93
i Studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban terhadap witness protection bill 2008 Malaysia Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh : Fatimah Iramia NIM.E.1106121 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 PERSETUJUAN PEMBIMBING

confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

  • Upload
    leminh

  • View
    220

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

i

Studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip

confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor 13 tahun

2006 tentang perlindungan saksi dan korban terhadap witness protection bill

2008 Malaysia

Penulisan Hukum

(Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna

Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :

Fatimah Iramia

NIM.E.1106121

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2010

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Page 2: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

ii

Penulisan Hukum (Skripsi)

STUDI KOMPARASI HUKUM PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

TERKAIT PRINSIP CONFIDENTIALITY DAN SAFE CONDUCT MENURUT

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN TERHADAP WITNESS

PROTECTION BILL 2008 MALAYSIA

Oleh

Fatimah Iramia

NIM.E1106121

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum

(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, 12 Juli 2010

Dosen Pembimbing

Bambang Santoso, S.H.,M.Hum.

NIP. 196202091989031001

PENGESAHAN PENGUJI

Page 3: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

iii

Penulisan Hukum ( Skripsi )

STUDI KOMPARASI HUKUM PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

TERKAIT PRINSIP CONFIDENTIALITY DAN SAFE CONDUCT

MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN TERHADAP WITNESS

PROTECTION BILL 2008 MALAYSIA

Disusun Oleh :

FATIMAH IRAMIA

E 1106121

Telah diterima dan dipertahankan di hadapan

Dewan Penguji Penulisan Hukum ( Skripsi )

Fakultas HukumUniversitas Sebelas Maret Surakarta

Pada:

Hari : Kamis

Tanggal : 29 Juli 2010

TIM PENGUJI

1. Edy Herdyanto, S. H., M. H. ( ................................. ) NIP.195706291985031002

2. Bambang Santoso, S. H., M. Hum. ( .................................. )

NIP.196202091989031001 3. Kristiyadi, S. H., M. Hum. ( ................................. ) NIP.195812251986011001

MENGETAHUI

Dekan,

Mohammad Jamin, S.H, M.Hum

NIP. 1961 0930 198601 1 001 PERNYATAAN

Page 4: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

iv

Nama : Fatimah Iramia

NIM : E1106121

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi)

berjudul STUDI KOMPARASI HUKUM PERLINDUNGAN SAKSI DAN

KORBAN TERKAIT PRINSIP CONFIDENTIALITY DAN SAFE

CONDUCT MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006

TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN TERHADAP

WITNESS PROTECTION BILL 2008 MALAYSIA adalah betul-betul karya

sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini

diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di

kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia

menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan

gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 12 Juli 2010

Yang membuat pernyataan

Fatimah Iramia

NIM.E1106121

ABSTRAK

Page 5: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

v

Fatimah Iramia, E.1106121.2010. STUDI KOMPARASI HUKUM PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN TERKAIT PRINSIP CONFIDENTIALITY DAN SAFE CONDUCT MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN TERHADAP WITNESS PROTECTION BILL 2008 MALAYSIA”. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bagaimana persamaan dan perbedaan dalam regulasi prinsip confidentiality dan safe conduct menurut UU No. 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dalam Witness Protection Bill 2008 Malaysia dan apakah kelebihan dan kelemahan pengaturan program perlindungan saksi dan korban menurut UU No. 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dibandingkan dengan Witness Protection Bill 2008 Malaysia

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif atau doktrinal bersifat

preskriptif, analisis jenis data yang digunakan adalah data sekunder, sumber data adalah sumber data sekunder yang masih relevan dengan permasalahan yaitu bahan hukum primer (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan saksi dan korban, Witness Protection Bill 2008 Malaysia tentang Perlindungan Saksi, bahan hukum sekunder (buku-buku teks yang ditulis oleh para ahli hukum, jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, karya ilmiah, makalah, dan majalah), dan bahan hukum tersier (kamus dan internet).

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa. Terdapat

persamaan dan perbedaan antara UU No.13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban dengan Witness Protection Bill 2008 Malaysia.persamaan diantara keduanya adalah dalam mendefinisikan saksi, jenis-jenis perlindungan yang di berikan terhadap saksi dan korban, prosedur pemberian perlindungan dan penghentian perlindungan kepada saksi dan korban. Perbedaan dari Undang-undang perlindungan saksi dan korban di Indonesia dan di Malaysia meliputi lembaga dan pejabat yang berwenang melaksanakan perlindungan saksi dan korban, pembiayaan dalam penyelenggaraan perlindungan saksi dan korban, asas-asas yang mendasari perlindungan saksi dan korban serta prinsip safe conduct dalam UU No. 13 tahun 2006 dan Witness Protection Bill 2008 Malaysia. Selain persamaan dan perbedaan juga diambil kesimpulan berdasarkan hasil penelitian mengenai kelebihan dan kelemahan terhadap UU No. 13 tahun 2006 dan Witness Protection Bill 2008 Malaysia. Kelebihan UU No. 13 tahun 2006 diantaranya terdapat Ketentuan Pidana dan asas-asas yang mendasari perlindungan saksi dan korban dalam Undang-Undang tersebut, kelebihan UU No. 13 tahun 2006 sekaligus adalah kelemahan Witness Protection Bill 2008, dan kelebihan Witness Protection Bill 2008 yaitu terdapat pengaturan pada pemberian identitas baru pada saksi, menjadi kelemahan untuk UU No.13 tahun 2006.

Page 6: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

v

ABSTRACT Fatimah Iramia, E1106121. 2010. A COMPARATIVE STUDY ON WITNESS AND VICTIM PROTECTION RELATED TO THE CONFIDENTIALITY AND SAFE CONDUCT PRINCIPLES ACCORDING TO THE ACT NUMBER 13 OF 2006 ABOUT THE WITNESS AND VICTIM PROTECTION AND THE MALAYSIAN’S WITNESS PROTECTION BILL 2008. Law Faculty of Surakarta Sebelas Maret University.

This research aims to find out what the similarity and difference is in the confidentiality and safe conduct regulation according to Act No. 13 of 2006 about the Witness and Victim Protection and the Malaysian’s Protection Bill 2008 and what the strength and weakness is of the witness and victim protection program according to Act No. 13 of 2006 about the Witness and Victim Protection compared with the Malaysian’s Protection Bill 2008.

This study belongs to a normative or doctrinal law research that is

prescriptive in nature, the data source was secondary data that is still relevant to the problems, namely primary law (Act No. 13 of 2006 about the Witness and Victim Protection, the Malaysian’s Protection Bill 2008 about Witness Protection, secondary law (textual books written by the law expert, law journal, the scholars’ opinion, scientific work, paper and magazine) and tertiary law materials (dictionary and internet).

Considering the result of research, it can be concluded that: there is

similarity and difference between Act No. 13 of 2006 about the Witness and Victim Protection and the Malaysian’s Protection Bill 2008. The similarity includes in defining the witness, types of protection given to the witness and victim, procedure of protection providing and protection termination to the witness and victim. The difference of witness and victim protection act in Indonesia from that in Malaysia includes the institutions and officials having authority to implement the protection for the witness and victim, the fund for the implementation of witness and victim protection, the principles underlying the witness and victim protection as well as safe conduct principle in Act No.13 of 2006 and Malaysian’s Witness Protection Bill 2008. In addition to those similarity and difference it can also be concluded that based on the result of research there is strength and weakness of Act No.13 of 2006 and Malaysian’s Witness Protection Bill 2008 including the presence of criminal provision and the principles underlying the witness and victim protection in that act. This strength of Act no. 3 of 2006 is the weakness all at once of Malaysian’s Witness Protection Bill 2008, and the strength of Malaysian’s Witness Protection Bill 2008 is that there is regulation about the new identity providing to the witness, becoming the weakness of Act No. 13 of 2006.

Page 7: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

vi

MOTTO

- Veritas, Probitas, Iustitia -

Bagian terbaik dari hidup seseorang adalah perbuatan-perbuatan baiknya dan

kasihnya yang tidak diketahui orang lain.

Jika kita tidak mampu membuat org lain bahagia minimal kita jangan

menyakitinya

PERSEMBAHAN

Karya kecil ini Penulis dedikasikan untuk :

Ø Allah SWT, atas limpahan rahmat dan

KaruniaNYA

Ø Mama tercinta, baru ini yang bisa

kupersembahkan

Ø keluarga besar, atas doa dan

dukungannya

Ø Teman-temanku tersayang novita, rusy,

iis

Ø Keluarga besar Fakultas Hukum UNS

Page 8: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur Penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, atas

rahmat-NYA sehingga Penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Penulisan

Hukum yang berjudul ”STUDI KOMPARASI HUKUM PERLINDUNGAN

SAKSI DAN KORBAN TERKAIT PRINSIP CONFIDENTIALITY DAN

SAFE CONDUCT MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN

2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN TERHADAP

WITNESS PROTECTION BILL 2008 MALAYSIA”.

Penulis menyadari bahwa terselesainya Penulisan Hukum ini tidak

terlepas dari bantuan baik moril maupun materiil serta doa dan dukungan berbagai

pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Moh. Jamin, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Bambang Santoso, S.H., M.Hum., selaku pembimbing penulisan

skripsi yang telah sabar memberikan bimbingan, saran, kritik, dan motivasi

bagi Penulis untuk menyelesaikan penulisan hukum ini.

3. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Acara yang

telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Kristiyadi, S.H., M.Hum., selaku dosen acara pidana yang membantu

memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Djuwityastuti, S.H., selaku pembimbing akademis, atas nasehat yang

berguna bagi penulis selama penulis belajar di Fakultas Hukum UNS.

6. Bapak Hardjono, S.H., M.H., selaku Ketua Program Hukum Non Reguler, atas

dukungan dan arahan-arahan yang berguna bagi penulis selama penulis belajar

di Fakultas Hukum UNS

7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu

pengetahuan kepada penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam penulisan

skripsi ini.

Page 9: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

viii

8. Mama tercinta dan seluruh keluarga atas cinta dan kasih sayang, doa,

dukungan, semangat dan segala yang telah diberikan yang tidak ternilai

harganya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini.

9. Orang-orang terkasih Alviando Beta, Donita, mody, Gaby, Kareen, Dony,

Samy dkk, yang selalu ada dikala suka dan duka, memberikan inspirasi dan

menjadi motivasi tersendiri bagi Penulis.

10. Teman-teman terbaikku Novita, Iis, Rusy yang selalu memberikan dukungan.

11. Teman-teman di Fakultas Hukum, khususnya Angkatan 2006 yang membuat

suasana kuliah jadi lebih berwarna.

12. Semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat Penulis sebutkan

satu-persatu

Penulis menyadari bahwa Penulisan Hukum atau Skripsi ini masih jauh

dari sempurna baik dari segi subtansi ataupun teknis penulisan. Untuk itu

sumbang saran dari berbagai pihak yang bersifat konstruktif, sangat penulis

harapkan demi perbaikan atau penyempurnaan penulisan hukum selanjutnya.

Demikian semoga penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat kepada semua

pihak, baik untuk penulisan, akademisi, praktisi maupun masyarakat umum.

Surakarta, 12 Juli 2010

penulis

FATIMAH IRAMIA

Page 10: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii

HALAMAN PERNYATAAN...................................................................... iv

ABSTRAK ................................................................................................... v

HALAMAN MOTTO.................................................................................. vi

HALAMAN PERSEMBAHAN................................................................... vi

KATA PENGANTAR ................................................................................. vii

DAFTAR ISI ................................................................................................ ix

DAFTAR TABEL........................................................................................ xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1

B. Perumusan Masalah............................................................... 9

C. Tujuan Penelitian .................................................................... 9

D. Manfaat Penelitian .................................................................. 10

E. Metode Penelitian ................................................................... 11

F. Sistematika Penulisan Hukum ................................................ 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori ....................................................................... 15

1. Tinjauan tentang Perlindungan Saksi dan Korban di Indonesia 15

a. Pengertian Perlindungan ............................................. 17

b. Pengertian Saksi .......................................................... 17

c. Pengertian Korban ................................ ......................

2. Tinjauan tentang Perlindungan Saksi dan Korban di

Malaysia........................................................................... 18

3. Tinjauan tentang Perbandingan Hukum…………... 19

a. Sejarah Perbandingan Hukum …………....... 19

b. Pengertian Perbandingan Hukum …………. 20

15 15 17

Page 11: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

x

c. Macam Perbandingan Hukum …………............... 22

d. Tujuan Perbandingan Hukum…………................. 22

e. Kegunaan Perbandingan Hukum…………........... 23

B. Kerangka Pemikiran ................................................................ 24

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persamaan dan Perbedaan dalam regulasi prinsip confidentiality dan

safe conduct menurut UU No. 13 tahun 2006 tentang Perlindungan

Saksi dan Korban dengan Witness Protection Bill 2008 Malaysia

................................................................................................... 26

B. Kelebihan dan kelemahan pengaturan program perlindungan saksi

dan korban menurut UU No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan

Saksi dibandingkan dengan Witness Protection Bill 2008

Malaysia.................................................................................... 74

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan ................................................................................. 76

B. Saran ....................................................................................... 78

DAFTAR PUSTAKA

Page 12: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Persamaan Persamaan Undang-undang No.13 Tahun 2006 tentang

Perlindungan Saksi dan Korban dengan Witness Protection Bill 2008

Malaysia........................................................................................... 67

Tabel 2. Perbedaan Undang-undang No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan

Saksi dan Korban dengan Witness Protection Bill 2008

Malaysia........................................................................................... 72

Tabel 3. Kelebihan dan Kelemahan Undang-undang No.13 Tahun 2006 tentang

Perlindungan Saksi dan Korban dengan Witness Protection Bill 2008

Malaysia .......................................................................................... 74

Page 13: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

menyatakan bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum

(rechstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machstaat). Hal ini berarti

negara Indonesia adalah negara hukum yang demokratis dan menjunjung

tinggi hak asasi manusia serta menjamin dan menjunjung kedudukan semua

warga negaranya dalam hukum dan pemerintahan.

Negara hukum atau biasa disebut dengan “Rule of Law” di dalamnya

mempunyai arti mengakui dan melindungi hak-hak asasi manusia, legalitas

dari tindakan Negara atau pemerintahan dalam arti tindakan aparatur negara

yang dapat dipertanggung jawabkan secara hukum dan terjaminnya peradilan

yang bebas. Hukum adalah menetapkan apa yang dilakukan dan/ atau apa

yang boleh dilakukan serta yang dilarang. Tujuannya adalah baik orang-orang

yang berbuat melawan hukum, maupun perbuatan hukum yang mungkin akan

terjadi, dan kepada alat perlengkapan negara untuk bertindak menurut hukum

tersebut. Sistem bekerjanya hukum yang demikian itu merupakan salah satu

bentuk penegakan hukum.

Negara yang menganut sistem negara hukum bertujuan untuk

mencapai suatu kehidupan yang adil dan makmur bagi warganya, yang

berdasarkan kepada Ke- Tuhanan Yang Maha Esa. Banyak usaha yang dapat

dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, salah satunya adalah dengan

menempatkan masalah hukum pada kedudukan yang sesungguhnya, sesuai

dengan aturan yang berlaku dalam negara. Dalam hal ini, hukum di Indonesia

dijadikan suatu kaidah atau norma yang telah disepakati bersama dan

karenanya harus dipertahankan dan ditaati bersama pula, baik oleh pemerintah

maupun masyarakat dalam melaksanakan hak dan kewajiban masing- masing.

Page 14: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

2

Agar masyarakat dapat menghayati hak dan kewajibannya untuk

meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan

fungsi dan wewenang masing- masing ke arah tegaknya hukum, keadilan, dan

pelindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian

hukum demi terselenggaranya negara hukum harus sesuai dengan Pancasila

dan Undang- Undang Dasar 1945.

Hukum Acara Pidana merupakan hukum yang memuat peraturan-

peraturan untuk melaksanakan hukum pidana, karena hukum acara pidana

mempunyai fungsi sebagai alat untuk menyelesaikan segala kepentingan yang

berhubungan dengan perbuatan melawan hukum yang diatur dalam hukum

pidana. Hukum acara pidana (hukum pidana formil) adalah hukum yang

menyelenggarakan hukum pidana materiil yaitu merupakan sistem kaidah atau

norma yang diberlakukan oleh negara untuk melaksanakan hukum pidana atau

menjatuhkan pidana.

Tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan

martabat manusia dalam tindak pidana khususnya bagi perlindungan hak asasi

terhadap tersangka atau terdakwa dalam proses peradilan pidana, dibuktikan

dengan adanya proses penyelidikan, penyidikan, penahanan, penuntutan, pra

peradilan, pemeriksaan sidang, pembuktian, kemudian putusan pengadilan

yang dilakukan oleh hakim sebagai pejabat peradilan negara yang diberi

wewenang oleh Undang-undang untuk mengadili. Semua proses tersebut

dilakukan dengan menjunjung tinggi keadilan demi tegaknya hukum.

Keberhasilan suatu proses peradilan pidana sangat bergantung pada

alat bukti yang berhasil diungkap atau ditemukan. Dalam proses persidangan,

terutama yang berkenaan dengan Saksi, banyak kasus yang tidak terungkap

akibat tidak adanya Saksi yang dapat mendukung tugas penegak hukum.

Padahal, adanya Saksi dan Korban merupakan unsur yang sangat menentukan

dalam proses peradilan pidana. Keberadaan Saksi dan Korban dalam proses

peradilan pidana selama ini kurang mendapat perhatian masyarakat dan

penegak hukum. Kasus-kasus yang tidak terungkap dan tidak terselesaikan

Page 15: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

3

banyak disebabkan oleh Saksi dan Korban takut memberikan kesaksian

kepada penegak hukum karena mendapat ancaman dari pihak tertentu.

Peran Saksi dan Korban dalam proses peradilan pidana selama ini

sangat jauh dari perhatian masyarakat dan penegak hukum. Adanya kasus-

kasus yang tidak terungkap dan tidak terselesaikan disebabkan oleh karena

keengganan saksi dan Korban untuk memberikan kesaksian kepada penegak

hukum karena mendapat ancaman dari pihak-tertentu.

Indonesia sebagai salah satu Negara yang juga wajib memberikan

perlindungan hukum bagi korban kejahatan, setelah beberapa waktu melalui

proses yang sangat panjang akhirnya pada tanggal 11 Agustus 2006,

Pemerintah berhasil mengesahkan Rancangan Undang-undang Perlindungan

Saksi dan Korban menjadi Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang

Perlindungan Saksi dan Korban.

Lahirnya UU Nomor 13 Tahun 2006 tersebut diharapkan dapat

memberikan perlindungan hukum kepada saksi dan korban kejahatan, karena

secara singkat dalam undang-undang tersebut mulai memperluas hak-hak yang

dimiliki oleh saksi dan korban baik di dalam maupun di luar pengadilan.

Kesaksian seorang saksi di pengadilan diatur dalam Pasal 184 Undang

Undang Nomor 8 tahun 1981 atau Kitab Undang Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP). Ketentuan tersebut menyatakan, keterangan saksi di

pengadilan menjadi salah satu alat bukti yang sah. Selanjutnya Pasal 185 ayat

(2) KUHAP menyatakan keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk

membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan

kepadanya. Ayat ke-3 dari Pasal yang sama berbunyi, “Ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila disertai dengan

alat bukti lainnya.” Dari sini dapat diartikan, keterangan lebih dari satu orang

saksi saja tanpa disertai saksi atau alat bukti lainnya, dapat dianggap cukup

untuk membuktikan apakah seorang terdakwa bersalah atau tidak.

Banyaknya kasus di pengadilan yang tidak terungkap karena minimnya

saksi yang bersedia memberikan kesaksiannya menjadi permasalahan yang

signifikan dalam penegakan hukum dan keadilan di negara ini. Kitab Undang-

Page 16: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

4

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebenarnya telah mengatur mengenai

perangkat dan dasar hukum perlindungan saksi, perangkat dan dasar hukum

perlindungan saksi dalam KUHAP yaitu:

1. Adanya kewajiban mengucapkan sumpah bagi saksi, kecuali untuk :

a) Anak yang umurnya belum cukup 15 tahun (Pasal 171 butir (a))

b) Orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-kadang

ingatannya baik kembali (Pasal 171 butir (b)).

2. Dapat didengarkannya kesaksian saksi tanpa kehadiran terdakwa (Pasal

173).

3. Dapat ditunjukan juru bahasa bagi saksi yang tidak paham bahasa

Indonesia (Pasal 177).

4. Dapat ditunjukan penterjemah bagi saksi bisu tuli serta tidak dapat menulis

(Pasal 178).

Peraturan perundangan-undangan di Indonesia yang mengatur

mengenai perlindungan saksi terus-menerus mengalami perkembangan,

namun di dalam peraturan tersebut belum juga terdapat atau mengatur

mengenai suatu lembaga yang khusus menangani permasalahan terhadap

perlindungan terhadap saksi dan korban. Adapun peraturan perundangan-

perundangan di Indonesia yang mengatur mengenai perlindungan saksi,

yaitu:

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana atau KUHP.

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau

KUHAP.

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.

4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.

5. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.

6. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.

7. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Page 17: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

5

8. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara

Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan

DalamPencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

9. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian

Uang.

10. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara

Perlindungan Terhadap Korban dan Saksi dalam Pelanggaran HAM

Berat.

11. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 tentang Kompensasi,

Restitusi dan Rehabilitasi Terhadap Korban Pelanggaran HAM Berat.

12. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Terorisme.

13. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2003 tentang Tata Cara

Perlindungan Terhadap Saksi, Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim

dalam Perkara Tindak Pidana Terorisme.

14. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2003 tentang Tata Cara

Perlindungan Khusus Bagi Pelapor dan Saksi Tindak Pidana Pencucian

Uang.

15. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan

Korban.

Dilihat dari sudut perundang-undangan, kedudukan saksi termasuk

korban berada dalam posisi yang lemah. KUHP misalnya, bahkan mengancam

dengan pidana, saksi yang tidak datang ketika penegak hukum memintanya

untuk memberikan keterangan. Apabila kita mencoba untuk membandingkan

perlindungan hukum bagi saksi disatu pihak dan tersangka/terdakwa dipihak

yang lain, mungkin kita akan sampai pada suatu pemikiran apakah hak-hak

tersangka terdakwa diberikan karena kedudukannya yang lemah sehingga

rawan abuse of power. Sementara saksi sebagai warga masyarakat, juga

korban sebagai pihak yang langsung dirugikan kepentingannya, karena telah

diwakili oleh negara yang berperan sebagai pelaksana proses hukum dianggap

tidak perlu lagi memiliki sejumlah hak yang memberikan perlindungan

Page 18: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

6

baginya dalam proses peradilan. Sesungguhnya apabila kita cermati dalam

kenyataannya, kondisi saksi tidak jauh berbeda dengan tersangka/terdakwa,

mereka sama-sama memerlukan perlindungan,karena:

1. Bagi saksi (apalagi yang awam hukum), memberikan keterangan

bukanlah suatu hal yang mudah.

2. Bila keterangan yang diberikan ternyata tidak benar, ada ancaman pidana

baginya karena dianggap bersumpah palsu.

3. Keterangan yang diberikannya akan memungkinkan dirinya mendapat

ancaman, teror, intimidasi dari pihak yang dirugikan.

4. Memberikan keterangan membuang waktu dan biaya

5. Aparat penegak hukum tidak jarang memperlakukan saksi seperti seorang

tersangka/terdakwa.

Meskipun secara teoritis, saksi terutama saksi korban telah diwakili

kepentingannya oleh aparat penegak hukum, namun dalam kenyataannya

mereka hanya dijadikan alat hukum untuk mendukung, memperkuat

argumentasi untuk memenangkan perkara. Kemenangan aparat penegak

hukum, dengan keberhasilannya membuktikan kesalahan terdakwa dan

meyakinkan hakim mengenai hal itu, sesungguhnya juga merupakan

kemenangan masyarakat (termasuk korban). Namun tidak jarang aparat

penegak hukum mengabaikan pihak yang diwakilinya. Apakah korban merasa

puas dengan tuntutan jaksa atau putusan hakim, misalnya, merupakan hal-hal

yang tidak pernah diperhatikan.

Manifestasi ketidakpuasan masyarakat terhadap perlakuan pihak yang

mewakilinya, kemudian muncul dalam berbagai bentuk mulai dari tindakan

pelemparan sepatu pada hakim, perusakan gedung pengadilan, sampai pada

tindakan main hakim sendiri, yang akhir-akhir ini marak terjadi. Tindakan-

tindakan anarki yang dilakukan masyarakat tersebut berpangkal tolak dari

perasaan tidak puas, perasaan diperlakukan tidak adil dalam diri masyarakat,

yang kemudian seringkali bermuara pada dugaan terjadinya praktik KKN di

kalangan aparat penegak hukum.

Page 19: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

7

Terlepas dari benar atau tidaknya tuduhan tersebut, setidaknya kondisi

ketidakpercayaan terhadap penegak hukum ini sangat berdampak buruk pada

proses penegakkan hukum. Apabila kita ingin mengembalikan proses

penegakan hukum ke dalam jalurnya semula maka sudah saatnya diberikan

perhatian yang lebih besar pada pihak lain yang terlibat dalam proses

peradilan selain tersangka/terdakwa dan aparat penegak hukum. Berdasarkan

pada asas kesamaan dalam hukum – equality before the law-, yang merupakan

syarat suatu negara hukum, tidak berlebihan kiranya bila pada saksi termasuk

saksi korban diberikan sejumlah hak yang akan memberikan perlindungan

padanya.

Sebagai wakil dari negara yang telah menerima mandat dari warga

masyarakatnya, aparat penegak hukum dikatakan memiliki posisi yang lebih

kuat daripada si pelanggar hukum. Kondisi ini yang kemudian menimbulkan

kekhawatiran akan adanya kesewenang-wenangan dari aparat penegak hukum

dalam menjalankan kewenangan yang dimilikinya. Hal yang tadinya hanya

merupakan kekhawatiran ini kemudian terbukti dengan tidak sedikitnya berita

tentang praktik-praktik penyiksaan yang dilakukan oleh aparat dalam rangka

memperoleh pengakuan dari tersangka/terdakwa. Oleh karena itu merupakan

hal yang wajar bila kemudian muncul simpati pada pihak yang lemah ini.

Bentuk simpati ini antara lain dengan diberikannya seperangkat hak pada

tersangka/terdakwa untuk membela dirinya melalui proses hukum yang adil.

Kepedulian yang demikian besar kepada tersangka/terdakwa

menimbulkan persepsi bahwa the pendulum has swung too far, karena seolah-

olah telah mengabaikan pihak lain yang terlibat dalam proses peradilan

pidana, terutama saksi termasuk saksi korban. Peradilan pidana selama ini

lebih mengutamakan perlindungan kepentingan pelaku tindak pidana. Padahal

peradilan pidana sebagai institusi yang berwenang menjatuhkan sanksi pidana

pada orang yang melanggar hukum pidana acapkali menjadi tolok ukur

penilaian terhadap watak penguasa dan atau masyarakatnya. Negara sebagai

wakil publik, melalui peradilan pidana mendapat sorotan dalam dua hal.

Pertama, bagaimana melaksanakan proses hukum terhadap tersangka/

Page 20: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

8

terdakwa pelanggar hukum pidana dan yang kedua, bagaimana

memperlakukan tersangka/terdakwa, yang juga merupakan bagian dari

anggota masyarakat. Oleh karena itu diperlukan kehati-hatian dalam

menetapkan kebijakan dan dalam bertindak, agar kepentingan-kepentingan

yang harus dilindungi mendapatkan porsi yang seimbang.

Tidak dapat dipungkiri bahwa yang menjadi fokus perhatian dalam

suatu proses peradilan adalah orang yang melanggar hukum, yaitu

tersangka/terdakwa dalam peradilan pidana atau tergugat dalam perkara

perdata. Namun berbeda dengan tergugat, tersangka/terdakwa sebagai orang

yang dianggap telah mengganggu nilai-nilai yang disepakati bersama ini harus

berhadapan dengan aparat negara yang bertugas menegakkan hukum dan

keadilan.

Alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling utama

dalam perkara pidana. Tidak ada suatu perkara pidana yang tidak luput dari

pembuktian alat bukti keterangan saksi. Perlindungan Saksi dan Korban dalam

proses peradilan pidana di Indonesia belum diatur secara khusus. Sesuai Pasal

50 sampai dengan Pasal 68 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana hanya mengatur perlindungan terhadap tersangka atau

terdakwa untuk mendapat perlindungan dari berbagai kemungkinan

pelanggaran hak asasi manusia. Oleh karena itu, sudah saatnya perlindungan

Saksi dan Korban diatur dengan undang-undang tersendiri. Berdasarkan asas

kesamaan di depan hukum (equality before the law) yang menjadi salah satu

ciri negara hukum, Saksi dan Korban dalam proses peradilan pidana harus

diberi jaminan perlindungan hukum. Perlindungan terhadap Saksi dan Korban

tersebut mempunyai relevansi yang sangat menarik untuk dikaji.

Berdasarkan hal tersebut, Penulis tertarik untuk melakukan

perbandingan antara perlindungan saksi dan korban di Indonesia dengan

perlindungan saksi dan korban di Malaysia. Untuk itu penulis terdorong untuk

menulis Penulisan Hukum dengan judul “STUDI KOMPARASI HUKUM

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN TERKAIT PRINSIP

CONFIDENTIALITY DAN SAFE CONDUCT MENURUT UNDANG-

Page 21: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

9

UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN

SAKSI DAN KORBAN TERHADAP WITNESS PROTECTION BILL

2008 MALAYSIA”

B. Perumusan Masalah

Sehubungan dengan beberapa hal yang penulis kemukakan tersebut,

untuk mempermudah pemahaman terhadap permasalahan yang akan dibahas

serta untuk lebih mengarahkan ke pembahasan, penulis menetapkan

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana persamaan dan perbedaan dalam regulasi prinsip

confidentiality dan safe conduct menurut UU No. 13 tahun 2006 tentang

Perlindungan Saksi dan Korban dalam Witness Protection Bill 2008

Malaysia?

2. Apakah kelebihan dan kelemahan pengaturan program perlindungan saksi

dan korban menurut UU No. 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi

dan Korban dibandingkan dengan Witness Protection Bill 2008 Malaysia?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan agar penelitian tersebut

dapat memberikan manfaat yang sesuai dengan apa yang dikehendaki. Adapun

tujuan penelitian ini adalah:

1. Tujuan Obyektif

a) Untuk mengetahui pesamaan dan perbedaan dalam regulasi prinsip

confidentiality dan safe conduct menurut UU No. 13 tahun 2006

tentang Perlindungan Saksi dan Korban dengan Witness Protection

Bill 2008.

b) Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan pengaturan program

perlindungan saksi dan korban menurut UU No. 13 tahun 2006 tentang

Perlindungan Saksi dan Korban dibandingkan dengan Witness

Protection Bill 2008 Malaysia

Page 22: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

10

2. Tujuan Subyektif

a) Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam menyusun skripsi

sebagai syarat yang harus dipenuhi guna memperoleh gelar

kesarjanaan dalam bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b) Untuk menambah pengetahuan peneliti di bidang hukum khususnya

yang menyangkut tentang perlindungan saksi dan korban.

c) Untuk melatih dan mengembangkan kemampuan penulis di bidang

penelitian.

D. Manfaat Penelitian

Dalam setiap penelitian diharapkan adanya suatu manfaat dan

kegunaan yang dapat diambil dari penelitian, sebab besar kecilnya penelitian

akan menentukan nilai- nilai dari penelitian tersebut. Adapun yang menjadi

manfaat dari penelitian ini dibedakan antara manfaat teoritis dan manfaat

praktis, yaitu:

1. Manfaat teoritis

a) Memberikan dasar dan landasan untuk penelitian lebih lanjut.

b) Memberikan sumbangan pemkiran bagi pembangunan ilmu hukum

khususnya hukum acara pidana terutama yang berhubungan dengan

perlindungan saksi dan korban.

2. Manfaat praktis

a) Bagi mahasiswa (peneliti).

Dengan adanya penelitian ini diharapkan mahasiswa dapat

membandingkan antara ilmu yang diperoleh di bangku kuliah dengan

kenyataan yang ada di lapangan.

b) Bagi masyarakat.

Dengan membaca penelitian ini dapat diperoleh sedikit informasi dan

gambaran kepada masyarakat pada umumnya dan pihak- pihak lain

yang berkepentingan mengenai penulisan ini.

Page 23: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

11

E. Metode Penelitian

Metode adalah pedoman cara seorang ilmuwan mempelajari dan

memahami lingkungan–lingkungan yang dihadapi (Soerjono Soekanto, 1986:

6). Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penulisan hukum ini

maka digunakan metode penelitian tertentu yang sesuai. Adapun metode

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai

berikut:

1. Jenis Penelitian

Sebagai penelitian hukum, maka penelitian ini termasuk penelitian

hukum normatif atau doktrinal. Disebut sebagai penelitian hukum normatif

karena sumber data utamanya berupa data sekunder. Dilihat dari sifatnya

penelitian ini termasuk penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang

bertujuan memberikan data seteliti mungkin tentang manusia atau gejala–

gejala lainnya. Dalam penelitian ini Penulis berusaha menggambarkan

secara jelas dan lengkap tentang Perbandingan Hukum Perlindungan Saksi

dan Korban Terkait Prinsip Confidentiality dan Safe Conduct Menurut

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan

Korban Terhadap Witness Protection Bill 2008 Malaysia.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian

yang dilakukan dengan melakukan pengumpulan data berupa kata-kata,

gambar-gambar, serta informasi verbal atau nomatif dan bukan dalam

bentuk angka-angka ( Soerjono Soekanto, 1986: 10).

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif. Penelitian

deskriptif adalah penelitian yang memberikan gambaran secara lengkap

dan sistematis terhadap obyek yang diteliti.

Suatu penelitian deskriptif merupakan penelitian yang

dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang

manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama

Page 24: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

12

untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu di dalam

memperkuat teori-teori lama, atau di dalam kerangka menyusun teori-teori

baru. (Soerjono Soekanto, 1986:10).

3. Jenis Data

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa penelitian ini termasuk

penelitian hukum normatif. Jenis data utama dalam penelitian hukum

normatif adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh

dari buku pustaka, ruang lingkupnya sangat luas meliputi data atau

informasi, penelaahan dokumen, hasil penelitian sebelumnya, dan bahan

kepustakaan seperti buku-buku literatur, koran, majalah, dan arsip yang

berkaitan dengan masalah yang dibahas.

4. Sumber Data

Sumber data yang digunakan berupa data sekunder, yang berupa:

a) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum atau bahan pustaka

yang mempunyai kekuatan mengikat secara yuridis, adapun yang

penulis gunakan adalah :

1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

2) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan

Saksi dan Korban.

4) Witness Protection Bill Malaysia of 2008.

b) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan

penjelasan hukum primer, seperti :

1) Hasil karya ilmiah para sarjana yang relevan atau terkait dalam

penelitian ini.

2) Hasil-hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini.

3) Buku-buku penunjang lain.

c) Bahan Hukum Tertier

Page 25: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

13

Bahan hukum tertier yaitu bahan hukum yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder, diantaranya bahan dari media internet yang relevan

dengan penelitian ini.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah studi

kepustakaan, yaitu pengumpulan data sekunder. Penulis mengumpulkan

data sekunder yang ada hubungannya dengan masalah yang akan diteliti

yang digolongkan sesuai dengan katalogisasi. Selanjutnya data yang

diperoleh kemudian dipelajari, diklasifikasikan, dan selanjutnya dianalisis

lebih lanjut sesuai dengan tujuan dan permasalahan penelitian. Metode

pengumpulan data ini berguna untuk mendapatkan landasan teori yang

berupa pendapat para ahli mengenai hal yang menjadi obyek penelitian

seperti peraturan perundangan yang berlaku dan berkaitan dengan hal-hal

yang perlu diteliti.

6. Teknik Analisis Data

Analisa data dalam suatu penelitian adalah menguraikan atau

memecahkan masalah yang diteliti berdasarkan data yang diperoleh

kemudian diolah pokok permasalahan yang diajukan terhadap penelitian

yang bersifat normatif. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik

analisis yang bersifat kualitatif.

Analisis data secara kualitatif adalah suatu tata cara penelitian yang

menghasilkan data deskriptif-analisis, yaitu apa yang dinyatakan oleh

responden secara tertulis atau lisan, dan juga perilaku yang nyata, yang

diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. (Soerjono Soekanto,

1986: 250). Dalam hal ini, sumber penelitian yang diperoleh dalam

penelitian ini dengan melakukan inventarisasi sekaligus mengkaji dari

penelitian studi kepustakaan, aturan perundang-undangan beserta

dokumen-dokumen yang dapat membantu menafsirkan norma terkait,

kemudian sumber penelitian tersebut diolah dan dianalisis untuk

menjawab permasalahan yang diteliti.

Page 26: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

14

F. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk memberikan gambaran secara jelas mengenai keseluruhan dari

isi penulisan hukum, maka penulis membagi penulisan hukum ini menjadi

empat bab. Adapun sistematika dari penulisan hukum ini sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah,

perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

metode penelitian, jadwal penelitian dan sistematika

penelitian.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini penulis menguraikan tentang teori-teori yang

melandasi penelitian hukum. Pada bab ini dibahas

mengenai tinjauan umum tentang saksi dan korban, tinjauan

umum Prinsip Confidentiality dan Safe Conduct, dan

tinjauan Umum mengenai Undang-Undang No. 13 tahun

2006.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini diuraikan mengenai hasil penelitian dan

pembahasan yaitu tentang perbandingan perlindungan saksi

dan korban terkait prinsip confidentiality dan safe conduct

menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 terhadap

Witness Protection Bill 2008 Malaysia.

BAB IV : PENUTUP

Bab ini berisi mengenai simpulan dan saran terkait dengan

pembahasan permasalahan yang diteliti.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 27: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan tentang Perlindungan Saksi dan Korban di Indonesia

a. Pengertian Perlindungan

Istilah perlindungan dalam UU PSK adalah bentuk perbuatan

untuk memberikan tempat bernaung atau berlindung bagi seseorang

yang membutuhkan, sehingga merasa aman terhadap ancaman

sekitarnya. Pengertian perlindungan ini hampir sama dengan

pengertian perlindungan dalam PP No. 2 Tahun 2002 yang

menyatakan bahwa perlindungan adalah suatu bentuk pelayanan yang

wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau aparat keamanan

untuk memberikan rasa aman baik fisik maupun mental, kepada

korban dan saksi dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari

pihak manapun yang diberikan pada tahap penyelidikan, penyidikan,

penuntutan dan atau pemeriksaan di sidang pengadilan.

b. Pengertian Saksi

Pengertian saksi dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006

tentang Perlindungan Saksi dan Korban (UU PSK) menggunakan

konsep tentang pengertian saksi seperti yang diatur oleh Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Saksi dinyatakan

sebagai orang yang hendak memberikan keterangan guna kepentingan

penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu

perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan/ atau ia

alami sendiri. Perbedaan dengan rumusan KUHAP adalah bahwa

rumusan saksi dalam UU PSK mulai dari tahap penyelidikan sudah

dianggap sebagai saksi sedangkan KUHAP hanya dimulai dari tahap

penyidikan.

Page 28: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

27

Tentang perlindungan terhadap Pelapor sendiri telah lebih awal

diatur dalam Pasal 31 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi yang menjelaskan bahwa pelapor tidak dapat

diajukan dalam sidang pengadilan melainkan harus dilindungi identitas

dan alamatnya.

Saksi dalam rumusan UU PSK dinyatakan sebagai saksi yang

akan memberikan keterangan untuk mendukung proses penyelesaian

perkara pidana. Saksi dalam definisi ini terpisah dengan pihak lain

yang ada korelasi dengan saksi yang bisa terlibat atau mendapatkan

hak-hak yang tercatum dalam Undang-Undang ini. Pembentuk

Undang-Undang lebih memilih pihak-pihak yang termasuk dalam

pengertian saksi dalam UU ini dipisah yaitu antara saksi itu sendiri

dengan keluarga saksi. Pada poin 5 Pasal 1 UU PSK menjelaskan

tentang siapa yang dimaksud dengan keluarga saksi yaitu orang yang

mempunyai hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau kebawah,

atau mempunyai hubungan perkawinan, atau orang yang menjadi

tanggungan saksi dan/ atau korban.

Rumusan tentang saksi yang demikian berbeda, misalnya,

dengan pengertian saksi dalam Undang-Undang tentang perlindungan

saksi negara Kanada yang menyatakan bahwa seorang saksi dalam

program ini adalah:

1) saksi adalah seseorang yang memberikan atau setuju untuk

memberikan informasi atau bukti atau yang ambil bagian dalam

suatu hal yang terkait dengan suatu penyelidikan atau investigasi

atau penuntutan suatu kejahatan, dan yang mungkin membutuhkan

perlindungan karena resiko keamanan atas dirinya dalam kaitan

dengan penyelidikan, investigasi, atau penuntutan tersebut, atau

2) seseorang yang karena hubungan atau ikatannya dengan orang

yang disebut pada bagian diatas mungkin juga membutuhkan

perlindungan karena alasan yang sama seperti bagiana diatas

(www.elsam.or.id/031807/html).

Page 29: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

28

Ketentuan mengenai dapat dimasukkannya pihak lain selain

saksi dan keluarga saksi akan menjamin bahwa pihak-pihak lain yang

mempunyai hubungan dengan saksi juga akan mendapatkan

perlindungan. Undang-Undang perlindungan saksi negara

Kanada.tidak mendefenisikan saksi, namun langsung menyatakan

pihak-pihak yang dapat ikut dalam program perlindungan.

UU Perlindungan Saksi di Quensland (Queensland, Witness

Protection Act 2000) juga menyatakan bahwa seseorang yang boleh

diikutsertakan ke dalam perlindungan saksi adalah orang yang

membutuhkan perlindungan dari suatu bahaya yang muncul karena

orang tersebut telah membantu, atau sedang membantu, suatu badan

penegak hukum dalam menjalankan fungsinya. Namun, jika menurut

Undang-Undang Perlindungan Saksi di Afrika Selatan (South

Afrika,Witness Protection Bill 1998) saksi didefinisikan sebagai setiap

orang yang sedang atau dapat diminta, atau yang telah memberi

kesaksian dalam suatu persidangan.

c. Pengertian Korban

Korban dalam UU PSK dinyatakan sebagai seseorang yang

mengalami penderitaan fisik, mental dan/ atau kerugian ekonomi yang

diakibatkan oleh suatu tindak pidana. Sedangkan pengertian keluarga

korban dalam UU ini adalah orang yang mempunyai hubungan darah

dalam garis lurus ke atas atau kebawah, atau mempunyai hubungan

perkawinan, atau orang yang menjadi tanggungan saksi dan/ atau

korban.

Pengertian tentang korban juga dapat dilihat dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang tata cara pemberian

perlindungan kepada saksi dan korban pelanggaran HAM berat yaitu

menyatakan bahwa korban adalah orang perseorangan atau kelompok

orang yang mengalami penderitaan sebagai akibat pelanggaran hak

asasi manusia yang berat yang memerlukan perlindungan fisik dan

Page 30: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

29

mental dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak

manapun.

Pengertian korban menurut Resolusi Majelis Umum PBB No.

40/34 Tahun 1985 memiliki cakupan yang lebih luas, yaitu korban

adalah orang-orang, baik secara individual maupun kolektif, yang

menderita kerugian akibat perbuatan atau tidak berbuat yang

melanggar hukum pidana yang berlaku disuatu negara, termasuk

peraturan yang melarang penyalahgunaan kekuasaan. Pengertian

kerugian (harm) menurut Resolusi Majelis Umum PBB No. 40/34

Tahun 1985, meliputi kerugian fisik maupun mental (physical or

mental injury), penderitaan emosional (emotional suffering), kerugian

ekonomi (economic loss), atau perusakan substansial dari hak-hak

asasi para korban (substansial impairment of their fundamental rights).

Selanjutnya disebutkan, bahwa seseorang dapat dipertimbangkan

sebagai korban tanpa melihat apakah si pelaku kejahatan itu sudah

diketahui, ditahan, dituntut, atau dipidana dan tanpa memandang

hubungan keluarga antara si pelaku dan korban. Istilah korban juga

mencakup keluarga dekat atau orang-orang yang menjadi tanggungan

korban, dan juga orang-orang yang menderita kerugian karena

berusaha mencegah terjadinya korban.

2. Tinjauan tentang Pengaturan Perlindungan Saksi dan Korban Di

Malaysia

Menurut WITNESS PROTECTION BILL 2008, yang dimaksud

dengan saksi adalah :

a. a person who has given or who has agreed to give evidence on behalf

of the Government in a criminal proceeding (Orang yang telah

memberikan atau yang telah setuju untuk memberikan bukti atas nama

pemerintah dalam proses pidana).

b. a person who has given or who has agreed to give evidence, otherwise

than as mentioned in paragraph (a), in relation to the commission or

Page 31: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

30

possible commission of an offence (Orang yang telah memberikan atau

menyetujui untuk memberikan bukti selain sebagaimana dimaksud

dalam ayat (a), sehubungan dengan komisi atau mungkin komisi suatu

tindak pidana).

c. a person who has provided any information, a statement or assistance

to a public officer or an officer of a public authority in relation to an

offence (Orang yang telah memberikan informasi, pernyataan, atau

bantuan pejabat publik atau pejabat dari publik otoritas dalam

kaitannya dengan tindak pidana).

d. a person who, for any other reason, may require protection or

assistance under the Programme or (Orang yang untuk beberapa

alasan lain, mungkin membutuhkan perlindungan atau bantuan

dibawah program), atau

e. a person who, because of his relationship to or association with any of

the persons referred to in paragraphs (a) to (d), may require

protection or assistance under the Programme (Orang yang karena

hubungan dengan asosiasi atau dengan salah satu pihak sebagaimana

dimaksud dalam pragraf (a) sampai (d), mungkin membutuhkan

perlindungan atau bantuan dibawah Program).

3. Tinjauan tentang Perbandingan Hukum

a. Sejarah Perbandingan Hukum

Perbandingan Hukum sebagai ilmu merupakan suatu cabang

ilmu pengetahuan yang relatif masih sangat muda, karena baru tumbuh

secara pesat pada akhir abad XIX atau awal abad XX. Sebelum itu

memang sudah dilakukan usaha-usaha untuk memperbandingkan

beberapa sistem hukum satu sama lainnya, akan tetapi waktu itu

belumlah dilakukan penelitian secara signifikan dan sistematis dengan

maksud mencapai suatu tujuan tertentu. Sama halnya penelitian secara

terencana belum dilakukan, kerena segala sesuatunya masih berjalan

secara insidentil.

Page 32: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

31

Rene David mengemukakan bahwa perkembangan

Perbandingan Hukum merupakan ilmu yang sama tuanya dengan ilmu

hukum itu sendiri. Namun dalam perkembangannya, Perbandingan

Hukum sebagai ilmu pengetahuan baru terjadi pada abad-abad terakhir

ini. Demikian pula menurut Adolf F. Schnitzer, bahwa baru pada abad

ke-19 Perbandingan Hukum itu berkembang sebagai cabang khusus

dari disiplin ilmu hukum. Usaha perumusan Rancangan Undang-

Undang Duabelas Meja (Law of the Twelve Tables) yang dilakukan

kemudian berdasarkan tradisi, dapat dikatakan merupakan hasil dari

suatu penelitian secara perbandingan, demikian juga halnya dengan

usaha merumuskan asas-asas hukum pokok yang bersifat umum

berdasarkan hukum kebiasaan di Perancis serta Deutsche Privatrecht

di Jerman. Akan tetapi usaha-usaha penelitian tersebut juga belum

dilaksanakan secara berencana, sistematis, dan berkesinambungan.

Perkembangannya sebagai ilmu pengetahuan baru tampak jelas pada

akhir abad XIX dan permulaan abad XX tersebut.

Perkembangan pada abad ke -19 itu terutama terjadi di Eropa,

khususnya Jerman, Perancis, dan Inggris, serta di Amerika. Awalnya

bersifat perseorangan saja yang berminat terhadap studi Perbandingan

Hukum. Seperti dilakukan oleh Montesquieu (Perancis), Mansfield

(Inggris), dan Von Feuerbach, Thibaut, dan Gans (Jerman). Kemudian

berkembang dalam bentuk kelembagaan, seperti halnya di Perancis;

pada tahun 1832 berdiri Institut Perbandingan Hukum di College de

France; dan tahun 1842 Institut Perbandingan Hukum di University of

Paris.

b. Pengertian Perbandingan Hukum

Banyak istilah asing yang menyatakan mengenai Perbandingan

Hukum ini, diantaranya adalah Comparative Law, Comparative

Jurisprudence, Foreign Law (istilah Inggris), Droit Compare (istilah

Perancis), Rechtsvergelijking (istilah Belanda) dan Rechtsvergleichung

atau Vergleichende Rechlehre (istilah Jerman). Di dalam Black’s Law

Page 33: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

32

Dictionary dikemukakan bahwa Comparative Jurisprudence adalah

”suatu studi mengenai prinsip-prinsip ilmu hukum dengan melakukan

perbandingan berbagai macam sistem hukum” (Henry Campbell

Black, 1991: 193).

Istilah perbandingan hukum, dalam bahasa asing,

diterjemahkan: comparative law (bahasa Inggris), vergleihende

rechstlehre (bahasa Belanda), droit comparé (bahasa Perancis). Istilah

ini, dalam pendidikan tinggi hukum di Amerika Serikat, sering

diterjemahkan lain, yaitu sebagai conflict law atau dialih bahasakan,

menjadi hukum perselisihan, yang artinya menjadi lain bagi

pendidikan hukum di Indonesia (Romli Atmasasmita, 2000: 6).

Istilah yang dipergunakan dalam penulisan hukum ini, adalah

perbandingan hukum (pidana). Istilah ini sudah memasyarakat di

kalangan teoritikus hukum di Indonesia, dan tampaknya sudah sejalan

dengan istilah yang telah dipergunakan untuk hal yang sama di bidang

hukum perdata, yaitu perbandingan hukum perdata. Untuk

memperoleh bahan yang lebih lengkap, maka perlu dikemukakan

definisi perbandingan hukum dari beberapa pakar hukum terkenal.

Menurut Rudolf B. Schlesinger sebagaimana dikutip oleh

Romli Atmasasmita, perbandingan hukum merupakan metoda

penyelidikan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan yang

lebih dalam tentang bahan hukum tertentu. Perbandingan hukum

bukanlah perangkat peraturan dan asas-asas hukum dan bukan suatu

cabang hukum, melainkan merupakan teknik untuk menghadapi unsur

dari suatu masalah hukum. Berbeda dengan Winterton yang

mengemukakan, bahwa perbandingan hukum adalah suatu metoda

yaitu perbandingan sistem-sistem hukum dan perbandingan tersebut

menghasilkan data sistem hukum yang dibandingkan (Romli

Atmasasmita, 2000: 7).

Lemaire sebagaimana dikutip oleh Romli Atmasasmita,

mengemukakan, perbandingan hukum sebagai cabang ilmu

Page 34: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

33

pengetahuan (yang juga mempergunakan metoda perbandingan)

mempunyai lingkup: (isi dari) kaidah-kaidah hukum, persamaan dan

perbedaannya, sebab-sebabnya dan dasar-dasar kemasyarakatannya.

Ole Lando mengemukakan antara lain bahwa perbandingan hukum

mencakup : “analysis and comparison of the laws”. Pendapat tersebut

sudah menunjukkan kecenderungan untuk mengakui perbandingan

sebagai cabang ilmu hukum (Romli Atmasasmita, 2000: 9).

c. Macam Perbandingan Hukum

Perbandingan Hukum dapat dibedakan dalam dua macam,

yaitu Perbandingan Hukum Umum dan Perbandingan Hukum Khusus.

1) Perbandingan Hukum Umum

Perbandingan Hukum Umum merupakan suatu ilmu

pengetahuan yang membandingkan hukum secara keseluruhan dari

berbagai negara atau daerah atau golongan warga negara dari suatu

zaman tertentu. Misalnya, membandingkan hukum Indonesia

dengan hukum Myanmar, atau hukum Malaysia dengan hukum

Philipina dari abad XX.

2) Perbandingan Hukum Khusus

Perbandingan Hukum Khusus adalah ilmu pengetahuan

yang membandingkan lembaga-lembaga hukum dari berbagai

negara, daerah atau golongan warga negara dari suatu zaman

tertentu. Misalnya, membandingkan lembaga perkawinan versi

Burgerlijk Wetboek (BW) dengan lembaga perkawinan menurut

hukum adat dari abad XX.

d. Tujuan Perbandingan Hukum

Menurut Satjipto Rahardjo penggarapan dalam perbandingan

hukum dapat dilakukan atas dasar keinginan, antara lain :

1) Menunjukkan perbedaan dan persamaan yang ada diantara sistem

hukum atau bidang-bidang hukum yang dipelajari.

2) Menjelaskan mengapa terjadi persamaan atau perbedaan yang

demikian itu, faktor-faktor apa yang menyebabkannya.

Page 35: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

34

3) Memberikan penilaian terhadap masing-masing sistem yang

digunakan.

4) Memikirkan kemungkinan-kemungkinan apa yang bisa ditarik

sebagai kelanjutan dari hasil-hasil studi perbandingan yang telah

dilakukan.

5) Merumuskan kecenderungan-kecenderungan yang umum pada

perkembangan hukum, termasuk di dalamnya irama dan

keteraturan yang dapat dilihat pada perkembangan hukum

tersebut.

6) Salah satu segi yang penting dari perbandingan ini adalah

kemungkinan untuk menemukan asas-asas umum yang didapat

sebagai hasil dari pelacakan yang dilakukan dengan cara

membandingkan tersebut (Satjipto Rahardjo, 1996: 348-349).

e. Kegunaan Perbandingan Hukum

Kegunaan mempelajari perbandingan hukum ada dua, yaitu :

1) Kegunaan yang bersifat teoritis

Studi perbandingan hukum dapat mendukung

perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum pidana

pada khususnya. Kegunaan teoritis ini meliputi dua hal, yaitu:

(a) Erat kaitannya dengan riset di bidang filsafat hukum dan

sejarah hukum.

(b) Erat kaitannya dengan pemahaman dan pengembangan

hukum nasional.

2) Kegunaan yang bersifat praktis

Studi perbandingan hukum memberikan masukan positif

bagi perkembangan pembentukan hukum pada umumnya dan

pembentukan hukum pidana pada khususnya (Romli Atmasasmita,

2000: 14-15).

Menurut Soedarto sebagaimana dikutip oleh Romli

Atmasasmita, kegunaan studi perbandingan hukum adalah:

(a) Unifikasi hukum.

Page 36: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

35

(b) Harmonisasi hukum.

(c) Mencegah adanya chauvinisme hukum nasional.

(d) Memahami hukum asing.

(e) Pembaharuan hukum (Romli Atmasasmita, 2000: 16).

B. Kerangka Pemikiran

Tindak Pidana

Tersangka saksi Korban

Perlindungan hukum

Prinsip Confidentiality

dan Safe Conduct

Indonesia Malaysia

UU no. 13 Tahun 2006

Witness Protection Bill 2008

Persamaan Perbedaan

Page 37: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

36

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas dapat diketahui bahwa dalam

suatu tindak pidana pasti terdapat tersangka, korban, dan saksi. Dalam proses

persidangan, terutama yang berkenaan dengan Saksi dan Korban, tidak sedikit

kasus yang kandas ditengah jalan disebabkan ketiadaan Saksi dan Korban

yang dapat mendukung tugas penegak hukum. Oleh karena itu, keberadaan

Saksi dan Korban merupakan suatu unsur yang sangat menentukan dalam

suatu proses peradilan pidana. Peran Saksi dan Korban dalam proses peradilan

pidana selama ini sangat jauh dari perhatian masyarakat dan penegak hukum.

Adanya kasus-kasus yang tidak terungkap dan tidak terselesaikan disebabkan

oleh karena keengganan saksi dan Korban untuk memberikan kesaksian

kepada penegak hukum karena mendapat ancaman dari pihak-tertentu.

Pentingnya pemberian perlindungan terhadap saksi dalam proses

pidana merupakan prinsip yang bersifat universal. Semua negara tanpa

membedakan sistem hukum yang dianutnya membuat regulasi tentang

perlindungan saksi dalam hukum nasionalnya, Sebagai upaya perlindungan

hukum terhadap saksi dan korban maka terwujud Prinsip Confidentiality dan

safe conduct yang di Indonesia direalisasikan dalam Undang-Undang Nomor

13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, sedangkan di Negara

Malaysia diatur dalam Witness Peotection Bill 2008. Melalui studi

perbandingan hukum akan dapat diketahui adanya persamaan dan perbedaan

serta kelebihan dan kelemahan diantara kedua jenis sistem hukum.

.

Page 38: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

37

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persamaan dan Perbedaan dalam regulasi prinsip confidentiality dan safe

conduct menurut UU No. 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan

Korban dengan Witness Protection Bill 2008 Malaysia

Pada proses peradilan pidana, saksi adalah kunci untuk memperoleh

kebenaran materil. Seringkali orang enggan untuk menjadi saksi dalam proses

pidana di pengadilan dengan berbagai alasan antara lain: tidak adanya

penggantian akomodasi, adanya ancaman, intimidasi atau kekhawatiran

kehilangan penghasilan. Ketidakhadiran saksi merupakan penghambat dalam

proses pidana. Berdasarkan hal tersebut, perlindungan saksi dan korban

merupakan kebutuhan yang sangat urgen. Di dalam hukum pidana materiil

(KUHP) dan hukum pidana formil (KUHAP) tidak diatur secara rinci dan

jelas perlindungan saksi dan korban.

Ketentuan yang dapat diartikan sebagai perlindungan terhadap saksi

juga dapat diketemukan di dalam berbagai perundangan pidana khusus,

misalnya : UU HAM, UU Pengadilan HAM, UU Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi, UU Terorisme, UU Pencucian Uang, dan UU Narkotika.

Pengaturan perlindungan saksi yang lebih terperinci bias dijumpai di dalam

UU No. 13 tahun 2006 tentang perlindungan Saksi dan Korban. Undang-

undang tentang perlindungan saksi dan korban tersebut mengandung aspek

anonimitas atau samaran, safe conduct, video link, confidentiality atau

kerahasian dan ganti rugi. Anonimitas atau samaran berkaitan dengan langkah

untuk menyembunyikan identitas saksi yang sesungguhnya. Safe conduct

adalah keringanan hukuman bagi saksi yang terlibat dalam tindak pidana jika

bersedia bekerja sama. Video link dan teleconference adalah perlindungan

dalam bentuk lain sehingga saksi tidak perlu hadir di persidangan, dan

confidentiality adalah kerahasian.

Page 39: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

38

1. Pengaturan Program Perlindungan Saksi dan Korban dalam UU

No.13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban

a. Latar Belakang UU No. 13 tahun 2006

Salah satu alat bukti yang sah dalam proses peradilan pidana

adalah keterangan saksi dan/atau korban yang mendengar, melihat

atau mengalami sendiri terjadinya suatu tindak pidana dalam rangka

menemukan dan mencari kejelasan tentang tindak pidana yang

dilakukan oleh pelaku tindak pidana. Penegak hukum dalam

menemukan dan mencari kejelasan tentang tindak pidana yang

dilakukan oleh pelaku tindak pidana sering mengalami kesulitan

karena tidak dapat menghadirkan saksi dan/atau korban disebabkan

adanya ancaman, baik fisik maupun psikis dari pihak tertentu.

Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dilakukan perlindungan bagi

saksi dan/atau korban yang sangat penting keberadaannya dalam

proses peradilan pidana.

Keberhasilan suatu proses peradilan pidana sangat

bergantung pada alat bukti yang berhasil diungkap atau ditemukan.

Dalam proses persidangan, terutama yang berkenaan dengan Saksi,

banyak kasus yang tidak terungkap akibat tidak adanya Saksi yang

dapat mendukung tugas penegak hukum. Padahal, adanya Saksi dan

Korban merupakan unsur yang sangat menentukan dalam proses

peradilan pidana. Keberadaan Saksi dan Korban dalam proses

peradilan pidana selama ini kurang mendapat perhatian masyarakat

dan penegak hukum. Kasus-kasus yang tidak terungkap dan tidak

terselesaikan banyak disebabkan oleh Saksi dan Korban takut

memberikan kesaksian kepada penegak hukum karena mendapat

ancaman dari pihak tertentu. Dalam rangka menumbuhkan partisipasi

masyarakat untuk mengungkap tindak pidana, perlu diciptakan iklim

yang kondusif dengan cara memberikan perlindungan hukum dan

keamanan kepada setiap orang yang mengetahui atau menemukan

Page 40: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

39

suatu hal yang dapat membantu mengungkap tindak pidana yang telah

terjadi dan melaporkan hal tersebut kepada penegak hukum.

Pelapor yang demikian itu harus diberi perlindungan hukum

dan keamanan yang memadai atas laporannya, sehingga ia tidak

merasa terancam atau terintimidasi baik hak maupun jiwanya. Dengan

jaminan perlindungan hukum dan keamanan tersebut, diharapkan

tercipta suatu keadaan yang memungkinkan masyarakat tidak lagi

merasa takut untuk melaporkan suatu tindak pidana yang diketahuinya

kepada penegak hukum, karena khawatir atau takut jiwanya terancam

oleh pihak tertentu.

Perlindungan Saksi dan Korban dalam proses peradilan

pidana di Indonesia belum diatur secara khusus. Pasal 50 sampai

dengan Pasal 68 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana hanya mengatur perlindungan terhadap

tersangka atau terdakwa untuk mendapat perlindungan dari berbagai

kemungkinan pelanggaran hak asasi manusia. Oleh karena itu, sudah

saatnya perlindungan Saksi dan Korban diatur dengan undang-undang

tersendiri. Berdasarkan asas kesamaan di depan hukum (equality

before the law) yang menjadi salah satu ciri negara hukum, Saksi dan

Korban dalam proses peradilan pidana harus diberi jaminan

perlindungan hukum.

b. Perlindungan dan Hak Saksi dan Korban

Perlindungan yang diberikan melalui UU PSK adalah

perlindungan khusus yang diberikan kepada saksi dan korban dimana

bobot ancaman atau tingkat kerusakan yang derita oleh saksi dan/ atau

korban ditentukan melalui proses penetapan oleh LPSK. Definisi

mengenai perlindungan dalam UU PSK terdapat pada Pasal 1 angka 6.

Menurut UU PSK perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak

dan pemberian bantuan. Lebih lanjut dalam UU PSK menyatakan

bahwa perlindungan saksi dan korban adalah bertujuan untuk

Page 41: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

40

memberikan rasa aman kepada saksi dan/ atau korban dalam

memberikan keterangan pada setiap proses peradilan.

Pasal 5 UU PSK, Pasal 6, dan Pasal 7 menjadi rujukan

mengenai hak-hak, bentuk-bentuk perlindungan, dan bentuk bantuan

yang dijamin oleh undang-undang. Dalam Pasal 5, terdapat 13 (tiga

belas) hak saksi dan atau korban yang dalam konteks pemberian

perlindungan akan diberikan oleh LPSK. Dalam Pasal 5 tersebut, UU

PSK menyebutkan bahwa perlindungan utama yang dperlukan adalah

perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta benda, serta

bebas dari ancaman yang berkaitan dengan kesaksiannya dalam proses

perkara yang berjalan. Selain Pasal 5 itu, korban juga memiliki hak

atas kompensasi dan hak atas restitusi sebagaimana diatur pada Pasal

7 UU PSK. Menurut UU PSK, dalam Pasal 6 khusus terhadap korban

pelanggaran hak asasi manusia berhak pula atas bantuan medis dan

bantuan rehabilitasi psiko-sosial.

Undang-Undang No. 16 tahun 2006 memberikan

perlindungan pada Saksi dan Korban dalam semua tahap proses

peradilan pidana dalam lingkungan peradilan. Sedangkan

Perlindungan Saksi dan Korban berasaskan pada:

1) Penghargaan atas harkat dan martabat manusia.

2) Rasa aman.

3) Keadilan.

4) Tidak diskriminatif, dan

5) Kepastian hukum.

Perlindungan Saksi dan Korban bertujuan memberikan rasa

aman kepada Saksi dan/atau Korban dalam memberikan keterangan

pada setiap proses peradilan pidana. Menurut UU No. 16 tahun 2006

Seorang Saksi dan Korban berhak:

1) Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan

harta bendanya,

Page 42: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

41

2) Serta bebas dari Ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang

akan, sedang, atau telah diberikannya;

3) Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk

perlindungan dan dukungan keamanan;

4) Memberikan keterangan tanpa tekanan;

5) Mendapat penerjemah;

6) Bebas dari pertanyaan yang menjerat;

7) Mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus;

8) Mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan;

9) Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan;

10) Mendapat identitas baru;

11) Mendapatkan tempat kediaman baru;

12) Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan

kebutuhan;

13) Mendapat nasihat hukum; dan/atau

14) Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu

perlindungan berakhir.

Hak-hak tersebut diberikan kepada Saksi dan/atau Korban

tindak pidana dalam kasus-kasus tertentu sesuai dengan keputusan

LPSK. Korban dalam pelanggaran hak asasi manusia yang berat,

selain berhak atas hak sebagaimana di atas, juga berhak untuk

mendapatkan:

1) Bantuan medis, dan

2) Bantuan rehabilitasi psiko-sosial.

Korban melalui LPSK berhak mengajukan ke pengadilan

berupa:

1) Hak atas kompensasi dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia

yang berat;

2) Hak atas restitusi atau ganti kerugian yang menjadi tanggung

jawab pelaku tindak pidana. Keputusan mengenai kompensasi

dan restitusi diberikan oleh pengadilan.

Page 43: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

42

Perlindungan dan hak Saksi dan Korban diberikan sejak

tahap penyelidikan dimulai dan berakhir sesuai dengan ketentuan

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Saksi dan/atau Korban

yang merasa dirinya berada dalam Ancaman yang sangat besar, atas

persetujuan hakim dapat memberikan kesaksian tanpa hadir langsung

di pengadilan tempat perkara tersebut sedang diperiksa. Saksi dan/atau

Korban dapat memberikan kesaksiannya secara tertulis yang

disampaikan di hadapan pejabat yang berwenang dan membubuhkan

tanda tangannya pada berita acara yang memuat tentang kesaksian

tersebut. Saksi dan/atau Korban dapat pula didengar kesaksiannya

secara langsung melalui sarana elektronik dengan didampingi oleh

pejabat yang berwenang.

Saksi, Korban, dan pelapor tidak dapat dituntut secara hukum

baik pidana maupun. perdata atas laporan, kesaksian yang akan,

sedang, atau telah diberikannya. Seorang Saksi yang juga tersangka

dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana

apabila ia ternyata terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, tetapi

kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam

meringankan pidana yang akan dijatuhkan. Ketentuan ini tidak

berlaku terhadap Saksi, Korban, dan pelapor yang memberikan

keterangan tidak dengan itikad baik.

c. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)

UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan

Korban dalam ketentuan umumnya telah menyatakan bahwa Lembaga

Perlindungan Saksi dan Korban, yang selanjutnya disingkat LPSK,

adalah lembaga yang bertugas dan berwenang untuk memberikan

perlindungan dan hak-hak lain kepada Saksi dan/atau Korban

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Undang-Undang

Perlindungan Saksi dan Korban (UU PSK) tidak merinci tugas dan

kewenangan dari LPSK tersebut lebih lanjut. Perumus UU

kelihatannya tidak menjabarkan tugas dan kewenangan LPSK dalam

Page 44: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

43

suatu bagian atau bab tersendiri dalam UU No 13 tahun 2006 seperti

peraturan lainnya, melainkan menyebarkan di seluruh UU.

Adapun tugas dan kewenangan LPSK yang tersebar dalam

UU No 13 Tahun 2006, yaitu:

1) Menerima permohonan Saksi dan/ atau Korban untuk

perlindungan.

2) Memberikan keputusan pemberian perlindungan Saksi dan/

atauKorban.

3) Memberikan perlindungan kepada Saksi dan/ atau Korban.

4) Menghentikan program perlindungan Saksi dan/ atau Korban.

5) Mengajukan ke pengadilan (berdasarkan keinginan korban)

berupa hak atas kompensasi dalam kasus pelanggaran hak asasi

manusia yang berat; dan hak atas restitusi atau ganti kerugian

yang menjadi tanggung jawab pelaku tindak pidana.

6) Menerima permintaan tertulis dari korban ataupun orang yang

mewakili korban untuk bantuan.

7) Menentukan kelayakan, jangka waktu dan besaran biaya yang

diperlukan diberikannya bantuan kepada Saksi dan/ atau Korban.

8) Bekerja sama dengan instansi terkait yang berwenang dalam

melaksanakan pemberian perlindungan dan bantuan.

Jika dilihat dari tugas maupun kewenangan yang diberikan

oleh UU PSK terhadap LPSK, secara umum terkesan sudah

mencukupi. Namun jika diperhatikan dengan teliti, apalagi jika

dikaitkan dengan mandat dari undang-undangnya maka kewenangan

dari lembaga ini masih kurang memadai. Ada beberapa hal penting

yang sebaiknya menjadi kewenangan LPSK adalah yang seharusnya

masuk di dalam UU No 13 Tahun 2006 yakni:

1) Diberikan wewenang untuk menentukan layanan-layanan apa

yang akan diberikan bagi saksi, untuk memberikan bukti dalam

persidangan apapun. LPSK sebaiknya diperbolehkan membuat

peraturan-peraturan yang berhubungan dengan:

Page 45: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

44

a) bantuan dan dukungan bagi saksi selama di pengadilan.

b) penyediaan tempat khusus bagi saksi di pengadilan.

c) konsultasi bagi para saksi, dan

d) hal-hal lain yang oleh LPSK dipandang sangat perlu diatur

untuk menyediakan pelayanan bagi saksi di pengadilan.

2) Melaksanakan tugas-tugas administratif menyangkut

perlindungan saksi dan orang orang terkait, termasuk menyangkut

perlindungan sementara dan layanan-layanan lainnya.

3) Membuat perjanjian-perjanjian tentang bantuan yang akan

dilakukan oleh orang-orang, institusi atau organisasi. Misalnya

membuat kesepakatan dengan Departemen dilingkungan

Pemerintahan lainnya, atau membuat perjanjian dengan orang,

institusi atau organisasi untuk kepentingan LPSK yang lebih luas.

4) Diberikan wewenang untuk (1) menggunakan fasilitas atau

perlengkapan-perlengkapan milik atau yang ada di bawah

penguasaan Depertemen, orang, institusi atau organisasi tersebut;

(2) mendapatkan dokumen-dokumen atau informasi lainnya yang

dibutuhkan dalam rangka perlindungan seseorang yang

dilindungi; atau menyangkut berbagai hal yang akan membuat

ketentuan-ketentuan Undang-Undang Perlindungan Saksi dan

Korban ini dapat berjalan.

5) Menetapkan langkah-langkah dan cara-cara bagaimana ketentuan-

ketentuan UU PSK mesti dijalankan oleh kantor-kantor

cabangnya jika ada dan menunjuk tempat-tempat yang akan

difungsikan sebagai tempat-tempat aman. LPSK harus juga

mengawasi para staf di lembaga perlindungan saksi; dan boleh

menjalankan kewenangan serta harus melaksanakan fungsi atau

mengerjakan tugas-tugas yang diberikan, ditugaskan atau

dibebankan kepadanya oleh atau berdasarkan Undang-Undang.

6) Secara tertulis mendelegasikan kewenangan, fungsi dan tugas-

tugas yang diberikan, ditugaskan atau dibebankan kepadanya

Page 46: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

45

kepada anggota lain di LPSK. Anggota LPSK yang didelegasikan

kewenangan, fungsi dan tugas-tugas sebagaimana dimaksud

dalam bagian di atas, harus menjalankan kewenangan,

melaksanakan fungsi dan tugas-tugas dibawah pengawasan dan

petunjuk dari ketua LPSK.

7) Ketua LPSK dapat sewaktu-waktu mencabut pendelegasian

secara tertulis, dan pendelegasian kewenangan, fungsi dan tugas-

tugas tidak menghalangi ketua menjalankan, melaksanakan atau

mengerjakan kewenangan, fungsi dan tugas-tugas itu sendiri.

8) Semua Departemen dilingkungan Pemerintah harus memberikan

bantuan yang sekiranya diperlukan dalam rangka menjalankan,

melaksanakan atau mengerjakan kewenangan, fungsi dan tugas-

tugas yang diberikan, ditugaskan atau dibebankan kepada ketua

oleh atau menurut UU PSK.

9) Kewenangan lainnya yang dibutuhkan oleh lembaga ini dalam

kaitannya dengan lembaga penegak hukum lainnya adalah hak

memberikan rekomendasi tentang kondisi saksi maupun korban

termasuk ketika saksi akan memberikan keterangan dalam

persidangan-persidangan pidana.

10) Memiliki hak untuk tidak memberikan informasi tentang data-

data tertentu dari saksi (rahasia) yang masuk dalam program

perlindungan saksi.

d. Syarat dan Tata Cara Pemberian Perlindungan dan Bantuan

Perjanjian perlindungan LPSK terhadap Saksi dan/atau

Korban tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)

diberikan dengan mempertimbangkan syarat sebagai berikut:

1) Sifat pentingnya keterangan Saksi dan/atau Korban.

2) Tingkat ancaman yang membahayakan Saksi dan/atau Korban.

3) Hasil analisis tim medis atau psikolog terhadap Saksi dan/atau

Korban.

Page 47: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

46

4) Rekam jejak kejahatan yang pernah dilakukan oleh Saksi dan/atau

Korban.

Tata cara memperoleh perlindungan sebagai berikut:

1) Saksi dan/atau Korban yang bersangkutan, baik atas inisiatif

sendiri maupun atas permintaan pejabat yang berwenang,

mengajukan permohonan secara tertulis kepada LPSK.

2) LPSK segera melakukan pemeriksaan terhadap permohonan

tersebut.

3) Keputusan LPSK diberikan secara tertulis paling lambat 7 (tujuh)

hari sejak permohonan perlindungan diajukan.

Dalam hal LPSK menerima permohonan, Saksi dan/atau

Korban Saksi dan/atau Korban menandatangani pernyataan kesediaan

mengikuti syarat dan ketentuan perlindungan Saksi dan Korban.

Pernyataan kesediaan mengikuti syarat dan ketentuan perlindungan

Saksi dan Korban memuat:

1) Kesediaan Saksi dan/atau Korban untuk memberikan kesaksian

dalam proses peradilan.

2) Kesediaan Saksi dan/atau Korban untuk menaati aturan yang

berkenaan dengan keselamatannya.

3) Kesediaan Saksi dan/atau Korban untuk tidak berhubungan

dengan cara apa pun dcngan orang lain selain atas persetujuan

LPSK, selama ia berada dalam perlindungan LPSK.

4) Kewajiban Saksi dan/atau Korban untuk tidak memberitahukan

kepada siapa pun mengenai keberadaannya di bawah

perlindungan LPSK; dan hal-hal lain yang dianggap perlu oleh

LPSK.

LPSK wajib memberikan perlindungan sepenuhnya kepada

Saksi dan/atau Korban, termasuk keluarganya, sejak

ditandatanganinya pernyataan kesediaan. Perlindungan atas keamanan

Saksi dan/atau Korban hanya dapat dihentikan berdasarkan alasan:

Page 48: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

47

1) Saksi dan/atau Korban meminta agar perlindungan terhadapnya

dihentikan dalam hal permohonan diajukan atas inisiatif sendiri.

2) Atas permintaan pejabat yang berwenang dalam hal permintaan

perlindungan terhadap Saksi dan/atau Korban berdasarkan atas

permintaan pejabat yang bersangkutan.

3) Saksi dan/atau Korban melanggar ketentuan sebagaimana tertulis

dalam perjanjian; atau LPSK berpendapat bahwa Saksi dan/atau

Korban tidak lagi memerlukan perlindungan berdasarkan bukti-

bukti yang meyakinkan.

4) Penghentian perlindungan keamanan seorang Saksi dan/atau

Korban harus dilakukan secara tertulis.

Bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diberikan

kepada seorang Saksi dan/atau Korban atas permintaan tertulis dari

yang bersangkutan ataupun orang yang mewakilinya kepada LPSK.

LPSK menentukan kelayakan diberikannya bantuan kepada Saksi

dan/atau Korban. Dalam hal Saksi dan/atau Korban layak diberi

bantuan, LPSK menentukan jangka waktu dan besaran biaya yang

diperlukan. Keputusan LPSK mengenai pemberian bantuan kepada

Saksi dan/atau Korban harus diberitahukan secara tertulis kepada yang

bersangkutan dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak

diterimanya permintaan tersebut.

Dalam melaksanakan pemberian perlindungan dan bantuan,

LPSK dapat bekerja lama dengan instansi terkait yang berwenang.

Dalam melaksanakan perlindungan dan bantuan instansi terkait sesuai

dengan kewenangannya wajib melaksanakan keputusan LPSK sesuai

dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.

e. Ketentuan Pidana

1) Setiap orang yang memaksakan kehendaknya baik menggunakan

kekerasan maupun cara-cara tertentu, yang menyebabkan Saksi

dan/atau Korban tidak memperoleh perlindungan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf d sehingga

Page 49: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

48

Saksi dan/atau Korban tidak memberikan kesaksiannya pada

tahap pemeriksaan tingkat mana pun, dipidana dengan pidana

penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)

tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.40.000.000,00 (empat

puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.200. 000.000,00 (dua

ratus juta rupiah).

2) Setiap orang yang melakukan pemaksaan kehendak sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) sehingga menimbulkan luka berat pada

Saksi dan/atau Korban, dipidana dengan pidana penjara paling

singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana

denda paling sedikit Rp.80.000.000,00 (delapan puluh juta

rupiah) dan paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah).

3) Setiap orang yang melakukan pemaksaan kehendak sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) sehingga mengakibatkan matinya Saksi

dan/atau Korban, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5

(lima) tahun dan paling lama seumur hidup dan pidana denda

paling sedikit Rp.80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah) dan

paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

4) Setiap orang yang menghalang-halangi dengan cara apapun,

sehingga Saksi dan/atau Korban tidak memperoleh perlindungan

atau bantuan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf

a dan huruf d, Pasal 6, atau Pasal 7 ayat (1), dipidana dengan

pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7

(tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.80.000.000,00

(delapan puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.500.000.000,00

(lima ratus juta rupiah).

5) Setiap orang yang menyebabkan Saksi dan/atau Korban atau

keluarganya kehilangan pekerjaan karena Saksi dan/atau Korban

tersebut memberikan kesaksian yang benar dalam proses

peradilan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua)

Page 50: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

49

tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling

sedikit Rp.80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah) dan paling

banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

6) Setiap orang yang menyebabkan dirugikannya atau dikuranginya

hak-hak Saksi dan/atau Korban sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 5, Pasal 6, atau Pasal 7 ayat (1) karena Saksi dan/atau

Korban memberikan kesaksian yang benar dalam proses

peradilan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)

tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling

sedikit Rp.30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) dan paling

banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

7) Setiap orang yang memberitahukan keberadaan Saksi dan/atau

Korban yang tengah dilindungi dalam suatu tempat khusus yang

dirahasiakan oleh LPSK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5

ayat (1) huruf j, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3

(tiga) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda

paling sedikit Rp.80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah) dan

paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

8) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37,

Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, dan Pasal 41 dilakukan oleh pejabat

publik, ancaman pidananya ditambah dengan 1/3.

f. Ketentuan Peralihan

Pada saat Undang-Undang ini diundangkan, peraturan

perundang-undangan yang mengatur mengenai perlindungan terhadap

Saksi dan/atau Korban dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak

bertentangan dengan Undang-Undang ini.

2. Pengaturan Perlindungan Saksi dalam Witness Protection Bill 2008

Malaysia

a. Purpose (tujuan)

Page 51: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

50

WITNESS PROTECTION BILL 2008 is an Act to establish a

programme for the protection of witnesses and for other matters

connected therewith. ENACTED by the Parliament of Malaysia as

follows: This Act may be cited as the Witness Protection Act 2008.

This Act comes into operation on a date to be appointed by the

Minister by notification in the Gazette. (Witness Protection Bill 2008

adalah Undang-Undang yang mengatur program untuk perlindungan

saksi dan untuk hal-hal lain yang terhubung dengannya. Undang-

undang ini dapat disebut sebagai Undang-Undang Perlindungan Saksi

2008. Undang-undang ini datang ke dalam operasi pada tanggal yang

akan ditetapkan oleh Menteri dengan pemberitahuan dalam berita).

1) Enforcement Agency (Agen Penyelenggara hukum):

includes a body or agency that is responsible for the

enforcement of laws relating to the prevention, detection and

investigation of any offence. ( termasuk badan atau lembaga yang

bertanggung jawab atas penegakan hukum yang berkaitan dengan

pencegahan, deteksi dan penyelidikan tindak pidana)

2) Register (Pendaftar)

The Register of Participants maintained under section 11

by a Registrar of Witness Protection. (Pendaftaran Peserta

dilaksanakan sesuai pasal 11 oleh Panitera Perlindungan Saksi)

3) Director General (Direktur Umum)

means the Director General of Witness Protection

appointed under subsection 4(1). (Direktur Umum dari

Perlindungan Saksi, yang ditunjuk dalam pasal 4 (1)).

4) Minister (Menteri)

Means the Minister charged with the responsibility for

Witness Protection Programme. (Menteri yang bertanggungjawab

untuk Program Perlindungan Saksi).

Page 52: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

51

5) Registrar (Panitera)

Means the Registrar of Witness Protection appointed under

subsection 11(1). (Panitera Perlindungan Saksi ditunjuk dibawah

pasal 11 (1)).

6) Participant (Peserta)

Means a witness who has been included in the Programme.

(seorang saksi yang telah dimasukkan dalam Program).

7) Public authority (Otoritas Publik)

Means the public authority as defined in Clause (2) of

Article 160 of the Federal Constitution. (otoritas publik

sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) Pasal 160 Konstitusi

Federal).

8) Programme (Program)

Means the Witness Protection Programme established

under this Act. (Program Perlindungan Saksi didirikan di bawah

Undang-undang ini).

9) Criminal proceeding (Proses Peradilan Pidana)

Includes any criminal trial or inquiry before a court or

tribunal having criminal jurisdiction, an inquest or inquiry into

death and a police investigation under the Criminal Procedure

Code [Act 593], and any investigation by any other authority

under any written law. (termasuk pengadilan kriminal atau

penyelidikan sebelum pengadilan atau pengadilan yang memiliki

yurisdiksi pidana, suatu pemeriksaan atau penyelidikan dalam

kematian dan penyelidikan polisi di bawah Prosedur Pidana

[Act 593], dan penyelidikan oleh kewenangan yang lain

berdasarkan undang-undang tertulis).

b. Witness Protection Programme (Program Perlindungan Saksi)

There is established a Witness Protection Programme to be

maintained by the Director General. The Minister may appoint a

Director General and a Deputy Director General of Witness

Page 53: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

52

Protection from amongst members of the public services. The Minister

may appoint such other person or persons, as he deems fit, to assist the

Director General in carrying out the purposes of this Act. Every

person appointed under subsection (2) shall be subject to general

direction, control and supervision of the Director General and shall

have and exercise all the powers of the Director General under this

Act except those referred in subsections 12(1) and 15(1). In the event

that the Director General is absent or unable to act due to illness or

any other cause, the Deputy Director General shall exercise the

powers of the Director General under subsections 12(1) and 15(1).

The function of Director General are shall be responsible for

the recommendation of witnesses to whom protection and assistance

may be provided under the Programme and The Director General may

arrange or provide protection and other assistance to a witness or

participant under the Programme.

(Menteri dapat menunjuk Direktur Umum dan Deputi Direktur

Umum Perlindungan Saksi dari para anggotanya dari layanan publik.

Menteri juga dapat menunjuk orang lain atau orang yang dianggap

cocok, untuk membantu Direktur Umum dalam melaksanakan tujuan

Undang-undang ini. Setiap orang yang ditunjuk untuk membantu

Direktur Umum akan dikendalikan dan diawasi oleh Direktur Umum

dan harus memiliki dan melaksanakan semua kekuasaan Direktur

Umum di bawah Undang-undang ini kecuali yang dimaksud dalam

pasal 12 (1) dan 15 (1). Namun jika Direktur Umum tidak hadir atau

tidak mampu menyebabkan bertindak karena sakit atau apapun

lainnya, Wakil Direktur Umum harus melaksanakan kekuasaan

Direktur Umum di bawah pasal 12 (1) dan 15 (1).

Adapun fungsi dari Direktur Umum adalah Direktur Umum

harus menanggapi rekomendasi dari saksi kepada siapa perlindungan

dan bantuan akan diberikan di bawah program dan Direktur Umum

Page 54: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

53

dapat mengatur atau memberikan perlindungan dan bantuan lainnya

kepada saksi atau peserta di bawah Program).

c. Application for inclusion in the Programme (Permohonan untuk

dimasukkan kedalam Program)

Any witness may apply to the Director General to be included

in the Programme. An enforcement agency may, with the written

consent of a witness, apply to the Director General that the witness be

included in the Programme. If a witness is under eighteen years of

age, a parent or guardian of the witness may apply on his behalf to be

included in the Programme. Upon receipt of an application under this

section, the Director General may provide interim protection and

assistance to a witness.

(Saksi dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Umum

untuk dimasukkan dalam Program atau dapat melalui lembaga

berwenang, dengan persetujuan tertulis dari saksi lalu diajukan kepada

Direktur Umum dan kemudian saksi dimasukkan ke dalam Program

ini. Jika seorang saksi di bawah usia delapan belas tahun, maka orang

tua atau wali saksi tersebut berlaku atas namanya untuk dapat

dimasukkan dalam Program ini. Setelah menerima permohonan

dibawah bagian ini, yang Direktur Jenderal dapat memberikan

perlindungan dan bantuan sementara kepada saksi).

d. Witness to disclose certain matters (Kesaksian untuk

Mengungkapkan Hal-hal Tertentu)

In an application under section 7, a witness shall ((Pada

aplikasi di bawah bagian pasal 7, saksi harus)

1) Disclose to the Director General details of all outstanding legal

obligations of the witness; (saksi wajib mengungkapkan kepada

Direktur Umum rincian dari semua kewajiban hukum saksi).

2) Disclose to the Director General details of any outstanding debts

of the witness, including any outstanding tax; (mengungkapkan

Page 55: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

54

kepada Direktur Umum hutang dalam bentuk apapun yang

dimiliki saksi, termasuk pajak terhutang).

3) Disclose to the Director General details of the criminal history of

the witness which includes orders relating to sentences imposed

on the witness; (mengungkapkan kepada Direktur Umum, sejarah

pidana saksi yang mencakup perintah yang berkaitan dengan

kalimat yang dikenakan pada saksi).

4) Disclose to the Director General details of any civil proceedings

that have been instituted by or against the witness;

(mengungkapkan kepada Direktur Umum setiap proses sipil yang

telah dilembagakan oleh atau terhadap saksi).

5) Disclose to the Director General details of any bankruptcy

proceedings that have been instituted against the witness;

(mengungkapkan kepada Direktur Umum, proses kebangkrutan

apapun yang telah dilembagakan terhadap saksi).

6) Inform the Director General whether the witness is an

undischarged bankrupt under the Bankruptcy Act 1967 [Act 360]

and, if the witness is an undischarged bankrupt, shall submit to

the Director General copies of all documents relating to the

bankruptcy; (Direktur Umum memberitahukan apakah saksi

adalah sebuah bangkrut, “undischarged” berdasarkan Undang-

Undang Kepailitan1967 (Act 360) dan, jika saksi adalah bangkrut,

maka saksi akan menyerahkan salinan semua dokumen yamg

berkaitan dengan kepailitan kepada Direktur Jenderal).

7) Inform the Director General whether there are any restrictions on

the witness holding positions in companies, whether public or

private and, if there are, give to the Director General copies of all

documents relating to those restrictions; (Direktur Umum

memberitahukan apakah ada pembatasan terhadap saksi

memegang posisi dalam perusahaan, baik publik maupun swasta

Page 56: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

55

dan, jika ada, diberikan kepada Direktur Jenderal salinan dari

semua dokumen yang berkaitan dengan batasan-batasan).

8) Disclose to the Director General details of the immigration status

of the witness; ( Mengungkapkan status imigrasi saksi ke rincian

Direktur Umum).

9) Disclose to the Director General details of any reparation order

that is in force against the witness; (Mengungkapkan urutan

perbaikan apapun yang berlaku terhadap saksi, ke rincian Direktur

Umum).

10) Disclose to the Director General details of the financial liabilities

and assets, whether real or personal, of the witness;

(mengungkapkan ke rincian Direktur Umum kewajiban keuangan

dan aktiva, baik nyata maupun pribadi, dari saksi).

11) Inform the Director General whether any of the property of the

witness, whether real or personal, is liable to forfeiture or

confiscation or is subject to restraint under any other law;

(memberitahukan Direktur Umum apakah ada property saksi

tersebut, baik nyata atau pribadi, yang dapat dikenakan

perampasan atau penyitaan atau tunduk di bawah pengendalian

hukum lainnya).

12) Inform the Director General of the general medical condition of

the witness; (memberitahu Direktur Umum kondisi medis saksi

secara umum).

13) Disclose to the Director General details of any relevant court

orders or arrangements relating to custody or access to children;

(mengungkapkan ke rincian Direktur Umum, perintah pengadilan

yang relevan atau pengaturan yang berkaitan dengan tahanan atau

akses untuk anak-anak).

14) Disclose to the Director General details of any business dealings

in which the witness is involved; and (mengungkapkan ke rincian

Page 57: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

56

Direktur Umum, tentang transaksi bisnis di mana saksi terlibat,

dan).

15) Disclose to the Director General details of any arrangements that

the witness has made for (mengungkapkan ke rincian Direktur

Umum setiap pengaturan saksi yang telah dibuat untuk)

a) The service of documents on the witness(pelayanan dokumen

saksi).

b) Representation in proceedings in a court;( representasi dalam

proses di pengadilan.

c) Enforcement of judgments in favour of the witness; and

(penegakan hukum dalam mendukung saksi, dan).

d) Compliance with the enforcement of judgments against the

witness.(sesuai dengan keputusan penegakan terhadap saksi).

The Director General may send such witness to under go

medical, psychological or psychiatric examinations to determine his

suitability for inclusion in the Programme. Any person who discloses

or supplies information to the Director General for the purpose of

assisting the Director General in deciding whether or not to

recommend him to be included in the Programme shall not disclose or

supply information which he knows or ought reasonably to know is

false.

(Direktur Jenderal dapat mengirim saksi tersebut untuk

menjalani pemeriksaan medis, Psikologis atau psikiatris untuk

menentukan kesesuaiannya untuk dimasukkan dalam Program. Setiap

orang yang mengungkapkan atau menyediakan informasi kepada

Direktur Jenderal dengan tujuan membantu Direktur Jenderal dalam

memutuskan apakah dapat atau tidak seorang saksi direkomendasikan

untuk dimasukkan dalam Program, maka orang tersebut tidak boleh

mengungkapkan atau memberikan informasi palsu yang sebenarnya

dia tahu atau seharusnya cukup tahu tentang informasi tersebut).

Page 58: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

57

e. Factors to be considered (faktor-faktor yang harus

dipertimbangkan)

The Director General in deciding whether to recommend that a

witness is to be included in the Programme shall consider the

following: (Direktur Jenderal dalam memutuskan apakah saksi akan

direkomendasikan untuk dimasukkan dalam Program, harus

mempertimbangkan hal-hal berikut):

1) Whether the witness has a criminal record, particularly in respect

of crimes of violence, and whether that record indicates a risk to

the public if the witness is included in the Programme; (apakah

saksi memiliki catatan kriminal, khususnya mengenai kejahatan

kekerasan, dan apakah catatan tersebut mengindikasikan risiko

kepada masyarakat jika saksi dimasukkan di Program ini).

2) The result of a medical, psychological or psychiatric examinations

conducted under subsection 8(2); ( hasil medis tes psikologis atau

psikiatris yang dilakukan dalam ayat 8 (2)).

3) The seriousness of the offence to which the evidence or statement

of the witness relates; (keseriusan pelanggaran dari bukti atau

pernyataan saksi terkait).

4) The nature and importance of the evidence or statement of the

witness; (sifat dan pentingnya bukti atau pernyataan saksi

tersebut).

5) Whether there are alternative methods of protecting the witness;

(apakah ada metode alternatif untuk melindungi saksi).

6) The nature of the perceived danger to the witness; (sifat saksi

yang dianggap bahaya).

7) The nature of the relationship of the witness to other witnesses

being selected for inclusion in the Programme; and (sifat

hubungan relasi saksi dengan saksi-saksi yang lainnya yang

dipilih untuk dimasukkan dalam Program; dan )

Page 59: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

58

8) Any other matters as the Director General considers relevant.

(hal-hal lain yang dipertimbangkan secara relevan oleh Direktur

Umum).

The Director General may make such other inquiries and

investigations, as he considers necessary, for the purposes of assessing

whether the witness is to be recommended to be included in the

Programme.

( Direktur Jenderal dapat membuat pertanyaan lainnya seperti

itu dan investigasi, saat ia menganggap perlu, untuk tujuan menilai

apakah saksi dapat direkomendasikan untuk dimasukkan di Program

ini).

f. Inclusion in the Programme (yang disertakan dalam Program)

The Director General shall, after considering the factors

referred to in section 9, recommend whether or not a witness is to be

included in the Programme. Every recommendation by the Director

General for a witness to be included in the Programme, shall be made

to the Attorney General.

The Attorney General, upon receiving the recommendation

referred to in subsection (1), shall decide whether or not to include a

witness in the Programme. If any person is aggrieved by the decision

of the Attorney General under subsection (3), he may appeal in writing

to the Minister within fourteen days from the date of receipt of the

decision.

Where an appeal is made under subsection (4) the Attorney

General shall submit his grounds of decision together with the

recommendation of the Director General under subsection (1) to the

Minister and the protection and assistance to the witness, if provided

by the Director General under subsection 7(4), shall continue until the

decision on the appeal is made by the Minister. The Minister shall,

Page 60: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

59

upon receipt of an appeal under subsection (4) make a decision on the

appeal.

(Direktur Umum, setelah mempertimbangkan faktor-faktor

sebagaimana dimaksud dalam pasal 9, merekomendasikan apakah

saksi dapat atau tidak untuk dimasukkan dalam Program. Setiap

rekomendasi oleh Direktur Umum untuk saksi dimasukkan dalam

program tersebut, akan diajukan kepada Jaksa Umum.

Jaksa Umum, setelah menerima rekomendasi dimaksud dalam

ayat (1), harus memutuskan apakah dapat atau tidak untuk

memasukkan saksi dalam Program. Jika ada orang yang dirugikan oleh

keputusan Jaksa Umum dalam ayat (3), ia dapat mengajukan keberatan

secara tertulis kepada Menteri dalam waktu empat belas hari sejak

tanggal diterimanya keputusan.

Apabila banding dibuat dalam ayat (4), Jaksa Agung wajib

menyampaikan alasan tentang keputusan, bersama-sama dengan

rekomendasi dari Direktur Jenderal dalam ayat (1) kepada Menteri,

serta jika disediakan perlindungan dan bantuan kepada saksi oleh

Direktur Jenderal pada pasal 7 (4), harus terus sampai keputusan atas

keberatan tersebut dibuat oleh Menteri. Menteri setelah menerima

banding dari ayat (4), membuat keputusan atas keberatan tersebut).

g. Register of Participants (Daftar Peserta)

The Minister shall appoint a Registrar of Witness Protection to

maintain a Register of Participants. The Register shall contain the

following: (Menteri menunjuk Panitera Perlindungan Saksi untuk

menjaga Daftar Peserta. Daftar tersebut memuat):

1) The participant’s identity. (Identitas peserta).

2) If the participant has been provided with a new identity under the

Programme, the participant’s new identity. (Identitas baru peserta,

jika peserta telah diberikan identitas baru dengan program

tersebut).

3) The participant’s address. (Alamat peserta).

Page 61: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

60

4) The participant’s previous convictions. (keyakinan sebelumnya

peserta).

5) The date on which the participant is included in the Programme.

(tanggal peserta yang termasuk dalam Program).

6) The date on which the participant ceases to be in the Programme;

and (tanggal di mana peserta tidak lagi berada di Program. dan)

7) Details of any order given by the Director General under

subsection 15(1). (rincian suatu perintah yang diberikan oleh

Direktur Umum di bawah pasal 15 (1)).

The Registrar shall keep in his custody in such form and

manner as he may determine the following documents. notwithstanding

any written law to the contrary, in the case of a participant being

given a new identity: (Panitera akan tetap dalam tahanan di bentuk dan

cara saat ia dapat menentukan dokumen-dokumen berikut: meskipun

bertentangan dengan hukum tertulis, peserta akan diberi identitas baru

sebagai berikut):

1) The birth certificate, identity card, marriage certificate and any

other document relating to the original identity of the participant,

and (akte kelahiran, kartu identitas, surat nikah dan dokumen lain

yang terkait dengan asli identitas peserta, dan)

2) A copy of the new birth certificate, identity card, marriage

certificate and any other document issued under the Programme;

and (salinan akte kelahiran baru, kartu identitas, pernikahan

sertifikat dan dokumen lainnya yang diterbitkan di bawah

Program, dan)

3) A copy of an order given by the Director General under (dan

salinan perintah yang diberikan oleh Direktur Jenderal di bawah

ayat 15 (1)).

Page 62: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

61

h. Access to Register (akses ke pendaftaran)

No person shall have access to the Register and to the

documents kept by the Registrar except the Minister, Attorney General,

Director General and any other person who is authorized in writing by

the Director General.

Notwithstanding any written law to the contrary, the Register

shall not be produced to any person or in any proceedings in a court,

tribunal, Commission or an inquiry. Any person who contravenes this

section commits an offence and shall, on conviction, be punished with

imprisonment for a term not exceeding twenty years.

(Tidak seorangpun yang boleh memiliki akses ke Daftar dan ke

dokumen yang disimpan oleh Panitera kecuali Menteri, Jaksa Umum,

Direktur Umum dan orang lain yang berwenang secara tertulis oleh

Direktur Umum.

Menyimpang dari hukum tertulis yang bertentangan, tidak

setiap orang atau setiap proses dalam pengadilan, pengadilan, Komisi

atau penyelidikan, dilakukan pendaftaran. Setiap orang yang

bertentangan dengan bagian ini melakukan kejahatan dan pada

keyakinan, akan dihukum dengan pidana penjara selama jangka waktu

tidak melebihi dua puluh tahun).

i. Action where a witness is included in the Programme (tindakan

setelah saksi dimasukkan dalam program)

The Director General shall take such actions, as he considers

necessary and reasonable, to protect the safety and welfare of a

participant. The action may include: (Direktur Umum harus

mengambil tindakan seperti saat dia menganggap perlu dan beralasan,

untuk melindungi keselamatan dan kesejahteraan peserta. Tindakan

tersebut dapat mencakup):

1) providing accommodation for the participant. (menyediakan

akomodasi untuk peserta).

2) relocating the participant. (merelokasi peserta).

Page 63: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

62

3) applying for any document necessary to allow the participant to

establish a new identity. (menerapkan untuk setiap dokumen yang

diperlukan yang memungkinkan untuk membentuk identitas baru

peserta).

4) providing transport for the transfer of the property of the

participant. (memperoleh transportasi untuk transfer milik

peserta).

5) providing payment equivalent to the remuneration that the

participant was receiving before being included in the Programme

including any increment to the remuneration which the participant

would have been entitled to, if he was not included in the

Programme. (mendapat pembayaran setara dengan remunerasi

peserta yang telah diterima sebelum dimasukkan dalam Program

termasuk kenaikan untuk remunerasi yang menjadi hak peserta,

jika ia tidak termasuk dalam Program).

6) where the participant is unemployed before being included in the

Programme, providing payments to the participant for the purpose

of meeting the reasonable living expenses of the participant

including, where appropriate, living expenses of the family of the

participant and providing, whether directly or indirectly, other

reasonable financial assistance. (bagi peserta yang menganggur

sebelum disertakan dalam Program, mendapatkan pembayaran

untuk tujuan pertemuan yang wajar termasuk biaya hidup peserta,

beban keluarga peserta dan memberikan baik secara langsung atau

tidak langsung, bantuan keuangan lainnya yang wajar).

7) providing payments to the participant for the purpose of meeting

costs associated with relocation. (mendapatkan pembayaran untuk

tujuan pertemuan biaya yang terkait dengan relokasi).

8) providing assistance to the participant in obtaining employment

or access to education. (memperoleh bantuan dalam memperoleh

pekerjaan atau akses ke pendidikan).

Page 64: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

63

9) providing other assistance to the participant with a view to

ensuring that the participant becomes self-supporting. and

(memperoleh bantuan lain untuk memastikan agar peserta menjadi

mandiri).

10) any other action that the Director General considers necessary

(dan memperoleh bantuan lain yang dianggap Direktur Jenderal

perlu).

Notwithstanding any written law to the contrary, there shall be

no relocation of any participant by the Director General under

paragraph (2)(b): ( Menyimpang dari hukum tertulis yang

bertentangan dengan itu, tidak akan ada relokasi setiap peserta oleh

Direktur Jenderal di bawah ayat (2) (b), jika)

1). to the State of Sabah from any place outside the State of Sabah,

and (ke Negara Bagian Sabah dari tempat di luar Negara Sabah,

dan)

2). to the State of Sarawak from any place outside the State of

Sarawak. (Negara Bagian Sarawak dari tempat di luar Negara

Sarawak).

Where the Director General makes a request to any person,

having the power or duty under any other written law to issue birth

certificate, identity card, marriage certificate or any other document

relating to the identity of a participant, to issue a new document

necessary to allow the participant to establish a new identity, such

person shall comply with the request.

The Director General shall not apply for any document to

allow a participant to establish a new identity under paragraph (2)(c)

unless he has obtained a written consent from the participant. The

Director General may permit his officer to use assumed names in

carrying out their duties in relation to the Programme and to carry

documentation supporting those assumed names.

Page 65: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

64

(Apabila Direktur Umum membuat permohonan kepada

siapapun, dengan kekuasaan atau kewajiban berdasarkan undang-

undang tertulis lainnya untuk menerbitkan sertifikat kelahiran, kartu

identitas, surat nikah, atau dokumen yang lainnya yang berkaitan

dengan identitas peserta, untuk mengeluarkan dokumen baru yang

diperlukan untuk memungkinkan peserta membentuk suatu identitas

yang baru, maka orang tersebut harus memenuhi permintaan tersebut.

Tidak pada setiap dokumen Direktur Umum memungkinkan

untuk membangun identitas baru peserta seperti pada ayat 2 (c) kecuali

ia telah mendapatkan persetujuan tertulis dari peserta. Direktur Umum

dapat memberikan izin kepada petugas-petugasnya untuk

menggunakan nama-nama yang diasumsikan dalam melaksanakan

tugas mereka dalam hubungannya dengan Program dan untuk

melaksanakan pendokumentasian yang mendukung pengasumsian

nama tersebut).

j. Rights, Obligations, Non Disclosure and Termination (Hak,

Kewajiban, Ketidakterbukaan dan Pengakhiran)

1). Dealing with outstanding rights and obligations of participant

(Berurusan dengan hak dan kewajiban yang beredar peserta)

Where a participant has any outstanding rights or

obligations or is subject to any restrictions, the Director General

shall take such steps as are reasonably practicable to ensure that

(Bagi peserta yang mempunyai hak yang luar biasa atau kewajiban

atau dikenakan pembatasan. Direktur Umum harus mengambil

langkah-langkah untuk memastikan bahwa):

a) those rights or obligations are dealt with according to the

relevant law, or (hak-hak atau kewajiban ditangani dengan

menurut hukum yang relevan, atau

b) the participant complies with those restrictions. (sesuai dengan

batasan-batasan peserta).

Page 66: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

65

The action under subsection (1) may include: (Langkah-

langkah tersebut dapat meliputi):

a) providing protection for the participant while the participant is

attending a court, or (memberikan perlindungan bagi peserta

selama peserta Hadir ke pengadilan, atau)

b) notifying a party or possible party to any legal proceedings

that the Director General will accept process issued by a court

or tribunal on behalf of the participant, and the Director

General may appoint any officer for the purpose.

(memberitahukan pihak-pihak untuk setiap proses hukum

bahwa Direktur Umum akan menerima proses yang diterbitkan

oleh pengadilan atau tribunal atas nama peserta, dan Direktur

Umum dapat menunjuk petugas untuk tujuan apapun).

If the Director General is satisfied that a participant who

has been provided with a new identity under the Programme is

using the new identity to (Jika Direktur Umum yakin bahwa peserta

yang diberikan dengan identitas baru di bawah Program adalah

menggunakan identitas baru untuk,

a) avoid obligations that were incurred before the new identity

was provided, or (menghindari kewajiban yang terjadi

sebelum baru identitas diberikan, atau)

b) avoid complying with restrictions that were imposed before

the new identity was provided. (menghindari sesuai dengan

pembatasan yang diberlakukan sebelum identitas baru

diberikan).

the Director General shall give notice in writing to the

participant. (Direktur Umum harus menyampaikan pemberitahuan

tertulis kepada peserta).

The notice under subsection (3) shall state that, unless the

participant satisfies the Director General that the obligations will

be dealt with according to the relevant law or the restrictions will

Page 67: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

66

be complied with, the Director General shall take such action as

he considers reasonably necessary to ensure that they are dealt

with according to the law or complied with.

The action taken under subsection (4) may include

informing any person who is seeking to enforce rights against the

participant of the details of any property, whether real or personal,

owned by the participant under his original identity.

(Pemberitahuan dalam ayat (3) menyatakan bahwa, kecuali

peserta meyakinkan Direktur Umum bahwa kewajiban akan

dilakukan sesuai dengan hukum yang relevan atau pembatasan

akan diikuti, Direktur Umum harus mengambil tindakan yang

dianggap wajar dan diperlukan untuk memastikan bahwa perlakuan

mereka menurut hukum atau memenuhi hukum.

Tindakan yang diambil dalam ayat (4) mungkin termasuk

menginformasikan setiap orang yang meminta dilaksanakan hak-

haknya terhadap rincian harta apapun milik peserta, baik nyata atau

pribadi, yang dimiliki oleh peserta di bawah identitas aslinya).

2). Non disclosure of original identity of participant (non

pengungkapan identitas asli peserta)

Notwithstanding any written law to the contrary, where a

participant who has been provided with a new identity under the

Programme is required by or under a law to disclose his original

identity for a particular purpose, he shall not disclose his original

identity for that purpose unless the Director General has given the

participant a written order to do so.

Where a participant has not been given an order under

subsection (1) to disclose his original identity, it shall be lawful for

the participant, in any proceedings or for any purpose, under any

law, to claim that his new identity is his only identity.

(Menyimpang dari hukum tertulis yang bertentangan, di

mana peserta yang telah dilengkapi dengan identitas baru di bawah

Page 68: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

67

Program diperlukan oleh atau berdasarkan hukum untuk

mengungkapkan identitas aslinya untuk tujuan tertentu, dia tidak

boleh mengungkapkan identitas aslinya untuk tujuan tersebut

kecuali Direktur Umum telah memberikan peserta perintah tertulis

untuk melakukannya.

Apabila peserta belum diberi perintah di bawah ayat (1)

untuk mengungkapkan identitas aslinya, hal itu akan sah untuk

peserta, di dalam setiap proses atau untuk tujuan apapun, di bawah

hukum, untuk mengklaim bahwa identitas barunya adalah identitas

satu-satunya).

3). Termination of protection and assistance (Penghentian

perlindungan dan bantuan)

The Director General may recommend to the

AttorneyGeneral that the protection and assistance provided to a

participant under the Programme be terminated by the Attorney

General, where (Direktur Umum dapat merekomendasikan kepada

Jaksa Umum bahwa perlindungan dan bantuan yang diberikan

kepada peserta dengan program tersebut dihentikan oleh Jaksa

Umum, jika)

a) The participant had knowingly given information that is false

or misleading. ( peserta itu sengaja memberikan informasi

yang palsu atau menyesatkan).

b) The participant’s conduct or threatened conduct is, in the

opinion of the Director General, likely to compromise the

integrity of the Programme. (peserta melakukan atau

mengancam melakukan ini, di pendapat Direktur Umum,

cenderung berkompromi integritas Program).

c) The circumstances that gave rise to the need for protection

and assistance for the participant cease to exist; or (kondisi

yang memunculkan kebutuhan akan perlindungan dan

bantuan bagi peserta tidak ada lagi, atau)

Page 69: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

68

d) There is, in the opinion of the Director General, no

reasonable justification for the participant to remain in the

Programme.(menurut pendapat Direktur Umum, tidak ada

pembenaran memadai untuk peserta tetap di Program

tersebut).

The Attorney General upon receiving the recommendation

under subsection (1) shall decide whether or not to terminate the

protection and assistance provided to the participant under the

Programme. The Attorney General shall give a participant an

opportunity to be heard before making his decision under

subsection (2). The provisions of subsection (3) shall not apply

where the Attorney General does not know the participant’s

whereabouts. Where a participant has been given an opportunity

to be heard and the participant fails to make any representation,

the Attorney General shall proceed to make a decision on the

recommendation submitted. (Jaksa Umum setelah menerima

rekomendasi dalam ayat (1) harus memutuskan apakah dapat atau

tidak untuk mengakhiri perlindungan dan bantuan yang diberikan

kepada peserta di bawah Program. Jaksa Umum akan memberikan

kesempatan peserta untuk didengar sebelum membuat keputusan

dalam ayat (2). Ketentuan ayat (3) tidak berlaku dimana Jaksa

Umum tidak tahu keberadaan para peserta. Apabila peserta telah

diberi kesempatan untuk didengar dan peserta gagal untuk

membuat representasi apapun, Jaksa Umum akan melanjutkan

untuk membuat keputusan tentang rekomendasi yang

disampaikan).

Notwithstanding subsection (1), a participant may make a

request in writing to the Director General that the protection and

assistance provided under the Programme be terminated by

theAttorney General. Upon receipt of a request under subsection

(6), the Director General shall make a recommendation to the

Page 70: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

69

Attorney General for his decision. If a participant is aggrieved by

the decision of the Attorney General under subsection (2) or (7), he

may appeal in writing to the Minister within fourteen days from the

date of receipt of the decision.Where an appeal is made under

subsection (2) or (7). (Menyimpang dari ayat (1), peserta dapat

membuat permintaan secara tertulis kepada Direktur Umum bahwa

perlindungan dan Bantuan yang diberikan di bawah Program

dihentikan oleh Jaksa Umum. Setelah menerima permintaan dalam

ayat (6), Direktur Umum harus membuat rekomendasi kepada

Jaksa Umum untuk keputusannya. Jika peserta adalah dirugikan

oleh keputusan Kejaksaan Umum dalam ayat (2) atau (7), ia dapat

mengajukan keberatan secara tertulis kepada Menteri dalam waktu

empat belas hari sejak tanggal diterimanya keputusan. Apabila

banding dibuat dalam ayat (2) atau (7), maka):

a) The Attorney General shall submit his grounds of decision

together with the recommendation of the Director General

under subsection (1) or (7) to the Minister, and (Jaksa Umum

wajib menyampaikan alasan tentang keputusan bersama-sama

dengan rekomendasi dari Direktur Umum dalam ayat (1) atau

(7) kepada Menteri dan)

b) A participant shall remain in the Programme until a decision

on the appeal is made by the Minister. (peserta akan tetap di

Program ini sampai keputusan atas keberatan tersebut dibuat

oleh Menteri).

The Minister shall, upon receipt of an appeal under

subsection (8), make a decision on the appeal. Upon termination of

the protection and assistance provided under the Programme to a

participant, the Director General may where it is expedient and

necessary: ( Menteri setelah menerima, banding di bawah ayat (8),

membuat keputusan atas keberatan tersebut. Setelah berakhirnya

Page 71: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

70

perlindungan dan bantuan yang diberikan di bawah Program untuk

peserta, Direktur Umum dapat memberikan kebijakan yang perlu):

a) notify the participant of the termination; and

(memberitahukan kepada peserta pemutusan kontrak kerja;

dan)

b) notify the relevant public services and public authorities of

the termination. (memberitahukan pelayanan publik yang

relevan dan otoritas public terminasi ini).

4). Obligation of secrecy (kewajiban untuk merahasiakan)

Except as provided in this Act, the Director General or any

of his officer, whether during his tenure of office or during his

employment or after that, and any other person who has by any

means access to any information or document relating to the

affairs of the Programme, shall not give or otherwise disclose such

information or document to any person.

Any person who contravenes subsection (1) commits an

offence and shall, on conviction, be punished with imprisonment

for a term not exceeding twenty years.

(Kecuali sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini,

Direktur Umum atau salah satu perwira, apakah selama masa

jabatannya atau selama bekerja atau setelah itu, dan orang lain

yang telah oleh segala cara mencari akses untuk informasi atau

dokumen yang berkaitan dengan urusan Program, tidak akan

memberikan atau mengungkapkan informasi atau dokumen

tersebut terhadap siapapun.

Setiap orang yang bertentangan dengan ayat (1) melakukan

suatu pelanggaran dan pada keyakinan, akan dihukum dengan

pidana penjara untuk jangka waktu tidak melebihi dua puluh

tahun).

5). Director General not required to disclose information (direktur

umum tidak diharuskan untuk memperlihatkan informasi)

Page 72: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

71

Subject to section 12 and subsection (2), the Director

General or any of his officers shall not be required (Subject untuk

bagian 12 ayat (2), Direktur Umum atau pejabat lainnya tidak

diwajibkan):

a) To produce in any proceedings in a court, tribunal,

Commission or an inquiry, any document that has come into

the custody or control of the Director General or his officer,

or (untuk menghasilkan dalam setiap proses di pengadilan,

Komisi atau penyelidikan, setiap dokumen yang telah datang

ke dalam tahanan atau penguasaan Direktur Umum atau

petugasnya, atau)

b) To divulge or communicate to such a body any matter or thing

that has come to the notice of the Director General or any of

his office. (mengungkapkan atau berkomunikasi dengan tubuh

seperti masalah atau apapun hal yang telah sampai ke

pemberitahuan Direktur Umum atau pegawainya).

in the performance of their functions and duties under this

Act, except where it is necessary to do so for carrying out the

purposes of this Act. If it is essential to the determination of any

legal proceedings that the Judge or Magistrate presiding over the

proceedings be advised of a participant’s location and

circumstances, the person referred to in subsection (1) is to

disclose the relevant information to the Judge or Magistrate in

chambers, but the person shall not disclose the information if any

person other than the Judge or Magistrate is present.

A Judge or Magistrate shall not disclose any information

disclosed to the Judge or Magistrate under subsection (2)

otherwise than in accordance with this Act.

(Pelaksanaan fungsi dan tugas berdasarkan Undang-undang

ini, kecuali perlu dilakukan untuk melaksanakan tujuan Undang-

undang ini. Jika itu adalah penting untuk penentuan proses hukum

Page 73: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

72

apapun bahwa Hakim atau hakim pemimpin persidangan lebih

disarankan dari lokasi peserta dan keadaannya, orang yang

dimaksud dalam ayat (1) adalah untuk mengungkapkan informasi

yang relevan kepada Hakim atau Majelis Hakim, tetapi orang

tersebut tidak akan mengungkapkan informasi jika orang lain

daripada Hakim hadir.

Seorang Hakim tidak boleh mengungkapkan informasi

apapun yang diungkapkan kepada Hakim dibawah pasal 2 kecuali

sesuai dengan Undang-undang ini).

6). Requirement where participant becomes a witness in a criminal

proceeding (syarat peserta menjadi saksi dalam sebuah proses

peradilan pidana)

Where a participant or former participant who is provided

with a new identity under the Programme is to be a witness in a

criminal proceeding under the new identity, the participant or

former participant, as the case may be, shall notify the Director

General that he is to be a witness in the proceeding.

(Dimana peserta atau mantan peserta yang disediakan

dengan identitas baru di bawah Program adalah untuk menjadi

saksi dalam suatu proses peradilan pidana, di bawah identitas baru,

peserta atau mantan peserta, yang mungkin sebagai perkara, harus

memberitahu Direktur Umum bahwa ia menjadi saksi dalam sidang

tersebut).

7). Identity of participant not to be disclosed in court proceedings

(identitas peserta tidak dapat diungkapkan dalam proses

pengadilan)

Where in any proceedings in a court, tribunal, Commission

or an inquiry, the identity of a participant is in issue or may be

disclosed, the court, tribunal Commission or inquiry shall, unless it

considers that the interest of justice requires otherwise (Apabila

dalam proses di pengadilan, Komisi atau penyelidikan, identitas

Page 74: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

73

peserta dalam masalah atau mungkin diungkapkan, pengadilan,

Komisi pengadilan atau mungkin penyelidikan, kecuali

menganggap bahwa kepentingan keadilan memerlukan dinyatakan)

a) Conduct that part of the proceedings that relates to the identity

of the participant in camera, and (melakukan bagian dari

proses yang berhubungan dengan identitas peserta dalam

kamera, dan)

b) Make such order relating to the suppression of publication of

evidence given before the court, tribunal, commission or

inquiry as, in its opinion, will ensure that the identity of the

participant is not disclosed. (perintah sehubungan dengan

tekanan terhadap publikasi bukti yang diberikan sebelum

pengadilan, komisi atau seperti penyelidikan, dalam pendapat

ini, akan dipastikan bahwa identitas peserta tersebut tidak

diungkapkan).

Any person who contravenes paragraph (1)(b) commits an

offence and shall, on conviction, be liable to a fine not exceeding

fifty thousand ringgit or to imprisonment for a term not exceeding

ten years or to both.

(Setiap orang yang bertentangan dengan ayat (1)

(b) melakukan suatu pelanggaran dan pada keyakinan, dikenakan

denda tidak melebihi lima puluh ribu ringgit atau penjara untuk

jangka waktu tidak melebihi sepuluh tahun atau keduanya).

k. Payment under the Programme not to be confiscated (pembayaran

dibawah program tidak dapat disita)

Notwithstanding any written law to the contrary, any payment

made to a participant under the Programme shall not be confiscated,

forfeited or frozen and shall not be used for any other purpose except

as provided under this Act.

(Menyimpang dari hukum tertulis bertentangan dengan itu,

pembayaran dibuat untuk peserta di bawah Program tidak akan

Page 75: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

74

disita,di batalkan atau beku dan tidak boleh digunakan untuk tujuan

lain kecuali seperti yang disyaratkan dalam Undang-undang ini).

l. Special arrangement

Nothing in this Act shall prevent the Director General from

making special arrangements with a person under which a participant

is able to obtain benefits under a contract or arrangements without

disclosing the participant’s original identity.

(Dalam Undang-undang ini tidak ada yang dapat mencegah

Direktur Umum dari pembuatan perjanjian khusus dengan seseorang di

mana peserta dapat memperoleh manfaat dibawah kontrak atau

perjanjian tanpa mengungkapkan identitas asli peserta).

m. Exclusion of judicial review (pengecualian judicial review)

There shall be no judicial review in any court of any act done

or any decision made by the Minister, Attorney General or the

Director General under this Act. In this section, “judicial review”

includes proceedings instituted by way of: (Tidak akan ada peninjauan

kembali di pengadilan dari suatu tindakan yang dilakukan atau

keputusan yang dibuat oleh Menteri, Jaksa Umum atau Direktur

Umum berdasarkan Undang-undang ini. Pada bagian ini, "judicial

review" mencakup proses melembagakan dengan cara):

1) An application for any of the prerogative orders of mandamus,

prohibition or certiorari. (penggunaan untuk penulisan perintah

hak istimewa apapun, larangan atau hukum).

2) An application for a declaration or an injunction. (penggunaan

untuk suatu pernyataan atau sebuah keputusan)

3) Any write of habeas corpus; or (perintah tertulis hak untuk

diperiksa dimuka hakim, atau)

4) Any other suit or action relating to or arising out of any act done

or any decision made in pursuance of any power conferred upon

the Minister, Attorney General or the Director General by any

provision of this Act. (gugatan atau tindakan lain yang berkaitan

Page 76: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

75

dengan atau yang timbul dari dilakukannya tindakan atau

keputusan yang dibuat menurut kekuasaan yang diberikan kepada

Menteri, Jaksa Umum atau Direktur Umum dengan ketentuan

Undang-undang ini).

n. Protection from suit (perlindungan dari gugatan)

An action shall not lie and prosecution shall not be brought,

instituted or maintained against any person in any court for anything

done or omitted to be done under this Act (Sebuah tindakan tidak dapat

berbohong dan penuntutan tidak akan diajukan, dilembagakan atau

dipertahankan terhadap siapa pun dalam pengadilan untuk segala

sesuatu yang dilakukan atau diabaikan untuk dilakukan dibawah

Undang-undang ini)

a) in good faith. (dengan itikad baik).

b) in the reasonable belief that it was necessary for the purpose

intended to be served thereby, or (dalam keyakinan yang layak

bahwa ini diperlukan untuk tujuan yang diharapkan untuk dapat

dilayani dengan cara demikian, atau).

c) for carrying into effect the provisions of this Act. (untuk mengatasi

pengaruh dari ketentuan Undang-undang ini).

o. Institution of prosecution (lembaga penuntutan)

No prosecution in respect of any offence under this Act shall be

instituted except by or with the written consent of the Public

Prosecutor.

(Tidak ada penuntutan sehubungan dengan tindak pidana

berdasarkan Undang-undang ini yang boleh dilembagakan kecuali oleh

atau dengan persetujuan tertulis dari Jaksa umum).

p. Offences (pelanggaran)

Except as provided in this Act, no person shall disclose any

information (Kecuali sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini

tidak ada orang boleh mengungkapkan Informasi):

Page 77: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

76

1) About the identity or location of a witness, participant or former

participant. or (tentang identitas atau lokasi saksi, peserta atau

mantan peserta, atau).

2) That compromises the security of such a witness, participant or

former participant. (kompromi keamanan seperti seorang saksi,

peserta atau mantan peserta).

A person who is or has been a participant, or a witness who

has been considered for recommendation for inclusion in the

Programme, shall not disclose (Orang yang sedang atau telah menjadi

peserta, atau saksi yang telah dipertimbangkan untuk rekomendasi

untuk dimasukkan dalam Program, tidak akan mengungkapkan)

1) The fact that he is or has been a participant or has been

considered for recommendation for inclusion in the Programme.

(fakta bahwa ia sedang atau telah menjadi peserta atau telah

dipertimbangkan untuk rekomendasi untuk dimasukkan dalam

Program).

2) Information as to the manner in which the Programme operates;

or (informasi cara di mana Program beroperasi, atau).

3) Information about any officer who is or has been involved in the

Programme, unless the person has been authorized in writing by

the Director General to make such disclosure. (informasi tentang

petugas yang sedang atau telah terlibat dalam Program ini kecuali

orang yang telah diizinkan secara tertulis oleh Direktur Umum

untuk melakukan pengungkapan informasi tersebut).

Any person who contravenes (Setiap orang yang bertentangan

dengan)

1) Paragraph (1)(a) or (b) commits an offence and shall, on

conviction, be punished with imprisonment for a term not

exceeding twenty years, or (Paragraf (1) (a) atau (b) melakukan

kejahatan dan harus, pada keyakinan, akan dihukum dengan

Page 78: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

77

pidana penjara untuk jangka waktu tidak melebihi dua puluh

tahun, atau)

2) Paragraph (2)(a), (b) or (c) commits an offence and shall, on

conviction, be punished with imprisonment for a term not

exceeding ten years. ( paragraf (2) (a), (b) atau (c) melakukan

kejahatan dan harus, pada keyakinan, akan dihukum dengan

pidana penjara untuk jangka waktu tidak lebih dari sepuluh tahun).

q. Abetments and attempts (penghasutan dan upaya)

Any person who abets or attempts to commit any offence

punishable under this Act shall be liable to be punished with the

punishment provided for that offence.

(Setiap seseorang yang berusaha atau mencoba untuk

melakukan kejahatan apapun dapat dihukum berdasarkan Undang-

undang ini, bertanggung jawab untuk dihukum dengan hukuman yang

diberikan untuk pelanggaran itu).

r. Powers of police officers not derogated (Kekuatan polisi tidak

derogated)

Nothing contained in this Act shall derogate from the powers of

a police officer to provide protection and assistance to a witness under

the Police Act 1967 [Act 344].

(Tidak ada yang terkandung dalam Undang-undang ini yang

akan menentang kekuasaan dari seorang perwira polisi untuk

memberikan perlindungan dan bantuan kepada saksi berdasarkan

Undang-Undang Kepolisian 1967 [Undang-Undang 344]).

s. Report to the Minister (laporan kepada menteri)

The Director General shall, not later than 31 March of the

following year, submit an annual report to the Minister relating to the

general operation, performance and effectiveness of the Programme.

The Director General may, whenever he considers it necessary

to do so, submit special reports to the Minister on any matter in

relation to the Programme.

Page 79: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

78

(Direktur Umum, tidak lebih dari 31 Maret dari tahun

berikutnya, menyerahkan laporan tahunan kepada Menteri terkait

untuk pengoperasian umum, kinerja dan efektivitas Program.

Direktur Umum dapat, setiap kali ia menganggap perlu untuk

melakukannya, menyampaikan laporan khusus kepada Menteri tentang

masalah apapun yang berhubungan dengan Program).

t. Regulations (penutupan)

The Minister may make such regulations as may be expedient

or necessary for carrying out the purposes of this Act.

(Menteri dapat membuat peraturan yang dianggap bijaksana

atau diperlukan untuk melaksanakan tujuan Undang-undang ini).

3. Persamaan dan Perbedaan dalam regulasi prinsip confidentiality dan

safe conduct menurut UU No. 13 tahun 2006 tentang Perlindungan

Saksi dan Korban dengan Witness Protection Bill 2008 Malaysia

a. Persamaan dan Perbedaan:

1). Persamaan:

No Persamaan Indonesia Malaysia

1. Segi definisi

saksi

mempunyai

kesamaan

definisi

Saksi: · Orang yang dapat

memberikan

keterangan guna

kepentingan

penyelidikan,

penyidikan,

penuntutan, dan

pemeriksaan di

sidang pengadilan

tentang suatu

perkara pidana

Saksi: · Orang yang telah

memberikan atau

yang telah setuju

untuk memberikan

bukti atas nama

pemerintah dalam

proses pidana

· Orang yang telah

memberikan atau

menyetujui untuk

memberikan bukti

selain yang

Page 80: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

79

yang ia dengar

sendiri, ia lihat

sendiri, dan/atau

ia alami sendiri

dimaksud dalam

ayat sebelumnya,

sehubungan

dengan komisi

atau mungkin

komisi suatu

tindak pidana

· Orang yang telah

memberikan

informasi,

pernyataan, atau

bantuan pejabat

publik atau pejabat

dari publik otoritas

dalam kaitannya

dengan tindak

pidana

· Orang yang untuk

beberapa alasan

lain, mungkin

membutuhkan

perlindungan atau

bantuan dibawah

program, atau

· Orang yang karena

hubungan dengan

asosiasi atau

dengan salah satu

pihak sebagaimana

dimaksud dalam

Page 81: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

80

pengertian

sebelumnya,

mungkin

membutuhkan

perlindungan atau

bantuan dibawah

Program.

2. Jenis

perlindungan

saksi dan

korban dalam

undang-

undang

· perlindungan

fisik, relokasi,

penyamaran

identitas dan

kepemilikan, serta

perubahan

identitas.

· Menyediakan

akomodasi,

relokasi,

perlindungan

fisik,

penyamaran,

perubahan

identitas. Dan

perlindungan

lainnya yang

dianggap perlu.

3. Prosedur

pemberian

perlindungan

· Saksi dan/atau

Korban yang

bersangkutan, baik

atas inisiatif sendiri

maupun atas

permintaan pejabat

yang berwenang,

mengajukan

· Saksi dan/atau

Korban yang

bersangkutan, baik

atas inisiatif sendiri

maupun atas

permintaan pejabat

yang berwenang,

mengajukan

Page 82: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

81

permohonan secara

tertulis kepada

LPSK.

· LPSK segera

melakukan

pemeriksaan

terhadap

permohonan

perlindungan saksi

dan korban.

· Keputusan LPSK

diberikan secara

tertulis paling

lambat 7 (tujuh)

hari sejak

permohonan

perlindungan

diajukan.

permohonan secara

tertulis kepada

Direktur Umum;

· Direktur Umum

mengumpulkan

data-data yang

diperlukan untuk

mempertimbangkan

permohonan saksi

dan rekomendasi

dari direktur Umum

diajukan kepada

Jaksa Umum

· Keputusan atas

diterimanya

permohonan

diberikan secara

tertulis

4. Penghentian

Perlindungan

· Saksi dan/atau

Korban meminta

agar perlindungan

terhadapnya

dihentikan dalam

hal permohonan

diajukan atas

inisiatif sendiri;

· Atas permintaan

pejabat yang

berwenang dalam

· Saksi mengajukan

permohonan atas

inisiatif sendiri

agar perlindungan

terhadapnya

dihentikan.

· Direktur Umum

dapat mengajukan

rekomendasi

kepada Jaksa

Umum agar

Page 83: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

82

hal permintaan

perlindungan

terhadap Saksi

dan/atau Korban

berdasarkan atas

permintaan

pejabat yang

bersangkutan.

· Saksi dan/atau

Korban

melanggar

ketentuan

sebagaimana

tertulis dalam

perjanjian; atau

LPSK

berpendapat

bahwa Saksi

dan/atau Korban

tidak lagi

memerlukan

perlindungan

berdasarkan

bukti-bukti yang

meyakinkan.

· Penghentian

perlindungan

keamanan

seorang Saksi

dan/atau Korban

perlindungan dan

bantuan yang

diberikan kepada

peserta dengan

program tersebut

dihentikan .

· Saksi telah

melanggar

ketentuan dalam

perjanjian, atau

Direktur Umum

menganggap

bahwa saksi

sudah tidak lagi

memerlukan

perlindungan dan

bantuan,

berdasarkan dari

fakta-fakta yang

ada.

· Penghentian

Perlindungan dan

bantuan kepada

Saksi dilakukan

secara tertulis.

Page 84: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

83

harus dilakukan

secara tertulis.

Tabel 1. Persamaan Undang-undang No.13 Tahun 2006 tentang

Perlindungan Saksi dan Korban dengan Witness

Protection Bill 2008 Malaysia

2) Perbedaan:

No Indikator

Pembeda

Indonesia Malaysia

1. Lembaga dan

pejabat khusus

yang menangani

perlindungan

saksi dan korban

· LPSK (Lembaga

Perlindungan

Saksi dan

Korban)

· Penanganan

perlindungan

saksi dan korban

dilaksanakan

oleh Direktur

Umum yang

ditunjuk oleh

Menteri

2. Pembiayaan · Pada UU No.13

2006 Anggaran

khusus untuk

perlindungan bagi

saksi dan korban,

dimana di

Indonesia berasal

dari anggaran

pendapatan dan

belanja negara

· Pada Witness

Protection Bill

2008 tidak diatur

tentang Anggaran

pembiayaan

untuk proses

perlindungan

saksi dan korban

3. Asas yang · Penghargaan atas · Tidak disebutkan

Page 85: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

84

mendasari

perlindungan

saksi dan korban

harkat dan

martabat manusia,

rasa aman,

keadilan, tidak

diskriminatif, dan

kepastian hukum

asas yang

mendasari konsep

perlindungan

dalam Witness

Protection Bill

2008

4.

Ketentuan

Pidana

· Terdapat

Ketentuan Pidana

dalam UU No.13

Tahun 2006

tentang

perlindungan

saksi dan korban

· Dalam Witness

Protection Bill

2008 tidak

dicantumkan

ketentuan pidana

5.

Prinsip Safe

Conduct

· Disebutkan dalam

pasal 10 yaitu:

Seorang Saksi

yang juga

tersangka dalam

kasus yang sama

tidak dapat

dibebaskan dari

tuntutan pidana

apabila jika

terbukti

bersalah, tetapi

kesaksiannya

dapat dijadikan

pertimbangan

· Dalam Witness

Protection Bill

2008 tidak

menggunakan

prinsip Safe

Conduct pada

penerapan

perlindungan

saksi

Page 86: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

85

T

abel 2. Perbedaan Undang-undang No.13 Tahun

2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dengan

Witness Protection Bill 2008 Malaysia

B. Kelebihan dan kelemahan pengaturan program perlindungan saksi dan

korban menurut UU No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi

dibandingkan dengan Witness Protection Bill 2008 Malaysia

No Negara Kelebihan Kekurangan

1. Indonesia · di Indonesia terdapat

ketentuan pidana yang

jelas dalam UU

Perlindungan Saksi dan

Korban No.13 Tahun

2006

· Indonesia mempunyai

asas-asas yang mendasari

proses perlindungan saksi

dan korban

· Indonesia tidak terdapat

penjelasan tentang

pengaturan pemberian

identitas baru

2. Malaysia · Malaysia dijelaskan

pengaturan dalam

pemberian identitas baru

· Tidak terdapat ketentuan

pidana dalam Witnes

Protection Bill 2008

Malaysia

· Tidak terdapat asas-asas

bagi hakim dalam

meringankan

hukumannya.

Page 87: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

86

yang mendasari

perlindungan terhadap

saksi dan korban

Tabel 3. Kelebihan dan Kelemahan Undang-undang No.13 Tahun 2006

tentang Perlindungan Saksi dan Korban dengan Witness

Protection Bill 2008 Malaysia

Page 88: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

87

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap dua masalah

pokok diatas maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut :

1. Pengaturan regulasi prinsip confidentiality dan safe conduct menurut UU

No. 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dalam Witness

Protection Bill 2008 Malaysia memiliki persamaan dan perbedaan, yaitu:

a. Persamaan :

1) Baik dalam UU No.13 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan

korban maupun Witness Protection Bil 2008 Malaysia, terdapat

kesamaan definisi tentang saksi.

2) Jenis perlindungan bagi saksi dan korban yang berlaku baik di

Indonesia maupun di Malaysia yaitu meliputi: perlindungan fisik,

relokasi, penyamaran identitas dan kepemilikan, serta perubahan

identitas.

3) Dalam hal prosedur pemberian perlindungan antara Indonesia dan

Malaysia memiliki kesamaan yaitu:

a) Saksi dan/atau Korban yang bersangkutan, baik atas inisiatif

sendiri maupun ataspermintaan pejabat yang berwenang,

mengajukan permohonan secara tertulis ;

b) Lembaga atau pejabat yang berwenang segera melakukan

pemeriksaan terhadap permohonan;

c) Keputusan diberikan secara tertulis.

4) Penghentian perlindungan di Indonesia sama dengan penghentian

perlindungan di Malaysia, dengan syarat sebagai berikut:

a) Saksi dan/atau Korban meminta agar perlindungan terhadapnya

dihentikan dalam hal permohonan diajukan atas inisiatif

sendiri;

Page 89: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

88

b) Atas permintaan pejabat yang berwenang dalam hal permintaan

perlindungan terhadap Saksi dan/atau Korban berdasarkan atas

permintaan pejabat yang bersangkutan;

c) Saksi dan/atau Korban melanggar ketentuan sebagaimana

tertulis dalam perjanjian; atau Lembaga atau pejabat yang

berwenang berpendapat bahwa Saksi dan/atau Korban tidak

lagi memerlukan perlindungan berdasarkan bukti-bukti yang

meyakinkan;

d) Penghentian perlindungan keamanan seorang Saksi dan/atau

Korban harus dilakukan secara tertulis.

5) Baik dalam UU No.13 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan

korban maupun Witness Protection Bill 2008 Malaysia, sama-

sama menggunakan prinsip Confidentiality (kerahasiaan) dalam

memberikan perlindungan terhadap saksi dan/atau korban.

b. Perbedaan :

1) Di indonesia Perlindungan Saksi dan Korban berasaskan pada:

penghargaan atas harkat dan martabat manusia, rasa aman,

keadilan, tidak diskriminatif, dan kepastian hukum. Sedangkan

Malaysia tidak disebutkan asas yang mendasari konsep

perlindungan bagi saksi dan korban.

2) Dalam UU No.13 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan

korban terdapat ketentuan pidana, sedangkan dalam Witness

Protection Bill 2008 tidak disebutkan ketentuan pidananya.

3) Indonesia mempunyai lembaga khusus yang bertanggungjawab

menangani perlindungan terhadap saksi dan korban. Dimana di

Indonesia dibentuk LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan

Korban), sedangkan Malaysia Menteri menunjuk Direktur Umum

untuk seseorang untuk membantu Direktur Jenderal dalam

melaksanakan perlindungan saksi.

4) Pembiayaan di Indonesia, sumber pembiayaannya berasal dari

anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sedangkan

Page 90: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

89

Malaysia tidak diatur tentang pembiayaan pelaksanaan program

perlindungan saksi.

5) Dalam UU No.13 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan

korban terdapat prinsip Safe Conduct, sedangkan pada Witness

Protection Bill 2008 Malaysia tidak menggunakan prinsip Safe

Conduct dalam pengaturan perlindungan saksi.

2. Pengaturan perlindungan saksi dan korban menurut UU No.13 Tahun 2006

tentang Perlindungan Saksi dan Korban dengan Witness Protection Bill

2008 Malaysia memiliki persamaan dan perbedaan, serta kelebihan dan

kekurangan. Dalam hal ini, kelebihan maupun kekurangan masing-masing

negara yaitu Indonesia dan Malaysia terdapat pada asas-asas yang

mendasari proses perlindungan saksi dan korban, ketentuan pidana, proses

pemberian identitas baru. Dimana asas-asas proses perlindungan saksi dan

korban serta ketentuan pidana yang menjadi unsur kelebihan di Indonesia,

merupakan unsur yang tidak terdapat dalam Witness Protection Bill 2008

Malaysia. Sebaliknya, mengenai proses pemberian identitas baru yang

terdapat pada Witness Protection Bill 2008 Malaysia, menjadi suatu unsur

kekurangan yang tidak dimiliki oleh Indonesia.

B. Saran

1. Perlunya pengaturan lebih rinci terhadap proses pemberian identitas

terhadap saksi pada Undang-undang No.13 Tahun 2006 tentang

perlindungan saksi dan korban.

2. Perlu adanya peran aktif dari LPSK untuk lebih mensosialisasikan peran

LPSK kepada masyarakat Indonesia, agar tercapainya pemenuhan

perlindungan bagi saksi dan korban yang berkaitan dengan tindak pidana

di Indonesia.

3. Tidak hanya LPSK yang mempunyai kewajiban dan tugas dalam

perlindungan saksi dan korban, masyarakatpun diharapkan memiliki andil

dalam pelaksanaan perlindungan saksi dan korban, yakni salah satunya

adalah dapat bekerjasama dengan LPSK dalam hal memberikan

Page 91: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

90

keterangan yang berkaitan dengan pemenuhan perlindungan saksi dan

korban.

4. Mempertahankan kelebihan-kelebihan, serta membenahi kekurangan

yang dimiliki oleh Indonesia dalam unsur-unsur yang terdapat dalam

Undang-undang No.13 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan

korban.

Page 92: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

91

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Henry Campbell Black. 1991. Blacks Law Dictionary. St. Minn: West Publishing Co.

Romli Atmasasmita. 2000. Perbandingan Hukum Pidana. Bandung: Mandar Maju.

Satjipto Rahardjo. 1996. Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).

Soerjono Soekanto. 1989. Perbandingan Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 1984. Penelitian Hukum Norma Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Rajawali Press.

Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen IV.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban

Witness Protection Bill 2008 Malaysia

Internet

Supriyadi Widodo Eddyono, Wahyu Wagiman dan Zaenal Abidin. Analisis Terhadap RUU Perlindungan Saksi dan Korban Versi Badan Legislatif DPR. http://www.prakarsarakyat.org/download/HAM/KampanyeELSAMRUUPerlindunganSaksi.pdf [3 Mei 2010 pukul 11.40]

Page 93: confidentiality dan safe conduct menurut undang-undang nomor …/Studi... · ii penulisan hukum (skripsi) studi komparasi hukum perlindungan saksi dan korban terkait prinsip confidentiality

92

Bambang Santoso SH . Kebijakan Formulatif Hukum Pidana Dalam Upaya Perlindungan Saksi dalam Proses Pidana (Suatu Studi Dalam Perspektif Penal Policy). http://sirine.uns.ac.id/penelitian.php?act=detail&idp=1291&judul=KEBIJAKAN%20FORMULATIF-HUKUM-PIDANA-DALAM-UPAYA-PERLINDUNGAN-SANKSI-DALAM-PROSES-PIDANA-28SUATU-STUDI-DALAM PERSPEKTIF-PENAL-POLICY [23 Juni 2010 Pukul 7:52]