76
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Laporan ini dibuat berdasarkan kasus yang diambil dari seseorang pasien anak yang datang ke instalasi gawat darurat Rumah Sakit Islam Malang dengan keluhan nyeri dan luka setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien seorang anak laki-laki berusia 13 tahun. KLL dialami pasien saat mengemudi sepeda motor sendirian dengan tujuan ingin menjemput adik pasien yang berada di karangploso. Pasien mengalami luka gores pada muka, tangan dan kaki. Saat kejadian pasien dibantu warga sekitar dan dibawa dengan ambulan. Hasil x-ray menunjukkan adanya diskontinuitas tulang radius ulna dextra dan pasien direncanakan operasi pada hari tersebut. Kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan kerja merupakan suatu keadaan yang tidak di inginkan yang terjadi pada semua usia dan secara mendadak. Angka kejadian kecelakaan lalu lintas di kota Semarang sepanjang tahun 2011 mencapai 217 kasus, dengan korban meninggal 28 orang, luka berat 40 orang, dan luka ringan sejumlah 480 orang. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. 1 Berbagai penyebab fraktur diantaranya cidera atau benturan, faktor patologik,dan yang lainnya karena faktor beban. Selain 1

Close Fraktur

Embed Size (px)

DESCRIPTION

close fraktur

Citation preview

Page 1: Close Fraktur

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Laporan ini dibuat berdasarkan kasus yang diambil dari seseorang pasien

anak yang datang ke instalasi gawat darurat Rumah Sakit Islam Malang dengan

keluhan nyeri dan luka setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien seorang

anak laki-laki berusia 13 tahun. KLL dialami pasien saat mengemudi sepeda

motor sendirian dengan tujuan ingin menjemput adik pasien yang berada di

karangploso. Pasien mengalami luka gores pada muka, tangan dan kaki. Saat

kejadian pasien dibantu warga sekitar dan dibawa dengan ambulan. Hasil x-ray

menunjukkan adanya diskontinuitas tulang radius ulna dextra dan pasien

direncanakan operasi pada hari tersebut.

Kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan kerja merupakan suatu keadaan

yang tidak di inginkan yang terjadi pada semua usia dan secara mendadak. Angka

kejadian kecelakaan lalu lintas di kota Semarang sepanjang tahun 2011 mencapai

217 kasus, dengan korban meninggal 28 orang, luka berat 40 orang, dan luka

ringan sejumlah 480 orang.

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga

fisik.1 Berbagai penyebab fraktur diantaranya cidera atau benturan, faktor

patologik,dan yang lainnya karena faktor beban. Selain itu fraktur akan bertambah

dengan adanya komplikasi yang berlanjut diantaranya syok, sindrom emboli

lemak, sindrom kompartement, kerusakan arteri, infeksi, dan avaskuler nekrosis.

Komplikasi lain dalam waktu yang lama akan terjadi mal union, delayed union,

non union atau bahkan perdarahan.1 Berbagai tindakan bisa dilakukan di

antaranya rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi. Meskipun demikian

masalah pasien fraktur tidak bisa berhenti sampai itu saja dan akan berlanjut

sampai tindakan setelah atau post operasi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah penegakan diagnosis kasus An. A?

2. Apa terapi yang diberikan pada An. A dan bagaimana kerja obat tersebut?

1

Page 2: Close Fraktur

1.3 Tujuan

Laporan kasus ini disusun untuk membantu penulis mengetahui dan

memahami tentang:

1. Penegakan diagnosis fraktur et causa trauma

2. Terapi fraktur

1.4 Manfaat

Laporan kasus ini bermanfaat sebagai resume dari beberapa referensi

tentang anatomi dan fisiologi tulang serta close fraktur mulai dari definisi,

etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis dan penatalaksanaannya.

2

Page 3: Close Fraktur

BAB IISTATUS PENDERITA

2.1 Identitas Penderita

Nama : An. A

Umur : 13 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Siswa

Pendidikan : SD

Nama ayah : Tn. E

Pekerjaan Ayah : Swasta

Agama : Islam

Alamat : Mt. Haryono Lowokwaru Malang

Status perkawinan : Belum menikah

Suku : Jawa

Bangsa : Indonesia

Tanggal pemeriksaan : 24 Oktober 2014

No. RM : 17.75.72

2.2 Anamnesis

Keluhan utama : luka dan nyeri

Keluhan penyerta : perdarahan

Riwayat penyakit sekarang : pasien An. A datang ke Instalasi gawat

Darurat (IGD) Rumah Sakit Islam Malang pukul 13.20 WIB dengan

diantar ibu pasien. Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas ketika

mengendarai sepeda motor. Pasien mengalami luka pada daerah muka,

kedua ta ngan dan kedua kaki. Pasien mengeluh nyeri yang sangat pada

pergelangan tangan kanan dan pembengkakan pada kedua tangan dan kaki.

Pasien tidak mengeluh pusing, mual maupun muntah.

Riwayat penyakit dahulu

- Riwayat penyakit serupa : disangkal

- Riwayat MRS : + karena panas tinggi

3

Page 4: Close Fraktur

Riwayat penyakit keluarga

- Riwayat penyakit serupa : disangkal

- Riwayat hipertensi : disangkal

- Riwayat jantung : disangkal

- Riwayat kencing anis : disangkal

- Riwayat penyakit metabolik: disangkal

- Riwayat typhoid : disangkal

- Riwayat batuk lama : disangkal

Riwayat pengobatan : disangkal

Riwayat kebiasaan

- Riwayat merokok : disangkal

- Riwayat minum kopi : disangkal

- Riwayat olahraga : futsal

- Riwayat BAK : ±6X sehari, warna jenih

- Riwayat BAB : tidak teratur, kadang 2 hari sekali

- Riwayat tidur : 8 jam sehari

Riwayat gizi : suka sayur, tempe, tahu dan telur.

Riwayat sosial ekonomi

Penghasilan keluarga bersumber dari orang tua pasien yang bekerja

sebagai penjual makanan dengan prakiraan penghasilan perbulan

Rp2.000.000. Pasien berhubungan baik dengan tetangga dan teman di

sekolah. Pasien mengikuti ekstrakurikuler sepak bola dan juga mengaji.

2.3 Anamnesis Sistem

1. Kulit

Kulit warna cokelat, kulit kering ( - ), gatal ( - ), bentol merah (-), luka

(+)

2. Kepala

Sakit kepala ( - ), pusing ( - ), rambut putih ( - ), rambut mudah rontok

( - ), luka pada kepala ( - ), benjolan pada kepala ( - ).

3. Mata

Pandangan mata berkunang-kunang ( - ), penglihatan kabur ( - ), mata

4

Page 5: Close Fraktur

cowong (-)

4. Hidung

Tersumbat ( - ), mimisan ( - )

5. Telinga

Pendengaran berkurang ( - ), berdengung ( - ), keluar cairan ( - )

6. Mulut

Sariawan ( - ), mulut kering ( - )

7. Tenggorokan

Sakit menelan ( - ), serak ( - )

8. Pernafasan

Sesak nafas ( - ), batuk ( - )

9. Kardiovaskuler

Berdebar – debar ( - ), nyeri dada ( - )

10. Gastrointestinal

Mual ( - ), muntah ( - ), nyeri perut ( - ), diare ( - ), konstipasi ( - )

11. Perkemihan

Nyeri (-)

12. Neurologis

Kejang ( - ), lumpuh ( - ), kesemutan pada kedua kaki dan tangan ( - )

13. Psikiatri

Emosi stabil, mudah marah ( - )

14. Muskuloskeletal

Kaku sendi ( - ), nyeri tangan dan kaki ( - ), nyeri otot ( - ), lemas (+)

15. Ekstremitas

- Atas kanan : bengkak ( + ), sakit ( + ), luka ( + )

- Atas kiri : bengkak ( + ), sakit ( + ), luka ( + )

- Bawah kanan : bengkak ( + ), sakit ( + ), luka ( + )

- Bawah kiri : bengkak ( + ), sakit ( + ), luka ( + )

2.4 Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum

Tampak kesakitan, kesadaran composmentis, GCS 456.

5

Page 6: Close Fraktur

2. Vital sign

BB : 49 Kg

TB : 150 cm

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 78 kali/menit, regular

RR : 18 kali/menit

T : 36.5 ºC

3. Kulit

Warna coklat, sianosis ( - ), temperatur hangat, turgor menurun ( - ),

lesi: makula ( - ), papula ( - ), pustula ( - ), tumor ( - ), eritema (-),

vulnus ekskoriasi (+)

4. Kepala

Rambut : kuatitas tipis, tekstur tipis, mudah dicabut ( - ) tumor ( - ),

lesi ( - ), depresi cranium ( - )

5. Mata

Konjungtiva merah muda, sklera putih, pupil isokor ( + / + ), reflek

cahaya ( + / +), katarak ( - / - ), arkus senilis ( - / - ), eksoftalmus ( - /

- ), mata cekung (-)

6. Hidung

Nafas cuping hidung ( - ), sekret ( - / - ), epistaksis ( - / - ), deformitas

hidung ( - )

7. Mulut

Sianosis ( - ), kering (-)

8. Telinga

9. Tenggorokan

Tonsil membesar (-), faring hiperemis (-)

10. Leher

Trakea ditengah (+), pembesaran KGB (-), pembesaran kelajar tiroid

(-), lesi (-) JVP tidak meningkat, trauma servikal (-), jejas leher (-)

11. Thoraks

Simetris ( + ), bentuk normochest, retraksi intercostal ( - ), retraksi

supraklavicular ( - ), gerakan difragma simetris,

6

Page 7: Close Fraktur

Jantung : dalam batas normal

Paru : wheezing (-), ronkhi (-),

12. Abdomen

Dinding perut distended (-), venektasi (-), A: peristaltik (+) normal, P:

timpani seluruh lapang perut (+), P: supel, nyeri lepas (-), nyeri tekan

(-), hepar dan lien tak teraba, trouble space (-)

13. Genitourinaria

14. Sistem collumna vertebralis

I: deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-), P: nyeri tekan

(-), P: nyeri ketok collumna vertebralis (-/-).

15. Ekstremitas

palmar eritema (-/-), capilari refil time ( )

akral dingin edem

- - + +

- - + +

16. Psikiatri

Penampilan : Sesuai umur, perawatan diri cukup

Kesadaran : Tidak berubah (kualitatif), composmentis

(kuantitatif)

Afek : Appropriate

Psikomotor : Normoaktif

Proses pikir : Bentuk : Realistik

Isi : Waham ( - ) , halusinasi ( - ) , ilusi ( - )

Arus : Koheren

Insight : Baik

17. Wrist dextra

Look : bengkak (+), vulnus ekskoriasi (+)

Feel : hiperemi, krepitasi (+)

Movement: gerakan pasif (+)

7

Page 8: Close Fraktur

Tabel 1: Follow up

Haritanggal

S O A P

Jumat, 24/10/14

13.20 WIB

Pasien mengeluh sakit setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien mengeluh tangan kanannya nyeri dan luka pada wajah, kedua tangan dan kedua kaki. Pasien merasa kakinya tambah besar. Tidak ada perasaan mual maupun pusing.

KU: tampak kesakitan, composmentis, BB: 49 Kg, TB: 150 cm, TD: 120/80 mmHg, Nadi: 78 kali/menit kuat, regular, RR: 18 kali/menitT: 36.5ºC,Multiple vulnus ekskoriasi (+) pada wajah, tangan dan kaki. Edema tungkai (+), krepitasi wrist dextra (+) dan gerakannya pasif.

DDx:- Close

fracture wrist dextra antebrachiic

- Multiple vulnus ekskoriasi

Tx:- Infus RL 20 tpm- Inj Ketorolac 30 mg- pasang spalk- puasa

PDx:1. Lab DL2. CTBC3. X-ray

wrist dextra APlateral

4. Konsul dr.SpBO

Jumat, 24/10/14

15.25 WIB

Nyeri (+) pada lengan kanan.

-Hb 14.6 g/dl-HCT 45.1 %-WBC10.86 ribu/ul

-Trombosit 267 ribu/ul

-RBC5.82 ribu/ul

-PDW14.8 fl-RDW-CV 12.3 %

-MPV8.83 %-PCT 0.2%-MCV77.4 fl-MCH 25.0 pg-MCHC 32.3 %

Dx:- Close

fracture radius dextra

PTx: 1) Rencana

tindakan bedah ORIF jam 19.00 WIB

2) konsul dr.SpAn

8

Page 9: Close Fraktur

-Basofil 0.1 %-Eosinofil 4.6 %

-Limfosit 21.3 %

-Monosit 8.2%-LED 7-Waktu perdarahan 2’

-Waktu pembekuan 10’

-Gol. DarahB-Rhesus faktor + (Positif)

-X-ray close fracture radius dextra

Jumat, 24/10/14

18.00 WIB

Nyeri (+) lengan kanan

-TD 130/90 mmHg

-N 92 X/mnt-RR 16 X/mnt-T 36.2ºC

Dx:Close fracture radius dextra

Tx: persiapan operasi- Inj

ondansentron 4 mg

- Inj ranitidine 50 mg

Jumat, 24/10/14

23.20 WIB

Nyeri (+) -TD 110/60 mmHg

-N 88 X/mnt-RR 20 X/mnt-T 36.5ºC

Dx:Close fracture radius dextra

Tx: post op- Inj

ondansentron 4 mg

- Inj ranitidine 50 mg

- Inj Ketorolac 30 mg

Sabtu,25/10/14

05.30 WIB

Nyeri (+) -TD 110/70 mmHg

-N 72 X/mnt-RR 20 X/mnt-T 35.7ºC

Dx:Close fracture radius dextra

Tx:- Inj

Ketorolac 30 mg

Sabtu,25/10/14

06.10 WIB

Nyeri (+) -TD 110/70 mmHg

-N 72 X/mnt-RR 20 X/mnt-T 35.7ºC-Produksi urin

Dx:Close fracture radius dextra

Tx:- Inj

Ranitidin 50 mg

- Inj Ondansentr

9

Page 10: Close Fraktur

50 cc/jam warna jenih

on 4 mg- Iv RL:D5

1:1 100cc/24 jam

- Iv morfin 2 mg

Sabtu,25/10/14

12.30 WIB

Nyeri (+), mual (+), muntah (+)

-TD 110/80 mmHg

-N 70 X/mnt-RR 20 X/mnt-T 35.0ºC

Dx:Close fracture radius dextra

Tx:- Inj

Ketorolac 30 mg

- Inj Ondansentron 4 mg

Sabtu,25/10/14

18.30 WIB

Nyeri (+), mual (+)

-TD 120/80 mmHg

-N 80 X/mnt-RR 20 X/mnt-T 35.5ºC

Dx:Close fracture radius dextra

Tx:- Inj

Ranitidin 50 mg

- Inj Ketorolac 30 mg

- Inj Ondansentron 4 mg

Minggu,26/10/14

Nyeri (+) minimal, mual (+)

-TD 120/70 mmHg

-N 75 X/mnt-RR 18 X/mnt-T 36ºC-Swelling (+)

Dx:Close fracture radius dextra

Tx:- Inj

Ranitidin 2X50 mg

- Inj Ketorolac 3X30 mg

- Inj Ondansentron 3X4 mg

Senin,27/10/14

Nyeri (+) minimal, mual (-)

-TD 120/80 mmHg

-N 69 X/mnt-RR 18 X/mnt-T 35.7ºC-Swelling (+)

Dx:Close fracture radius dextra

Tx:- Cefixime

2X100 mg- Na

Diklofenac 2X50 mg

Keterangan: S = subjektif, O = objektif, A = assessment, P = planning

2.5 Diagnosis Banding

- Close fracture wrist dextra antebrachiic

10

Page 11: Close Fraktur

- Multiple vulnus ekskoriasi

2.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Darah lengkap tanggal 24/10/2014, 15.25 WIB

Jumlah sel darah

Hb 14.6 g/dl (Normal)

HCT 45.1 % (Normal)

WBC 10.86 ribu/ul (Meningkat)

Trombosit 267 ribu/ul (Normal)

RBC 5.82 ribu/ul (Meningkat)

PDW 14.8 fl (Meningkat)

RDW-CV 12.3 % (Normal)

MPV 8.83 % (Normal)

PCT 0.2%

Index

MCV 77.4 fl (Menurun)

MCH 25.0 pg (Menurun)

MCHC 32.3 % (Normal)

Differential

Basofil 0.1 % (Menurun)

Eosinofil 4.6 % (Normal)

Limfosit 21.3 % (Menurun)

Monosit 8.2% (Meningkat)

LED 7

2. CT BC

Faal hemostasis-spesimen darah

Waktu perdarahan 2 menit (Normal)

Waktu pembekuan 10 menit (Normal)

Hematologi ABX pentra 60-spesimen darah

Gol. Darah B

Rhesus faktor + (Positif)

11

Page 12: Close Fraktur

3. X-ray wrist dextra

Gambar 2.1 X-Ray wrist

2.7 Diagnosis

1. Diagnosis dari segi biologis : An. A menderita close fracture

radius dextra

2. Diagnosis dari segi psikologis : hubungan An. A terjalin baik antara

anggota keluarga, pasien diantar oleh ibu pasien saat berobat ke rumah

sakit. Di rumah, pasien tinggal dengan ayah, ibu dan adik.

3. Diagnosis dari segi sosial

a. Personal : nyeri dan luka karena kecelakaan lalu lintas

b. Harapan : ingin cepat sembuh

c. Kekhawatiran : takut keluhannya semakin parah

d. Klinis : close fracture radius dextra

e. Resiko internal : psikologi, usia

f. Resiko eksternal : trauma

g. Fungsional : derajat 3 (sakit berat tapi masih mampu

melakukan aktivitas ringan)

2.8 Resume

Pasien an. A datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Islam

Malang pukul 13.20 WIB dengan diantar ibu pasien. Pasien mengalami

12

Page 13: Close Fraktur

kecelakaan lalu lintas ketika mengendarai sepeda motor. Pasien mengalami luka

pada daerah muka, kedua tangan dan kedua kaki. Pasien mengeluh nyeri yang

sangat pada pergelangan tangan kanan dan pembengkakan pada kedua tangan

kaki. Pasien tidak mengeluh pusing, mual maupun muntah. Dari pemeriksaan fisik

didapatkan An. A kesakitan, kesadaran composmentis, GCS 456, BB 49Kg , TB

150 cm, TD 120/80 mmHg, Nadi 78 kali/menit, regular, RR 18 kali/menit, T

36.5 ºC, edema ekstremitas inferior, multiple vulnus ekskoriasi, nyeri antebrachiin

dextra dan krepitasi (+). Hasil pemeriksaan laboratorium Hb normal, HCT

normal, WBC meningkat, Trombosit normal, RBC meningkat, CT BC normal,

golongan darah B dan pada foto x-ray didapatkan close fracture radius dextra.

2.9 Penatalaksanaan

A. Non Medikamentosa

Pasang Spalk

Puasa (pre op)

Posisi supine

Operasi

B. Medikamentosa

- Infus RL 20 tpm

- Inj ketorolac 3X30 mg

- Inj ranitidine 2X50 mg

- Inj ondancentron 3X4 mg

- Inj morfin 2 mg iv

- Cefixime 2X100 mg

- Na diklofenak 1X50 mg

2.10Karakteristik Demografi Keluarga

Nama kepala keluarga : Tn. E

Nama pasien : An. A

Alamat : Mt Haryono Lowokwaru Malang

Bentuk keluarga : nuclear family

13

Page 14: Close Fraktur

Tabel 2. Daftar anggota keluarga An. A yang tinggal dalam 1 rumah

No Nama Kedu-Dukan

L/P Umur Pendidikan

Pekerjaan Pasien klinik

Ket.

1. Tn. E KK L 37 thn SMP Penjual makanan

Tidak -

2. Ny. N Istri Tn.E P 35 thn SMP Penjual makanan

Tidak -

3. An. A Anak 1 L 13 thn SMP Siswa Ya Close fracture radius dextra

4. An. D Anak 2 L 4 thn TK Siswa Tidak -

Sumber: data primer, 27 Oktober 2014

Kesimpulan:

Keluarga An. A adalah nuclear family (keluarga inti adalah

keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak) tahap 4 yang terdiri atas 4

orang yang tinggal dalam satu rumah. Terdapat anggota keluarga yang

sakit yaitu An. A, umur 13 tahun, beralamat di Lowokwaru . Diagnosis

klinis pasien adalah close fracture radius dextra. Pasien adalah anak

pertama dari dua bersaudara pasangan Tn. E dan Ny. N.

2.11 Identifikasi Fungsi Keluarga

a. APGAR Score

1. Adaptasi

Kemampuan anggota keluarga tersebut beradaptasi dengan anggota

keluarga yang lain, serta penerimaan, dukungan dan saran dari anggota

keluarga yang lain.

2. Partnership

Menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling mengisi antara

anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami oleh keluarga

tersebut.

3. Growth

Menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal –hal yang dilakukan

anggota keluarga tersebut.

14

Page 15: Close Fraktur

4. Affection

Menggambarkan hubungan kasih sayang dan interaksi antar anggota

keluarga.

5. Resolve

Menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentangg kebersamaan

dan waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga yang lain.

Terdapat tiga kategori penilaian yaitu : nilai rata –rata ≤ 5 kurang ,

6-7 cukup dan 8-10 adalah baik.

Tabel 3. Nilai APGAR Tn. E

APGAR Tn. E Terhadap Keluarga

Sering/selalu Kadang-kadang

Jarang/Tidak

Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah

v

Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya

v

Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru

v

Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll

v

Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama

v

Total skor APGAR Tn. E adalah 10

Tabel 4. Nilai APGAR Ny. N

APGAR Ny. N Terhadap Keluarga

Sering/selalu Kadang-kadang

Jarang/Tidak

Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah

v

Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya

v

Saya puas dengan cara keluarga v

15

Page 16: Close Fraktur

saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baruSaya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll

v

Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama

v

Total skor APGAR Ny. N adalah 10

Tabel 5. Nilai APGAR An. A

APGAR An. A Terhadap Keluarga

Sering/selalu Kadang-kadang

Jarang/Tidak

Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah

v

Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya

v

Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru

v

Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll

v

Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama

v

Total skor APGAR An. A adalah 10

APGAR score keluarga An. A = (10+10+10): 3 = 10

Kesimpulan :

Fungsi fisiologis keluarga An. A baik.

b. Fungsi Patologis

16

Page 17: Close Fraktur

Tabel 6. Fungsi patologis keluarga An. A

SUMBER PATHOLOGY KET

SocialPasien dan anggota keluarga tidak ikut berpatisipasi dalam kegiatan lingkungan secara aktif karena khawatir tidak memperoleh informasi dengan cepat

-

Cultural Keluarga menggunakan adat- istiadat jawa dalam kehidupan sehari-hari

-

Religius Ketaatan dan pemahaman dalam beribadah menurut ajaran islam tidak cukup dan jarang berpartisipasi dalam beberapa kegiatan keagamaan.

-

Economy Ekonomi keluarga ini yang bersumber dari suami An. A kurang

-

Education Keluarga kurang mampu memahami keadaan pasien

+

Medical Pasien dan keluarga bukan termasuk BPJS +

Kesimpulan :

Dilihat dari hasil SCREEM, keluarga An. A termasuk keluarga yang

cukup dalam segi sosial, kultural (budaya), agama dan ekonomi. Tetapi

keluargan An. A kurang dalam hal edukasi dan kesehatan. Keluarga An. A

cukup aktif dalam kegiatan disekitar tempat tinggal mereka. Keluarga

tersebut menggunakan bahasa Indonesia dan jawa dalam kehidupan sehari-

hari dan rajin beribadah. Orang tua pasien menempuh pendidikan terakhir

SMP sedangkan pasien sekarang duduk di bangku kelas 1 SMP. Keluarga

pasien bukan merupakan peserta BPJS.

c. Genogram

Bentuk keluarga : Nuclear Family

Keterangan :

= Laki-laki = Perempuan = Pasien X = Meninggal

d. Tahapan Keluarga

17

Gambar 2.2 Genogram keluarga An. A

X

= Tinggal dalam 1 rumah

Page 18: Close Fraktur

Perkembangan keluarga adalah proses perubahan dari sistem

keluarga yang terjadi dari waktu ke waktu meliputi perubahan interaksi dan

hubungan di antara keluarga dari waktu ke waktu.

Kelurga An. A termasuk dalam tahap 4 yaitu: keluarga dengan anak usia

sekolah: dimulia saat anak pertama berusia 6 tahun sampai 13 tahun.

Tugas perkembangan tahap 4 adalah sebagai berikut:

a. Membantu sosialisasi anak dengan tetangga, sekolah dan

lingkungan.

b. Mempertahankan hubungan perkawinan bahagia.

c. Memenuhi kebutuhan dan biaya hidup yang semakin meningkat.

d. Meningkatkan komunikasi terbuka.

e. Denah Rumah

kamar kamar km dapur

ruang tamu ruang keluarga kamar

Gambar 2.3 Denah rumah keluarga An. A

f. Pola Interaksi Keluarga

Pola interaksi keluarga An. A

Keterangan:

18

An. A

Tn. E

Ny. N

An.D

Gambar 2.4 Pola interaksi keluarga An. A

Page 19: Close Fraktur

: hubungan baik : laki-laki : perempuan

Kesimpulan :

Hubungan An. A dengan setiap anggota keluarga yang tinggal bersamanya

cukup baik.

g. Faktor Perilaku Keluarga

Menurut pendapat pasien, yang dimaksud kondisi sehat adalah suatu

kondisi dimana seseorang tidak menderita penyakit sehingga bisa melakukan

aktivitasnya dengan baik. Jika ada anggota keluarga yang sakit keluarga

segera memeriksakan dan mencari pengobatan ke dokter praktek atau rumah

sakit.

h. Faktor Non Perilaku

Keluarga An. A menggunakan rumah sakit umum/swasta sebagai

sarana untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Rumah yang dihuni keluarga

ini terletak di kota dengan pencahayaan yang cukup, menggunakan air PDAM

sebagai sumber air bersih dan ventilasi rumah cukup baik.

BAB III

19

Keluarga Ny. TKeluarga Ny. T

Gambar 2.4: Faktor perilaku dan non perilakuyang berhubungan dengan kasus An. A

Keluarga An. AKeluarga An. A

Sikap: keluarga peduli terhadap penyakit

penderita

Lingkungan : Perkampungan, padat

penduduk

Tindakan: keluarga segera mengantarkan An.

A untuk berobat

Pemahaman: keluarga memahami penyakit penderita

Keturunan : -

Pelayanan Kesehatan : An. A bukan merupakan

pasien peserta BPJS

Faktor Perilaku Faktor Non Perilaku

Page 20: Close Fraktur

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Tulang

3.1.1 Anatomi

Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk

pada tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung

dan melindungi organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Tulang

membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk

melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga

merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat.1

Gambar 3.1 Anatomi Wrist 2

Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan

tempat untuk melekatnya otot- otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang

juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan

20

Page 21: Close Fraktur

fosfat. Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah

jaringan hidup yang akan suplai syaraf dan darah. Tulang banyak mengandung

bahan kristalin anorganik (terutama garam-garam kalsium ) yang membuat

tulang keras dan kaku., tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa yang

membuatnya kuat dan elastis.1 Tulang ekstremitas bawah atau anggota gerak

bawah dikaitkan pada batang tubuh dengan perantara gelang panggul terdiri

dari 31 pasang antra lain: tulang koksa, tulang femur, tibia, fibula, patella,

tarsalia, metatarsal dan falang.1

3.1.2 Fisiologi

Sistem muskuloskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran

dalam pergerakan. Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon, ligament,

bursa, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur tersebut.1

Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel antara

lain : osteoblast, osteosit dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan

membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan sebagai matriks tulang dan

jaringan osteoid melalui suatu proses yang di sebut osifikasi. Ketika sedang

aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas mengsekresikan sejumlah besar

fosfatase alkali, yang memegang peran penting dalam mengendapkan kalsium

dan fosfat kedalam matriks tulang, sebagian fosfatase alkali memasuki aliran

darah dengan demikian maka kadar fosfatase alkali di dalam darah dapat

menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah

mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker ke tulang. Ostesit

adalah sel- sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk

pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteklas adalah sel-sel besar

berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat di

absorbsi. Tidak seperti osteblas dan osteosit, osteklas mengikis tulang. Sel-sel

ini menghsilkan enzim-enzim proteolotik yang memecahkan matriks dan

beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat

terlepas ke dalam aliran darah. Secara umum fungsi tulang menurut Price dan

Wilson (2006) antara lain:

1) Sebagai kerangka tubuh. Tulang sebagai kerangka yang

menyokong dan memberi bentuk tubuh.

21

Page 22: Close Fraktur

2) Proteksi sistem muskuloskeletal melindungi organ- organ penting,

misalnya otak dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan

paru-paru terdapat pada rongga dada (cavum thorax) yang di

bentuk oleh tulang-tulang kostae.

3) Ambulasi dan mobilisasi tulang dan otot memungkinkan terjadinya

pergerakan tubuh dan perpindahan tempat. Tulang memberikan

suatu sistem pengungkit yang digerakan oleh otot-otot yang

melekat pada tulang tersebut sebagai suatu sistem pengungkit yang

digerakan oleh kerja otot-otot yang melekat.

4) Deposit mineral sebagai reservoir kalsium, fosfor, natrium,dan

elemen-elemen lain. Tulang mengandung 99% kalsium dan 90%

fosfor tubuh.

5) Hemopoesis berperan dalam bentuk sel darah pada red marrow.

Untuk menghasilkan sel-sel darah merah dan putih serta trombosit

dalam sumsum tulang tertentu.

3.2 Fraktur

3.2.1 Definisi

Ada beberapa pengertian fraktur menurut para ahli adalah:

1) Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga

fisik.1

2) Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis

dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari

yang dapat diabsorbsinya.3

3) Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat

dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti

osteoporosis yang menyebabkan fraktur yang patologis.4

4) Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasa

nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan dan

krepitasi.5

3.2.2 Etiologi

Etiologi fraktur yang dimaksud adalah peristiwa yang dapat

22

Page 23: Close Fraktur

menyebabkan terjadinya fraktur diantaranya peristiwa trauma (kekerasan) dan

peristiwa patologis.

1. Peristiwa Trauma (kekerasan)

a) Kekerasan langsung

Kekerasan langsung dapat menyebabkan tulang patah pada titik

terjadinya kekerasan itu, misalnya tulang kaki terbentur bumper mobil,

maka tulang akan patah tepat di tempat terjadinya benturan. Patah tulang

demikian sering bersifat terbuka, dengan garis patah melintang atau

miring.

b) Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat

yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah

bagian yang paling lemah dalam hantaran vektor kekerasan. Contoh

patah tulang karena kekerasan tidak langsung adalah bila seorang jatuh

dari ketinggian dengan tumit kaki terlebih dahulu. Yang patah selain

tulang tumit, terjadi pula patah tulang pada tibia dan kemungkinan pula

patah tulang paha dan tulang belakang. Demikian pula bila jatuh dengan

telapak tangan sebagai penyangga, dapat menyebabkan patah pada

pergelangan tangan dan tulang lengan bawah.

c) Kekerasan akibat tarikan otot

Kekerasan tarikan otot dapat menyebabkan dislokasi dan patah

tulang. Patah tulang akibat tarikan otot biasanya jarang terjadi.

Contohnya patah tulang akibat tarikan otot adalah patah tulang patella

dan olekranom, karena otot triseps dan biseps mendadak berkontraksi.

2. Peristiwa Patologis

a) Kelelahan atau stres fraktur

Fraktur ini terjadi pada orang yang yang melakukan aktivitas

berulang – ulang pada suatu daerah tulang atau menambah tingkat

aktivitas yang lebih berat dari biasanya. Tulang akan mengalami

perubahan struktural akibat pengulangan tekanan pada tempat yang sama,

23

Page 24: Close Fraktur

atau peningkatan beban secara tiba – tiba pada suatu daerah tulang maka

akan terjadi retak tulang.

b) Kelemahan tulang

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal karena lemahnya

suatu tulang akibat penyakit infeksi, penyakit metabolisme tulang

misalnya osteoporosis, dan tumor pada tulang. Sedikit saja tekanan pada

daerah tulang yang rapuh maka akan terjadi fraktur.

3.2.3 Patofisiologis

Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat

patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga

biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat

setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan

peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan

terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin

direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk

tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang

berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan

asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila

tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan

jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya

serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom

kompartemen.6

Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak

seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup.

Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot,

ligament dan pembuluh darah.2 Pasien yang harus imobilisasi setelah patah

tulang akan menderita komplikasi antara lain: nyeri, iritasi kulit karena

penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila

sebagian tubuh di imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan

prawatan diri.7 Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen-fragmen

tulang di pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan

meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri

24

Page 25: Close Fraktur

merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak

mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama

tindakan operasi.1

3.2.4 Klasifikasi

Fraktur dapat dibedakan jenisnya berdasarkan hubungan tulang dengan

jaringan disekitar, bentuk patahan tulang, dan lokasi pada tulang fisis.

1. Berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan disekitar

- Fraktur tertutup ( closed)

Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih

(karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada

klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak

sekitar trauma, yaitu:

1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera

jaringan lunak sekitarnya.

2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit

dan jaringan subkutan.

3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan

lunak bagian dalam dan pembengkakan.

4) Tingkat 3: Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak

yang nyata dan ancaman sindroma kompartement.

- Fraktur terbuka ( open/compound )

Bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia

luar karena adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka terbagi atas

tiga derajat (menurut R. Gustillo), yaitu:

1) Derajat I

- Luka <1 cm

- Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka

remuk

- Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kominutif

ringan

25

Page 26: Close Fraktur

- Kontaminasi minimal

2) Derajat II

- Laserasi >1 cm

- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avulsi

- Fraktur kominutif sedang

- Kontaminasi sedang

3) Derajat III

Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi

struktur kulit, otot, dan neurovaskular serta kontaminasi

derajat tinggi. Fraktur terbuka derajat III terbagi atas:

- Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat,

meskipun terdapat laserasi luas/flap/avulsi atau fraktur

segmental/sangat kominutif yang disebabkan oleh

trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran

luka.

- Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang

terpapar atau kontaminasi masif.

- Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus

diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.

2. Berdasarkan bentuk patahan tulang

a) Transversal

Adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang

tulang atau bentuknya melintang dari tulang. Fraktur semacam ini

biasanya mudah dikontrol dengan pembidaian gips.

b) Spiral

Adalah fraktur meluas yang mengelilingi tulang yang timbul akibat

torsi ekstremitas atau pada alat gerak. Fraktur jenis ini hanya

menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak.

26

Page 27: Close Fraktur

Gambar 3.2 Bentuk Patahan Tulang 8

c) Oblik

Adalah fraktur yang memiliki patahan arahnya miring dimana garis

patahnya membentuk sudut terhadap tulang.

d) Segmental

Adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang, ada segmen tulang

yang retak dan ada yang terlepas menyebabkan terpisahnya segmen

sentral dari suplai darah.

e) Kominuta

Adalah fraktur yang mencakup beberapa fragmen, atau terputusnya

keutuhan jaringan dengan lebih dari dua fragmen tulang.

f) Greenstick

Adalah fraktur tidak sempurna atau garis patahnya tidak lengkap

dimana korteks tulang sebagian masih utuh demikian juga periosterum.

Fraktur jenis ini sering terjadi pada anak – anak.

g) Fraktur Impaksi

Adalah fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga

yang berada diantaranya, seperti pada satu vertebra dengan dua vertebra

lainnya.

h) Fraktur Fissura

Adalah fraktur yang tidak disertai perubahan letak tulang yang berarti,

fragmen biasanya tetap di tempatnya setelah tindakan reduksi.

27

Page 28: Close Fraktur

3. Berdasarkan lokasi pada tulang fisis

Tulang fisis adalah bagian tulang yang merupakan lempeng

pertumbuhan, bagian ini relatif lemah sehingga strain pada sendi dapat

berakibat pemisahan fisis pada anak – anak. Fraktur fisis dapat terjadi akibat

jatuh atau cedera traksi. Fraktur fisis juga kebanyakan terjadi karena

kecelakaan lalu lintas atau pada saat aktivitas olahraga. Klasifikasi yang paling

banyak digunakan untuk cedera atau fraktur fisis adalah klasifikasi fraktur

menurut Salter – Harris:

1) Tipe I: fraktur transversal melalui sisi metafisis dari lempeng

pertumbuhan, prognosis sangat baik setelah dilakukan reduksi tertutup.

2) Tipe II: fraktur melalui sebagian lempeng pertumbuhan, timbul

melalui tulang metafisis , prognosis juga sangat baik denga reduksi

tertutup.

3) Tipe III: fraktur longitudinal melalui permukaan artikularis dan epifisis

dan kemudian secara transversal melalui sisi metafisis dari lempeng

pertumbuhan. Prognosis cukup baik meskipun hanya dengan reduksi

anatomi.

4) Tipe IV: fraktur longitudinal melalui epifisis, lempeng pertumbuhan

dan terjadi melalui tulang metafisis. Reduksi terbuka biasanya penting

dan mempunyai resiko gangguan pertumbuhan lanjut yang lebih besar.

5) Tipe V: cedera remuk dari lempeng pertumbuhan, insidens dari

gangguan pertumbuhan lanjut adalah tinggi.

3.2.5 Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,

pemendekan ekstrimitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan warna.

1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di

imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai

alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen

tulang.

2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung

bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur

menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bias di ketahui dengan

28

Page 29: Close Fraktur

membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak dapat

berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada

integritas tulang tempat melekatnya otot.

3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena

kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.

4. Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang

yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu

dengan yang lainya.

5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai

akibat dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini

biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.3

3.2.6 Penatalaksanan

Menurut Mansjoer (2000) dan Muttaqin (2008) konsep dasar yang

harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur yaitu: rekognisi, reduksi,

retensi, dan rehabilitasi.4,9

1. Rekognisi

Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk

menentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat

fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk

yang nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka.

2. Reduksi (manipulasi/ reposisi)

Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen

fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak

asalnya. Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali

seperti semula secara optimal. Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan

reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka. Reduksi fraktur dilakukan

sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan

elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada

kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah

mulai mengalami penyembuhan.4

3. Retensi (Immobilisasi)

29

Page 30: Close Fraktur

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga

kembali seperti semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi, fragmen

tulang harus diimobilisasi, atau di pertahankan dalam posisi kesejajaran

yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan

fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan,

gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips, atau fiksator eksterna.

Implan logam dapat di gunakan untuk fiksasi intrerna yang brperan

sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur. Fiksasi eksterna

adalah alat yang diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan fragmen

tulang dengan memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus

menembus tulang pada bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur dan

pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan eksternal

bars. Teknik ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk fraktur pada

tulang tibia, tetapi juga dapat dilakukan pada tulang femur, humerus dan

pelvis.4

4. Rehabilitasi

Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk

menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan mmeungkinkan, harus

segera dimulai melakukan latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan

anggota tubuh dan mobilisasi.4

3.2.7 Stadium Penyembuhan Fraktur

Proses penyembuhan fraktur terdiri atas lima stadium yaitu :

- Pembentukan hematom

Fraktur merobek pembuluh darah dalam medulla, korteks dan

periosteum sehingga timbul hematom.

- Organisasi

Dalam 24 jam, kapiler dan fibroblas mulai tumbuh ke dalam

hematom disertai dengan infiltrasi sel – sel peradangan. Dengan

demikian, daerah bekuan darah diubah menjadi jaringan granulasi

fibroblastik vaskular.

- Kalus sementara

30

Page 31: Close Fraktur

Pada sekitar hari ketujuh, timbul pulau – pulau kartilago dan jaringan

osteoid dalam jaringan granulasi ini. Kartilago mungkin timbul dari

metaplasia fibroblas dan jaringan osteoid ditentukan oleh osteoblas

yang tumbuh ke dalam dari ujung tulang. Jaringan osteoid, dalam

bentuk spikula ireguler dan trabekula, mengalami mineralisasi

membentuk kalus sementara. Tulang baru yang tidak teratur ini

terbentuk dengan cepat dan kalus sementara sebagian besar lengkap

pada sekitar hari kedua puluh lima.

- Kalus definitif

Kalus sementara yang tak teratur secara bertahap akan diganti oleh

tulang yang teratur dengan susunan havers – kalus definitif.

- Remodeling

Kontur normal dari tulang disusun kembali melalui proses

remodeling akibat pembentukan tulang osteoblastik maupun resorpsi

osteoklastik. Keadaaan terjadi secara relatif lambat dalam periode

waktu yang berbeda tetapi akhirnya semua kalus yang berlebihan

dipindahkan, dan gambaran serta struktur semula dari tulang

tersusun kembali.

Gambar 3.3 Stadium Penyembuhan Fraktur

3.2.8 Kelainan Penyembuhan Fraktur

31

Page 32: Close Fraktur

Tulang memperlihatkan kemudahan penyembuhan yang besar tetapi

dapat terjadi sejumlah penyulit atau terdapat kelainan dalam proses

penyembuhan.

1) Malunion

Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk

menimbulkan deformitas, angulasi atau pergeseran.

2) Penyatuan tertunda

Keadaan ini umum terjadi dan disebabkan oleh banyak faktor, pada

umumnya banyak diantaranya mempunyai gambaran hiperemia dan

dekalsifikasi yang terus menerus. Faktor yang menyebabkan penyatuan

tulang tertunda antara lain karena infeksi, terdapat benda asing, fragmen

tulang mati, imobilisasi yang tidak adekuat, distraksi, avaskularitas, fraktur

patologik, gangguan gizi dan metabolik.

3) Non union (tak menyatu)

Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa.

Kadang – kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor –

faktor yang dapat menyebabkan non union adalah tidak adanya

imobilisasi, interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar dari fragmen

contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis.

3.2.9 Komplikasi Fraktur

a. Sindrom Emboli Lemak

Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan

kondisi fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung – gelembung lemak

terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak.

Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan

oklusi pada pembuluh – pembuluh darah pulmonary yang menyebabkan

sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak mencakup dyspnea,

perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah, marah, bingung, stupor),

tachycardia, demam, ruam kulit ptechie.

b. Sindrom Kompartemen

Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam

ruang tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan

32

Page 33: Close Fraktur

sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya

menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala – gejalanya mencakup rasa

sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang berhubungan

dengan tekanan yang berlebihan pada kompartemen, rasa sakit dengan

perenggangan pasif pada otot yang terlibat, dan paresthesia. Komplikasi

ini terjadi lebih sering pada fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta

(radius atau ulna).

c. Nekrosis Avaskular (Nekrosis Aseptik)

Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke tulang

kurang baik. Hal ini paling sering mengenai fraktur intrascapular femur

(yaitu kepala dan leher), saat kepala femur berputar atau keluar dari sendi

dan menghalangi suplai darah. Karena nekrosis avaskular mencakup

proses yang terjadi dalam periode waktu yang lama, pasien mungkin

tidak akan merasakan gejalanya sampai dia keluar dari rumah sakit. Oleh

karena itu, edukasi pada pasien merupakan hal yang penting. Perawat

harus menyuruh pasien supaya melaporkan nyeri yang bersifat intermiten

atau nyeri yang menetap pada saat menahan beban.

d. Osteomyelitis

Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan

korteks tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh)

atau hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen

dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama

operasi. Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang

terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur – fraktur

dengan sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko

osteomyelitis yang lebih besar.

e. Gangren Gas

Gas gangren berasal dari infeksi yang disebabkan oleh bakterium

saprophystik gram-positif anaerob yaitu antara lain Clostridium welchii

atau clostridium perfringens. Clostridium biasanya akan tumbuh pada

luka dalam yang mengalami penurunan suplai oksigen karena trauma

otot. Jika kondisi ini terus terjadi, maka akan terdapat edema, gelembung

33

Page 34: Close Fraktur

– gelembung gas pada tempat luka. Tanpa perawatan, infeksi toksin

tersebut dapat berakibat fatal.

3.2.10 Pencegahan Fraktur

Pencegahan fraktur dapat dilakukan berdasarkan penyebabnya. Pada

umumnya fraktur disebabkan oleh peristiwa trauma benturan atau terjatuh baik

ringan maupun berat. Pada dasarnya upaya pengendalian kecelakaan dan

trauma adalah suatu tindakan pencegahan terhadap peningkatan kasus

kecelakaan yang menyebabkan fraktur.

- Pencegahan Primer

Pencegahan primer dapat dilakukan dengan upaya menghindari

terjadinya trauma benturan, terjatuh atau kecelakaan lainnya. Dalam

melakukan aktifitas yang berat atau mobilisasi yang cepat dilakukan

dengan cara hati – hati, memperhatikan pedoman keselamatan dengan

memakai alat pelindung diri.

- Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder dilakukan untuk mengurangi akibat – akibat

yang lebih serius dari terjadinya fraktur dengan memberikan pertolongan

pertama yang tepat dan terampil pada penderita. Mengangkat penderita

dengan posisi yang benar agar tidak memperparah bagian tubuh yang

terkena fraktur untuk selanjutnya dilakukan pengobatan. Pemeriksaan

klinis dilakukan untuk melihat bentuk dan keparahan tulang yang patah.

Pemeriksaan dengan foto radiologis sangat membantu untuk mengetahui

bagian tulang yang patah yang tidak terlihat dari luar. Pengobatan yang

dilakukan dapat berupa traksi, pembidaian dengan gips atau dengan fiksasi

internal maupun eksternal.

- Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier pada penderita fraktur yang bertujuan untuk

mengurangi terjadinya komplikasi yang lebih berat dan memberikan

tindakan pemulihan yang tepat untuk menghindari atau mengurangi

kecacatan. Pengobatan yang dilakukan disesuaikan dengan jenis dan

beratnya fraktur dengan tindakan operatif dan rehabilitasi. Rehabilitasi

34

Page 35: Close Fraktur

medis diupayakan untuk mengembalikan fungsi tubuh untuk dapat kembali

melakukan mobilisasi seperti biasanya. Penderita fraktur yang telah

mendapat pengobatan atau tindakan operatif, memerlukan latihan

fungsional perlahan untuk mengembalikan fungsi gerakan dari tulang yang

patah. Upaya rehabilitasi dengan mempertahankan dan memperbaiki

fungsi dengan mempertahankan reduksi dan imobilisasi antara lain

meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler, mengontrol

ansietas dan nyeri, latihan dan pengaturan otot, partisipasi dalam aktivitas

hidup sehari-hari, dan melakukan aktivitas ringan secara bertahap.

35

Page 36: Close Fraktur

BAB IVPEMBAHASAN

4.1 Penegakan Diagnosis Fraktur

1) Anamnesis

Keluhan utama berupa:

- Trauma, waktu terjadinya trauma, cara terjadinya trauma, lokasi

trauma

- Nyeri, lokasi nyeri, sifat nyeri, intensitas nyeri, reffered pain

- Kekakuan sendi

- Pembengkakan

- Deformitas

- Ketidakstabilan sendi

- Kelemahan otot

- Gagguan sensibilitas

- Hilangnya fungsi

- Jalan pincang

2) Pemeriksaan fisik

a. Inspeksi (look)

- Kulit, meiputi warna kulit, tanda peradangan dan tekstur kulit

- Jaringan lunak, pembuluh darah, saraf, otot, tendon, ligament,

jaringan lemak, fasia dan kelenjar limfe

- Tulang dan sendi

- Sinus dan jaringan parut

b. Palpasi (feel)

- Suhu kulit, denyutan arteri

- Jaringan lunak, mengetahui adanya spasme otot, atrofi otot

- Nyeri tekan

36

Page 37: Close Fraktur

- Tulang, perhatikan bentuk, permukaan, ketebalan, penonjolan

dari tulang

- Penilaian deformitas

3) Pemeriksaan penunjang

Dilakukan pemeriksaan rontgen, apabila fraktur pada tulang panjang

dilakukan posisi AP dan latera

4.2 Penatalaksanaan

Farmakologis 11

1. Infus RL 20 tpm

Komposisi: Na laktat 3.1 gram, NaCl 6 gram, KCl 0.33 gram, CaCl2

0.2 gram, air 1000 ml.

Indikasi: mengembalikan keseimbangan cairan pada kasus dehidrasi

Kontraindikasi: hipernatremi, kelainan hati/ginjal dan laktat asidosis

Efek samping: panas, infeksi pada tempat injeksi, thrombosis vena

dan ekstravasasi.

Dosis: sesuai kondisi penderita

Kemasan: Larutan infus 500 ml.

Alasan pemberian cairan infus ringer laktat untuk memenuhi

kebutuhan cairan dalam tubuh selama an. D tidak makan/minum.

Selain itu juga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan elektrolit yaitu

natrium, kalium dan klorida.

2. Ketorolac 30 mg

Ketorolac tromethamine merupakan suatu analgesik non-

narkotik. Obat ini merupakan obat anti-inflamasi nonsteroid yang

menunjukkan aktivitas antipiretik yang lemah dan anti-inflamasi.

Ketorolac tromethamine menghambat sintesis prostaglandin dan

dapat dianggap sebagai analgesik yang bekerja perifer karena tidak

mempunyai efek terhadap reseptor opiat.

Ketorolac tromethamine diserap dengan cepat dan lengkap

setelah pemberian intramuskular dengan konsentrasi puncak rata-rata

dalam plasma sebesar 2,2 mcg/ml setelah 50 menit pemberian dosis

37

Page 38: Close Fraktur

tunggal 30 mg. Waktu paruh terminal plasma 5,3 jam pada dewasa

muda dan 7 jam pada orang lanjut usia (usia rata-rata 72 tahun).

Lebih dari 99% Ketorolac terikat pada konsentrasi yang beragam.

Farmakokinetik Ketorolac pada manusia setelah pemberian secara

intramuskular dosis tunggal atau multipel adalah linear. Kadar steady

state plasma dicapai setelah diberikan dosis tiap 6 jam dalam sehari.

Pada dosis jangka panjang tidak dijumpai perubahan bersihan.

Setelah pemberian dosis tunggal intravena, volume distribusinya rata-

rata 0,25 L/kg. Ketorolac dan metabolitnya (konjugat dan metabolit

para-hidroksi) ditemukan dalam urin (rata-rata 91,4%) dan sisanya

(rata-rata 6,1%) diekskresi dalam feses. Pemberian Ketorolac secara

parenteral tidak mengubah hemodinamik pasien.

Ketorolac diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek

terhadap nyeri akut sedang sampai berat setelah prosedur bedah.

Durasi total Ketorolac tidak boleh lebih dari lima hari. Ketorolac

secara parenteral dianjurkan diberikan segera setelah operasi. Harus

diganti ke analgesik alternatif sesegera mungkin, asalkan terapi

Ketorolac tidak melebihi 5 hari. Ketorolac tidak dianjurkan untuk

digunakan sebagai obat prabedah obstetri atau untuk analgesia

obstetri karena belum diadakan penelitian yang adekuat mengenai hal

ini dan karena diketahui mempunyai efek menghambat biosintesis

prostaglandin atau kontraksi rahim dan sirkulasi fetus.

Kontraindikasi:

- Pasien yang sebelumnya pernah mengalami alergi dengan obat

ini, karena ada kemungkinan sensitivitas silang.

- Pasien yang menunjukkan manifestasi alergi serius akibat

pemberian Asetosal atau obat anti-inflamasi nonsteroid lain.

- Pasien yang menderita ulkus peptikum aktif.

- Penyakit serebrovaskular yang dicurigai maupun yang sudah

pasti.

- Diatesis hemoragik termasuk gangguan koagulasi.

38

Page 39: Close Fraktur

- Sindrom polip nasal lengkap atau parsial, angioedema atau

bronkospasme.

- Terapi bersamaan dengan ASA dan NSAID lain.

- Hipovolemia akibat dehidrasi atau sebab lain.

- Gangguan ginjal derajat sedang sampai berat (kreatinin serum

>160 mmol/L).

- Riwayat asma.

- Pasien pasca operasi dengan risiko tinggi terjadi perdarahan

atau hemostasis inkomplit, pasien dengan antikoagulan

termasuk Heparin dosis rendah (2.500–5.000 unit setiap 12

jam).

- Terapi bersamaan dengan Ospentyfilline, Probenecid atau

garam lithium.

- Selama kehamilan, persalinan, melahirkan atau laktasi.

- Pasien yang mempunyai riwayat sindrom Steven-Johnson atau

ruam vesikulobulosa.

- Pemberian neuraksial (epidural atau intratekal).

- Pemberian profilaksis sebelum bedah mayor atau intra-operatif

jika hemostasis benar-benar dibutuhkan karena tingginya risiko

perdarahan.

Dosis: Ketorolac ampul ditujukan untuk pemberian injeksi

intramuskular atau bolus intravena. Dosis untuk bolus intravena

harus diberikan selama minimal 15 detik. Ketorolac ampul tidak

boleh diberikan secara epidural atau spinal. Mulai timbulnya efek

analgesia setelah pemberian IV maupun IM serupa, kira-kira 30

menit, dengan maksimum analgesia tercapai dalam 1 hingga 2 jam.

Durasi median analgesia umumnya 4 sampai 6 jam. Dosis sebaiknya

disesuaikan dengan keparahan nyeri dan respon pasien. Lamanya

terapi : Pemberian dosis harian multipel yang terus-menerus secara

intramuskular dan intravena tidak boleh lebih dari 2 hari karena efek

samping dapat meningkat pada penggunaan jangka panjang.

39

Page 40: Close Fraktur

Selain mempunyai efek yang menguntungkan, Ketorolac

tromethamine juga mempunyai efek samping, diantaranya:

- Efek pada gastrointestinal

Ketorolac tromethamine dapat menyebabkan ulcerasi peptic,

perdarahan dan perlubangan lambung. Sehingga Ketorolac

tromethamine dilarang untuk pasien yang sedang atau

mempunyai riwayat perdarahan lambung dan ulcerasi peptic.

- Efek pada ginjal

Ketorolac tromethamine menyebabkan gangguan atau

kegagalan depresi volume pada ginjal, sehingga dilarang

diberikan pada pasien dengan riwayat gagal ginjal.

- Resiko perdarahan

Ketorolac tromethamine menghambat fungsi trombosit,

sehingga terjadi gangguan hemostasis yang mengakibatkan

risiko perdarahan dan gangguan hemostasis.

- Reaksi hipersensitivitas

Dalam pemberian Ketorolac tromethamine bias terjadi reaksi

hypersensitivitas dari hanya sekedar spasme bronkus hingga

shock anafilaktik, sehigga dalam pemberian Ketorolac

tromethamine harus diberikan dosis awal yang rendah.

3. Ranitidin 2X50 mg

Ranitidine adalah suatu histamin antagonis reseptor H2 yang

menghambat kerja histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan

mengurangi sekresi asam lambung.

Pada pemberian i.m./i.v. kadar dalam serum yang diperlukan untuk

menghambat 50% perangsangan sekresi asam lambung adalah 36–94

mg/mL. Kadar tersebut bertahan selama 6–8 jam.

Ranitidine diabsorpsi 50% setelah pemberian oral. Konsentrasi

puncak plasma dicapai 2–3 jam setelah pemberian dosis 150 mg.

Absorpsi tidak dipengaruhi secara nyata oleh makanan dan antasida.

Waktu paruh 2 ½–3 jam pada pemberian oral, Ranitidine diekskresi

melalui urin

40

Page 41: Close Fraktur

Indikasi:

- Pengobatan jangka pendek tukak usus 12 jari aktif, tukak

lambung aktif, mengurangi gejala refluks esofagitis.

- Terapi pemeliharaan setelah penyembuhan tukak usus 12 jari,

tukak lambung.

- Pengobatan keadaan hipersekresi patologis (misal : sindroma

Zollinger Ellison dan mastositosis sistemik).

- Ranitidine injeksi diindikasikan untuk pasien rawat inap di

rumah sakit dengan keadaan hipersekresi patologis atau ulkus

12 jari yang sulit diatasi atau sebagai pengobatan alternatif

jangka pendek pemberian oral pada pasien yang tidak bisa

diberi Ranitidine oral.

Dosis Ranitidine oral

- 150 mg 2 kali sehari (pagi dan malam) atau 300 mg sekali

sehari sesudah makan malam atau sebelum tidur, selama 4 –

8 minggu.

- Tukak lambung aktif 150 mg 2 kali sehari (pagi dan malam)

selama 2 minggu.

- Terapi pemeliharaan pada penyembuhan tukak 12 jari dan

tukak lambung Dewasa: 150 mg, malam hari sebelum tidur.

- Keadaan hipersekresi patologis (Zollinger - Ellison,

mastositosis sistemik) Dewasa: 150 mg, 2 kali sehari

dengan lama pengobatan ditentukan oleh dokter

berdasarkan gejala klinik yang ada. Dosis dapat

ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan masing-masing

penderita. Dosis hingga 6 g sehari dapat diberikan pada

penyakit yang berat.

- Refluks gastroesofagitis Dewasa: 150 mg, 2 kali sehari.

- Esofagitis erosif Dewasa: 150 mg, 4 kali sehari.

- Pemeliharaan dan penyembuhan esofagitis erosif Dewasa:

150 mg, 2 kali sehari.

41

Page 42: Close Fraktur

- Dosis pada penderita gangguan fungsi ginjal Bila bersihan

kreatinin < 50 mL / menit: 150 mg / 24 jam. Bila perlu dosis

dapat ditingkatkan secara hati-hati setiap 12 jam atau

kurang tergantung kondisi penderita.

- Hemodialisis menurunkan kadar Ranitidine yang

terdistribusi.

Efek samping:

- Sakit kepala

- Susunan saraf pusat, jarang terjadi: malaise, pusing,

mengantuk, insomnia, vertigo, agitasi, depresi, halusinasi.

- Kardiovaskular, jarang dilaporkan: aritmia seperti

takikardia, bradikardia, atrioventricular block, premature

ventricular beats.

- Gastrointestinal: konstipasi, diare, mual, muntah, nyeri

perut. Jarang dilaporkan: pankreatitis.

- Muskuloskeletal, jarang dilaporkan : artralgia dan mialgia.

- Hematologik: leukopenia, granulositopenia, pansitopenia,

trombositopenia (pada beberapa penderita). Kasus jarang

terjadi seperti agranulositopenia, trombositopenia, anemia

aplastik pernah dilaporkan.

- Lain-lain, kasus hipersensitivitas yang jarang (contoh:

bronkospasme, demam, eosinofilia), anafilaksis, edema

angioneurotik, sedikit peningkatan kadar dalam kreatinin

serum.

4. Morfin 2 mg iv

Efek analgesik morfin timbul berdasarkan 3 mekanisme:

1) Morfin meninggikan ambang rangsang nyeri

2)Morfin dapat mempengaharui emosi, artinya morfin dapat

mengubah reaksi yang timbul di korteks serebri pada waktu persepsi

nyeri diterima oleh korteks serebri dari thalamus

3) Morfin memudahkan tidur dan pada waktu tidur ambang rangsang

nyeri meningkat.

42

Page 43: Close Fraktur

Efek morfin terjadi pada susunan syaraf pusat dan organ yang

mengandung otot polos. Efek morfin pada system syaraf pusat

mempunyai dua sifat yaitu depresi dan stimulasi. Digolongkan

depresi yaitu analgesia, sedasi, perubahan emosi, hipoventilasi

alveolar. Stimulasi termasuk stimulasi parasimpatis, miosis, mual

muntah, hiperaktif reflek spinal, konvulsi dan sekresi hormon anti

diuretika (ADH).

Morfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat

menembus kulit yang luka. Morfin juga dapat menembus mukosa.

Morfin dapat diabsorsi usus, tetapi efek analgesik setelah pemberian

oral jauh lebih rendah daripada efek analgesik yang timbul setelah

pemberian parenteral dengan dosis yang sama. Morfin dapat

melewati sawar uri dan mempengaruhi janin. Ekskresi morfin

terutama melalui ginjal. Sebagian kecil morfin bebas ditemukan

dalam tinja dan keringat.

Morfin sering diperlukan untuk nyeri yang menyertai:

1) Infark miokard

2) Neoplasma

3) Kolik renal atau kolik empedu

4) Oklusi akut pembuluh darah perifer, pulmonal atau coroner

5) Perikarditis akut, pleuritis dan pneumotorak spontan

6) Nyeri akibat trauma misalnya luka bakar, fraktur dan nyeri

pasca bedah.

Morfin tersedia dalam tablet, injeksi, supositoria. Morfin oral

dalam bentuk larutan diberikan teratur dalam tiap 4 jam. Dosis

anjuran untuk menghilangkan atau mengurangi nyeri sedang adalah

0,1-0,2 mg/ kg BB. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg intravena

dan dapat diulang sesuai yamg diperlukan.

5. Ondancentron 3X4 mg

Ondansetron adalah antagonis reseptor 5HT3 yang poten dan

selektif. Pemberian obat-obat kemoterapi dan radioterapi dapat

menyebabkan pelepasan 5HT3 ke dalam usus halus yang akan

43

Page 44: Close Fraktur

merangsang refleks muntah dengan mengaktifkan serabut afferen

vagal lewat reseptor 5HT3. Ondansetron menghambat dimulainya

refleks ini.

Aktifasi serabut afferen vagal juga dapat menyebabkan

pelepasan 5HT3 dalam area postrema, yang berlokasi di dasar

ventrikel keempat.dan ini juga dapat merangsang emesis melalui

mekanisme sentral. Karenanya efek Ondansetron dalam penanganan

mual dan muntah yang diinduksi oleh kemoterapi dan radioterapi

sitotoksik ini mungkin disebabkan oleh antagonisme reseptor 5HT3

pada neuron yang berlokasi dl sistem saraf pusat maupun di sistem

saraf tepi. Pada percobaan psikomotor, Ondansetron tidak

mengganggu tampilan dan juga tidak menyebabkan sedasi.

Ondansetron tidak mengganggu konsentrasi prolaktin dalam plasma.

Konsentrasi puncak dalam plasma dicapai setelah 1,5 jam

pemberian Ondansetron per oral. Bioavailabilitas absolut

Ondansetron per oral mencapai 60%. Disposisi Ondansetron setelah

pemberian per oral ataupun secara intravena sama dengan waktu

paruh eliminasi terminal yang mencapai 3 jam, meskipun dapat

diperpanjang sampai 5 jam pada penderita usia lanjut.

Kemudian obat ini secara ekstensif dimetabolisme dan metabolitnya

diekskresikan ke dalam feses dan urin. Ikatan protein plasma

mencapai70-76%.

Ondansetron diindikasikan untuk penanggulangan mual dan

muntah karena kemoterapi dan radioterapi serta operasi. Tidak boleh

digunakan pada keadaan mual dan muntah karena sebab lain. Efek

samping ondansetron yang biasanya terjadi adalah sakit kepala,

sensasi kemerahan atau hangat pada kepala dan epigastrium. Efek

samping yang jarang terjadi dan biasanya hanya bersifat sementara

adalah peningkatan aminotransferase yang asimtomatik. Ondansetron

juga dapat meningkatkan waktu transit usus besar dan dapat

menyebabkan

6. Cefixim 2X100 mg

44

Page 45: Close Fraktur

Cefixime memiliki spektrum antibakteri yang luas terhadap

mikroorganisme gram-positif dan gram-negative. Dibandingkan

dengan sediaan oral cephalosporin lain, cefixime khususnya memiliki

aktivitas yang poten terhadap organisme gram-positif seperti

Streptococcus sp, Streptococcus pneumoniae, dan gram-negatif

seperti branhamella catarrhalis, Escherichia coli, proteus sp,

Haemophillus influenzae. Cara kerjanya adalah sebagai bakterisidal.

Cefixime sangat stabil dan memiliki aktiitas yang baik terhadap beta-

laktamase yang dihasilkan banyak organisme.

Mekanisme kerja Cefixime dengan menghambat sintesis

dinding sel mikroorganisme. Cefixime memiliki afinitas yang tinggi

untuk pembentukan protein penicillin, dengan tempat aktivitas yang

bervariasi tergantung pada organismenya.

Farmakokinetik

Konsentrasi serum: Pemberian Cefixime secara oral dengan dosis

tunggal 50, 100, atau 20 mg pada orang dewasa sehat yang berpuasa,

konsentrasi maksimum setelah 4 jam berturut-turut adalah 0,69 ; 1,13

dan 1,95 g/mL. Waktu paruh dalam serum antara 2,3 – 2,5 jam.

Pemberian cefixime secara oral dengan dosis 1,5 ; 3,0 atau 6 mg

(potensi)/kg bb pada pasien anak-anak yang fungsi ginjal yang

normal, maksimum konsentrasi serum setelah 3-4 jam berturut-turut

adalah 1,14 ;2,01 dan 3,97 g/mL. Waktu paruh dalam serum adalah

3,2-3,7 jam. 

Penetrasi terhadap jaringan: Penetrasi ke dalam air liur, tonsil,

jaringan mukosa sinus maksilaris, sekret telinga, cairan empedu, dan

jaringan kantong empedu sangat baik.

Metabolisme: tidak ditemukan metabolit antibakteri yang aktif pada

serum manusia atau urin.

Eksresi: Cefixime terutama dieksresi melalui ginjal. Peningkatan

eksresi urin (lebih dari 12 jam) setelah pemberian oral sediaan 50,

100 atau 200 mg , pada orang dewasa sehat yang berpuasa, sekitar

20-25%. Konsentrasi maksimum dalam urin berturut-turut adalah :

45

Page 46: Close Fraktur

42,9 ;62,2 dan 82,7  g/mL setelah 4-6 jam. Peningkatan eksresi urin

(lebih dari 12 jam), setelah pemberian oral sediaan 1,5 ; 3,0 dan 6,0

mg/kg bb pada pasien anak-anak dengan fungsi ginjal yang normal,

sekitar 13-20%

Cefixime diindikasikan untuk pengobatan infeksi yang

disebabkan oleh miroorganisme sebagai berikut:

- Infeksi saluran urin tanpa komplikasi yang disebabkan oleh

Escherichia coli dan Proteus mirabillis

- Otitis media yang disebabkan oleh Haemophillus influenzae

(beta-laktamase strain positif dan negatif), moraxella

(Branhamella) catarrhalis (umumnya yang termasuk beta-

laktamase strain positif) dan Streptococcus pyogenes.

- Faringitis dan tonsillitis yang disebabkan oleh Streptococcus

pyogenes.

- Bronkhitis akut dan eksaserbasi akut bronkhitis kronik yang

disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae dan Haemophillus

influenzae (beta-laktamase strain negatif dan positif).

- Pengobatan demam tifoid pada anak dengan multi-resisten

terhadap pengobatan standar.

Dosis dan cara pemberian:

- Untuk orang dewasa dan anak dengan berat badan, > 30 kg :

dosis yang dianjurkan adalah 50-100 mg (potensi), 2 kali

sehari. Dosis harus disesuaikan dengan umur, berat badan dan

kondisi pasien. Pada infeksi yang berat atau dapat berinteraksi,

dosis dapat ditingkatkan menjadi 200 mg (potensi), 2 kali

sehari.

- Cefixime suspensi 100 mg (potensi) : dosis umum untuk anak-

anak adalah 1,5 - 3 mg (potensi)/kg, 2 kali sehari. Dosis harus

disesuaikan terhadap kondisi pasien. Untuk infeksi yang berat

atau dapat berinteraksi, dosis dapat ditingkatkan menjadi 6 mg

(potensi)/kg, 2 kali sehari.

46

Page 47: Close Fraktur

- Pada anak-anak, otitis media harus diobati dengan sediaan

suspensi. Studi klinik pada otitis media menunjukkan bahwa

pada pemberian dosis yang sama, sediaan suspensi

memberikan hasil kadar puncak dalam darah yang lebih tinggi

dibandingkan dengan sediaan tablet. Oleh karena itu pada

pengobatan otitis media pengoabatan dengan sediaan suspensi

tidak boleh diganti dengan sediaan tablet.

- Demam tifoid pada anak-anak: 10-15 mg/kg/hari selama 2

minggu.

- Pasien dengan kerusakan fungsi ginjal memerlukan modifikasi

dosis tergantung pada tingkat kerusakan. Apabila bersihan

kreatinin antara 21-60 mg mL/min atau pasien mendapat terapi

hemodialisa, dosis yang dianjurkan adalah 75% dari dosis

standar (misalnya 300 mg sehari). Apabila bersihan kreaatinin

kuran dari 20 mL/min atau pasien mendapat terapi rawat jalan

peritonial dialisaberkelanjutan, dosis yang dianjurkan adalah

50% dari dosis standar (misalnya 200 mg perhari).

- Pada kasus overdosis

Kontraindikasi: pasien dengan riwayat syok atau hipersensitivitas

yang disebabkan oleh komponen dalam obat.

7. Na Diklofenac 2X500 mg

Gol.obat : AINS

Indikasi : Nyeri dan radang pada penyakit

reumatik ( termasuk juvenile arthritis ) dan gangguan otot skelet

lainnya , gout akut , nyeri pasca bedah .

Kontraindikasi : Pemakaian selama kehamilan tidak dianjurkan.

Dosis orang dewasa 100-150 mg : 218).

Efek samping : Efek samping yang lazim ialah mual,

gastritis, eritema kulit dan sakit kepala sama seperti semua obat

AINS. Pemakaian obat ini harus berhati-hati pada penderita tukak

lambung.

Farmakokinetik : ekskresi urin :< 1 % , ikatan di plasma : >99,5%,

47

Page 48: Close Fraktur

Volume distribusi : 0,17 ± 0,11 liter / kg , waktu paruh : 1,1

±0,2 jam .

Farmakodinamik: Diklofenakdiakumulasikan untuk menjelaskan

efek terapi sendi.

Dosis : Oral 75 - 150 mg /hari dalam 2-3 dosis, sebaiknya

setelah makan.

Non Farmakologis

Tujuan dari penatalaksanaan dermatitis alergika adalah:

1. Jangka pendek : menghilangkan/menurunkan keluhan yang

dialami pasien

2. Jangka panjang : mencegah tejadi keluhan serupa

3. Cara : menurunkan faktor resiko, mengobati

keluhan pasien dengan obat-obatan

4. Kegiatan : istirahat cukupdan latihan gerak

(menggenggam)

48

Page 49: Close Fraktur

BAB VPENUTUP

5.1 Kesimpulan

Diagnosis holistik An. A adalah :

a. Diagnosa biologis : close fracture radius dextra

b. Diagnosis psikologis : Hubungan An. A dengan anggota keluarganya

cukup baik.

c. Diagnosis ekonomi : Status ekonomi menengah

d. Diagnosis sosial : Hubungan dengan masyarakat sekitar baik.

5.2 Saran

1. Primer Healt Promotion : Memakai APD saat mengendarai sepeda

motor, memiliki SIM (usia>18 tahun)

2. Sekunder Prompt Treatment: rehidrasi, reduksi, retensi, recognisi dan

rehabilitasi

- Early Diagnosis: tanda, gejala, pemeriksaan fisik dan X-ray wrist

dextra

- Disability Limitation: Operasi dan pasang gips

3. Tersier Rehabilitasi: istirahat, elevasi lengan 10 cm diatas jantung,

latihan ROM aktif dan pasif.

49

Page 50: Close Fraktur

DAFTAR PUSTAKA

1. Price., et al. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Ed 6. Jakarta: EGC

2. Ariana, Sinta. 2011. Anatomi sistem muskuloskeletal http://sintadotners.wordpress.com/2011/10/17/anatomi-sistem-moskuleskeletal/ diunduh pada tanggal 28 oktober 2014

3. Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Ed.8, Vol. 1, 2, Alih bahasa oleh Agung Waluyo(dkk). Jakarta: EGC

4. Mansjoer Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Media. Jakarta: Aesculapius FKUI

5. Doengoes, Marlyn E, Moorhouse, Mary F dan Geissler, Alice C. 2000. Rencana Keperawatan Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3, Alih Bahasa I Made Kriasa, EGC, Jakarta

6. Brunner, L dan Suddarth, D. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah (H. Kuncara, A. Hartono, M. Ester, Y. Asih, Terjemahan). Ed.8. Vol 1. Jakarta : EGC

7. Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Alih Bahasa Yasmin Asih, S.Kp, Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC

8. Angela, Ika. 2012. Penyembuhan patah tulang. http://icha-vens.blogspot.com/2012/05/tips-penyembuhan-patah-tulang.html diunduh pada tanggal 27 oktober 2014

9. Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: EGC

10. Hanifah, Aisyah. 2010. Fracture Healing. http://aasiyahhaniifah.blogspot.com/2010/07/fraktur-healing.html diunduh pada tanggal 27 Oktober 2014

11. Anonim. 2010. ISO (Informasi Spesialite Obat Indonesia). Volume 45. Jakarta: Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. Hal. 421-425.

50

Page 51: Close Fraktur

51