Upload
siswoyo-hari-s
View
13
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengelolaan Barang Milik Daerah
Pernyataan Standar Akuntasi Pemerintahan (PSAP) Nomor 7 tentang
Akuntansi Aset tetap, menyatakan bahwa aset adalah sumber daya ekonomi yang
dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu
dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat
diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam
satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk
penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber sumber daya yang dipelihara
karena alasan sejarah dan budaya. Aset tetap adalah aset berwujud yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam
kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang telah mendapat penyempurnaan
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008, serta Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan
Barang Milik Daerah dijelaskan bahwa yang disebut sebagai barang milik daerah
sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Barang milik Daerah meliputi: a. barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD; dan b. barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah;
2. Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis; b. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak; c. barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang; atau d. barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang telah mendapat penyempurnaan
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008, maka pengelolaan barang
milik daerah meliputi :
1. perencanaan kebutuhan dan penganggaran; 2. pengadaan; 3. penggunaan; 4. pemanfaatan; 5. pengamanan dan pemeliharaan; 6. penilaian; 7. penghapusan; 8. pemindahtanganan; 9. penatausahaan; 10. pembinaan, pengawasan dan pengendalian. Menurut Sholeh dan Rochmansjah (2010) secara sederhana pengelolaan
aset/barang milik daerah meliputi: (1) adanya perencanaan yang tepat,
(2) pelaksanaan secara efisien dan efektif dan (3) pengawasan (monitoring).
Universitas Sumatera Utara
Istilah pengelolaan erat kaitannya dengan manajemen, menurut
Burhanudin (2009) manajemen merupakan bentuk terjemahan dari kata
management yang berasal dari bahasa Inggris yang artinya kalau dilihat dalam
kamus bahasa Inggris artinya adalah pengelolaan. George R.Terry dalam
Burhanudin (2009) menyatakan bahwa manajemen meliputi: (1) Planning atau
perencanaan, (2) Organizing atau pengorganisasian, (3) Actuating atau
pelaksanaan/penggerakkan dan (4) Controlling atau pengendalian.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007,
pengelolaan barang milik daerah dilakukan oleh pejabat pengelola barang milik
daerah yang terdiri dari: (1) Kepala Daerah selaku pemegang kekuasaan
pengelolaan barang milik daerah; (2) Sekretaris Daerah selaku pengelola barang;
(3) Kepala Biro/Bagian Perlengkapan/Umum/Unit pengelola barang milik daerah
selaku pembantu pengelola; (4) Kepala SKPD selaku pengguna; (5) Kepala Unit
Pelaksana Teknis Daerah selaku kuasa pengguna; (6) Penyimpan barang milik
daerah; dan (7) Pengurus barang milik daerah.
Adapun wewenang dan tanggung jawab dari masing-masing pejabat
pengelola barang milik daerah berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 17 Tahun 2007 adalah sebagai berikut:
1. Kepala Daerah sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah, mempunyai wewenang : a. menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah; b. menetapkan penggunaan, pemanfaatan atau pemindahtanganan tanah dan
bangunan; c. menetapkan kebijakan pengamanan barang milik daerah;
Universitas Sumatera Utara
d. mengajukan usul pemindahtanganan barang milik daerah yang memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
e. menyetujui usul pemindahtanganan dan penghapusan barang milik Daerah sesuai batas kewenangannya; dan
f. menyetujui usul pemanfaatan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan.
2. Sekretaris Daerah selaku pengelola, berwenang dan bertanggung jawab: a. menetapkan pejabat yang mengurus dan menyimpan barang milik daerah; b. meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan barang milik daerah; c. meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan pemeliharaan/perawatan
barang milik daerah; d. mengatur pelaksanaan pemanfaatan, penghapusan dan pemindahtanganan
barang milik daerah yang telah disetujui oleh Kepala Daerah; e. melakukan koordinasi dalam pelaksanaan inventarisasi barang milik
daerah; dan f. melakukan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan barang milik
daerah. 3. Kepala Biro/Bagian Perlengkapan/Umum/Unit pengelola barang milik daerah
bertanggungjawab mengkoordinir penyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah yang ada pada masing-masing SKPD;
4. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku pengguna barang milik daerah, berwenang dan bertanggung jawab: a. mengajukan rencana kebutuhan barang milik daerah bagi satuan kerja
perangkat daerah yang dipimpinnya kepada Kepala Daerah melalui pengelola;
b. mengajukan permohonan penetapan status untuk penguasaan dan penggunaan barang milik daerah yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya yang sah kepada Kepala Daerah melalui pengelola;
c. melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya;
d. menggunakan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
e. mengamankan dan memelihara barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya;
f. mengajukan usul pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak memerlukan persetujuan Dewan
Universitas Sumatera Utara
Perwakilan Rakyat Daerah dan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan kepada Kepala Daerah melalui pengelola;
g. menyerahkan tanah dan bangunan yang tidak dimanfaatkan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya kepada Kepala Daerah melalui pengelola;
h. melakukan pengawasan dan pengendalian atas penggunaan barang milik daerah yang ada dalam penguasaannya; dan
i. menyusun dan menyampaikan Laporan Barang Pengguna Semesteran (LBPS) dan Laporan Barang Pengguna Tahunan (LBPT) yang berada dalam penguasaannya kepada pengelola.
5. Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah selaku kuasa pengguna barang milik daerah, berwenang dan bertanggung jawab: a. mengajukan rencana kebutuhan barang milik daerah bagi unit kerja yang
dipimpinnya kepada Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bersangkutan;
b. melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya;
c. menggunakan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi unit kerja yang dipimpinnya;
d. mengamankan dan memelihara barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya;
e. melakukan pengawasan dan pengendalian atas penggunaan barang milik daerah yang ada dalam penguasaannya; dan
f. menyusun dan menyampaikan Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran (LBKPS) dan Laporan Barang Kuasa Pengguna Tahunan (LBKPT) yang berada dalam penguasaannya kepada kepala satuan kerja perangkat daerah yang bersangkutan.
6. Penyimpan barang bertugas menerima, menyimpan dan menyalurkan barang yang berada pada pengguna/kuasa pengguna; dan
7. Pengurus barang bertugas mengurus barang milik daerah dalam pemakaian pada masing-masing pengguna/kuasa pengguna.
Menurut Sholeh dan Rochmansjah (2010) sasaran strategis yang harus
dicapai dalam kebijakan pengelolaan aset/barang milik daerah antara lain:
Universitas Sumatera Utara
1. Terwujudnya ketertiban administrasi mengenai kekayaan daerah;
2. Terciptanya efisiensi dan efektivitas penggunaan aset daerah;
3. Pengamanan aset daerah;
4. Tersedianya data/informasi yang akurat mengenai jumlah kekayaan daerah.
Strategi optimalisasi pengelolaan barang milik daerah meliputi :
1. Identifikasi dan inventarisasi nilai dan potensi aset daerah.
Pemerintah daerah perlu mengetahui jumlah dan nilai kekayaan daerah yang
dimiliknya, baik yang saat ini dikuasai maupun yang masih berupa potensi
yang belum dikuasai atau dimanfaatkan. Untuk itu pemerintah daerah perlu
melakukan identifikasi dan inventarisasi nilai dan potensi aset daerah.
Kegiatan identifikasi dan inventarisasi dimaksudkan untuk memperoleh
informasi yang akurat, lengkap dan mutakhir mengenai kekayaan daerah yang
dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah daerah. Identifikasi dan inventarisasi
aset daerah tersebut penting untuk pembuatan Neraca Kekayaan Daerah yang
akan dilaporkan kepada masyarakat. Untuk dapat melakukan identifikasi dan
inventarisasi aset daerah secara lebih objektif dan dapat diandalkan,
pemerintah daerah perlu memanfaatkan profesi auditor atau jasa penilai yang
independen.
2. Adanya sistem informasi manajemen aset daerah.
Untuk mendukung pengelolaan aset daerah secara efisien dan efektif serta
menciptakan transparansi kebijakan pengelolaan aset daerah, maka
pemerintah daerah perlu memiliki atau mengembangkan sistem informasi
Universitas Sumatera Utara
manajemen yang komprehensif dan handal sebagai alat untuk pengambilan
keputusan. Sistem informasi manajemen aset daerah juga berisi data base aset
yang dimiliki daerah. Sistem tersebut bermanfaat untuk menghasil laporan
pertanggungjawaban. Selain itu, sistem informasi tersebut juga bermanfaat
untuk dasar pengambilan keputusan mengenai kebutuhan pengadaan barang
dan estimasi kebutuhan belanja (modal) dalam penyusunan APBD.
3. Pengawasan dan pengendalian pemanfaatan aset.
Pemanfaatan aset daerah harus diawasi dan dikendalikan secara ketat agar
tidak terjadi salah urus (miss management), kehilangan dan tidak
termanfaatkan. Untuk meningkatkan fungsi pengawasan tersebut, peran
auditor internal sangat penting.
4. Melibatkan berbagai profesi atau keahlian yang terkait seperti auditor internal
dan appraisal (penilai).
Pertambahan aset daerah dari tahun ke tahun perlu didata dan dinilai oleh
penilai yang independen. Peran profesi penilai secara efektif dalam
pengelolaan aset daerah antara lain:
a. Identifikasi dan inventarisasi aset daerah;
b. Memberi informasi mengenai status hukum harta daerah;
c. Penilaian harta kekayaan daerah baik yang berwujud maupun yang tidak
berwujud;
d. Analisis investasi dan set-up investasi/pembiayaan;
e. Pemberian jasa konsultasi manajemen aset daerah
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Perencanaan
Sholeh dan Rochmansjah (2010) menyatakan bahwa sistem pengendalian
manajemen diawali dari perencanaan strategik (strategic planning). Perencanaan
strategik adalah proses penentuan program-program, aktivitas atau proyek, yang
akan dilaksanakan oleh suatu organisasi dan penentuan jumlah alokasi sumber
daya yang akan dibutuhkan. Perencanaan strategik merupakan proses yang
sistematik yang memiliki prosedur dan skedul jelas. Organisasi yang tidak
memiliki atau tidak melakukan perencanaan strategik akan mengalami masalah
dalam penganggaran, misalnya terjadinya beban kerja anggaran yang terlalu berat,
alokasi sumber daya yang tidak tepat sasaran, dan dilakukannya pilihan strategi
yang salah.
Gibson (1994) menyatakan fungsi perencanaan mencakup kegiatan
menentukan sasaran yang harus dicapai dan menetapkan alat yang sesuai untuk
mencapai sasaran yang telah ditentukan. Keharusan fungsi ini timbul dari sifat
organisasi sebagai badan yang mempunyai tujuan. Selanjutnya Stoner (1992)
mengatakan, bahwa rencana memberikan saran bagi organisasi dan menetapkan
prosedur-prosedur terbaik untuk mencapai sasaran tersebut, selain itu rencana
memungkinkan:
1. Organisasi dapat memperoleh serta mengikat sumber daya alam yang
diperlukan untuk mencapai tujuannya.
2. Anggota organisasi dapat melanjutkan kegiatan-kegiatan konsisten dengan
tujuan dan prosedur yang telah dipilih.
Universitas Sumatera Utara
3. Kemajuan kearah tujuan yang dapat dimonitor dan diukur, sehingga tindakan
perbaikan dapat diambil apabila kemajuan itu tidak memuaskan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 yang telah
mendapat penyempurnaan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008,
barang milik negara/daerah Perencanaan kebutuhan barang milik negara/daerah
disusun dalam rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/satuan
kerja perangkat daerah setelah memperhatikan ketersediaan barang milik
negara/daerah yang ada. Perencanaan kebutuhan barang milik negara/daerah
berpedoman pada standar barang, standar kebutuhan, dan standar harga.
BPPK (2011) menyatakan perencanaan adalah suatu kegiatan untuk
merumuskan rincian kebutuhan Barang Milik Negara/Daerah (BMN/D) untuk
menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang
berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang. Selanjutnya
menurut BPPK (2011) adapun tujuan perencanaan adalah :
1. Agar penggunaan anggaran efisien, efektif, hemat, tidak boros dan tepat
sasaran.
2. Mengantisipasi perkembangan organisasi dan perubahan kepegawaian yang
membutuhkan kesesuaian BMN/D yang dibutuhkan.
3. Adanya perubahan kondisi BMN/D yang disebabkan rusak ( berat atau
ringan), dihapuskan, dijual, kedaluwarsa, dan sebagainya sehingga
memerlukan penggantian.
Universitas Sumatera Utara
4. Kebutuhan BMN/D yang disesuaikan dengan jumlah dan keperluan
perorangan pegawai.
5. Mengamankan barang persediaan yang dibutuhkan baik untuk menunjang
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi atau keperluan berjaga-jaga.
Subagya (1995) menyatakan untuk menghindarkan pemborosan perlu
diadakan pembatasan-pembatasan kebutuhan terhadap perlengkapan dan
peralatan. Kebutuhan harus ditentukan secara tepat terutama mengenai tipe dan
spesifikasinya. Disamping itu ditentukan pula sumber dan jumlah dari
perlengkapan dan peralatan yang akan dibeli, hal ini perlu dilakukan untuk
menentukan cara yang akan dilaksanakan dalam pembelian tersebut. Perencanaan
proses pengadaan/pembelian sejak dari awal sampai kepada barang diterima
ditempat harus telah disusun dan tergambar dengan jelas, baik tahap demi tahap
dari kegiatannya sendiri maupun jadwal waktu secara tepat.
2.1.3 Pelaksanaan
Menurut Sholeh dan Rochmansjah (2010) kekayaan milik daerah harus
dikelola secara optimal dengan memperhatikan prinsip efisiensi, efektivitas,
transparansi dan akuntabilitas. Untuk itu perlu ada unit pengelola kekayaan daerah
yang profesional agar tidak terjadi overlapping tugas dan wewenang dalam
pengelolaan kekayaan daerah. Pengamanan terhadap kekayaan daerah harus
dilakukan secara memadai baik pengamanan fisik maupun melalui sistem
pengendalian intern.
Universitas Sumatera Utara
Sholeh dan Rochmansjah (2010) menyatakan pelaksanaan pengelolaan
aset/barang milik daerah harus memenuhi prinsip akuntabilitas publik.
Akuntabilitas publik yang harus dipenuhi paling tidak meliputi :
1. Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for probity
and legality)
2. Akuntabilitas proses (process accountability)
3. Akuntabilitas kebijakan (policy accountability)
Akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan
jabatan (abuse of power) oleh pejabat dalam penggunaan dan pemanfaatan
kekayaan daerah, sedangkan akuntabilitas hukum terkait dengan jaminan adanya
kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang berlaku. Akuntabilitas hukum
juga dapat diartikan bahwa kekayaan daerah harus memiliki status hukum yang
jelas agar pihak tertentu tidak dapat menyalahgunakan atau mengklaim kekayaan
daerah tersebut.
Akuntabilitas proses terkait dengan dipatuhinya prosedur yang digunakan
dalam melaksanakan pengelolaan kekayaan daerah. Untuk itu perlu kecukupan
sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen dan prosedur
administrasi. Hal ini penting untuk mewujudkan akuntabilitas kebijakan
pengelolaan aset daerah baik secara vertikal maupun secara horisontal.
Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah
daerah terhadap DPRD dan masyarakat luas atas kebijakan-kebijakan
Universitas Sumatera Utara
perencanaan, pengadaan, pendistribusian penggunaan atau pemanfaatan kekayaan
daerah, pemeliharaan sampai pada penghapusan barang milik daerah.
Menurut Sholeh dan Rochmansjah (2010) agar pelaksanaan pengelolaan
aset daerah dapat dilakukan dengan baik dan benar sehingga dapat dicapai
efektivitas dan efisiensi pengelolaan aset daerah hendaknya berpegangan teguh
pada azas-azas sebagai berikut :
1. Azas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah
dibidang pengelolaan barang milik daerah yang dilaksanakan oleh kuasa
pengguna barang, pengguna barang, pengelola barang dan kepala daerah
sesuai fungsi, wewenang dan tanggung jawab masing-masing;
2. Azas kepastian hukum, yaitu pengelolaan barang milik daerah harus
dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan;
3. Azas transparansi, yaitu penyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah
harus transparan terhadap hak masyarakat dalam memperoleh informasi yang
benar;
4. Azas efisiensi, yaitu pengelolaan barang milik daerah diarahkan agar barang
milik daerah digunakan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang
diperlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi
pemerintahan secara optimal;
5. Azas akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan pengelolaan barang milik daerah
harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat;
Universitas Sumatera Utara
6. Azas kepastian nilai, yaitu pengelolaan barang milik daerah harus didukung
oleh adanya ketepatan jumlah dan nilai barang dalam rangka optimalisasi
pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah serta penyusunan
neraca Pemerintah Daerah.
Pelaksanaan merupakan seluruh rangkaian proses mulai dari pengadaan,
penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian,
penghapusan, pemindahtanganan, dan penatausahaan. Pengadaan adalah suatu
rangkaian kegiatan yang prosesnya dilaksanakan berdasarkan prinsip prinsip:
efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan
akuntabel. Proses kegiatan pengadaan didasari atas kebijakan dengan berbagai
aspek tujuan meliputi pemberdayaan masyarakat agar memberi peluang berusaha,
berarti memberi kesempatan bekerja khususnya pada usaha kecil dalam rangka
mengurangi pengangguran (BPPK, 2011).
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007
bahwa barang milik daerah ditetapkan status penggunaannya untuk
penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi SKPD dan dapat dioperasikan oleh pihak
lain dalam rangka mendukung pelayanan umum sesuai tugas pokok dan fungsi
SKPD yang bersangkutan. Status penggunaan barang milik daerah ditetapkan
dengan Keputusan Kepala Daerah. Pengguna dan/atau kuasa pengguna wajib
menyerahkan tanah dan/atau bangunan termasuk barang inventaris lainnya yang
tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi
pengguna dan/atau kuasa pengguna kepada Kepala Daerah melalui pengelola.
Universitas Sumatera Utara
BPPK (2011) menyatakan pemanfaatan adalah pendayagunaan barang
milik negara/daerah oleh pihak lain dalam berbagai bentuk antara lain dalam
bentuk ; sewa, pinjam pakai, kerja sama pemanfaatan, Bangun Guna Serah atau
Bangun Serah Guna, dan sejenisnya. Pemanfaatan Barang Milik Negara (BMN)/
Barang Milik Daerah (BMD) sebagaimana tersebut di atas sepanjang diyakini
bahwa BMN/BMD tersebut sudah tidak diperlukan lagi bagi penyelenggaraan
pemerintahan negara/daerah berdasarkan; pertimbangan/alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan, dilaksanakan dengan pertimbangan untuk kepentingan
negara/daerah dan kepentingan umum, untuk menunjang penyelenggaraaan tugas
pokok dan fungsi oleh pengguna barang dengan persetujuan pengelola barang,
mengoptimalkan manfaat barang milik Negara/daerah dan mencegah penggunaan
BMN/D oleh pihak lain secara tidak sah.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 yang telah
mendapat penyempurnaan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008,
Pengelola barang, pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang wajib
melakukan pengamanan barang milik negara/daerah yang berada dalam
penguasaannya meliputi pengamanan administrasi, pengamanan fisik,
pengamanan hukum. Adapun pengamanan yang dapat dilakukan terhadap barang
milik negara/daerah adalah :
1. Barang milik negara/ daerah berupa tanah harus disertifikatkan atas nama
Pemerintah Republik Indonesia/ pemerintah daerah yang bersangkutan;
Universitas Sumatera Utara
2. Barang milik negara/daerah berupa bangunan harus dilengkapi dengan bukti
kepemilikan atas nama Pemerintah Republik Indonesia/ pemerintah daerah
yang bersangkutan;
3. Barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan harus dilengkapi dengan
bukti kepemilikan atas nama pengguna barang;
4. Barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan harus dilengkapi dengan
bukti kepemilikan atas nama pemerintah daerah yang bersangkutan.
Pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang bertanggung jawab atas
pemeliharaan barang milik negara/daerah yang ada di bawah penguasaannya.
Pemeliharaan berpedoman pada Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang (DKPB).
Biaya pemeliharaan barang milik negara/daerah dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara/ Daerah.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Nomor 17 Tahun 2007, penilaian
barang milik daerah dilakukan dalam rangka penyusunan neraca pemerintah
daerah, pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang milik daerah. Penetapan nilai
barang milik daerah dalam rangka penyusunan neraca pemerintah daerah
dilakukan dengan berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintah (SAP).
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 menyatakan
bahwa penghapusan barang milik daerah meliputi penghapusan dari daftar barang
pengguna dan/atau kuasa pengguna dan penghapusan dari daftar barang milik
daerah. Penghapusan barang milik daerah dilakukan dalam hal barang milik
daerah dimaksud sudah tidak berada dalam penguasaan pengguna dan/atau kuasa
Universitas Sumatera Utara
pengguna dan sudah beralih kepemilikannya, terjadi pemusnahan atau karena
sebab-sebab lain.
Penghapusan dilaksanakan dengan keputusan pengelola atas nama Kepala
Daerah untuk barang milik daerah dimaksud sudah tidak berada dalam
penguasaan pengguna dan/atau kuasa pengguna dan dengan Keputusan Kepala
Daerah untuk barang milik daerah yang sudah beralih kepemilikannya, terjadi
pemusnahan atau karena sebab-sebab lain.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007
barang milik daerah yang dihapus dan masih mempunyai nilai ekonomis, dapat
dilakukan melalui pelelangan umum/pelelangan terbatas; dan/atau disumbangkan
atau dihibahkan kepada pihak lain. Bentuk-bentuk pemindahtanganan sebagai
tindak lanjut atas penghapusan barang milik daerah meliputi penjualan, tukar
menukar, hibah, dan penyertaan modal pemerintah daerah.
Pada kegiatan penatausahaan meliputi pembukuan, inventarisasi dan
pelaporan.
1. Pembukuan yaitu Kuasa pengguna barang/pengguna barang harus melakukan
pendaftaran dan pencatatan barang milik Negara/daerah ke dalam Daftar
Barang Kuasa Pengguna (DBKP)/Daftar Barang Pengguna (DBP) menurut
penggolongan dan kodefikasi barang. Pengelola barang harus melakukan
pendaftaran dan pencatatan barang milik Negara/daerah berupa tanah dan/atau
bangunan dalam Daftar Barang Milik Negara/Daerah (DBMN/D) menurut
penggolongan barang dan kodefikasi barang.
Universitas Sumatera Utara
2. Inventarisasi yaitu pengguna barang melakukan inventarisasi barang milik
negara/daerah sekurang-kurangnya sekali dalam lima tahun. Terhadap barang
milik Negara/daerah yang berupa persediaan dan konstruksi dalam pengerjaan,
pengguna barang melakukan inventarisasi setiap tahun. Pengguna barang
menyampaikan laporan hasil inventarisasi pengelola barang selambat-
lambatnya tiga bulan setelah selesainya inventarisasi.
3. Pelaporan yaitu kuasa pengguna barang harus menyusun Laporan Barang
Kuasa Pengguna Semesteran (LBKPS) dan Laporan Barang Kuasa Pengguna
Tahunan (LBKPT) untuk disampaikan kepada pengguna barang. Pengguna
barang harus menyusun Laporan Barang Pengguna Semesteran (LBPS) dan
Laporan Barang Pengguna Tahunan (LBPT) untuk disampaikan kepada
pengelola barang.
Pengelola barang harus menyusun Laporan Barang Milik Negara/Daerah
(LBMN/D) berupa tanah dan/atau bangunan semesteran dan tahunan. Pengelola
barang harus menghimpun Laporan Barang Pengguna Semesteran (LBPS) dan
Laporan Barang Pengguna Tahunan (LBPT). Laporan Barang Milik
Negara/Daerah (LBMN/D) digunakan sebagai dasar untuk menyusun neraca
pemerintah pusat/daerah.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian
Menurut Sholeh dan Rochmansjah (2010), untuk menjamin kelancaran
penyelenggaraan dan menjamin tertib administrasi pengelolaan barang milik
daerah secara efisien dan efektif maka diperlukan fungsi berikut ini:
1. Pembinaan, yaitu usaha atau kegiatan melalui pemberian pedoman,
bimbingan, pelatihan, dan supervisi.
2. Pengawasan, yaitu usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai
kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas dan/atau kegiatan
dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Pengendalian, yaitu usaha atau kegiatan untuk menjamin dan mengarahkan
agar pekerjaan yang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan.
BPPK (2011) menyatakan pembinaan adalah usaha atau tindakan yang
dilakukan secara efektif, dan efisien, serta dalam perspektif jangka panjang, baik
bersifat perubahan maupun penyempurnaan, agar pengelolaan BMN/D pada
keseluruhan siklus atau tahapan kegiatan dapat dilaksanakan dengan tertib dan
mencapai hasil yang lebih baik, terutama dalam memberikan daya dukung yang
tinggi terhadap kelancaran pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, serta keberhasilan
pencapaian tujuan organisasi. Usaha atau tindakan dalam kegiatan pembinaan
yang dilakukan oleh pimpinan pada berbagai tingkatan secara konkrit
dapat dilakukan dalam berbagai bentuk seperti pemberian pedoman, bimbingan,
motivasi, supervisi, konsultasi, pendidikan dan pelatihan (BPPK, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Pengawasan adalah proses kegiatan pimpinan untuk memastikan dan
menjamin bahwa tujuan dan tugas-tugas organisasi akan dan telah terlaksana
dengan baik sesuai dengan kebijaksanaan, instruksi, rencana dan ketentuan-
ketentuan yang telah ditetapkan dan yang berlaku (BPPK, 2011). Sikki (1999)
menyatakan pengawasan terhadap pengadaan dan pemeliharaan barang meliputi
segi perencanaan (penentuan kebutuhan barang dan penanganannya), standarisasi
dan normalisasi barang, prosedur pengadaan barang dan jasa, tugas-tugas
kepanitiaan serta kelengkapan dokumen yang diperlukan dalam pembayaran harga
barang/pekerjaan dengan mempedomani ketentuan yang berlaku.
Menurut Sikki (1999) pengawasan sebagai salah satu fungsi manajemen
mutlak diperlukan dalam pengelolaan administrasi barang, karena dengan
pengawasan akan sangat menentukan apakah terjadi kemajuan untuk tercapainya
suatu tujuan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Setiap kesenjangan yang
terjadi antara rencana dan pelaksanaan (pengurusan barang) pada bagian-bagian
tertentu dari keseluruhan organisasi akan lebih mudah dipecahkan apabila
diketahui secara dini dari pada menunggu setelah terjadi sesuatu masalah yang
serius. Baiknya penerapan teknik pengawasan akan memberikan informasi yang
cepat yang selanjutnya dapat diambil langkah-langkah perbaikan agar tidak
menyimpang dari rencana.
Untuk mengukur dan menilai prestasi yang dicapai diperlukan alat
pembanding yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Standarisasi harga dan barang yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang,
sebagai pedoman dalam penyusunan rencana kegiatan.
2. Setiap unit kerja atau bagian dalam organisasi apakah memuat/menyusun
perencanaan kebutuhan barang dengan memperhatikan aktivitas-aktivitas yang
akan dilakukan serta dapat terlaksana secara teratur dan dengan tujuan tertentu,
menghilangkan pekerjaan yang tidak produktif, dapat menjadi alat pengukur
hasil-hasil yang dicapai dan memberikan suatu landasan pokok untuk fungsi-
fungsi lainnya terutama fungsi pengawasan. Rencana kerja yang dibuat oleh
setiap unit harus dilegalisasi pimpinan organisasi agar mempunyai dasar
hukum pelaksanaannya.
3. Dokumen pelaksanaan pengadaan barang/jasa seperti kwitansi tagihan, faktur,
surat pesanan, perjanjian, berita acara pemeriksaan dan penerimaan barang.
4. Laporan-laporan tertulis dari hasil pengawasan intern dan pengawasan ekstern.
5. Peraturan-peraturan, keputusan, instruksi yang ditetapkan pimpinan organisasi.
Sholeh dan Rochmansjah (2010) menyatakan pengawasan yang ketat perlu
dilakukan sejak tahap perencanaan hingga pengawasan aset. Dalam hal ini peran
serta masyarakat dan DPRD serta auditor internal sangat penting. Keterlibatan
auditor internal dalam proses pengawasan ini sangat penting untuk menilai
konsistensi antara praktik yang dilakukan oleh pemerintah daerah dengan standar
yang berlaku. Selain itu, auditor internal juga penting keterlibatannya untuk
menilai kebijakan akuntansi yang diterapkan menyangkut pengakuan aset,
pengukurannya dan penilaiannya. Pengawasan diperlukan untuk menghindari
Universitas Sumatera Utara
penyimpangan dalam setiap fungsi pengelolaan/manajemen aset daerah. Sistem
dan teknik pengawasan perlu ditingkatkan agar masyarakat tidak mudah dikelabui
oleh oknum-oknum yang hendak menyalahgunakan kekayaan milik daerah.
Karakteristik pengawasan adalah sebagai berikut: (1) berorientasi kepada
perbaikan; (2) penemuan fakta-fakta atas setiap permasalahan; (3) bersifat
preventif; (4) pengawasan adalah sarana dan bukan tujuan; (5) pendekatan pada
masa sekarang (aktual); (6) efisiensi pelaksanaan kegiatan pengawasan; (7) tindak
lanjut hasil pengawasan; (8) dan bersifat pembinaan. Dalam hal ini pengawasan
lebih bersifat koordinatif, partisipatif, dan konsultatif guna memberikan solusi
atas masalah dan hambatan yang dihadapi auditan dalam mencapai tujuan,
(BPPK, 2011).
Menurut BPPK (2011), pengendalian intern secara luas merupakan suatu
proses yang dipengaruhi dan melibatkan tidak hanya pada tingkat pimpinan
tertinggi tetapi seluruh sumber daya manusia dalam organisasi bersangkutan.
Pengendalian intern tersebut dirancang untuk memberikan jaminan yang memadai
dalam rangka pencapaian tujuan yang ditetapkan. Jaminan yang diberikan tidak
bersifat mutlak satu dan lain hal terutama adanya unsur ketidakpastian dimasa
datang yang tidak jarang sulit diprediksi.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah menyatakan sistem pengendalian intern adalah
proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus
menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan
Universitas Sumatera Utara
memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan
efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan
terhadap peraturan perundang-undangan.
Agar pengelolaan barang milik daerah dapat berjalan dengan tertib dan
optimal maka tahapan perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pengawasan dan
pengendalian perlu dilakukan dalam satu kesatuan sistem. Perencanaan yang tepat
bertujuan agar penggunaan anggaran dalam hal pengelolaan barang milik daerah
dilakukan secara efisien, efektif dan ekonomis. Pelaksanaan secara efisien dan
efektif bertujuan agar pengelolaan barang milik daerah dilakukan secara baik dan
benar yaitu profesional, transparan dan akuntabel sehingga barang milik daerah
tersebut memberikan manfaat baik itu untuk jalannya roda pemerintahan maupun
untuk kesejahteraan masyarakat. Adanya pembinaan, pengawasan dan
pengendalian diperlukan untuk menghindari penyimpangan dari peraturan yang
berlaku dalam setiap tahapan pengelolaan barang milik daerah.
2.2 Review Peneliti Terdahulu (Theoretical Mapping)
Beberapa penelitian terdahulu dapat ditunjukkan sebagai berikut:
1. Penelitian Oktaviana (2010) yang berjudul Pengelolaan Aset Daerah
Berkaitan Opini Disclaimer BPK di Kabupaten Tojo Una Una di Sulawesi
Tengah Tahun 2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel bebas
secara sendiri-sendiri/parsial hanya akan memberikan pengaruh yang kecil
terhadap variabel terikatnya, namun secara bersama-sama/serentak akan
Universitas Sumatera Utara
memberikan pengaruh yang sangat besar. Hal ini menunjukkan bahwa
perencanaan, penatausahaan, peningkatan produktivitas serta pembinaan,
pengawasan dan pengendalian merupakan unsur yang saling terikat satu sama
lain yang harus dilakukan dan diterapkan dalam satu kesatuan sistem dalam
rangka mendukung pengelolaan aset (tanah dan bangunan) Pemerintah
Kabupaten Tojo Una Una. Tahapan pengelolaan aset daerah Pemerintah
Kabupaten Tojo Una Una sudah sebagian dilaksanakan namun masih belum
sesuai dengan PP Nomor 6 Tahun 2006 sehingga menjadikan nilai aset yang
terdapat pada neraca daerah tidak dapat diandalkan, akibatnya laporan
keuangan Pemerintah Kabupaten Tojo Una Una Tahun 2007 memperoleh
opini disclaimer.
2. Sikki (1999) yang berjudul Pengaruh Pengawasan Terhadap Pelaksanaan
Pengelolaan Barang pada Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta,
penelitian ini memperoleh hasil bahwa pengawasan dengan indikator: (a)
program kerja pengawasan, (b) obyektifitas pengawasan, (c) profesionalisme
pengawasan dan (d) rutinitas pengawasan, memiliki pengaruh terhadap
pelaksanaan pengelolaan barang ditinjau dari indikator: (a) perencanaan
kebutuhan, (b) pengadaan, (c) penyimpanan dan distribusi, (d) pemeliharaan,
inventarisasi dan (f) penghapusan barang.
3. Primastuti (2008) penelitiannya berjudul Penilaian Terhadap Pelaksanaan
Sistem Pengendalian Intern dalam Pengelolaan Asset Tetap pada Pemerintah
Kota Depok, penelitian ini memperoleh hasil bahwa Pelaksanaan sistem
Universitas Sumatera Utara
pengendalian intern dalam pengelolaan asset tetap pada Pemerintah Kota
Depok belum efektif.
Adapun review peneliti terdahulu yang relevan dengan penelitian ini
adalah sebagai berikut.
Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu
Nama/tahun penelitian Topik Variabel yang
digunakan Hasil yang diperoleh
Oktaviana / 2010 Pengelolaan Aset Daerah Berkaitan Opini Disclaimer BPK di Kabupaten Tojo Una Una di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2007
- Perencanaan (X1
- Penatausahaan (X
)
2- Peningkatan
produktivitas (X
)
3- Pembinaan,
pengawasan dan pengendalian (X
)
4- Pengelolaan
Aset Daerah (Y)
)
Variabel bebas secara sendiri-sendiri/parsial hanya akan memberikan pengaruh yang kecil terhadap variabel terikatnya, namun secara bersama-sama/serentak akan memberikan pengaruh yang sangat besar. Hal ini menunjukkan bahwa perencanaan, penatausahaan, peningkatan produktivitas serta pembinaan, pengawasan dan pengendalian merupakan unsur yang saling terikat satu sama lain yang harus dilakukan dan diterapkan dalam satu kesatuan sistem dalam rangka mendukung pengelolaan aset (tanah dan bangunan) Pemerintah Kabupaten Tojo Una Una
Sikki /1999
Pengaruh Pengawasan Terhadap Pelaksanaan Pengelolaan Barang Pada Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta
- Pengawasan (X) - Pengelolaan
Barang (Y)
Pengawasan dengan indikator : a) program kerja pengawasan, b) obyektifitas pengawasan, c) profesionalisme pengawasan, d) rutinitas pengawasan,
memiliki pengaruh terhadap pelaksanaan pengelolaan barang ditinjau dari indikator :
a) perencanaan kebutuhan, b) pengadaan, c) penyimpanan dan distribusi, d) pemeliharaan, inventarisasi
dan f) penghapusan barang.
Primastuti / 2008 Penilaian Terhadap Pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern dalam Pengelolaan Asset Tetap pada Pemerintah Kota Depok
- Sistem Pengendalian Intern (X)
- Pengelolaan Asset Tetap (Y)
Pelaksanaan sistem pengendalian intern dalam pengelolaan aset tetap pada Pemerintah Kota Depok belum efektif.
Universitas Sumatera Utara