contoh kasus bank syariah dan konvensional.docx

Embed Size (px)

Citation preview

PENGELOLAAN BANK UMUM SYARIAHCONTOH KASUS : LC IMPORT DI BANK SYARIAH

Seorang pengusaha (importir) ingin menempatkan dananya diBankSyariah X, sebesar Rp 100 milyar dengan system bagi hasil (mudharabah).Diajuga bermaksud membuka LCimportdi bank syariah tersebut.Danainvetasi outstanding tersebut sekaligus menjadibackuppenerbitan LC. Kasus ini mirip dengan pembiayaan back to back. Secara resiko, hal ini aman dan menguntungkan bagi bank syariah. Cuma masalahnya, Nasabah tersebut, meminta bank syariah untuk memberikan bagi hasil di depan selama 6 bulan. Misalnya, proyeksi bagi hasil Rp 1 milyar perbulan, maka bank syariah diminta olehnya untuk memberikan bagi hasil Rp 6 milyard di depan. Untuk penambahan modalnya dalam menjalankanusahaimpor. Pertanyaan, 1. Bolehkan pemberian bagi hasil di depan, sedangkan usaha bank dalam mengelola dana belum terjadi?. 2. Jika tidak bolehapaalasannya ,dan akad apayangtepat digunakan untuk memenuhi kebutuhan nasabah tersebut?. Jika bank syariah menolak permintaan tersebut, makabank syariah berarti membuang peluangyieldyang menguntungkan.

Bank konvensional memberikan pinjaman pembelian rumah sebesar Rp 200,000,000.00 kepada si peminjam dan memberikan kesempatan kepada si peminjam untuk mencicil selama 30 tahun. Berapakah yang si peminjam harus bayar setelah 30 tahun?Pada contoh kasus ke 2, mungkin ada yang bertanya berapa kadar bunga pertahun. Anggap saja bank konvensional memberikan kadar bunganya sebesar 2% per tahun. Dengan diketahui kadar bunga ini, si peminjam bisa menghitung harga rumah yang perlu dibayar setelah 30 tahun yaitu sebesar Rp 200,000,000.00 + Rp 120,000,000.00 = Rp 320,000,000.00. Wow lebih murah dari Bank Islam. Berarti betul Bank Islam itu terlalu mahal.Tunggu dulu. Perhitungan di atas tidak tepat. Kenapa?Karena kadar bunga yang harus di bayar setiap tahun tergantung kepada BLR (Base Lending Rate) yang tidak tetap. Kalau tahun ini kadar bunga sebesar 2%, apakah sudah pasti kadar bunga tahun depan juga 2%? Tidak ada yang bisa menjamin, karena itu tergantung dengan BLR yang sering berubah-rubah. Pertanyaannya bisakah BLR dibuat stabil dalam rentang waktu yang lama hingga puluhan tahun? Kalau anda membaca diagram di bawah ini, maka anda akan segera menyadari bahwa BLR adalah sesuatu yang tidak stabil. Berikut ini adalah diagram BLR untuk sebuah negara di Asia Tenggara dari tahun 1991 2006.

Coba diperhatikan bahwa kadar BLR dari tahun 1995-1998 melambung di atas 8%. Ini berarti selama 3 tahun anda harus membayar bunga yang sangat tinggi. Mungkin tidak menjadi masalah kalau anda adalah orang berada, tapi lain ceritanya kalau gaji anda pas-pasan. Dalam keadaan krisis ekonomi tersebut kemungkinan besar gaji anda tidak naik selama beberapa tahun, sedangkan biaya hidup semakin meningkat. Belum lagi cicilan rumah yang tiba-tiba meningkat setiap bulannya. Kalau anda terlambat membayar, anda bisa dikenakan penalty yang tinggi oleh pihak bank dan jumlah pinjaman pokok anda bertambah, dari yang semula Rp 200,000,000.00 menjadi Rp 250,000,000.00. Walaupun BLR turun kembali, tidak banyak manfaat kepada anda lagi, karena pinjaman pokok sudah naik.Untuk lebih jelas, anda bisa melihat tabel di bawah ini. Kalau kadar cicilan Bank Islam di tahun pertama dan kedua saja sudah diketahui. Malah untuk tahun ketiga sampai tahun ketigapuluh, kadar cicilannya adalah tetap. Sebaliknya untuk Bank Konvensional kadar cicilan tidak diketahui karena tergantung dengan BLR.