36
Drug Induced Hepatitis 2.1.Pendahuluan Hepatitis karena obat adalah peradangan/inflamasi pada hati yang disebabkan oleh reaksi obatSalah satu fungsi hati yang penting ialah melindungi tubuhterhadap terjadinya penumpukan zat berbahaya yang masukdari luar, misalnya obat. Banyak diantara obat yang bersifatlarut dalam lemak dan tidak mudah diekskresikan oleh ginjal.Untuk itu maka sistem enzim pada mikrosom hati akan melakukan biotransformasi sedemikian rupa sehingga terbentukmetabolit yang lebih mudah larut dalam air dan dapat dikeluarkan melalui urin atau empedu. Dengan faal sedemikianini, tidak mengherankan bila hati mempunyai kemungkinanyang cukup besar pula untuk dirusak oleh obat. Hepatitis karena obat pada umumnya tidak menimbulkan kerusakan permanen, tetapi kadang- kadang dapat berlangsung lamadan fatal. 1 Metabolisme obat terjadi dalam 2 tahap. Pada tahap 1 reaksi, obat dijadikan polar oleh proses oksidasi atau hydroxilasi. Tidak semua obat-obatan melalui tahap ini, beberapa dapat langsung menjalani reaksi tahap 2. Enzim cytochrome P-450 enzim mengkatalisis reaksi tahap 1. Sebagian besar produk intermediatnya bersifat transient dan sangat reaktif. Ini dapat menyebabkan reaksi pembentukan metabolit yang jauh lebih beracun dari substrat obatnya dan dapat menyebabkan kerusakan hati. Enzim Cytochrome P-450 adalah hemoprotein yang terdapat pada reticulum endoplasmic hati. Setiap enzim P-450 dapat metabolisme banyak obat-obatan. Tahap 2 reaksi mungkin terjadi di dalam maupun di

Contekan HIO 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

mkjgh

Citation preview

Page 1: Contekan HIO 2

Drug Induced Hepatitis

2.1.Pendahuluan

Hepatitis karena obat adalah peradangan/inflamasi pada hati yang disebabkan oleh reaksi

obatSalah satu fungsi hati yang penting ialah melindungi tubuhterhadap terjadinya penumpukan

zat berbahaya yang masukdari luar, misalnya obat. Banyak diantara obat yang bersifatlarut dalam

lemak dan tidak mudah diekskresikan oleh ginjal.Untuk itu maka sistem enzim pada mikrosom

hati akan melakukan biotransformasi sedemikian rupa sehingga terbentukmetabolit yang lebih

mudah larut dalam air dan dapat dikeluarkan melalui urin atau empedu. Dengan faal

sedemikianini, tidak mengherankan bila hati mempunyai kemungkinanyang cukup besar pula

untuk dirusak oleh obat. Hepatitis karena obat pada umumnya tidak menimbulkan kerusakan

permanen, tetapi kadang-kadang dapat berlangsung lamadan fatal.1

Metabolisme obat terjadi dalam 2 tahap. Pada tahap 1 reaksi, obat dijadikan polar oleh

proses oksidasi atau hydroxilasi. Tidak semua obat-obatan melalui tahap ini, beberapa dapat

langsung menjalani reaksi tahap 2. Enzim cytochrome P-450 enzim mengkatalisis reaksi tahap 1.

Sebagian besar produk intermediatnya bersifat transient dan sangat reaktif. Ini dapat

menyebabkan reaksi pembentukan metabolit yang jauh lebih beracun dari substrat obatnya dan

dapat menyebabkan kerusakan hati. Enzim Cytochrome P-450 adalah hemoprotein yang terdapat

pada reticulum endoplasmic hati. Setiap enzim P-450 dapat metabolisme banyak obat-obatan.

Tahap 2 reaksi mungkin terjadi di dalam maupun di luar hati. Obat-obatan dikonjugasi dengan

asetat, asam amino, sulfate, glutathione, asam glucuronic, yang selanjutnya akan meningkatkan

daya larut.2

2.2.Epidemiologi

Hepatitis karena obat terjadi pada delapan dalam setiap 10.000 orang. Perempuan

cenderung terpengaruh hampir dua kali dibandingkan laki-laki. Orang dewasa lebih rentan

terhadap jenis hepatitis ini karena tubuh mereka tidak mampu memperbaiki dengan cepat sel-sel

hepatosit yang rusak seperti pada orang muda.3 Di Amerika terdapat sekitar 200 kasus penyakit

hati akut. 50% diantaranya adalah karena penggunaan obat terdiri dari 30% karena

acetaminophen, 13% adalah reaksi idiosinkratik akibat pengobatan lainnya. 2 – 5% kasus akibat

penggunaan obat di rumah sakit dengan jaundice, 10% dari semua kasus adalah hepatits akut.

Page 2: Contekan HIO 2

2.3.Faktor Resiko

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya hepatitis karena obat, yaitu :2

1. Ras : Beberapa obat memiliki toksisitas yang berbeda tergantung ras. Misalnya, kulit hitam

lebih rentan terhadap isoniazid (INH). 

2. Hepatitis karena obat jarang ditemukan pada anak-anak. Resikonya meingkat pada orang

tua.

3. Jenis kelamin : Dengan alasan yang tidak diketahui, hepatitis jenis ini lebih sering terjadi

pada perempuan.

4. Konsumsi alkohol : orang yang mengkonsumsi alkohol lebih rentan terhadap hepatiis karena

obat karena kerusakn hati mengubah metabolisme obat-obatan. Alkohol menyebabkan

penipisan glutathione (hepatoprotektif) yang membuat orang lebih rentan.

5. Faktor resiko lain : Orang dengan AIDS, malnutrisi, dan berpuasa mungkin rentan terhadap

narkoba karena rendahnya glutathione.

2.4.Etiologi

Beberapa contoh obat-obatan yang dapat menyebabkan terjadinya hepatitis karena obat, yaitu :2

1. Acetaminophen: Hepatoksisitas dari acetaminophen disebabkan oleh senyawa metabolit

NAPQI (N-acetyl-p-benzoquinone-imine). Ini adalah senyawa metabolit yang dihasilkan oleh

cytochrome P-450-2E1.

2.  Amoxicillin: Amoxicillin menyebabkan peningkatan kadar SGOT, SGPT, atau keduanya.

3.  Amiodarone: Amiodarone menyebabkan hasil tes fungsi hati tidak normal dalam 15-50%

dari pasien.

4.   Chlorpromazine: Kerusakan hati akibat Chlorpromazine menyerupai hepatitis infeksi dengan

fitur laboratorium jaundice obstruktif lebih jelas daripada kerusakan parenkim.

5.   Ciprofloxacin : Kira-kira 1,9% dari pasien yan menggunakan ciprofloxacin menunjukkan

tingkat SGPT tinggi, 1,7% mengalami peningkatan SGOT, 0,8% mengalami peningkatan

alkalin phosphatase, dan 0,3% kadar bilirubin meningkat. 

6.   Diclofenac: Perempuan tua lebih rentan terhadap kerusakan hati akibat diclofenac.

Peningkatan dari satu atau lebih hasil tes hati mungkin terjadi.

7.   Erythromycin: Erythromycin dapat menyebabkan kerusakan hati, termasuk peningkatan

enzim hati dan hepatocellular dan/atau hepatitis cholestatis dengan atau tanpa jaundice.

Page 3: Contekan HIO 2

8.   Fluconazole: Menyebabkan peningkatan transaminase.

9.   Isoniazid : Hepatitis berat telah dilaporkan pada pasien yang mendapat terapi INH. Pasien

yang diberikan INH harus diawasi secara hati-hati.

10. Methyldopa: Methyldopa merupakan antihipertensi yang merupakan kontraindikasi pada

pasien dengan penyakit hati aktif.

11. Kontrasepsi oral : kontrasepsi oral dapat mengakibatkan intrahepatic cholestasis dengan

pruritus dan jaundice dalam sejumlah kecil pasien.

12. Statin/HMG-COA reductase inhibitors : Penggunaan statin terkait dengan abnormalitas

biokimiawi dari fungsi hati.

13. Rifampicin: Rifampicin biasanya diberikan dengan INH. Rifampin sendiri dapat

menyebabkan hepatitis ringan.

2.5.Patogenesis

1.Mekanisme patofisiologi2

a.Gangguan hepatosit : Ikatan kovalen dari obat dengan protein intrasellular dapat

menyebabkan penurunan ATP, yang menyebabkan gangguan aktin. Gangguani aktin di

permukaan hepatosit menyebabkan pecahanya membrane hepatosit.

b.Gangguan transportasi protein: Obat-obatan yang mempengaruhi transportasi protein di

membrane canalicular dapat mengganggu arus empedu. Hilangnya processus villous dan

gangguan pompa transportasi seperti resistensi multidrug-protein 3 menghambat ekskresi

bilirubin, menyebabkan cholestasis.

c.Aktivasi sel Cytolytic T : Ikatan kovalen obat pada enzim P-450 bertindak sebagai

immunogen, mengaktifkan sel T dan cytokines dan merangsang kekebalan tubuh yang multi

respon.

d.Apoptosis hepatosit : Aktivasi jalur apoptotic oleh reseptor faktor tumor nekrosis-alpha

receptor oleh Fas memicu kaskade intraselular, yang menghasilkan kematian sel.

e.Gangguan mitokondria : Beberapa obat menghambat fungsi mitokondria dengan efek

ganda terhadap produksi energi beta-oksidasi oleh hambatan sintesis Nikotinamid adenin

dinukleotida dan flavin adenin dinukleotida, mengakibatkan penurunan produksi ATP.

f.Kerusakan saluran empedu : metabolit toksik yang dieksresikan di empedu dapat

menyebabkan kerusakan epitel saluran empedu.

Page 4: Contekan HIO 2

2.    Mekanisme toksisitas obat1

Secara patofisiologik, obat yang dapat menimbulkan kerusakan pada hati dibedakan atas

dua golongan yaitu hepatotoksin yang predictable dan yang unpredictable.

a. Hepatotoksin yang predictable (intrinsik) : merupakan obat yang dapat dipastikan selalu akan

menimbulkan kerusakan sel hepar bila diberikan kepada setiap penderita dengan dosisyang

cukup tinggi. Dari golongan ini ada obat yang langsungmerusak sel hati, ada pula yang merusak

secara tidak langsungyaitu dengan mengacaukan metabolisme atau faal sel hati.Obat

hepatotoksik predictable yang langsung merusak selhati umumnya tidak digunakan lagi untuk

pengobatan. Contohnya ialah karbon tetraklorid dan kloroform. Hepatotoksinyang predictable

yang merusak secara tidak langsung masihbanyak yang dipakai misalnya parasetamol,

tetrasiklin, metotreksat, etanol, steroid kontrasepsi dan rifampisin. Tetrasiklin, etanol dan

metotreksat menimbulkan steatosis yaitu degenerasi lemak pada sel hati. Parasetamol

menimbulkan nekrosis, sedangkan steroid kontrasepsi dan steroid yang mengalami alkilasi pada

atom C-17 menimbulkan ikterus akibat terhambatnya pengeluaran empedu. Rifampisin dapat

pula menimbulkan ikterus karena mempengaruhi konyugasi dan transpor bilirubin dalam hati.

b. Hepatotoksin yang unpredictable : kerusakan hati yang timbul disini bukan disebabkan karena

toksisitas intrinsik dari obat, tetapi karena adanya reaksi idiosinkrasi yang hanya terjadi pada

orang-orang tertentu. Ciri dari kelainan yang bersifat idiosinkrasi ini ialah timbulnya tidak dapat

diramalkandan biasanya hanya terjadi pada sejumlah kecil orang yang rentan. Menurut sebab

terjadinya, reaksi yang berdasarkan idiosinkrasi ini dapat dibedakan dalam dua golongan yaitu

karenareaksi hipersensitivitas dan karena kelainan metabolisme.Yang timbul karena

hipersensitivitas biasanya terjadi setelahsatu sampai lima minggu dimana terjadi proses

sensitisasi.Biasanya dijumpai tanda-tanda sistemik berupa demam, ruam kulit, eosinofilia dan

kelainan histologik berupa peradangan granulomatosa atau eosinofilik pada hati. Dengan

memberikan satu atau dua challenge dose, gejala-gejala di atas biasanya segera timbul lagi.

Reaksi idiosinkrasi yang timbul karena kelainan metabolisme mempunyai masa laten yang

sangat bervariasi yaitu antara satu minggu sampai lebih dari satu tahun. Biasanya tidak disertai

demam, ruam kulit, eosinofilia maupun kelainan histopatologik yang spesifik seperti di atas.

Dengan memberikan satu atau dua challenge dose kelainan ini tidak dapat diinduksi untuk timbul

lagi ; untuk ini obat perlu diberikan lagi selama beberapa hari sampai beberapa minggu. Hal ini

menunjukkan bahwa diperlukan waktu yang cukup lama agar penumpukan metabolit

Page 5: Contekan HIO 2

hepatotoksik dari obat sampai pada taraf yang memungkinkan terjadinya kerusakan hati

2.6.Gejala

Gejala-gejala yang dapat ditemukan pada hepatitis karena obat, yaitu : demam, ruam dan

gatal pada kulit, diare, nyeri sendi, mual, vomitingmuntah, headachesakit kepala,

anorexiaanorexia, jaundice jaundice, feses berwarna seperticlay color stools tanah liat, dark

urineair kencing gelap, dan hepatomegaly.4

2.7.Diagnosis

Kemungkinan hepatitis karena obat selalu perlu dipikirkan pada penderitadengan ikterus.

Diagnosa kerja dapat dibuat atas dasar anamnesis mendapat obat tertentu, adanya kelainan

spesifik yang disebabkan obat tertentu dan usaha mencari bukti penunjang.Adanya demam dan

eosinofilia menyokong diagnosa, tetapikedua gejala ini tidak selalu dijumpai.Kolestasis

intrahepatik relatif sering disebabkan oleh obat,lebih-lebih bila dijumpai adanya peradangan dan

sebukaneosinofil di daerah portal. Tetapi ikterus kolestatik akibatsteroid mungkin tidak disertai

peradangan daerah portal.Berulangnya gangguan faal hati atau hiperbilirubinemia

setelahpemberian suatu challenge dose merupakan petunjuk berhargauntuk menegakkan

diagnosa hepatitis karena obat. Selama tiga hari setelahpemberian challenge dose ini diperiksa

kadar fosfatase alkali,SGOT, SGPT dan bilirubin. Kurang lebih 40-60% penderitaakan

memperlihatkan reaksi berupa kambuhnya gangguan faalhati dalam waktu relatif singkat. Untuk

mencegah terjadinyahal yang tidak diinginkan maka pemberian challenge dose inisebaiknya

hanya dibatasi pada obat yang menimbulkan kelainan yang bersifat kolestasis dan obat tersebut

masih diperlukan sekali oleh penderita. Challenge dose ini diberikan selama satu hari. Untuk

obat yang menimbulkan kerusakan hepatoseluler tindakan ini sebaiknya tidak dilakukan

karenamembahayakan penderita.1

2.8 Diagnosis Banding

Diagnosis banding hepatitis karena obat, yaitu : hepatitis virus akut, hepatitis autoimun,

shock hati, cholecystitis, cholangitis, sindrom Budd-Tundo, penyakit hati karena alcohol,

cholestatic, penyakit Wilson, hemochromatosis, gangguan pembekuan.2

Page 6: Contekan HIO 2

2.9.Pengobatan

Pengobatan hepatitis karena obat pada prinsipnya sama dengan pengobatanpenyakit hati

yang ditimbulkan oleh penyebab lain. Obat yangdicurigai sebagai penyebab harus dihentikan.

Penderita diberidiet 2500-3000 kalori, 70-100 g protein dan 400-500 g karbohidrat sehari. Bila

ada tanda akan terjadikoma hepatikum,protein tidak diberikan dan juga diberikan neomisin per

oral.Bila penderita jatuh ke dalam koma, diberikan infus glukosa.Keseimbangan asam-basa dan

kebutuhan cairan harus diperhatikan dengan baik. Untuk ikterus yang disebabkan kolestasis

hepatokanalikuler, diberikan terapi suportif. Jenis iniumumnya tidak terlalu berbahaya. Bila

ikterus menghebat dantimbul rasa gatal, dapat diberikan kortikosteroid atau kolestiramin. Perlu

dicatat bahwa kortikosteroid tidak mempercepat sembuhnya penyakit.1

2.10.Komplikasi

a.Peningkatan tekanan di vena porta

Darah dari usus, lien dan pancreas masuk ke hati melalui vena porta. Jika ada kerusakan

padajaringan hati maka akan terjadi bendungan sirkulasi darah yang dapat menyebabkan

peningkatan tekanan pada vena porta.

b.Pelebaran vena

Ketika ada pembendungan di vena porta maka darah akan mengalir kembali ke perut,

esophagus dan traktus intestinal bagian bawah.

c.Jaundice

Terjadi jika ada peningkatan bilirubin.

d.Cirrhosis

Adalah kondisi hati yan serius dan irreversible.

2.11.Prognosis

Prognosis pada pasien drug induced hepatitis semakin baik jika penetapan diagnosis pada

awal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Setiabudy, R. Hepatitis Karena Obat. www.cerminduniakedokteran.com. Diakses : 5

Page 7: Contekan HIO 2

November 2008

2. Nilesh M. Drug-Induced Hepatotoxicity. http://www.emedicine.com/. Diakses : 6 November 2008

3. Thomas S. Drug Induced Hepatitis.http://www.healthatoz.com/. Diakses : 6 November 2008

4. Univeritas Virginia. Drug-Induced Hepatitis. In : Liver, Biliary, and Pancreatic Disorders.

http://www.healthsystem.virginia.edu/. Diakses : 6 November 2008

Tuberculosis Paru dengan Hepatitis Drug Induce

Dibuat oleh: Dinar Purbarena Galih,Modifikasi terakhir pada Sat 24 of Jul, 2010 [07:19]

 

ABSTRAK

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB

(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga

mengenai organ tubuh lainnya. Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3

minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,

batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,

berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Pemeriksaan

dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan

potensi penularan. Penatalaksanaan untuk Tuberkulosis adalah dengan pemakaian obat-obatan

anti Tuberkulosis (OAT) yang beberapa diantaranya mempunyai efek samping hepatotoksik yang

sering disebut dengan hepatitis drug induce, yaitu hepatitis yang diakibatkan oleh obat-obatan,

dalam kasus ini adalah sebagai akibat dari penggunaan obat anti tuberculosis Pirazinamid

(PZA).

Keyword : Tuberculosis Paru, Hepatitis drug induce

HISTORY

Os datang ke Rumah Sakit diantar keluarganya dengan keluhan badan lemas. Sejak 2 minggu yll,

nafsu makan Os menurun, makan sedikit-sedikit. Keluarga os  mengaku bahwa berat badan Os

selama sakit menurun, Os semakin terlihat kurus. Keluhan lain: batuk (+), batuk darah (-), ngikil

(+) terutama pada malam hari, dahak (+) warna putih kental. Batuk sudah 1 bulan, berobat 3x ke

dokter tidak sembuh-sembuh. Keringat malam (-), Os sering meriang, hilang timbul. Sesak nafas

(-), nyeri dada (-), sakit kepala (-), nyeri otot (+). Riwayat kontak dengan penderita yang batuk

Page 8: Contekan HIO 2

lama (+)àadik Os. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak sakit sedang, habitus

astenikus (BB=30 kg, TB=160 cm), kesadaran compos mentis, tekanan darah 90/50 mmHg, nadi

96 x/menit, respirasi 24 x/menit, suhu 36,9°C. Pemeriksaan BTA adalah negative, dengan hasil

Hasil Ro thorax KP duplex aktif, kondisi fisik mendukung untuk diagnosis TB paru. Oleh dokter

kemudian langsung diberikan pengobatan anti TB kategori I, namun dalam perjalanan

pengobatan, terjadi peningkatan kadar ALT dan AST dalam darah, dan ikterik pun muncul pada

pasien ini. Awal pengobatan 03-02-2009, SGOT: 33 (<37U/L), SGPT : 22 (<41U/L). Pada

tanggal 11-02-2009, SGOT : 152, SGPT: 75. Oleh dokter, pengobatan tersebut dihentikan untuk

sementara waktu (± 1 minggu). Setelah kadar SGOT dan SGPT normal, 17-02-2009àSGOT: 34,

SGPT: 54, pengobatan dilanjutkan dari awal tanpa menyertakan pirazinamid (PZA), dan tanggal

20-02-2009, SGOT : 28, SGPT      : 33.

 DIAGNOSIS

Tuberculosis Paru dengan Hepatitis Drug Induce

TERAPI

Infus NaCl 20 tpm, injeksi Ceftriaxon 1 gr/24 jam, injeksi Ranitidin 1g/12jam, injeksi

Metoclopramid/8 jam, RHZE: Rifampisin 450 mg 1x1, INH 300 mg 1x1, Pirazinamid 500 mg

1x3, Ethambutol  500 mg 1x2., B6 1x1 à RHZE stop 12-02-2009. Hepatits Drug Induce à RHE

mulai 18-02-2009: Rifampisin 450 mg 1x1, INH 300 mg 1x1,Ethambutol 500 mg 1x2., B6 1x1

DISKUSI

Pasien menurut gejala klinis, hasil pemeriksaan BTA dan hasil pemeriksaan Ro.thorax adalah

penderita Tuberculosis Paru BTA negatif dengan  pengobatan kategori I sesuai dengan kriteria

yang termasuk didalamnya, yaitu BTA negatif dengan ro.thorax positif dan kondisi klinis sangat

mendukung. Pengobatan OAT dalam kasus ini belum dalam bentuk paket kombipak, melainkan

masih beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori

pengobatan, meliputi Isoniasid 5mg/kgBB/hari (H), ethambutol 10 mg/kgBB/hari (E), rimfapisin

15 mg/kgBB/hari (R), dan pirazinamid 25 mg/kgBB/hari (PZA). Dalam perjalanan pengobatan,

pasien mengalami ikterik, kemudian dilakukan pemeriksaan faal hati meliputi kadar SGOT

(AST) dan SGPT (ALT). Terjadi peningkatan ±5x dari kadar AST sebelumnya, dan ±4x dari

kadar ALT sebelumnya. Terjadilah hepatitis drug induce pada kasus ini. Penggunaan OAT

kemudian dihentikan. Kemudian saat AST dan ALT sudah normal, dan ikterik pun membaik,

maka pemberian OAT diteruskan dengan hanya pemberian PZA saja yang dihentikan karena

Page 9: Contekan HIO 2

PZA mempunyai efek hepatotoksik yang lebih besar dibanding dengan yang lainnya. Dari

referensi yang dibaca, diagnosis dari hepatitis drug induce adalah ketika kadar AST dan ALT 

normal dan gejala serta tanda dari hepatotoksis membaik setelah pemberian semua obat anti TB

dihentikan, dan terdapat satu dari kriteria: peningkatan lima atau lebih dari lima nilai normal

ALT dan atau AST, peningkatan kadar serum total bilirubin diatas 1,5 mg/dl, peningkatan AST

dan atau ALT sebelum pengobatan OAT dengan anorexia, mual, muntah, malaise, organomegali

dan jaundice. Ketika terjadi hepatotoksik, pengobatan OAT dihentikan. Kemudian dilakukan

pemantauan kadar serum tranferase dua kali seminggu sampai terjadi penurunan kadar serum

tranferase dan perbaikan klinis hepatotoksis2,3,6. Teori diatas sesuai dengan kasus yang penulis

jumpai saat menjalani koass di bagian penyakit dalam RSD Panembahan Senopati Bantul.

KESIMPULAN

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, Sdr.PS  didiagnosis

mengalami Tuberkulosis paru dengan Hepatitis Drug Induce. Penatalaksanaan adalah dengan

menghentikan pengobatan OAT untuk sementara waktu sampai faal hati (AST dan ALT) normal

kembali, kemudian setelah kadar AST dan ALT kembali normal, PZA tidak digunakan lagi

dalam OAT karena PZA merupakan obat tuberculosis yang mempunyai efek hepatotoksik

dibandingkan dengan yang lainnya.   

REFERENSI

1. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis. 2006. Ed.2.Depkes RI; Jakarta

2. Prihatni, D.,et al. 2005. Efek Hepatotoksik Anti Tuberkulosis Terhadap Kadar Aspartate

Aminotransferase dan Alanine Aminotransferase Serum Penderita Tuberkulosis Paru.

Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory. Vo.12, No.1: 1-5

3. Shakya, R., et al. Evaluation of Risk Factors for Antituberculosis Drugs-Induced

Hepatotoxicity in Nepalese Population. Athmandu University Journal of Science,

Engineering and Technology  Vol.II, no.1, February, 2006

4. Amin, Z., Bahar, A. 2006. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Jilid II. FK UI: Jakarta

5. Amin, Z., Bahar, A. 2006. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir dalam Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jilid II. FK UI: Jakarta

6. Bayupurnama, P. 2006. Hepatotoksisitas Imbas Obat dalam dalam Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jilid I. FK UI: Jakarta

Page 10: Contekan HIO 2

A. PENDAHULUAN

Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2 – 1,8 kg atau kurang

lebih 25 % berat badan orang dewasa yang menempati sebagian besar kuadran

kanan atas abdomen dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi yang

sangat kompleks. Hati terdiri atas bermacam – macam sel. Hepatosit meliputi

kuarng lebih 60% sel hati, sedangkan sisanya terdiri atas sel – sel epithelial sistem

empedu dalam jumlah yang bermakna dan sel – sel non parenkimal yang

termasuk di dalamnya endothelium, sel kupffer, dan sel stellata yang berbentuk

seperti bintang. Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam, terutama

dalam hal metabolisme karbohidrat, protein dan asam lemak. Fungsi utama hati

adalah pembentukan dan ekskresi empedu. Hati mengekskresikan empedu

sebanyak 1 liter perhari ke dalam usus halus. Unsur utama empedu adalah air

( 97% ), elektrolit, garam empedu, walaupun bilirubin ( pigmen empedu )

merupakan hasil akhir metabolisme dan secara fisiologis tidak mempunyai peran

aktif, tapi penting sebagai indikator penyakit hati dan saluran empedu, kerana

bilirubin dapat memberi warna pada jaringan dan cairan yang berhubungan

dengannya.1

Jika terjadi peradangan di hati maka di sebut hepatitis. Penyebab hepatitis yaitu

karena virus dan non virus. Virus di bagi menjadi hepatitis A, B, C, D, E, F, G.

sedangkan yang non virus bisa karena obat – obatan dan alkohol. 4

Ketika obat – obat merusak hati dan mengganggu fungsi normalnya, gejala dan

tanda serta tes darah yang berkaitan dengan fungsi hati akan menunjukkan

kelainan. Kelainan – kelainan dari penyakit hati yang diinduksi oleh obat serupa

dengan penyakit hati yang disebabkan oleh agen – agen seperti virus dan penyakit

imunologi yang lain. Hepatitis yang diinduksi oleh obat serupa dengan hepatitis

virus. Keduanya dapat menyebabkan peninggian enzim AST dan ALT. Selain itu

gejala yang tampak dapat berupa anoreksia, kelelahan dan mual.2

Page 11: Contekan HIO 2

B. PEMBAHASAN DRUG INDUCED HEPATITIS

1. DEFINISI

Drug induced hepatitis adalah penyakit hati yang diinduksi oleh obat yang

diresepkan oleh dokter ataupun yang dibeli secara bebas seperti vitamin,

hormone, herbal, obat – obat terlarang dan bahan – bahan beracun lainnya.4

2. EPIDEMIOLOGI

Di Amerika terdapat sekitar 200 kasus penyakit hati akut. 50% diantaranya adalah

karena penggunaan obat terdiri dari 30% karena acetaminophen, 13% adalah

reaksi idiosinkratik akibat pengobatan lainnya. 2 – 5% kasus akibat penggunaan

obat di rumah sakit dengan jaundice, 10% dari semua kasus adalah hepatits akut5

3. ETIOLOGI

Obat – obat yang dapat menyebabkan hepatitis 7

- Acetaminophen ( Tylenol )

- Statins

- Nicotinic acid ( Niacin )

- Amiodarone ( Cordarone )

- Antibiotik – antibiotik : Isoniazid ( Nydrazid, Laniazid ), Nitrofurantoin,

Minocycline dan Cotrimoxazole.

- Nonsteroidal antiinflammatory drugs ( NSAIDs ) : aspirin, indomethacin

( Indocin ), ibuprofen ( Montrin ), naproxen ( Naprosyn ), piroxicam ( Feldene )

dan nabumetone ( Relafen )

- Tacrine ( Cognex )

- Disulfiram ( Antabuse )

- Vitamin A

Contoh – contoh obat herbal yang dapat menyebabkan hepatitis, yaitu :3

- Cascara

- Chaparral

- Comfrey

- Kava

- Ma – huang

Page 12: Contekan HIO 2

4.FAKTOR RESIKO5

• Ras

Beberapa obat tampaknya memiliki toksisitas yang berbeda berdasarkan ras.

Misalnya orang kulit hitam lebih rentan terhadap isoniazid ( INH ). Laju

metabolisme obat dikontrol oleh enzim P – 450 dan setiap individu bervariasi.

• Umur

Reaksi obat terhadap hati jarang terjadi pada anak – anak. Resiko cedera ke hati

lebih besar pada orang tua karena menurunnya clearance, interaksi obat, aliran

darah hepatik yang berkurang dan variasi dalam pengikatan obat. Selain itu, pola

makan yang buruk, infeksi dan dirawat di rumah sakit merupakan faktor untuk

terjadinya hepatotoksisitas karena obat.

• Jenis kelamin

Meskipun alasan yang tidak diketahui, reaksi hepatotoksisitas karena obat lebih

sering pada perempuan.

• Alkohol

Orang yang mengkonsumsi alkohol lebih rentan terhadap hepatotoksisitas obat

karena alkohol menyebabkan cedera dan kerusakan sel hati sehingga terjadi

perubahan pada metabolisme obat.

• Penyakit hati

Secara umum pasien dengan penyakit hati kronik lebih rentan terjadi kerusakan

hati.

• Faktor genetik

Gen unik encode pada P – 450, perbedaan genetik dalam enzim P – 450 dapat

menyebabkan reaksi yang abnormal terhadap obat.

5. PATOGENESIS

Mekanisme pathogenesis: mekanisme hepatotoksisitas yang masih dieksplorasi

dan mencakup mekanisme hepatoseluler dan ekstraseluler. Antara mekanismenye

adalah :

• Gangguan dari hepatosit

Ikatan pengikatan protein inteaseluler obat dapat menyebabkan penurunan tingkat

Page 13: Contekan HIO 2

ATP, menyebabkan gangguan aktin pada permukaan hepatosit dapat

menyebabkan gangguan membrane.

• T – sel sitolitik aktivasi

Kovalen mengikat obat supaya enzim P – 450 dapat bertindak sebagai

immunogen, untuk mengaktifkan sel T dan sitokin serta merangsang respon imun

lainnya.

• Apoptosis dari hepatosit

Aktivasi dari jalur apoptosis oleh faktor nekrosis tumor – alfa reseptor dari FAS

dapat memicu kaskade intraseluler, yang berakibat pada kematian sel terprogram.

• Gangguan mitokondria

Obat tertentu menghambat fungsi mitokondria dengan efek ganda dari produksi

energy beta – oksidasi dengan menghambat sintesis dinukleotida, sehingga terjadi

penurunan produksi ATP.

• Cedera saluran empedu

Hasil metabolism yang beracun diekskresikan dalam empedu dapat menyebabkan

cedera epitel saluran empedu.

Metabolisme obat8

Hati memetabolisme setiap obat atau racun yang masuk ke tubuh. Kebanyakan

obat bersifat lipofilik, agak memudahkan penyerapan membran sel. Di dalam

tubuh, diubah menjadi hidrofilik oleh proses biokimia di hepatosit untuk

mengaktifkan obat dan memudahkan ekskresi. Metabolism obat dibagi menjadi 2

fase. Di fase pertama, obat dibuat polar dengan oksidasi atau hidroksilasi. Semua

obat mungkin ada yang tidak melalui fase tersebut dan langsung ke fase kedua.

Enzim sitokrom P – 450 mengkatalisis pada fase pertama. Reaksi tersebut

Page 14: Contekan HIO 2

mungkin akan menghasilkan formasi metabolit yang jauh lebih berbahaya dari

substrat awal dan mungkindapat menyebabkan kerusakan hati. Sebagai contoh,

hasil metabolism dari acetaminophen adalah N – acetyl –p –benzoquinone –

imine ( NAPQI ), dan diproduksi dengan dosis tinggi. NAPQI member respon

kerusakan pada hati. Enzim P – 450 dapat memetabolisme banyak jenis obat.

Obat – obat yang bersama – sama membagi spesifitas P – 450 untuk

biotransformasi mungkin dapat saling menghambat satu sama lain, sehingga

terjadi interaksi obat. Beberapa obat ada yang bersifat menginduksi dan

menghambat P – 450.

Reaksi fase 2 dapat terjadi di dalam atau di luar hati. Melibatkan konjugasi

dengan sebagian ( yaitu asetat, asam amino, sulfat, glutation, asam

glukoronat )untuk meningkatkan keterlarutan. Kemudian, obat dengan berat

molekul tinggi dapat diekskresikan dalam empedu, sementara ginjal

mengeluarkan yang lebih kecil.

Toksin yang menyebabkan kerusakan pada hati dibagi menjadi 2 bagian besar

yaitu 3 :

• Toksin yang selalu menyebabkan kerusakan pada hati ( direct toxins )

Merupakan solvent pembersih carbon tetrachloride dan jamur amanita dapat

langsung menyebabkan kerusakan pada sel hati.

• Toksin yang mungkin dapat menyebabkan kerusakan pada hati ( idiosyncratic

toxins )

Toksin yang dapat menyebabkan hepatitis pada beberapa orang yang belum

diketahui penyebabnya.

Acetaminophen ( Tylenol )

Overdosis acetaminophen dapat merusak hati. Kemungkinan kerusakan serta

keparahan dari kerusakan tergantung pada dosis acetaminophen yang

dikonsumsi ; lebih tinggi dosisnya, lebih mungkin aka nada kerusakan dan lebih

mungkin bahwa kerusakan akan menjadi lebih beat / parah. reaksi pada

acetaminophen adalah tergantung dosis dan dapat diprediksikan, bukan

idiosyncratic. Luka hati dari overdosis acetaminophen adalah hal yang serius

Page 15: Contekan HIO 2

kerana kerusakan dapat berat / parah dan berakibat pada gagal hati dan kematian6.

Statins

Statins adalah obat – obat yang paling luas digunakan untuk menurunkan

kolesterol LDL dalam rangka mencegah serangan – serangan jantung dan stroke.

Kebanyakan dokter – dokter percaya bahwa statins adalah aman untuk

penggunaan jangka panjang, dan jarang berbahaya kepada hati. Tetapi sebenarnya

statins dapat membahayakan hati. Yang menjadi pertimbangan adalah peninggian

yang ringan pada tingkat – tingkat darah dari enzim hati ( ALT dan AST ) tanpa

gejala. Studi – studi klinik telah menemukan peninggian sebanyak 0.5 % sampai 3

% dari pasien yang mengkonsumsi statins. Kelainan ini biasanya membaik atau

menghilang sepenuhnya atas penghentian statins atau pengurangan dosis. Tidak

ada kerusakan hati yang menetap6.

Nicotinic acid ( Niacin )

Niacin telah digunakan untuk merawat tingkat – tingkat kolesterol darah yang

tinggi serta tingkat – tingkat triglyceride yang tinggi. Seperti statins, niacin juga

dapat merusak hati. Ia dapat menyebabkan peninggian – peninggian ringan yang

sementara pada tingkat – tingkat darah dari AST dan ALT, jaundice dan pada

kejadian – kejadian yang jarang, gagal hati. Keracunan hati dengan niacin adalah

tergantung dosis; dosis – dosis yang beracun biasanya melebihi 2 gram per hari.

Pasien dengan penyakit hati yang mempunyai kebiasaan meminum alcohol

sebelumnya berada pada resiko yang lebih tinggi menghasilkan keracunan

niacin.6

Amiodarone ( Cordaronez )

Amiodarone ( Cordarone ) adalah obat yang penting digunakan untuk aritmia

seperti atrial fibrillation dan ventricular takikardia. Amiodarone dapat

menyebabkan kerusakan hati yang berkisar dari kelainan – kelainan enzim hati

yang ringan sampai ke gagal hati akut lalu sampai ke tahap akhir yaitu sirosis.

Page 16: Contekan HIO 2

Kelainan – kelainan tes darah yang ringan adalah umum dan secara khas

menghilang berminggu – minggu sampai berbulan – bulan setelah penghentian

obat. Kerusakan hati yang serius terjadi pada kurang 1% dari pasien. Amiodarone

berbeda dari kebanyakan obat – obat lain karena jumlah yang substansial dari

amiodarone disimpan didalam hati. Obat yang disimpan mampu menyebabkan

perlemakan hati, hepatitis dan obat ini dapat merusak hati walaupun obat ini telah

lama dihentikan. Kerusakan hati yang serius dapat menjurus pada gagal hati akut,

sirosis dan keperluan untuk transplantasi.6

Antibiotik – antibiotik

1. Isoniazid ( Nydrazid, Laniazid )

Isoniazid telah digunakan berpuluh tahun untuk merawat pasien tuberculosis.

Kebanyakan pasien dengan penyakit hati yang diinduksi isoniazid hanya

membuat peninggian yang ringan dari enzim AST dan ALT dan tanpa gejala

hanya 1-2 % pasien yang terjadi hepatitis. Resiko terjadinya hepatitis lebih sering

terjadi pada pasien yang sudah tua dibandingkan dengan yang masih muda.

Resiko terjadinya penyakit hati yang serius terjadi sekitar 0,3 % pada pasien

dewasa muda dan meningkat 2 % pada pasien yang berumur lebih dari 50 tahun.

5-10 % pasien terjadi gagal hati dan memerlukan transplantasi hati. Resiko

semakin meningkat jika ditambah dengan mengkonsumsi alcohol.

Gejala – gejala awal dari hepatitis isoniazid adalah kelelahan, nafsu makan

berkurang, mual dan muntah bahkan sampai terjadi jaundice. Kebanyakan paien

dengan hepatitis isoniazid sembuh sepenuhnya dengan segera menghentikan obat.

Penyakit hati yang lebih berat terjadi jika terjadi hepatitis namun konsumsi

isoniazid tetap diteuskan. Oleh karena itu diagnosis awal sangat penting untuk

menentukan prognosis pasien.

2. Rifampisin

Rifampisin adalah obat antituberkulosis yang biasanya digunakan infeksi

tuberkulosis. Rifampisin bisa merusak hati dengan 3 cara :

a) Mengganggu proses metabolisme bilirubin dan asam empedu. Efeknya

Page 17: Contekan HIO 2

reversible dan mekanismenya tidak diketahui, walaupun ada yang mengatakan

efeknya merusak hepatosit.

b) Rifampisin menginduksi metabolisme obat di retukulum endoplasma yang

mengganggu biotransformasi dari zat – zat yang hepatotoksik, apalagi jika

digabung dengan isoniazid.

c) Rifampisin sendiri bisa mengakibatkan efek seperti hepatitis akibat virus.

Namun karena rifampisin diberikan bersamaan obat antituberkulosis yang lain,

maka hepatitis akibat rifampisinnya sendiri masih belum dapat dipastikan.

3. Nitrofurantoin

Nitrofurantoin adalah obat anti mikroba yang digunakan untuk infeksi – infeksi

saluran kencing yang disebabkan oleh banyak bakteri – bakteri gram negatif dan

beberapa gram positif. Nitrofurantoin disetujui oleh FDA pada tahun 1953. Ada

tiga bentuk dari nitrofurantoin yaitu: furadantin, macrodantin dan bentuk

sustained realease. Nitrofurantoin dapat mengakibatkan peninggian enzim –

enzim hati yang asimpomatik. Nitrofurantoin jarang mengakibatkan hepatitis.

Selain antibiotik – antibiotik tersebut masih banyak lagi yang belum disebutkan

seperti minoksiklin dancotrimoxazole.

Non-steroid anti inflammatory drugs ( NSAID )

NSAID yang sering digunakan adalah aspirin, indometasin, ibuprofen, naproxen,

piroksikam, dan nabumeton. NSAID aman dikonsumsi jika sesuai dengan aturan.

Pada pasien – pasien dengan penyakit hati kronik seperti hepatitis kronik dan

sirosis harus menghindari penggunaan NSAID karena obat – obat ini dapat

memperburuk fungsi hati. Secara statistik Sekitar 1-10 % pasien menderita

penyakit hati yang serius akibat penggunaan NSAID. Diclofenac dilaporkan lebih

sering menyebabkan hepatitis pada kira – kira 1-5 kasus per 100.000 orang

pemakai diclofenac. Hepatitis menghilang dengan menghentikan obat ini. Sirosis

jarang terjadi pada pasien – pasien yang menggunakan diclofenac.

2. Tacrine ( Cognex )

Page 18: Contekan HIO 2

Tacrine adalah obat oral yang digunakan untuk merawat penyakit Alzheimer.

FDA menyetujui tacrine pada tahun 1993. Tacrine dapat menyebabkan

peninggian enzim – enzim hati. Pada umumnya pasien mengeluh mual. Kasus

hepatitis dan sirosis dilaporkan jarang terjadi. Pasien akan membaik dengan

menghentikan obat.

3. Disulfiram

Disulfiram adalah obat yang adakalanya diresepkan untuk orang pecandu alkohol.

Obat ini menghilangkan keinginan untuk meminum alkohol dengan menyebabkan

rasa mual, muntah dan reaksi – reaksi lain yang tidak menyenangkan. Disulfiram

dilaporkan dapat menyebabkan hepatitis akut.

4. Vitamin A dan obat herbal

Pemasukan vitamin A yang berlebihan dan terjadi bertahun – tahun dapat

merusak hati. Lebih dari 30 % populasi amerika memakai suplemen dari vitamin

A. Penyakit hati yang diinduksi oleh vitamin A pada awalnya hanya peningkatan

enzim – enzim hati namun dapat menjadi hepatitis akut, hepatitis kronis sampai

terjadinya sirosis. Gejala – gejala dari keracunan vitamin A terdiri dari nyeri

sendi, nyeri tulang kulit menjadi kuning, lelah dan sakti kepala. Pada kasus lanjut

dapat terjadi pembesaran hatu dan limpa, jaundice dan asites apalagi pasien juga

mengkonsumsi alkohol tentu akan memperparah keadaan. Perbaikan terjadi

secara berangsur –angsur setelah penghentian vitamin A.

Kerusakan hati juga telah dilaporkan pada pasien pengkonsumsi teh herbal seperti

Ma huang, kava kava, pyrrolizidine alkaloid in comfrey, germander dan capharral

leaf.

Manifestasi klinis3

1. ikterik

2. Fatigue

3. Berat badan menurun

4. Mual dan muntah

5. Warna urin seperti teh

6. Nyeri pada perut

Page 19: Contekan HIO 2

Diagnosis

Diagnosis dari penyakit – penyakit hati yang diinduksi oleh obat sering kali sulit

ditegakan. Pasien mungkin tidak mempunyai gejala – gejala dari penyakit hati

atau mungkin hanya gejala ringan yang tidak spesifik. Pasien mungkin

mengkonsumsi banyak obat – obat yang membuatnya sulit untuk

Mengidentifikasi obat yang menyerang. Pasien juga mungkin mempunyai

penyebab-penyebab potensial lainnya dari penyakit-penyakit hati seperti non-

alcoholic fatty liver disease (NAFLD) dan alkoholisme.

Diagnosis dari penyakit hati didasarkan pada gejala-gejala seorang pasien (seperti

kehilangan nafsu makan, mual, lelah, dan urin yang berwarna gelap), penemuan-

penemuan pada pemeriksaan fisik (seperti jaundice, hati yang membesar), dan test

labor yang abnormal (seperti pemeriksaan darah). Jika seorang pasien mempunyai

gejala-gejala, tanda-tanda, dan tes-tes hati yang abnormal, dokter kemudian

mencoba memutuskan apakah obat-obat yang menyebabkan penyakit hati dengan

- Mencatat sejarah konsumsi alkohol dengan hati-hati untuk menyampingkan

penyakit hati alkoholik.

- Melakukan tes-tes darah untuk menyampingkan hepatitis virus B dan hepatitis

C, dan untuk menyampingkan penyakit-penyakit hati kronis seperti primary

biliary cirrhosis (PBC).

- Melakukan USG perut dan CT scan dari hati untuk menyampingkan penyakit

kantung empedu dan tumor-tumor hati.

- Mencatat riwayat pencernaan dengan hati-hati, terutama permulaan baru-baru ini

dari obat-obatan yang umumnya dihubungkan dengan penyakit hati.

H. KOMPLIKASI

1. Peningkatan tekanan di vena porta

Darah dari usus, lien dan pancreas masuk ke hati melalui vena porta. Jika ada

kerusakan pada jaringan hati maka akan terjadi bendungan sirkulasi darah yang

dapat menyebabkan peningkatan tekanan pada vena porta.

2. Pelebaran vena

Ketika ada pembendungan di vena porta maka darah akan mengalir kembali ke

Page 20: Contekan HIO 2

perut, esophagus dan traktus intestinal bagian bawah.

3. Jaundice

Terjadi jika ada peningkatan bilirubin.

4. Cirrhosis

Adalah kondisi hati yan serius dan irreversible.

I.PENATALAKSANAAN

Tidak ada pengobatan spesifik pada hepatitis akibat obat. Pengobatan dapat

bersifat simtomatis. Pada kebanyakan kasus drug induced hepatitis adalah dengan

menghentikan penggunaan obat. Beberapa orang memberi respon yang baik jika

telah dihentikan pemakaian obat. Untuk yang lainya kadang-kadang

membutuhkan beberapa bulan untuk kembali normal.

J.PROGNOSIS

Prognosis pada pasien drug induced hepatitis semakin baik jika penetapan

diagnosis pada awal.

K.PENCEGAHAN

Karena kita tidak tahu bagaimana respon tubuh masing-masing terhadap obat

maka tidak ada pencegahan yang bisa dilakukan. Tetapi setidaknya kita dapat

menurunkan faktor resiko, seperti :

- Batasi penggunaan obat jikalau perlu saja

- Membeli obat sesuai dengan aturan resep dari dokter

- Hati-hati dalam penggunan herbal dan suplemen

- Jangan mencampur penggunaan obat dan alcohol

- Hati-hati dengan paparan bahan kimia

- Lindungi anak-anak dari semua obat, herbal dan suplemen

Hepatitis Drug Induced pada Pasien dengan Limfadenitis TuberculosaDibuat oleh: Hafidz Setyawati,Modifikasi terakhir pada Fri 12 of Aug, 2011 [11:58]

Page 21: Contekan HIO 2

Abstrak

Limfadenitis tuberkulosa merupakan salah satu penyebab pembesaran kelenjar getah bening yang paling sering ditemukan dan banyak mengenai kelenjar daerah leher. Penyakit ini disebabkan oleh disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini lebih sering masuk dan berada di paru ataupun dapat menyebar melalui kelenjar getah bening ataupun pembuluh darah ke organ tubuh lainnya. Penatalaksanaan untuk Limfadenitis Tuberkulosa adalah dengan pemakaian obat-obatan anti Tuberkulosis (OAT) yang beberapa diantaranya mempunyai efek samping hepatotoksik yang sering disebut dengan hepatitis drug induce.

Keyword : Limfadenitis Tuberculosa, Hepatitis Drug Induced

Kasus

Pasien datang ke IGD dengan keluhan diare sejak 2 hari SMRS, lendir (-), darah (-), frekuensi diare >5 kali dalam satu hari. Demam (+), pusing (+), mual (+), muntah (+), nyeri perut (+), ulu hati perih (+), batuk (±), sesak nafas (-), nyeri dada (-), nafsu makan turun (+), BAK (N), 1 minggu SMRS telah dilakukan operasi pengangkatan benjolan di leher depan (TBC kelenjar) dan pasien telah mengkonsumsi OAT (INH, Rifampisin, Etambutol, pirazinamide) selama 6 hari SMRS. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran Komposmentis tampak sakit, TD: 100/80 mmHg, HR: 92 x/menit, isi dan tegangan cukup, RR: 20 x/menit, T: 39°C. BTA adalah negative, dengan hasil Hasil Ro thorax DBN. Pada pemerksaan laboratorium didapatkan SGOT : 132 (< 31), SGPT : 116 (< 32).

Diagnosis

Limfadenitis Tuberculosa dengan Hepatitis Drug Induce

Terapi

Infus asering 20 tpm, Inj radin 2 x 1, Inj ceftriaxon 1 x 1 gr, INH, Pirazinamide, rifampisin STOP, Etambutol 1 x 750 mg, Curcuma 2 x 1

Diskusi

Pada kasus kali ini Os demam, nyeri perut, mual, muntah, dan terjadi kenaikan enzim transaminase hati yang terjadi karena pemakaian OAT (rifampisin, etambutol, pirazinamid, INH). Penggunaan obat-obat tersebut dapat beresiko toksik bagi hati. Secara patofisiologi, obat yang dapat menimbulkan kerusakan pada hepar dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:

Hepatotoksin yang predictable (intrinsik)

            Hepatotoksin yang predictable dipastikan selalu akan menimbulkan kerusakan sel hepar bila diberikan kepada setiap penderita dengan dosis yang cukup tinggi. Dari golongan ini ada obat yang langsung merusak sel hepar, ada pula yang merusak secara tidak langsung yaitu dengan mengacaukan metabolisme atau faal sel hepar. Obat hepatotoksik predictable yang

Page 22: Contekan HIO 2

langsung merusak sel hati umumnya tidak digunakan lagi untuk pengobatan. Contohnya ialah karbon tetraklorid dan kloroform. Hepatotoksin yang predictable yang merusak secara tidak langsung masih banyak yang dipakai misalnya parasetamol, tetrasiklin, dan salah satu obat TB yaitu rifampisin.

Hepatotoksin yang unpredictable

            Kerusakan hepar yang timbul disini bukan disebabkan karena toksisitas intrinsik obat, tetapi karena adanya reaksi idiosinkrasi yang hanya terjadi pada orang-orang tertentu. Ciri dari kelainan yang bersifat idiosinkrasi ini ialah timbulnya tidak dapat diramalkan dan biasanya hanya terjadi pada sejumlah kecil orang yang rentan. Menurut sebab terjadinya, reaksi yang berdasarkan idiosinkrasi ini dapat dibedakan dalam dua golongan yaitu karena reaksi hipersensitivitas dan karena kelainan metabolisme. Yang timbul karena hipersensitivitas biasanya terjadi setelah satu sampai lima minggu dimana terjadi proses sensitisasi. Biasanya dijumpai tanda-tanda sistemik berupa demam, ruam kulit, eosinofilia dan kelainan histologik berupa peradangan granulomatosa atau eosinofilik pada hati.  Reaksi idiosinkrasi yang timbul karena kelainan metabolisme, mempunyai masa laten yang sangat bervariasi yaitu antara satu minggu sampai lebih dari satu tahun. Biasanya tidak disertai demam, ruam kulit, eosinofilia maupun kelainan histopatologik yang spesifik seperti di atas.

Obat hepatotoksik menyebabkan kerusakan pada hepar melalui tiga jalan:

1)      Mengubah sintesa protein atau mengubah metabolisme lain yang esensial dalam sel hepar.

2)      Mengubah aliran darah ke hepar sehingga timbul nekrosis jaringan hepar.

3)      Mengubah metabolisme lemak sehingga timbul perlemakan hepar atau steatosis.

Mekanisme pasti obat anti tuberculosis menyebabkan hepatotoksik belum diketahui. Induksi ionisasi hepatotoksik tidak dapat diprediksi. Hal-hal yang tidak terprediksi (reaksi idiosyncratic) tersebut menunjukkan reaksi obat yang tidak berhubungan dengan farmakologi dari obat itu sendiri. Walaupun dosis yang digunakan sudah ditentukan untuk masing-masing individu, namun dosis tersebut tidak berpengaruh pada sebagian besar pasien. Reaksi idiosinkratik tersebut dapat mempengaruhi beberapa system organ, dan merupakan reaksi mediasi IgE yang serupa dengan sindrom metabolic reaktif. Hal tersebut meyakinkan bahwa metabolic reaktif lebih mungkin untuk banyak kasus reaksi obat idiosinkratik dibandingkan dengan penggunaan obat. Hepatotoksisitas yang diinduksi oleh Isoniazid bukan merupakan proses dari hipersensitivitas atau reaksi alergi, dan hal tersebut kemungkinan besar disebabkan karena racun yang berasal dari metabolit.

Manajemen hepatotoksik imbas obat anti tuberkulosis menurut The American Thoracic Society adalah jika pada cek fungsi hati dasar, fungsi hati normal maka tidak perlu monitor fungsi hati. Namun jika pada cek fungsi hati dasar terjadi peningkatan serum transaminase atau fungsi hati normal namun ada gejala dan tanda ATDH(Antituberculosis drug-induced hepatotoxicity) yaitu: ikterik, mual, muntah, dan nyeri perut maka perlu dilakukan cek fungsi hati tiap 2 minggu selama 8 minggu. Jika pada cek fungsi hati tersebut, fungsi hati tetap normal maka tidak perlu

Page 23: Contekan HIO 2

monitor fungsi hati lagi. Namun jika alanine aminotransferase (ALT)  lebih dari 2 kali batas atas normal, maka perlu di cek fungsi hati setelah 1 dan 2 minggu, kemudian setiap 2 minggu sampai normal. Jika pada cek fungsi hati didapatkan ALT lebih dari 5 kali (>5x) dari batas atas normal, baik ada atau tanpa gejala maka semua obat TB dihentikan. Begitu juga jika didapatkan ALT  lebih dari 3 kali (>3x) dari batas atas normal dan penderita ada keluhan/gejala maka semua obat TB juga harus dihentikan, pada kasus tertentu pada keadaan di mana pengobatan TBC sangat diperlukan dapat diberikan pengobatan non-hepatotoksik secara temporer. Jika ALT lebih dari 3x dari batas atas normal namun tidak disertai keluhan/gejala maka obat TB tidak dihentikan namun fungsi hati harus dimonitor/dicek tiap 2 minggu. Setelah obat TB dihentikan, kemudian normalisasi fungsi hati sudah terjadi  (ALT kurang dari 2x batas atas normal) maka pengobatan kembali dimulai dengan Rifampisin (dengan atau tanpa etambutol). Setelah diberikan pengobatan tersebut, jika gejala/keluhan kembali atau terjadi kembali peningkatan ALT maka obat terakhir dihentikan. Jika ternyata Rifampisin dapat ditoleransi maka setelah 3-7 hari dimulai pemberian dengan Isoniazid, dan jika selanjutnya tidak ada lagi gangguan fungsi hati maka pengobatan dapat dilanjutkan.Pada penderita dengan kelainan hati, Pirazinamid (Z) tidak boleh digunakan.

 

Referensi

1.      Guyton, A.C. (1995). Anatomi Fisiologi Hepar. Dalam Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi ke-3. EGC: Jakarta. Hal:1103-1105

2.      Dorland, W.A., Newman. (2002). Kamus Kedokteran Dorland. Edisi ke-29. EGC: Jakarta. Hal:1434

3.      Tostmann et al. (2007). Antituberculosis drug-induced hepatotoxicity: Concise up-to-date review. Diakses tanggal 19 Januari 2010, dari http://nejm.com.

4.      Neal, M.J. (2005). At a Glance Farmakologi Medis. Edisi 5. Erlangga: Jakarta.

5.      Mansjoer et al (2001). Tuberkulosis Paru. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Edisi 3. Media Aesculapius FKUI: Jakarta. Hal: 472-476

6.      Jewetz et al. (1996). Mikobakteria. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. EGC: Jakarta. Hal: 472-476

7.      Anderson, Sylvia (1995). Patofisiologi Proses-proses Penyakit. Cetakan I. Edisi 4. EGC:Jakarta. Hal:753-763

8.      Sudoyo,W.Aru (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi 4. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI: Jakarta. Hal: 998-1003, 1066-1071