah selaku kuasa pengguna barang milik daerah, berwenang dan bertanggung jawab: a. mengajukan rencana kebutuhan barang milik daerah bagi unit kerja yang

dipimpinnya kepada Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bersangkutan;

b. melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya;

c. menggunakan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi unit kerja yang dipimpinnya;

d. mengamankan dan memelihara barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya;

e. melakukan pengawasan dan pengendalian atas penggunaan barang milik daerah yang ada dalam penguasaannya; dan

f. menyusun dan menyampaikan Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran (LBKPS) dan Laporan Barang Kuasa Pengguna Tahunan (LBKPT) yang berada dalam penguasaannya kepada kepala satuan kerja perangkat daerah yang bersangkutan.

6. Penyimpan barang bertugas menerima, menyimpan dan menyalurkan barang yang berada pada pengguna/kuasa pengguna; dan

7. Pengurus barang bertugas mengurus barang milik daerah dalam pemakaian pada masing-masing pengguna/kuasa pengguna.

Menurut Sholeh dan Rochmansjah (2010) sasaran strategis yang harus

dicapai dalam kebijakan pengelolaan aset/barang milik daerah antara lain:

Universitas Sumatera Utara

1. Terwujudnya ketertiban administrasi mengenai kekayaan daerah;

2. Terciptanya efisiensi dan efektivitas penggunaan aset daerah;

3. Pengamanan aset daerah;

4. Tersedianya data/informasi yang akurat mengenai jumlah kekayaan daerah.

Strategi optimalisasi pengelolaan barang milik daerah meliputi :

1. Identifikasi dan inventarisasi nilai dan potensi aset daerah.

Pemerintah daerah perlu mengetahui jumlah dan nilai kekayaan daerah yang

dimiliknya, baik yang saat ini dikuasai maupun yang masih berupa potensi

yang belum dikuasai atau dimanfaatkan. Untuk itu pemerintah daerah perlu

melakukan identifikasi dan inventarisasi nilai dan potensi aset daerah.

Kegiatan identifikasi dan inventarisasi dimaksudkan untuk memperoleh

informasi yang akurat, lengkap dan mutakhir mengenai kekayaan daerah yang

dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah daerah. Identifikasi dan inventarisasi

aset daerah tersebut penting untuk pembuatan Neraca Kekayaan Daerah yang

akan dilaporkan kepada masyarakat. Untuk dapat melakukan identifikasi dan

inventarisasi aset daerah secara lebih objektif dan dapat diandalkan,

pemerintah daerah perlu memanfaatkan profesi auditor atau jasa penilai yang

independen.

2. Adanya sistem informasi manajemen aset daerah.

Untuk mendukung pengelolaan aset daerah secara efisien dan efektif serta

menciptakan transparansi kebijakan pengelolaan aset daerah, maka

pemerintah daerah perlu memiliki atau mengembangkan sistem informasi

Universitas Sumatera Utara

manajemen yang komprehensif dan handal sebagai alat untuk pengambilan

keputusan. Sistem informasi manajemen aset daerah juga berisi data base aset

yang dimiliki daerah. Sistem tersebut bermanfaat untuk menghasil laporan

pertanggungjawaban. Selain itu, sistem informasi tersebut juga bermanfaat

untuk dasar pengambilan keputusan mengenai kebutuhan pengadaan barang

dan estimasi kebutuhan belanja (modal) dalam penyusunan APBD.

3. Pengawasan dan pengendalian pemanfaatan aset.

Pemanfaatan aset daerah harus diawasi dan dikendalikan secara ketat agar

tidak terjadi salah urus (miss management), kehilangan dan tidak

termanfaatkan. Untuk meningkatkan fungsi pengawasan tersebut, peran

auditor internal sangat penting.

4. Melibatkan berbagai profesi atau keahlian yang terkait seperti auditor internal

dan appraisal (penilai).

Pertambahan aset daerah dari tahun ke tahun perlu didata dan dinilai oleh

penilai yang independen. Peran profesi penilai secara efektif dalam

pengelolaan aset daerah antara lain:

a. Identifikasi dan inventarisasi aset daerah;

b. Memberi informasi mengenai status hukum harta daerah;

c. Penilaian harta kekayaan daerah baik yang berwujud maupun yang tidak

berwujud;

d. Analisis investasi dan set-up investasi/pembiayaan;

e. Pemberian jasa konsultasi manajemen aset daerah

Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Perencanaan

Sholeh dan Rochmansjah (2010) menyatakan bahwa sistem pengendalian

manajemen diawali dari perencanaan strategik (strategic planning). Perencanaan

strategik adalah proses penentuan program-program, aktivitas atau proyek, yang

akan dilaksanakan oleh suatu organisasi dan penentuan jumlah alokasi sumber

daya yang akan dibutuhkan. Perencanaan strategik merupakan proses yang

sistematik yang memiliki prosedur dan skedul jelas. Organisasi yang tidak

memiliki atau tidak melakukan perencanaan strategik akan mengalami masalah

dalam penganggaran, misalnya terjadinya beban kerja anggaran yang terlalu berat,

alokasi sumber daya yang tidak tepat sasaran, dan dilakukannya pilihan strategi

yang salah.

Gibson (1994) menyatakan fungsi perencanaan mencakup kegiatan

menentukan sasaran yang harus dicapai dan menetapkan alat yang sesuai untuk

mencapai sasaran yang telah ditentukan. Keharusan fungsi ini timbul dari sifat

organisasi sebagai badan yang mempunyai tujuan. Selanjutnya Stoner (1992)

mengatakan, bahwa rencana memberikan saran bagi organisasi dan menetapkan

prosedur-prosedur terbaik untuk mencapai sasaran tersebut, selain itu rencana

memungkinkan:

1. Organisasi dapat memperoleh serta mengikat sumber daya alam yang

diperlukan untuk mencapai tujuannya.

2. Anggota organisasi dapat melanjutkan kegiatan-kegiatan konsisten dengan

tujuan dan prosedur yang telah dipilih.

Universitas Sumatera Utara

3. Kemajuan kearah tujuan yang dapat dimonitor dan diukur, sehingga tindakan

perbaikan dapat diambil apabila kemajuan itu tidak memuaskan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 yang telah

mendapat penyempurnaan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008,

barang milik negara/daerah Perencanaan kebutuhan barang milik negara/daerah

disusun dalam rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/satuan

kerja perangkat daerah setelah memperhatikan ketersediaan barang milik

negara/daerah yang ada. Perencanaan kebutuhan barang milik negara/daerah

berpedoman pada standar barang, standar kebutuhan, dan standar harga.

BPPK (2011) menyatakan perencanaan adalah suatu kegiatan untuk

merumuskan rincian kebutuhan Barang Milik Negara/Daerah (BMN/D) untuk

menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang

berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang. Selanjutnya

menurut BPPK (2011) adapun tujuan perencanaan adalah :

1. Agar penggunaan anggaran efisien, efektif, hemat, tidak boros dan tepat

sasaran.

2. Mengantisipasi perkembangan organisasi dan perubahan kepegawaian yang

membutuhkan kesesuaian BMN/D yang dibutuhkan.

3. Adanya perubahan kondisi BMN/D yang disebabkan rusak ( berat atau

ringan), dihapuskan, dijual, kedaluwarsa, dan sebagainya sehingga

memerlukan penggantian.

Universitas Sumatera Utara

4. Kebutuhan BMN/D yang disesuaikan dengan jumlah dan keperluan

perorangan pegawai.

5. Mengamankan barang persediaan yang dibutuhkan baik untuk menunjang

pelaksanaan tugas pokok dan fungsi atau keperluan berjaga-jaga.

Subagya (1995) menyatakan untuk menghindarkan pemborosan perlu

diadakan pembatasan-pembatasan kebutuhan terhadap perlengkapan dan

peralatan. Kebutuhan harus ditentukan secara tepat terutama mengenai tipe dan

spesifikasinya. Disamping itu ditentukan pula sumber dan jumlah dari

perlengkapan dan peralatan yang akan dibeli, hal ini perlu dilakukan untuk

menentukan cara yang akan dilaksanakan dalam pembelian tersebut. Perencanaan

proses pengadaan/pembelian sejak dari awal sampai kepada barang diterima

ditempat harus telah disusun dan tergambar dengan jelas, baik tahap demi tahap

dari kegiatannya sendiri maupun jadwal waktu secara tepat.

2.1.3 Pelaksanaan

Menurut Sholeh dan Rochmansjah (2010) kekayaan milik daerah harus

dikelola secara optimal dengan memperhatikan prinsip efisiensi, efektivitas,

transparansi dan akuntabilitas. Untuk itu perlu ada unit pengelola kekayaan daerah

yang profesional agar tidak terjadi overlapping tugas dan wewenang dalam

pengelolaan kekayaan daerah. Pengamanan terhadap kekayaan daerah harus

dilakukan secara memadai baik pengamanan fisik maupun melalui sistem

pengendalian intern.

Universitas Sumatera Utara

Sholeh dan Rochmansjah (2010) menyatakan pelaksanaan pengelolaan

aset/barang milik daerah harus memenuhi prinsip akuntabilitas publik.

Akuntabilitas publik yang harus dipenuhi paling tidak meliputi :

1. Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for probity

and legality)

2. Akuntabilitas proses (process accountability)

3. Akuntabilitas kebijakan (policy accountability)

Akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan

jabatan (abuse of power) oleh pejabat dalam penggunaan dan pemanfaatan

kekayaan daerah, sedangkan akuntabilitas hukum terkait dengan jaminan adanya

kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang berlaku. Akuntabilitas hukum

juga dapat diartikan bahwa kekayaan daerah harus memiliki status hukum yang

jelas agar pihak tertentu tidak dapat menyalahgunakan atau mengklaim kekayaan

daerah tersebut.

Akuntabilitas proses terkait dengan dipatuhinya prosedur yang digunakan

dalam melaksanakan pengelolaan kekayaan daerah. Untuk itu perlu kecukupan

sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen dan prosedur

administrasi. Hal ini penting untuk mewujudkan akuntabilitas kebijakan

pengelolaan aset daerah baik secara vertikal maupun secara horisontal.

Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah

daerah terhadap DPRD dan masyarakat luas atas kebijakan-kebijakan

Universitas Sumatera Utara

perencanaan, pengadaan, pendistribusian penggunaan atau pemanfaatan kekayaan

daerah, pemeliharaan sampai pada penghapusan barang milik daerah.

Menurut Sholeh dan Rochmansjah (2010) agar pelaksanaan pengelolaan

aset daerah dapat dilakukan dengan baik dan benar sehingga dapat dicapai

efektivitas dan efisiensi pengelolaan aset daerah hendaknya berpegangan teguh

pada azas-azas sebagai berikut :

1. Azas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah

dibidang pengelolaan barang milik daerah yang dilaksanakan oleh kuasa

pengguna barang, pengguna barang, pengelola barang dan kepala daerah

sesuai fungsi, wewenang dan tanggung jawab masing-masing;

2. Azas kepastian hukum, yaitu pengelolaan barang milik daerah harus

dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan;

3. Azas transparansi, yaitu penyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah

harus transparan terhadap hak masyarakat dalam memperoleh informasi yang

benar;

4. Azas efisiensi, yaitu pengelolaan barang milik daerah diarahkan agar barang

milik daerah digunakan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang

diperlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi

pemerintahan secara optimal;

5. Azas akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan pengelolaan barang milik daerah

harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat;

Universitas Sumatera Utara

6. Azas kepastian nilai, yaitu pengelolaan barang milik daerah harus didukung

oleh adanya ketepatan jumlah dan nilai barang dalam rangka optimalisasi

pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah serta penyusunan

neraca Pemerintah Daerah.

Pelaksanaan merupakan seluruh rangkaian proses mulai dari pengadaan,

penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian,

penghapusan, pemindahtanganan, dan penatausahaan. Pengadaan adalah suatu

rangkaian kegiatan yang prosesnya dilaksanakan berdasarkan prinsip prinsip:

efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan

akuntabel. Proses kegiatan pengadaan didasari atas kebijakan dengan berbagai

aspek tujuan meliputi pemberdayaan masyarakat agar memberi peluang berusaha,

berarti memberi kesempatan bekerja khususnya pada usaha kecil dalam rangka

mengurangi pengangguran (BPPK, 2011).

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007

bahwa barang milik daerah ditetapkan status penggunaannya untuk

penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi SKPD dan dapat dioperasikan oleh pihak

lain dalam rangka mendukung pelayanan umum sesuai tugas pokok dan fungsi

SKPD yang bersangkutan. Status penggunaan barang milik daerah ditetapkan

dengan Keputusan Kepala Daerah. Pengguna dan/atau kuasa pengguna wajib

menyerahkan tanah dan/atau bangunan termasuk barang inventaris lainnya yang

tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi

pengguna dan/atau kuasa pengguna kepada Kepala Daerah melalui pengelola.

Universitas Sumatera Utara

BPPK (2011) menyatakan pemanfaatan adalah pendayagunaan barang

milik negara/daerah oleh pihak lain dalam berbagai bentuk antara lain dalam

bentuk ; sewa, pinjam pakai, kerja sama pemanfaatan, Bangun Guna Serah atau

Bangun Serah Guna, dan sejenisnya. Pemanfaatan Barang Milik Negara (BMN)/

Barang Milik Daerah (BMD) sebagaimana tersebut di atas sepanjang diyakini

bahwa BMN/BMD tersebut sudah tidak diperlukan lagi bagi penyelenggaraan

pemerintahan negara/daerah berdasarkan; pertimbangan/alasan yang dapat

dipertanggungjawabkan, dilaksanakan dengan pertimbangan untuk kepentingan

negara/daerah dan kepentingan umum, untuk menunjang penyelenggaraaan tugas

pokok dan fungsi oleh pengguna barang dengan persetujuan pengelola barang,

mengoptimalkan manfaat barang milik Negara/daerah dan mencegah penggunaan

BMN/D oleh pihak lain secara tidak sah.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 yang telah

mendapat penyempurnaan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008,

Pengelola barang, pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang wajib

melakukan pengamanan barang milik negara/daerah yang berada dalam

penguasaannya meliputi pengamanan administrasi, pengamanan fisik,

pengamanan hukum. Adapun pengamanan yang dapat dilakukan terhadap barang

milik negara/daerah adalah :

1. Barang milik negara/ daerah berupa tanah harus disertifikatkan atas nama

Pemerintah Republik Indonesia/ pemerintah daerah yang bersangkutan;

Universitas Sumatera Utara

2. Barang milik negara/daerah berupa bangunan harus dilengkapi dengan bukti

kepemilikan atas nama Pemerintah Republik Indonesia/ pemerintah daerah

yang bersangkutan;

3. Barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan harus dilengkapi dengan

bukti kepemilikan atas nama pengguna barang;

4. Barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan harus dilengkapi dengan

bukti kepemilikan atas nama pemerintah daerah yang bersangkutan.

Pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang bertanggung jawab atas

pemeliharaan barang milik negara/daerah yang ada di bawah penguasaannya.

Pemeliharaan berpedoman pada Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang (DKPB).

Biaya pemeliharaan barang milik negara/daerah dibebankan pada Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara/ Daerah.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Nomor 17 Tahun 2007, penilaian

barang milik daerah dilakukan dalam rangka penyusunan neraca pemerintah

daerah, pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang milik daerah. Penetapan nilai

barang milik daerah dalam rangka penyusunan neraca pemerintah daerah

dilakukan dengan berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintah (SAP).

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 menyatakan

bahwa penghapusan barang milik daerah meliputi penghapusan dari daftar barang

pengguna dan/atau kuasa pengguna dan penghapusan dari daftar barang milik

daerah. Penghapusan barang milik daerah dilakukan dalam hal barang milik

daerah dimaksud sudah tidak berada dalam penguasaan pengguna dan/atau kuasa

Universitas Sumatera Utara

pengguna dan sudah beralih kepemilikannya, terjadi pemusnahan atau karena

sebab-sebab lain.

Penghapusan dilaksanakan dengan keputusan pengelola atas nama Kepala

Daerah untuk barang milik daerah dimaksud sudah tidak berada dalam

penguasaan pengguna dan/atau kuasa pengguna dan dengan Keputusan Kepala

Daerah untuk barang milik daerah yang sudah beralih kepemilikannya, terjadi

pemusnahan atau karena sebab-sebab lain.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007

barang milik daerah yang dihapus dan masih mempunyai nilai ekonomis, dapat

dilakukan melalui pelelangan umum/pelelangan terbatas; dan/atau disumbangkan

atau dihibahkan kepada pihak lain. Bentuk-bentuk pemindahtanganan sebagai

tindak lanjut atas penghapusan barang milik daerah meliputi penjualan, tukar

menukar, hibah, dan penyertaan modal pemerintah daerah.

Pada kegiatan penatausahaan meliputi pembukuan, inventarisasi dan

pelaporan.

1. Pembukuan yaitu Kuasa pengguna barang/pengguna barang harus melakukan

pendaftaran dan pencatatan barang milik Negara/daerah ke dalam Daftar

Barang Kuasa Pengguna (DBKP)/Daftar Barang Pengguna (DBP) menurut

penggolongan dan kodefikasi barang. Pengelola barang harus melakukan

pendaftaran dan pencatatan barang milik Negara/daerah berupa tanah dan/atau

bangunan dalam Daftar Barang Milik Negara/Daerah (DBMN/D) menurut

penggolongan barang dan kodefikasi barang.

Universitas Sumatera Utara

2. Inventarisasi yaitu pengguna barang melakukan inventarisasi barang milik

negara/daerah sekurang-kurangnya sekali dalam lima tahun. Terhadap barang

milik Negara/daerah yang berupa persediaan dan konstruksi dalam pengerjaan,

pengguna barang melakukan inventarisasi setiap tahun. Pengguna barang

menyampaikan laporan hasil inventarisasi pengelola barang selambat-

lambatnya tiga bulan setelah selesainya inventarisasi.

3. Pelaporan yaitu kuasa pengguna barang harus menyusun Laporan Barang

Kuasa Pengguna Semesteran (LBKPS) dan Laporan Barang Kuasa Pengguna

Tahunan (LBKPT) untuk disampaikan kepada pengguna barang. Pengguna

barang harus menyusun Laporan Barang Pengguna Semesteran (LBPS) dan

Laporan Barang Pengguna Tahunan (LBPT) untuk disampaikan kepada

pengelola barang.

Pengelola barang harus menyusun Laporan Barang Milik Negara/Daerah

(LBMN/D) berupa tanah dan/atau bangunan semesteran dan tahunan. Pengelola

barang harus menghimpun Laporan Barang Pengguna Semesteran (LBPS) dan

Laporan Barang Pengguna Tahunan (LBPT). Laporan Barang Milik

Negara/Daerah (LBMN/D) digunakan sebagai dasar untuk menyusun neraca

pemerintah pusat/daerah.

Universitas Sumatera Utara

2.1.4 Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian

Menurut Sholeh dan Rochmansjah (2010), untuk menjamin kelancaran

penyelenggaraan dan menjamin tertib administrasi pengelolaan barang milik

daerah secara efisien dan efektif maka diperlukan fungsi berikut ini:

1. Pembinaan, yaitu usaha atau kegiatan melalui pemberian pedoman,

bimbingan, pelatihan, dan supervisi.

2. Pengawasan, yaitu usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai

kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas dan/atau kegiatan

dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Pengendalian, yaitu usaha atau kegiatan untuk menjamin dan mengarahkan

agar pekerjaan yang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah

ditetapkan.

BPPK (2011) menyatakan pembinaan adalah usaha atau tindakan yang

dilakukan secara efektif, dan efisien, serta dalam perspektif jangka panjang, baik

bersifat perubahan maupun penyempurnaan, agar pengelolaan BMN/D pada

keseluruhan siklus atau tahapan kegiatan dapat dilaksanakan dengan tertib dan

mencapai hasil yang lebih baik, terutama dalam memberikan daya dukung yang

tinggi terhadap kelancaran pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, serta keberhasilan

pencapaian tujuan organisasi. Usaha atau tindakan dalam kegiatan pembinaan

yang dilakukan oleh pimpinan pada berbagai tingkatan secara konkrit

dapat dilakukan dalam berbagai bentuk seperti pemberian pedoman, bimbingan,

motivasi, supervisi, konsultasi, pendidikan dan pelatihan (BPPK, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Pengawasan adalah proses kegiatan pimpinan untuk memastikan dan

menjamin bahwa tujuan dan tugas-tugas organisasi akan dan telah terlaksana

dengan baik sesuai dengan kebijaksanaan, instruksi, rencana dan ketentuan-

ketentuan yang telah ditetapkan dan yang berlaku (BPPK, 2011). Sikki (1999)

menyatakan pengawasan terhadap pengadaan dan pemeliharaan barang meliputi

segi perencanaan (penentuan kebutuhan barang dan penanganannya), standarisasi

dan normalisasi barang, prosedur pengadaan barang dan jasa, tugas-tugas

kepanitiaan serta kelengkapan dokumen yang diperlukan dalam pembayaran harga

barang/pekerjaan dengan mempedomani ketentuan yang berlaku.

Menurut Sikki (1999) pengawasan sebagai salah satu fungsi manajemen

mutlak diperlukan dalam pengelolaan administrasi barang, karena dengan

pengawasan akan sangat menentukan apakah terjadi kemajuan untuk tercapainya

suatu tujuan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Setiap kesenjangan yang

terjadi antara rencana dan pelaksanaan (pengurusan barang) pada bagian-bagian

tertentu dari keseluruhan organisasi akan lebih mudah dipecahkan apabila

diketahui secara dini dari pada menunggu setelah terjadi sesuatu masalah yang

serius. Baiknya penerapan teknik pengawasan akan memberikan informasi yang

cepat yang selanjutnya dapat diambil langkah-langkah perbaikan agar tidak

menyimpang dari rencana.

Untuk mengukur dan menilai prestasi yang dicapai diperlukan alat

pembanding yaitu:

Universitas Sumatera Utara

1. Standarisasi harga dan barang yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang,

sebagai pedoman dalam penyusunan rencana kegiatan.

2. Setiap unit kerja atau bagian dalam organisasi apakah memuat/menyusun

perencanaan kebutuhan barang dengan memperhatikan aktivitas-aktivitas yang

akan dilakukan serta dapat terlaksana secara teratur dan dengan tujuan tertentu,

menghilangkan pekerjaan yang tidak produktif, dapat menjadi alat pengukur

hasil-hasil yang dicapai dan memberikan suatu landasan pokok untuk fungsi-

fungsi lainnya terutama fungsi pengawasan. Rencana kerja yang dibuat oleh

setiap unit harus dilegalisasi pimpinan organisasi agar mempunyai dasar

hukum pelaksanaannya.

3. Dokumen pelaksanaan pengadaan barang/jasa seperti kwitansi tagihan, faktur,

surat pesanan, perjanjian, berita acara pemeriksaan dan penerimaan barang.

4. Laporan-laporan tertulis dari hasil pengawasan intern dan pengawasan ekstern.

5. Peraturan-peraturan, keputusan, instruksi yang ditetapkan pimpinan organisasi.

Sholeh dan Rochmansjah (2010) menyatakan pengawasan yang ketat perlu

dilakukan sejak tahap perencanaan hingga pengawasan aset. Dalam hal ini peran

serta masyarakat dan DPRD serta auditor internal sangat penting. Keterlibatan

auditor internal dalam proses pengawasan ini sangat penting untuk menilai

konsistensi antara praktik yang dilakukan oleh pemerintah daerah dengan standar

yang berlaku. Selain itu, auditor internal juga penting keterlibatannya untuk

menilai kebijakan akuntansi yang diterapkan menyangkut pengakuan aset,

pengukurannya dan penilaiannya. Pengawasan diperlukan untuk menghindari

Universitas Sumatera Utara

penyimpangan dalam setiap fungsi pengelolaan/manajemen aset daerah. Sistem

dan teknik pengawasan perlu ditingkatkan agar masyarakat tidak mudah dikelabui

oleh oknum-oknum yang hendak menyalahgunakan kekayaan milik daerah.

Karakteristik pengawasan adalah sebagai berikut: (1) berorientasi kepada

perbaikan; (2) penemuan fakta-fakta atas setiap permasalahan; (3) bersifat

preventif; (4) pengawasan adalah sarana dan bukan tujuan; (5) pendekatan pada

masa sekarang (aktual); (6) efisiensi pelaksanaan kegiatan pengawasan; (7) tindak

lanjut hasil pengawasan; (8) dan bersifat pembinaan. Dalam hal ini pengawasan

lebih bersifat koordinatif, partisipatif, dan konsultatif guna memberikan solusi

atas masalah dan hambatan yang dihadapi auditan dalam mencapai tujuan,

(BPPK, 2011).

Menurut BPPK (2011), pengendalian intern secara luas merupakan suatu

proses yang dipengaruhi dan melibatkan tidak hanya pada tingkat pimpinan

tertinggi tetapi seluruh sumber daya manusia dalam organisasi bersangkutan.

Pengendalian intern tersebut dirancang untuk memberikan jaminan yang memadai

dalam rangka pencapaian tujuan yang ditetapkan. Jaminan yang diberikan tidak

bersifat mutlak satu dan lain hal terutama adanya unsur ketidakpastian dimasa

datang yang tidak jarang sulit diprediksi.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem

Pengendalian Intern Pemerintah menyatakan sistem pengendalian intern adalah

proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus

menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan

Universitas Sumatera Utara

memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan

efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan

terhadap peraturan perundang-undangan.

Agar pengelolaan barang milik daerah dapat berjalan dengan tertib dan

optimal maka tahapan perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pengawasan dan

pengendalian perlu dilakukan dalam satu kesatuan sistem. Perencanaan yang tepat

bertujuan agar penggunaan anggaran dalam hal pengelolaan barang milik daerah

dilakukan secara efisien, efektif dan ekonomis. Pelaksanaan secara efisien dan

efektif bertujuan agar pengelolaan barang milik daerah dilakukan secara baik dan

benar yaitu profesional, transparan dan akuntabel sehingga barang milik daerah

tersebut memberikan manfaat baik itu untuk jalannya roda pemerintahan maupun

untuk kesejahteraan masyarakat. Adanya pembinaan, pengawasan dan

pengendalian diperlukan untuk menghindari penyimpangan dari peraturan yang

berlaku dalam setiap tahapan pengelolaan barang milik daerah.

2.2 Review Peneliti Terdahulu (Theoretical Mapping)

Beberapa penelitian terdahulu dapat ditunjukkan sebagai berikut:

1. Penelitian Oktaviana (2010) yang berjudul Pengelolaan Aset Daerah

Berkaitan Opini Disclaimer BPK di Kabupaten Tojo Una Una di Sulawesi

Tengah Tahun 2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel bebas

secara sendiri-sendiri/parsial hanya akan memberikan pengaruh yang kecil

terhadap variabel terikatnya, namun secara bersama-sama/serentak akan

Universitas Sumatera Utara

memberikan pengaruh yang sangat besar. Hal ini menunjukkan bahwa

perencanaan, penatausahaan, peningkatan produktivitas serta pembinaan,

pengawasan dan pengendalian merupakan unsur yang saling terikat satu sama

lain yang harus dilakukan dan diterapkan dalam satu kesatuan sistem dalam

rangka mendukung pengelolaan aset (tanah dan bangunan) Pemerintah

Kabupaten Tojo Una Una. Tahapan pengelolaan aset daerah Pemerintah

Kabupaten Tojo Una Una sudah sebagian dilaksanakan namun masih belum

sesuai dengan PP Nomor 6 Tahun 2006 sehingga menjadikan nilai aset yang

terdapat pada neraca daerah tidak dapat diandalkan, akibatnya laporan

keuangan Pemerintah Kabupaten Tojo Una Una Tahun 2007 memperoleh

opini disclaimer.

2. Sikki (1999) yang berjudul Pengaruh Pengawasan Terhadap Pelaksanaan

Pengelolaan Barang pada Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta,

penelitian ini memperoleh hasil bahwa pengawasan dengan indikator: (a)

program kerja pengawasan, (b) obyektifitas pengawasan, (c) profesionalisme

pengawasan dan (d) rutinitas pengawasan, memiliki pengaruh terhadap

pelaksanaan pengelolaan barang ditinjau dari indikator: (a) perencanaan

kebutuhan, (b) pengadaan, (c) penyimpanan dan distribusi, (d) pemeliharaan,

inventarisasi dan (f) penghapusan barang.

3. Primastuti (2008) penelitiannya berjudul Penilaian Terhadap Pelaksanaan

Sistem Pengendalian Intern dalam Pengelolaan Asset Tetap pada Pemerintah

Kota Depok, penelitian ini memperoleh hasil bahwa Pelaksanaan sistem

Universitas Sumatera Utara

pengendalian intern dalam pengelolaan asset tetap pada Pemerintah Kota

Depok belum efektif.

Adapun review peneliti terdahulu yang relevan dengan penelitian ini

adalah sebagai berikut.

Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu

Nama/tahun penelitian Topik Variabel yang

digunakan Hasil yang diperoleh

Oktaviana / 2010 Pengelolaan Aset Daerah Berkaitan Opini Disclaimer BPK di Kabupaten Tojo Una Una di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2007

- Perencanaan (X1

- Penatausahaan (X

)

2- Peningkatan

produktivitas (X

)

3- Pembinaan,

pengawasan dan pengendalian (X

)

4- Pengelolaan

Aset Daerah (Y)

)

Variabel bebas secara sendiri-sendiri/parsial hanya akan memberikan pengaruh yang kecil terhadap variabel terikatnya, namun secara bersama-sama/serentak akan memberikan pengaruh yang sangat besar. Hal ini menunjukkan bahwa perencanaan, penatausahaan, peningkatan produktivitas serta pembinaan, pengawasan dan pengendalian merupakan unsur yang saling terikat satu sama lain yang harus dilakukan dan diterapkan dalam satu kesatuan sistem dalam rangka mendukung pengelolaan aset (tanah dan bangunan) Pemerintah Kabupaten Tojo Una Una

Sikki /1999

Pengaruh Pengawasan Terhadap Pelaksanaan Pengelolaan Barang Pada Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta

- Pengawasan (X) - Pengelolaan

Barang (Y)

Pengawasan dengan indikator : a) program kerja pengawasan, b) obyektifitas pengawasan, c) profesionalisme pengawasan, d) rutinitas pengawasan,

memiliki pengaruh terhadap pelaksanaan pengelolaan barang ditinjau dari indikator :

a) perencanaan kebutuhan, b) pengadaan, c) penyimpanan dan distribusi, d) pemeliharaan, inventarisasi

dan f) penghapusan barang.

Primastuti / 2008 Penilaian Terhadap Pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern dalam Pengelolaan Asset Tetap pada Pemerintah Kota Depok

- Sistem Pengendalian Intern (X)

- Pengelolaan Asset Tetap (Y)

Pelaksanaan sistem pengendalian intern dalam pengelolaan aset tetap pada Pemerintah Kota Depok belum efektif.

Universitas Sumatera Utara