Comparative Study

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN PERJALANAN

KUNJUNGAN SILANG PENGELOLAAN DAS CIDANAU TERPADU PROVINSI BANTEN 22-27 MARET 2006

GERSON ND. NJURUMANA,S.Hut TEAM FORUM DAS NTT

BALAI LITBANG KEHUTANAN BALI DAN NUSA TENGGARA KUPANG 2006

I. PENDAHULUAN Daerah aliran sungai merupakan satuan wilayah tangkapan air (catchman area) yang di batasi oleh pemisah topografi yang menerima hujan, menampung dan mengalirkan ke sungai dan seterusnya ke danau dan laut serta mengisi air bawah tanah. Pengertian DAS seperti dikemukakan oleh Asdak (1995, 2002) adalah suatu wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama. Karena DAS sebagai sebuah ekosistem, maka terjadilah interaksi antara berbagai faktor penyusunnya seperti faktor abiotik, biotik dan manusia. Sebagai ekosistem, pasti dijumpai adanya masukan (input) dan segala proses yang berkaitan dengan masukan tersebut yang dapat dievaluasi berdasarkan luaran (output) yang dihasilkan. Bila curah hujan dipandang sebagai unsur masukan dalam ekosistem DAS, maka luaran yang dihasilkan adalah debit air sungai, penambahan air tanah dan limpasan sedimentasi sedangkan komponen lain seperti tanah, vegetasi, sungai dalam hal ini bertindak sebagai prosessor (Suripin 2002). Kerusakan DAS di Indonesia mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Pada tahun 1984 terdapat 22 DAS kritis, dan pada tahun 1992 menjadi 39 DAS kritis dan hingga tahun 1998 bertambah lagi menjadi 59 DAS kritis, dan saat ini diperkirakan ada 70 DAS kritis. Pengelolaan sumberdaya DAS telah menjadi perhatian publik dalam beberapa dekade terakhir. Berbagai bencana alam yang terjadi seperti banjir dan krisis air bersih telah membangkitkan kesadaran semua pihak tentang pentingnya kelestarian ekosistem DAS, sehingga pengelolaannya harus terpadu dengan melibatkan seluruh unsur terkait. Kesadaran tersebut seharusnya mendorong semua pihak yang memperoleh manfaat untuk memberikan kontribusi terhadap tindakan rehabilitasi, konservasi dan pelestarian DAS. Dampak kerusakan hutan pada ekosistem DAS telah menyebabkan bencana kekeringan di seluruh wilayah Indonesia. Menurut Pangesti (2000) dalam Kodoatie,et all., (2002), kebutuhan air terbesar berdasarkan sektor kegiatan dapat dibagi dalam tiga kelompok besar yaitu, satu, kebutuhan domestik; dua, irigasi pertanian; dan tiga, industri. Pada tahun 1990 kebutuhan air untuk domestik adalah sebesar 3.169 juta m3, sedangkan angka proyeksi untuk tahun 2000 dan 2015 berturut-turut sebesar 6.114 juta m3 dan 8.903 juta m3 . Persentase kenaikan berkisar antara 10 % / tahun (1990 2000) dan 6.67 % / tahun (2000 2015). Kebutuhan air untuk keperluan irigasi pertanian dan tambak pada tahun 1990 sebesar 74.9 x 109 m3 / tahun, sedangkan pada tahun 2000 kebutuhan air untuk keperluan tersebut meningkat menjadi 91.5 x 109 m3/ tahun dan pada tahun 2015 kebutuhan tersebut menjadi sebesar 116.96 x 109 m3/ tahun. Berarti adanya peningkatan kebutuhan untuk sektor ini sebesar 10 % / tahun (1990 2000) dan antara 2000 2015 meningkat sebesar 6.7 % / tahun (Data Departemen Pekerjaan Umum, 1991). Kebutuhan air untuk sektor industri juga cukup besar. Berdasarkan informasi dari Departemen Perindustrian, kebutuhan air untuk sektor industri di Indonesia adalah sebesar 703.5 x 106 m3/tahun pada tahun 1990 dan sebesar 6.475 x 109m3/tahun pada tahun 1998. Berarti adanya peningkatan kebutuhan sebesar 12.5 %/tahun terutama akibat berkembangnya industri diberbagai propinsi di Indonesia (Isnugroho 2002).

2

Pengelolaan DAS merupakan suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi sumberdaya alam dan manusia yang terdapat dalam ekosistem DAS untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa lingkungan yang optimal tanpa menyebabkan kerusakan terhadap sumberdaya tanah dan air. Bentuk pengelolaan DAS terpadu adalah pemanfaatan potensi sumberdaya alam beserta jasa lingkungan (environment services) yang ada dalam DAS melalui penilaian yang menyeluruh tentang DAS dan potensi jasa-jasa lingkungan. Pengelolaan DAS secara terpadu dan berkelanjutan pada prinsipnya merupakan upaya pemanfaatan, perlindungan dan pelestarian serta pengendalian yang dilaksakan secara terpadu (multi sektor), menyeluruh (hulu hilir, kuantitas kualitas, in stream off stream), berkelanjutan (lintas generasi), berwawasan lingkungan (konservasi ekosistem) dengan DAS (satuan wilayah hidrologis) sebagai kesatuan pengelolaan. Sektor industri merupakan salah satu sektor yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap ekosistem DAS Cidanau karena berkaitan dengan sumberdaya air untuk menghidupi kegiatan industri. Bila terjadi degradasi dan kerusakan ekosistem DAS akan memberikan dampak langsung terhadap keberlanjutan produksi dari berbagai industri yang berkembang di daerah Cilegon beserta dampak social ekonomi yang mengikuti dan menyertainya. Karena itu, upaya konservasi DAS Cidanau di Provinsi Banten merupakan langkah prioritas untuk menyelamatkan berbagai sector yang berkepentingan terhadap kesehatan DAS Cidanau. Karena itu keberlanjutan DAS Cidanau sangat ditentukan oleh berfungsinya faktor pendukung yang meliputi faktor internal berupa organisasi masyarakat (kelompok tani), jaringan dan sarana prasarana irigasi, produksi pangan, ekosistem lahan sawah beririgasi, ritual sosio-religius yang berkaitan dengan budidaya pertanian dan faktor eksternal yaitu kondisi kesehatan DAS mulai dari hulu sampai hilir. Faktor eksternal berupa ekosistem DAS memiliki peran yang cukup signifikan dalam pengelolaan dan keberlanjutan DAS, sedangkan faktor internal lebih banyak sebagai komponen pendukung untuk mengelola dan memanfaatkan jasa lingkungan yang sudah ada. II. GAMBARAN UMUM DAS CIDANAU a. Biofisik Daerah Aliran Sungai (DAS) Cidanau memiliki luas sebanyak 22.620 ha dan merupakan salah satu sumberdaya yang mendukung pembangunan di wilayah Barat Provinsi Banten serta merupakan salah satu lokasi industri yang sangat penting dan strategis bagi Indonesia. DAS Cidanau tersusun dari 18 sub DAS dengan ratarata debit air yang dihasilkan oleh DAS Cidanau adalah 2.590 liter/detik, dan sekitar 1.690 liter/detik, merupakan kebutuhan air masyarakat dan dunia industri di daerah Cilegon yang memiliki nilai investasi sekitar US$ 1,936,463,291. Sampai saat ini sekitar 4300 ha kawasan DAS Cidanau meupakan lahan kritis yang membutuhkan penanganan serius. Didalam kawasan DAS Cidanau, dijumpai pula Cagar Alam Rawa Danau dengan luas 2.500 ha dan merupakan salah satu kawasan endemis berupa rawa pgunungan dengan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Cagar Alam Rawa Danau

3 Daerah Hilir DAS Cidanau

ditetapkan berdasarkan Government Besluit (GB) 1960 Staatblad Nomor 683 tanggal 16 November 1921, dan berdasarkan Undang undang No. 5 Tahun 1990 Cagar Alam Rawa Danau termasuk kawasan suaka alam, sehingga daerah hulu dimana Cagar Alam Rawa Danau berada dikelola oleh seksi konservasi wilayah III yang berkedudukan di Serang, Balai KSDA Jawa Barat I. Cagar Alam Rawa Danau berbatasan langsung dengan cagar alam Tukung Gede di sebelah utara dan Timur sedangkan sebelah selatan berbatasan langsung dengan desa Kalumpang, di sebelah Barat berbatasan dengan desa Cirab. Wilayah DAS Cidanau secara administratif terdiri dari 33 Desa pada 5 wilayah kecamatan di Kabupaten Serang dan 4 desa di kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang. b. Iklim Variasi keragaman suhu, keadaan air permukaan dan besaran curah hujan di DAS Cidanau termasuk tipe iklim A (Schmidt dan Fergusson, 1951). Bulan basah mulai September sampai dengan bulan Juni, sedangkan bulan kering hanya pada bulan Juli dan Agustus. Kelembaban nisbi DAS Cidanau antara 77,60 % - 85,00 % dimana kelembaban terendah terjadi pada bula Oktober, sedangkan kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Maret. c. Keadaan Tanah Jenis tanah yang dijumpai di DAS Cidanau terdiri dari beberapa jenis yaitu : Tanah alluvial Jenis Tanah Regosol Jenis Tanah Latosol, dan Jenis Tanah Glei d. Geomorfologi DAS Cidanau terbentang pada ketinggian ketinggian lereng antara 40-100 %. F. Keanekaragaman Hayati Keanekaragaman hayati flora dan fauna terutama di daerah hulu DAS Cidanau cukup tinggi meliputi : Keanekaragaman Flora Gempol (Antocephalus cadamba), Gagabusan (Alstonia apiculata), Jajawai (Ficus rutsa), Kadeper (Mangifera odorata), rengas (Gluta rengas), babakoan (Calotropis gigantean), eceng gondok (Eichrnia crassipes), puspa (Schima walichii), salam (Eugenia fastigiata) dan melinjo (Gnetum gnemon). Keanekaragaman Fauna Pada daerah hulu DAS Cidanau terdapat beberapa satwa liar yang beranekaragam, dari kelompok mamalia, reptilia, aves dan pisces meliputi : Mamalia : Kera ekor panjang (Macaca fascicularis), Babi Hutan (Sus Vitatus), Lutung (Presbytes pirrus) dan kucing hutan (Felis bengalensis), dll. Reptilia : Biawak (Varanus salvator), kura-kura (Tronik cortilangineus), buaya (Crocodylus porosus), ular sanca (Pyton reticularis), kodok (Bufo melanosticus), dll III. PENGELOLAAN SUMBERDAYA DAS CIDANAU4

antara 100-500 m dpl dengan

a. Pengelolaan Ekosistem, Sumberdaya Lahan dan Air Perencanaan pengelolaan sumberdaya ekosistem dan lahan DAS Cidanau sudah termuat dalam rencana Tata Ruang Daerah oleh Bappeda Provinsi Banten. Sehubungan dengan tata ruang, aspek pengelolaan lahan sebenarnya sudah mengakomodir aspek tataguna lahan berdasarkan karakteristik lahannya. Sekalipun demikian, tantangan yang dihadapi adalah meningkatnya wilayah enclave dimana masyarakat melakukan perkebunan, perkampungan dan usaha budidaya ternak. Hal ini tentu membutuhkan pendekatan yang lebih intensif agar kehadiran mereka bisa menjadi mitra dalam mendukung pelaksanaan pengelolaan DAS terpadu. Aspek perencanaan pengelolaan ekosistem hulu-tengah-hilir di DAS Cidanau sudah dilakukan secara integratif, namun masih memerlukan penajaman sasaran pengelolaan yang lebih mendalam terutama yang berkaitan dengan karakteristik biofisik seperti lahan, jenis tanah, vegetasi dan aktivitas manusia dalam memanfaatkan kawasan DAS Cidanau sebagai salah satu lokasi untuk pertanian, perkebunan dan peternakan. Perencanaan pemanfaatan meliputi batasan tanggungjawab setiap sektor terkait dalam memberikan kontribusi untuk pelestarian DAS Cidanau. Berdasarkan pengamatan dan informasi dari berbagai sumber dan responden, keberadaan DAS Cidanau memiliki nilai strategis bagi provinsi Banten. Nilai guna tersebut mendorong pemerintah provinsi dan kabupaten untuk membangun kesepahaman dalam pemanfaatan dan pengelolaan DAS Cidanau. Dukungan kebijakan pemerintah daerah memfasilitasi berbagai kepentingan yang berkaitan dengan pengelolaan DAS Cidanau merupakan salah satu kekuatan yang mendorong keterlibatan multipihak dalam pengelolaan DAS Cidanau secara terpadu. Sinergisme pendekatan perencanaan yang menjembatani aspek batas ekologi dan administrasi DAS Cidanau pada mulanya sulit karena masih tingginya sektoralisasi tanggungjawab. Namun proses penyadaran, advokasi dan kesadaran para pihak terhadap peluang ekonomi jasa lingkungan yang dihasilkan DAS Cidanau cukup tinggi mendorong semua pihak terutama pemerintah daerah untuk melakukan upaya-upaya strategis dalam meningkatkan konservasi dan rehabilitasi kawasan DAS Cidanau. Pemanfaatan sumberdaya lahan belum menerapkan prinsip prioritas antara hulu-tengah dan hilir. Masyarakat yang berada pada setiap bagian DAS tetap mengelola lahan berdasarkan pengalamannya dalam berkebun dan bertani. Tidak ada batasan atau prioritas pengelolaan untuk daerah hulu, tengah dan hilir, namun mekanisme pengelolaan yang dibangun dan disepakati bersama tetap mengutamakan dan memperbesar Vegetasi Pada Das Cidanau fungsi ekologi. Jadi masyarakat tetap mengusahakan ladang dan kebun pada lahan masing-masing, dan melalui mekanisme jasa lingkungan yang diterapkan masyarakat mengelola lahannya dengan memberikan nilai manfaat ekologi yang lebih besar pada setiap unit lahan yang dikelola, sedangkan defisit aspek ekonomi diperoleh masyarakat dari pembayaran jasa lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan PT. Krakatau Tirta Industri maupun oleh Pemerintah Daerah Provinsi Banten.5

b. Upaya Konservasi Das Cidanau Kegiatan konservasi DAS Cidanau sangat terkait dengan kesehatan DAS supaya tetap terjaga, sehingga volume sumberdaya air yang berada dalam satuan DAS relatip stabil setiap tahunnya. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana agar air tersebut dapat tersedia dalam jumlah dan mutu yang diperlukan pada setiap waktu. Karena itu, pengelolaan sumberdaya air membutuhkan tindakan untuk mendapatkan, memanfaatkan, mendistribusikan pada kantong-kantong pengguna, dengan sasaran diperolehnya hasil air sesuai dengan kebutuhan dengan mempertimbangkan aspek kuantitas, kualitas sesuai standar baku dan mutu peruntukkan yang tersedia sepanjang waktu. Karena itu aspek pengelolaan sumberdaya air mencakup aspek pemanfaatan, aspek pelestarian dan aspek pengendalian. Dalam rangka mendukung fungsi DAS Cidanau dalam mendukung peningkatan pelayanan publik baik terhadap masyarakat dan industri, pemerintah dan instansi terkait telah melaksanakan beberapa kegiatan meliputi : Penataan tata batas kawasan baik kawasan cagar alam di daerah hulu maupun pada daerah tengah dan hilir. Reboisasi seluas 200 ha oleh Perum Perhutani Transmigrasi sebanyak 274 orang ke Sumatera dalam rangka mengurangi kegiatan perambahan hutan di kawasan hulu. Rehabilitasi kawasan hulu yaitu Cagar Ala Rawa Danau seluas 1250 ha sejak tahun 1992-1996 Rekontruksi tata batas pada tahun 1996 Inventarisasi flora dan fauna pada tahun 1997 Riset potensi air dan evaluasi pengendalian gulma air, kerjasama antara Balai KSDA Jabar I dan PT. Duta Rimba Persada pada tahun 1998 Pengamanan kawasan melalui patroli gabungan instansi terkait Penyuluhan dan advokasi kepada masyarakat tentang nilai penting konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya Melaksanakan kegiatan rehabilitasi lahan dengan prioritas pohon endemik, pembersihan gulma air, penyediaan sarana pengamanan bekerjasama dengan PT. Krakatau Tirta Industri

Dalam rangka mendukung aspek konservasi dan rehabilitasi hutan, tanah dan air pada ekosistem DAS Cidanau, maka perlindungan dan pemberdayaan terhadap komponen dan kelembagaan masyarakat dilakukan meliputi : Membatasi konversi lahan melalui tersedianya tata ruang pemanfaatan lahan yang terkonsep dan mempertimbangkan sifat dan karakteristik DAS dalam menjaga ketersediaan air, kepastian hukum terhadap kawasan-kawasan perlindungan atau daerah tangkapan air serta mendorong masyarakat untuk menghindari alih fungsi lahan pada berbagai penggunaan lain. Peningkatan kapasitas petani dalam mengembangkan jasa lingkungan sebagai unit usaha yang lebih kompetitif, baik secara ekologi maupun ekonomi.

-

6

-

-

-

Membangun kemitraan multi pihak pengelolaan daerah tangkapan air dengan desa, asosiasi industri, PT. Krakatau Tirta Industri, pemerintah dan pihak swasta untuk meningkatkan kepedulian terhadap keberlanjutan DAS. Membangun lembaga koordinasi diantara komponen terkait sehingga menghindari konflik pemanfaatan sumberdaya air dan lahan. Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC) merupakan salah satu wadah yang saat ini menjadi mediator sekaligus merupakan representasi dari multipihak yang terkait dengan pengelolaan jasa lingkungan hutan, tanah dan air DAS Cidanau. Melindungi DAS dari konversi lahan dan degradasi melalui jaminan insentif jasa lingkungan, advokasi, pengembangan jenis MPTS yang bernilai ekonomi tinggi, dukungan kebijakan dan kelembagaan masyarakat untuk melaksanakan rehabilitasi daerah tangkapan air dan mempertahankan satuansatuan ekosistem hutan.

c. Pengelolaan Vegetasi dan Aktivitas Manusia Kehadiran vegetasi yang keragaman hayatinya cukup tingi dalam ekosistem DAS Cidanau merupakan salah satu instrument yang mendukung kestabilan ekosistem terutama untuk melindungi permukaan tanah dari ancaman erosi yang berdampak terhadap proses sedimentasi dan longsor. Peran ekologi tersebut lebih efektif diperankan oleh jenis vegetasi hutan, sehingga keberadaan vegetasi hutan di daerah hulu, tengah dan hilir DAS Cidanau menjadi prasyarat penentu kelestarian ekosistemnya. Ekosistem hulu DAS Cidanau memiliki komposisi dan tingkatan strata tajuk vegetasi yang cukup tinggi sehingga memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menunjang fungsi lindung dan tangkapan airnya. Peranan vegetasi pada berbagai lapisan tajuk dan serasah di lantai hutan sangat berpengaruh terhadap arah sirkulasi air dalam suatu ekosistem hutan. Kerapatan penutupan tajuk tanaman baik pada lokasi cagar alam Rawa Danau maupun pada daerah perkebunan masyarakat mampu mempertahankan kelembaban udara, selanjutnya menurunkan energi panas sehingga mengurangi hilangnya air melalui proses evaporasi dari permukaan tanah. Hubungan timbal balik antara vegetasi hutan dan ketersediaan sumberdaya air pada satuan ekosistem DAS sangat berpengaruh nyata, sehingga kelestarian hutan dan komponen lingkungan disekitar daerah DAS Cidanau menjadi indikasi kelestarian jasa lingkungan yang dihasilkan, salah satunya sumberdaya air. Kehadiran vegetasi yang dikembangkan oleh masyarakat terutama jenis yang evapotranspirasinya rendah memiliki kontribusi dalam membantu persediaan air tanah, terutama efek spons (sponge effect) yang menyerap dan menahan air hujan sehingga lebih lambat dan merata, mengurangi kecenderungan banjir pada musim hujan lebat serta melepaskan air secara terus menerus pada musim kemarau sehingga mampu menjaga kestabilan debit air di daerah hilir dan tentunya berdampak terhadap proses produksi dari berbagai industri di hilir. Dalam rangka mendukung fungsi DAS terhadap tata air yang lestari , maka program pembangunan ekosistem hutan atau komunitas pepohonan yang berpegaruh baik terhadap tata air dan lingkungan merupakan salah alternatif yang ditempuh melalui pembayaran jasa lingkungan. Berbagai pola pendekatan yang mengarah pada kesinambungan pelestarian tata air dilakukan melalui macam bentuk pengelolaan dan penyelamatan ekosistem DAS seperti kegiatan reboisasi, penghijauan, hutan rakyat maupun pengembangan teknologi tradisional yang di miliki oleh masyarakat seperti terasering, guludan, dll. Pengelolaan vegetasi dalam

7

rangka pengelolaan ekosistem DAS Cidanau diarahkan untuk tercapainya kondisi ekosistem hulu yang sehat dan lestari melalui terpeliharanya vegetasi sebagai komponen pendukung tata air. Pemerintah Daerah sangat menaruh perhatian terhadap kesehatan ekosistem DAS Cidanau karena kerusakan daerah hulu tidak saja berdampak sektoral seperti pertanian dan kehutanan, tetapi dampak multidimensi bagi keberlangsungan proses-proses pembangunan yang berkaitan dengan sumberdaya air, seperti sektor industri, pariwisata dan kebutuhan domestik. Pembinaan aktivitas manusia terutama masyarakat di daerah hulu sudah dilakukan dengan melibatkan multi pihak baik pemerintah, LSM maupun swasta. Kehadiran masyarakat di daerah hulu DAS Cidanau merupakan factor kunci dalam pengelolaan dan pelestarian DAS Cidanau. Masyarakat dapat bertindak sebagai perusak tatanan ekosistem yang ada, namun di pihak lain dapat bertindak sebagai pembangun dan penyelamat ekosistem dan lingkungan hulu DAS. Karena itu pembinaan aktivitas manusia pada ekosistem DAS yang dilakukan oleh sector terkait diarahkan untuk membangkitkan dan memupuk kesadaran, kemauan dan kemampuan agar berperan serta dalam pengelolaan dan memperoleh manfaat yang berkelanjutan. Wujud dari pembinaan aktivitas manusia adalah komitmen bersama multi pihak dengan masyarakat untuk meningkatkan pelayanan fungsi ekologi daerah hulu Rawa Danau dan sekitarnya sebagai daerah tangkapan air dengan kompensasi masyarakat tersebut mendapatkan bantuan bibit jenis anakan serbaguna dan pembayaran jasa lingkungan. Kesadaran masyarakat yang didorong oleh alternatif program yang ditawarkan oleh Pemerintah daerah setempat telah melahirkan kebersamaan dalam menjaga DAS Cidanau. Pembinaan aktivitas masyarakat melalui kelompok tani yang sudah terbangun dengan pendekatan kebersamaan dalam merencanakan program pemanfaatan, pengelolaan dan penjualan jasa lingkungan kepada buyers telah menggugah partisipasi masyarakat untuk lebih konservatif dalam pemanfaatan hutan, tanah dan air. Kemitraan yang terbangun bersama masyarakat sedikitnya memberikan keuntungan seperti : memperoleh dukungan masyarakat dalam pelaksanaan konservasi daerah hulu; meningkatkan internalisasi dan kesadaran, pemahaman dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem DAS; apresiasi dan tergalinya keahlian-keahlian dan kearifan lokal masyarakat yang mendukung pengelolaan ekosistem DAS, dan terbangunnya kemitraan yang mampu menjembatani konflik kepentingan pengelolaan DAS. Kesan dari kesepahaman dan kemitraan yang terbangun di DAS Cidanau adalah bahwa aspek konservasi dalam kaitan dengan pemanfaatan hutan, tanah dan air menjadi alternative usaha yang lebih kompetitif dibandingkan usaha pertanian yang sangat bergantung pada fluktuasi harga pasar. Nilai kompetitif usaha terbangun karena tersedianya pasar (buyer) yang terdiri dari dunia industri dan pemerintah daerah yang akan membayar jasa lingkungan dari usaha-usaha konservasi daerah hulu yang dilakukan oleh masyarakat setempat. Kompetisi usaha dimaksud karena persyaratan jasa lingkungan yang diterapkan mudah dilakukan oleh masyarakat dimana setiap petani harus mempunyai 500 pohon dalam 1 ha lahan garapannya. Pada kenyataannya, jumlah pohon dalam 1 ha lebih dari 500 pohon, sehingga jumlah yang lebih tersebut dapat dipanen oleh masyarakat untuk kebutuhan bahan bangunan. Penentuan 500 batanh pohon yang mendapatkan pembayaran jasa

8 Penomoran Pohon Dalam Perjanjian Jasa Lingkungan 500 pohon/ha

lingkungan sebesar Rp. 1,2 juta/ha/tahun dilakukan secara partisipatif dan tidak berlaku untuk jenis tanaman legume. Masyarakat sendiri yang menentukan jenis pohon yang akan dipelihara untuk mekanisme jasa lingkungan. Selanjutnya pihak pengelola jasa lingkungan melakukan penomoran dan pendataan biofisik tanaman termasuk pemanfaatan GPS untuk menentukan titik koordinat setiap pohon. Pemanfaatan GPS lebih memudahkan untuk menghindari berbagai kemungkinan yang terjadi seperti pemindahan nomor pohon dan sejenisnya. Dengan bantuan GPS, setiap pohon yang mendapatkan pembayaran jasa lingkungan pada setiap petani sudah terdata mengenai tinggi pohon, diameter, nomor dan posisi koordinatnya. Pendekatan pengelolaan DAS Cidanau berbasis masyarakat memungkinkan prakarsa rehabilitasi dan konservasi hutan, tanah dan air diletakkan atas dasar pengetahuan dan keunggulan komparatif masyarakat setempat, sehingga mendorong proses pembauran, penguatan, penggerakan dan penyelarasan pengetahuan setempat dengan pengetahuan dari luar. Kesadaran masyarakat tentang nilai dan manfaat konservasi memiliki nilai tersendiri karena merupakan modal dasar kemandirian dan keswadayaan yang mendorong dan memperkuat partisipasi masyarakat dan proses pengelolaan serta memberikan kesempatan untuk memahami dan memfasilitasi perancangan pendekatan konservasi yang sesuai dengan karakteristik ekologi dan sosekbud masyarakat hulu. c. Kuantifikasi Jasa Lingkungan Ekosistem DAS Cidanau Salah satu faktor penyebab kegagalan dalam pengelolaan ekosistem DAS adalah belum adanya informasi yang memberikan alasan rasional mengenai nilai kuantitatif jasa lingkungan yang dihasilkan dari satuan kawasan DAS. Peningkatan kerusakan dan degradasi sumberdaya alam juga disebabkan oleh terbatasnya data dan informasi mengenai nilai jasa dan ekonomi dari pelestarian ekosistem DAS. Keterbatasan ini tentunya berimplikasi pada rendahnya daya dukung legitimasi hukum dalam menegakkan aturan mengenai pengelolaan ekosistem DAS serta tidak adanya landasan data ilmiah yang dapat dimanfaatkan sebagai referensi dalam kampanye kampanye nilai guna konservasi DAS. Karena DAS Cidanau merupakan satuan ekosistem hulu-tengah dan hilir, pasti dijumpai saling ketergantungan antara berbagai unsur yang ada di dalamnya dan tidak dapat berdiri sendiri. Tersedianya sumber air sepanjang tahun bagi masyarakat daerah tengah dan hilir sangat bergantung pada kelestarian daerah hulu, dan kelestarian hulu sangat bergantung pada kecilnya tekanan penduduk dalam memanfaatkan sumberdaya hutannya. Dalam konteks pengelolaan DAS Cidanau, yang sangat berkepentingan terhadap hulu sebenarnya bukanlah masyarakat yang berada di daerah hulu, melainkan industri yang berada di daerah hilir. Karena adanya tingkat kepentingan industri yang cukup tinggi terhadap kesehatan ekosistem DAS di daerah hulu, maka dunia industri bersedia melakukan pemberdayaan masyarakat hulu untuk mengelola lingkungan dan hutannya agar lebih arif dan bijaksana melalui mekanisme pembayaran jasa lingkungan. Selain jasa lingkungan berupa air, tersedianya udara bersih bagi manusia dan binatang sangat ditentukan oleh kehadiran tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohon berzat hijau daun yang menyerap karbon dan melepaskan zat udara bersih. Kehadiran kota Cilegon sebagai salah satu pusat industri tentu memberikan dampak terhadap pencemaran udara melalui berbagai limbah cair dan padat yang dihasilkannya. Karena itu,

9

kehadiran vegetasi hutan dan tumbuh-tumbuhan merupakan salah satu upaya untuk mitigasi dampak polusi terhadap lingkungan sekitarnya. Kuantifikasi nilai ekonomi lingkungan DAS Cidanau belum dilakukan, walaupun sudah banyak riset yang terkait dengan aspek daya dukung ekologi untuk jasa lingkungan. Kegiatan riset yang dilakukan masih dalam ruang lingkup potensi kawasan terutama pada aspek pemanfaatan dan konservasi sumberdaya lahan dan air. Karena itu upaya kuantifikasi nilai ekonomi jasa lingkungan Lokasi Pengambilan Air DAS Cidanau DAS Cidanau secara keseluruhan merupakan Oleh PT. Krakatau Tirta Industri salah satu kebutuhan dalam rangka tersedianya data dan informasi yang memberikan alasan rasional konservasi kawasan yang berkaitan dengan jasa lingkungan yang dihasilkan. Tersedianya data kuantifikasi nilai ekonomi jasa lingkungan DAS Cidanau akan memudahkan manejemen perencanaan pengelolaan yang berbasis pada data dan informasi mengenai nilai ekonomi dari pelestarian ekosistem DAS Cidanau beserta potensi pasar yang mengikuti, menyertai dan menyambutnya. Melalui data kuantifikasi nilai ekonomi jasa lingkungan tersebut, akan berimplikasi pada tingginya dukungan legitimasi hukum dalam Diskusi dengan ForDAS Cidanau dan Kel. Tani Penerima Jasa Lingkungan menegakkan aturan mengenai pengelolaan lingkungan dan ekosistem DAS Cidanau sehingga mengendalikan berbagai kemungkinan konversi dan alih fungsi lahan serta makin memantapkan program kampanye nilai guna pelestarian lingkungan dan ekosistem DAS. Rekayasa sosial melalui advokasi, penuluhan dan penguatan kelembagaan merupakan salah satu alternatif yang dilakukan dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengeloaan DAS Cidanau. Melalui penyuluhan, advokasi dan mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan dunia industri terhadap masyarakat hulu diharapkan makin memantapkan keterpaduan dan sinergisme dalam pengelolaan hutan, tanah dan air. Pemerintah daerah Provinsi Banten pada Tahun 2006 akan membayar jasa lingkungan sebesar Rp. 550.000.000 kepada masyarakat hulu untuk meningkatkan pemanfaatan sumberdaya hutan dan lahan yang mendukung fungsi konservasi sumberdaya alam. Prinsip serupa juga dilakukan oleh dunia industri seperti PT. Krakatau Tirta Industri (KTI) yang merupakan salah satu perusahaan yang memanfaatkan jasa lingkungan berupa air untuk mensuplai kebutuhan dunia industri di kawasan Cilegon sudah melaksanakan pembayaran jasa lingkungan sebesar Rp. 175.000.000/tahun yang diperuntukkan bagi pengembangan hutan kemasyarakatan di daerah hulu DAS Cidanau. Mekanisme pembayaran jasa lingkungan tersebut akan diikuti oleh Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang dan industri lain yang berada di kawasan hilir maupun pihak yang memanfaatkan sumberdaya air sudah membuat komitmen untuk memberikan kontribusi pembayaran jasa lingkungan di masa yang akan datang. Kompensasi bagi perusahaan yang melakukan

10

pembayaran jasa lingkungan berupa fasilitas dan kemudahan yang diberikan oleh pemerintah yang terkait dengan kegiatan industri. Melalui mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang dilakukan di DAS Cidanau, diharapkan dapat mengendalikan laju perambahan dan kerusakan hutan di daerah hulu sekaligus memberdayakan kesejahteraan masyarakat di sekitar DAS agar lebih kompetitif dalam menjaga hutan di bandingkan dengan pemanfaatan tata guna lahan lainnya. Lembaga terkait seperti Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC) bersama pemerintah dan multi stake holder setempat berupaya mencari sumber-sumber pendanaan dari pihak luar untuk mendukung mekanisme pembayaran jasa lingkungan melalui, GEF, CDM dengan mengacu pada Protokol Kyoto. Sebagai contoh DAS Citarum memiliki kapasitas membangkitkan listrik 2000 gigawatt hour per tahun. Dari hasil penjualan listrik tersebut, sebanyak 10 miliar dikembalikan kepada Pemda sebagai PAD. Namun sampai saat ini 75 % kondisi DAS Citarum sudah dalam keadaan kritis, akibat tingginya limbah anorganik dan organik. Apabila 10 % atau 1 miliar pertahun dari hasil penjualan digunakan untuk pemulihan lingkungan melalui rehabilitasi DAS dari hulu sampai hilir dan pemberdayaan masyarakat sekitarnya, maka jaminan nilai ekonomi dan ekologinya akan tetap terjaga. Hal serupa dapat dilakukan oleh PDAM dengan memberikan kontribusi nyata dengan menyisihkan keuntungan perusahaan untuk merehabilitasi kawasan-kawasan daerah tangkapan air dan ekosistem DAS, sehingga kestabilan sumber air dapat dipertahankan dan berbagai sector terkait dapat menjalankan usahanya secara berkelanjutan. d. Bagaimana dengan NTT ? Pengelolaan DAS terpadu di Nusa Tenggara Timur masih merupakan sebuah tantangan berat dan membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk merealisasikannya dengan beberapa alasan : a. Komitmen pemerintah untuk pengelolaan DAS secara terpadu masih dalam tataran wacana dan belum sampai pada tahap aplikasi. Indikasi ini masih terlihat pada konflik kepentingan antar daerah mengenai kewenangan dalam pemanfaatan dan pengelolaan DAS, sehingga belum melahirkan konsep pengelolaan secara terpadu lintas kabupaten.

DAS Noelmina di Musim Kemarau

b. Kepedulian multi pihak terhadap nilai penting DAS di NTT masih sangat rendah dengan beberapa alasan yaitu masih terbatasnya pemahaman terhadap nilai ekonomi jasa lingkungan DAS, masih lemahnya dukungan riset yang diharapkan memberikan data dan informasi mengenai DAS, tingkat kesejahteraan masyarakat hulu dan hilir yang masih rendah, kebijakan pembangunan yang integrative masih rendah dan industri yang berkepentingan langsung terhadap jasa lingkungan DAS masih terbatas. c. Konflik kepentingan tata guna lahan merupakan persoalan mendasar sehingga membutuhkan kepastian hukum dalam mendukung program perencanaan pengelolaan DAS secara integrative.

11

e. Apa yang harus dilakukan ? Pemerintah Daerah dan masyarakat NTT harus menyadari bahwa persoalan lingkungan di Nusa Tenggara Timur makin diperhadapkan pada berbagai fenomena yang makin mengarah pada multi krisis, salah satunya krisis ekologi yang sedang kita hadapi. Indikasinya sangat jelas melalui degradasi lahan dan peningkatan lahan kritis yang telah mencapai 46 % di seluruh wilayah NTT, kekeringan, banjir yang membutuhkan dana sangat besar untuk mempertahankan apalagi memperkecil kondisi tersebut. Kejadian banjir pada DAS Benenain Noelmina Kondisi Lahan Kritis Kian Bertambah merupakan salah satu indikasi bahwa kondisi DAS dalam keadaan yang tidak kondusif terhadap tekanan eksternal. Tidak ada pilihan lain bagi pemerintah untuk menghindari bencana seperti itu selain memperbaiki daerah hulu dengan berbagai metode pendekatan yang memungkinkan semua pihak terlibat untuk mengendalikan dampak kerusakan hulu terhadap hilir. Pemanfaatan sumberdaya alam di daerah hulu Mutis seperti Tambang Marmer dalam prakteknya kontraproduktif karena kegiatan tersebut makin memarjinalkan lingkungan, sehingga lingkungan yang dibuat dan menjadi miskin akan membiarkan manusia sekitarnya bergelut dengan kemiskinan. Karena itu upaya pemanfaatan sumberdaya alam di daerah hulu sebaiknya dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan secara keseluruhan. Dalam hal ini nilai ekonomi tambang Banjir di Daerah Hilir, Kabupaten Belu marmer yang dihasilkan mungkin lebih sedikit dibandingkan nilai jasa lingkungan yang akan dihasilkan seperti nilai air, keanekaragaman hayati, konservasi kawasan dan jasa susut karbon serta peluang usaha yang terkait. Persoalan iklim dan ketersediaan sumberdaya air yang terbatas merupakan salah satu factor penghambat kegiatan pembangunan di NTT. Dalam konteks ini, DAS merupakan salah satu sumberdaya yang diharapkan mampu mendorong sector-sektor pembangunan yang terkait seperti pertanian, peternakan, perikanan dan multi usaha yang terkait dengan komponen DAS. Dalam rangka Banjir Meluap di Jalan Umum di Belu membangun keterpaduan pengelolaan DAS, Khususnya DAS Benain Noelmina diperlukan beberapa strategi dengan memperhatikan factor kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang dihadapi. Alur pikir pengelolaan DAS terpadu dimasa mendatang perlu memperhatikan kekuatan setiap komponen sebagai kekuatan bersama dalam merancang pola-pola pendekatan yang lebih menguntungkan semua pihak yang terkait dengan produk jasa lingkungan yang dihasilkannya. Atas dasar pernyataan

12

tersebut, dilakukan uji SWOT dalam rangka membangun partisipasi multi pihak dalam pengelolaan DAS Benenain-Noelmina secara terpadu dan berkelanjutan. Tabel 1. Matrik Analisis SWOT Kebijakan Pengelolaan DAS Terpadu di NTT aktor Internal ekuatan (Strengths) Usia produktif Persepsi dan kesadaran masyarakat Adat-istiadat masyarakat dalam berlingkungan Kelembagaan lokal / dari luar yang mendorong rehabilitasi elemahan (Weaknesses) Pendidikan dan kesadaran yang rendah Pola usahatani merambah Motivasi yang kurang Fasilitas usaha terbatas Aksesibilitas rendah Organisasi masyarakat lemah O Strategi

aktor Eksternal Peluang (Opportunities)O Strategi Dukungan pemerintah Dukungan LSM, Fordas dan pihak lain Ekowisata/Wanawisat a Jasa Lingkungan/CDM/GE F Teknologi

Ancaman (Threats)

Diversifikasi pola usaha, Peningkatan kapasitas petani, kelembagaan intensifikasi yang dan teknologi tepat mendukung konservasi guna tanah dan air situs Pendidikan, pelatihan, Konservasi budaya masyarakat kursus atau studi menjadi asset banding model ekowisata / pengelolaan DAS wanawisata terpadu Kompensasi, jasa Apresiasi/internalisasi lingkungan, insentif kearifan lokal dan dan disinsentif persepsi masyarakat terhadap masyarakat terhadap hutan, tanah dan air T Strategi T Strategi Rekayasa sosial melalui pendidikan dan pelatihan, penyuluhan, sosialisasi, dan kader lingkungan Membangun kapasitas petani sebagai pelaku kegiatan konservasi Pemetaan tata guna lahan secara partisipatif dengan pertimbangan konservasi, ekonomi, lingkungan dan hukum (formal procedures and social customs) Pendampingan kelompok tani yang intensif dan berkelanjutan oleh FKDC Membangun kemitraan dengan pihak luar (PT dan LSM) untuk membangkitkan motivasi, kapasitas dan kelembagaan masyarakat Membuat model-model pemanfaatan dan pengelolaan hutan

Tekanan ekonomi Lapar Lahan Pendekatan proyek Konversi lahan pada pemanfaatan lain Legitimasi kawasan / lahan

13

VII. SIMPULAN

yang ramah lingkungan Sosialisasi nilai penting konservasi DAS

Berdasarkan paparan di atas, disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : a. Kesehatan ekosistem DAS menjadi titik kunci bagi berfungsinya seluruh aspek pembangunan yang berkaitan dengan jasa lingkungan yang dihasilkannya. b. Keberlanjutan pengelolaan DAS terpadu sangat ditentukan oleh komitmen pemerintah, masarakat dan swasta dalam meningkatkan konservasi DAS Cidanau. Mekanisme jasa lingkungan yang diterapkan telah merubah motivasi masyarakat untuk lebih konservatif dalam pemanfaatan sumberdaya lahan. c. Pengelolaan ekosistem DAS dan kelembagaan secara terpadu pada dasarnya adalah pengelolaan dalam konsep multi guna dengan sasaran mengelola sumberdaya (alam, manusia dan buatan) pada tingkat yang paling menguntungkan baik jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.

14

DAFTAR PUSTAKA Asdak, Chay. 1995, 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press Hadi S. 1993. Aspek Perlindungan Hutan dan Kelestarian Hasil Pengusahaan Hutan Alam Produksi. Forum Pengkajian Pengelolaan Hutan Tropis. Jurusam Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Isnugroho. 2002. Sistem Pengelolaan Sumberdaya Air dalam Suatu Wilayah. Makalah Seminar Sehari Pengelolaan Sumberdaya Air dalam Otonomi Daerah oleh Himpunan Teknik Hidraulika Indonesia. Penerbit ANDI Yogyakarta. Kodoatie R. J, Suharyanto, Sri Sangkawati dan Sutarto Edhisono. 2002. Pengelolaan Sumberdaya Air Dalam Otonomi Daerah. Penerbit ANDI. Yogyakarta. Manan, S. 1992. Perkembangan Hidrologi Hutan dan Pembangunan Hutan Berwawasan Lingkungan di Indonesia. Makalah Simposium 25 Tahun Perkembangan Hidrologi di Indonesia. LIPI-Puslitbang Pengairan Dep. PU. Jakarta Njurumana, G. ND. 2004. Nilai Penting Kearifan Lokal dalam Rehabilitasi Lahan. Sebuah Artikel. Diterbitkan oleh Harian Pagi Timor Express. Selasa, 7 Desember 2004. Njurumana, G. ND, Tigor B.B., Harisetijono dan Oskar K.O. 2005. Revitalisasi Kearifan Lokal dalam Mendukung Rehabilitasi Lahan di Wilayah Semi Arid. Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan. Kerjasama Balai Litbang Kehutanan Bali dan Nusa Tenggara dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Nusa Cendana dan Pemda Tk. II Sumba Timur. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Badan Litbang kehutanan. Bogor. Sallata, M. K. dan D. Mulyadhi. 1997. Pengelolaan Kawasan Lindung untuk Kelestarian Fungsi Daerah Aliran Sungai. Prosiding Ekspose Hasil-hasil Penelitian dan Pengembangan Konservasi Sumber Daya Alam. Balai Penelitian Kehutanan Ujung Pandang. Sallata, M. K., dan G. ND. Njurumana. 2003. Pembentukan Iklim Mikro Melalui Komunitas Pepohonan untuk Kelestarian Tata Air Berbasis Masyarakat. Info Hutan No. 158/2003. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor - Indonesia. Suripin. 2002. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Yogyakarta. Penerbit Andi

15