Content Jurnal FK (10)

Embed Size (px)

Citation preview

UPAYA MENDETEKSI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT ILEITIS TERMINALISAnna Lewi SantosoDosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma SurabayaABSTRAKPenyakit ileitis terminalis, adalah penyakit peradangan saluran pencernaan yang dapat mengenai dibeberapa bagian saluran pencernaan mulai dari mulut sampai anus, penyakit ini mempunyai banyak tanda-tanda keluhan. Keluhan yang utama adalah sakit perut, diare ( bisa disertai darah ), mual, atau berat badan turun, tetapi dapat juga disebabkan oleh komplikasi diluar dari saluran pencernaan, misalnya : gatal pada kulit, rematik, peradangan mata, terlalu capek dan tegang.Penyebab Penyakit ileitis terminalis diduga karena faktor genetik, dimana sistem kekebalan tubuh menyerang saluran pencernaan, hal ini menyebabkan peradangan, yang sejenis dengan penyakit 'inflammatory bowel'. Bila ada riwayat keluarga yang terkena penyakit ileitis terminalis, maka kemungkinan besar individu tersebut akan terkena penyakit tersebut.Penyakit ileitis terminalis banyak ditemukan pada negara industri. Angka kejadian pada pria dan wanita sama banyak. Pada perokok terdapat tiga kali lebih banyak resiko untuk menderita penyakit ileitis terminalis. Di amerika utara, terdapat 400.000 sampai 600.000 penderita penyakit ileitis terminalis. Untuk eropa utara diperkirakan terdapat 27-48 per 100.000 orang penderita ileitis terminalis.Penyakit ileitis terminalis cenderung menyerang individu berumur remaja dan dewasa muda, bisa juga pada usia 50-70an, sehingga penyakit ileitis terminalis dapat menyerang semua umur. Belum ditemukan obat atau tindakan operasi yang dapat menyembuhkan penyakit ileitis terminalis. Pengobatan yang tersedia untuk saat ini adalah mengurangi dan mengontrol gejala dan keluhan yang muncul, juga mengurangi timbulnya kekambuhan dari penyakit ileitis terminalis.Nama lain dari penyakit ileitis terminalis adalah regional enteritis atau Crohn's disease. Yang memberi Nama crohn's disease adalah dokter saluran pencernaan dari amerika bernama Burrill Bernard Crohn, pada tahun 1932, bersama dengan dua temannya menjelaskan beberapa pasien yang sering terkena peradangan pada usus ileum bagian terminal.

Kata kunci : peradangan, saluran pencernaan, penyakit sistem kekebalan tubuh, terapi dengan obat atau operasi.

DETECTING AND DISEASE CONTROL EFFORTS ILEITIS TERMINALISAnna Lewi SantosoDosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma SurabayaABSTRACTIs an inflammatory disease of the intestines that may affect any part of the gastrointestinal tract from mouth to anus, cousing a wide variety of symptoms. It primarily causes abdominal pain, diarrhea ( which may be bloody ), vomitimg, or weight loss, but may also cause complications outside of the gastrointestinal tract such as skin rashes, arthritis, inflammation of the eye, tiredness, and lack of consentration.Regional ileitis disease is thought to be an autoimmune disease, in which the body's immune system attacks the gastrointestinal tract, causing inflammation, it is classified as a type of inflammatory bowel disease. There has been evidence of a genetic link to regional ileitis disease, putting individuals with siblings afflicted with the disease at higher risk.It is understood to have a large environmental component of evidence by the higher number of cases in western industrialized nations. Males and females are equally affected. Smoker are three times more likely to develop regional ileitis disease. Regional ileitis disease affects between 400.000 and 600.000 people in North America. Prevalence estimates for Northern Europe have ranged from 27-48 per 100.000.Regional ileitis disease tends to present initially in the teens and twenties, with another peak incidence in the fifties to seventies, although the disease can occur at any age. There is no know pharmaceutical or surgical cure for Regional ileitis disease. Treatment options are restricted to controlling symptoms, maintaining remission and preventing relapsRegional ileitis disease has also been called regional enteritis or crohn's disease. Crohn's disease was named for American gastroenterologist Burrill Bernard Crohn, who in 1932, along with two colleaques, described a series of patients with inflammation of the terminal ileum, the area most commonly affected by the illness.

KEY WORD : Inflammation, gastrointestinal tract, autoimmune disease, no know pharmaceutical or surgical cure.

53

1. PENDAHULUANIleitis terminalis adalah suatu penyakit peradangan saluran pencernaan yang mengenai keseluruhan tebal dinding usus, menahun, tersering pada usus halus dan colon. Insiden tertinggi di Amerika serikat, Eropa, jarang pada Afrika, Asia dan Amerika Selatan. Penyakit ini terdapat pada semua umur, tersering pada dewasa muda umur rata-rata 27 tahun ( Storer, 1991 : 1169-75 ).Etiologi ileitis terminalis tidak diketahui, namun ada beberapa hipotesa yaitu karena interaksi faktor genetik dan lingkungan. Mula-mula hiperemis ringan, dinding usus oedematus, mukosa juga hiperemi dan bisa ada ulkus aftosa. Mukosa memperlihatkan derajat perusakan bervariasi dengan ulkus linier serpiginosa untuk membentuk cobblestone nodular ( Levine, 1995 : 559-65 ).Gejala klinis ileitis terminalis meliputi nyeri abdomen, diare, penurunan berat badan, demam dan lesi anus, dan diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan radiologis barium kontras ganda. Diagnosa banding untuk ileitis terminalis adalah colitis ulseratif, apendiksitis, tuberculosis, limfoma dan lain-lain. Untuk terapi digunakan terapi konservatif dan bila terjadi komplikasi pada usus seperti perforasi, obstruksi maka dilakukan operasi ( Levine, 1995 : 559-65 ).Tujuan dari penulisan ini adalah supaya dapat mengenal, mengetahui dan mencegah lebih dini, bila ada keluhan dan gejala yang sama dengan pemyakit ileitis terminalis, mengingat bahwa belum ditemukan obat atau operasi yang dapat menyembuhkan secara tuntas. Bila kita dapat mencegah lebih awal, kita dapat mengurangi keluhan yang timbul sehingga tidak terjadi komplikasi yang lebih berat.

2. APAKAH PENYAKIT ILEITIS TERMINALIS ITU?Ileitis terminalis atau Enteritis regionalis atau Crohn disease adalah suatu penyakit peradangan saluran pencernaan yang mengenai keseluruhan tebal ( Transmural ) dinding usus. Ia menahun dalam perjalanannya dengan masa relatif tenang bersama kekambuhan akut. Bagian saluran pencernaan apapun bisa terkena, tetapi tersering melibatkan usus halus dan colon ( Bailey's, 1972 : 429-30 ).Insidens tertinggi di Amerika Serikat, Inggris dan Scandinavia. Tersering di Eropa pusat, kadang-kadang Afrika, Asia dan Amerika Selatan. Insidennya tiga kali lebih tinggi pada orang Yahudi dan lebih sering muncul pada orang kulit putih dibanding yang kulit hitam dan sedikit lebih banyak pada pria. Sekitar 60 per 100.000 populasi terkena di Amerika Serikat, sementara insidens kasus baru per tahun rata-rata 2 dan 4 per 100.000. Penyakit ini terdapat pada semua umur, tersering pada dewasa muda dengan umur rata-rata 27 tahun. Puncak insiden antara dekade ke dua dan empat. Resiko terkena ileitis terminalis pada perokok sigaret dan yang mengkonsumsi banyak gula ( Schwartz, 1982 : 618-22 ).Etiologi ileitis terminalis tidak diketahui dan penyakit ini sering kambuh namun ada beberapa hipotesa , salah satunya ialah interaksi faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik bila ada riwayat keluarga Inflammatory bowel disease, ditemukan pada 15 20% penderita. Agen transmisinya yaitu virus, pseudomonas, mycobacteria, chlamydia dan yersinia, yang ditemukan pada jaringan. Dilaporkan juga karena imunologi yang abnormal. Jadi ada bukti mengesankan bagi dasar infeksi dan imunologi.Fenomena ekstraintestinalis berdasarkan imunologi sering timbul dan bahwa eksaserbasi penyakit ini sering diredakan oleh pemberian steroid. Kadar imunoglobulin bervariasi tapi jumlah dan aktivitas limfosit normal, maka masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menjelaskan peranan imunologi ( Levine, 1995 : 559-65 ).

3. BAGIAN-BAGIAN SALURAN PENCERNAAN BESERTA FUNGSINYA.Panjang usus halus kurang lebih enam meter. Perbatasan antara jejunum dan ileum jelas dari luar, dinding jejunum lebih tebal dan lumen ileum lebih sempit. Mesenterium mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe, kelenjar limfe dan saraf autonom. Aliran darah kolateral melalui arkade mesenterium di pinggir usus halus cukup banyak, ini yang antara lain menjamin penyembuhan luka anastomosis usus.Selain itu, terdapat pembuluh darah kolateral antara arteri kolika media sebagai arteri mesenterika superior dan arteri kolika sinistra sebagai cabang arteri mesenterika inferior. Hubungan kolateral ini terletak di pinggir kolon transversus dan kolon desendens. Disamping itu terdapat hubungan kolateral antara pangkal arteri mesenterika superior dan pangkal arteri mesenterika inferior melalui suatu lengkung pembuluh yang disebut Arkus Riolan, lengkung salah satu dari kedua arteri tersebut.Vena mesenterika superior bergabung dengan vena lienalis dan vena mesenterika inferior membentuk vena porta. Vena ini merupakan vena besar sehingga pada hipertensi portal dapat dipakai untuk dekompresi melalui anastomosis mesenterikokaval dengan vena cava inferior.Bersama cairan yang masuk dengan makanan dan minuman, ludah, cairan-cairan lambung, empedu, pankreas dan usus halus membentuk cairan saluran cerna sejumlah 6 8 liter. Semua cairan ini akan diserap kembali sebelum isi usus melalui katub ileosekal, sehingga hanya kira-kira setengah liter cairan yang akan diteruskan ke kolon. Keluar masuknya cairan melalui sel ini terjadi dengan cara diffusi, osmosis atau dibawah pengaruh tekanan hidrostatik.Fungsi usus halus terdiri dari transportasi dan pencernaan makanan, serta absorbsi cairan, elektrolit dan unsur makanan.Setiap hari beberapa liter cairan dan puluhan gram makanan yang terdiri dari karbohidrat, lemak dan protein akan berlalu di usus halus dan setelah dicerna akan masuk kedalam aliran darah. Proses ini sangat efisien sebab hampir seluruh makanan terabsorbsi, kecuali bila terlindung oleh selulosa yang tidak dapat dicerna. Hal ini menjadi dasar diet berserat tinggi yang memberi volume ke faeses sehingga pasase disaluran cerna berlangsung lebih cepat. Hampir semua bahan makanan diabsorbsi dalam jejunum, kecuali vitamin B12 asam empedu yang diserap dalam ileum terminale.Isi usus digerakkan oleh peristaltik yang terdiri atas dua jenis gerakan yaitu segmental dan longitudinal. Gerakan intestinal ini diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon. Hampir semua gas usus merupakan udara yang ditelan ( Hamami, 1997 :835-37 ; 855-57 ).

4. KEADAAN SALURAN PENCERNAAN PADA ILEITIS TERMINALIS.Lesi ileitis terminalis bisa muncul dalam bagian traktus gastrointestinalis dimanapun, yang mencakup esofagus dan lambung. Tetapi insiden tertinggi ditemukan dalam usus halus dan kolon. Ileum terminalis sering terlibat, baik tunggal atau gabungan dengan bagian lain traktus gastrointestinalis.Gambaran makroskopis usus halus pada stadium akut yaitu granular serosa dengan hiperemis ringan, dinding usus oedematosa dan lunak lembut, mediator inflamasi bisa faktor aktif plasma, leukotrien, komplemen, kinin, enterotoxin, interleukin, faktor nekrosis tumor. Mesenterium bisa menebal, tetapi tidak kenyal. Dalam mesenterium bisa ada kelenjar besar yang lunak bila usus dibuka, maka mukosa bisa juga hiperemi dan bisa ada ulkus aftosa. Stadium menahun, area segmental yang terkena, berwarna merah gelap serta menebal 2 atau 3 kali diameter normal dan kenyal dengan konsistensi seperti karet atau bahkan kasar. Pada serosa terlihat granular dan berwarna putih suram akibat granuloma dan pembuluh limfe berdilatasi. Lemak mesenterika bisa meluas untuk mengelilingi keseluruhan lingkaran usus yang terkena dengan cara yang disebut maju pelan-pelan( Levine, 1995: 559-65 ).Segmen usus yang terkena bisa melekat ke struktur normal atau usus lain yang terlibat. Massa yang melekat padat ini bisa mencakup fistula antar gelung atau rongga abses. Pada potongan, keseluruhan dinding usus tampak menebal, tetapi sebagian besar reaksi ini terjadi dalam submucosa. Sebagai hasilnya, ukuran lumen terancam sampai suatu titik, tempat ini bisa timbul obstruksi sebagian. Mukosa memperlihatkan derajat perusakan bervariasi dengan ulkus linier serpiginosa, yang bisa bersatu melalui ulkus tranversa untuk membentuk cobblestone nodular.Disamping ulserasi, maka bisa juga ada fissura pada berbagai kedalaman melalui dinding usus. Jika ia memotong keseluruhan tebal, maka ia bisa berlanjut untuk membentuk fistula atau mengandung abses dengan gelung usus lain. Kadang-kadang ia bisa menyatukan fissura lain secara sebagian melalui dinding usus untuk membentuk fistula intramural.Mesenterium usus halus dalam stadium menahun memendek, kenyal dan menebal makroskopis. Kelenjar limfe didalam mesenterium menebal, kenyal dan seperti karet, yang mencapai diameter 2 sampai 4 cm ( Storer, 1991: 1169-75 ).Gambaran makroskopis pada stadium akut terdapat oedema dan limfangiektasis, terutama terlihat dalam submukosa. Mukosa tampak normal, mungkin dengan peningkatan dalam jumlah sel goblet dan terlihat reaksi eksudatif dalam serosa. Granuloma tidak ditemukan dalam stadium ini.Ileitis terminalis subakut, ditandai oleh fibrosis dini yang terutama terlihat dalam lapisan submukosa dan subserosa. Buktinya ditemukan kolagen fibrilar halus didalam regio ini bersama dengan infiltrasi sel plasma yang difus, hipertrofi folikular limfoid dan hiperplasia. Didalam mukosa ada ulserasi kecil yang terbentang dari muscularis mucosae. Muscularis propia memperlihatkan bukti hipertrofi, fibrosis dan infiltrasi juga dengan limfosit, sel plasma, eosinofil, tetapi tidak sampai derajat yang terlihat dalam submukosa dan subserosa ( Levine, 1995 : 559-65 ).Granuloma mungkin ada, terdapat lokal dalam submukosa, subserosa atau kelenjar limfe yaitu giant cell granuloma epiteloid dari tuberculosa tapi tidak ditemukan kuman TBC, keadaan ini biasa disebut sarcoidlike granulomas.Dalam stadium menahun, fibrosis lebih terorganisasi dan padat. Terutama timbul dalam lapisan submukosa dan subserosa, meluas ke seluruh dinding usus transmural. Ulkus mucosa lebih besar dan lebih profunda serta bisa bersatu dan membentuk area yang besar. Vili usus tumpul atau tidak ada, kelenjar atrofi, keadaan ini menyerupai mukosa kolon ( Storer, 1991 : 1169-75 ).

5. BAGAIMANA MENDETEKSI PENYAKIT ILEITIS TERMINALIS.Mula-mula gejala berlangsung singkat lalu tanpa keluhan yang lama, tetapi setelah suatu waktu, episode simptomatik menjadi lebih sering dengan masa tenang yang lebih pendek. Pada waktunya penderita mengalami kira-kira 3 tahun gejala sebelum diagnosis enteritis regionalis dikonfirmasi. Kompleks gejala bervariasi dan tergantung pada tempat penyakit dimulai dalam traktus gastrointestinalis.Gejala umum : nyeri abdomen, diare, penurunan berat badan, demam dan lesi anus. Sebagian kecil enteritis regionalis bersifat akut dengan gejala yang serupa apendisitis, yaitu nyeri kwadran kanan bawah, nyeri tekan dan demam, biasanya tanpa mual dan muntah. Diagnosa klinis apendiksitis akut dan diagnosa ileitis terminalis ditegakkan dalam kamar operasi ( Levine, 1995 : 559-65 ).Nyeri abdomen 95% terdapat pada ileitis terminalis. Pola nyeri secara umum bersifat episodik dan kram serta biasanya mengikuti makanan, berpusat pada perut bagian bawah dan hilang dengan defekasi. Nyeri ini sekunder terhadap peristaltik karena melawan lumen usus yang dikonstriksikan oleh penebalan dinding usus yang oedema dan fibrotik. Lumen usus normal bisa juga nyeri bila melekat pada gelung yang meradang, terinfeksi dan dapat menyebabkan obstruksi usus sebagian, bisa juga obstruksi kolon sebagian atau keduanya. Bila obstruksi total maka gejalanya, kram, muntah dan abdomen distensi. Pada penderita menahun, nyeri bersifat 'pegal', lebih konstan, sering disertai massa yang dapat dipalpasi dan nyeri tekan abdomen. Terdapat lebih banyak usus ( normal dan meradang ), bisa juga terdapat abses tertutup atau fistula entero-enterik ( Schrock, 1993 : 268 ).Diare yang timbul 92%, merupakan gejala terlazim kedua. Penderita mengeluh dua atau lima kali buang air besar seperti air tiap hari, bisa juga semisolid. Karakteristik faeses berisi tanpa darah, jika yang terkena usus halus. Satu dari tiga penderita yang terkena pada kolon, terdapat darah dan beberapa diare darah mirip pada kolitis ulseratif. Umumnya diare pada ileitis terminalis jarang terbukti darah, pus dan mukus. Pada penderita lanjut, diare bisa berbau busuk sebagai akibat steatore penyerta ( Sachdeva, 1996 : 208-9 ).Penyebab terjadinya diare, bisa karena penurunan absorbsi bersih air sekunder terhadap mukosa yang sakit dan meradang. Hal ini timbul bila keterlibatan jejunum yang luas, karena jejunum adalah tempat beban air terbanyak yang diabsorbsi. Fistula enteroenterik juga menyebabkan isi usus memintasi area permukaan mukosa yang luas, tempat normalnya air diabsorbsi. Atau terdapatnya obstruksi usus akibat kontriksi peradangan usus proksimal dari segmen yang terlibat ini berdilatasi dan menyebabkan penurunan absorbsi cairan. sekresi cairan ke dalam lumen usus tetap normal atau meningkat,yang menyebabkan meningkatkan beban air yang di angkut melewati valva ileocaecal. Obstruksi usus sebagian bisa juga bertanggung jawab bagi pertumbuhan bakteri berlebihan dalam isi usus. Pertumbuhan bakteri berlebihan bisa bertangung jawab bagi sebab akhir diare, yaitu tidak diserapnya garam empedu dari usus. Jumlah bakteri abnormal dalam lumen usus mengkonjugasi empedu dan mencegah absorbsinya didalam ileum. Bila garam empedu tidak diserap dan melewati kolon kanan, maka ia menghambat absorbsi air oleh mukosa kolon sehingga terjadi diare seperti air. Juga tanpa reabsorbsi garam empedu sebagai bagian sirkulasi enterohepatik yang normal, kumpulan asam empedu dikosongkan, terjadi malabsorbsi lemak dan steatore, yang memperburuk diare ( Levine, 1995 : 559-65 ).Demam timbul lebih dari setengah pasien ileitis terminalis dan bisa sebagai satu-satunya gejala. Ia sering mendahului keluhan abdomen selama beberapa tahun. Sehingga penderita demam yang asalnya tidak diketahui, ileitis terminalis pasti merupakan bagian diagnosa banding. Demam demikian bisa karena abses didalam dinding usus atau diantara gelung usus. Suatu fistula bisa juga bertanggung jawab bagi peningkatan suhu ( Fielding, 1986 : 346-7 ).Penurunan berat badan lebih dari 5 pon timbul pada lebih dari 85% tetapi kurang bermakna. Kegagalan mempertahankan berat badan paling mungkin karena usaha sadar penderita untuk menurunkan masukan, karena hubungan,yang dirasakan antara makan dengan mulainya gejala.Terdapat juga malabsorbsi lemak, Vitamin yang larut lemak (A,D,E,K) tidak dapat diserap secara normal. Malabsorbsi protein sekunder terhadap hipermotalitas dan jumlah mukosa yang sakit didalam usus halus. Sehingga protein tidak terpapar ke mucosa yang normal untuk waktu yang cukup dalam pemecahan ke asam amino dan dipeptida bagi absorbsi. Kesulitan dalam asimilasi karbohidrat bisa akibat defisiensi disakaridase dalam mikrovili mucosa usus yang terkena ( Schwartz, 1982 : 618-22 ).Anemia penyerta yang terlihat dalam ileitis terminalis mungkin karena beberapa faktor, pendarahan menahun dari mucosa usus yang meradang. Pendarahan ini tidak sebesar kolitis ulserativa, tetapi cukup besar, sehingga masukan zat besi yang normal tidak dapat mengkompensasi.Timbul anemia mikrositik kronis.Bisa juga anemia megaloblastik karena defisiensi vitamin B12. Vitamin ini biasanya diserap dalam ileum terminalis.Gangguan absorbsi dan pencernaan yang di uraikan di atas dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan pada pasien anak. Hal ini dapat dihindari jika pengisian kembali dan tambahan dimulai melalui jalur oral atau parenteral ( Schrock, 1993 : 268 ).Sepertiga penderita ileitis terminalis terdapat komplikasi anus yang bisa mendahului keluhan abdomen selama beberapa tahun. Fissura ini merupakan lesi terlazim termasuk juga fistula dan abses. Sering fistula tidak berhubungan dengan segmen usus lain yang sakit dan sering biopsi lesi perianus memperlihatkan granuloma. Harus hati-hati dalam terapi komplikasi perianus yang menyertai ileitis terminalis, karena kecenderungan terjadi menahun pada penyembuhan pasca bedah.Paduan konservatif, drainase lokal dan oral metronidazole memperlihatkan hasil yang memuaskan, tetapi dalam beberapa kasus ,fistula perianus kronika parah tidak dapat dikendalikan tanpa reseksi anus proksimal yang sakit ( Schrock, 1993 : 268 ).Terdapat juga keluhan lain yang tidak berhubungan dengan saluran pencernaan. Terjadi pada 25% dan semua sistem organ terkena. Manifestasi ini timbul setelah mulainya penyakit usus secara klinis.Tidak mengikuti sifat episodik penyakit usus, tetapi konstan perjalanannya dan jarang dipengaruhi oleh terapi. Artritis terdapat dalam sepertiga penderita, sedikit manifestasi kulit seperti eritema nodosum, gangrenosum pirodermik. Terdapat juga uveitis, iritis atau stomatitis.Pada hati terdapat infiltrasi lemak, perikolangitis, kolangitis sklerotikans, kolelitiasis. Batu jenis kolesterol, terjadi karena kehilangan asam empedu yang bertindak melarutkan kolesterol di dalam empedu. Manifestasi ginjal pada hidronephrosis sekunder terhadap fibrosis periureter dan nefrolitiasis, Batu oksalat terjadi karena gangguan absorbsi kalsium dan kehilangan kalsium tersebut melalui lumen usus. Fibrosis pankreas dengan penimbunan amiloid sekunder bisa juga timbul ( Levine, 1995 : 559-65 ).Resiko Adenokarsinoma usus halus menyertai ileitis terminalis seratus kali lebih besar dari pada yang terlihat dalam populasi. Tetapi masalahnya tidak besar, karena angka karsinoma pada yang normal hanya 3 per 100.000, sehingga kira-kira 62 kasus adenokarsinoma usus halus yang menyertai ileitis terminalis.Usia rata-rata 47 tahun,10 tahun lebih muda dibanding populasi normal. Tiga perempat dari semua tumor timbul dalam ileum terminalis. sepertiga dari semua tumor timbul pada segmen yang telah dipintasi secara bedah, dengan prognosis kelangsungan hidup rata-rata satu tahun ( Storer, 1991 : 1169-75 ).Untuk menegakkan diagnosa diperlukan adanya riwayat spesifik, gejala episodik yang mencakup nyeri abdomen, diare, demam dan penurunan berat badan, anemia, defisiensi. Pemeriksaan fisik bisa bermanfaat dalam menunjukkan distensi derajat rendah, hiperperistaltik dan dilatasi usus yang palpable, massa abdomen yang nyeri tekan, usus halus dapat menebal dan mengalami hipertrophy sebagai respon terhadap stenosis yang berjalan lambat ( Dunphy, 1993 : 155-6 ).Pemeriksaan yang bermanfaat adalah endoskopi usus bersama biopsi dan pemeriksaan radiologi traktus gastrointestinal. Karena esophagus, lambung dan duodenum jarang terlibat dalam ileitis terminalis, maka endoskopi fleksibel traktus gastrointestinal atas biasanya tidak memberikan informasi diagnosis yang bermanfaat. Karena kolon dan rektum cukup sering terlibat, maka protoskopi dan kolonoskopi fiberoptik fleksibel dapat sangat bermanfaat. Pemeriksaan bisa menunjukkan mukosa hiperemi, ulkus aftosa dini atau gambaran lebih lanjut ulkus konfluens profunda dan fisura. Gambaran mukosa cobblestone bisa sangat menyokong diagnosa ileitis terminalis. Walaupun perubahan fibrosis dan peradangan pada pemeriksaan mikroskopis bisa sangat menggambarkan diagnosis ileitis terminalis, namun hanya ditemukan suatu granuloma dianggap patognomonik penyakit ini. Karena granuloma tampil hanya pada 40% sampai 60% penderita ileitis terminalis, maka tidak mungkin biopsi acak akan menghasilkan gambaran ini ( Levine, 1995: 559-65 ).Pemeriksaan radiologis traktus gastrointestinal untuk menentukan perubahan dalam perincian mukosa yang terlibat dengan penyakit ini. Teknik barium kontras ganda dapat digambarkan luasnya penyakit, kolon dan ileum terminalis bisa diperiksa dengan enema barium. Pada awal perjalanan penyakit, ulkus aftosa bisa terbukti diatas permukaan mukosa. Gambaran lebih lanjut yaitu penyempitan lumen tanda benang Cantor, ulkus longitudinalis, fissura dan penampilan cobblestone.Karena di usus yang terlibat maupun mesenterium menebal secara makroskopis, maka ada peningkatan ruang diantara gelung usus yang terisi kontras.Dilatasi usus bisa diperlihatkan proximal dari area lumen yang menyempit. Akhirnya massa usus melekat karena meradang bisa menggeser usus terisi kontras lainnya. Fistula ( sementara sering ada dalam penyakit lanjut ) sulit diperlihatkan.CT scan, ultrasound dan MRI memiliki nilai diagnostik yang berharga dalam beberapa kasus ( Schrock, 1993 : 268 ).

6. BEBERAPA PENYAKIT YANG MENYERUPAI PENYAKIT ILEITIS TERMINALIS.Penyakit Colitis Ulseratif, mempunyai keluhan diare berat, yang hanya terdapat pada kolon. Pada pemeriksaan didapatkan hanya pada mukosa dan sub mukosa yang meradang, jarang ada granuloma. Mempunyai respon terhadap pengobatan medik baik, sesudah proktokolektomy, yang disertai ileotomi penyakit colitis ulseratif jarang terulang kembali ( Sachdeva, 1996 : 208-9 ).Apendiksitis, sangat sulit membedakan dengan ileitis terminalis akut, karena mempunyai gejala yang sama, sehingga sulit untuk membedakannya tanpa operasi ( Hamami, 1997 : 855-7 ).Tuberculosis, dapat terjadi pada beberapa tempat dari traktus gastrointestinal, sehingga menyerupai penyakit ileitis terminalis. Untuk membedakannya, dilihat dari bagian saluran pencernaan yang terkena. Tuberculosis jarang pada caecum distal ( Hamami, 1997 : 855-7 ).Limfoma, penyakit ini sulit dibedakan dari penyakit ileitis terminalis. Untuk membedakannya dapat melalui pemeriksaan radiologi, tapi pemeriksaan secara histologi, kadang-kadang ditemukan sebelum diagnosa ditegakkan. Dengan Biopsi rektal atau kolon yang menunjukkan granuloma atau radang mendukung diagnosa ileitis terminalis ( Schwartz, 1982 : 618-22 ).Penyakit-penyakit lainnya yang bisa menyerupai penyakit ileitis terminalis antara lain adalah, karsinoma, amoebiasis, iskemia, gastroenteritis eosinophilic dan keradangan lainnya.

7. UPAYA PENANGGULANGAN PENYAKIT ILEITIS TERMINALIS.Pertama-tama, upaya kita dalam menanggulangi penyakit ileitis terminalis secara konservatif adalah dengan istirahat yang cukup, menghindari stres emosional, menjalin hubungan yang baik antara dokter dan penderita. Disamping itu, yang terpenting adalah menghentikan proses radang. Upaya lainnya dengan peningkatan gizi makanan sehari-hari. Bila terdapat diare, dilakukan pencegahan diare dengan difenoksilat hidroklorida ( lomotil) atau atropin. Bila dirasakan nyeri abdomen, diberi analgesik. Jika tidak ada obstruksi usus (sebagian atau lengkap) maka dekompresi usus dengan sonde nasogaster, perlu juga terapi intravena. Untuk eksaserbasi akut proses peradangan dalam ileitis terminalis diberi sulfasalazin ( azulfidine ), prednison dan azatioprin. Namun dalam penelitian, tidak ada obat yang mengubah perjalanan jangka lama penyakit ini. Sehingga lama masa tenang diantara serangan tidak meningkat atau jumlah episode berulang tidak menurun oleh terapi apapun. Bisa juga dilakukan pergantian gizi secara oral atau parenteral. Untuk gizi secara oral: menggunakan formula rendah dalam masa dan tanpa lemak. Hal ini dapat diserap hampir seluruhnya didalam usus halus bagian atas, yang tidak meninggalkan sisa. Pada penderita dengan obstruksi sebagian, fistula enteroenterik atau keterlibatan segmen usus halus yang besar, diberikan makanan parenteral total yang terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral ( Fielding, 1986 : 346-7 ).Bila upaya kita secara konservatif tidak bisa mengatasi keluhan penyakit ileitis terminalis tersebut atau timbul komplikasi , maka bisa dilakukan upaya terapi Bedah. Intervensi bedah bukan mengobati ileitis terminalis, tetapi hanya mengobati masalah spesifik yang timbul dalam perjalanan penyakit. Operasi tidak mengubah probabilitas kekambuhan atau kebutuhan bagi intervensi bedah lebih lanjut.Indikasi bagi intervensi bedah adalah untuk Obstruksi usus, fistula enterik, abses, penyakit perianus dan kegagalan meredanya gejala dengan prednison atau sulfasalazin, perdarahan gastrointestinal yang hebat, perforasi abdomen ( jarang ).Prinsip terapi bedah adalah perlindungan terhadap panjang usus. Tindakannya meliputi: Pintas usus, pintas usus dengan defungsionalis segmen yang terlibat dan reseksi dengan atau tanpa reanastomosis.Umumnya dipilih reseksi usus pada jaringan sakit yang hebat, mesenterium dalam jumlah minimum boleh direseksi bersama usus untuk mempertahankan vaskularisasi ke usus yang masih ada setidaknya 25 cm. Mortalitas bagi operasi rata-rata 5%. Tetapi tingginya insidens penggunaan steroid prabedah menyebabkan tingginya morbiditas pasca bedah. Morbiditas berpusat pada anastomosis usus, dengan kebocoran dan fistula serta sepsis yang berhubungan dengan abses intra abdomen dan infeksi luka. Keadaan khusus pada penderita apendiksitis akut yang dioperasi, ditemukan juga ileum terminalis meradang, mesenterium menebal, nodus lymphatik mesenterika membesar kenyal. Jika caecum tidak terlibat, maka harus dilakukan apendiktomi serta ileum terminalis dibiarkan tidak terganggu.Operasi untuk usus halus yaitu reseksi, untuk usus besar yaitu panproktokolektomi dengan ileostomi, mempunyai angka kekambuhan paling kecil, tetapi operasi yang lebih konservatif dilakukan terhadap penyakit yang terlokalisir. ( Storer, 1991 : 1169-75 ).Bila penanggulangan penyakit ileitis terminalis secara konsevatif maupun tindakan bedah tidak berhasil, maka dapat terjadi komplikasi. Komplikasi dapat terjadi pada usus, yaitu berupa obstruksi, abses, fistula, lesi anorektal, sering terjadi perforasi bebas dan perdarahan massive jarang terjadi. Karsinoma mungkin timbul dalam segmen kecil atau besar pada usus yang terlibat penyakit ileitis terminalis, khususnya pada segmen dimana terdapat aliran faeces dengan operasi pintas usus. Komplikasi juga bisa terjadi pada seluruh tubuh, misalnya penyakit hepatobiliary, uveitis, arthritis, ankylosing spondylitis, ulkus aftosa, erythema nodusum, amyloidosis, thromboembolism dan gangguan vaskuler, ditemukan juga pada colitis ulseratif. Metastase penyakit ileitis terminalis pada kulit yaitu ulkus kutaneus dengan reaksi granuloma pada tempat terpisah dari usus dengan kulit normal. Komplikasi urologi: cystitis, calculi dan obstruksi uretra. Fibrosis periureterik, hidronefrosis kanan. ( Sachdeva, 1996 : 208-9 ).Penyakit Ileitis terminalis adalah penyakit kronis yang dapat progresif. Tetapi medikal yang menguntungkan untuk jangka lama belum ditemukan. Disamping itu, operasi adalah tindakan paliatif, bukan kuratif. Kekambuhan rata-rata dalam 15 tahun sesudah operasi adalah 50%. Untuk obstruksi biasanya dilakukan strictureplasty dan sedikit terdapat komplikasi post operasi. Operasi ulang diperlukan 10% dari penderita dengan stricture plasty dalam tiap tahun dan satu dari tiga penderita dalam 10 tahun.Operasi hanya digunakan untuk komplikasi, 80-85% penderita dioperasi dapat hidup normal. Resiko kematian jangka panjang 2x pada usia kapanpun. Dibandingkan dengan normal dan resiko ini lebih besar pada penderita muda dalam beberapa tahun diagnosis.Peningkatan mortalitas yang terlihat dalam penderita ini disebabkan oleh penyebab yang seluruhnya dapat dihubungkan ke ileitis terminalis atau komplikasi yang berhubungan.(Storer, 1991 : 1169-75).

8. SIMPULANIleitis terminalis adalah suatu penyakit peradangan saluran pencernaan yang menahun, sering kambuh, dengan etiologi yang tidak diketahui, dan ada hubungannya dengan imunologi, sering menyerang usus halus dan kolon.Insiden tertinggi di Amerika Serikat, Inggris, dan Scandinavia, yang terkena pada semua umur. Resiko tertinggi pada perokok dan yang mengkonsumsi banyak gula.Gejala umum: nyeri abdomen, diare, penurunan berat badan, demam dan lesi anus, bisa juga seperti apendiksitis yang tanpa gejala mual dan muntah. Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik berupa hiperperistaltik, dilatasi usus yang palpable, ditemukan juga massa di abdomen yang nyeri tekan. Pemeriksaan tambahan yang diperlukan adalah endoskopi usus untuk biopsi dan pemeriksaan radiologi barium kontras ganda.Terapi untuk ileitis terminalis adalah : istirahat yang cukup, menghentikan proses radang dengan obat-obatan yang disesuaikan dengan keluhan / gejala umum, peningkatan gizi.Terapi bedah diperlukan untuk memperbaiki keadaan dari usus ( komplikasi ), misal: obstruksi usus, gagal terapi menggunakan obat, abses, dan lain-lain.Prognosis kematian jangka panjang 2x dan lebih besar resikonya pada penderita muda.

DAFTAR PUSTAKA

Bailey's.H,Crohn's Disease in Emergency Surgery editor: Mc Nair. Tj, MD, F.R.C.S, ninth Eds, Bristol John Wright and Sons LTD.1972. Dunphy. J. E, M. D.,F. A. C. S., Botsford. T.W,M.D,F.A.C.S., Pemeriksaan Abdomen dalam Pemeriksaan Fisik Bedah Alih Bahasa Susanto. Th., dkk, Yayasan Essentia Medica, 1993,1993. Fielding.L.P, Emergencis Caused by Acute inflammatory and ischaemic Bowel disease in Bailey'sH. Emergency Surgery, Editor: Dudley.H.A.F, Eleventh eds. Bristol Wright 1986. Hamami. A. H, Pieter J, Riwanto Ign, Tjambolong T, Usus halus, apendiks, kolon dan anorektum dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Editor : Sjamsuhidajat R, wim de jong. Edisi I, EGC, Jakarta, 1997. Levine.B.A, M.D., Aust.J.B, M.D., DH. D, Kelainan Bedah Usus Halus, dalam buku Buku Ajar Bedah, editor : Sabiston. D. C, Jr., M.D., Alih bahasa : Andrianto. P, dr., Timan. I. S., dr., editor : Oswari.J,dr., Bagian I, second eds, EGC, Jakarta, 1995. Sachdeva. R. K. dr., Traktus Gastrointestinalis, dalam Catatan Ilmu Bedah, alih bahasa : Handyanto, dr, editor: Erlan. Dr., edisi 5, Hipokrates, Jakarta, 1996. Schrock. T. R, M.D., Saluran Pencernaan dalam Ilmu Bedah, alih bahasa: Dharma. A, drs. Med, Lukmanto. D, DR., Gunawan, dr., edisi 7, EGC, Jakarta, 1993. Schwartz. S I, M.D., Crohn's Disease in Principles of Surgery Eds : Schwartz. S. I, M. D., Shires. G.T,M.D., Spencer. F. C, M. D., Storer. E. H., M. D., Third eds, Mc Graw-Hill International Book Company Singapore 1982. Storer. E. H., Small Intestine in Current Surgical Diagnosis & Treatmeant, Editor : Way. L. W, M. D., Ninth Eds, Pretice-Hall International Inc, 1991.

MACAM PENYAKIT HEPAR DAN PEMERIKSAANNYAElizabeth S NugraheniDosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma SurabayaABSTRAKUntuk mendiagnosa penyakit hati, hal pertama yang dalam pikiran adalah bagaimana membuat klasifikasi sistematis dan praktis dari penyakit hati. Dalam membaca ini, izinkan saya mengklasifikasikan penyakit hati sering menjadi 2 kelompok besar yaitu: Hati penyakit akut dan penyakit kronis hati.Penyakit termasuk penyakit akut Hati adalah: Viral Hepatitis, Hepatitis Obat diinduksi, Alkoholic penyakit hati, Ischeamic Hati Disease.The penyakit termasuk Penyakit hati kronis adalah: kronis Hepatitis, Sirosis hepatik dan hepatoma, Lemak Hati.Sangat penting untuk mengklasifikasikan penyakit, karena mengacu pada prognosis penyakit. Pemulihan Hepatitis akut adalah 100%, kecuali Hepatitis C. Beberapa Hepatitis kronis sembuh, dan beberapa begitu sulit disembuhkan. Sirosis hepatis adalah sulit untuk menyembuhkan tapi masih kita dapat melestarikan dan Cafe hepatosit. Tapi hepatoma sulit baik untuk menyembuhkan dan untuk mempertahankan panggung.Kadang-kadang sulit untuk berbeda kondisi tersebut, terlalu banyak laboratorium uji tapi ada keterbatasan keuangan pasien untuk mendukung temuan laboratorium. Jadi kita harus menentukan tes terhadap diagnosis dugaan kami buat.

Kata kunci: pengujian laboratorium untuk penyakit hati, penyakit hati kronis, penyakit hati akut.

EDUCATION BIOLOGY KINDS OF DISEASES AND INSPECTIONElizabeth S NugraheniDosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma SurabayaABSTRACTTo diagnose liver diseases, first thing in mind is how to make a systematic and practical classification of the liver diseases. In this reading, let me classify the commonly liver disease into 2 large group which are : Acute Liver diseases and Chronic Liver diseases.The diseases including Acute Liver Diseases are : Viral Hepatitis, Hepatitis Drug induced, Alkoholic liver disease, Ischeamic Liver Disease.The diseases including Chronic Liver Diseases are : Chronic Hepatitis, Cirrhosis Hepatic and Hepatoma, Fatty Liver.It is important to classify the diseases, because it refer to prognosis of the diseases. Recovery of Acute Hepatitis is 100 %, except Hepatitis C . Some Chronic Hepatitis recover, and some so difficult to cure. Cirrhosis Hepatis is difficult to heal but still we can preserve the healthty hepatocytes. But Hepatoma difficult both to heal and to maintain the stage.Sometimes difficult to differ those condition, too many laboratory test but there is a limitation of patients financial to support the laboratory findings. So we have to specify the test toward the suspected diagnosis weve made.

Keywords : Laboratory test for liver diseases, Chronic Liver diseases, Acute Liver diseases.

PENDAHULUANLatar belakang :Sehubungan dengan banyaknya jenis penyakit hati dan jenis pemeriksaan laboratorium untuk diagnosa penyakit hati, maka tulisan ini dibuat. Karena cara yang praktis dan mudah sangat membantu dalam memilah dan memilih pemeriksaan laboratorium, sehingga dapat ditegakkan diagnosis pasti dari penyakit hati tersebut, sehingga pengobatan yang tepat pun dapat diberikan.Kemampuan keuangan pasien dalam berobat juga harus kita perhatikan, walaupun dengan meniadakan perkecualian pemeriksaan untuk menunjang diagnosa. Tujuan penulisan ini adalah untuk memberi deskripsi pada pembaca sedikit tentang beragam pemeriksaan laboratorium yang berkaitan dengan penyakit hati.Diharapkan dengan sedikit tulisan ini, mudah bagi para sejawat dalam menentukan pemeriksaan yang akan di pilih untuk membantu diagnosa pasien dan untuk diluar profesi dokter, semoga bisa mendapat sedikit gambaran tentang penyakit liver dan macam-macam pemeriksaannya.

PEMBAHASANA. Klasifikasi Penyakit Hepar (1)Penyakit Hepar yang sering dijumpai di masyarakat , dibedakan yaitu :1. Penyakit Hati akut2. Penyakit Hati kronikPenyakit hati akut adalah :Kemungkinan penyebabnya adalah virus, obat2an, alkohol dan keadaan ischaemia.

Penyakit hati kronis adalah :1. Hepatitis Kronis2. Sirosis Hati3. Hepatoma

Kepentingan klasifikasi tersebut antara lain adalah untuk menentukan prognosa dan penatalaksanaan masing2 penyakit tersebut.

B. Symptoms and signs of Liver diseases (2,3,5)Symptoms, riwayat klinis :1. Right upper quadrant discomfort : Riwayat nyeri perut kanan atas yang nyata, atau nyeri setelah makan Mengarahkan diagnosa ke cholelithiasis, cholecystitis.Sedangkan nyeri perut kanan atas yang tidak nyata, rasa tidak nyaman Mengarahkan ke kecurigaan penyakit hepatocelular atau infiltrative diseases. Disebabkan karenan peregangan kapsula Glisson.2. Pruritus3. Anorexia4. Weight loss5. Jaundice6. Occupation / environtmental factors hepatitis drug induced karena Carbontetrachloride, beryllium, vinylchloride, alcohol intake.7. Abdominal distention / ascites8. Hematemesis (muntah darah)9. Hematoschezia10. OedemaSigns, pemeriksaan fisik :1. Jaundice , pada sclera dan kulit.2. Anemia , pallor.3. Spleenomegali4. Hepatomegali5. Ascites 6. Edema7. Testicular atrophy, 8. Gynecomastia, 9. Loss of pubic and axillary hair.

i. ACUTE VIRAL HEPATITIS. (2,3)Adalah penyakit sistemik yang menyerang hati.Jenis penyakit hepatitis virus ini adalah :1. Hepatitis Virus A (HAV)2. Hepatitis Virus B (HBV)3. Hepatitis Virus C (HCV)4. Hepatitis Virus D (HDV)5. Hepatitis Virus E (HEV)

1. HEPATITIS A VIRUS (2,3)Hepatitis A virus tergolong dalam RNA virus (heparna). Penularan melalui fecal-oral. Hepatitis A ini memiliki masa inkubasi sekitar 4 minggu. Perkembangbiakan virus terbatas di hati, virus ditemukan di hati, empedu, feses, dan darah di akhir masa inkubasi dan saat fase preicteric.Virus disebarkan melalui feses, dan darah infektifitas virus segera hilang saat jaundice muncul. Antibodi terhadap HAV (anti-HAV) dapat terdeteksi selama masa akut, saat SGPT tinggi dan penularan HAV melalui feses masih terjadi.Respons antibody yang muncul adalah IgM HAV, dan menetap selama beberapa bulan. Selama masa penyembuhan IgG HAV yang nyata. Jadi untuk diagnosa Hepatitis A adalah saat fase akut, titer IgM HAV yang tinggi.

2. HEPATITIS B VIRUS. (2,3)Hepatitis B virus adalah DNA virus (hepadna virus).Antigen yang diperiksa : 1. HBsAg2. HBcAg3. HBeAgHBsAg terdeteksi pada lebih dari 95% pasien dengan Hepatitis B akut, ditemukan di Serum, cairan tubuh, sitoplasma hepatosit. Sebagai petanda blood borne virus dan menandakan status karier.AntiHBs muncul sebagai respon dari infeksi, antibodi protektif. HBcAg nukleocapsid yang mengandung DNA, sebagai petanda diagnosa akut, bersama dengan HBsAg dan IgM anti HBc. HBeAg polymerase, ada di nucleus hepatosit. Sebagai petanda dari replikasi virus. Sebagai panduan diagnosis kronis hepatitis : IgG antiHBc , HBsAg. Pada saat ini pemeriksaan HBV DNA telah menjadi pemeriksaan baku pada saat seorang pasien diketahui mengidap HBsAg positif. Pemeriksaan HBeAg dan Anti HBe pada saat ini dilakukan untuk menentukan strategi pengobatan. Pemahaman terakhir menyatakan bahwa keberadaan HBeAg tidak hanya menunjukkan ada atau tiadanya replikasi virus , oleh karena penderita dengan HBeAg negative ternyata sering dijumpai kondisi reaktivasi ( flare up) virus.(2)Pemeriksaan antiHBe dapat dipakai sebagai salah satu indikator keberhasilan pengobatan pada penderita Hepatitis B kronis dengan HBeAg +.Pemeriksaan kuantitatif HBV DNA dengan batas atas yang dapat mendeteksi muatan virus tinggi sangat berguna untuk pemilihan obat lini pertama.

ii. TOXIC AND DRUG INDUCED HEPATITIS (2,3)Kerusakan hati dapat dikarenakan krn masuk nya bahan lewat inhalasi, ingesi atau parenteral dari sejumlah obat2an atau bahan kimia. Misalkan : carbon tetrachloride, acetaminophen, Halothane, soniazide, chlorpromazine, Oral contraceptive, analgetik, allopurinol dll.Pengobatan dari hepatitis karena obat ini adalah : Sebagian besar adalah suportif, seperti pada hepatitis virus akut. Obat atau bahan penyebab harus segera dihentikan.

iii. FATTY LIVER = NASH (NON ALCOHOLIC STEATO HEPATITIS ) (2,3)Non-alcoholic steatosis adalah infiltasi lemak pada hati yang berhubungan dengan obesitas. Kecurigaan diagnosis dikarenakan peningkatan aminotransferase, terutama AST:ALT ratio < 1 Seringkali ada hubungan antara non alcoholic fatty liver dan diabetes, biasanya pasien tersebut BMI nya tinggi dan ada truncal obesity. NASH bisa berkembang ke cirrhosis tetapi arang sampai mengakibatkan gagal hati.Sebagian besar penderita NASH akan menjadi diabetes atau gangguan toleransi glukosa setelah jangka panjang. Biasanya pada penderita Fatty Liver rasio AST : ALT > 1 dan MCV > dari normal.Pada penderita NASH (1,2,3)AST : ALT > 1 maka besar kemungkinan terjadi penyakit yg progresif dan terjadi fibrosis. Gamma Glutamil Transferase biasanya abnormal ( > 35 U/L ).Alkali fosfatase mungkin naik melebihi 2x normal ( > 125 U/L ).Serum feritin meningkat pada fase akutPada sekitar 1/3 kasus ditemukan autoantibody non organ specific, berhubungan dengan resistensi insulin berat dan penyakit hati yg lebih lanjut.D. LIVER FUNCTION TEST (2,3,4)Beberapa pemeriksaan faal hati dan petanda virus yang sering dipergunakan untuk mendiagnosa penyakit adalah :1. SGOT / AST2. SGPT / ALT3. Urobilinogen4. Bilirubin Urine5. Bilirubin direk/indirek6. Alkali fosfatase7. Gamma GT8. HBsAg & AntiHCV / IgM anti HAV9. Serum Albumin10. Prothrombine time

1. Alanine aminotransferase ( ALT ) , Serum Glutamic Pyruvic Transaminase ( SGPT )- Enzym yg berfungsi sbg katalis berbagai fungsi tubuh.- Enzym ini ditemukan paling dominan di sel hepar, selain konsentrasi kecil ditemukan di jantung, ginjal dan otot.- Variasi level serum ini digunakan untuk :mendiagnosa penyakit hati dan monitoring terapi penyakit hati. Harga normal : adult : 5 35 U/Lelderly : maybe higher than adultInfant/newborn: maybe twice as high as adult

2. Aspartate Aminotransferase ( AST ) , Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase.adalah enzym yg ditemukan di jaringan atau sel yg mempunyai aktivitas metabolik tinggi.Misal : di jantung, hepar dan otot bergaris.-Enzym ini dikeluarkan ke aliran darah krn adanya jejas atau kematian sel Harga normal : 12 35 U/ml AST yang meningkat : acute myocard infarct, pancreatitis akut dan brain necrosis.metastatic liver cancer, Reyes syndrome, alkoholic hepatitis. AST yng kurang dari normal , mungkin :kehamilan, beri-beri, diabetic ketoacidosis.

3. Alkaline fosfatase.Adalah enzym yang ditemukan di hepar, tulang dan epithel dari seluruh saluran empedu.Jumlah/level enzym ini digunakan utk identififikasi kelainan hepar, atau kelainan tulang,dll. Harga normal terpengaruh oleh usia dan gender.

Harga normal : Dewasa: 17 142 U/LAnak 0 12 th: 145 530 U/LPeningkatan alkaline fosfatase yang berhubungan dengan penyakit hati , termasuk :1. Obstruksi duktus bilier.2. Obstruktif Jaundice3. Hepatitis - Cirrhosis4. Liver Cancer5. Mononukleosis infectiosaTetapi untuk keperluan konfirmasi dari suatu diagnosa penyakit, pemeriksaan ini harus di korelasikan dengan pemeriksaan faal hati lain.Obat2an yang menyebabkan kenaikan alkaline fosfatase antara lain :Allopurinol, antibiotik, tetracycline, oral contraceptive, methyldopa.

4. Gamma Glutamyl transferaseGamma-glytamyl transpeptidase adl enzyme yg terdpt di hepatocytes dan biliary epithelial cells. GGT mungkin tinggi pd liver disease. Biasanya lebih menyerupai biliary obstruction daripada hepatocellular damage. GGT (in men) = 11 - 50 i.u./l GGT (in women) = 7 - 32 i.u./l Note reference ranges mungkin berbeda di tiap lab.Pemeriksaan ini harus dilakukan pada pasien dengan abnormal alkali fosfatase, sebagai konfirmasi bahwa berasal dari kelainan hepar.GGT serum adl indikator sensitif dari hepatobiliary diseases. Peningkatan hasil GGT mungkin menandakan :1. Pancreatic disease2. Myocardial infarction3. Chronic obstructive pulmonary disease4. Renal failure5. Diabetes6. Obesity7. Alcoholism, phenythoin & barbiturat.

5. Hyperbilirubinemia.Peningkatan bilirubin dpt disebabkan karena :1. Peningkatan produksi.2. Berkurangnya excresi bilirubin karena obstruksi sal empd3. Berkurangnya metabolismePeningkatan produksi sebagai akibat obstructive liver disease diikuti oleh peningkatan Liver enzym lainnya (alkaline phosphatase dan GGT ) .Pada mechanical obstructive liver disease 50% darinya adl conjugated bilirubin . Normal serum bilirubin adl 3 to 17 micromol/l. Jaundice dapat terdeteksi jika hasil diatas 40 micromol/l. Dibutuhkan cahaya matahari utk mendeteksi jaundice minimal. Hyperbilirubinemia bisa menandakan penyakit hepatobilier atau hemolysis Dapat dipakai sebagai petunjuk hepatobiliary diseases atau hemolysis.1. Peningkatan ringan indirect hyperbilirubin ditemukan pada 10 % pdrt Gilbertsyndrome.2. Pada sekitar usia 30 th, 75 % penyebab hyperbilirubinemia adl Hepatitis3. Pada pdrt diatas 60 th, 50% penyebabnya adl extrahepatic obstruction ( gallstone, pancreatic ca )

6. Serum AlbuminHasil serum albumin yang rendah , mencerminkan :1. sintesis yg berkurang (poor nutrition atau hepatic dysfunction )2. kehilangan protein / increased loss ( from kidney/ intestine )Kadar serum albumin berhubungan dgn prognosa buruk pada penyakit liver akut.Pada decompensated liver disease kadar albumin ini rendah.

7. Prothrombine TimePemeriksaan ini harus dikerjakan pada pasien dengan acute or chronic liver disease or coagulopathy.Menunjukkan fungsi sintesa vit K-dependent clotting factors. (II, VII, IX dan X )

8. Alpha feto protein ( AFP ) (2,3)Pemeriksaan yang dipakai untuk kecurigaan terhadap adanya keganasan pada hati, misal : HepatomaSerangkaian pemeriksaan yang dipakai utk Hepatoma adl :Alkali fosfatase dan Alpha feto protein.

E. CONTOH INTEPRETASI POLA ABNORMAL LFT (3)1. Viral HepatitisSering menyebabkan peningkatan significant dari transaminase , melebihi 1000 IU. ALT lebih tinggi daripada AST ; AST - ALT rasio < 1.2. Medication ( obat2an )Menyebabkan kolestasis.Menyebabkan transaminase dan ALP diatas 10x normal.3. Intrahepatic atau extrahepatic obstruction Peningkatan ALP lebih atau sama dengan 5 kali lebih tinggi dari harga normal. Terutama pada Primary biliary cirrhosis4. Infiltratif diseasesContohnya : neoplasma, granuloma, amyloidosis sebabkan peningkatan sedang sampai bermakna dari ALP.5. Alkoholic Liver disease Peningkatan ringan dari transaminase. Perbandingan AST & ALT dpt berguna utk diagnostik. Perbandingan > 2 : 1 sangat mungkin merupakan alkoholic liver disease. Ditambah dgn MCV > dan peningkatan GGT. 6. HemolysisJika ada kecurigaan ini, biasanya diikuti dgn bilirubin 2N, dengan anti HCV (+)3. Pemeriksaan genotip tidak diperlukan untuk menegakkan diagnosis. 4. Pemeriksaan HCV RNA kuantitatif diperlukan pada anak dan dewasa untuk penentuan pengobatan.5. Pemeriksaan genotip diperlukan untuk menentukan lamanya terapi.6. Pemeriksaan HCV RNA diperlukan sebelum terapi dan 6 bulan paska terapi.7. Pemeriksaan HCV RNA 12 minggu sejak awal terapi dilakukan pada pasien genotip 1 dengan pegylated interferon untuk penilaian apakah terapi dilanjutkan atau dihentikan. (PPHI, 2003, hal 13)

Test faal hati rutin untuk skrining HCV kronik memiliki keterbatasan, karena sekitar 50% penderita yang terinfeksi HCV mempunyai nilai transaminase normal. Meskipun test faal hatinya normal , penderita ini ternyata menunjukkan kelainan histology penyakit hati berupa nekroinflamasi dengan atau tanpa sirosis. Pemantauan dengan menggunakan kadar transaminase sifatnya terbatas, karena kadarnya dapat berfluktuasi dari kadar normal sampai ke abnormal dengan perjalanan waktu (Hernomo K, 2003, hal 23).Biopsi hati biasanya dikerjakan sebelum dimulai pengobatan anti virus dan tetap merupakan pemeriksaan paling akurat untuk mengetahui perkembangan penyakit hati. Biopsi hati biasanya dikerjakan pada penderita dengan infeksi kronik HCV. Dengan transaminase abnormal yang direncanakan pengobatan antiviral, pemeriksaan histologi juga dibutuhkan bila ada dugaan diagnosis penyakit hati akibat alkohol. Biopsi hati menjadi sumber informasi untuk penilaian fibrosis dan histologi. Biopsis hati memberikan informasi tentang kontribusi besi, steatosis dan penyakit penyerta hati alkoholik terhadap perjalanan hepatitis C kronik menuju sirosis. Informasi yang didapat pada biopsi hati memungkinkan pasien mengambil keputusan tentang penundaan atau dimulainya pemberian terapi antivirus, karena mengingat efek samping pengobatan. (PPHI, 2003, hal 14)

PENGOBATAN

Pengobatan hepatitis C kronik telah berkembang sejak interferon alfa pertama kali disetujui untuk dipakai pada penyakit ini lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Pada waktu itu obat ini diberikan 24 sampai 48 minggu sebagai kombinasi Pegylated alfa interferon dan Ribavirin. Pegylated alfa interferon (penginterferon) adalah modifikasi kimia dengan penambahan molekul dari polyethylene glycol. Penginterferon dapat diberikan satu kali per minggu dan keuntungannya kadarnya konstan di dalam darah. Ribavirin adalah suatu obat antivirus yang mempunyai efek sedikit pada virus hepatitis C, tetapi penambahan Ribavirin dengan interferon menambah respon 2 3 kali lipat. Kombinasi terapi ini dianjurkan untuk pengobatan hepatitis C. (Bell B, 2009)Terapi dengan Interferon 3 juta unit 3x perminggu selama 12-18 bulan, yang diberikan kepada pasien dengan aminotransferase tinggi, biopsi menunjukkan kronik hepatitis berat atau lanjut, HCV RNA, 50% mengalami remisi atau perbaikan 50% pasien kembali diantara 12 bulan pengobatan dan perlu mengulang pengobatan kembali. Respon yang baik yaitu hilangnya HCV RNA yang tinggi pada genotip HCV 1a dan 1b. lebih menguntungkan dengan penambahan ribavirin (Dienstag, 1983, p. 85)Kriteria yang harus dipenuhi sebelum pemberian terapi Interferon: (Sulaiman HA, Julitasari, 2004, hal 21)1. Anti HCV [+] dengan informasi stadium dan aktivitas penyakit, HCV RNA [+], genotip virus, biopsi.2. Ada / tidaknya manifestasi ekstra hepatic.3. Kadar SGOT/ SGPT berfluktuasi diatas normal.4. Tidak ada dekompensasi hati.5. Pemeriksaan laboratorium:a. Granulosit > 3000/ cmmb. Hb > 12 g/dlc. Trombosit > 50000/ cmm.d. Bilirubin total < 2 mg/ dle. Protrombin time < 3 menit.

Berdasarkan rekomendasi konsensus FKUI PPHI (2003, hal 21) :1. Terapi antivirus diberikan bila ALT > 2 N2. Untuk pengobatan hepatitis C diberikan kombinasi Interferon dengan Ribavirin3. Ribavirin diberikan tiap hari, tergantung berat badan selama pemberian interferon dengan dosis :a. < 55 kg diberikan 800 mg/harib. 56 75 kg diberikan 1000 mg/haric. > 75 kg diberikan 1200 mg/hari4. Dosis Interferon konvensional 3,41/2,5 MU seminggu 3 kali, tergantung kondisi pasien5. Pegylated Intenfenon Alfa 2a diberikan 180 ug seminggu sekali selama 12 bulan pada genotipe 1&4, dan 6 bulan pada genotipe 2 dan 3. pada Pegylated Interferon Alfa 2b diberikan dengan dosis 1,5ug/kg BB/kali selama 12 bulan atau 6 bulan tergantung genotip 6. Dosis Ribavirin sedapat mungkin dipertahankan. Bila terjadi efek samping anemia, dapat diberikan enitropoitin.

PENCEGAHAN Hingga saat ini belum ditemukan vaksin yang dapat digunakan untuk mencegah hepatitis C tetapi ada beberapa cara untuk mencegah penularan hepatitis C dengan cara jarum suntik harus steril. Melakukan kehidupan sex yang aman. Bila memiliki pasangan yang lebih dari satu atau berhubungan dengan orang banyak harus memproteksi diri misalnya dengan pemakaian kondom. Jangan pernah berbagi alat seperti jarum , alat cukur, sikat gigi dan gunting kuku. Bila melakukan manicure, pedicure, tattoo ataupun tindik pastikan alat yang dipakai steril. Orang yang terpapar darah dalam pekerjaannya [misalnya dokter, perawat, perugas laboratorium] harus hati-hati agar tidak terpapar darah yang terkontaminasi, dengan cara memakai sarung tangan, jika ada tetesan darah meskipun sedikit segera dibersihkan. Jika mengalami luka karena jarum suntik maka harus melakukan test ELISA atau RNA HCV setelah 4 sampai 6 bulan terjadinya luka untuk memastikan tidak terinfeksi penyakit hepatitis C. Pernah sembuh dari salah satu penyakit hepatitis, tidak mencegah penularan penyakit hepatitis lainnya. Dengan demikian dokter sangat merekomendasikan penderita hepatitis C juga melakukan vaksinasi hepatitis A dan hepatitis B. PENUTUPHepatitis C merupakan penyebab penyakit hati akut atau kronis yang paling berbahaya dibandingkan dengan virus hepatitis lainnya. Mengingat bahwa virus hepatitis C ini dapat menyebabkan kerusakan hati yang parah, sirosis dan kanker hati / hepatoma maka upaya pencegahan merupakan hal yang sangat penting, melalui pendidikan untuk mengenal cara-cara penularan yaitu menghindari pemakaian narkoba, penyuntikan yang aman, mencegah perilaku seksual beresiko tinggi dan menghindari pemakaian alat-alat pribadi bersama.Karena infeksi hepatitis C dapat menyebabkan kerusakan hati tanpa gejala, sangat penting untuk melakukan pemeriksaan sedini mungkin. Penelitian menunjukkan pasien yang diobati sebelum hatinya rusak secara signifikan memiliki respon yang lebih baik terhadap pengobatan dibandingkan pada pasien yang menunda pengobatannya. Tujuan pengobatan hepatitis C adalah menghilangkan virus dari tubuh sedini mungkin untuk mencegah perkembangan yang memburuk dan stadium akhir penyakit hati.Ada tiga macam obat yang digunakan dalam mengobati hepatitis C yaitu Interferon Alfa, Pegylated Interferon Alfa, Ribavirin .pengobatan ini sudah diterima dalam kemampuannya untuk melawan virus pada penderita penyakit hepatitis kronik.

Daftar Pustaka

Anonim. 2009. Power to beat HCV. http://www.medicastore.com. Diakses pada 20 Mei 2010.Bals,M. 2006. Acut Hepatitis C Virus Infection. Romania.Bell, B. 2009. Chronic Hepatitis C. http://www.digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/p. diakses pada 15 April 2010.Dienstag JL. 1983. Non A, Non B Hepatitis Recognition, epidemiology and Clinical Gastroentenologi.

Harrisons. 1998. Principles of Internal Medicine. SingaporeHernomo,K.2003.Pandangan Terkini Hepatitis Virus B dan C dalam praktek klinik. Surabaya.

Kurstak E. 1993. Hepatitis C Virus, Hepatitis E Virus and Disease, inviral Hepatitis. New York.

Mauss. S. et al. 2009. Hepatology A Clinical Textbook. Germany.

PPHI. 2003. Konsensus Penatalaksanaan Hepatitis C kronik. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Sacher,RA. Mc Pherson, RA. 2000. Widmans Clinical Interpretation of laboratory Tests. Philadelphia: FA Davis Company.Sulaiman,HA. Julitasari. 2004. Selayang Pandang Hepatitis C. Jakarta.

ANALYSIS OF PATIENT SATISFACTION WITH HEALTH CARE FACILITIES AND SERVICES OR PRIMARY(LITERATURE STUDIES)Atik Sri WulandariDosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

INTRODUCTION

In the midst of an era of globalization characterized by the increasingly sharp competition and changing business environment moves fast, pragmatic and tend to be unpredictable, requires each organization to enhance its competitiveness. In addition customers are also increasingly strong demand for quality products and services. The services sector is now growing rapidly is the health service, it is related to increasing public awareness in interpreting the word "healthy" as a part of their investment in the future. Therefore, service quality improvement is no longer solely on technical quality that is part of the "way of lifre" health industry, but leads on how to manage a health industry memilki competitiveness of its service users to meet the eyes of their desire.To meet those objectives arising efforts to meet in terms of quality-related. Tjiptono (2001) explains that the quality is a dynamic state associated with products, services, people, processes that meet or exceed customer expectations. From the definition it is also clear that the most eligible jasalah users represent the quality of quality by comparing what they expect their denganpersepsi after meneima services. It also applies in the health services industry in this regard Ruamah Hospital. Clinics and Health Centers Community (PHC) in the Indonesian population demographics khususnya.Kondisi mostly live and settled in rural areas, the health organization's most dominant and most frequently used is therefore Puskesmas.Oleh of line service users with the lowest health organizations this will be illustrated how far the service user satisfaction. Like the above description then how cursory overview of patient satisfaction on the services they receive.

LITERATURE REVIEW

In general, the public health service is a subsystem of the health service whose primary purpose is preventive services (preventive) and promotion (health improvement) with a target masyarakat.Meskipun not mean that public health services do not perform curative services (treatment) and rehailitatif (recovery). Therefore, the scope of services in this Kesahatan Community Health Center is spearheading the community health service that is precisely the kind of services kuratiflah into the spotlight and main kebutuan for the community. In conjunction with the service and quality of service (Berry1985) in presenting their research ekploratifnya service quality and the factors that determine the defining quality of service as a degree of instability skewer between normative expectations on customer service and customer perceptions of service received at the performance. For health services that health centers should be carried out satisfactorily mempu Communities as service users (www.helvetia.ac.id). Measurement and assessment of satisfaction from the emergence of hope beawal satisfaction of patients who use health services in public health centers. Therefore, the scope of services related to people's interests kesehatanmasyarakat much the role of government in public health services have a large portion. Nevertheless, due to limited government resources, the potential community needs to be extracted or included in the health service efforts. Government in this regard the Ministry of Health has an obligation and responsibility in exploring and enhancing the potential of people in this health service. Mobilizing potential of the people here includes three dimensions, namely:

a. Potential society in the sense of community (eg, the people of the RT, RW, Kelurahan, etc.). For example with the health fund, contributions to procurement PMT (Supplementary Feeding) for children Toddlers, health cadres and so on are forms of participation and exploration potential of the community in community health services. b. Mobilizing potential of the community through the organization or community-oarganisasi often called Non Governmental Agencies (NGOs). c. Mobilizing potential of the community through private companies which will help to ease the burden of administering public health services (PHC, Balkesmas etc.) Public health services, both hosted by the Government and private sector needs, attention to several provisions, among others:

a. Responsible person, a health care system responsible masyarakatharus no government or private. However, in Indonesia, the government in this case the Ministry of Health is responsible for most high. This means pengawsan, service standards and so forth for the good of society ksehatan peleyanan pemerinta (PHC) or private (Balkesma) is under the coordination of the Ministry of Health.

b. Service standards, public health service system, both private pemerintahmaupun should be based on an a certain standard. This standard set by the Ministry of Health with the Health Center guide book.

c. Employment Relations, the public health service system must have a clear division of labor between the one with the other. This means that health facilities must have a clear organizational structure den describes the working relationship, both horizontally and vertically.

d. Potential of Community Organizing, typical characteristics of the system of public health services is community involvement or community organizing. This effort is important, especially in Indonesia, because of the limited resources of the community health service providers, we need community participation.

In assessing the quality of service, Bolton and Drew (1991) stated that overall consumer understanding about the services arranged by a series of compliance-related stages on the performance of services, service and value kalitas services. This model was motivated by the concept of consumer satisfaction as a function diskonfirmasi between consumer expectations with perceptions of the perceived actual performance. In research eksplorai Zeithaml and Berry (1985) in kaintannya with describing the quality of their services and service quality factors which determine this by defining the service as a degree of instability kulaitas skewer between Normative expectations in customer service and customer perceptions of service performance diterima.

DISCUSSIONJudging from some of the problems mentioned above there poko beberpa things that need attention and scrutiny. Among them is the view from the user side dalah it is society itself, which manapelanggan or communities express their needs on the basis of perception. According to Juran, JM perception is also very dipengaruhin by personal characteristics and circumstances at the time. While according Hendartini personal characteristics may also affect perceptions. Customer perception of product or services affect customer satisfaction. Satisfaction is subjective depending on the backgrounds of individuals, so that individuals can Tipa just feel different levels of satisfaction for the same type of service, (Azwar. A. 1996). However, according to Bolton and Drew (1991) that the meletarbelakangi concept of patient satisfaction as a function of diskonfirmasi between consumer expectations with actual performance perceptions of the perceived bias viewed as a whole from a series of stage performance, quality and quality of service itself, which include, Responsible, standard of service, labor relations, the process to service the resulting product. According to research in peneliitia et Sudibyo factor-factor related to satisfaction of outpatient and inpatient dipuskesmas penlaian includes five dimensions. Responsivness (responsiveness) is ability officers provide services to consumers quickly. Reliability (reliability) is kempuan officers provide services to consumers with the right. Assurance (assurance) that gave the officers the ability of services to consumers so believable. Emphaty (empathy), namely the ability liaison officer, attention, and understand kebutuan patient / consumer. And Tengible (evidence) that the availability of Arana and infrastructure diraskan directly by consumers. Bolton and Drew (1991) memamarkan multistage model of customers assessments of service quality and value. This model states that consumers' overall understanding of the services arranged by a series of steps related to the understanding of service performance, service quality and value of the services. This model was motivated by the concept of consumer satisfaction as a function diskonfirmasi between consumer expectations with perceptions of the perceived actual performance. Satisfaction by Tse and Wilton (1988) are as customer response to the evaluation of the perceived discrepancy between prior expectations with the actual performance that is felt after wearing them. Engle (1990) defines customer satisfaction as a full evaluation of alternatives and purchase where purchased at least equal or exceed customer expectations, while dissatisfaction arise if the result (outcome) does not meet expectations. Kotler (1994) states that satisfaction is the level of state of one's feelings which is the result of the comparison between the performance of products or services related to those expectations. Meanwhile, according to research by using the SWOT analysis of R & D in the servant's empowerment center consists of:

1. Market penetration strategy, which the PHC berusahan utnuk improve public health services through the efforts of promotion, dissemination and extension, so that products can pusksmas services masyarakatsebagai sasran known and unknown consumers. 2. Product development strategy is a strategy that aims to improve PHC services by increasing the variance of health services in an effort to develop products to existing health services.

3. Strategiintegrasi meningktakan horizontal control of health services to the community in an effort to develop strategic competitiveness.

4.Strategi / policy implementation of system maintenance and repair the infrastructure and performance-based health centers. Implementation of health for the community pelayana by Puskesmas is one of the basic forms of public servants who conduct by the Government. This makes assessment of fully kineja services rendered to the public as users, and certainly as a measure of community satisfaction adalh that need to be considered.

CONCLUSION Based on the few things mentioned above there are some things to consider in addressing the health center service satisfaction criteria. First from the user side, namely responsiveness dlam providing service, accuracy of services according to needs, and empathy. In terms of health centers, health services karenaPuskesmas a subsystem whose main goal is prevention services and health improvement however it turns out the fact that there is give the stolen treatment and recovery services, the MEU will not have a few parties who must work together, among others, government and society. Despite the limitations of government resources mka community potential bias dug to be included in the health peleyanan efforts.

REFERENCES Bolton & Drew, 1991, Tecnical Compexcity and Consumer Knowledge as Moderators of Service Quality Evaluation in Outomobile Service Industry, Journal of Retailing.70 (4) 367-381 Arikunto, suharsimi, 1998, the research procedure, a practical approach, the revised fourth edition, the publisher Rineka Reserved. Azwar, Syaifudin, 2001, Research Methods, Student Book Publisher, Yogyakarta Blanton Godfrey and Edward G Kammerer, Service Quality vs. Quality Manufacturing Five Myths Exploded. TP CF Bonser, 1992, Total Quality Education, Journal of Public Administration Review, Sept / oct, vol 52 (s) 504-512. James L. Bossert & ross, 1993 Quality Function Deployment: A practioner's approach, Milwauke, Wilconsin: ASQC Quality Press. Chen, Chuen Lung, and Stanley F Bullington, 1999, Development of a strategic plan for academic research department through the use of QFD. Journal of Computer and Industrial Engineering 25. (49-52). Cothtle4, 1995, Quality Function Deploymeny; How make QFD work for you, Addison-Wesley Publishing Company, USA. Cortada, James W., 1996, Total Quality Management, Translation, Publishing Andi, Yogyakarta. Cronin, Joseph J and SA Taylor, Thommason, B & Ovretveit J, 1994, Quality of Service: Making it Really Work, Cambridge: McGraw Hill International Limited, UK. Ermer, Donald S, 1999, Using QFD Become An Educational Experience For Students And Faculty, Journal of Quality Progress, 28, (131-136). Fitzsimmons and Fitzsimmons (2001), Service Management: Operations, Strategy and Information Technology. McGraw-Hill , International Edition, New York, p.44. Fitzsimmons JA & Fitzsimmons MJ (1994) Service Management for Competitive Advantage, McGraw Hill, Singapore Gaspersz, Vincent, 1997, Quality Management in Service Industries, publisher PT. Gramedia. Gaspersz, Vincent, 1997, Building Seven habits of Quality, publisher PT. Gramedia. Gaspersz, Vincent, 2001, Total Quality Management, publisher PT. Gramedia.

PENGARUH DIET VEGAN TERHADAP KADAR LDL-KOLESTEROL DARAHLoo Hariyanto RaharjoDepartemen Biokimia Universitas Wijaya Kusuma Surabayae-mail: [email protected]

ABSTRAK Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui adanya pengaruh diet vegan terhadap kadar LDL-kolesterol darah sehingga dapat menurunkan insiden terjadinya aterosklerosis. Metode Penelitian: Melakukan suatu analisa deskriptif terhadap empat buah hasil penelitian, yaitu : The Oxford Vegetarian Study, Studi tentang resiko cardiovascular disease pada kelompok vegan Afro-Amerika dibandingkan dengan lakto-ovovegetarian, Studi tentang kadar leptin pada kelompok anak vegetarian prepubertas, Studi tentang pengaruh diet vegetarian terhadap kadar kolesterol dan trigliserida darah. Hasil Penelitian: Keempat studi yang dianalisa tersebut memberikan hasil kadar LDL-kolesterol darah yang lebih rendah pada kelompok vegan. Bahkan dengan memberikan diet vegan sejak anak usia prepubertas dapat mem- berikan lipid profile (LDL, HDL, Total Kolesterol, Trigliserida) yang lebih baik daripada anak yang omnivora. Selain itu pemberian diet vegan sejak usia prepubertas dapat menekan faktor aterogenik (apo-B), meningkatkan faktor anti-aterogenik (apo-A1),serta menurunkan kadar leptin darah sehingga mencegah terjadinya obesitas. Kesimpulan: Diet vegan dapat menurunkan kadar LDL-kolesterol darah, dapat mengurangi faktor aterogenik, meningkatkan faktor anti-aterogenik, menurunkan kadar leptin darah, mengurangi terjadinya obesitas, serta dapat menurunkan insiden terjadinya aterosklerosis yang menyebabkan timbulnya penyakit kardiovaskuler dan penyakit serebrovaskuler. Kata Kunci: Vegan, LDL-kolesterol, Aterosklerosis

VEGAN DIET EFFECT ON BLOOD LEVELS OF LDL-CHOLESTEROLLoo Hariyanto RaharjoBiokimia Departement Wijaya Kusuma Surabaya Universitye-mail: [email protected] ABSTRACT Background: This study to know influence of diet vegan to LDL-cholesterol blood level then can decrease incident of atherosclerosis. Method: Descriptive analysis to four results research, e.g.: The Oxford Vegetarian Study, Study of serum leptin concentration in vegetarian prepubertal children, Study of Cardiovascular Disease Risk Factors in African- American Vegans Compared to Lacto-Ovo-Vegetarians, Study of influence vegetarian diet to Cholesterol and Triglycerides level. Results: These four studies given results that LDL-cholesterol is lower at vegan group than omnivore group. Giving vegan diet since prepubertal age of children can give the better of lipid profile (HDL, LDL, Total Cholesterol, Triglycerides) than children with omnivore diet. Moreover giving vegan diet since prepubertal age can decrease of atherogenic factor (apo-B), increase anti-atherogenic factor (apo-A1), also decrease blood leptin level to prevent obesity. Conclusion: Diet vegan can decrease LDL-cholesterol, decrease atherogenic factor, increase anti-atherogenic factor, decrease blood leptin level, decrease incident of obesity, also can decrease incident of atherosclerosis, which can cause of cardiovascular and cerebrovascular disease. Key words: diet vegan, LDL-cholesterol, atherosclerosis

I. PENDAHULUANPola diet vegetarian saat ini semakin berkembang di kota-kota besar di Indonesia, khususnya Surabaya. Pola diet vegetarian ini ada beberapa macam, salah satunya adalah vegan, yaitu suatu pola diet yang tidak mengkonsumsi makanan yang berasal dari hewan baik hewan yang hidup di air, darat, maupun udara, selain itu juga tidak mengkonsumsi susu, telur, serta hasil olahannya.Pola diet vegan ini dianggap sebagai pola diet yang sehat sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit degeneratif, khususnya penyakit kardiovaskular. Penyakit kardiovaskular ini biasanya dihubungkan dengan hiperkolesterolemia, terutama adanya peningkatan kadar LDL-kolesterol darah.American Dietetic Association and Dietitians of Canada (2003) menyatakan bahwa diet vegan dapat mencegah terjadinya obesitas, diabetes mellitus type 2, penyakit kardiovaskular, serta beberapa kanker. Selain itu diet vegan juga meningkatkan intake nutrisi dan senyawa fitokimia yang bersifat protektif untuk mencegah terjadinya penyakit kronis (Dewell A.,2008). Frasser (2003) menyatakan bahwa kelompok orang yang vegan mempunyai total kolesterol dan LDL-kolesterol yang rendah, serta tekanan darah yang juga lebih rendah dibandingkan dengan kelompok orang vegetarian lainnya. Kemudian Toohey,dan kawan-kawan (1998) menunjukkan bahwa kadar lipid dan Body Mass Index (BMI, dalam kg/m2) secara signifikan lebih rendah pada kelompok Afro-Amerika yang vegan dari pada kelompok yang lacto-ovovegetarian.Tujuan penulisan artikel ilmiah ini adalah untuk membuktikan bahwa pemberian diet vegan bisa menurunkan kadar LDL-kolesterol darah sehingga bisa mencegah terjadinya penyakit kardiovaskular. Disini kita akan membandingkan beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai pengaruh diet vegan terhadap kadar LDL-kolesterol darah. Kemudian kita ambil kesimpulan dari perbandingan hasil-hasil penelitian tersebut sehingga bisa didapatkan jawaban untuk hipotesa mengenai adanya pengaruh diet vegan terhadap kadar LDL-kolesterol darah.

II. BAHAN DAN METODA:Ada beberapa penelitian yang kita pakai untuk perbandingan, yaitu:1. The Oxford Vegetarian StudyMerupakan suatu studi prospektif yang melibatkan 6000 orang vegetarian (berasal dari Vegetarian Society di United Kingdom) dan 5000 orang yang non-vegetarian sebagai kelompok kontrol. Studi ini dilaksanakan di United Kingdom antara bulan September 1980 sampai Januari 1984. Kemudian kepada orang coba tersebut dibagikan kuesioner yang berisi tentang pola diet yang dilakukan, beberapa faktor lifestyle yang mempengaruhi kesehatan seperti merokok, minum alkohol, kebiasaan olah raga, tanggal lahir, tempat tinggal, tinggi badan, berat badan, riwayat penyakit termasuk riwayat penyakit keluarga serta riwayat reproduksi untuk responden wanita, dan keanggotaan organisasi vegetarian. Kemudian responden dibagi menjadi kelompok yang terpisah antara kelompok vegan, vegetarian, fish eater, dan meat eater sesuai jawaban kuesioner yang diisi. Kelompok vegan terdiri dari responden yang tidak mengkonsumsi diet hewani atau hanya mengkonsumsi sayuran, kelompok vegetarian terdiri dari responden yang tidak makan daging atau ikan tetapi mengkonsumsi susu, telur serta produk hasil olahannya, kelompok fish-eater terdiri dari responden yang makan ikan tetapi tidak makan daging, sedangkan kelompok meat eater terdiri dari responden yang makan daging juga makan ikan, susu, telur, juga sayuran.

2. Studi tentang cardiovascular risk factor pada orang Afro-amerika antara kelompok vegan dan lacto-ovovegetarian.Suatu studi cross-sectional yang dilakukan oleh M.Lynn Toohey dan kawan-kawan pada tahun 1998 dengan memakai 188 responden orang Afro-amerika yang terdiri dari 45 orang vegan dan 143 orang lacto-ovovegetarian. Responden diambil dari 3 tempat yaitu: Washington,DC; Philadelphia, PA; and Baltimore, MD, dengan mengambil orang kulit hitam yang menjadi anggota Seventh-day Adventist Church. Responden disuruh mengisi kuesioner tentang kebiasaan hidup sehat dan riwayat sakit, serta kuesioner tentang kebiasaan makan. Kuesioner kebiasaan hidup sehat dan riwayat sakit berisikan informasi tentang karakteristik demografi, riwayat kesehatan pribadi dan keluarga, kebiasaan hidup sehat individual. Sedangkan kuesioner tentang kebiasaan makan mencatat jumlah dan frekuensi makanan yang dikonsumsi dari 141 jenis makanan dalam daftar dan makanan lainnya 3 bulan sebelumnya. Untuk analisa darah dilakukan pengukuran kadar trigliserida, total kolesterol, HDL dan LDL-kolesterol. Disebabkan karena adanya variasi penyulit, maka analisa darah ini yang memenuhi syarat adalah 40 orang dari 45 orang vegan, serta 135 orang dari 143 orang lacto-ovovegetarian.

3. Studi tentang kadar lipid pada anak-anak usia pre-pubertal.Studi yang dilakukan oleh Ambroszkiewicz J, dan kawan-kawan dari Department of Biochemistry, Institute of Mother and Child, Warsawa, Polandia. Pada studi ini dilakukan dengan menilai 35 orang anak sebagai responden yang berada di klinik pediatri Institute of Mother and Child. Responden tersebut dibagi dalam 2 kelompok, kelompok pertama terdiri dari 22 orang anak yang bervegetarian (11 anak wanita, 11 anak laki-laki, dengan rata-rata usia 5.7 2.9 tahun). Kelompok vegetarian ini terdiri dari 13 anak lacto-ovovegetarian, 2 anak lacto-vegetarian, dan 7 anak vegan. Sedangkan untuk kelompok kontrol (kelompok kedua) terdiri dari 13 anak omnivora dengan profil lipid normal.

4. Studi tentang pengaruh diet vegetarian terhadap kadar kolesterol dan trigliserida darah.Suatu studi cross sectional yang dilakukan oleh Simone Grigoletto De Biase,dan kawan-kawan (2005),dari Universitas Katolik Sao Paulo, Brazil, dengan menggunakan 67 orang responden, yang terdiri dari 22 orang omnivora dan 54 orang vegetarian. Untuk kelompok vegetarian ini terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu: 19 orang lacto-ovovegetarian, 17 orang lactovegetarian, dan 18 orang vegan. Responden disuruh mengisi kuesioner yang berisi keterangan tentang: nama, jenis kelamin, umur, jenis diet, kebiasaan olahraga, kebiasaan konsumsi alkohol, kebiasaan merokok, berat dan tinggi badan, pemakaian obat golongan statin. Pengambilan sampel darah dilakukan setelah responden puasa selama 12 jam. Kemudian terhadap sampel darah tersebut dilakukan pengukuran Total Kolesterol, LDL-kolesterol, HDL-kolesterol, dan Triasilgliserol.

Metoda yang kami lakukan untuk studi masalah ini adalah dengan melakukan suatu analisa deskriptif, dimana kami akan melakukan suatu analisa deskriptif terhadap hasil percobaan dari keempat studi tersebut diatas. Dari analisa deskriptif tersebut kita akan menarik kesimpulan apakah ada pengaruh diet vegan terhadap kadar LDL-kolesterol.

III. HASIL1. The Oxford Vegetarian StudyDari The Oxford Vegetarian Study didapatkan hasil sebagai berikut:Dietary groupTotal Kolesterol(mmol/L)LDL Kolesterol(mmol/L)HDL Kolesterol(mmol/L)

Vegan (n=114)4.29 0.1402.28 0.1261.49 0.048

Vegetarians (n=1550)4.88 0.1002.74 0.0901.50 0.035

Fish eaters (n=415)5.01 0.1092.88 0.0981.56 0.038

Meat eaters (n=1198)5.31 0.1013.17 0.0911.49 0.035

HeterogenecityP < 0.001P < 0.001P < 0.01

Dari tabel tersebut terlihat bahwa pada kelompok vegan mempunyai kadar LDL-kolesterol yang paling rendah secara signifikan dibandingkan dengan kelompok vegetarian, fish-eaters, maupun meat-eaters. Sedangkan untuk kadar HDL-kolesterol paling tinggi pada kelompok fish-eaters, sedangkan pada kelompok vegan, vegetarian maupun meat-eaters mempunyai nilai yang hampir sama. Dari hasil studi tersebut juga dibuat suatu prediksi tentang insiden ischaemic heart disease pada kelompok vegetarian 24 % lebih rendah daripada kelompok meat-eaters, sedangkan pada kelompok vegan 57 % lebih rendah daripada kelompok meat-eaters.

2. Studi tentang cardiovascular risk factor pada orang Afro-amerika antara kelompok vegan dan lacto-ovovegetarian.Dari percobaan ini didapatkan hasil sebagai berikut:VariableVEGANLACTO-OVOVEGETARIANp-Values

MaleFemaleMaleFemale

Serum Total Cholesterol (mmol/l)3.52 0.233.85 0.034.23 0.144.68 0.120.0002

LDL CHOLESTEROL (mmol/l)2.04 0.232.07 0.142.43 0.132.79 0.110.009

HDL-CHOLESTEROL (mmol/l)1.12 0.051.39 0.061.20 0.041.37 0.040.003

TRIGLYCERIDES(mmol/l)0.94 0.120.94 0.151.25 0.071.14 0.040.002

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kadar LDL-kolesterol pada kelompok vegan, baik pria maupun wanita secara signifikan lebih rendah daripada kelompok lacto-ovovegetarian, baik pria maupun wanita. Hal yang sama juga dapat dijumpai pada kadar trigliserida, dimana pada kelompok vegan, baik pria maupun wanita, secara signifikan lebih rendah daripada kelompok lacto-ovovegetarian, baik pria maupun wanita. Bila kita hitung rasio LDL-kolesterol/ HDL-kolesterol serta rasio Total kolesterol/ HDL-kolesterol maka pada kelompok vegan, baik pria maupun wanita, secara signifikan lebih rendah daripada kelompok lacto-ovovegetarian, baik pria maupun wanita.

3. Studi tentang kadar lipid pada anak-anak usia pre-pubertal.Dari percobaan ini didapatkan hasil sebagai berikut:ANAK VEGETARIANANAK OMNIVORAp-VALUES

Total Kolesterol (mg/dl)146.6 23.3172.4 22.90.003

HDL-kolesterol (mg/dl)49.3 13.160.4 13.90.027

LDL-kolesterol (mg/dl)80.0 18.594.8 15.00.012

Trigliserida (mg/dl)66.4 22.963.6 22.3Not Signifikan

Apo-A1 (mg/dl)167.3 23.9180.2 16.80.048

Apo-B (mg/dl)69.4 14.181.4 18.40.024

Rata-rata serum leptin (ng/ml)3.0 1.15.1 2.0< 0.01

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pada kelompok anak vegetarian mempunyai kadar total kolesterol, HDL-kolesterol, dan LDL-kolesterol yang secara signifikan lebih rendah dari kelompok anak yang makan daging (omnivora). Sedangkan untuk kadar trigliserida tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok anak vegetarian dan kelompok anak omnivora. Kadar apoprotein pada kelompok anak vegetarian secara signifikan lebih rendah daripada kelompok anak omnivora, baik untuk apo-A1 maupun apo-B. Untuk kadar serum leptin pada kelompok anak vegetarian juga secara signifikan lebih rendah daripada kelompok anak omnivora.

4. Studi tentang pengaruh diet vegetarian terhadap kadar kolesterol dan trigliserida darah.Dari percobaan ini didapatkan hasil sebagai berikut:LipidOmnivoraLacto-ovovegetarianLacto-vegetarianVeganP-values

Total Kolesterol208.09 49.09175.32 28.47164.82 51.00141.06 30.56< 0.001

HDL-kolesterol56.23 18.2955.47 14.6157.71 14.9255.67 13.930.96

Ratio HDL/ total kolesterol0.29 0.120.32 0.090.37 0.130.41 0.110.01

LDL-kolesterol123.43 42.67101.47 28.0787.71 41.6769.28 29.53< 0.001

Trigliserida155.68 119.8493.95 33.4394.71 62.5181.67 81.90< 0.01

Dari tabel diatas terlihat bahwa kadar total kolesterol, LDL-kolesterol, Trigliserida secara signifikan didapatkan lebih rendah pada kelompok vegan dibandingkan dengan kelompok lakto-ovovegetarian, lakto-vegetarian, maupun kelompok omnivora. Rasio HDL/ total kolesterol juga secara signifikan lebih tinggi pada kelompok vegan dibandingkan dengan kelompok lakto-ovovegetarian, lakto-vegetarian, maupun kelompok omnivora. Sedangkan kadar HDL-kolesterol untuk semua kelompok tidak ada perbedaan yang mencolok.

IV. DISKUSI:Pada The Oxford Vegetarian study selain didapatkan kadar LDL-kolesterol yang lebih rendah pada kelompok vegan, juga didapatkan bahwa kadar HDL-kolesterol pada kelompok vegan maupun meat-eaters adalah sama. Begitu pula dengan kadar HDL-kolesterol pada kelompok vegetarian dan kelompok fish-eaters tidak berbeda jauh. Kita ketahui bahwa HDL-kolesterol merupakan faktor anti-aterogenik, sedangkan LDL-kolesterol merupakan faktor aterogenik. Dari studi ini kita juga bisa melihat bahwa rasio HDL-kolesterol / Total kolesterol maupun rasio HDL-kolesterol / LDL-kolesterol pada kelompok vegan lebih besar daripada kelompok meat-eaters. Jadi meskipun HDL-kolesterol pada kelompok vegan maupun meat-eaters sama nilainya, tetapi pada kelompok vegan dapat diprediksikan terjadinya insiden aterosklerosis lebih rendah daripada kelompok meat-eaters.Studi pada kelompok Afro-Amerika juga didapatkan bahwa kadar LDL-kolesterol pada kelompok vegan lebih rendah daripada kelompok lakto-ovovegetarian.Selain itu kadar trigliserida pada kelompok vegan juga lebih rendah daripada kelompok lakto-ovovegetarian. Hal ini juga menunjukkan faktor-faktor aterogenik pada kelompok vegan lebih rendah daripada kelompok lakto-ovovegetarian sehingga dapat diprediksikan bahwa insiden terjadinya aterosklerosis pada kelompok vegan lebih rendah daripada kelompok lakto-ovovegetarian. Hal yang sama juga kita jumpai pada studi di Sao Paolo, Brazil yang menunjukkan faktor aterogenik lebih rendah pada kelompok vegan daripada kelompok laktovegetarian, lakto-ovovegetarian, maupun kelompok omnivora. Perlu juga dicatat pada studi ini, pada kelompok laktovegetarian maupun kelompok lako-ovovegetarian, meskipun kedua kelompok ini mengkonsumsi sayuran tetapi masih terdapat konsumsi lemak hewani yang berasal dari telur, susu, maupun produk olahannya.Studi di Warsawa, Polandia melakukan penelitian pada anak-anak vegetarian dan anak-anak yang omnivora. Ternyata hasil yang didapat juga menunjukkan kadar LDL-kolesterol lebih rendah pada kelompok anak vegetarian daripada kelompok anak omnivora. Tetapi pada studi ini tidak dipisahkan antara anak yang vegan, lakto-ovovegetarian, dan laktovegetarian. Hal menarik lainnya pada studi ini adalah pengukuran kadar apo-A1 dan apo-B. Apo-A1 merupakan faktor anti-aterogenik, sedangkan apo-B merupakan faktor aterogenik. Selain itu apo-B yang melebihi nilai normal akan meningkatkan insiden aterosklerosis meskipun kadar LDL-kolesterolnya normal. Keadaan dimana kadar apo-B yang tidak normal disertai kadar LDL-kolesterol yang normal menimbulkan Small Dense LDL, LDL-kolesterol yang ukurannya jauh lebih kecil, yang menimbulkan insiden aterosklerosis lebih besar daripada LDL-kolesterol. Jadi pada anak-anak bila kita berikan diet vegetarian maka kita dapat menurunkan insiden terjadinya aterosklerosis pada saat dewasa. Hal menarik lainnya pada studi ini adalah pemberian diet vegetarian menyebabkan kadar serum leptin lebih rendah daripada diet omnivora. Kadar leptin yang rendah dapat menurunkan insiden terjadinya obesitas, sebab apabila kadar leptin tinggi maka pusat lapar akan meningkat kepekaannya terhadap rangsangan sehingga anak akan terus menerus makan sehingga timbul obesitas.

V. KESIMPULANDari hasil diskusi diatas maka kita dapat menarik beberapa kesimpulan dari analisa deskriptif terhadap keempat studi diatas, yaitu:1. Pemberian diet vegan dapat menurunkan kadar LDL-kolesterol.2. Pemberian diet vegan lebih baik daripada diet laktovegetarian dan diet lakto-ovovegetarian, karena pada diet vegan tidak ada asupan lemak hewani maupun kolesterol.3. Pemberian diet vegan juga menurunkan faktor-faktor aterogenik lainnya seperti apo-B, trigliserida, maupun adanya small dense LDL, serta dapat meningkatkan faktor-faktor anti-aterogenik seperti apo-A1 dan HDL-kolesterol.4. Pemberian diet vegan dapat menurunkan insiden terjadinya obesitas terutama pada anak-anak.5. Pemberian diet vegan dapat menurunkan insiden aterosklerosis sehingga juga dapat menurunkan morbidity maupun mortality pada penyakit kardiovaskuler maupun penyakit serebrovaskuler.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Appleby, Paul N., et al.1999. The Oxford Vegetarian Study: an overview.The American Journal of Clinical Nutrition.70 (suppl): 525s-31s.Ambroszkiewicz, J.,et. al.2004. Low serum leptin concentration in vegetarian prepubertal children. Annales Academiae Medicae Bialostocensis. 49 : 103-05.Dewell A., et.al. 2008. A very-low fat vegan diet increases intake of protective dietary factors and decreases intake of pathogenic dietary factors. American Dietetic Association;108:34756.Position of the American Dietetic Association:Vegetarian Diets.2009. The AMERICAN DIETETIC ASSOCIATION. 109:1266-82.Grigoletto De Biase, Simone., et.al.2007. Vegetarian Diet and Cholesterol and Triglycerides Levels. Brazillian Cardiology. 88(1) : 32-36Toohey, M.Lynn., et.al.1998. Cardiovascular Disease Risk Factors are Lower in African- American Vegans Compared to Lacto-Ovo-vegetarians. The American College of Nutrition. 17(5): 425-34,

STUDI KOMPARASI MEDIA NUTRIN AGAR DENGAN SUPLEMEN FILTRAT IKAN GABUS UNTUK DETEKSI Mycobacterium tuberculosis DIBANDING MEDIA LOWENSTEIN JENSENIndah WidyaningsihDosen F