72
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit yang termasuk dalam sepuluh besar penyakit terbanyak yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Oleh karena itu, kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat Indonesia perlu diperhatikan (Mikail, B., Candra, A., 2011). Kebersihan gigi dan mulut merupakan hal yang sangat penting dalam mencegah dari terjadinya penyakit-penyakit rongga mulut. Jika ditinjau dari segi fungsinya, gigi dan mulut mempunyai peran yang besar dalam mempersiapkan makanan sebelum melalui proses pencernaan yang selanjutnya. Oleh karena gigi dan mulut merupakan salah satu kesatuan dari anggota tubuh yang lain, kerusakan pada gigi dan mulut dapat mempengaruhi kesehatan tubuh secara langsung atau tidak langsung. Selain itu, kebersihan gigi dan mulut juga berperan penting dalam menentukan gambaran dan penampilan diri seseorang tersebut, sekaligus berkaitan dengan kepercayaan atau keyakinan terhadap dirinya (Pratiwi, 2007). Menurut World Health Organization (WHO), penyakit rongga mulut yang sering dihadapi oleh anak umumnya merupakan penyakit gigi berlubang (dental cavity) atau karies gigi, 60-90% anak –anak sekolah di seluruh dunia mengalami karies gigi walaupun angkanya 1

community health analysis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

community health analysis daftar pustaka

Citation preview

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit yang termasuk dalam

sepuluh besar penyakit terbanyak yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia.

Oleh karena itu, kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat Indonesia perlu

diperhatikan (Mikail, B., Candra, A., 2011). Kebersihan gigi dan mulut

merupakan hal yang sangat penting dalam mencegah dari terjadinya penyakit-

penyakit rongga mulut. Jika ditinjau dari segi fungsinya, gigi dan mulut

mempunyai peran yang besar dalam mempersiapkan makanan sebelum melalui

proses pencernaan yang selanjutnya. Oleh karena gigi dan mulut merupakan

salah satu kesatuan dari anggota tubuh yang lain, kerusakan pada gigi dan

mulut dapat mempengaruhi kesehatan tubuh secara langsung atau tidak

langsung. Selain itu, kebersihan gigi dan mulut juga berperan penting dalam

menentukan gambaran dan penampilan diri seseorang tersebut, sekaligus

berkaitan dengan kepercayaan atau keyakinan terhadap dirinya (Pratiwi, 2007).

Menurut World Health Organization (WHO), penyakit rongga mulut

yang sering dihadapi oleh anak umumnya merupakan penyakit gigi berlubang

(dental cavity) atau karies gigi, 60-90% anak –anak sekolah di seluruh dunia

mengalami karies gigi walaupun angkanya berbeda setiap kawasan geografi

yang berbeda (WHO, 2010). Hasil penelitian Siagian and Barus (2008)

menemukan bahwa 95% anak sekolah dasar mempunyai kesehatan gigi dan

mulut yang buruk sehingga menderita karies gigi.

Karies gigi dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dan merupakan

penyakit gigi yang paling banyak diderita oleh sebagian besar penduduk

Indonesia. Dilihat dari kelompok umur, golongan umur muda lebih banyak

menderita karies gigi dibanding umur 45 tahun keatas. Umur 10-24 tahun

karies giginya adalah 66,8-69,5% umur 45 tahun keatas 53,3% dan umur 65

tahun keatas sebesar 43,8% (Depkes, 2000).

Prevalensi kejadian karies pada penduduk Indonesia pada tahun 1995

sebesar 63% meningkat pada tahun 2011 menjadi 90% (Dirjen Pelayanan

Medik Direktorat Kesehatan Gigi, 2011). Prevalensi karies di Indonesia

1

2

menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 mencapai

90,05%. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 memperlihatkan, terdapat

72,1% masyarakat Indonesia memiliki masalah gigi berlubang dan 46,5% di

antaranya adalah karies aktif yang belum dirawat. Prevalensi karies gigi di

Jawa Tengah adalah berkisar 60 – 80 %. Depkes RI (2006) menunjukkan

prevalensi karies gigi di Indonesia sekitar 90% dari 238 juta penduduk

Indonesia dan jumlah anak-anak usia 15 tahun ke bawah yang menderita karies

gigi mencapai 76,5%.

Upaya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut serta pembinaan kesehatan

gigi terutama pada kelompok anak sekolah perlu mendapat perhatian khusus

karena pada usia ini anak sedang menjalani proses tumbuh kembang. Keadaan

gigi sebelumnya akan berpengaruh terhadap perkembangan kesehatan gigi

pada usia dewasa nanti. (Wahyuningrum, 2002).

Notoatmodjo (2004), menjelaskan penyebab timbulnya masalah

kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat salah satunya adalah faktor perilaku

atau sikap mengabaikan kebersihan gigi dan mulut. Perkara ini dapat

disebabkan oleh kurangnya pengetahuan anak-anak tentang perawatan gigi dan

mulut yang sebenarnya.

Hasil survey usaha kesehatan sekolah, penyakit karies gigi merupakan

penyakit yang berada di urutan pertama penyakit – penyakit gigi dan mulut

yang banyak diderita oleh anak sekolah dasar.

Kejadian karies gigi yang menjalani perawatan di Puskesmas I Wangon

pada Tahun 2014 berjumlah 51 pasien. Namun jumlah tersebut bukan

merupakan jumlah kejadian yang sesungguhnya, karena masih ada penderita

karies gigi yang berobat ke pelayanan dokter gigi pribadi maupun yang tidak

pernah memeriksakan gigi ke Puskesmas dan data tersebut tidak terpantau

oleh Puskesmas.

Berdasarkan studi pendahuluan, didapatkan 17 anak yang menderita

karies gigi dari 33 siswa siswi dikelas empat atau sebesar 51,515 %. Tingginya

angka karies gigi diduga disebabkan faktor perilaku atau sikap mengabaikan

kebersihan gigi dan mulut. Hal ini berpengaruh terhadap kejadian karies pada

anak. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti perilaku

3

perawatan gigi dengan kejadian karies gigi pada murid kelas 4 Sekolah Dasar 1

Kelapa Gading Kecamatan Wangon.

B. Tujuan

1) Tujuan Umum

Melakukan analisis kesehatan komunitas (Community Health Analysis) di

wilayah kerja Puskesmas I Wangon Kabupaten Banyumas

2) Tujuan Khusus

a. Menentukan prevalensi karies gigi pada anak di SD N 1 Klapagading

Wilayah Kerja Puskesmas I Wangon

b. Menentukan perilaku perawatan gigi yang ada di wilayah kerja

Puskesmas I Wangon

c. Mencari alternatif pemecahan masalah karies gigi pada anak di

wilayah kerja Puskesmas I Wangon

d. Melakukan intervensi terhadap penyebab karies gigi pada anak untuk

mengatasi masalah kesehatan di wilayah kerja Puskesmas I Wangon.

C. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Menjadi dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang

permasalahan kesehatan yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas I

Wangon

2. Manfaat Praktis

a. Bagi mahasiswa

Menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai masalah

kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Wangon I.

b. Bagi masyarakat

Memberikan informasi kesehatan (promotif, preventif, dan

rehabilitatif) kepada masyarakat yang terpilih untuk penelitian

khususnya berkaitan dengan karies gigi pada anak.

c. Bagi instansi terkait

Membantu program enam dasar pelayanan kesehatan puskesmas

berkaitan dengan promosi kesehatan terutama masalah karies gigi

pada anak sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan

4

menentukan kebijakan yang harus diambil untuk menyelesaikan

masalah.

d. Bagi Fakultas Kedokteran UNSOED

Untuk menambah bahan referensi yang dapat digunakan sebagai

acuan dalam penelitian selanjutnya.

II. ANALISIS SITUASI

A. Gambaran Umum

Puskesmas I Wangon merupakan salah satu bagian dari wilayah

kabupaten Banyumas, dengan luas wilayah kerja kurang lebih 40 km2.

Wilayah kerja Puskesmas I Wangon terdiri atas 7 desa, dengan desa yang

memliki wilayah paling luas adalah Randegan dengan luas 10,4 km2, dan

yang tersempit adalah Banteran dengan luas 2,5 km2.

Batas Wilayah Puskesmas I Wangon :

a. Utara : Wilayah Puskesmas II Wangon

b. Selatan : Wilayah Kabupaten Cilacap

c. Timur : Wilayah Puskesmas Jatilawang

d. Barat : Wilayah Puskesmas Lumbir

Luas lapangan lahan di wilayah Puskesmas I Wangon dirinci sebagai

berikut :

a. Tanah Sawah : 8.625,00 Ha

b. Tanah Pekarangan : 57,16 Ha

c. Tanah Tegalan : 1.889,79 Ha

d. Tanah Hutan Negara : 209,00 Ha

e. Tanah Perkebunan Rakyat : 85,00 Ha

f. Lain-lain : 241,00 Ha

B. Keadaan Demografi

1. Pertumbuhan Penduduk

Berdasarkan data dari kecamatan dan desa, untuk wilayah

Puskesmas I Wangon jumlah penduduk sampai dengan akhir tahun

2011 adalah 55.232 jiwa yang terdiri dari 26.769 jiwa laki-laki dan

28.463 jiwa perempuan dan 16.508 KK. Jumlah penduduk terbanyak

adalah Desa Klapagading Kulon sebanyak 11.153 jiwa, sedangkan

yang terendah adalah Desa Banteran dengan 4.275 jiwa.

2. Kepadatan Penduduk

Penduduk di wilayah puskesmas I Wangon penyebarannya tidak

merata terbukti dengan adanya jumlah penduduk yang tinggi dan

5

6

rendah. Kepadatan penduduk di wilayah kerja Puskesmas I Wangon

adalah 1.398 jiwa /km2, dengan desa terpadat adalah Klapagading

Kulondengan kepadatan 3.014 jiwa/km2 sedangkan desa dengan

kepadatan penduduk terendah adalah Randegan dengan 682 jiwa/km2.

C. Situasi Derajat Kesehatan

1. Mortalitas

Gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat

dilihat dari kejadian kematian di masyarakat. Di samping itu kejadian

kematian juga dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian

keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan

kesehatan lainnya. Angka kematian pada umumnya dapat dihitung

dengan melakukan berbagai survey dan penelitian. Perkembangan

tingkat kematian dan penyakit-penyakit yang terjadi pada periode

tahun 2014 akan diuraikan di bawah ini.

a. Angka Kematian Bayi

Tahun 2014 terdapat 11 kasus kematian bayi dari 1034

kelahiran hidup. Jika dikonversi maka AKB di Puskesmas I

Wangon adalah 10,5 per 1000 kelahiran hidup. Dibanding tahun

sebelumnya jumlah kematian bayi tahun ini menurun., di mana

tahun 2013 terdapat 20 kasus kematian bayi dari 1036 kelahiran

hidup (AKB 19,3 per 1000 kelahiran hidup). Jika dibandingkan

dengan Indikator Indonesia Sehat 2010, AKB di puskesmas I

Wangon masih lebih rendah, begitu juga dibandingkan cakupan

MDG’s ke-4 tahun 2015 (IIS = 40 per 1000 kelahiran hidup,

MDG’s 2015 = 17 per 1000 kelahiran hidup). Penurunan kasus

kematian bayi di wilayah kerja Puskesmas I Wangon akan terus

diupayakan dengan meningkatkan upaya promotif preventif baik

program KIA, gizi, imunisasi maupun promkes.

b. Angka Kematian Ibu

Sebagai Puskesmas PONED, Puskesmas I Wangon

berusaha menekan angka kematian ibu serendah mungkin. Tahun

2014 terdapat 1 kasus kematian ibu. Menurut data pelacakan dari

7

RS yang merawat, penyebab kematian karena penyakit jantung

yang diderita (infark miokard akut).

c. Angka Kematian Balita

Jumlah balita di wilayah kerja Puskesmas I Wangon

sebanyak 5521 balita, di mana terdapat 8 kasus kematian balita.

Dibandingkan tahun sebelumnya terdapat kenaikan kejadian

kematian balita.

d. Angka Kecelakaan

Selama tahun 2014 di wilayah kerja Puskesmas I Wangon

terjadi sebanyak 589 kejadian kecelakaan. Dari peristiwa itu

korban yang meninggal dunia sebanyak 4 orang, sementara korban

luka berat sebanyak 160 orang dan luka ringan sebanyak 618

orang.

2. Morbiditas

a. Penyakit Malaria

Selama tahun 2014 di Puskesmas 1 Wangon tidak dijumpai

kasus malaria, hal ini sama dengan tahun lalu juga tidak terdapat

kasus malaria.

b. TB Paru

Jumlah kasus TB paru klinis tahun 2014 di Puskesmas 1

Wangon sebanyak 81 kasus, sebanyak 26 kasus baru BTA (+),

sementara pada tahun sebelumnya didapatkan 33 kasus TB paru

positif atau ditemukan penurunan sebanyak 7 kasus TB paru (+).

Jumlah ini tidak mencerminkan keadaan sesungguhnya, karena

masih ada penderita TB yang berobat ke praktek pribadi dokter dan

tidak terpantau oleh puskesmas.

c. HIV

Selama tahun 2014 tidak didapatkan kasus HIV/AIDS di

wilayah Puskesmas 1 Wangon.

d. AFP/ Acute Flaccid Paralysis

Selama tahun 2014 tidak didapatkan kasus AFP di wilayah

Puskesmas 1 Wangon.

8

e. Demam Berdarah Dengue

Selama tahun 2014 didapatkan 11 kasus DBD di wilayah

Puskesmas 1 Wangon. Dari jumlah kasus itu tidak ada penderita

yang meninggal, semua dapat ditangani dengan baik di Puskesmas

maupun dirujuk ke Rumah Sakit terdekat. Masyarakat kecamatan

Wangon turut berperan aktif dalam program kegiatan PSN untuk

mncegah terjadinya DBD.

f. Diare

Selama tahun 2014 terdapat 923 kasus Diare, dengan angka

kejadian tertinggi pada warga Wangon sebanyak 200 kasus. Tidak

dijumpai penderita yang meninggal akibat diare.

g. Pneumonia Balita

Selama tahun 2014 di Puskesmas I Wangon ditemukan

sebanyak 21 kasus pneumonia dari perkiraan sebanyak 552 kasus

(3,8%).

D. Status Gizi

Total jumlah balita sebanyak 4.288 anak, dirinci sebagai berikut :

1. Balita yang ditimbang : 3.445 anak

2. Berat Badan Naik : 2.463 anak

3. Bawah Garis Merah : 12 anak

4. Gizi Buruk : 1 anak, yaitu di Rawaheng

Seluruh daerah bebas rawan gizi di kecamatan Wangon.

1. ASI ekslusif

Dari total jumlah bayi 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas I

Wangon sebanyak 402 anak, yang mendapat ASI eksklusif 6 bulan

sebanyak 257 anak atau sekitar 63,9%. Meskipun meningkat, edukasi

kepada warga masyarakat tentang ASI eksklusif tentang pentingnya

ASI ekslusif akan terus kami galakkan.

9

III. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH

A. Daftar Permasalahan Kesehatan

Masalah adalah kesenjangan antara realitas (kenyataan) dengan keinginan

(target, standar). Masalah dapat diidentifikasi dengan melihat kriteria sebagai

berikut:

1. Berdampak pada banyak orang

2. Ada konsekuensi serius

3. Adanya kesenjangan yang nyata

4. Menunjukan trend yang meningkat

5. Bisa diselesaikan (ada intervensi yang terbukti efektif).

Kegiatan Kepanitraan Ilmu Kesehatan (IKM) di wilayah kerja Puskesmas I

Wangon mengidentifikasi permasalahan dilihat dari angka kesakitan

penyakit di wilayah kerja Puskesmas I Wangon. Angka kesakitan tersebut

diambil dari besar penyakit di Puskesmas I Wangon.

Tabel 3.1. Permasalahan Kesehatan Gigi Puskesmas I Wangon 2014

No. Nama Penyakit Jumlah1. Karies gigi 512. Kelainan pulpa & periapikal 383. Kelainan gusi & periodintis 10044. Persistensi 8145. Abses 349

Sumber: Data Sekunder Puskesmas I Wangon 2014

B. Penentuan Prioritas Masalah (Berdasarkan Metode Tertentu)

Penentuan prioritas masalah yang dilakukan di Puskesmas I Wangon

dengan menggunakan metode Hanlon, di mana prioritas masalah didasarkan

pada empat kriteria yaitu:

Komponen A : besarnya masalah

1. Besarnya masalah didasarkan pada ukuran besarnya populasi yang

mengalami masalah tersebut.

2. Bisa diartikan sebagai angka kejadian penyakit.

3. Angka kejadian terbesar diberikan skor lebih besar.

10

Komponen B : keseriusan masalah

1. Urgensi : apakah masalah tersebut menuntut penyelesaian segera dan

menjadi perhatian publik.

2. Keparahan (severity): memberikan mortalitas atau fatalitas yang tinggi.

3. Ekonomi (cost) : besarnya dampak ekonomi kepada masyarakat.

Masing- masing aspek diberikan nilai skor. Aspek paling penting diberikan

aspek yang paling tinggi kemudian dirata- rata.

Komponen C : ketersediaan solusi

1. Ketersediaan solusi yang efektif menyelesaikan masalah.

2. Semakin tersedia solusi efektif diberikan skor yang semakin tinggi.

Komponen D : kriteria PEARL

Berupa jawaban ya dan tidak, ya diberikan skor 1, tidak diberikan skor 0

1. P : Propiety : kesesuaian program dengan masalah

2. E : Economic : apakah secara ekonomi bermanfaat

3. A : Acceptability : apakah bisa diterima masyarakat

4. R : Resources : adakah sumber daya untuk menyelesaikan masalah

5. L: Legality : tidak bertentangan dengan aturan hukum yang ada

Penentuan prioritas masalah di Puskesmas I Wangon sebagai berikut :

Kriteria A (besarnya masalah).

Untuk menentukan besarnya masalah kesehatan diukur dari banyaknya

penderita :

1. 25 % atau lebih = 10

2. 10% - 24,9% = 8

3. 1% - 9,9 % = 6

4. 0,1% - 0,9% = 4

5. 0,01% – 0,09% = 2

6. Kurang dari 0,01% = 0

11

Tabel 3.2 Nilai Kriteria A metode Hanlon

Masalah kesehatan

Besarnya masalah dari data sekunder Puskesmas I Wangon (%)0,01% 0,01%-

0,09%0,1%- 0,9%

1%- 9,9 %

10%- 24,9%

25% atau lebih

NILAI

Karies gigi X 6Kelainan pulpa & periapikal

X 6

Kelainan gusi & periodintis

X 10

Persistensi X 10Abses X 8

Kriteria B (kegawatan masalah)

Keparahan (paling cepat mengakibatkan kematian)

a. Tidak parah : 1

b. Kurang parah : 2

c. Cukup parah : 3

d. Parah : 4

e. Sangat parah : 5

Urgensi (harus segera ditangani, apabila tidak ditangani dapat

menyebabkan kematian)

a. Tidak urgen : 1

b. Kurang urgen : 2

c. Cukup urgen : 3

d. Urgen : 4

e. Sangat urgen : 5

Biaya (biaya penanggulangan)

a. Sangat murah : 1

b. Murah : 2

c. Cukup mahal : 3

d. Mahal : 4

e. Sangat mahal : 5

12

Tabel 3.3 Nilai Kriteria B metode Hanlon

Masalah Keparahan Urgensi Biaya NilaiKaries gigi 2 2 2 6Kelainan pulpa & periapikal

2 2 2 6

Kelainan gusi & periodintis

2 2 3 7

Persistensi 1 1 2 4Abses 3 3 3 9

Kriteria C (ketersediaan solusi)

Ketersediaan solusi dilihat dari apakah sumber daya yang ada mampu

digunakan untuk menyelesaikan masalah. Kriteria pemberian skor sebagai

berikut :

1. Sangat efektif : 10

2. Relatif efektif : 8

3. Efektif : 6

4. Moderate efektif : 4

5. Relative inefektif : 2

6. Inefektif : 0

Penentuan nilai C dilakukan dengan pemberian skor dari empat orang

kemudian diambil rata- ratanya.

Tabel 3.4 Nilai Kriteria C metode Hanlon

Masalah Kesehatan CKaries gigi 6Kelainan pulpa & periapikal 4Kelainan gusi & periodintis 4Persistensi 4Abses 2

Kriteria D (PEARL faktor)

Propriety : Kesesuaian (1/0)

Economic : Ekonomi murah (1/0)

Acceptability : Dapat diterima (1/0)

Resources availability : Tersedianya sumber daya (1/0)

Legality : Legalitas terjamin (1/0)

13

Tabel 3.5 Nilai Kriteria D metode Hanlon

Masalah P E A R L Hasil PerkalianKaries gigi 1 1 1 1 1 1Kelainan pulpa & periapikal

1 1 1 1 1 1

Kelainan gusi & periodintis

1 1 1 1 1 1

Persistensi 1 1 1 1 1 1Abses 1 1 1 1 1 1

Penetapan prioritas masalah dilakukan setelah komponen A, B, C, D

diketahui dengan perhitungan sebagai berikut :

Nilai prioritas dasar (NPD) = (A+B) x C

Nilai prioritas total (NPT) = (A+B) x C x D

Masalah A B C D NPD NPT Urutan prioritasP E A R L

Karies gigi 6 6 6 1 1 1 1 1 72 72 1Kelainan pulpa & periapikal

6 6 4 1 1 1 1 1 48 48 4

Kelainan gusi & periodintis

10

7 4 1 1 1 1 1 68 68 2

Persistensi 10

4 4 1 1 1 1 1 56 56 3

Abses 8 9 2 1 1 1 1 1 34 34 5Dari perhitungan diatas didapatkan prioritas masalah sebagai berikut :

1. Karies gigi

2. Kelainan gusi dan perdontitis

3. Persistensi

4. Kelainan pulpa dan periapikal

5. Abses

IV. TINJAUAN PUSTAKA

A. Karies Gigia. Definisi

Karies adalah kerusakan setempat yang progresif dari struktur

jaringan keras gigi dan merupakan penyebab paling umum dari penyakit

pulpa. Karies hanya akan terjadi jika ada bakteri tertentu di permukaan

gigi. Produk metabolisme bakteri ini, yakni asam organik dan enzim

proteolitik, menyebabkan rusaknya email dan dentin. Metabolisme bakteri

yang berdifusi dari lesi ke pulpa mampu menimbulkan respon imun dan

reaksi inflamasi. Dentin yang terpapar lesi karies akan mengakibatkan

infeksi bakteri pada pulpa, terutama setelah karies tersebut memajankan

pulpa Hal ini kemudian dapat menimbulkan rasa sakit, terganggunya

fungsi mastikasi, inflamasi jaringan gingiva, pembentukan abses,

perubahan penampilan estetik pasien, dan efek-efek sosial yang berkaitan

dengannya (Walton dan Torabinejad, 2008).

b. Faktor Risiko Karies

Risiko karies merupakan risiko terjadinya sebuah lesi karies pada

seseorang. Peningkatan risiko karies merupakan hasil dari beberapa faktor

penyebab karies yang sesuai ataupun mekanisme pertahanan yang tidak

cukup sehingga mengarah kepada perbedaan prevalensi karies. Risiko

karies dapat dikelompokkan menjadi dua faktor, yaitu faktor yang

mempengaruhi proses karies dan faktor yang berhubungan dengan

kejadian karies. Faktor risiko karies adalah hubungan sebab akibat

terjadinya karies. Beberapa faktor yang dianggap sebagai faktor risiko

adalah pengalaman karies, penggunaan fluor, oral hygiene, jumlah bakteri,

saliva, pola makan, serta faktor risiko demografi atau faktor modifikasi

karies, seperti umur, jenis kelamin, dan sosial ekonomi (Kidd et al., 2002).

1) Penggunaan Fluor

Pemberian fluor yang teratur baik secara sistemik maupun lokal

merupakan hal yang penting diperhatikan dalam mengurangi terjadinya

karies oleh karena dapat meningkatkan remineralisasi. Namun

demikian, jumlah kandungan fluor dalam air minum dan makanan

14

15

harus diperhitungkan pada waktu memperkirakan kebutuhan tambahan

fluor, karena pemasukan fluor yang berlebihan dapat menyebabkan

fluorosis.

2) Oral Higiene

Salah satu komponen pembentukan karies adalah plak. Insidens karies

dapat dikurangi dengan melakukan penyingkiran plak secara mekanis

dari permukaan gigi, namun banyak pasien tidak melakukannya secara

efektif. Peningkatan oral higiene dapat dilakukan dengan

menggunakan alat pembersih interdental yang dikombinasi dengan

pemeriksaan gigi secara teratur. Pemeriksaan gigi rutin ini dapat

membantu mendeteksi dan memonitor masalah gigi yang berpotensi

menjadi karies. Plak yang berada di daerah interdental dan sulit

dibersihkan melalui penyikatan gigi dapat disingkirkan dengan

menggunakan pembersih interdental. Penyingkiran plak dapat juga

dilakukan secara kimia menggunakan obat kumur (oral rinse).

3) Jumlah Bakteri

Segera setelah lahir, ekosistem oral pada bayi terdiri atas berbagai

jenis bakteri. Kolonisasi bakteri di dalam mulut disebabkan transmisi

antar manusia, yang paling banyak dari ibu atau ayah. Bayi yang

memiliki S. mutans yang banyak, maka usia 2-3 tahun akan

mempunyai risiko karies yang lebih tinggi pada gigi susunya.

Walaupun laktobasillis bukan merupakan penyebab terjadinya karies,

tetapi bakteri ini ditemukan meningkat pada orang yang mengonsumsi

karbohidrat dalam jumlah banyak.

4) Saliva

Saliva dapat mempengaruhi proses karies dengan berbagai cara, yaitu:

- Aliran saliva dapat menurunkan akumulasi plak pada permukaan

gigi dan juga menaikkan tingkat pembersihan karbohidrat dari

permukaan rongga mulut.

- Difusi komponen saliva seperti kalsium, fosfat, ion H- dan F- ke

dalam plak dapat menurunkan kelarutan enamel dan meningkatkan

remineralisasi.

16

- Sistem bufer asam karbonat-bikarbonat serta kandungan ammonia

dan urea dalam saliva dapat menyangga dan menetralkan

penurunan pH yang terjadi saat bakteri plak sedang

memetabolisme gula.

- Beberapa komponen saliva yang termasuk dalam komponen non

imunologi seperti lisozyme, lactoperoxydase, dan lactoferrin

mempunyai daya anti bakteri langsung terhadap mikroflora

tersebut sehingga derajat asidogeniknya dapat berkurang.

- Molekul immunoglobin A (IgA) disekresi oleh sel-sel plasma yang

terdapat dalam kelenjar liur, sedangkan komponen protein lainnya

diproduksi di lapisan epitel luar yang menutup kelenjar. Kadar

keseluruhan IgA di saliva berbanding terbalik dengan timbulnya

karies.

5) Pola makan

Pengaruh pola makan dalam proses karies biasanya lebih bersifat lokal

daripada sistemik, terutama dalam hal frekuensi mengonsumsi

makanan. Setiap kali seseorang mengonsumsi makanan dan minuman

yang mengandung karbohidrat, maka beberapa bakteri penyebab

karies di rongga mulut akan mulai memproduksi asam sehingga

terjadi demineralisasi yang berlangsung selama 20-30 menit setelah

makan. Di antara periode makan, saliva akan bekerja menetralisir

asam dan membantu proses remineralisasi. Namun, apabila makanan

dan minuman berkarbonat terlalu sering dikonsumsi, maka enamel

gigi tidak akan mempunyai kesempatan untuk melakukan

remineralisasi dengan sempurna sehingga terjadi karies.

6) Umur

Penelitian epidemologis menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi

karies sejalan dengan bertambahnya umur. Gigi yang paling akhir

erupsi lebih rentan terhadap karies. Kerentanan ini meningkat karena

sulitnya membersihkan gigi yang sedang erupsi sampai gigi tersebut

mencapai dataran oklusal dan beroklusi dengan gigi antagonisnya.

Anak-anak mempunyai risiko karies yang paling tinggi ketika gigi

17

mereka telah erupsi sedangkan orang dewasa lebih berisiko terhadap

terjadinya karies akar.

7) Jenis Kelamin

Selama masa kanak-kanak dan remaja, wanita menunjukkan nilai

DMF yang lebih tinggi daripada pria. Walaupun demikian, umumnya

oral higiene wanita lebih baik sehingga komponen gigi yang hilang M

(missing) yang lebih sedikit daripada pria. Sebaliknya, pria

mempunyai komponen F (filling) yang lebih banyak dalam indeks

DMF.

8) Sosial & Ekonomi

Karies dijumpai lebih banyak pada kelompok sosial ekonomi rendah

daripada kelompok sosial ekonomi tinggi. Hal ini dikaitkan dengan

lebih besarnya minat hidup sehat pada kelompok sosial ekonomi

tinggi. Ada dua faktor sosial ekonomi yaitu pekerjaan dan pendidikan

adalah faktor kedua terbesar dari faktor sosial ekonomi yang

mempengaruhi status kesehatan. Seseorang yang mempunyai tingkat

pendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan dan sikap yang baik

tentang kesehatan sehingga akan mempengaruhi perliakunya untuk

hidup sehat.

B. PerilakuPerilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau

rangsangan (Depdikbud, 2001). Perilaku merupakan segala kegiatan atau

aktivitas manusia, baik yang diamati langsung maupun tidk dapat diamati

oleh piha luar (Notoatmodjo, 2007). Perilaku mempunyai peranan yang

sangat bear terhadap status kesehatan individu, kelompok maupun masyarakat

(Kartono, 2000). Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku

merupakan suatu respon atau tanggapan seseorang setelah ada pemicu baik

dari dalam diri ataupun dari lingkungan.

18

1) Jenis-jenis perilaku

Skinner dalam Notoadmodjo (2007) menjelaskan bahwa perilaku terjadi

melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, kemudian organisme

tersebut memberikan respon atas stimulus yang diperoleh. Untuk itu

Skinner membagi dua jenis perilaku berdasarkan respon terhadap stimulus-

stimulus yang mungkin muncul antara lain :

a. Perilaku tertutup (Covert Behaviour)

Perilaku tertutup merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam

entuk perilaku tertutup (tidak terlihat/tidak nampak). Reaksi ini terbatas

pada perhatian, persepsi , pengetahuan, atau kesadaran dan sikap yang

terjadi pada orang yang menerima stimulus.

b. Perilaku terbuka (Overt Behaviour)

Perilaku terbuka merupakan respon terhadap stimulus dalam bentuk

tindakan nyata atau terlihat. Perilaku ini dapat diamati oleh orang lain

dengan mudah.

2) Tahapan membentuk perilaku

Perilaku merupakan proses yang dilakukan berulang kali. Perilaku

tidak dapat muncul secara tiba-tiba. Rogers dalam Notoadmodjo (2007)

mengungkapkan bahwa sebelum seseorang memiliki perilaku baru, maka

orang itu melalui beberapa tahapan. Proses tersebut antara lain awareness,

interest, evaluation, trial, dan adoption

a. Awareness

Awareness merupakan tahap awal dalam mengadopsi sebuah perilaku.

Karena dengan kesadaran ini akan memicu seseorang untuk berfikir

lebih lanjut tentang apa yang dia terima.

b. Interest

Interest merupakan tahap kedua setelah seseorang sadar terhadap suatu

stimulus. Seseorang ada tahap ini sudah mulai melakukan suatu

tindakan dari stimulus yang diterimanya.

19

c. Evaluation

Evaluation merupakan sikap seseorang dalam memikirkan baik buruk

stiulus yang ia terima setelah adanya sikap ketertarikan. Apabila

stimulus yang dianggap buruk atau kurang berksesan, maka ika akan

diam atau acuh. Sebaliknya apabila stimulus yang ia terima dianggap

baik, ia akan membuat seseorang melakukan suatu tindakan

d. Trial

Trial merupakan tahap lanjutan pada seseorang yang telah mampu

memikirkan stimulus yang diperoleh baik atau buruk. Sehinga

menimbulkan keinginan untuk mencoba.

e. Adoption

Adoption merupakan thap terakhir setelah melewati tahapan-tahapan

sebelumnya. Perilau ini akan muncul sesuai dengan kesadaran,

pengetahuan, dan sikap yang dimiliki seseorang. Sehingga ia mampu

melakukan suatu tindakan yang dianggap baik atau salah sesuai

stimulus yang ia terima.

Perilaku akan terbentuk berdasarkan proses, begitu pula pada perilaku

kesehatan. Perilaku akan ditunjukkan dengan keyakinan yang dimiliki.

Keyakinan itu dipengaruhi oleh latar belakang intelektua dan pengetahuan

yang dimiliki (Potter & Peryy, 2005).

3) Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

Green dalam Notoadmodjo (2007) menyebutkan bahwa perilaku

dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin

dan faktor penguat. Hal ini dapat dijelaskan seagai berikut :

a. Faktor Predisposisi (Predisposition factor)

Faktor predisposisi merupakan faktoryang menjadi daar melakukan

suatu tindakan. Faktor predisposisi pada seseorang diantaranya sikap,

keyakinan, nilai-nilai, persepsi, usia, status sosial ekonomi, jenis

kelamin yang menjadi pemincu seseorang melakukan tindakan.

b. Faktor Pemungkin (Enabling factor)

20

Faktor emungkin merupakan faktor yang memungkinkan motivasi atau

keinginan untuk dapat terlaksana. Contoh faktor pemungkin adalah

kemampuan, sumber daya, ketersediaan informasi, dan ketersediaan

fasilitas.

c. Faktor Penguat (Reinforcing factor)

Faktor penguat merupakan faktor yang muncul setelah tindakan itu

dilakukan. Faktor-faktor ini daat bersifat negatif atau postif. Hal ini

yang mempengaruhi perilaku seseorang dari stimulus yang diterimanya.

Contoh faktor penguat adalah adanya manfaat atau ganjaran yang

diterima seseorang.

C. Perawatan GigiPerawatan gigi merupakan usaha penjagaan untuk mencegah kerusakan

gigi dan penyakit gusi. Perawatan gigi sangat penting dilakukan karena dapat

menyebabkan rasa sakit pada anak, infeksi, bahkan malnutrisi. Gigi yang

sehat adalah gigi yang bersih tanpaada lubang atau penyakit gigi lainnya.

Perawatan gigi yang dapat mencegah masalah gigi antara lain :

a. Menggosok Gigi (Brushing)

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam menggosok gigi yaitu :

a) Cara menggosok gigi yang benar

Masalah yang seringkali ditemui pada masyarakat indonesia adalah

cara menggosok gigi yang slaah. Pada prinsipnya menggosok gi gi

yang benar harus dapat membersihkan semua sisa-sisa makanan

terutama pada ruang intradental. Gerakan sikat gigi tidak merusak

jaringan gusi dan mengabrasi lapisan gigi dengan menekan secara

berlebihan.

b) Pemilihan sikat gigi yang benar

Sikat gigi menjadi salah satu faktor dalam menjaga kesehatan gigi.

Apabila kita salah memilih dan mengginakan sikat gigi maka sisa-sisa

makananyang ada dis ela gigi tidak dapat terjangkau. Untuk anak usia

sekolah sikat gigi yang baik adalah sikat gigi dengan bulu halus yang

terbuat dari nilon panjang sekitar 21 cm (Potter & Perry, 2005). Pilih

sikat gigi yang kecil baik tangkai maupun kepala sikatnya sehingga

21

mudh dipegang dan tidak merusak gusi. Ujung kepala sikat menyempit

agar udah menjangkau selurih bagian mulu yang relatif kecil.

c) Frekuensi menggosok gigi

Menggosok gigi sedikitnya empat kali sehari (setekah makan dan

sebelum tidur). Hal itu merupakan dasar untuk program oral hygine

yang efektif (Potter & Perry, 2005). Menggosok gigi sebelum tidur

sangat penting karena saat tidur terjadi interaksi antara bakteri mulut

dengan sisa makanan pada gigi (Hockenberry & Wilson, 2007).

b. Pemeriksaan ke Dokter Gigi

Persatuan Dokter Gigi Indonesia (2006) mengatakan pemeriksaan gigi ke

dokter gigi masih sangat minim dilakukan pada masyarakat Indonesia.

Padahal apabila sejak dini anak diajarkan untuk melakukan pemeriksaan

kesehatan gigi secara rutin 6 bulan sekali telah dicanangkan oleh

pemerintah. Pemeriksaan ini sangat dianjurkan pada anak usia sekolah,

karena pada anak usia sekolah mengalami pergantian dari gigi susu

menjadi peramanen. Usaha lain yang dilakuka pemerintah dalam

menangani masalahh kesehatan gigi adalah Usaha esehatan Gigi Sekolah

(UKGS). UKGS ini merupakan bagian integral dari Usaha Kesehatan

Sekolah (UKS) yang melakukan pelayanan kesehatan gigi dan mulu secara

terencana.

c. Mengatur Makanan

Anak pada usia sekolah sering mengonsumsi makanan manis sepeti

cokelat, permen, kue dan lain sebagainya. Makanan manis mengandung

larutan gula yang memiliki konsentrasi tinggi. Larutan tersebut dapat

menembus plak gigi dan dimetabolisasi untuk menghasilkan asam sebelum

dinetralisasi oleh saliva. Konsumsi makanan tersebut apabila tidak

dikontrol dengan perawatan gigi yang benar akan berisiko terkena karies

gigi. Oleh karena itu anak pada usia sekolah dianjurkan diet rendah gula

dan tinggi nutrisi serta memperhatikan perawatan gigi lainnya (Potter and

Perry, 2005).

22

d. Penggunaan Fluoride

Fluoride dibutuhkan oleh gigi untuk menjaga gigi dari kerusakan, namun

kadarnya harus diperhatikan. Fluoride dapat menurunkan produksi asam

dan meningkatkan pembentukan mineral pada dasar enamel.

e. Flossing

Flossing membantu pencegahan kasries gigi dengan menyingkirkan plak

dan sisa makanan pada sela gigi. Waktu yang tepat untuk dental flossing

adalah setelah menggososk gigi karena saat itu pasta gig masih ada dalam

mulut. Dental flossing yang dilakukan setelah menggosok gigi akan

membantu penyebaran pasta gigi ke sela-sela gigi (Columbia University of

dental Medicine, 2006). Flossing dilakukan satu kali sehari.

1. Faktor-Faktor yang Mempengaruh Perawatan Gigi

a. Faktor Internal

1) Usia

Usia merupan salah satu faktor yang mempengaruhi perawatan gigi

pada anak. Siagan dalam Rasyidah (2002) mengemukakan bahwa usia

erat hubungannnya dengan tingkat kedewasaan teknik maupun

psikologis. Semakin bertambah usia seseorang maka berbanding lurus

dengan pengetahuan yang dimiliki. Penelitian yang telah dilakukan

menunjukkan bahwa prevalensi karies gigi meningkat sesuai

bertambahnya usia. Pada usia 6 tahun prevalensi karies gigi sebesar

20%, kemudian mengalami peningkatan pada usia 14 tahun mencapai

97%.

2) Jenis Kelamin

Jenis kelamin memiliki faktor yang mempengaruhi terhadap kejadian

kerusakan gigi. Terdapat perbedaanbermakna pada anak laki-laki dan

perempuan dengan prevalensi karies gigi. Anak perempuan memiliki

prevalensi lebih tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki. Hal ini

disebabkan pertumbuhan gigi pada anak perempuan lebih awal

daripada anak laki-laki sehingga masa terpajan dalam mulut lebih

lama.

23

3) Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari diri sendiri maupun orang lain.

Pengalaman yang dialami menjadikan seseorang dapat mengambil

pelajaran dari kejadian-kejadian yang telah lalusehingga

mengantisispasi hal negatif terulang kembali dikemudian hari. Anak

usia sekolah tidak akan mengkonsumsi permen tanpa menggosok gigi

setelahnya apabila ia belum memiliki atau melihat pengalaman orang

lain. Ia akan mengantisipasi hal yang dapat terjadi apabila kegiatan

terseut dilakukan (Notoadmodjo, 2010).

4) Motivasi

Anakusia sekolah memiliki tanggung jawab dalam melakukan sesuatu,

namun anak sekolah memiliki motivasi rendah dalam memperhatikan

penampilan dan bau mulutsampai mereka usia remaja (Chadwick &

Hosey, 2003; Hockenberry & Chasey, 2007)

b. Faktor Eksternal

1) Peran orang tua

Orang tua merupakan faktor penting pada perawatan kesehatan gigi

anak. Orang tua menjadi contoh dalam melakukan promosi kesehatan

gigi (Perry & Potter, 2005). Keberhasilan perawatan gigi pada ank

dipengaruhi oleh peran orang tua dalam melakukan perawatan gigi.

Orang tua yang menjadi teladan lebih efisisen dibandingkan anak yang

menggosok gigi tanpa contoh yang baik dari orang tua.

2) Pengetahuan

Pengetahuan merupakan dasar terbentuknya perilaku. Seseorang

dikatakan kurang pengetahuan apabila dalam suatu kondisi ia tidak

mampu mengenal, menjelaskan dan menganalisis suatu keadaan

(Notoadmodjo, 2010).

3) Fasilitas

Fasilitas sebagai sebiuah sarana informasi yang dapat mempengaruhi

pengetahuan seseorang (Notoadmodjo, 2010). Anak yang memiliki

komputeer dengan akses internet yang memadai akan memiliki

Faktor Risiko : Perilaku perawatan gigi Penggunaan fluorOral HyginePola makanJumlah bakteriSalivaUmurJenis KelaminSosial dan EkonomiFasilitas Kepemilikan sikat gigi sendiriPenggunaan pasta gigi

Karies Gigi

Karies GigiPerilaku Perawatan Gigi

24

pengetahuan tinggi tentang perawatan gigi jika dibandingkan dengan

anak yang memiliki televisi saja

4) Penghasilan

Penghasilan memang tidak memiliki pengaruh langsung terhadap

engetahuan, namun penghasilan ini erat hubungannya dengan

ketersediaan fasilitas (Notoadmodjo, 2010)

5) Sosial Budaya

Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat

mempengaruhi pengetahuan, persepsi dan sikap seseorang terhadap

sesuatu (Notoadmodjo, 2010).

D. Kerangka Teori

E. Kerangka Konsep

F. Hipotesis

Terdapat Hubungan antara Perilaku Perawatan Gigi dengan Kejadian Karies

Gigi di SD N 1 Klapagading Wilayah Kerja Puskesmas I Wangon.

V. METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang akan dilakukan termasuk dalam penelitian analitik

observasional dengan pendekatan Cross Sectional yakni dengan

menggunakan data primer yang diperoleh dari subjek penelitian dlakukan

hanya satu kali pada satu waktu tanpa dilakukan intervensi dan menggunakan

data sekunder dari profil Puskesmas I Wangon 2015.

B. Ruang Lingkup Kerja

Ruang lingkup kerja dilakukan di wilayah kerja Puskesmas I Wangon

yang melibatkan siswa siswi SD N 1 Klapagading Wangon. Hal yang menjadi

pertimbangan dalam memilih tempat penelitian adalah berdasarkan hasil studi

pendahuluan siswa siswi dari SD N 1 Klapagading banyak yang memiliki

masalah gigi berlubang.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah siswa dan siswi yang bersekolah di

SD N 1 Klapagading Wangon.

2. Sampel

Sampel/responden adalah siswa dan siswi SD N 1 Klapagading

Wangon kelas 4 pada tahun 2015. Obyek penelitian dengan ketentuan

sebagai berikut:

Obyek penelitiaan dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Besar sampel

Besar sampel yang digunakan adalah 33 siswa dan siswi kelas

4 di SD N 1 Klapagading.

2. Metode pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian menggunakan

total sampling. Alasan mengambil total sampling karena menurut

25

26

Sugiyono (2007) jumlah populasi yang kurang dari 100 seluruh

populasi dijadikan sampel penelitian semuanya.

D. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas : Perilaku perawatan gigi

2. Variabel Terikat : karies gigi

E. Definisi Operasional Variabel

1. Perilaku perawatan gigi

a. Definisi

perilaku perawatan gigi adalah respon atau tindakan seseorang dalam

melakukan perawatan gigi untuk menjaga kesehatan gigi.

b. Kriteria

a) Perilaku baik jika x>median (>51)

b) Perilaku buruk jika x≤median (≤51)

c. Alat Ukur

Kuesioner

d. Skala

Ordinal

2. Karies gigi

a. Definisi

Karies gigi adalah sebuah penyakit infeksi yang merusak struktur gigi

atau daerah yang membusuk di dalam gigi yang terjadi akibat suatu

proses yang secara bertahap melarutkan email (permukaan gigi sebelah

luar yang keras) dan terus berkembang ke bagian dalam gigi.

Diagnosis dilakukan oleh dokter gigi atau perawat gigi setempat.

b. Kriteria

a) Ya

b) Tidak

c. Alat Ukur

Pemeriksaan oral oleh petugas kesehatan gigi.

27

d. Skala

Nominal

F. Metode Pengambilan Data

a) Bahan dan Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kuesioner

yang telah digunakan pada penelitian “Hubungan Tingkat Pengetahuan

Tentang Kesehatan Gigi dengan Perilaku Perawatan Gigi pada Anak Usia

Sekolah di SD N Pondok Cina 4 Depok Universitas Indonesia” untuk

mengetahui usia, jenis kelamin, dan perilaku perawatan gigi pada anak

SD.

b) Data yang Dikumpulkan

1) Data primer

Data yang dikumpulkan oleh peneliti sendiri yang diukur

dengan kuesioner yang diisi oleh peneliti. 1) Identitas 2) usia 3)

Jenis kelamin 4) perilaku perawatan gigi.

2) Data sekunder

Data yang dikumpulkan oleh instansi, badan yang terkait atau

tidak dikumpulkan oleh peneliti sendiri, dan digunakan oleh peneliti

sendiri untuk melaksanakan dan melengkapi penelitian.

G. Analisis Data

1. Analisis Deskriptif

Dilakukan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi tentang usia dan

jenis kelamin. Data disajikan dalam bentuk tabel frekuensi distribusi untuk

semua variabel yang diteliti.

2. Analisis Analitik

Analisis bivariat dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang hubungan

antara variabel bebas dan variabel terikat yang terdapat dalam hipotesis

penelitian. Uji statistik yang digunakan adalah chi square tabel 2x2.

H. Waktu dan lokasi

Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 15 Mei 2015 SD N 1 Klapagading.

VI. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Analisis Univariat

A. Analisis Hipotesis

Perawatan gigi sangat penting dilakukan agar terhindar dari

penyakit gigi. Perawatan gigi merupakan usaha penjagaan untuk mencegah

kerusakan gigi dan penyakit gusi. Gigi yang sehat dilihat dari bagaimana

seseorang melakukan perawatan gigi. Perawatan gigi yang dilakukan

antara lain menggosok gigi (cara menggosok gigi yang benar, pemilihan

sikat gigi yang benar, dan frekuensi menggosok gigi yang benar),

mengatur makanan (memilih makanan yang baik untuk menguatkan gigi

dan melakukan penggosokan gigi setelah makan) , pennggunaan fluoride,

dan melakukan pemeriksaan rutin ke dokter gigi.

Skinner dalam Notoadmodjo (2007) menjeaskan bahwa perilaku

terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, kemudian

organisme tersebut memberikan respon atas stimulus yang diperoleh.

Perilak terbagi menjadi dua jenis, perilaku tertutup (covert behaviour) dan

perilaku terbuka (overt behaviour). Dikatakan memiliki perilaku tertutup

apabila seeorang telah menerima stimulus namun perilakunya tertutup atau

tidak terlihat. Reaksi ini terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan

atau kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus.

Sedangkan perilaku terbuka merupakan respon terhadap stimulus dalam

bentuk tindakan nyata atau terlihat. Perilaku ini dapat diamati olegh orang

lain dengan mudah. Ketika seorang anak memperoleh stimulus berupa

pengetahuan mengenai kesehatan gigi maka idealnya anak itu akan

mengaplikasikannya dalam perilaku sehari-hari.

Bentuk perawatan gigi yang paling utama dilakukan adalah

menggosok gigi (brushing). Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam

menggosok gigi antara lain cara menggosok gigi yang benar. Seringkali

seserang rutin menggosok gigi setiap hari, namun belum tentu teknik atau

28

29

cara menggosok gigi yang dilakukan sudah sesuai. Kaena gerakan sikat

gigi yang salah akan merusa jaringan gusi dan mengabrasi lapisan gigi

sehingga gigi mudah berlubang. Berbagai penelitian telah dilakukan

terkait teknik menggosok gigi yang tepat. Namun, tidak terdapat bukti

bahwa teknik yang satu lebih baik dari teknik yang lain dalam

menghilanggakan plak gigi (Houwink, 2003). Cara menyikat gigi dengan

gerakan maju mundur secara horizontal dari sikat gigi pada permukaan

dalam lengkung gigi akan memberikan hasil yang lebih memuaskan.

Gerakan vertikal yang dilakukan akan mengikuti struktur celah gigi

sehingga makanan yang tersisa disela gigidapat terangkat. Penelitian

Hutabarat (2009) yang melakukan penelitian tentang peran petugas

kesehatan, guru, dan orang tua dalam melaksanakan UKGS dengan

tindakan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut murid sekolah dasar di

kota Medan tahun 2009. Hasil penelitian tersebut menunjukkan perilaku

murid dalam hal waktu menyikat gigi sebagian besar belum melakukan

dengan tepat.

Saat menggosok gigi telah selesai atau setelah selesai makan, hal

yang harus dilakukan adalah berkumur. Berkumur adalah tindakan yang

dilakukan dengan memasukkan air kedalam mulut kemudian digerakkan

dengan bantuan lidah dan otot pipi sisa-sisa makanan dapat dibersihkan.

Dari hasil penelitian masih banyak anak yang tidak menggosok

gigi setelah makan dan sebelum tidur. Waktu menggosok gigi juga

mempengaruhi terjadinya karies gigi. Waktu menggosok gigi yang baik

adalah pagi setelah makan dan malam sebelum tidur. Menggosok gigi

stelah makan aik dilakukan agar sisa makanan yang dimakan tidak

menempel pada gigi . Menggosok gigi sebelum tidur sanngat penting

karena saat tidur terjadi interaksi antara bakteri mulut dengan sisa

makanan pada gigi (Hockenberry, 2003). Hal ini didukung dengan

penelitian Balibangkes (2008) bahwa waktu sikat gigi dapat menunjukkan

hubungan yang sangat bermakna dalam menurunkan angka karies gigi.

Waktu yang dianjurkan untuk menggosok gigi adalah pada pagi hari

setelah makan dan sebelum tidur. Semakin lama makanan menempel di

30

gigi akan semakin besar peluang terjadinya karies gigi. Menurut hasil

Riskesdas (2007 dalam Budisuari, Oktarina & Mikrajab, 2010) anak

menggosok gisi sesudah makan cenderung terjadi karies rata-rata 0,957

kali dibandingkan dengan anak yang tidak menggosok gigi setelah makan.

Pemakaian sikat gigi juga merupakan salah satu bentuk perawatan

gigi. Satu sikat gigi sebaiknya hanya digunakan oeh satu orang , tidak

digunakan secara bersama-sama. Hal ini dikarenakan kuman yang

menempel di sikat gigi akan berpindah ke mulut orang lain terutama orang

yang memiliki masalah gigi. Pemilihan sikat gigi juga mempengaruhi

adanya karies gigi. Untuk anak usia sekolah sikat gigi yang baik adalah

sikat gigi dengan bulu halus yang terbuat dari nilon dengan panjang

sekitar 21 cm (Potter&Perry, 2005). Pemilihan sikat gigi yang benar daat

menghindari penyakit gigi seperti gigi berlubang. Apabila salah memilih

dan menggunakan skat gigi maka sisa-sisa makanan yang ada di sela gigi

tidak dapat terjagkau. Sehingga sisa sisa makanan tersebut akan menjadi

asam dan menempel pada email gigi, semakin lama sisa makanan itu

menempel maka risiko terjadinya kaies gigi akan semakin besar. Perlu

diperhatikan juga kapan sikat gigi harus diganti secara rutin, karena sikat

gigi yang telah rusak akan mempengaruhi dalam proses penyikatan. Hal

ini dapat merusak gusi dan dapat berdarah.

Bentk perawatan gigi lainnya adalah penggunaan fluoride yang

dibutuhkan oleh gigi untuk menjaga gigi dari kerusakan, namun kadarnya

harus diperhatikan. Fluoride dapat menurunkan produksi asam dan

meningkatkan pembentukan mineral pada dasar enamel (McDonald,

2007).Berdasarkan jurnal edisi khusus Caries Research telah ditentukan

efek antikaries yang tidak dapat diragukan dengan pemberian fluoride

melalui air minum, garam dapur, pata gigi, berkumur dan pemberian

secara individual. Penurunan karies dapat terjadi apabila konsentrasi

fluoride telah mencukupi dalam pemakaiannya. Saat ini pasta gigi

mengandung 0,15% fluoride. Di Indonesia beredar fluroride dalam bentuk

pasa gigi yang kadarnya sudah diatur, penggunaan berlebihan akan

mengakibatkan perubahan warna pada enamel gigi (Potter & Perry, 2005).

31

Karakteristik anak usia sekolah yang sedang dalam pertumbuhan

biasanya akan mengkonsumsi segala jenis makana agar asupan energi

yang dibutuhkan sesuai dengan energi yang dikeluarkan. Hal tersebut baik,

namun harus sangat diperhatikan perawatan kesehatan gigi pada anak

setelah ia mengonsumsi berbagai makanan terebut. Anak yang

mengosumsi makanan berserat cenderung mengurangi terjadinya karies

dibandingkan dengan makanan yang lunak dan banyak mengandung gula

(Budisuari, Oktarina, Mikrajab, 2010). Hampir semua anak dalam

penelitian menyukai makanan manis, namun belum menerapkan perilaku

gosok gigi yang baik dan benar setelah makan makanan manis, sehingga

glukosa yang terdapat pada makanan tersebut melekat di email gigi dan

berisiko terjadi karies gigi. Larutnya mineral email sebagai akibat

terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang

disebabkan oleh pembentukan asam mikrobial dari makanan yang tersisa

di gigi dan menimbulkan destruksi komponen organik yang akhirnya

terjadi kavitasi atau pembentukan lubang gigi.

Bentuk perilaku perawatan gigi yang lain adalah dengan pemilihan

makanan yang baik untuk gigi dengan tepat, banyak sumber makanan

yang baik dikonsumsi untuk penguat gigi yakni makanan yang

mengandung tinggi kalsium. Menurt Gupte (2001) mengonsumsi kalsium,

fofor, vitamin D dapat menguatkan gigi. Vitamin C dan D baik untuk

pembentukan gigi. Kalsium dan vitamin D adalah fondasi penting untuk

membuat tulang dan gigi yang kuat. Kalsium mendukung struktur tulang

dan gigi. Sedangkan vitamin D meningkatkan penyerapan kalsium dan

pertumbuhan tungang seperti susu, keju, yoghurt, telur, sayur mayur,

buah-buahan dan lain sebagainya.

Menurut Persatuan Dokter Gigi Indonesia (2006) mengatakan

pemeriksaan gigi ke dokter gigi masih sangat minim dilakukan pada

masyarakat indonesia. Pemeriksaan secara rutin 6 bulan sekali telah

dicanangkan oleh pemerintah. Pemeriksaan ini sangat dianjurkan pada

anak usia sekolah, karena pada anak usia sekolah mengalami pergantian

dari gigi susu menjadi gigi permanen. Hal ini sangat penting karena saat

32

anak mengalami pergantian gigi memiliki risiko karies yang tinggi (Potter

& Perry, 2005)

Perilaku tidak dapat muncul secara tiba-tiba. Perilaku merupakan

proses yang dilakukan berulang kali. Menurut Rogers dalam Notoadmodjo

(2007) seseorang akan memiliki perilakun apabila telah melalui beberapa

tahapan diantaranya awareness, interest, evaluation, trial, adoption.

Apabila orang tua memberikan contoh perilaku yang baik pada ankanya .

Maka dengan tidak disadari anak tersebut mencoba melakukan apa yang

orang tuanya lakukan.

VII.ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

A. Penyusunan Alternatif Pemecahan Masalah

Berdasarkan analisis fish bone, alternatif pemecahan masalah yang

dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan kurangnya perawatan gigi

pada anak, maka yang dilakukan adalah:

1. Penyuluhan tentang karies gigi, dampak karies gigi, pencegahan dan

perilaku perawatan gigi yang baik dan benar.

2. Pembagian leaflet tentang perilaku perawatan gigi

B. Penentuan Alternatif Terpilih

Pemilihan prioritas alternatif pemecahan masalah harus dilakukan

karena adanya keterbatasan baik dalam sarana, tenaga, dana, serta waktu.

Salah satu metode yang dapat digunakan dalam pemilihan prioritas pemecahan

masalah adalah metode Reinke. Metode ini menggunakan dua kriteria yaitu

efektifitas dan efisiensi jalan keluar.

Efektifitas jalan keluar meliputi besarnya masalah yang dapat diatasi,

kelanggengan selesainya masalah, dan kecepatan penyelesaian masalah.

Efisiensi jalan keluar dikaitkan dengan biaya yang diperlukan dalam

menyelesaikan masalah. Skoring efisiensi jalan keluar adalah dari sangat

murah (1), hingga sangat mahal (5).

Tabel 7.1. Kriteria dan Skoring Efektivitas Jalan Keluar

Skor

M (besarnya masalah yang dapat diatasi)

I(kelanggengan

selesainya masalah)

V (kecepatan

penyelesaian masalah)

1 sangat kecil sangat tidak langgeng sangat lambat2 Kecil tidak langgeng lambat3 cukup besar cukup langgeng cukup cepat4 Besar langgeng cepat5 sangat besar sangat langgeng sangat cepat

33

34

Prioritas pemecahan masalah dengan menggunakan metode Reinke

adalah sebagai berikut:

Tabel 7.2. Prioritas Pemecahan Masalah Metode Reinke

No. Daftar Alternatif Jalan Keluar Efektifitas

MxIxV

C

Urutan Prioritas MasalahM I V C

1. Penyuluhan karies gigi, dampak

karies gigi, pencegahan dan

perilaku perawatan gigi yang baik

dan benar.

4 3 4 4 12 1

2. Pembagian leaflet tentang

perilaku perawatan gigi

3 4 3 4 9 2

Berdasarkan hasil perhitungan prioritas pemecahan masalah menggunakan

metode Reinke, didapat prioritas pemecahan masalah, yaitu penyuluhan tentang

karies gigi, dampak karies gigi, pencegahan dan perilaku perawatan gigi yang

baik dan benar. Dilakukan pula pembagian alat yang dibutuhkan untuk

membersihkan gigi seperti sikat gigi dan pasta gigi.

VIII. RENCANA KEGIATAN

A. Latar Belakang

Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit yang termasuk dalam

sepuluh besar penyakit terbanyak yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia.

Oleh karena itu, kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat Indonesia perlu

diperhatikan (Mikail, B., Candra, A., 2011). Kebersihan gigi dan mulut

merupakan hal yang sangat penting dalam mencegah dari terjadinya penyakit-

penyakit rongga mulut. Jika ditinjau dari segi fungsinya, gigi dan mulut

mempunyai peran yang besar dalam mempersiapkan makanan sebelum melalui

proses pencernaan yang selanjutnya. Oleh karena gigi dan mulut merupakan

salah satu kesatuan dari anggota tubuh yang lain, kerusakan pada gigi dan

mulut dapat mempengaruhi kesehatan tubuh secara langsung atau tidak

langsung. Selain itu, kebersihan gigi dan mulut juga berperan penting dalam

menentukan gambaran dan penampilan diri seseorang tersebut, sekaligus

berkaitan dengan kepercayaan atau keyakinan terhadap dirinya (Pratiwi, 2007).

Angka kejadian yang masih tinggi dan sulitnya mengatasi masalah karies

gigi pada anak membuat penulis tertarik untuk mengangkat kasus karies gigi

pada anak di wilayah kerja Puskesmas I Wangon SD N 1 Klapagading untuk

dilakukan analisis dalam Laporan Community Health Analysis (CHA).

Hasil analisis bivariat penelitian “Hubungan perilaku Perawatan Gigi

dengan Kejadian Karies gigi pada anak SD N 1 Klapagading Wilayah Kerja

Puskesmas I Wangon” yang dilakukan terhadap 33 subjek penelitian

menunjukkan bahwa perilaku perawatan gigi berhubungan dengan kejadian

karies gigi pada anak.

Berdasarkan hasil pemilihan alternatif pemecahan masalah dengan

menggunakan Metode Rienke, maka dapat dipilih alternatif berupa penyuluhan

tentang karies gigi, dampak karies gigi, pencegahan dan perilaku perawatan gigi

yang baik dan benar Dilakukan pula pembagian alat yang dibutuhkan untuk

membersihkan gigi seperti sikat gigi dan pasta gigi.

B. Tujuan

35

36

1. Tujuan Umum

Menurunkan angka kejadian karies gigi pada anak di SD N 1 Klapagading

2. Tujuan Khusus

a. Memberikan gambaran mengenai perilaku perawatan gigi yang baik

dan benar.

b. Meningkatkan pengetahuan anak tentang karies gigi.

C. Bentuk dan Materi Kegiatan

Kegiatan akan dilaksanakan disajikan dalam bentuk penyuluhan dengan materi

tentang penyuluhan karies gigi, dampak karies gigi, pencegahan dan perilaku

perawatan gigi yang baik dan benar Dilakukan pula pembagian alat yang

dibutuhkan untuk membersihkan gigi seperti sikat gigi dan pasta gigi.

D. Sasaran

33 siswa dan siswi kelas 4 SD N 1 Klapagading.

E. Pelaksanaan

1. Personil

Penanggung jawab : dr. Tulus Budi Purwanto (Preseptor Lapangan).

Pembimbing : Bapak Sardi

Pelaksana : Danny Amanati A

Pembicara : Galuh Ajeng P

2. Waktu dan Tempat

Hari, tanggal : Jum’at, 15 Mei 2015

Waktu : 09.00 – 09.30 WIB

Tempat : Ruang kelas 4 SD N 1 Klapagading

F. Rencana Anggaran

1. Sikat gigi : Rp. 60.000,00

2. Pasta gigi : Rp 30.000,00

Jumlah : Rp. 90.000,00

G. Evaluasi

37

Evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah penyuluhan yang dilakukan

berpengaruh terhadap pemahaman karies gigi, bahaya karies gigi, pencegahan

dan perilaku perawatan gigi yang baik dan benar dibandingkan dari sebelum

diberikan penyuluhan. Alat evaluasi yang digunakan untuk mengetahui hasil

dari intervensi adalah kuesioner yang harus diisi peserta penyuluhan sebelum

dan sesudah materi penyuluhan disampaikan. Kuesioner terdiri dari empat

pertanyaan, setiap pertanyaan memiliki dua opsi jawaban benar dan salah.

Untuk evaluasi proses akan dievaluasi sasaran, waktu dan anggaran terkait

acara.

IX. LAPORAN HASIL PELAKSANAAN

A. Monitoring dan Evaluasi

1. Pelaksanaan Kegiatan

Intervensi kesehatan yang dilakukan penyuluhan dengansiswa siswi

SD N 1 Klapagading kelas 4 mengenai Perawatan Gigi yang Baik dan

Benar meliputi penyuluhan sikat gigi yang baik dan benar, pentingnya

kontrol ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali, dan pencegahan karies gigi

pada anak – anak. Penyuluhan yang dilakukan diharapkan dapat mengatasi

masalah-masalah yang berhubungan dengan kejadian karies gigi pada anak

dan penatalaksanaan secara dini. Pelaksanaan kegiatan penyuluhan

dilaksanakan melalui 3 tahap yaitu :

a. Tahap Persiapan

1) Perijinan

Perijinan dibuatkan oleh pihak dokter muda dan pihak

puskesmas yang ditujukan kepada Kepala Sekolah SD N 1

Klapagading. Dalam pelaksanaan, penulis mendapatkan ijin secara

lisan dari Kepala Sekolah SD N 1 Klapagading untuk

melaksanakan penyuluhan mengenai perilaku perawtan gigi yang

baik dan benar pada siswa dan siswi kelas 4 SD N 1 Klapagading.

2) Materi

Materi yang disiapkan adalah materi tentang karies gigi,

perilaku perawatan gigi yang meliputi penyuluhan sikat gigi yang

baik dan benar, pentingnya kontrol ke dokter gigi setiap 6 bulan

sekali, dan pencegahan karies gigi pada anak – anak. Sarana

Sarana yang dipersiapkan berupa alat tulis dan poster.

b. Tahap pelaksanaan

1) Hari/Tanggal : Jum’at, 15 Mei 2015

2) Pukul : 08.00 wib - selesai

3) Tempat : Ruang Kelas 4 SD N 1 Klapagading

4) Pembimbing : Bapak Sardi

5) Pelaksana : Dokter Muda Unsoed (Danny Amanati A dan

38

39

Galuh Ajeng P)

6) Peserta : Siswa dan siswi SD N 1 Klapagading

c. Penyampaian materi

Penyampaian materi dilakukan dengan lisan dan tulisan untuk

menjelaskan tentang karies gigi pada anak serta pelaksanaan sikat gigi

yang baik dan benar dalam kehidupan sehari – hari.

d. Tahap Evaluasi

Tahap evaluasi adalah melakukan evaluasi mengenai 3 hal, yaitu

evaluasi sumber daya, evaluasi proses, evaluasi hasil. Berikut ini akan

dijelaskan mengenai hasil evaluasi masing-masing aspek.

1) Evaluasi Input

Evaluasi sumber daya meliputi evaluasi terhadap 5 M yaitu

man, money, metode, material, machine.

a) Man

Secara keseluruhan sumber daya dalam pelaksanaan diskusi

sudah termasuk baik karena narasumber memiliki pengetahuan

yang cukup memadai mengenai materi yang disampaikan.

b) Money

Sumber dana juga cukup untuk menunjang terlaksananya

diskusi termasuk untuk menyiapkan sarana dan prasarana.

c) Method

Metode diskusi adalah pemberian materi secara lisan dan

tulisan. Metode ini cukup baik dan sasaran penyuluhan tertarik

untuk mengikuti dan mendengarkan penjelasan narasumber.

d) Material

Materi yang diberikan pada penyuluhan telah dipersiapkan

dengan baik, materi penyuluhan diperoleh dari internet, buku

ajar ilmu penyakit dalam, dan artikel kesehatan.

2) Evaluasi Proses

Evaluasi terhadap proses disini adalah terhadap proses

pelaksanaan penyuluhan. penyuluhan yang dijadwalkan pada hari

Jum’at, 15 Mei 2015 pukul 08.00 WIB. Proses penyuluhan

40

berlangsung kurang lebih 60 menit, meliputi pengisian pretest 5

menit dan postest 5 menit, pemberian materi 20 menit, dan sesi

diskusi 10 menit dan praktek sikat gigi yang baik dan benar 20

menit. Antusiasme peserta penyuluhan dinilai cukup. Hal ini dilihat

dari antusias peserta pada saat diskusi yang dinilai cukup aktif.

Peserta yang hadir terdiri 28 siswa dan siswi kelas 4 SD N 1

Klapagading 5 anak tidak masuk sekolah dikarenakan sakit. Secara

keseluruhan pelaksanaan diskusi berlangsung baik.

3) Evaluasi Output

Pre test dilaksanakan dengan metode pengisian kuesioner

kepada peserta diskusi sebelum diberikan penyuluhan. Setelah

dilakukan penyuluhan, para peserta kembali diminta untuk mengisi

soal post test dalam rangka mengetahui apakah penyuluhan yang

dilakukan berpengaruh terhadap perilaku dan pengetahuan

perawatan gigi yang baik dan benar. Setelah dilakukan evaluasi,

maka di dapatkan hasil sebagai berikut

Tabel 8.1. Distribusi Frekuensi Responden

Pengetahuan dan

penerapan PHBS

Pre test Post test

Frekuensi Frekuensi

Baik 23 (82,1%) 28 (100%)

Buruk 5 (17,85%) 0 (0%)

Jumlah 28 28

Berdasarkan tabel 8.1, dari total 28 responden yang dievaluasi.

Sejumlah 23 responden (82,1%) memiliki pengetahuan dan

perilaku perawatan gigi yang baik, dan 5 responden (17,85 %)

memiliki memiliki pengetahuan dan perilaku perawatan gigi yang

buruk pada pretest. Setelah dilakukan penyuluhan dilakukan

evaluasi terhadap responden, didapatkan hasil 28 responden (80%)

memiliki pengetahuan dan perilaku perawatan gigi yang baik.

41

B. Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan

a. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan

bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara

perilaku perawatan gigi dengan kejadian karies gigi pada anak dengan

nilai p=0,003.

b. Aternatif pemecahan masalah pada penelitian ini adalah penyuluhan

mengenai perilaku perawatan gigi yang baik dan pelatihan sikat gigi

yang baik dan benar pada siswa siswi SD N 1 Klapagading.

c. Dari hasil evaluasi yang didapat setelah penyuluhan responden

memiliki penambahan pengetahuan perilaku perawatan gigi yang baik

2. Saran

a. Bagi masyarakat, untuk meningkatkan pengetahuan dan perilaku hidup

sehat sehingga dapat mencegah terjadinya karies gigi

b. Bagi pihak puskesmas diharapkan dapat mengurangi kejadian karies

gigi pada anak maupun dewasa dengan meningkatkan program

promosi kesehatan dalam berbagai sarana.

DAFTAR PUSTAKA

Anggriana, D., & Musyifah. 2005. Stimulating Factor of Parents Motivtion to take their children’s dental health for treatment in the Faculty of dentistry Airlangga University. Journal of Dental Health.

Budisuari, M. A, Oktarina., & Mikrajab , M. A. 2010. Hubungan pola makan dan kebiasaan menyikat gigi dengan kesehatan gigi dan mulut (karies) di Indonesia. Jurnal Kesehatan, Vol 13 No.1.

Cahyati, W.H. 2008. Karies gigi pada anak TK (Studi Kasus di Kecamatan Tembalang kota Semarang). Skripsi. Unversitas Negeri Semarang.

Chadwick, B. L., & Hosey, M.T. 2003. Child taming: how to manage children in dental practice. London : Quintessence Publishing Co. Ltd

Columbia Unversity college of Dental Medicine. 2009. Cleaning your’s child mouth and teeth.

Dahlan, M.S. 2009. Besar Sampel dan Cara Pengambilan sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika.

Dahlan, M. S. 2010. Langkah-langkah membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan kesehatan. Jakarta : Sagung Seto.

DeLaune, S. C., & Ladner, P.K. 2002. Fundamental of Nursing : Standars & Practice (2nd ed. Delma : Thomson Learning Inc.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta : Pusat Bahasa.

Dirjen Pelayanan Medik Direktorat Kesehatan. 2004. Profil Kesehatan Gigi dan Mulut di Indonesia pada Pelita V. Jakarta : depkes RI

Dirjen Pelayanan Medik Direktorat Kesehatan Gigi. 2006. Pedoman Pelaksanaan UKGS. Jakarta : Depkes RI.

42

43

Feldman, R. S. 2003. Essentials of understanding Psychology. New York : Mc Graw-Hill

Hockenburry, M. J., & Wilson, D. 2007. Wong’s Nursing Care Infants and Children. St. Louse : Mosby Elsevier.

Hutabarat, N. 2009. Peran Petugas Kesehatan, Guru, dan Orang Tua dalam Melaksanakan UKGS dengan tindakan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut murid sekolah dasar di Kota Medan tahun 2000. Thesis Sumatra Utara : universits Sumatera Utara.

Hurlock, E. B. 2004. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan 5th edition. Yogyakarta : Erlangga.

Kartono, K. (2000). Hygiene Mental. Cetakan ke 7. Bandung : PT. Mandar Maju.

Kawuryan, U. 2008. Hubungan Pengetahuan Tentang Kebersihan Gigi dan Mulut dengan Kejadian Karies Anak SDN Kleco II Kelas V dan VI Laweyan Surakarta. Skripsi. Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Kidd, E.A.M,. Smith, B.G.N., & Pickard, H.M. 2002. Manual Konservasi Restoratif .Menurut Pickard. Edisi 6. Alih Bahasa oleh Narlan Sumawinata. Jakarta : Widya Medika.

McDonald, R.E., & Avery, D. R. 2004. Dentistry for the child and Adolescent, ed 6. St. Luis : Mosby.

Notoadmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoadmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Potter, P. A., & Perry, A. G. 2005. Fundemental Nursing : Concept, Procces, and Practice 6th Edition. St. Lous : Mosby Year Book.

44

Walton, R. E & Torabinejad, M. 2008. Prinsip dan Praktik Ilmu Kedokteran Endodonsia. Edisi 3. Alih Bahasa oleh Narlan Sumawinata. Jakarta EGC.

Wong, D. L., Hockenburry, M., Wilson, D., Winkelstein, L.M., & Scwhartz, P. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC

45

DOKUMENTASI

Kuesioner penelitian

Hubungan Perilaku Perawatan Gigi dengan Kejadian Karies Gigi pada

Anak SD N 1 Klapagading Wilayah Kerja Puskesmas I Wangon

Tanggal pengisian data : Mei 2015 Kode Responden

B. Karakteristik RespondenPetunjuk pengisian :Isilah pertanyaan berikutr secara langsung dan berikan tanda checklist (√) pada kolom yang disediakan

1. Usia : tahun2. Jenis kelamin : 3. Pekerjaan Orang Tua :4. Apakah adik mememiliki sikat gigi sendiri?

a. Ya b. Tidak5. Apakah adik menggunakan pasta gigi apabila menggosok gigi?

a. Ya b. Tidak

C. Perilaku Perawatan GigiPetunjuk pengisian kuesioner :1. Pilihlah jawaban yang sesuai dengan keadaan adik – adik2. Berilah tanda checklist (√) pada kolom yang telah disediakan3. Pilihlah jawaban berupa :

TP : tidak pernahKK : kadang – kadangS : seringSl : selalu (setiap hari melakukan)

No Pertanyaan TP KK S Sl1 Saya pernah merasa sakit gigi2 Saya menggosok gigi jika disuruh

oelh orang tua, jika tidak saya tidak menggosok gigi

3 Saya menggosok gigi setelah makan

4 Saya menggosok gigi sebelum tidur5 Saya memakai sikat gigi sendiri

saat menggosok gigi6 Saya berkumur setelah makan 7 Saat menggosok gigi, saya juga

menggosok gusi dan lidah8 Saya menggosok gigi dengan

lembut

46

47

9 Saya menggosok gigi bagian depan dengan gerakkan ke atas dan kebawah

10 Saya juga menggosok seluruh bagian gigi dengan gerakan memutar

11 Saya menggosok seluruh bagian mulut (depan, belakang, sela – sela gigi)

12 Saya menggosok gigi menggunakan pasta gigi berfluoride

13 Saya minum susu setiap hari14 Saya makan keju setiap hari15 Setelah makan permen, coklat, es

krim, kemudian saya menggosok gigi

16 Saya pernah periksa gigi ke dokter gigi

17 Walaupun gigi saya tidak sakit, orang tua saya memeriksakan gigi saya ke dokter gigi ( minimal 6 bulan sekali)

48

LEMBAR EVALUASI PENYULUHAN PERAWATAN GIGI

DI SD N 1 KLAPAGADING KECAMATAN WANGON

Nama :

No. Absen :

Jawablah pertanyaan berikut dengan benar. Berilah tanda (X) pada

jawaban yang kamu anggap benar

1. Menggosok gigi setelah makan adalah tindakan perawatang gigi yang

baik.

a. Benar b. salah

2. Andi selalu menggosok gigi sebelum tidur. Tindakan andi merupakan

perilaku perawatan gigi yang….

A. benar b. salah

3. Lisa etiap menggosok gigi hanya menggosok gigi bagian depan dan

gerakannya hanya atas bawah

a. Benar b. salah

4. Selama ini, Andi hanya sesekali pergi ke dokter gigi untuk memeriksakan

gigi hanya jika andi merasa sakit gigi

a. Benar b. salah