16
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anestesi Spinal Anestesi spinal adalah injeksi obat anestesi lokal ke dalam ruang intratekal yang menghasilkan analgesia. Pemberian obat lokal anestesi ke dalam ruang intratekal atau ruang subaraknoid di regio lumbal antara vertebra L2-3, L3-4, L4-5, untuk menghasilkan onset anestesi yang cepat dengan derajat kesuksesan yang tinggi. Walaupun teknik ini sederhana, dengan adanya pengetahuan anatomi, efek fisiologi dari anestesi spinal dan faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi anestesi lokal di ruang intratekal serta komplikasi anestesi spinal akan mengoptimalkan keberhasilan terjadinya blok anestesi spinal. 1,2,3 Kontra indikasi absolut anastesi spinal meliputi pasien menolak, infeksi di daerah penusukan, koagulopati, hipovolemi berat, peningkatan tekanan intrakranial, stenosis aorta berat dan stenosis mitral berat. Sedangkan kontraindikasi relatif meliputi pasien tidak kooperatif, sepsis, kelainan neuropati seperti penyakit demielinisasi sistem syaraf pusat, lesi pada katup jantung serta kelainan bentuk anatomi spinal yang berat. Ada juga menyebutkan kontraindikasi kontroversi yang meliputi operasi tulang belakang pada tempat penusukan, ketidakmampuan komunikasi dengan pasien serta komplikasi operasi yang meliputi operasi lama dan kehilangan darah yang banyak. 1,2,3 Anestesi spinal dihasilkan oleh injeksi larutan anestesi lokal ke dalam ruang subarakhnoid lumbal. Larutan anestesi lokal dimasukkan ke dalam cairan serebrospinal lumbal, bekerja pada lapisan superfisial dari korda spinalis, tetapi tempat kerja yang utama adalah serabut preganglionik karena mereka meninggalkan korda spinal pada rami anterior. Karena serabut sistem saraf simpatis preganglionik terblokade dengan konsentrasi anestesi lokal yang tidak memadai untuk mempengaruhi serabut sensoris dan motoris, tingkat denervasi sistem saraf simpatis selama anestesi spinal meluas kira-kira sekitar dua segmen spinal sefalad dari tingkat anestesi sensoris. Untuk alasan yang sama, tingkat anestesi motorik rata-rata dua segmen dibawah anestesi sensorik. 27 Spinal anestesi mempunyai beberapa keuntungan antara lain, perubahan metabolik dan respon endokrin akibat stress dapat dihambat, komplikasi terhadap jantung, otak, paru dapat minimal, relaksasi otot dapat maksimal pada daerah yang terblok sementara pasien dalam keadaan sadar. Selain keuntungan ada juga kerugian dari Universitas Sumatera Utara

Chapter II.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

  • BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Anestesi Spinal

    Anestesi spinal adalah injeksi obat anestesi lokal ke dalam ruang intratekal

    yang menghasilkan analgesia. Pemberian obat lokal anestesi ke dalam ruang intratekal

    atau ruang subaraknoid di regio lumbal antara vertebra L2-3, L3-4, L4-5, untuk

    menghasilkan onset anestesi yang cepat dengan derajat kesuksesan yang tinggi.

    Walaupun teknik ini sederhana, dengan adanya pengetahuan anatomi, efek fisiologi dari

    anestesi spinal dan faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi anestesi lokal di ruang

    intratekal serta komplikasi anestesi spinal akan mengoptimalkan keberhasilan terjadinya

    blok anestesi spinal.1,2,3

    Kontra indikasi absolut anastesi spinal meliputi pasien menolak, infeksi di daerah

    penusukan, koagulopati, hipovolemi berat, peningkatan tekanan intrakranial, stenosis

    aorta berat dan stenosis mitral berat. Sedangkan kontraindikasi relatif meliputi pasien

    tidak kooperatif, sepsis, kelainan neuropati seperti penyakit demielinisasi sistem syaraf

    pusat, lesi pada katup jantung serta kelainan bentuk anatomi spinal yang berat. Ada juga

    menyebutkan kontraindikasi kontroversi yang meliputi operasi tulang belakang pada

    tempat penusukan, ketidakmampuan komunikasi dengan pasien serta komplikasi operasi

    yang meliputi operasi lama dan kehilangan darah yang banyak.1,2,3

    Anestesi spinal dihasilkan oleh injeksi larutan anestesi lokal ke dalam ruang

    subarakhnoid lumbal. Larutan anestesi lokal dimasukkan ke dalam cairan serebrospinal

    lumbal, bekerja pada lapisan superfisial dari korda spinalis, tetapi tempat kerja yang

    utama adalah serabut preganglionik karena mereka meninggalkan korda spinal pada rami

    anterior. Karena serabut sistem saraf simpatis preganglionik terblokade dengan

    konsentrasi anestesi lokal yang tidak memadai untuk mempengaruhi serabut sensoris dan

    motoris, tingkat denervasi sistem saraf simpatis selama anestesi spinal meluas kira-kira

    sekitar dua segmen spinal sefalad dari tingkat anestesi sensoris. Untuk alasan yang sama,

    tingkat anestesi motorik rata-rata dua segmen dibawah anestesi sensorik.27

    Spinal anestesi mempunyai beberapa keuntungan antara lain, perubahan

    metabolik dan respon endokrin akibat stress dapat dihambat, komplikasi terhadap

    jantung, otak, paru dapat minimal, relaksasi otot dapat maksimal pada daerah yang

    terblok sementara pasien dalam keadaan sadar. Selain keuntungan ada juga kerugian dari

    Universitas Sumatera Utara

  • cara ini yaitu berupa komplikasi yang meliputi hipotensi, mual dan muntah, PDPH, nyeri

    pinggang dan lainnya.27,28

    2.2 Anatomi Kolumna Vertebra

    Pengetahuan yang baik tentang anatomi kolumna vertebralis merupakan salah

    satu faktor keberhasilan tindakan anestesi spinal. Di samping itu, pengetahuan tentang

    penyebaran analgesia lokal dalam cairan serebrospinal dan level analgesia diperlukan

    untuk menjaga keamanan tindakan anestesi spinal.3,4

    Vertebra lumbalis merupakan vertebra yang paling penting dalam spinal anestesi,

    karena sebagian besar penusukan pada spinal anestesi dilakukan pada daerah ini.

    Kolumna vertebralis terdiri dari 33 korpus vertebralis yang dibagi menjadi 5 bagian yaitu

    7 servikal, 12 thorakal, 5 lumbal, 5 sakral dan 4 koksigeus. Kolumna vertebralis

    mempunyai empat lengkungan yaitu daerah servikal dan lumbal melengkung ke depan,

    daerah thorakal dan sakral melengkung ke belakang sehingga pada waktu berbaring

    daerah tertinggi adalah L3, sedang daerah terendah adalah L5.

    Segmen medulla spinalis terdiri dari 31 segmen : 8 segmen servikal, 12 thorakal,

    5 lumbal, 5 sakral dan 1 koksigeus yang dihubungkan dengan melekatnya kelompok-

    kelompok saraf. Panjang setiap segmen berbeda-beda, seperti segmen tengah thorakal

    lebih kurang 2 kali panjang segmen servikal atau lumbal atas. Terdapat dua pelebaran

    yang berhubungan dengan saraf servikal atas dan bawah. Pelebaran servikal merupakan

    asal serabut-serabut saraf dalam pleksus brakhialis. Pelebaran lumbal sesuai dengan asal

    serabut saraf dalam pleksus lumbosakralis. Hubungan antara segmen-segmen medulla

    spinalis dan korpus vertebralis serta tulang belakang penting artinya dalam klinik untuk

    menentukan tinggi lesi pada medulla spinalis dan juga untuk mencapainya pada

    pembedahan.

    Lapisan yang harus ditembus untuk mencapai ruang subarakhnoid dari luar yaitu

    kulit, subkutis, ligamentum supraspinosum, ligamentum flavum dan duramater.

    Arakhnoid terletak antara duramater dan piamater serta mengikuti otak sampai medulla

    spinalis dan melekat pada duramater. Antara arakhnoid dan piamater terdapat ruang yang

    disebut ruang sub arakhnoid.

    Duramater dan arakhnoid berakhir sebagai tabung pada vertebra sakral 2,

    sehingga dibawah batas tersebut tidak terdapat cairan serebrospinal. Ruang sub arakhnoid

    merupakan sebuah rongga yang terletak sepanjang tulang belakang berisi cairan otak,

    Universitas Sumatera Utara

  • jaringan lemak, pembuluh darah dan serabut saraf spinal yang berasal dari medulla

    spinalis. Pada orang dewasa medulla spinalis berakhir pada sisi bawah vertebra

    lumbal.3,4,27

    Gambar 1. Kolumna Vertebralis.3

    Gambar 2. Ligamentum Vertebralis.3

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.3 Anestesi Lokal

    Obat anestesi lokal adalah suatu senyawa amino organik. Pada pemakaian sehari-

    hari, obat ini dapat dibagi menjadi golongan amino ester dan golongan amino amida.

    Ikatan ester mempunyai sifat mudah dihidrolisis dalam hepar dan oleh plasma esterase,

    mula kerja lambat, lama kerja pendek dan hanya sedikit menembus jaringan. Sedangkan

    ikatan amida mudah menjadi tidak aktif oleh hepatic amidase, mula kerja cepat, lama

    kerja lebih lama dan lebih banyak menembus jaringan. Kelompok ester antara lain

    procaine, chloroprocaine dan tetracaine. Kelompok amida antara lain lidocaine,

    mepivacaine, bupivacaine dan etidocaine.2,29

    2.3.1 Seleksi Barisitas Larutan Anestesi Lokal

    Anestesi lokal yang sering dipakai adalah bupivakain. Lidokain 5% sudah

    ditinggalkan karena mempunyai efek neurotoksisitas, sehingga bupivakain menjadi

    pilihan utama untuk anestesi spinal saat ini. Anestesi lokal dapat dibuat isobarik,

    hiperbarik atau hipobarik terhadap cairan serebrospinal. Barisitas anestesi lokal

    mempengaruhi penyebaran obat tergantung dari posisi pasien. Larutan hiperbarik

    disebar oleh gravitasi, larutan hipobarik menyebar berlawanan arah dengan gravitasi

    dan isobarik menyebar lokal pada tempat injeksi.

    Setelah disuntikkan ke dalam ruang intratekal, penyebaran zat anestesi lokal

    akan dipengaruhi oleh berbagai faktor terutama yang berhubungan dengan, hukum

    fisika dinamika dari zat yang disuntikkan, antara lain Barbotase (tindakan

    menyuntikkan sebagian zat anestesi lokal ke dalam cairan serebrospinal, kemudian

    dilakukan aspirasi bersama cairan serebrospinal dan penyuntikan kembali zat

    anestesi lokal yang telah bercampur dengan cairan serebrospinal), volume, berat

    jenis, dosis, tempat penyuntikan, posisi penderita saat atau sesudah penyuntikan.25

    2.3.2 Dampak Fisiologis

    a. Pengaruh terhadap sistem kardiovaskuler :

    Universitas Sumatera Utara

  • Pada anestesi spinal tinggi terjadi penurunan aliran darah jantung dan

    penghantaran (supply) oksigen miokardium yang sejalan dengan penurunan tekanan

    arteri rata-rata. Penurunan tekanan darah yang terjadi sesuai dengan tinggi blok

    simpatis, makin banyak segmen simpatis yang terblok makin besar penurunan

    tekanan darah. Untuk menghindarkan terjadinya penurunan tekanan darah yang

    hebat, sebelum dilakukan anestesi spinal diberikan cairan elektrolit NaC1 fisiologis

    atau ringer laktat 10-20 ml/kgbb. Pada Anestesi spinal yang mencapai T4 dapat

    terjadi penurunan frekwensi nadi dan penurunan tekanan darah dikarenakan

    terjadinya blok saraf simpatis yang bersifat akselerator jantung.25

    b. Terhadap sistem pernafasan :

    Pada anestesi spinal blok motorik yang terjadi 2-3 segmen di bawah blok

    sensorik, sehingga umumnya pada keadaan istirahat pernafasan tidak banyak

    dipengaruhi. Tetapi apabila blok yang terjadi mencapai saraf frenikus yang

    mempersarafi diafragma, dapat terjadi apnea.

    c. Terhadap sistem pencernaan :

    Oleh karena terjadi blok serabut simpatis preganglionik yang kerjanya

    menghambat aktifitas saluran pencernaan (T4-5), maka aktifitas serabut saraf

    parasimpatis menjadi lebih dominan, tetapi walapun demikian pada umumnya

    peristaltik usus dan relaksasi spingter masih normal.

    Pada anestesi spinal bisa terjadi mual dan muntah yang disebabkan karena

    hipoksia serebri akibat dari hipotensi mendadak, atau tarikan pada pleksus terutama

    yang melalui saraf vagus.25

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.4 BUPIVAKAIN HIDROKLORIDA

    Gambar 3. Rumus bangun Bupivacaine HCl

    Bupivakain hidroklorida adalah obat anestesi lokal golongan amida dengan

    rumus kimianya 2-piperidine karbonamida, 1 butyl (2,6- dimethilfenil) monoklorida.

    Oleh karena lama kerja yang panjang, maka sangat mungkin menggunakan obat

    anestesi lokal ini dengan teknik satu kali suntikan. Untuk prosedur pembedahan yang

    lebih lama dapat dipasang kateter dan obat diberikan kontinyu sehingga resiko

    toksisitas menjadi berkurang oleh karena selang waktu pemberian obat yang cukup

    lama.

    Kerugian dari anestesi lokal ini adalah toksisitasnya sangat hebat, bahkan

    mungkin sampai fatal. Bukti-bukti menunjukkan bahwa obat ini dapat menimbulkan

    toksisitas pada jantung. Manifestasi utamanya adalah fibrilasi jantung. Oleh karena

    itu pada pemakaian jenis obat ini untuk anestesi regional diperlukan pengawasan

    yang sangat ketat.25

    2.4.1 Farmakologi

    Mekanisme kerjanya sama seperti anestesi lokal lain, yaitu menghambat

    impuls saraf dengan cara :

    a. Mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium.

    Universitas Sumatera Utara

  • Obat ini bekerja pada reseptor spesifik pada saluran sodium (sodium chanel).

    Dengan demikian tidak terjadi proses depolarisasi dari membran sel saraf

    sehingga tidak terjadi potensial aksi dan hasilnya tidak terjadi konduksi saraf.

    b. Meninggikan tegangan permukaan selaput lipid monomolekuler. Obat ini bekerja

    dengan meninggikan tegangan permukaan lapisan lipid yang merupakan

    membran sel saraf, sehingga menutup pori-pori membran dengan demikian

    menghambat gerak ion termasuk Na+ .

    Sifat-sifat fisik yang mempengaruhi obat anestetika lokal adalah :

    a. Ikatan protein :

    Ikatan protein ini penting untuk persediaan dan pemeliharaan blokade saraf.

    b. Konstanta disosiasi (pKa):

    pKa adalah dimana 50% dari obat tersebut berada dalam bentuk terionisasi

    dan 50% lainnya tidak terionisasi. Obat dengan pKa mendekati pH fisiologis

    (7,4) akan memiliki bentuk ion-ion yang lebih banyak dibandingkan dengan

    obat anestesi yang pKa nya lebih tinggi sehingga akan lebih mudah berdifusi

    melalui membran, dengan demikian onsetnya lebih cepat. Bupivakain

    mempunyai pKa lebih tinggi (8,1) sehingga mula kerja obat ini lebih lama

    (5-10 menit) dan analgesia yang adekuat dicapai antara 15-20 menit.

    c. Kelarutan dalam lemak

    Obat anestesi lokal semakin tinggi kelarutan dalam lemak, maka semakin

    poten dan semakin lama kerja obat tersebut. Struktur bupivakain identik

    dengan mepivakain, perbedaannya terletak pada rantai yang lebih panjang

    dengan tambahan tiga grup metil pada cincin piperidin. Tambahan struktur

    ini menyebabkan peningkatan kelarutan bupivakain terhadap lemak serta

    meningkatnya ikatan obat dengan protein. Potensi bupivakain 3-4 kali lebih

    kuat dari mepivakain dan 8 kali dari prokain. Lama kerjanya 2-3 kali lebih

    lama dibandingkan mepivakain sekitar 90-180 menit.25

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.4.2 Metabolisme dan Ekskresi

    Karena termasuk golongan amida, bupivakain dimetabolisme melalui proses

    konjugasi oleh asam glukoronida di hati. Sebagian kecil diekskresi melalui urin

    dalam bentuk utuh.

    2.4.3 Bupivakain Hidroklorida Hiperbarik

    Larutan bupivakain hidroklorida hiperbarik bupivakain adalah larutan

    anestesi lokal bupivakain yang mempunyai berat jenis lebih besar dari berat jenis

    cairan serebrospinal (1,003-1,008). Cara pembuatannya adalah dengan

    menambahkan larutan glukosa kedalam larutan isobarik bupivakain.

    Cara kerja larutan hiperbarik bupivakain adalah melalui mekanisme hukum

    gravitasi, yaitu suatu zat/larutan yang mempunyai berat jenis yang lebih besar dari

    larutan sekitarnya akan bergerak ke suatu tempat yang lebih rendah. Dengan

    demikian larutan bupivakain hiperbarik yang mempunyai barisitas lebih besar akan

    cepat ke daerah yang lebih rendah dibandingkan dengan larutan bupivakain yang

    isobarik, sehingga mempercepat penyebaran larutan bupivakain hiperbarik tersebut.25

    Universitas Sumatera Utara

  • Gambar 4. Mekanisme Kerja Anestesi Lokal

    Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran larutan bupivakain hiperbarik

    pada Anestesi spinal :

    1. Gravitasi :

    Cairan serebrospinal pada suhu 37C mempunyai BJ 1,003-1,008. Jika

    larutan hiperbarik yang diberikan kedalam cairan serebrospinal akan bergerak

    oleh gaya gravitasi ke tempat yang lebih rendah, sedangkan larutan hipobarik

    akan bergerak berlawanan arah dengan gravitasi seperti menggantung dan jika

    larutan isobarik akan tetap dan sesuai dengan tempat injeksi.

    2. Postur tubuh :

    Makin tinggi tubuh seseorang, makin panjang medula spinalisnya dan

    volume dari cairan serebrospinal di bawah L2 makin banyak sehingga penderita

    yang lebih tinggi memerlukan dosis yang lebih banyak dari pada yang pendek.

    3. Tekanan intra abdomen :

    Universitas Sumatera Utara

  • Peningkatan tekanan intra abdomen menyebabkan bendungan saluran

    pembuluh darah vena abdomen dan juga pelebaran saluran-saluran vena di ruang

    epidural bawah, sehingga ruang epidural akan menyempit dan akhirnya akan

    menyebabkan penekanan ke ruang subarakhnoid sehingga cepat terjadi

    penyebaran obat anestesi lokal ke kranial. Perlu pengurangan dosis pada keadaan

    seperti ini.

    4. Anatomi kolumna vertebralis :

    Anatomi kolumna vertebralis akan mempengaruhi lekukan-lekukan saluran

    serebrospinal, yang akhirnya akan mempengaruhi tinggi anestesi spinal pada

    penggunaan anestesi lokal jenis hiperbarik.

    5. Tempat penyuntikan :

    Makin tinggi tempat penyuntikan, maka analgesia yang dihasilkan makin

    tinggi. Penyuntikan pada daerah L2-3 lebih memudahkan penyebaran obat ke

    kranial dari pada penyuntikan pada L4-5.

    6. Manuver valsava :

    Setelah obat disuntikkan penyebaran obat akan lebih besar jika tekanan

    dalam cairan serebrospinal meningkat yaitu dengan cara mengedan.

    7. Volume obat :

    Efek volume larutan bupivakain hiperbarik pada suatu percobaan yang

    dilakukan oleh Anellson, 1984, dikatakan bahwa penyebaran maksimal obat

    kearah sefalad dibutuhkan waktu kurang lebih 20 menit pada semua jenis volume

    obat( 1,5 cc, 2 cc, 3 cc dan 4 cc). Mula kerja untuk tercapainya blok motorik

    akan bertambah pendek waktunya dengan bertambahnya volume. Makin besar

    volume obat makin tinggi level blok sensoriknya.

    8. Konsentrasi obat :

    Dengan volume obat yang sama ternyata bupivakain 0,75% hiperbarik akan

    menghasilkan penyebaran obat ke arah sefalad lebih tinggi beberapa segmen

    Universitas Sumatera Utara

  • dibandingkan dengan bupivakain 0,5% hiperbarik (WA Chamber, 1981). Lama

    kerja obat akan lebih panjang secara bermakna pada penambahan volume

    bupivakain 0,75%. Demikian pula perubahan kardiovaskuler akan berbeda

    bermakna pada bupivakain 0,75% hiperbarik.

    9. Posisi tubuh :

    Dalam suatu percobaan oleh J.A.W. Wildsmith dikatakan tidak ada

    pengaruh penyebaran obat jenis obat larutan isobarik pada

    tubuh, sedangkan pada jenis larutan hiperbarik akan dipengaruhi posisi tubuh.

    Pada larutan hiperbarik posisi terlentang bisa mencapai level blok T

    pada posisi duduk hanya mencapai T

    10. Lateralisasi :

    Lateralisasi pada larutan

    dengan posisi berbaring miring (lateral dekubitus). Pada percobaan oleh J.A.W.

    Wildsmith disimpulkan bahwa 5 menit setelah penyuntikan obat penyebaran obat

    pada sisi tubuh sebelah bawah mencapai T

    menit setelah obat disuntikkan, penyebaran obat pada sisi bawah mencapai T6,

    sedangkan pada sisi atas mencapai T

    2.5. Neostigmin Methylsulfate

    Gambar 5. Rumus Bangun Neostigmin Methylsulfate

    Tersedia sebagai bromida dan garam methylsulfate

    Sifat fisik : bubuk kristal putih yang tidak berbau dan mudah larut dalam air

    senyawa amonium kuarterner sintetis

    dibandingkan dengan bupivakain 0,5% hiperbarik (WA Chamber, 1981). Lama

    kerja obat akan lebih panjang secara bermakna pada penambahan volume

    bupivakain 0,75%. Demikian pula perubahan kardiovaskuler akan berbeda

    bermakna pada bupivakain 0,75% hiperbarik.

    Dalam suatu percobaan oleh J.A.W. Wildsmith dikatakan tidak ada

    pengaruh penyebaran obat jenis obat larutan isobarik pada perubahan posisi

    tubuh, sedangkan pada jenis larutan hiperbarik akan dipengaruhi posisi tubuh.

    larutan hiperbarik posisi terlentang bisa mencapai level blok T4 sedangkan

    pada posisi duduk hanya mencapai T8.

    Lateralisasi pada larutan anestetika lokal jenis hiperbarik dapat dilakukan

    dengan posisi berbaring miring (lateral dekubitus). Pada percobaan oleh J.A.W.

    Wildsmith disimpulkan bahwa 5 menit setelah penyuntikan obat penyebaran obat

    pada sisi tubuh sebelah bawah mencapai T10, sedangkan sisi atas mencapai S

    menit setelah obat disuntikkan, penyebaran obat pada sisi bawah mencapai T6,

    sedangkan pada sisi atas mencapai T7.25

    Methylsulfate

    Gambar 5. Rumus Bangun Neostigmin Methylsulfate

    dan garam methylsulfate.

    : bubuk kristal putih yang tidak berbau dan mudah larut dalam air. Merupakan

    senyawa amonium kuarterner sintetis, yang terdiri dari bagian karbamat dan

    dibandingkan dengan bupivakain 0,5% hiperbarik (WA Chamber, 1981). Lama

    kerja obat akan lebih panjang secara bermakna pada penambahan volume obat

    bupivakain 0,75%. Demikian pula perubahan kardiovaskuler akan berbeda

    Dalam suatu percobaan oleh J.A.W. Wildsmith dikatakan tidak ada

    perubahan posisi

    tubuh, sedangkan pada jenis larutan hiperbarik akan dipengaruhi posisi tubuh.

    sedangkan

    anestetika lokal jenis hiperbarik dapat dilakukan

    dengan posisi berbaring miring (lateral dekubitus). Pada percobaan oleh J.A.W.

    Wildsmith disimpulkan bahwa 5 menit setelah penyuntikan obat penyebaran obat

    kan sisi atas mencapai S1. 20

    menit setelah obat disuntikkan, penyebaran obat pada sisi bawah mencapai T6,

    . Merupakan

    terdiri dari bagian karbamat dan gugus

    Universitas Sumatera Utara

  • amonium kuarterner. Susunannya memberikan ikatan kovalen acetylcholinesterase.

    Molekul larut dalam lemak sehingga tidak bisa melewati sawar darah otak.

    Neostigmin methylsulfate pertama kali dipergunakan pada tahun 1877

    sebagai obat glaukoma dan pada tahun 1931 disintesis oleh Aeschliman dan Reinest

    pada tahun1931dalam bentuk Neostigmin methylsulfate sebagai stimulan pada traktus

    intestinal dan pengobatan miastenia gravis.

    Neostigmin methylsulfate merupakan obat anti kolinesterase, termasuk

    golongan kolinergik yaitu obat yang mempengaruhi sistem saraf otonom yang

    bekerja pada reseptor. Terdapat 2 jenis reseptor kolinergik yaitu reseptor muskarinik

    dan nikotinik. Reseptor muskarinik ditemukan pada organ afektor otonom, kelenjar

    lakrimalis, pencernaan, gaster, dan otot polos. Sedangkan reseptor nikotinik terdapat

    pada susunan saraf pusat, medula adrenal, ganglia otonom (simpatik/parasimpatik)

    dan "neuromuscular junction". Obat anti kolinesterase bekerja pada kedua reseptor

    dengan menghambat degradasi asetilkolin.30,31,32

    2.5.1. Farmakokinetik

    Neostigmin kurang diserap melalui oral. Diberikan secara subkutan,

    intramuskular dan intravena. Karena struktur quartenary ammonium, neostigmin

    methylsulfate tidak melewati plasenta dan dalam dosis terapi juga tidak terdeteksi dalam

    susu manusia. Neostigmine methylsulfate 15-25 % terikat serum albumin. Volume

    distribusi besar karena lokalisasi jaringan yang luas. Neostigmin methylsulfate

    mengalami hidrolisis oleh kholinesterase menjadi 3 - hidroksi fenil trimetil amonium (

    3OH - PTM ) yang tidak aktif . Neostigmine methylsulfate juga dimetabolisme oleh

    enzim mikrosomal dalam hati . Neostigmin methylsulfate dan 3OH - PTM diekskresikan

    oleh ginjal ekskresi tubular dan proporsi yang sama dihancurkan oleh hati. Gagal ginjal

    memperlambat klirens plasma neostigmin methylsulfate. Waktu paruh plasma neostigmin

    methylsulfate adalah 30-50 menit.30,31,32

    2.5.2. Farmakodinamik

    Neostigmin methylsulfate adalah antikolinesterase yang menghambat hidrolisis

    asetilkolin melalui mekanisme kompetisi dengan asetilkolin untuk berikatan dengan

    asetilkolinesterase. Asetilkolin terakumulasi pada sinapsis kolinergik dan efeknya

    memanjang dan meningkat.

    A. Efek muskarinik.

    Universitas Sumatera Utara

  • Sistem kardiovaskular : Biasanya mengurangi denyut jantung, cenderung untuk

    mengurangi tekanan darah karena vasodilatasi perifer dan menyebabkan bradikardia.

    Efek ini berlawanan dengan stimulasi ganglia simpatis.

    Sistem pernapasan : menyebabkan penyempitan bronkiolus dan meningkatkan sekresi

    trakeobronkial.

    GIT: Meningkatkan tonus dan motilitas usus dan meningkatkan produksi asam lambung.

    Eye: Menghasilkan miosis dan lakrimasi.

    Kelenjar ludah : Meningkatkan sekresi saliva .

    Efek Nikotinik

    Otot rangka : Meningkatkan kekuatan otot dengan aksi antikolinesterase :

    1.Dengan meningkatkan jumlah asetilkolin selama setiap impuls saraf.

    2.Dengan langsung merangsang reseptor kholinoseptive pada motor end plate dengan

    menyerupai kesamaan struktural dengan asetilkolin.

    Otonom ganglia : Dalam dosis kecil merangsang ganglia simpatis, sedangkan di

    dosis yang lebih besar itu menghambat simpatis . Obat ini tidak melewati sawar darah

    otak dan efeknya kurang pada SSP.

    2.5.3. Neostigmin Methylsulfate Intratekal

    Neostigmin methylsulfate intratekal menghambat hidrolisis asetilkolin dan

    menghasilkan analgesia pada hewan dan manusia.

    Pada penelitian kimia jaringan didapatkan penyebaran asetilkolinesterase pada sel di

    kornu dorsal, yang demikian merupakan indikasi adanya aktifitas imunologi yang

    dapat ditemukan pada dendrit dan akson di substantia gelatinosa. Para peneliti

    menduga bahwa serabut saraf sensorik primer dapat merangsang saraf kolinergik di

    kornu dorsal, asetilkolin dilepas oleh saraf-saraf lokal yang mendapat modulasi lewat

    mekanisme pre dan post sinaptik, rangsangan dibawa oleh saraf aferen kecil.21

    Universitas Sumatera Utara

  • Gambar 6. Mekanisme Kerja Cholinesterase Inhibitor

    Agonis muskarinik dapat dirangsang dan dihambat pada berbagai sistem sel di kornu

    dorsal, hal ini memungkinkan bekerjanya anti nosiseptik pada agonis muskarinik

    spinal, pada akhirnya didapat 2 mekanisme yaitu satu interneuron penghambat

    rangsang dan satu neuron produksi kornu dorsal yang hiperpolarisasi. Reseptor

    muskarinik kolinergik spinal mempengaruhi efek antinosiseptik pada pemberian

    intratekal penghambat asetilkolinesterase (neostigmin methylsulfate). Efek

    antinosiseptik terjadi karena aktivasi intrinsic asending dan desending cerebral

    cholinergic pathways. Pemberian neostigmin methylsulfate intratekal akan

    menghambat hidrolisis asetilkolin di spinal sehingga konsentrasi dalam cairan

    serebrospinal meningkat. Asetilkolin merupakan neurotransmiter dan bersifat

    inhibisi neuron sensorik. Konsentrasi asetilkolin yang tinggi ini akan mengaktifkan

    reseptor kolinergik di medula spinalis dan akan menghasilkan efek nosiseptik yang

    baik. Dan telah diteliti reseptor ini berinteraksi dengan reseptor opioid dan reseptor

    -2 adrenergik. Efek nosiseptik timbul akibat terjadinya hambatan neurotransmiter yang dilepas oleh neurosensorik. Namun pada kenyataannya mekanisme ini masih

    merupakan postulat untuk bermacam reseptor di medula spinalis seperti reseptor ,

    -2 yang diketahui merupakan reseptor spesifik untuk rasa nyeri. Meskipun demikian sifat dan farmakologi dari interaksi antara reseptor kolinergik, -2 adrenergik dan opioid masih belum jelas.

    Universitas Sumatera Utara

  • Hood dkk membuktikan bahwa terjadi peningkatan kadar asetilkolin di

    cairan serebrospinal setelah penyuntikan neostigmin ke dalam rongga subarakhnoid,

    adanya penghambat asetilkolinesterase akan menyebabkan peningkatan tonus

    reseptor kolinergik, sehingga kadar asetilkolin meningkat.

    Neostigmin methylsulfate mempunyai efek analgetik melalui keterikatannya

    pada reseptor muskarinik di substansia gelatinosa dan lamina III dan V substansia

    grisea medula spinalis. Derajat analgesia setelah pemberian neostigmin methylsulfate

    intratekal tergantung pada banyaknya asetilkolin yang dibebaskan di dalam susunan

    saraf pusat. Telah dibuktikan pula bahwa neostigmin methylsulfate tidak bersifat

    neurotoksik sehingga tidak membahayakan penderita. Efek samping seperti mual,

    muntah dan gejolak kardiovaskuler (hipotensi, bradikardi), timbul bila terjadi

    penyebaran obat ke batang otak.

    Mual yang diinduksi neostigmin spinal adalah berhubungan dengan dosis, dan

    apakah dosis kecil neostigmine spinal dapat menghasilkan analgesia berarti tanpa

    mual menunggu uji klinis yang tepat. Karena opioid, biasanya diberikan pada

    pasien paska operasi, juga menyebabkan mual, penelitian masa depan harus

    menguji kemungkinan bahwa neostigmine spinal mungkin memperburuk mual

    yang diinduksi reseptor opioid. Potensi neostigmin methylsulfate intratekal

    meningkat pada periode paska operasi, karena sistem saraf noradrenergik desenden

    atau sistem spinal antinosiseptif kolinergik diaktifkan oleh stimulus nyeri terus

    menerus menyebabkan peningkatan pelepasan asetilkolin yang menghasilkan

    neostigmine meningkatkan efek analgesia selektif.

    Efek neurologis

    Relawan yang menerima neostigmin methylsulfate intratekal menunjukkan

    kelemahan motorik dan pengurangan refleks tendon pada ekstremitas bawah setelah dosis

    yang lebih besar , kemudian onset efek yang sama pada ekstremitas atas. Efek motorik

    asenden konsisten dengan penyebaran ke sefalad dari neostigmin dalam cairan

    serebrospinal dan telah diamati pada manusia yang menerima dosis yang jauh lebih besar

    dari neostigmin methylsulfate intratekal dan dianggap karena tindakan langsung pada

    neuron motorik, daripada iskemia atau neurotoksik, karena neostigmin methylsulfate

    dalam dosis besar tidak mengurangi aliran darah medula spinalis atau menyebabkan

    perubahan histopatologi . Efek samping ini dapat membatasi penggunaan dosis besar

    neostigmin methylsulfate intratekal untuk paska operasi atau manajemen nyeri kronis.

    Sedasi dan kecemasan dikaitkan dengan injeksi spinal neostigmin 750g dan gejala ini

    Universitas Sumatera Utara

  • bisa disebabkan stimulasi kolinergik sentral. Neostigmin methylsulfate intratekal bahkan

    tidak menyebabkan perubahan dalam perhatian, memori atau koordinasi motorik.

    Efek gastrointestinal

    Mual dan muntah terjadi dengan peningkatan dosis setelah pemberian neostigmin

    methylsulfate intratekal. Kemungkinan besar efek ini terjadi di batang otak, terlihat

    lambat 30-90 menit setelah injeksi spinal. Mual dan muntah adalah efek samping yang

    paling mengganggu yang dapat membatasi penggunaan neostigmin methylsulfate

    intratekal dalam praktek klinis. Mual yang diinduksi Neostigmin methylsulfate adalah

    bergantung dosis dan apakah dosis kecil neostigmin methylsulfate intratekal dapat

    menghasilkan efek analgesia bermakna dengan atau tanpa mual membutuhkan uji klinis

    yang tepat.

    Sistem kardiovaskular

    Berbeda dengan pemberian sistemik, dosis injeksi neostigmin methylsulfate

    intratekal yang relatif besar meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung. Stimulasi

    kardiovaskular dari neostigmine methylsulfate disebabkan oleh rangsangan pada neuron

    simpatis preganglionik lebih jelas setelah injeksi langsung ke kolom sel

    interomediolateral, daripada setelah injeksi intratekal pada hewan dengan medulla

    spinalis yang ukurannya sama dengan manusia. Dosis obat yang lebih kecil dapat

    menjelaskan kurangnya stimulasi kardiovaskular yang diamati dengan dosis 500g dari

    neostigmin methylsulfate.

    Efek pernapasan

    Diamati bahwa tidak ada efek neostigmin methylsulfate intratekal pada respirasi

    kecuali penurunan angka end-tidal CO2 setelah dosis besar 750g dengan efek

    hemodinamik .

    Efek terhadap sistem urologi

    Pemberian sistemik neostigmin methylsulfate menyebabkan peningkatan tekanan

    intravesika di kandung kemih , meskipun peran reseptor muskarinik spinal pada refleks

    kandung kemih tidak dijelaskan. Meskipun retensi urin diamati pada pemberian

    neostigmin methylsulfate intratekal dengan dosis lebih besar, durasi retensi urin lebih

    singkat dibandingkan dengan morfin intratekal.9

    Universitas Sumatera Utara