21
MANAJEMEN DAN KONSERVASI ENERGI CBM (Coal Bed Methane) Disusun oleh: Ganish Eko Mayndra L2C008048 Heru Cahyana L2C008056 Inshani Utami L2C008059 Irene Nindita P. L2C008061 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO Coal Bed Methane (CBM) 1

Coal Bed Methane

Embed Size (px)

DESCRIPTION

cbm

Citation preview

MANAJEMEN DAN KONSERVASI ENERGI

CBM(Coal Bed Methane)

Disusun oleh:Ganish Eko MayndraL2C008048Heru CahyanaL2C008056Inshani UtamiL2C008059Irene Nindita P.L2C008061

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS DIPONEGOROSEMARANG 2011

Harga minyak dunia yang terus meningkat serta cadangan yang semakin menipis, membuat pengembangan energi alternatif mulai dilirik, salah satunya adalah coal bed methane (CBM). Di negara lain CBM telah dikembangkan sejak 1980, namun di Indonesia penelitian tentang CBM baru dilakukan sekitar pertengahan 1990-an pada area-area cadangan batubara.

1. Tentang Coal Bed Methane (CBM)Batubara memiliki kemampuan menyimpan gas dalam jumlah yang banyak, karena permukaannya mempunyai kemampuan mengadsorpsi gas. Meskipun batubara berupa benda padat dan terlihat seperti batu yang keras, tapi di dalamnya banyak sekali terdapat pori-pori yang berukuran lebih kecil dari skala mikron, sehingga batubara ibarat sebuah spon. Kondisi inilah yang menyebabkan permukaan batubara menjadi sedemikian luas sehingga mampu menyerap gas dalam jumlah yang besar. Jika tekanan gas semakin tinggi, maka kemampuan batubara untuk mengadsorpsi gas juga semakin besar.Gas yang terperangkap pada batubara sebagian besar terdiri dari gas metana, sehingga secara umum gas ini disebut dengan Coal Bed Methane atau disingkat CBM. Dalam klasifikasi energi, CBM termasuk unconventional energy (peringkat 3), bersama-sama dengan tight sand gas, devonian shale gas, dan gas hydrate. High quality gas (peringkat 1) dan low quality gas (peringkat 2) dianggap sebagai conventional gas.CBM adalah gas alam dengan dominan gas metana dan disertai oleh sedikit hidrokarbon lainnya dan gas non-hidrokarbon dalam batubara hasil dari beberapa proses kimia dan fisika. CBM sama seperti gas alam konvensional yang kita kenal saat ini, namun perbedaannya adalah CBM berasosiasi dengan batubara sebagai source rock dan reservoir-nya. Sedangkan gas alam yang kita kenal saat ini, walaupun sebagian ada yang bersumber dari batubara, diproduksikan dari reservoir pasir, gamping maupun rekahan batuan beku.Proses pembentukan CBM dibagi menjadi:1. Biogenic: pembentukan karena adanya bakteri pengurai selama proses pembatubaraan, terjadi pada fase awal proses pembatubaraan dan pada fase akhir pembatubaraan. CBM terbentuk dari aktifitas bakteri metanogenik dalam air yang terperangkap dalam batubara khususnya lignit.2. Termogenic: pembentukan karena faktor temperatur akibat tekanan dan pembebanan selama proses pembatubaraan.Keberadaan gas ini dalam batubara adalah tersimpan dalam matrix batubara secara adsorbsion, atau gas menempel dalam pori-pori matrix batubara. Seperti disebutkan di awal bahwa CBM terbentuk dan terperangkap dalam lapisan batubara.Bentuk CBM sama halnya dengan gas alam lainnya. Dapat dimanfaatkan rumah tangga, industri kecil, hingga industri besar. CBM biasanya didapati pada tambang batu bara non-tradisional, yang posisinya di bawah tanah, di antara rekahan-rekahan batu bara.Untuk memproduksi CBM, lapisan batubara harus terairi dengan baik sampai pada titik dimana gas terdapat pada permukaan batubara. Gas tersebut akan teraliri melalui matriks dan pori, dan keluar melalui rekahan atau bukaan yang terdapat pada sumur (Gambar 1.1).Air dalam lapisan batubara didapat dari adanya proses penggambutan dan pembatubaraan, atau dari masukan (recharge) air dalam outcrops dan akuifer. Air dalam lapisan tersebut dapat mencapai 90% dari jumlah air keseluruhan. Selama proses pembatubaraan, kandungan kelembaban (moisture) berkurang, dengan rank batubara yang meningkat.

Gambar 1.1. Kaitan antara lapisan batubara, air dan sumur CBM.Gas biogenik dari lapisan batubara subbituminus akan dapat berpotensi menjadi CBM. Gas biogenik tersebut terjadi oleh adanya reduksi bakteri dari CO2, dimana hasilnya berupa methanogens, bakteri anaerobik yang keras, menggunakan H2 yang tersedia untuk mengkonversi asetat dan CO2 menjadi metane sebagai produk dari metabolismenya. Sedangkan beberapa methanogens membuat amina, sulfida dan methanol untuk memproduksi metane.Aliran air, dapat memperbaharui aktivitas bakteri, sehingga gas biogenik dapat berkembang hingga tahap akhir. Pada saat penimbunan maksimum, temperatur maksimum pada lapisan batubara mencapai 40-90C, dimana kondisi ini sangat ideal untuk pembentukan bakteri metane. Metane tersebut terbentuk setelah aliran air bawah tanah pada saat ini telah ada.Apabila air tanah turun, tekanan pada reservoir turun, pada saat ini CBM bermigrasi menuju reservoir dari sumber lapisan batubara. Perulangan kejadian ini merupakan regenerasi dari gas biogenik. Kejadian ini dipicu oleh naiknya air tanah atau lapisan batubara yang tercuci oleh air. Hal tersebut yang memberikan indikasi bahwa CBM merupakan energi yang dapat terbaharui.Lapisan batubara dapat menjadi batuan sumber dan reservoir, karena itu CBM diproduksi secara insitu, tersimpan melalui permukaan rekahan, mesopore, dan mikropore (gambar 1.2). Permukaan tersebut menarik molekul gas, sehingga tersimpan menjadi dekat. Gas tersebut tersimpan pada rekahan dan sistem pori pada batubara sampai pada saat air merubah tekanan pada reservoir. Gas kemudian keluar melalui matriks batubara dan mengalir melalui rekahan sampai pada sumur. Gas tersebut sering kali terjebak pada rekahan-rekahan.

Gambar 1.2. Kaitan antara porositas mikro, meso dan makro.CBM juga dapat bermigrasi secara vertikal dan lateral ke reservoir batupasir yang saling berhubungan. Selain itu, dapat juga melalui sesar dan rekahan. Kedalaman minimal dari CBM yang telah dijumpai 300 meter dibawah permukaan laut.Gas terperangkap pada lapisan batubara sangat bergantung pada posisi dari ketinggian air bawah tanah. Normalnya, tinggi air berada diatas lapisan batubara, dan menahan gas di dalam lapisan. Dengan cara menurunkan tinggi air, maka tekanan dalam reservoir berkurang, sehingga dapat melepaskan CBM (gambar 1.3).

Gambar 1.3. Penampang sumur CBM.Pada saat pertama produksi, ada fasa dimana volume air akan dikurangi (dewatering) agar gas yang dapat diproduksi dapat meningkat. Setelah fasa ini, fasa-fasa produksi stabil akan terjadi. Seiring bertambahnya waktu, peak produksi akan terjadi, saat ini merupakan saat dimana produksi CBM mencapai titik maksimal dan akan turun (decline).Volume gas yang diproduksi akan berbanding terbalik dengan volume air. Bila volume gas yang diproduksi tinggi, maka volume air akan berkurang. Setelah peak produksi, akan terjadi fasa selanjutnya, yaitu fasa penurunan produksi (gambar 1.4). Seperti produksi minyak dan gas pada umumnya, fasa-fasa tersebut biasa terjadi. Namun demikian, seperti yang telah diuraikan, CBM dapat terbaharukan.

Gambar 1.4. Volume vs time dalam produksi CBMPuncak produksi CBM bervariasi antara 2 sampai 7 tahun. Sedangkan periode penurunan produksi decline) lebih lambat dari gas alam konvensional. CBM mempunyai multi guna antara lain dapat dijual langsung sebagai gas alam, dijadikan energi dan sebagai bahan baku industri. Eksploitasi CBM tidak akan merubah kualitas matrik batubara dan menguntungkan para penambang batubara, karena gas emisinya telah dimanfaatkan sehingga lapisan betubara tersebut menjadi aman untuk di tambang, selain itu CBM ini termasuk salah satu sumber energi yang ramah lingkungan. Secara volumetrik, dengan volume batuan yang sama, volume CBM pada lapisan batubara bisa mencapai 3 6 kali lebih banyak dari gas konvensional yang terdapat reservoir batupasir. Karena prinsip terkandungnya CBM adsorbsion pada matrix batubara, maka dari segi eksplorasi keberhasilannya sangat tinggi karena CBM bisa terdapat pada antiklin atau sinklin, cebakan struktur lain atau cebakan stratigrafi. Lapisan batubara pembawa CBM biasanya tidak terlalu dalam sehingga akan memudahkan dalam pengeboran juga tidak semahal pada eksplorasi gas konvensional. 2. Potensi Sumber Daya CBMCoal bed methane (CBM) merupakan sumber energi yang relatif masih baru. Sumber energi ini merupakan salah satu energi alternatif yang dapat diperbaharui penggunaannya. Gas metane yang diambil dari lapisan batubara ini dapat digunakan sebagai energi untuk berbagai kebutuhan manusia. Walaupun dari energi fosil yang tidak terbaharukan, tetapi gas ini terus terproduksi bila lapisan batubara tersebut ada.Sebagaimana kita ketahui, batubara di Indonesia cadangan dan produksinya cukup menjanjikan. Dapat kita lihat pada gambar 2.1, dimana Indonesia termasuk negara produsen batubara dunia.

Gambar 2.1. Negara dengan cadangan dan produksi batubara terbesar di dunia.Seiring bertambahnya kebutuhan akan energi, baik untuk listrik dan transportasi, negara-negara berkembang seperti Indonesia juga membutuhkan suatu energi alternatif yang dapat terus dikembangkan. Dapat kita lihat pada gambar 2.2, dimana kebutuhan akan energi untuk pembangkit listrik terus berkembang. Salah satu pembangkit listrik di dunia yang paling dominan adalah dari energi batubara.

Gambar 2.2. Sumber pemakaian energi untuk konsumsi listrik di dunia.Berdasarkan perkiraan dari sebuah institusi di Prancis, maka konsumsi energi di dunia tetap akan memakai minyak, batubara dan gas sebagai energi primer (gambar 2.3). Projeksi ini memberikan gambaran sebagaimana pentingnya peran energi fosil sebagai energi yang harus terbarukan. Kata-kata harus disini mungkin tidak masuk akal, karena energi tersebut memang habis dipakai (tidak dapat diperbaharui). Dengan adanya teknologi, riset dan pemikiran baru, maka sebuah lapisan batubara dapat memberikan sebuah energi baru berupa gas yang dapat kita pakai.

Gambar 2.3. Energi primer yang dipakai di dunia.Cadangan Coal Bed Methane (CBM) Indonesia saat ini cukup besar, yakni 450 TCS dan tersebar dalam 11 basin. Potensi terbesar terletak di kawasan Barito, Kalimantan Timur yakni sekira 101,6 TCS, disusul oleh Kutai sekira 80,4 TCS. Bandingkan dengan gambar 2.4, Amerika yang memiliki cadangan batubara cukup luas dan tersebar, hanya memiliki cadangan CBM yang relatif kecil.

Gambar 2.4. Cadangan CBM Amerika.Berdasarkan data Bank Dunia, konsentrasi potensi terbesar terletak di Kalimantan dan Sumatera. Di Kalimantan Timur, antara lain tersebar di Kabupaten Berau dengan kandungan sekitar 8,4 TCS, Pasir/Asem (3 TCS), Tarakan (17,5 TCS), dan Kutai (80,4 TCS). Kabupaten Barito, Kalimantan Tengah (101,6 TCS). Sementara itudi Sumatera Tengah (52,5 TCS), Sumatera Selatan (183 TCS), dan Bengkulu 3,6 TCS, sisanya terletak di Jatibarang, Jawa Barat(0,8 TCS) dan Sulawesi (2 TCS).Sebagai informasi, sumber daya terbesar sebesar 6,49 TCS ada di blok Sangatta-1 dengan operator Pertamina hulu energi methane Kalimantan A dengan basin di Kutai. Disusul Indragiri hulu dengan operator Samantaka mineral prima dengan basin Sumatera Selatan yang mempunyai sumber daya 5,50 TCS, dan sumber daya paling rendah terlatak di blok Sekayu yang dioperatori Medco SBM Sekayo dengan basin Sumatera Selatan, dengan sumber daya 1,70 TCS.

Gambar 2.5. CBM dioperatori Medco, di Kabupaten Muara Enim, sumur Rambutan, Sumatera Selatan, 2009.Melihat potensi kandungan CBM di Indonesia tersebut, saat ini sudah ada sejumlah investor asing yang menyatakan berminat mengembangkannya, antara lain dari Australia, Jepang dan AS. Di dalam negeri ada Medco Energi dan Lemigas yang telah melakukan suatu kajian. Indonesia membutuhkan investasi sekitar US$160 juta per tahun untuk menggali potensi CBM yang menyebar di kawasan cekungan di beberapa daerah yang kaya minyak seperti Sumatra Selatan, Sumatra Barat, Jambi, dan Kalimantan. Dengan investasi tersebut diharapkan mampu mendapatkan produksi 400 juta kaki kubik CBM per hari.Selain itu, Indonesia memiliki keunggulan dari segi infrastruktur jika ingin mengembangkan CBM. Pasalnya, kandungan CBM sebagian besar lokasinya berada dekat infrastruktur kegiatan migas yang sudah ada. Begitu pula, potensi pasarnya terus meningkat. Hal itu disampaikan Direktur Utama PT Pertamina EP, Kun Kurnely beberapa waktu lalu. Keunggulan CBM di Indonesia adalah karena keberadaannya dekat dengan infrastruktur kegiatan migas yang sudah ada dan potensi pasar terus meningkat, papar Kun Kurnely.Terkait potensi CBM ini, ada 2 hal yang menarik untuk diperhatikan:Pertama, jika ada reservoir conventional gas (sandstone) dan reservoir CBM (coal) pada kedalaman, tekanan, dan volume batuan yang sama, maka volume CBM bisa mencapai 3 6 kali lebih banyak dari conventional gas. Dengan kata lain, CBM menarik secara kuantitas.Kedua, prinsip terkandungnya CBM adalah adsorption pada coal matrix, sehingga dari segi eksplorasi faktor keberhasilannya tinggi, karena CBM bisa terdapat pada antiklin maupun sinklin. Secara mudahnya dapat dikatakan bahwa ada batubara ada CBM.

3. KelembagaanBP Migas adalah badan yang bertugas dalam melaksanakan pengendalian dan pengawasan dalam rangka pengembangan CBM dan memperjelas lingkup dan tanggung jawab pihak terkait dalam pengusahaan CBM di Indonesia.LEMIGAS merupakan lembaga penelitian dan pengembangan milik pemerintah yang beroperasi dalam bidang hulu dan hilir minyak dan gas bumi (migas) dan berperan besar dalam perkembangan industri migas melalui penelitian, perekayasaan dan pengembangan bidang migas. Pemerintah, cq. Ditjen Migas Departemen ESDM, membagi 4 kategori wilayah dalam pengembangan coalbed methane (CBM). Wilayah-wilayah tersebut adalah wilayah terbuka, wilayah kerja migas, wilayah kerja batubara dan wilayah singgungan antara wilayah kerja migas dan wilayah kerja batubara.Pengaturan untuk masing-masing wilayah berbeda satu sama lainnya. Untuk wilayah terbuka, pengembangan CBM akan ditawarkan dalam bentuk tender reguler dan penunjukan langsung (direct offer). Proses ini sama seperti proses tender untuk wilayah terbuka migas.Sementara untuk potensi CBM yang berada di wilayah kerja migas, terlebih dahulu akan ditawarkan kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) migas yang mengoperasikan wilayah kerja itu. Apabila KKKS tersebut tidak tertarik, maka daerah potensi CBM di wilayah itu akan diberlakukan sebagai daerah terbuka. Ini sesuai pasal 10 PP 35/ 2004 tentang Kegiatan Hulu Migas.Dalam kondisi seperti itu, Menteri ESDM dapat minta bagian wilayah kerja CBM dan menetapkan kebijakan pengusahaannya berdasarkan pertimbangan optimasi pemanfaatan sumber daya migas. Tapi semua itu dilakukan setelah mendapat pertimbangan dari BPMIGAS.Untuk wilayah kerja batubara Kuasa Pertambangan (KP) atau Pemegang Kuasa Perjanjian Pertambangan Batubara (PKP2B), Menteri ESDM akan berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri atau Pemerintah Daerah. Meskipun begitu, pemegang KP dan PKP2B akan diberikan prioritas pertama untuk mengembangkan CBM. Jika mereka tidak tertarik, maka wilayah potensial CBM akan ditawarkan melalui tender regular maupun penunjukan langsung.Sedangkan untuk wilayah yang bersinggungan antara kegiatan migas dan batubara, DESDM akan berkoordinasi dengan Mendagri atau Pemda di mana wilayah tersebut berada. Pada kondisi ini, kontraktor migas dan batubara dapat membentuk kerja sama (joint body) dan mendapatkan prioritas pertama untuk mengembangkan CBM. Namun apabila mereka juga tidak tertarik atau tidak berhasil membentuk kerja sama, maka wilayah tersebut akan ditawarkan kepada perusahaan lain melalui tender regular atau penunjukan langsung.Sementara itu, Ditjen Migas Departemen ESDM, bulan Maret 2007 berencana melelang wilayah kerja gas metana batubara yang berada di Provinsi Kalimantan Selatan dan Sumatra Selatan. Sistem lelang akan menggunakan sistem penunjukan langsung.Direktur Pembinaan Usaha Hulu Ditjen Migas DESDM R. Priyono mengatakan, pihaknya sedang menggodok WK yang akan dilelang dan besaran bagi hasil yang sesuai untuk pengelolaan CBM di Indonesia. Meskipun begitu menurut Priyono, Indonesia akan menganut pola pengembangan CBM di Australia atau negara lain yang telah mengembangkan potensi sejenis.Di Australia, bagi hasil investor untuk CBM adalah sepertiga dari gas yang dihasilkan. Artinya bagi hasil investor sama dengan bagi hasil untuk pengembangan gas yakni 70% untuk negara/pemerintah dan 30% untuk investor.Priyono juga mengatakan bahwa model bisnis CBM tidaklah sama dengan bisnis minyak maupun gas. Pasalnya, wilayah pengembangan CBM biasanya berada pada lokasi pengembangan batubara yang sudah dimiliki sebuah perusahaan dalam bentuk Kuasa Pertambangan (KP) yang diberikan pemerintah daerah setempat.Jadi tidak sekedar dilelang, aspirasi daerah juga harus dipertimbangkan. Jangan pula sudah dikasih kontrak tapi malah tidak jalan, ujarnya.4. Peraturan PerundanganBerdasarkan Perpres No. 5 Bab I Pasal 1 Thn 2006 Ttg. Kebijakan EnergiNasional, disebutkan bahwa Coal Bed Methane (CBM) termasuk energy baru. Energi baru adalah bentuk energi yang dihasilkan oleh teknologi baru baik yang berasal dari energi terbarukan maupun energi tak terbarukan, antara lain : Hidrogen, Coal Bed Methane, Coal Liquifaction, Coal Gasification dan Nuklir.Usaha CBM diatur UU No. 21 Tahun 2001 Tentang Migas, Permen No. 40 tahun 2006 Tentang Penetapan dan Penawaran wilayah Kerja Migas (Permen ini disempurnakan Permen No. 35 Tahun 2008), dan Permen No. 33 Tahun 2006 Tentan Pengusahaan Gas Metana Batubara (disempurnakan dengan Permen No. 36 Tahun 2008).Pengembangan Coalbed Methane (CBM) di Indonesia dilakukan atas kebijakan Pemerintah yang sudah dikeluarkan oleh Menteri ESDM sebagai terobosan atas menurunnya jumlah produksi minyak di Indonesia. Juga untuk membuktikan kebenaran dan menindak lanjuti hasil survei yang telah dilakukan oleh Konsultan Amerika (Stevens et al., 2001) tentang kemungkinan adanya potensi sumberdaya harapan CBM sebesar 453 tcf di Indonesia. Beberapa motivasi yang menjadi driver atas dilaksanakannya uji-coba pengembangan CBM di Indonesia meliputi: 1. Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan iklim investasi sebagai upaya pemulihan ekonomi nasional.2. Program langit biru sudah sangat mendesak untuk direalisasikan secara nasional.3. Meningkatnya konsumsi gas dunia harus diantisipasi dengan peningkatan pengusahaan gas alam secara komprehensif.4. Antisipasi kekurangan pasokan energi listrik di Sumatra Selatan pasca tahun 2008.5. Indonesia dengan potensi CBM yang sangat besar harus dapat dikerjakan oleh putra terbaik bangsa sendiri. UU MigasKandungan CBM berada di wilayah kerja migas maupun wilayah kerja pertambangan batubara. Hanya saja, pengelolaan CBM diatur mengikuti ketentuan pengelolaan migas. Meskipun demikian, Pemerintah terus membenahi perangkat regulasinya. Staf Ahli Menteri ESDM Novian M Thaib menyatakan, pengelolaan CBM secara UU mengikuti UU Migas. Artinya dalam pembukaan wilayah kerja dan eksplorasi juga mengikuti UU Migas. Demikian bentuk kerjasama juga akan mengikuti UU Migas. Pengaturan seperti itu juga dilakukan di beberapa Negara yang telah mengembangkan CBM.Karena pemanfaatannya lebih dekat ke sektor migas, regulasi soal CBM akan menggunakan regim migas. Kita tengah siapkan aturan mainnya, termasuk insentif agar investor tertarik berinvestasi, papar Novian.Soal pengusahaannya, jika cadangan CBM terdapat di wilayah kontrak migas atau kontrak pertambangan, maka akan ditawarkan lebih dulu kepada kontraktor migas atau kontraktor pertambangan yang bersangkutan. Namun jika cadangannya berada di wilayah kosong, maka akan dilakukan tender baik melalui tender reguler ataupun direct offer.5. Global Warming PotensialEksploitasi CBM tidak akan merubah kualitas matrik batubara dan menguntungkan para penambang batubara karena gas emisinya telah dimanfaatkan sehingga lapisan batubara tersebut menjadi aman untuk ditambang. Selain itu, CBM termasuk salah satu sumber energi yang ramah lingkungan. Sehingga global warming potensial yang dihasilkan pada penggunaan CBM lebih kecil daripada global warming potensial yang dihasilkan pada penggunaan bahan bakar fosil.Sesungguhnya gas metana darimanapun asalnya (termasuk CBM) termasuk gas rumah kaca, bahkan 23 kali lebih buruk dibanding karbondioksida dalam hal menyebabkan pemanasan global (global warming) dan perubahan iklim global (climate change) jika terlepas ke udara. Namun, jika dimanfaatkan maka CBM ini akan menghasilkan sedikit emisi karbondioksida, tidak mengandung timbal dan SOx, dan lebih rendah kandungan NOx-nya. Dengan demikian, membiarkan CBM langsung terlepas ke udara tanpa dimanfaatkan terlebih dahulu akan mempercepat akumulasi gas rumah kaca di atmosfer dan pada gilirannya mempercepat pemanasan global dan perubahan iklim global.6. Perubahan IklimCBM merupakan salah satu sumber energi yang ramah lingkungan sehingga perubahan iklim karena penggunaan CBM sebagai sumber energi alternatif dapat dihindari. Hal tersebut tidak akan terjadi pada penggunaan bahan bakar fosil pada umumnya yang tidak ramah lingkungan. Sesungguhnya gas metana darimanapun asalnya (termasuk CBM) termasuk gas rumah kaca, bahkan 23 kali lebih buruk dibanding karbondioksida dalam hal menyebabkan pemanasan global (global warming) dan perubahan iklim global (climate change) jika terlepas ke udara. Namun, jika dimanfaatkan maka CBM ini akan menghasilkan sedikit emisi karbondioksida, tidak mengandung timbal dan SOx, dan lebih rendah kandungan NOx-nya. Dengan demikian, membiarkan CBM langsung terlepas ke udara tanpa dimanfaatkan terlebih dahulu akan mempercepat akumulasi gas rumah kaca di atmosfer dan pada gilirannya mempercepat pemanasan global dan perubahan iklim global.

7. Ekonomi/FiskalPemerintah memandang perlu menyiapkan sejumlah insentif untuk merangsang perusahaan tambang mengeksploitasi gas metana batubara atau sering disebut Coal Bed Methane (CBM). Hal ini dikarenakan perut bumi Indonesia memiliki potensi CBM besar yang bisa digunakan sebagai energi alternatif yang ramah lingkungan.Eksploitasi CBM memiliki ciri khusus karena posisinya yang ada di antara air dan batubara. Untuk mengambil CBM harus menarik keluar seluruh airnya terlebih dahulu. Inilah yang membuat CBM berbeda dibandingkan dengan eksploitasi energi lain. Atas dasar itu, perlu ada insentif khusus buat CBM. Karena siapapun yang investasi di CBM harus menutup ongkos awal sangat besar sebelum mendapatkan CBM.Dalam rangka meningkatkan iklim investasi yang kondusif agar menarik minat penanaman modal dari investor baik dari dalam maupun luar negeri, pemerintah berencana memberikan kebijakan tax holiday. Secara umum tax holiday mempunyai arti pembebasan membayar pajak bagi pengusaha dalam masa tertentu. Biasanya pemerintah memberikan tax holiday sebagai stimulus fiskal untuk menarik investor dari luar negeri untuk berinvestasi apapun. Tax holiday ini diharapkan dapat dianggap sebagai stimulus untuk memacu tingkat penanaman modal, yang nantinya akan mempunyai dampak terhadap kegiatan industry.8. Pencemaran UdaraSeperti yang telah dijelaskan sebelumnya, CBM merupakan salah satu sumber energi yang ramah lingkungan, sehingga dampak penggunaan CBM terhadap pencemaran udara dapat dikurangi dan bahkan dihindari, dibanding penggunaan bahan bakar fosil yang selama ini telah banyak menyebabkan permasalahan global warming potensial.

Daftar Pustakahttp://cbm-indonesia.blogspot.com/http://en.wikipedia.org/wiki/Coalbed_methanehttp://ibrahimlubis.wordpress.com/2009/03/10/potensi-coal-bed-methane-cbm-sebagai-energi-alternatif-di-indonesia/http://imambudiraharjo.wordpress.com/2010/01/19/mengenal-cbm-coal-bed-methane/http://pubs.usgs.gov/fs/fs123-00/fs123-00.pdfhttp://www.alpensteel.com/component/content/article/51-113-energi-lain-lain/3048--energi-lain-dari-lapisan-batubara-coal-bed-methane.pdfhttp://www.drn.go.id/download/DraftARN2010-2014/Draft%20ARN%202010-2014%20Bidang%20Energi.ppthttp://www.esdm.go.id/berita/batubara/44-batubara/3278-sekilas-tentang-coalbed-methane-cbm.htmlhttp://www.mail-archive.com/[email protected]/msg18228.htmlhttp://www.lemigas.esdm.go.id/id/node/371

Coal Bed Methane (CBM) 1