Upload
m-fitrah-hidayat
View
18
Download
12
Embed Size (px)
DESCRIPTION
makalah skenario congek dan tolek fakultas kedokteran unizar
Citation preview
C o n g e k a t a u T o l e k | 1
BAB I
PEDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesehatan merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia. Tidak
dipungkiri bahwa ungkapan ‘kesehatan mahal harganya’ itu benar. Tanpa badan yang
sehat, aktivitas sehari-hari pun akan terganggu. Banyak pasien datang ke dokter untuk
memeriksakan kesehatan mereka. Berbagai jenis keluhan ditemukan dalam praktik
sehari-hari. Keluhan dalam bidang THT adalah salah satu jenis keluhan yang sering
ditemui juga dalam praktik dokter umum.
Otitis media supuratif kronis (OMSK) termasuk salah satu masalah kesehatan
utama yang ditemukan pada banyak populasi di dunia, dan merupakan penyebab
morbiditas dan mortalitas yang cukup signifikan. Penyakit ini biasa ditemukan pada
masyarakat kelas menengah ke bawah di negara-negara berkembang, dan
menyebabkan meningkatnya biaya untuk pengobatan.
Prevalensi OMSK di dunia berkisar antara 1 sampai 46 % pada komunitas
masyarakat kelas menengah ke bawah di negara-negara berkembang. Adanya
prevalensi OMSK lebih dari 1% pada anak-anak di suatu komunitas menunjukkan
adanya suatu lonjakan penyakit, namun hal ini dapat diatasi dengan adanya pelayanan
kesehatan masyarakat. Otitis media kronik terjadi secara perlahan-lahan namun dalam
jangka waktu yang lama. Dengan demikian, dalam penanganannya memerlukan suatu
kecermatan dan ketepatan agar dapat dicapai penyembuhan yang maksimal.
Dari survei pada 7 propinsi di Indonesia pada tahun 1996 ditemukan insiden
Otitis Media Supuratif Kronis (atau yang oleh awal dikenal sebagai "congek") sebesar
3% dari penduduk Indonesia. Dengan kata lain dari 220 juta penduduk Indonesia
diperkirakan terdapat 6,6 juta penderita OMSK. Jumlah penderita ini kecil
kemungkinan untuk berkurang bahkan mungkin bertambah setiap tahunnya
mengingat kondisi ekonomi masih buruk, kesadaran masyarakat akan kesehatan yang
masih rendah dan sering tidak tuntasnya pengobatan yang dilakukan.
OMSK dapat menyebabkan gangguan pendengaran sehingga menimbulkan
dampak yang serius terutama bagi anak-anak, karena dapat menimbulkan pengaruh
jangka panjang pada komunikasi anak, perkembangan bahasa, proses pendengaran,
psikososial dan perkembangan kognitif serta kemajuan pendidikan. Komplikasi intra
kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut dari OMSK
C o n g e k a t a u T o l e k | 2
berhubungan dengan kolesteatom seperti abses ekstradural, abses subdural,
tromboflebitis, meningitis, abses otak dan hidrosefalus otitis
1.2. Terminologi
1) Otoskop
2) Otorea
3) Tuli konduksi
4) Kolesteatom
1.3. Permasalahan
1) Anatomi telinga!
2) Bagaimana fisiologi pendengaran?
3) Adakah hubungan pilek dengan keluhan pasien di skenario?
4) Bagaimana proses penjalaran infeksi telinga ke otak?
5) Sebutkan dan jelaskan macam-macam penurunan pendengaran?
6) Sebutkan dan jelaskan macam-macam gangguan pada telinga tengah!
7) Diagnosis sementara pada skenario!
1.4. Tujuan
1) Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai anatomi telinga.
2) Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan bagaimana fisiologi
mendengar.
3) Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan hubungan pilek dengan
keluhan pasien di scenario.
4) Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan proses penjalaran infeksi
dari telinga ke otak.
5) Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan macam-macam penurunan
kesadaran.
6) Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penyakit-penyakit pada
telinga tengah.
7) Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan diagnosis sementara pada
scenario yaitu otitis media supuratif kronik (OMSK).
C o n g e k a t a u T o l e k | 3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Skenario
Congek atau Tolek
Omes 19 tahun, bersama ayahnya datang ke praktek dokter dengan keluhan
keluar cairan kekuningan dari telinga kanan sejak 3 hari yang lalu bersamaan dengan
pilek yang dialaminya. Keluhan ini sudah sering dialami Omes sejak kecil, biasanya
akan hilang dengan sendirinya, dan timbulnya keluhan bila Omes mengalami pilek
serta sehabis berenang. Ayah juga mengeluhkan Omes bila dipanggil sering tidak
mendengar. Ayah takut bila Omes mengalami kejadian yang sama dengan Pamannya
yang meninggal karena infeksi telinga yang menjalar ke otak.
Pada pemeriksaan telinga kanan dengan otoskop, dokter menemukan otorea,
membran timpani perforasi sentral di kuadran anteroinferior dengan sekret
mukopurulen. Pemeriksaan telinga kiri tidak ada kelainan yang didapat. Pemeriksaan
garpu tala didapatkan adanya tuli konduksi.
Dokter kemudian memberikan obat cuci telinga, antibiotika oral, serta edukasi
agar telinga kanan tidak kena air dan segera berobat bila pilek. Dokter menyarankan
dilakukan pemeriksaan laboratorium dan radiologi, hal tersebut dilakukan untuk
mengetahui ada tidaknya kolesteatom pada telinga kanan.
Bagaimana saudara menerangkan apa yang dialami Omes?
2.2. Terminologi
1. Otoskop adalah sebuah alat berlampu untuk memeriksa saluran eksternal telinga
dan gendang telinga.
2. Otorea adalah sekret/cairan yang keluar dari liang telinga
3. Tuli konduksi adalah hilangnya pendengaran karena tidak tersampaikannya
getaran suara
4. Kolesteatom adalah suatu kista epithelial yang berisi deskuamasi epitel/keratin
C o n g e k a t a u T o l e k | 4
2.3. Pembahasan
2.3.1. Anatomi telinga
Secara anatomis, telinga dibagi menjadi tiga regio utama:
Gambar : Anatomi Telinga
1) Auris eksterna
Berfungsi untuk mengumpulkan suara dan sebagai saluran ke bagian
yang lebih dalam. Terdiri dari:
- Auricula
Merupakan kartilago elastis yang ditutupi oleh kulit, berbentuk
seperti terompet dengan bagian ujung yang melebar.
- Meatus acusticus externus
Merupakan tabung yang melengkung dengan panjang sekitar
2,5 cm. Terletak mulai dari pintu masuk porus acusticus externus
hingga ke membran timpani. Struktur histologis sama dengan kulit
bagian luar, memiliki rambut dan modifikasi kelenjar keringat yang
disebut glandula cerominous. Glandula tersebut akan mengeluarkan
sekret yang disebut serumen, berfungsi mencegah kotoran masuk ke
dalam telinga
- Membran timpani
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari
arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang
telinga.Bagian atas disebut dengan pars flaksida (membrane
C o n g e k a t a u T o l e k | 5
Shrapnell),sedangkan bagian bawah disebut pars tensa (membrane
propria). Pars flaksida hanya berlapis dua,yaitu bagian luar ialah
lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel
kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran nafas. Pars tensa
mempunyai satu lapis lagi di tengah,yaitu lapisan yang terdiri dari
serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di
bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane
timpani disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek
cahaya ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membrane timpani
kiri dan pukul 5 untuk membrane timpani kanan.reflek cahaya ialah
cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membrane timpani. Di
membrane timpani,terdapat 2 macam serabut yaitu sirkuler dan
radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflex cahaya
yang berupa kerucut itu.
Membran timpani dibagi dalam 4 kuadaran,dengan menarik
garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak
lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-
depan,atas-belakang,bawah-depan serta bawah-belakang,untuk
menyatakan letak perforasi membrane timpani.
Gambar : Membran timpani
C o n g e k a t a u T o l e k | 6
2) Auris media
Berfungsi untuk membawa getaran suara ke fenestra ovale. Ruangan
di dalamnya berisi udara disebut cavum timpani. Auris media dipisahkan
dengan auris interna oleh fenestra ovale dan fenestra rotundum. Fenestra
ovale nantinya akan dilekati oleh basis stapedis. Sedangkan, fenestra
rotundum akan ditutupi oleh selapis membran disebut membrana tympani
sekundaria. Auris media terdiri dari:
- Osikula auditiva
Terdapat tiga tulang pendengaran, yaitu malleus, incus, dan
stapes. Manubrium mallei akan melekat di bagian interna dari
membrana tympani. Caput dari mallei akan berartikulasi dengan
corpus incus. Sedangkan, caput dari stapes akan berartikulasi dengan
processus lenticularis pada os incus. Basis stapedis akan melekat
pada fenestra ovale. Ketiga tulang ini berhubungan dengan fungsinya
adalah penghantaran getaran.
Gambar : Osikula Auditiva
- Musculus stapedius dan musculus tensor timpani
Musculus tensor timpani akan diinervasi oleh nervus maxillaris
dan berfungsi untuk membatasi gerakan dan meningkatkan tekanan
di membrana timpani untuk mencegah suara yang terlalu keras di
C o n g e k a t a u T o l e k | 7
dalam auris interna. Musculus stapedius diinervasi oleh nervus
facialis dan merupakan musculus skeletal terkecil pada tubuh
manusia. Fungsinya adalah memperkecil getaran apabila terdapat
suara yang keras untuk melindungi fenestra rotundum.
- Tuba auditiva atau tuba Eustachii
Saluran ini menghubungkan ruangan pada auris media dengan
nasopharynx. Tuba auditiva akan membuka saat menguap dan
menelan. Fungsinya adalah menyeimbangkan tekanan antara auris
media dengan dunia luar. Saluran ini sering menjadi rute
perpindahan patogen dari hidung dan tenggorok ke telinga.
3) Auris interna
Berfungsi sebagai tempat reseptor pendengaran dan keseimbangan.
Terdiri dari dua bagian, yaitu labyrinthis osseus dan labyrinthis
membranaceus. Labyrinth osseus dibatasi oleh periosteum dan
mengandung perilimfe. Bagian-bagiannya adalah canalis semicircularis
(anterior, posterior, dan lateral), vestibulum, dan cochlea. Sedangkan,
labirin membranaceus menyerupai kantung epitelium, terdapat reseptor
pendengaran atau organ Corti dan keseimbangan. Labyrin membranaceus
mengandung endolimfe. Di dalam vestibulum, terdapat dua kantung yang
merupakan bagian dari labyrinth membranaceus, disebut utriculus dan
sacculus. Di dalam canalis semicircularis terdapat ductus membranous
semicircularis, yang nantinya akan melebar pada bagian akhir disebut
ampulla.
Cochlea merupakan saluran spiral yang terbentuk dari tulang dan
berputar hampir tiga kali dengan pusatnya adalah modiolus. Adanya
membrana basalis dan membrana vestibuli akan membagi cochlea
menjadi tiga ruangan, yaitu scala vestibule, scala media, dan scala
timpani. Scala media merupakan tempat terletaknya reseptor
pendengaran.
C o n g e k a t a u T o l e k | 8
Gambar : Anatomi telinga dalam.
Vaskularisasi
Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a. auditori interna (a.
labirintin) yang berasal dari a.serebelli inferior anterior atau langsung dari a.
basilaris yang merupakan suatu end arteri dan tidak mempunyai pembuluh
darah anastomosis. Setelah memasuki meatus akustikus internus, arteri ini
bercabang 3 yaitu :
1. Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian
makula sakuli, krista ampularis, kanalis semisirkularis superior dan
lateral serta sebagian dari utrikulus dan sakulus.
2. Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli, kanalis
semisirkularis posterior, bagian inferior utrikulus dan sakulus serta
putaran basal dari koklea.
C o n g e k a t a u T o l e k | 9
3. Arteri koklearis yang memasuki modiolus dan menjadi pembuluh-
pembuluh arteri spiral yang mendarahi organ Corti, skala vestibuli, skala
timpani sebelum berakhir pada stria vaskularis.
Aliran vena pada telinga dalam melalui 3 jalur utama, yaitu :
1. Vena auditori interna mendarahi putaran tengah dan apikal koklea.
2. Vena akuaduktus koklearis mendarahi putaran basiler koklea, sakulus dan
utrikulus dan berakhir pada sinus petrosus inferior.
3. Vena akuaduktus vestibularis mendarahi kanalis semisirkularis sampai
utrikulus.
4. Vena ini mengikuti duktus endolimfatikus dan masuk ke sinus sigmoid.
Inervasi
N. akustikus bersama N. fasialis masuk ke dalam porus dari meatus
akustikus internus dan bercabang dua sebagai N. vestibularis dan N.
koklearis. Pada dasar meatus akustikus internus terletak ganglion vestibulare
dan pada modiolus terletak ganglion spirale.
2.3.2. Fisiologi mendengar
Proses mendengar diawali dengan ditangkap energy bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang
kekoklea. Getaran tersebut mengetarkan membrane timpani diteruskan
ketelinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan
mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit pendengaran dan perkalian
perbandingan luas membrane timpani dan tingkap lonjong. Energy getar
yang telah diamplifikasi iini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan
tingkap lonjong sehingga perimfa pada skala vestibule bergerak. Getaran
diteruskan melalui membrane reissner yang mendorong endolimfa, sehingga
akan menimbulkan gerak relative antara membrane basilaris dan membrane
tektoria. Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan
terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan
terjadi pengelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini
menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmitter kedalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi
C o n g e k a t a u T o l e k | 10
pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke
korteks pendengaran ( area 39 – 40 ) dilobus temporlis.
Gambar : Fisiologi mendengar
2.3.3. Hubungan pilek dengan keluhan pasien di skenario.
Infeksi bakteri atau virus pada saat batuk dan pilek dapat menyebar per
kontinuatum ke telinga tengah melalui tuba eustachius. Hal ini akan
mengakibatkan munculnya respon peradangan pada telinga tengah. Respon
ini yang diperantarai oleh berbagai sitokin ini akan mengakibatkan
peningkatan sekresi mukus. Adanya oklusi tuba eustachius mengakibatkan
cairan menumpuk di telinga tengah. Bakteri dan virus juga menumpuk dan
berkembang biak di dalam cairan tersebut.
Sitokin pro inflamasi juga akan mengakibatkan vasodilatasi pembuluh
darah di membran timpani pada fase akut (stadium hiperemis) sehingga
membran timpani tampak kemerahan / hiperemis. Pada tahap yang lebih
lanjut (fase supurasi), edema akan semakin hebat. Hal ini sering disertai
dengan hilangnya sel epitel superfisial pada membran timpani dan terbentuk
sekret yang purulen pada cavum timpani sehingga membran timpani
menonjol. Lama kelamaan terjadi iskemik dan nekrosis jaringan pada
membrane timpani dan terjadi perforasi membran timpani. Adanya perforasi
C o n g e k a t a u T o l e k | 11
pada membran timpani akan mengakibatkan keluarnya sekret melalui telinga.
Jika tidak terjadi stadium resolusi, maka akan terjadi perforasi membran
timpani yang menetap dan pengeluaran sekret yang terus menerus dan hilang
timbul
2.3.4. Penjalaran infeksi telinga ke otak
Pada pasien dengan otitis media supuratif, baik akut maupun kronis,
mempunyai potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya yang dapat
mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. Komplikasi otitis
media terjadi apabila sawar (barrier) pertahanan telinga tengah yang normal
dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur disekitarnya.
Pertahanan pertama ialah mukosa kavum timpani yang juga seperti mukosa
saluran nafas, mampu melokalisasi infeksi. Bila sawar ini runtuh, masih ada
sawar kedua, yaitu dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Bila sawar
ini runtuh, maka struktur lunak disekitarnya akan terkena. Runtuhnya
periostium akan menyebabkan terjadinya abses subperiosteal, suatu
komplikasi yang relative tidak berbahaya. Apabila infeksi mengarah ke
dalam, ke tulang temporal, maka akan menyebabkan paresis n.fasialis atau
labirinitis. Bila kearah kranial, akan menyebabkan abses ekstradural,
tromboflebitis sinus lateralis, meningitis dan abses otak. Jadi dari paparan
diatas, dapat diketahui bahwa pada pasien yang mengalami otitis media dapat
mengalami suatu komplikasi ke otak melalui jalur yang telah disebutkan
sebelumnya.
2.3.5. Macam-macam penurunan pendengaran
1) Gangguan pendengaran jenis konduktif
Pada gangguan pendengaran jenis ini, transmisi gelombang suara
tidak dapat mencapai telinga dalam secara efektif. hal Ini disebabkan
karena beberapa gangguan atau lesi pada kanal telinga luar, rantai tulang
pendengaran, ruang telinga tengah, fenestra ovalis, fenestra rotunda, dan
tuba auditiva. Pada bentuk yang murni (tanpa komplikasi) biasanya tidak
ada kerusakan pada telinga dalam, maupun jalur persyarafan pendengaran
nervus vestibulokoklearis (N.VIII).
C o n g e k a t a u T o l e k | 12
Gejala klinis
Ada riwayat keluarnya carian dari telinga atau riwayat infeksi
telinga sebelumnya.
Perasaan seperti ada cairan dalam telinga dan seolah-olah
bergerak dengan perubahan posisi kepala.
Dapat disertai tinitus (biasanya suara nada rendah atau
mendengung).
Bila kedua telinga terkena, biasanya penderita berbicara dengan
suara lembut (soft voice) khususnya pada penderita otosklerosis.
Kadang-kadang penderita mendengar lebih jelas pada suasana
ramai.
Pada tes fungsi pendengaran, yaitu tes bisik, dijumpai :
penderita tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak lima
meter dan sukar mendengar kata-kata yang mengandung nada
rendah.
Melalui tes garputala dijumpai Rinne negatif. Dengan
menggunakan garputala 250 Hz dijumpai hantaran tulang lebih
baik dari hantaran udara dan tes Weber didapati lateralisasi ke
arah yang sakit. Dengan menggunakan garputala 512 Hz, tes
Scwabach didapati Schwabach memanjang.
2) Gangguan pendengaran jenis tuli sensorik
Tuli sensorineural adalah kerusakan telinga bagian dalam dan
hubungan saraf otak yang terbagi atas tuli sensorineural koklea dan tuli
sensorineural retrokoklea.Tuli sensorineural koklea disebabkan aplasia,
labirinitis, intoksikasi obat ototaksik atau alkohol.Dapat juga disebabkan
tuli mendadak, tauma kapitis, trauma akustik dan pemaparan bising tuli
sensorineural retrokoklea disebabkan neuoroma akustik, tumor sudut
pons serebellum, mieloma multipel, cedera otak, perdarahan otak, dan
kelainan otak lainnya. (Indro Soetirto: 2003) Pada gangguan
pendengaran jenis ini umumnya irreversibel.
Macam-macam tuli sensorineural
C o n g e k a t a u T o l e k | 13
Dibagi menjadi tuli sensori neural coklea atau retrokoklea.
a. Tuli sensorik neural koklea
Aplasia (kongenital).
Labirintitis oleh bakteri/viruS.
Intoksikasi obat streptomisin, kanamisin, garamisin, neomisin,
kina, asetosal atau alkohol.
Trauma kapitis.
Trauma akustik.
Pemaparan bising.
Presbicusis
b. Tuli sensorik neural retrokoklea
Neuroma akustik.
Tumor sudut pons serebellum.
Cidera otak.
Perdarahan otak.
Gejala klinis
Gejala yang ditemui pada gangguan pendengaran jenis ini adalah
seperti berikut:
Bila gangguan pendengaran bilateral dan sudah diderita lama,
suara percakapan penderita biasanya lebih keras dan memberi kesan
seperti suasana yang tegang dibanding orang normal. Perbedaan ini
lebih jelas bila dibandingkan dengan suara yang lembut dari penderita
gangguan pendengaran jenis hantaran, khususnya otosklerosis.
Penderita lebih sukar mengartikan atau mendengar suara atau
percakapan dalam suasana gaduh dibanding suasana sunyi.
Terdapat riwayat trauma kepala, trauma akustik, riwayat
pemakaian obatobat ototoksik, ataupun penyakit sistemik sebelumnya.
Pemeriksaan pada tuli sensorik
C o n g e k a t a u T o l e k | 14
Menurut Soetirto, Hendarmin dan Bashiruddin: pada pemeriksaan
fisik atau otoskopi, kanal telinga luar maupun selaput gendang telinga
tampak normal.
Pada tes fungsi pendengaran, yaitu tes bisik, dijumpai penderita
tidak dapat mendengar percakapan bisik pada jarak lima meter dan sukar
mendengar katakata yang mengundang nada tinggi (huruf konsonan).
Pada tes garputala Rinne positif, hantaran udara lebih baik dari
pada hantaran tulang. Tes Weber ada lateralisasi ke arah telinga sehat.
Tes Schwabach ada pemendekan hantaran tulang.
3) Gangguan pendengaran jenis tuli campuran
Gangguan jenis ini merupakan kombinasi dari gangguan
pendengaran jenis konduktif dan gangguan pendengaran jenis
sensorineural. Mula-mula gangguan pendengaran jenis ini adalah jenis
hantaran (misalnya otosklerosis), kemudian berkembang lebih lanjut
menjadi gangguan sensorineural. Dapat pula sebaliknya, mula-mula
gangguan pendengaran jenis sensorineural, lalu kemudian disertai dengan
gangguan hantaran (misalnya presbikusis), kemudian terkena infeksi
otitis media. Kedua gangguan tersebut dapat terjadi bersama-sama.
Misalnya trauma kepala yang berat sekaligus mengenai telinga tengah
dan telinga dalam.
Gejala klinis
Gejala yang timbul juga merupakan kombinasi dari kedua
komponen gejala gangguan pendengaran jenis hantaran dan
sensorineural.
Pemeriksaan
Pada pemeriksaan fisik atau otoskopi tanda-tanda yang dijumpai
sama seperti pada gangguan pendengaran jenis sensorineural.
Pada tes bisik dijumpai penderita tidak dapat mendengar suara
bisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar kata-kata baik yang
mengandung nada rendah maupun nada tinggi.
Tes garputala Rinne negatif.
C o n g e k a t a u T o l e k | 15
Weber lateralisasi ke arah yang sehat.
Schwabach memendek
2.3.6. Penyakit-penyakit pada telinga tengah
2.3.4.1. Gangguang fungsi Tuba Eustachius
Tuba eustachius menghubungkan rongga tekinga tengah
dengan nasofaring dan erat sekali kaitannya dengan penyakit-
penyakit kedua struktur tersebut. Sepertiga bagian lateral tuba
eustachius yang berhubungan dengan telinga tengah berupa tulang,
sedangkan duapertiga medial adalah fibrokartilaginosa. Tuba
eustachius bayi berbeda dengan dewasa. Tuba bayi pendek, lebar
dan terletak horizontal dan ini merupakan alasan mengapa radang
tuba eustachius lazim terjadi pada bayi. Dengan perkembangan
anak, tuba bertambah panjang dan sempit serta mengarah ke bawah
di sebelah medial.
Tuba biasanya tertutup dan akan terbuka melalui kontraksi aktif
otot velli palatini pada saat menelan, atau saat menguap, atau
membuka rahang. Fungsi tuba eustakius adalah ventilasi, drainase,
dan proteksi telinga tengah dari kontaminasi sekret nasofaring. Tuba
akan membuka melalui kerja otot jika terdapat perbedaan tekanan
sebesar 20-40 mmHg. Sekresi telinga tengah akan dialirkan ke
nasofaring melalui tuba eustakius yang berfungsi normal. Jika tuba
eustakius tersumbat, akan tercipta keadaan vakum dalam telinga
tengah, yang mengarah pada peningkatan produksi cairan yang
semakin memperberat masalah sehingga perlu dilakukan
miringotomi. Karena selalu tertutup, tuba eustakius dapat
melindungi telinga tengah dari kontaminasi sekret nasofaring dan
organisme piogenik. Gangguan pada tuba eustachius antara lain:
a. Eustachius paten abnormal
Suatu tuba eustakius yang paten abnormal selalu terbuka
sehingga udara dapat masuk ke dalam telinga tengah selam
inspirasi. Riwayat penderita biasanya kehilangan berat badan
yang nyata, dimana jaringan adiposa di sekitar muara tuba
eustakius ikut menghilang. Dapat terjadi pada wanita yang
C o n g e k a t a u T o l e k | 16
menggunakan pil KB maupun pria yang mendapat estrogen.
Gejala yang muncul berupa otofoni, fullness atau rasa tersumbat
dalam telinga. Membran timpani tampak atrofik dan tipis, serta
bergerak keluar masuk selama respirasi. Prosedur yang efektif
dilakukan pada kelainan ini adalah dengan memasang tuba
ventilasi melalui membran timpani untuk mengurangi efek-efek
yang mengganggu.
b. Mioklonus palatum
Mioklonus palatum merupakan suatu kondisi yang jarang
dijumpai, dimana otot-otot palatum mengalami kontraksi ritmik
secara berkala sehingga dapat didengan bunyi “klik” dalam
telinga pasien yang dapat didengar oleh pemeriksa. Penyebab
pasti mioklonus palatum tidak diketahui. Pengobatan biasanya
tidak diperlukan, namun kadangkala dapat dipertimbangkan
insisi otot tensor timpani elinga tengah.
c. Palatoskisis
Palatoskisis dapat menyebabkan disfungsi tuba eustakius
akibat hilangnya penambat otot tensor velli palatini sehingga
kontraksi otot untuk membuka tuba eustakius pada saat menelan
menjadi terhambat. Ktidakmampuan untuk membuka tuba ini
menyebabkan ventilasi telinga tengah tidak memadai,
selanjutnya terjadi peradangan. Dengan demikian, insiden
penyakit telinga tengah pada anak dengan palatoskisis menjadi
sangat tinggi. Penanganan otologik memerlukan pengobatan
penyakit telinga secara dini. Koreksi bedah pada palatoskisis
dilakukan sesegera mungkin untuk tujuan fungsional. Banyak
anak memerlukan pemasangan tuba ventilasi.
d. Barotrauma
Barotrauma adalah kerusakan jaringan telinga akibat
perbedaan tekanan antara bagian dalam dan luar membran
timpani yang dapat terjadi pada saat menyelam atau terbang.
Hukum Boyle menyatakan bahwa suatu penurunan/peningkatan
tekanan lingkungan akan memperbesar/menekan (secara
berurutan) suatu volume gas dalam ruang tertutup. Bila gas
C o n g e k a t a u T o l e k | 17
dalam struktur yang lentur, maka strruktur tersebut dapat rusak
karena ekspansi atau kompresi.
Tekanan udara pada telinga tengah biasanya sama dengan
tekanan udara lingkungan. Dengan menurunnya tekanan udara
lingkungan, udara dalam telinga tengah akan mengembang dan
secara pasif akan keluar melalui tuba eustakius. Dengan
meningkatnya tekanan udara lingkungan, udara dalam telinga
tengah dalam telinga tengah dan tuba eustakius menjadi tertekan
dan cenderung menyebabkan penciutan tuba eustakius. Jika
perbedaan tekanan udara antara rongga telinga tengah dan
lingkungan menjadi terlalu besar (90-100 mmHg), bagian
kartilaginosa tuba eustakius akan sangat menciut. Semakin
bertmbahnya perbedaan tekanan menyebabkan berlanjutnya
keadaan vakum relatif dalam ronga telinga tengah. Selanjutnya
akan terjadi rangkaian kerusakan, mula-mula membran timpani
tertarik ke dalam menyebabkan membran teregang dan pecahnya
pembuluh-pembuluh darah kecil sehingga tampak gambaran
injeksi dan bula hemoragik pada membran timpani. Dengan
makin meningkatnya tekanan, pembuluh-pembuluh darah pada
mukosa telinga tengah juga akan berdilatasi dan pecah,
menimbulkan hemotimpanikum, kadang-kadang dapat
menyebabkan ruptur membran timpani.
Gejala barotrauma pada telinga tengah termasuk nyeri, rasa
tidak nyaman dan penuh serta berkurangnya pendengaran,
dizziness, bahkan hidung berdarah. Untuk mengurangi rasa tidak
nyaman maupun nyeri pada telinga, perlu dilakukan usaha untuk
membuka tuba eustakius yang menciut dan mengurangi tekanan
dengan mengunyah permen karet, mengambil napas, melakukan
perasat Valsava maupun Toynbee, makan permen atau menguap.
Pengobatan yang dapat diberikan antara lain anti histamin,
dekongestan atau spray hidung, dan steroid. Jika tuba eustakius
tidak membuka, perlu dilakukan miringotomi.
2.3.4.2. Gangguan pada rantai osikula
C o n g e k a t a u T o l e k | 18
Rantai osikula yang utuh mempunyai peran penting untuk
transmisi suara dari membran timpani ke fenestra ovalis. Rangkaian
osikula ini dapat terputus atau menjadi terfiksasi baik karena
kelainan kongenital ataupun karena penyakit.
a. Kelainan kongenital
Osikula dapat mengalami kelainan bentuk, terputus atau
terfiksasi secara kongenital. Karena berasal dari arkus brankialis
pertama dan kedua, maka kelainan osikula seringkali disertai
anomali perkembangan dari kedua arkus ini, misalnya pada
sindrom Treacher-Collins, yaitu stenosis telinga kongenital
dengan disostosis maksilofasial. Deformitas osikula dapat pula
terjadi secara tersendiri, bentuk yang paling umum adalah
hilangnya sebagian inkus dan fiksasi stapes. Aspek fungsional
kelainan ini (ketulian) perlu dikoreksi sebelum
mempertimbangkan perbaikan kosmetik. Deformitas osikula
secara terpisah biasanya dapat diperbaiki dengan pembedahan.
Bila stapes terfiksasi, maka tindakan stapedektomi dengan
penggantian protesis dapat memulihkan pendengaran. Osikula
juga dapat terfiksasi akibat timpanosklerosis pada pasien-pasien
dengan riwayat otitis media.
b. Otosklerosis
Otosklerosis merupakan gangguan autosomal dominan
yang terjadi pada awal masa dewasa, pada usia belasan atau
awal 20-an. Meskipun biasanya bilateral, otosklerosis dapat pula
unilateral. Kelainan ini merupakan penyakit labirin tulang
dimana terbentuk suatu daerah otospongiosis terutama di depan
dan di dekat kaki stapes, sehingga stapes menjadi terfikasi.
Pasien biasanya mengeluh kehilangan pendengaran bila
mencapai tingkat 40 dB atau lebih. Uji diagnostik tes Rinne
menunjukkan hasil negatif. Membran timpani tampak normal,
namun kadang berwarna merah muda atau oranye akibat
otospongiosis vaskular dalam telinga tengah yang terlihat
melalui membran timpani (Scwartze positif). Manajemen terapi
C o n g e k a t a u T o l e k | 19
kelainan ini adalah pembedahan, namun sangat tergantung pada
fungsi koklea.
c. Trauma telinga tengah
Perforasi membran timpani dapat disebabkan perubahan
tekanan yang mendadak (barotrauma, trauma ledakan), atau
karena benda asing dalam telinga. Gejalanya antara lain nyeri,
sekret berdarah dan gangguan pendengaran (suara terdengar
seperti dalam “tong”). Perforasi traumatik yang bersih dirawat
dengan melindungi telinga dari air dan pemberian antibiotik
sistemik bila ada nyeri atau peradangan. Umumnya perforasi
bersih tanpa komplikasi akan sembuh dengan sendirinya. Yang
perlu benar-benar diperhatikan adalah perforasi yang
menyebabkan cedera rantai osikula. Cedera ini perlu dicurigai
bila didapatkan kehilangan pendengaran (> 25 dB) dan vertigo
(bukan sensasi nyeri dan bunyi menggaung). Pada cedera ini,
dapat ditemukan stapes yang bergeser atau mengalami
subluksasi sehingga perlu dilakukan stapedektomi. Trauma
ledakan jarak dekat cenderung menimbulkan skuele jangka
panjang. Ruptur tidak hanya terbatas pada membran timpani,
namun partikel-partikel epitel skuamosa menjadi tersebar dalam
telinga tengah. Osikula dapat terdorong cukup jauh.
2.3.4.3. Otitis media supuratif akut (OMA)
Otitis media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh
mukosa telinga tengah, tuba eustakius, antrum mastoid, dan sel-sel
mastoid. Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah
dengan gejala dan tanda-tanda yang bersifat cepat dan singkat.
Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik dapat terjadi secara
lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual,
muntah, diare, serta othorrhea, apabila telah terjadi perforasi
membran timpani. Pada pemeriksaan otoskopik juga dijumpai efusi
telinga tengah. Terjadinya efusi telinga tengah atau inflamasi telinga
tengah ditandai dengan membengkak pada membran timpani atau
C o n g e k a t a u T o l e k | 20
bulging pada membran timpani, terdapat cairan di belakang
membran timpani, dan othorrhea.
Otitis media berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis media
supuratif dan otitis media non supuratif, di mana masing-masing
memiliki bentuk yang akut dan kronis. Selain itu, juga terdapat jenis
otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa, otitis media
sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis media adhesiva.
Skema pembagian otitis media.
Skema pembagian otitis media berdasarkan gejala
C o n g e k a t a u T o l e k | 21
a. Etiologi
Bakteri
Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang
tersering. Menurut penelitian, 65-75% kasus OMA dapat
ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui isolasi bakteri
terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain
tergolong sebagai non-patogenik karena tidak ditemukan
mikroorganisme penyebabnya. Tiga jenis bakteri penyebab
otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae
(40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-30%) dan
Moraxella catarhalis (10-15%). Kira-kira 5% kasus dijumpai
patogen-patogen yang lain seperti Streptococcus pyogenes
(group A beta-hemolytic), Staphylococcus aureus, dan
organisme gram negatif. Staphylococcus aureus dan
organisme gram negatif banyak ditemukan pada anak dan
neonatus yang menjalani rawat inap di rumah sakit.
Haemophilus influenzae sering dijumpai pada anak balita.
Jenis mikroorganisme yang dijumpai pada orang dewasa
juga sama dengan yang dijumpai pada anak-anak.
Virus
Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat
dijumpai tersendiri atau bersamaan dengan bakteri
patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai pada
anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV),
influenza virus, atau adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-
kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus, rhinovirus atau
enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk terhadap
fungsi tuba eustakius, menganggu fungsi imun lokal,
meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat
antimikroba dengan menganggu mekanisme
farmakokinetiknya. Dengan menggunakan teknik
polymerase chain reaction (PCR) dan virus specific
enzyme-linked immunoabsorbent assay (ELISA), virus-virus
C o n g e k a t a u T o l e k | 22
dapat diisolasi dari cairan telinga tengah pada anak yang
menderita OMA pada 75% kasus.
b. Factor resiko
Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis
kelamin, ras, faktor genetik, status sosioekonomi serta
lingkungan, asupan air susu ibu (ASI) atau susu formula,
lingkungan merokok, kontak dengan anak lain, abnormalitas
kraniofasialis kongenital, status imunologi, infeksi bakteri atau
virus di saluran pernapasan atas, disfungsi tuba Eustakius,
inmatur tuba Eustakius dan lain-lain. Faktor umur juga berperan
dalam terjadinya OMA. Peningkatan insiden OMA pada bayi
dan anak-anak kemungkinan disebabkan oleh struktur dan fungsi
tidak matang atau imatur tuba Eustakius. Selain itu, sistem
pertahanan tubuh atau status imunologi anak juga masih rendah.
Insidens terjadinya otitis media pada anak laki-laki lebih tinggi
dibanding dengan anak perempuan. Anak-anak pada ras
Amerika asli, Inuit, dan Indigenous Australian menunjukkan
prevalensi yang lebih tinggi dibanding dengan ras lain. Faktor
genetik juga berpengaruh. Status sosioekonomi juga
berpengaruh, seperti kemiskinan, kepadatan penduduk, fasilitas
higiene yang terbatas, status nutrisi rendah, dan pelayanan
pengobatan terbatas, sehingga mendorong terjadinya OMA pada
anak-anak. ASI dapat membantu dalam pertahanan tubuh. Oleh
karena itu, anak-anak yang kurangnya asupan ASI banyak
menderita OMA. Lingkungan merokok menyebabkan anak-anak
mengalami OMA yang lebih signifikan dibanding dengan anak-
anak lain. Dengan adanya riwayat kontak yang sering dengan
anak-anak lain seperti di pusat penitipan anak-anak, insidens
OMA juga meningkat. Anak dengan adanya abnormalitas
kraniofasialis kongenital mudah terkena OMA karena fungsi
tuba Eustakius turut terganggu, anak mudah menderita penyakit
telinga tengah. Otitis media merupakan komplikasi yang sering
terjadi akibat infeksi saluran napas atas, baik bakteri atau virus.
C o n g e k a t a u T o l e k | 23
c. Gejala klinis
Gejala klinis OMA bergantung pada stadium penyakit serta
umur pasien. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan
utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, di samping suhu tubuh
yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya.
Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa
nyeri, terdapat gangguan pendengaran berupa rasa penuh di
telinga atau rasa kurang mendengar. Pada bayi dan anak kecil,
gejala khas OMA adalah suhu tubuh tinggi dapat mencapai
39,5°C (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur,
tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan
kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi
ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga,
suhu tubuh turun dan anak tidur tenang. Penilaian klinik OMA
digunakan untuk menentukan berat atau ringannya suatu
penyakit. Penilaian berdasarkan pada pengukuran temperatur,
keluhan orang tua pasien tentang anak yang gelisah dan menarik
telinga atau tugging, serta membran timpani yang kemerahan
dan membengkak atau bulging. Menurut Dagan (2003) skor
OMA adalah seperti berikut:
Tabel : Skor OMA
Penilaian derajat OMA dibuat berdasarkan skor. Bila
didapatkan angka 0 hingga 3, berarti OMA ringan dan bila
C o n g e k a t a u T o l e k | 24
melebihi 3, berarti OMA berat. Pembagian OMA lainnya yaitu
OMA berat apabila terdapat otalgia berat atau sedang, suhu lebih
atau sama dengan 39°C oral atau 39,5°C rektal. OMA ringan
bila nyeri telinga tidak hebat dan demam kurang dari 39°C oral
atau 39,5°C rektal.
d. Patologi dan pathogenesis
Patogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai
oleh infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) atau alergi,
sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran napas
atas, termasuk nasofaring dan tuba Eustakius. Tuba Eustakius
menjadi sempit, sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif
pada telinga tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama
akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari
nasofaring ke dalam telinga tengah melalui tuba Eustakius.
Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba Eustakius untuk
mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring.
Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi
proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan ke dalam
telinga tengah. Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA
dan otitis media dengan efusi. Bila tuba Eustakius tersumbat,
drainase telinga tengah terganggu, mengalami infeksi serta
terjadi akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian terjadi
proliferasi mikroba patogen pada sekret. Akibat dari infeksi
virus saluran pernapasan atas, sitokin dan mediator-mediator
inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba
Eustakius. Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi
dan adhesi bakteri, sehingga menganggu pertahanan imum
pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret dan pus bertambah
banyak dari proses inflamasi lokal, perndengaran dapat
terganggu karena membran timpani dan tulang-tulang
pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran.
Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek
membran timpani akibat tekanannya yang meninggi.
C o n g e k a t a u T o l e k | 25
Obstruksi tuba Eustakius dapat terjadi secara intraluminal
dan ekstraluminal. Faktor intraluminal adalah seperti akibat
ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu timbul edema pada
mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu,
sebagian besar pasien dengan otitis media dihubungkan dengan
riwayat fungsi abnormal dari tuba Eustakius, sehingga
mekanisme pembukaan tuba terganggu. Faktor ekstraluminal
seperti tumor, dan hipertrofi adenoid.
Gambar : Perbedaan tuba eustachius pada anak-anak dan dewasa.
e. Stadium OMA
1) Stadium oklusi tuba eutachius
Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius
yang ditandai oleh retraksi membran timpani akibat
terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam telinga
tengah, dengan adanya absorpsi udara. Retraksi membran
timpani terjadi dan posisi malleus menjadi lebih horizontal,
refleks cahaya juga berkurang. Edema yang terjadi pada tuba
Eustakius juga menyebabkannya tersumbat. Selain retraksi,
membran timpani kadang-kadang tetap normal dan tidak ada
kelainan, atau hanya berwarna keruh pucat. Efusi mungkin
telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sulit
dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang
disebabkan oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam pada
stadium ini.
C o n g e k a t a u T o l e k | 26
2) Stadium hiperemis atau presupurasi
Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di
membran timpani, yang ditandai oleh membran timpani
mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret
eksudat serosa yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh
oklusi tuba yang berpanjangan sehingga terjadinya invasi
oleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi berlaku di
telinga tengah dan membran timpani menjadi kongesti.
Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang
menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa
penuh dan demam. Pendengaran mungkin masih normal
atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari cepatnya
proses hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan
udara yang meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala
berkisar antara dua belas jam sampai dengan satu hari.
Gambar : Membran timpani hiperemis
3) Stadium supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret
eksudat purulen atau bernanah di telinga tengah dan juga di
sel-sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa telinga
tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial
terhancur. Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum
timpani menyebabkan membran timpani menonjol atau
C o n g e k a t a u T o l e k | 27
bulging ke arah liang telinga luar. Pada keadaan ini, pasien
akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta rasa
nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan
tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan
pendengaran konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat
disertai muntah dan kejang. Stadium supurasi yang berlanjut
dan tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan iskemia
membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan
submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan nanah
yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat
tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler
membran timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis.
Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna
kekuningan atau yellow spot. Keadaan stadium supurasi
dapat ditangani dengan melakukan miringotomi. Bedah kecil
ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada membran
timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah
menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran
timpani akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi
ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali.
Membran timpani mungkin tidak menutup kembali.
Gambar : Membran timpani bulging dengan pu purulent
4) Stadium perforasi
C o n g e k a t a u T o l e k | 28
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran
timpani sehingga sekret berupa nanah yang jumlahnya
banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga
luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi
(berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh
terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi
kuman.Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih
tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak. Jika
mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau
nanah tetap berlangsung melebihi tiga minggu, maka
keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Jika
kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu
setengah sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut
otitis media supuratif kronik.
Gambar : Membran timpani perforasi
5) Stadium resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang
diawali dengan berkurangnya dan berhentinya othorrhea.
Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur
normal hingga perforasi membran timpani menutup kembali
dan sekret purulen akan berkurang dan akhirnya kering.
Pendengaran kembali normal. Stadium ini berlangsung
walaupun tanpa pengobatan, jika membran timpani masih
utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah.
C o n g e k a t a u T o l e k | 29
Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut
menjadi otitis media supuratif kronik. Kegagalan stadium
ini berupa perforasi membran timpani menetap, dengan
sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul.
Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa
berupa otitis media serosa. Otitis media serosa terjadi jika
sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi
membran timpani.
f. Diagnosis
Menurut Kerschner (2007), kriteria diagnosis OMA harus
memenuhi 3 hal berikut:
1) Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.
2) Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan
pengumpulan cairan di telinga tengah. Efusi dibuktikan
dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti
menggembungnya membran timpani atau bulging, terbatas
atau tidak ada gerakan pada membran timpani, terdapat
bayangan cairan di belakang membran timpani, dan terdapat
cairan yang keluar dari telinga.
3) Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang
dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut,
seperti kemerahan atau erythema pada membran timpani,
nyeri telinga atau otalgia yang mengganggu tidur dan
aktivitas normal.
Menurut Rubin et al. (2008), keparahan OMA dibagi
kepada dua kategori, yaitu ringan-sedang, dan berat. Kriteria
diagnosis ringan-sedang adalah terdapat cairan di telinga
tengah, mobilitas membran timpani yang menurun, terdapat
bayangan cairan di belakang membran timpani, membengkak
pada membran timpani, dan othorrhea yang purulen. Selain itu,
juga terdapat tanda dan gejala inflamasi pada telinga tengah,
seperti demam, otalgia, gangguan pendengaran, tinitus, vertigo
C o n g e k a t a u T o l e k | 30
dan kemerahan pada membran timpani. Tahap berat meliputi
semua kriteria tersebut, dengan tambahan ditandai dengan
demam melebihi 39,0°C, dan disertai dengan otalgia yang
bersifat sedang sampai berat.
Perbedaan otitis media akut dan otitis media efusi
g. Penatalaksanaan
1) Pengobatan
Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium
penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan untuk
mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian
antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik.
Tujuan pengobatan pada otitis media adalah untuk
menghindari komplikasi intrakrania dan ekstrakrania yang
mungkin terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba
Eustakius, menghindari perforasi membran timpani, dan
memperbaiki sistem imum lokal dan sistemik. Pada stadium
oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali
tuba Eustakius sehingga tekanan negatif di telinga tengah
hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam
C o n g e k a t a u T o l e k | 31
larutan fisiologik untuk anak kurang dari 12 tahun atau HCl
efedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak yang
berumur atas 12 tahun pada orang dewasa. Sumber infeksi
harus diobati dengan pemberian antibiotik. Pada stadium
hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan
analgesik. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan
penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat
diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau
sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin
intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah
sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan
pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik
diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi tehadap
penisilin, diberikan eritromisin. Pada anak, diberikan
ampisilin 50-100 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam empat
dosis, amoksisilin atau eritromisin masing-masing 50
mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3 dosis. Pada stadium
supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk
untuk melakukan miringotomi bila membran timpani masih
utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.
Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar,
kadang secara berdenyut atau pulsasi. Diberikan obat cuci
telinga (ear toilet) H2O2 3% selama 3 sampai dengan 5 hari
serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya
sekret akan hilang dan perforasi akan menutup kembali
dalam 7 sampai dengan 10 hari. Pada stadium resolusi,
membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak
ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi
biasanya sekret mengalir di liang telinga luar melalui
perforasi di membran timpani. Antibiotik dapat dilanjutkan
sampai 3 minggu. Bila keadaan ini berterusan, mungkin telah
terjadi mastoiditis.
Sekitar 80% kasus OMA sembuh dalam 3 hari tanpa
pemberian antibiotik. Observasi dapat dilakukan. Antibiotik
C o n g e k a t a u T o l e k | 32
dianjurkan jika gejala tidak membaik dalam dua sampai tiga
hari, atau ada perburukan gejala. Ternyata pemberian
antibiotik yang segera dan dosis sesuai dapat terhindar dari
tejadinya komplikasi supuratif seterusnya. Masalah yang
muncul adalah risiko terbentuknya bakteri yang resisten
terhadap antibiotik meningkat. Menurut American Academy
of Pediatrics (2004), mengkategorikan OMA yang dapat
diobservasi dan yang harus segera diterapi dengan ant ibiotik
sebagai berikut.
Kriteria Terapi Antibiotik dan Observasi pada Anak
dengan OMA.
Diagnosis pasti OMA harus memiliki tiga kriteria,
yaitu bersifat akut, terdapat efusi telinga tengah, dan terdapat
tanda serta gejala inflamasi telinga tengah. Gejala ringan
adalah nyeri telinga ringan dan demam kurang dari 39°C
dalam 24 jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri
telinga sedang-berat atau demam 39°C. Pilihan observasi
selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia
enam bulan sampai dengan dua tahun, dengan gejala ringan
saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada anak di
atas dua tahun. Follow-up dilaksanakan dan pemberian
analgesia seperti asetaminofen dan ibuprofen tetap diberikan
pada masa observasi. Menurut The American Academic of
Pediatric (2004), amoksisilin merupakan terapi lini pertama
dengan pemberian 80mg/kgBB/hari sebagai terapi antibiotik
awal selama lima hari. Amoksisilin efektif terhadap
Streptococcus penumoniae. Jika pasien alergi ringan
C o n g e k a t a u T o l e k | 33
terhadap amoksisilin, dapat diberikan sefalosporin seperti
cefdinir. Terapi lini kedua seperti amoksisilin-klavulanat
efektif terhadap Haemophilus influenzae dan Moraxella
catarrhalis, termasuk Streptococcus penumoniae.
Pneumococcal 7-valent conjugate vaccine dapat dianjurkan
untuk menurunkan prevalensi otitis media.
2) Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa
membran timpani, supa ya terjadi drainase sekret dari
telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus
dilakukan secara dapat dilihat langsung, anak harus tenang
sehingga membran timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi
miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Bila terapi
yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu
dilakukan, kecuali jika terdapat pus di telinga tengah.
Indikasi miringostomi pada anak dengan OMA adalah nyeri
berat, demam, komplikasi OMA seperti paresis nervus
fasialis, mastoiditis, labirintitis, dan infeksi sistem saraf
pusat. Miringotomi merupakan terapi lini ketiga pada pasien
yang mengalami kegagalan terhadap dua kali terapi
antibiotik pada satu episode OMA. Salah satu tindakan
miringotomi atau timpanosintesis dijalankan terhadap anak
OMA yang respon kurang memuaskan terhadap terapi lini
kedua, untuk menidentifikasi mikroorganisme melalui
kultur.
3) Timpanosintesis
Timpanosintesis merupakan pungsi pada membran
timpani, dengan analgesia lokal supaya mendapatkan sekret
untuk tujuan pemeriksaan. Indikasi timpanosintesis adalah
terapi antibiotik tidak memuaskan, terdapat komplikasi
supuratif, pada bayi baru lahir atau pasien yang sistem imun
tubuh rendah. Pipa timpanostomi dapat menurunkan
morbiditas OMA seperti otalgia, efusi telinga tengah,
C o n g e k a t a u T o l e k | 34
gangguan pendengaran secara signifikan dibanding dengan
plasebo dalam tiga penelitian prospertif, randomized trial
yang telah dijalankan.
4) Adenoidektomi
Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi
otitis media dengan efusi dan OMA rekuren, pada anak yang
pernah menjalankan miringotomi dan insersi tuba
timpanosintesis, tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada
anak kecil dengan OMA rekuren yang tidak pernah didahului
dengan insersi tuba, tidak dianjurkan adenoidektomi, kecuali
jika terjadi obstruksi jalan napas dan rinosinusitis rekuren.
h. Komplikasi
Sebelum adanya antibiotik, OMA dapat menimbulkan
komplikasi, mulai dari abses subperiosteal sampai abses otak
dan meningitis. Sekarang semua jenis komplikasi tersebut
biasanya didapat pada otitis media supuratif kronik. Komplikasi
OMA terbagi kepada komplikasi intratemporal (perforasi
membran timpani, mastoiditis akut, paresis nervus fasialis,
labirintitis, petrositis), ekstratemporal (abses subperiosteal), dan
intrakranial (abses otak, tromboflebitis).
i. Pencegahan
Terdapat beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya
OMA. Mencegah ISPA pada bayi dan anak-anak, menangani
ISPA dengan pengobatan adekuat, menganjurkan pemberian
ASI minimal enam bulan, menghindarkan pajanan terhadap
lingkungan merokok, dan lain-lain.
2.3.4.4. Otitis media serosa
Otitis media serosa adalah keadaan terdapatnya sekret yang
nonpurulen di telinga tengah, sedangkan membran timpani utuh.
Adanya cairan di telinga tengah dengan membran timpani utuh
tanpa tanda-tanda infeksi disebut juga otitis media dengan efusi.
C o n g e k a t a u T o l e k | 35
Apabila efusi tersebut encer disebut otitis media serosa dan apabila
efusi tersebut kental seperti lem disebut otitis media mukoid (glue
ear). Otitis media serosa otitis media mukoid memiliki etiologi yang
sama. Otitis media serosa disebabkan oleh trnasudasi plasma dari
pembuluh darah ke dalam rongga telinga tengah yang terutama
disebabkan perbedaan tekanan hidrostatik, sedangkan otitis media
mukoid disebabkan sekresi aktif kelenjar dan kista pada lapisan
epitel telinga tengah. Disfungsi tuba eustakius merupakan suatu
faktor penyebab utama. Faktor penyebab lainnya termasuk hipertrofi
adenoid, adenoiditis kronik, platoskisis, tumor nasofaring,
barotrauma, radang penyerta seperti sinusitis atau rhinitis, terapi
radiasi dan gangguan metabolik atau imunologik dan alergi.
a. Gejala
Gejala yang menonjol pada otitis media akut adalah
pendengaran berkurang, rasa tersumbat pada telinga, autofoni,
kadang-kadang terasa seperti ada cairan yang bergerak dalam
telinga pada saat posisi kepala berubah. Gejala lain yang
mungkin dikeluhkan adalah tinnitus, vertigo atau pusing dalam
intensitas ringan. Pada pemeriksaan otoskopik tampak membran
timpani retraksi, kadang-kadang tampak gelembung udara atau
permukaan cairan dalam cavum timpani, juga didapatkan tuli
konduktif.
Gejala pada otitis media serosa kronik hampir sama dengan
otitis media serosa akut dimana pada otitis media serosa kronik
tidak disertai rasa nyeri dengan keluhan gejala pada telinga
dirasakan bertahap dan berlangsung lama. Pada pemeriksaan
otoskopik terlihat membran timpani utuh, retraksi, suram,
kuning kemerahan atau keabu-abuan.
b. Pengobatan
C o n g e k a t a u T o l e k | 36
Pada otitis media serosa akut dapat diberikan
vasokonstriktor lokal (tetes hidung), antihistamin serta perasat
Valsava bila tidak ada tanda-tanda infeksi saluran napas atas.
Setelah satu atau dua minggu, bila gejala menetap dilakukan
miringotomi, dan bila masih belum sembuh, dilakukan
miringotomi serta pemasangan pipa ventilasi (Grommet tube).
Pada otitis media serosa kronik, pengobatan dilakukan untuk
mengeluarkan sekret dengan miringotomidan memasang pipa
ventilasi (Grommet tube). Pada kasus yang masih baru
pemberian dekongestan tetes hidung serta kombinasi
antihistamin – dekongestan per oral selama tiga bulan kadang-
kadang bisa berhasil. Di samping itu, harus dinilai serta diobati
faktor-faktor penyebab lain seperti alergi, hipertrofi adenoid atau
tonsil, sinusitis dan rhinitis.
2.3.4.5. Otitis media adhesive
Otitis media adhesiva adalah keadaan terjadinya jaringan
fibrosis di telinga tengah akibat proses peradangan yang
berlangsung lama sebelumnya. Keadaan ini dapat merupakan
komplikasi dari otitis media supuratif atau non supuratif yang
menyebabkan rusaknya mukosa telinga tengah. Gejala klinis berupa
pendengaran berkurang dengan adanya riwayat infeksi telinga
sebelumnya, terutama di waktu kecil. Pada pemeriksaan otoskopik
gambaran membran timpani dapat bervariasi mulai dari sikatriks
minimal, suram sampai sikatriks berat disertai bagian-bagian yang
atrofi atau plak timpanosklerosis.
2.3.4.6. Atelectasis telinga tengah
Atelektasis telinga tengah adalah retraksi sebagian atau seluruh
membran timpani akibat gangguan fungsi tuba yang kronik.
Keluhan mungkin tidak ada atau berupa gangguan pendengaran
ringan. Pada pemeriksaan otoskopik tampak membran timpani
menjadi tipis atau atrofi bila retraksi berlangsung lama. Pada kasus
yang tidak terlalu berat retraksi mungkin terjadi hanya pada satu
C o n g e k a t a u T o l e k | 37
kuadran saja, sedangkan pada kasus yang lanjut seluruh membran
timpani dapat menempel pada inkus, stapes dan promontorium.
2.3.7. Diagnosis sementara pada skenario
Otitis media supuratif kronis
Otitis media supuratif kronik (OMSK) dahulu disebut otitis media
perforata (OMP) atau dalam sebutan sehari-hari congek. Yang disebut
otitis media supuratif kronis ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus
menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau
berupa nanah. Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK
adalah terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi
kuman tinggi, dan daya tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau higiene
buruk.
a. Etiologi
Kejadian OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang
padaanak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal
darinasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga
tengah melalui tuba Eustakius. Fungsi tuba Eustakius yang
abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan
cleft palate dan down syndrome. Faktor host yang berkaitan dengan insiden
OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi imun sistemik. Penyebab
OMSK antara lain:
Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum
jelas, tetapi terdapat hubungan erat antara penderita dengan OMSK
dan sosioekonomi, dimana kelompok sosioekonomi rendah
memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan
hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, dan tempat
tinggal yang padat.
Genetic
C o n g e k a t a u T o l e k | 38
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama
apakah insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang
dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih
kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal
ini primer atau sekunder.
Otitis media sebelumnya
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan
kelanjutan dari otitis media akut dan atau otitis media dengan efusi,
tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan satu telinga dan
bukan yang lainnya berkembang menjadi kronis.
Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah
hampir tidak bervariasi pada otitis media kronik yang aktif
menunjukkan bahwa metode kultur yang digunakan adalah tepat.
Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram- negatif, flora tipe-
usus, dan beberapa organisme lainnya.
Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi
infeksi saluran napas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa
telinga tengah menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap
organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga
memudahkan pertumbuhan bakteri.
Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden
lebih besar terhadap otitis media kronis.
Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang
lebih tinggi dibanding penderita non-alergi. Yang menarik adalah
dijumpainya sebagian penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes
telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti
kemungkinannya.
Gangguan fungsi tuba eustachius
C o n g e k a t a u T o l e k | 39
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustakius sering tersumbat
oleh edema tetapi apakah hal ini merupakan fenomen primer atau
sekunder masih belum diketahui. Pada telinga yang inaktif
berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba
eustakius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin
mengembalikan tekanan negatif menjadi normal.
b. Patofisiologi
OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini
merupakan stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi
yang sudah terbentuk diikuti dengan keluarnya sekret yang terus
menerus. Perforasi sekunder pada OMA dapat terjadi kronis tanpa kejadian
infeksi pada telinga tengah misal perforasi kering. Beberapa penulis
menyatakan keadaan ini sebagai keadaan inaktif dari otitis media kronis.
Suatu teori tentang patogenesis dikemukan dalam buku modern yang
umumnya telah diterima sebagai fakta. Hipotesis ini menyatakan bahwa
terjadinya otitis media nekrotikans, terutama pada masa anak-anak,
menimbulkan perforasi yang besar pada gendang telinga. Setelah penyakit akut
berlalu, gendang telinga tetap berlubang, atau sembuh dengan membran
yang atrofi yang kemudian dapat kolaps ke dalam telinga tengah,
memberi gambaran otitis atelektasis. Hipotesis ini mengabaikan beberapa
kenyataan yang menimbulkan keraguan atas kebenarannya, antara lain:
hampir seluruh kasus otitis media akut sembuh dengan perbaikan lengkap
membran timpani. Pembentukan jaringan parut jarang terjadi, biasanya
ditandai oleh penebalan dan bukannya atrofi. Otitis media nekrotikans sangat
jarang ditemukan sejak digunakannya antibiotik. Di pihak lain, kejadian
penyakit telinga kronis tidak berkurang dalam periode tersebut. Pasien
dengan penyakit telinga kronis tidak mempunyai riwayat otitis akut pada
permulaannya, melainkan lebih sering berlangsung tanpa gejala dan
bertambah secara bertahap, sampai diperlukan pertolongan beberapa
tahun kemudian setelah pasien menyadari adanya masalah.
c. Gejala klinis
C o n g e k a t a u T o l e k | 40
a) Telinga berair (otorrhea)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air
dan encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus
dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan
mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang
tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa
telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya
sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat
disebabkan infeksi saluran napas atas atau kontaminasi dari liang
telinga luar setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif
tidak dijumpai adannya sekret telinga. Sekret yang sangat bau,
berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma
dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil,
berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan
sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan
mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan
dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan
tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang
encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.
b) Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang
pendengaran. Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula
bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun
proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun
kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis.
Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 dB ini ditandai
bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi
dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran
lebih dari 30 dB. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak
perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem
pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna
biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang
pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai
penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus
C o n g e k a t a u T o l e k | 41
diinterpretasikan secara hati-hati. Penurunan fungsi kokhlea biasanya
terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi
toksin melalui tingkap bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin
tanpa terjadinya labirintitis supuratif. Bila terjadinya labirintitis
supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat
menggambarkan sisa fungsi kokhlea.
c) Otalgia (nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada
merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat
karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya
ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan
abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya
otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang
komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau
trombosis sinus lateralis.
d) Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius
lainnya. Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya
fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo
yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak
atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya
karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan
labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran
infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo.
Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum.
d. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan audiometri
Pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli
konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural,
beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas.
2) Pemeriksaan radiologi
C o n g e k a t a u T o l e k | 42
a) Proyeksi schuller
Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah
lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena
memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen.
b) Proyeksi mayer atau owen
Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak
gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat
diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-
struktur.
c) Proyeksi stenver
Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan
yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna,
vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan
antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan
adanya pembesaran.
d) Proyeksi chause III
Memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat
memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi
dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh
karena kolesteatom. Bakteriologi bakteri yang sering dijumpai
pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Stafilokokus aureus dan
Proteus. Bakteri lain yang dijumpai pada OMSK E. Coli,
Difteroid, Klebsiella, dan Bacteriodes sp.
e. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatanOMSK adalah:
Membersihkan liang telinga dan kavum timpani.
Pemberian antibiotika:
Topikal antibiotik ( antimikroba)
Sistemik.
Pengobatan untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara
sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka
insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan
C o n g e k a t a u T o l e k | 43
mastoidektomi. Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang
dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna
atau maligna, antara lain:
Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
Mastoidektomi radikal
Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
Miringoplasti
Timpanoplasti
Pendekatan ganda timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty)
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen,
memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya
komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat,
serta memperbaiki pendengaran.
f. Komplikasi
1. Komplikasi ditelinga tengah:
a. Perforasi persisten
b. Erosi tulang pendengaran
c. Paralisis nervus fasial
2. Komplikasi telinga dalam:
a. Fistel labirinLabirintitis supuratif
b. Tuli saraf (sensorineural)
3. Komplikasi ekstradural:
a. Abses ekstradural
b. Trombosis sinus lateralis
c. Petrositis
4. Komplikasi ke susunan saraf pusat
a. Meningitis
b. Abses otak
c. Hindrosefalus otitis
C o n g e k a t a u T o l e k | 44
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan tanda dan gejala yang ada pada scenario dan pemeriksaan yang
telah dilakukan, kami menyimpulkan bahwa diagnosis sementara pada kasus di
scenario adalah OMSK (Otitis media supuratif kronis).
Otitis media supuratif kronik (OMSK) dahulu disebut otitis media perforata
(OMP) atau dalam sebutan sehari-hari congek. Yang disebut otitis media
supuratif kronis ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran
timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul.
Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah. Beberapa faktor yang
menyebabkan OMA menjadi OMSK adalah terapi yang terlambat diberikan, terapi
yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, dan daya tahan tubuh pasien rendah (gizi
kurang) atau higiene buruk.
C o n g e k a t a u T o l e k | 45
DAFTAR PUSTAKA
1. Iskandar, H. Nurbaiti,dkk 1997. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta.
2. Dams L George, boies L, dkk. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Ed 6. Jakarta : EGC
3. Soepardi, Iskandar. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta.
4. Broek P. Van Den. Dkk. 2010. Buku Saku Ilmu Kesehatan Tenggorok, Hidung, dan
Telinga. Ed 12. Jakarta : EGC
5. Dorland, W.A. Newman. 2012. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Ed 28. Jakarta :
EGC
6. Moore, Keith L & Agur, Anne M. R. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta :
Hipokrates