Contoh Koreksi Komersil Fiskal

Embed Size (px)

DESCRIPTION

asfdsajlkasjkabskjnas

Citation preview

  • i

    Koreksi Fiskal Terhadap Laporan Keuangan Komersial

    Pada CV. ABC

    Laporan Praktek Kerja Lapangan

    Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya pada

    Program Studi Diploma III Perpajakan

    FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIKA SOEGIJAPRANATA SEMARANG

    Disusun oleh:

    Olyvia Valentin Henryadewanti

    08.31.0001

    PROGRAM STUDI DIPLOMA III PERPAJAKAN

    FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

    UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

    2011

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang Masalah

    Pajak memegang peran penting dalam penerimaan pendapatan negara. Seperti di kutip

    www.equator-news.com, di tahun 2011 penerimaan pajak menopang 75% penerimaan

    negara yang digunakan untuk gaji para pegawai negeri sipil, polisi, dan tentara serta

    membangun infrastruktur jalan, sarana kesehatan, sekolah-sekolah, dan sebagainya.

    Dengan demikian pajak sering menjadi topik utama dalam pembicaraan dan wacana-

    wacana yang ramai diperbincangkan. Belum lagi sifat yang dinamis dari pajak itu

    sendiri seperti peraturanperaturan perpajakan yang sering kali mengalami perubahan.

    Sehingga Wajib Pajak (WP) pun harus selalu up to date untuk mengetahui seputar

    perubahan tentang peraturan pajak itu sendiri.

    Salah satu jenis pajak adalah Pajak yang dikenakan terhadap penghasilan yang disebut

    dengan Pajak Penghasilan (PPh). Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan

    ekonomis yang diterima atau yang diperoleh WP, baik yang berasal dari Indonesia

    maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah

    kekayaan WP yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Sehingga

    atas penghasilan tesebut akan dikenakan pajak. Pajak penghasilan dikenakan atas

    penghasilan (laba) yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan.

    Subjek pajak penghasilan terdiri dari, subjek pajak Orang Pribadi (OP), warisan yang

    belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, subjek pajak badan,

    dan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Subjek pajak badan terdiri dari PT, CV, perseroan

    lainnya, BUMN/BUMD dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi,

  • 2

    dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi

    politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, dan bentuk badan lainnya.

    Undang - undang Perpajakan di negara kita menganut prinsip Self assessment yang

    mana WP diberikan kepercayaan untuk menghitung, dan menetapkan besarnya jumlah

    PPh terutang dan melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP), setelah tahun

    pajak berakhir. Sehingga negara memberikan kepercayaan penuh terhadap WP dalam

    proses perhitungan pajaknya.

    Subjek pajak wajib melakukan pembukuan atau pencatatan. Yang mana wajib

    melakukan pembukuan adalah wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi yang

    melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto sebesar 4,8

    Miliar atau lebih dalam satu tahun. Sedangkan kewajiban untuk melakukan pencatatan

    adalah WP orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang

    diperbolehkan menghitung penghasilan netto dengan menggunakan Norma

    Penghitungan Penghasilan Netto (peredaran usaha kurang dari 4,8 Miliar). Begitu

    juga WP orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

    Wajib pajak tidak perlu membuat pembukuan ganda untuk melakukan keuangan

    perpajakannya, melainkan cukup membuat satu pembukuan berdasarkan Standar

    Akuntansi Keuangan (SAK). Kemudian pada waktu mengisi SPT Tahunan PPh

    terlebih dahulu harus melakukan koreksi-koreksi fiskal. Penyesuaian-penyesuaian

    yang harus dilakukan oleh Wajib Pajak dapat disebabkan karena adanya perbedaan

    pengakuan penghasilan dan atau biaya antara laporan keuangan komersial dan laporan

    keuangan menurut pajak. Koreksi fiskal dapat berupa koraksi positif dan koreksi

    negatif. Koreksi fiskal positif adalah koreksi atau penyesuaian yang akan

    mengakibatkan meningkatnya laba kena pajak yang pada akhirnya akan membuat PPh

  • 3

    terutangnya juga akan meningkat. Sedangkan koreksi fiskal negatif adalah koreksi

    atau penyesuaian yang akan mengakibatkan menurunnya laba kena pajak yang

    membuat PPh badan terutangnya juga akan menurun.

    Adanya perbedaan pengakuan atau perlakuan terhadap suatu transaksi menurut aturan

    pajak dan menurut standar akuntansi, pada akhirnya akan berpengaruh terhadap

    besarnya laba bersih yang diperoleh perusahaan dan besarnya pajak terutang yang

    akan disetorkan oleh WP. Oleh karena itu peneliti bermaksud melakukan penelitian

    yang diberi judul Koreksi Fiskal Terhadap Laporan Keuangan Komersial Pada CV.

    ABC.

    1.2. Perumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini

    adalah bagaimana melakukan koreksi fiskal di CV. ABC?

    1.3. Tujuan Penelitian

    Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui bagaimana melakukan koreksi

    fiskal di CV. ABC.

    1.4. Manfaat Penelitian

    1. Bagi CV. ABC

    Membantu melakuan koeksi fiskal dalam melakukan perhitungan pajak terutang

    berdasarkan laporan keuangan yang telah disusun, serta memberikan informasi

    kelemahan maupun kelebihan dalam pembukuan yang digunakan dalam

    perhitungan koreksi fiskal.

  • 4

    2. Bagi Peneliti

    Penelitian ini dilakukan untuk menambah pengetahuan dan pengertian bagi

    peneliti tentang bagaimana melakuan koresi fiskal. Sebagai pembelajaran dan

    pembekalan saat peneliti mulai masuk dalam dunia kerja.

    3. Bagi Pembaca

    Sebagai referensi bagi penulisan selanjutnya yang berhubungan dengan topik

    bahasan hasil dari penelitian ini.

    3.5. Sistematika Penulisan

    Supaya dapat memberikan ilustrasi mengenai pembahasan yang lebih jelas

    dalam pemahaman hasil penelitian ini, maka dari itu penulis menulis sistematika

    pembahasan sebagai berikut:

    BAB I : PENDAHULUAN

    Bab ini membahas tentang latar belakang masalah, perumusan

    masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan serta sistematika

    pembahasan dalam penulisan.

    BAB II : LANDASAN TEORI

    Bab ini membahas tenang teori-teori yang berhubungan dengan

    penelitian, dimana teori ini akan dipakai sebagai dasar dan pedoman

    dalam pembahasan permasalahan yang akan dijabarkan.

    BAB III : GAMBARAN UMUM dan METODE PENELITIAN

    Bab ini akan membahas secara singkat mengenai gambaran umum

    objek penelitian dan metode penelitian.

  • 5

    BAB IV : HASIL PEMBAHASAN

    Bab ini berisi tentang pembahasan masalah penelitian.

    BAB V : PENUTUP

    Bab ini berisi kesimpulan dan saran, berdasarkan hasil penelitian.

  • 6

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    2.1 Pajak

    2.1.1 Pengertian Pajak

    Seperti dikutip Resmi (2007), definisi pajak yang dikemukakan oleh Prof. DR.

    Rochmat Soemitro, SH, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan

    undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik

    (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk

    membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian disempurnakan, sehingga

    berbunyi Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk

    membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang

    merupakan sumber utama untuk membiayai public investment. Sedangkan S. I.

    Djajadiningrat mengungkapkan definisi pajak adalah sebagai suatu sumber kewajiban

    menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan,

    kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai

    hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan,

    tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara

    kesejahteraan secara umum. Defini lain diungkapkan oleh Mr. Dr N. J. Feldmann,

    pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasaha

    (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya

    kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menuup pengeluaran-pengeluaran

    umum.

  • 7

    Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa:

    - Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan

    pelaksanaannya

    - Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprstasi individual

    oleh pemerintah

    - Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun daerah

    - Pajak diperuntukkan bagi pengeluaan-pengeluaran pemerintah, yang bila dari

    pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public

    investment

    2.1.2 Fungsi Pajak

    Seperti dikutip Mardiasmo (2008), ada dua fungsi pajak, yaitu :

    1. Fungsi Budgetair (Pendanaan)

    Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-

    pengeluarannya, yaitu pajak dimanfaatkan sebagai instrument pengumpulan dana

    guna membiayai pengeluaran pengeluaran pemerintah. Ditujukkan dengan

    masuknya pajak ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

    2. Fungsi Regulair (Mengatur)

    Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah

    dalam bidang sosial ekonomi, yaitu pajak dimanfaatkan sebagai instrumen

    pengatur melalui kebijakan kebijakan yang dapat mempengaruhi kehidupan

    sosial dan ekonomi masyarakat, misalnya untuk mempercepat laju perumbuhan

    ekonomi, redistribusi pendapatan, dan stabilisasi ekonomi.

  • 8

    2.1.3 Tarif Pajak

    Seperti dikutip dari www.dudiwahyudi.com, salah satu perubahan mendasar yang

    dilakukan oleh Undang-undang Pajak Penghasilan baru adalah berubahnya tarif

    umum Pajak Penghasilan yang diatur dalam Pasal 17. Baik tarif untuk Wajib Pajak

    Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan, kedua-duanya mengalami perubahan.

    Namun demikian, sifat perubahannya berbeda. Apabila tarif PPh Orang Pribadi hanya

    berubah dalam hal tarif dan lapisan kena pajaknya, tetapi perubahan tarif PPh badan

    lebih ke jenis tarifnya yaitu dari tarif proporsional menjadi tarif tunggal (single tax).

    1. Tarif PPh Orang Pribadi

    Sampai dengan tahun pajak 2008, tarif PPh Orang Pribadi adalah sebagai berikut:

    - Lapisan Penghasilan Kena Pajak s.d. Rp 25 Juta kena tarif 5%

    - Lapisan Penghasilan Kena Pajak Rp 25 Juta s.d. Rp 50 Juta kena tarif 10%

    - Lapisan Penghasilan Kena Pajak Rp 50 Juta s.d. Rp 100 Juta kena tarif 15%

    - Lapisan Penghasilan Kena Pajak Rp 100 Juta s.d. Rp 200 Juta kena tarif 25%

    - Lapisan Penghasilan Kena Pajak di atas Rp 200 Juta kena tarif 35%

    Mulai tahun 2009, struktur tarifnya adalah sebagai berikut :

    - Lapisan Penghasilan Kena Pajak s.d. Rp 50 Juta kena tarif 5%

    - Lapisan Penghasilan Kena Pajak Rp 50 Juta s.d. Rp 250 Juta kena tarif 15%

    - Lapisan Penghasilan Kena Pajak Rp 250 Juta s.d. Rp 500 Juta kena tarif 25%

    - Lapisan Penghasilan Kena Pajak di atas Rp 500 Juta kena tarif 30%

    Dari struktur tarif di atas terlihat bahwa perubahannya terletak pada pengurangan

    lapisan kena pajak, penurunan tarif tertinggi, dan perubahan rentang lapisan kena

    pajak. Sistem pentarifannya masih merupakan tarif proporsional. Namun demikian,

    secara umum bisa dikatakan bahwa perubahan tarif pada Wajib Pajak Orang Pribadi

    ini bersifat menurunkan tarif pajak. Hal ini berarti bisa kita baca sebagai keuntungan

  • 9

    bagi masyarakat Wajib Pajak dan adanya potensi penurunan penerimaan pajak bagi

    negara.

    2. Tarif PPh Badan

    Sampai dengan tahun pajak 2008, tarif Pajak Penghasilan Badan menganut tarif

    proporsional dengan struktur sebagai berikut :

    - Lapisan Penghasilan Kena Pajak s.d. Rp 50 Juta kena tarif 10%

    - Lapisan Penghasilan Kena Pajak Rp 50 Juta s.d. Rp 100 Juta kena tarif 15%

    - Lapisan Penghasilan Kena Pajak di atas Rp 100 Juta kena tarif 30%

    Mulai tahun pajak 2009, tarif PPh Badan menganut sistem tarif tunggal atau single tax

    yaitu 28% dan akan menjadi 25% pada tahun 2010. Jadi berapapun penghasilan kena

    pajaknya, tarif yang dikenakan adalah satu yaitu 28% atau 25%. Khusus untuk

    perusahaan terbuka yang memenuhi syarat tertentu, tarif PPh Badan nya adalah 5%

    lebih rendah dari tarif umum.

    Secara umum, perubahan tarif PPh Badan ini menguntungkan bagi perusahaan-

    perushaan besar yang biasanya kena tarif lapisan tertinggi 30%. Namun bagi

    perusahaan-perusahaan kecil, yang biasanya kena tarif dengan lapisan kena pajak

    rendah tentu saja akan merugikan karena akan mengalami kenaikan tarif. Namun

    demikian, ada ketentuan baru dalam Pasal 31E yang memberikan fasilitas

    pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif umum untuk Wajib Pajak badan yang

    omzetnya tidak lebih dari Rp50 Milyar yang dikenakan terhadap penghasilan kena

    pajak dari bagian omzet sampai dengan Rp4,8 Milyar.

  • 10

    2.2 Pajak Penghasilan

    2.2.1 Subjek Pajak

    Menurut Restu (2007), Subjek pajak penghasilan adalah segala sesuatu yang

    mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk

    dikenakan pajak penghasilan. Undang-undang pajak di Indonesia mengatur

    pengenaan pajak penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan

    yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak. Subjek pajak akan dikenakan pajak

    penghasilan apabila menerima atau memperoleh penghasilan sesuai dengan peraturan

    perundangan yang berlaku.

    UU Nomor 17 Tahun 2000 Pasal 2 ayat (1), mengelompokkan pajak sebagai berikut:

    a. Subjek pajak orang pribadi

    Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di

    Indonesia ataupun di luar Indonesia.

    b. Subjek pajak warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan

    yang berhak

    Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak

    pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukkan

    warisan yang belum terbagi sebagai subjek pajak pengganti dimaksudkan agar

    pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat

    dilaksanakan.

    c. Subjek pajak badan

    Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik

    yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan

  • 11

    terbatas, perseroan komanditair, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik negara

    atau Daerah dalam nama dan dalam bentuk apapun, kongsi, koperasi, dana

    pensiun, persekutuan perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial

    politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk

    badan lainnya termasuk reksadana.

    d. Subjek pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT)

    Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang

    pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak

    lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)

    bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di

    Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yaitu

    berupa:

    - Tempat kedudukan manajemen

    - Cabang perusahaan

    - Kantor perwakilan

    - Gedung kantor

    - Pabrik

    - Bengkel

    - Pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pengeboran yang

    digunakan untuk eksplorasi pertambangan

    - Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan

    - Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan

    - Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain, sepanjang

    lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan

    - Orang atau badanyang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas

  • 12

    - Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak

    bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau

    menanggung resiko di Indonesia

    2.2.2 Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri

    UU Nomor 17 Tahun 2000 Pasal 2 Ayat (2), membedakan subjek pajak menjadi

    subjek dalam negeri dan subjek luar negeri

    a. Yang dimaksud dengan subjek pajak dalam negeri adalah:

    - Orang pribadi yang bertempat tunggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada

    di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu

    12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak mempunyai

    niat untuk bertempat tinggal d Indonesia

    - Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia

    - Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak

    b. Yang dimaksudkan subjek pajak luar negeri adalah:

    - Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada

    di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka

    waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan atau tidak

    berkedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan

    melalui bentuk usaha tetap di Indonesia

    - Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada

    di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka

    waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan atau tidak

    berkedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan

  • 13

    dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui

    bentuk usaha tetap di Indonesia

    Perbedaan yang penting antara subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri

    adalah:

    a. Subjek pajak dalam negeri dikenakan pajak atas penghasilan yang diterima dari

    Indonesia dan dari luar Indonesia, sedangkan subjek pajak luar negeri dikenakan

    pajak atas penghasilan yang berasal dari Indonesia saja

    b. Subjek pajak dalam negeri dikenakan pajak berdasar penghasilan netto (yaitu

    penghasilan bruto dikurangi dengan pengurang yang diperkenanakan); kecuali

    untuk jenis penghasilan tertentu, sedangkan subjek pajak luar negeri dikenakan

    pajak berdasar penghasilan bruto

    c. Subjek pajak dalam negeri menghitung besarnya pajak penghasilan terutang

    dengan menggunakan tarif umum (tarif Pasal 17 UU PPh) atau tarif khusus untuk

    jenis penghasilan tertentu, sedangkan subjek pajak luar negeri menggunakan tarif

    sepadan yaitu 20% (Pasal 26 UU PPh)

    d. Subjek pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT)

    Tahunan sebagai dasar untuk menetapkan pajak terutang dalam suatu tahun pajak,

    sedangkan subjek pajak luar negeri tidak wajib menyampaikan Surat

    Pemberitahuan (SPT) tahunan kerena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui

    potongan pajak yang bersifat final

    2.3 Akuntansi

    2.3.1 Pengertian Akuntansi

    Menurut Agoes & Trisnawati (2009), Akuntansi adalah sistem informasi yang

    menghasilkan laporan kepada pihak pihak yang berkepentingan mengenai

  • 14

    aktivitas ekonomi dan kondisi perusahaan. Informasi yang diharapakan berguna

    dalam penilaian dan pengambilan keputusan mengenai kesatuan usaha yang

    bersangkutan. Untuk menghasilkan suatu informasi akuntansi, berupa laporan

    keuangan yang akan berguna bagi pihak pihak yang berkepentingan untuk

    mengetahui aktifitas ekonomi dan kondisi perusahaan dalam tahun berjalan

    terdapat proses pencatatan yang terus berulang setiap tahun buku.penjabaran

    diatas merupakan siklus akuntansi.

    Siklus akuntansi dilakukan mulai dari:

    - Analisis dokumen transaksi

    - Jurnal

    - Posting ke buku besar

    - Neraca saldo

    - Jurnal penyesuaian

    - Laporan keuangan

    - Jurnal penutup

    - Neraca saldo setela penutupan

    2.3.2 Laporan Keuangan

    Seperti dikutip dari Agoes & Trisnawati (2009), laporan keuangan terbagi menjadi

    empat bagian, yaitu:

    a. Laporan laba/rugi

    Yaitu laporan yang menunjukkanpendapatan dan beban selam periode waktu

    tertentu, misalnya sebulan atau setahun. Laporan ini didasarkan pada konsep

    penandingan, yaitu suatu konsep yang menandingkan beban dengan

    pendapatan yang dihasilkan selama periode terjadinya beban tersrbut.

  • 15

    b. Laporan perubahan ekuitas

    Yaitu laporan yang menunjukkan perubahan ekuitas pemilik yang terjadi

    selama periode waktu tertentu. Laporan ini dibuat setelah laporan laba/rugi,

    tetapi sebelu neraca, karena jumlah ekuitas pemili pada akhir periode harus

    dilaporan dalam neraca.

    c. Neraca

    Yaitu suatu daftar aset, kewajiban, dan ekuitas pemilik pada tanggal tertentu,

    misalnya pada akhir bulan atau akhir tahun.

    d. Laporan arus kas

    Yaitu laporan yang menunjukkan penerimaan dan pembayaran kas selama

    periode waktu terentu, misalnya sebulan atau seahun. Laporan arus kas ini

    terdiri dari tiga bagian, yaitu:

    - Arus kas dari aktifitas operasi, yaitu arus kas dari transaksi yang

    mempengaruhi laba bersih.

    - Arus kas dari aktifitas investasi, yaitu arus kas dari transaksi yang

    mempengaruhi investasi dan bukan aset lancar.

    - Arus kas dari aktifitas pendanaan, yaitu arus kas dari transaksi yang

    mempengaruhi ekuitas dan kewajiban jangka panjang.

    2.4 Pembukuan dan Pencatatan

    2.4.1 Pengertian

    Menurut UU KUP Nomor 28 Tahun 2007 pasal 1 ayat (29) dan pasal 4 ayat (4),

    pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk

    mengmpulkan data dan infomasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,

    penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang/ jasa

  • 16

    yang diakhiri dengan menyusun laporan keuangan beupa neraca dan laporan laba/

    rugi untuk periode tahun pajak tertentu. Laporan neraca dan laba/rugi tersebut wajib

    dilampirkan dalam penyampaian Sura Pemberitahuan (SPT) tahunan setiap tahun.

    Pencatatan adalah pengumpulan data secara teratur tentang peredaran bruto dan/atau

    penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang,

    termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenakan pajak yang

    bersifat final.

    2.4.2 Kewajiban Pembukuan

    UU KUP Nomor 28 Tahun 2007 pasal 28 mengatur bahwa yang melakukan kegiatan

    usaha / pekerjaan bebas wajib menyelenggarakan pembukuan. Hal ini dimaksudkan

    agar dengan melakukan pembukuan, WP dapat menghitung besarnya pajak terutang.

    Selain PPh besar pajak lain dapat diketahui.

    Menurut Resmi (2007), WP yang wajib melakukan pembukuan adalah:

    - WP orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas di

    Indonesia

    - WP badan di Indonesia

    Menurut Resmi (2007), ada beberapa yang harus diperhatikan dalm melakukan

    pembukuan atau pencatatan, yaitu:

    a. Pembukuan atau pencatatan harus dilakukan dengan itikad baik dan

    mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya

    b. Pembukan atau pencatatn harus diselenggarakan di Indonesia dengan

    menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun

    dalam bahas asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan

    c. Pembukuan diselengarakan dengan taat asas dan dengan stelsel akkrual atau

    stslsel kas

  • 17

    d. Perubahan terhadap metode dan atau tahun buku, harus mendapat persetujuan dari

    Direktur Jenderal Pajak

    e. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban,

    modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat

    dihitung besarnya pajak yang terutang

    f. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selai Rupiah dapat

    diselenggarakan oleh WP setelah mendapat izin dari Menteri Keuangan

    Buku-buku, dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan

    dokumen lain wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat

    kegiatan atau tempat tinggal WP orang pribadi, atau di tempat kedudukan bagi WP

    badan.

    Menurut UU KUP Nomor 28 Tahun 2007 pasal 13 ayat (3), sanksi bagi WP yang

    tidak menyelenggarakan pembukuan adalah perhitungan pajaknya akan dilakukan

    dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto dan ditambah sanksi

    kenaikan sebesar 50% dari pajak yang kurang bayar. Ada juga sanksi pidana bagi WP

    yang sengaja tidak menyelenggarakan pembukuan / menyelenggarakan pembukuan

    dengan tidak benar, sehingga mengakibatkan kerugian bagi negara. Sanksi tersebut

    berupa pidana paling sedikit enam bulan dan paling lama enam tahun. Dengan denda

    paling sedikit dua kali jumlah pajak terutang yang tidak / atau kurang bayar dan

    paling banyak empat kali jumlah pajak terutang yang tidak / atau kurang bayar (UU

    KUP Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 39).

    2.4.3 Kewajiban Pencatatan

    Menurut Resmi (2007), untuk WP yang dkecualikan dari kewajiban melaksanakan

    pembukuan, maka WP wajibkan melakukan pencatatan. WP orang pribadi yang tidak

  • 18

    melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas dan WP orang pribadi yang melakukan

    kegiatan usaha/pekejaan bebas menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 14 ayat

    (2), diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan norma pengitungan

    penghasilan neto, yaitu peredaran usahanya dalam satu tahun kurang dari Rp 4,8

    miliar, dengan syarat WP orang pribadi tersebut memberitahkan kepada Dirjen pajak

    dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan. Jika tidak

    maka WP orang pribadi tersebut dianggap melakukan pembukuan.

    2.5 Penghasilan dan Biaya

    2.5.1 Penghasilan

    2.5.1.1 Penghasilan menurut SAK

    Menurut PSAK No. 23, Pendapatan ialah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi

    yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama satu periode bila arus masuk itu

    mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal.

    Sedangkan menurut Mardiasmo (2008), Penghasilan adalah tambahan kemampuan

    seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup ekonomisnya dalam suatu periode

    tertentu, sepanjang tambahan kemampuan ini berupa uang atau dapat dinilai dengan

    uang.

    2.5.1.2 Penghasilan menurut Pajak

    Para ahli menyarankan agar definisi penghasilan yang dipakai hendaknya

    komprehensif tidak memandang sumbernya, artinya dari apa atau dari mana saja

    sumber tambahan kemampuan untuk menguasai barang dan jasa dapat dipakai

    memenuhi kebutuhan, legal atau illegal, halal atau haram, termasuk hadiah,

    pembebasan hutang, menang undian dan lain-lain.

  • 19

    UU PPh No. 7 Tahun 1983 yang diubah dengan UU PPh No. 17 Tahun 2000 pasal 4

    ayat (1) menyatakan bahwa yang menjadi objek pajak adalah peghasilan yaitu setiap

    tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang

    berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk

    konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan

    nama dan dalam bentuk apapun.

    1. Penghasilan yang Termasuk Objek Pajak

    Seperti dikutip dari Rusdji (2007), penghasilan yang termasuk objek pajak sebagai

    berikut:

    - Penggantian atau imbalan berkenaaan dengan pekerjaan atau jasa yang

    diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah,honorarium, komisi, bonus,

    gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali

    ditentukan lain dalam Undang-undang

    - Hadiah dari undian, pekerjaan, kegiatan, dan penghargaan

    - Laba usaha

    - Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta, termasuk:

    a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan

    badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal

    b. Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya

    karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota

    c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran

    pemecahan, atau pengambilan usaha

    d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau

    sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis

    keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan,

  • 20

    atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan

    oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,

    pekerjaan, kepemilikan atau pengusahaan antara pihak-pihak yang

    bersangkutan

    - Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya

    - Bunga termasuk premium, diskonto, imbalan karena jaminan pengembalian

    hutang

    - Deviden dengan nama dalam bentuk apapun, termasuk deviden dari

    perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha

    koperasi

    - Royalty

    - Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta

    - Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala

    - Keuntungan karena pembebasan hutang, kecuali smpai dengan jumlah tertentu

    yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

    - Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing

    - Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva

    - Premi asuransi

    - Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya terdiri dari

    Wajib Pajak yang menjalankan usahanya atau pekerjaan bebas

    - Tambahan kegiatan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan

    pajak

    2. Penghasilan yang Bukan Termasuk Objek Pajak

    Seperti dikutip dari Rusjdi (2007), penghasilan yang bukan termasuk objek pajak

    sebagai berikut:

  • 21

    a. Harta termasuk setoran tunai yang diterima Badan sebagai pengganti saham

    atau penyertaan modal.

    b. Harta termasuk setoran tunai yang diterima Badan sebagai pengganti saham

    atau penyertaan modal.

    c. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dan oleh badan atau

    pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

    d. Warisan

    e. Dividen atau bagian laba yang diterima akibat penyertaan modal pada badan

    usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

    - Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan

    - Pemilikan saham paling rendah 25% dari jumlah modal disetor dari

    Perusahaan yang memberi Dividen

    f. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan

    dengan asuransi kecelakaan, kesehatan, jiwa, dwiguna, dan beasiswa.

    g. Iuran yang diterima dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri

    Keuangan.

    h. Bagian laba yang diterima anggota perseroan komanditer yang modalnya tidak

    terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi.

    i. Penghasilan yang sudah dikenakan PPh final.

    j. Bunga obligasi yang diterima perusahaan reksadana selama 5 tahun pertama

    sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha

    k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali jumlahnya tidak lebih dari 350

    juta rupiah yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, termasuk:

    - KUKESRA (Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera)

    - KUT (Kredit Usaha Tani)

  • 22

    - KPRSS (Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana)

    - KUK (Kredit Usaha Kecil)

    - Kredit lainnya dalam rangka kebijakan perkreditan BI dalam rangka

    mengembangkan usaha kecil dan koperasi (yang merupakan jumlah kumulatif

    dari satu atau beberapa bank kreditur)

    3. Pajak yang Dikenakan Pajak Penghasilan ( PPh ) Final

    Berdasarkan UU PPh Pasal 4 ayat (2) terdapat beberapa jenis penghasilan yang

    pengenaan pajaknya bersifat final. PPh bersifat final artinya PPh yang dipotong

    atau dibayar sendiri dari suatu penghasilan tertentu pada saat terjadinya dan tidak

    lagi diperhitungkan dalam SPT Tahunan Badan walaupun tetap dilaporkan dalam

    SPT.

    a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan

    surat utang Negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi

    kepada anggota koperasi orang pribadi.

    b. Penghasilan berupa hadiah undian.

    c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivative

    yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan

    penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh

    perusahaan modal ventura.

    d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan,

    usaha jasa kontruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau

    bangunan.

    e. Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan

    Pemerintah.

  • 23

    2.5.2 Biaya

    2.5.2.1 Biaya menurut SAK

    Biaya dalam arti luas adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan

    uang yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu.

    Menurut Baridwan (1997), biaya adalah aliran keluar atau pemakaian lain aktiva atau

    timbulnya hutang (atau kombinasi keduanya) selama satu periode yang berasal dari

    penyerahan atau pembuatan barang, penyerahan jasa, atau dari pelaksanaan kegiatan

    lain yang merupakan kegiatan utama badan usaha.

    Seperti tertulis dalam SAK dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian

    Laporan Keuangan dalam SAK, pengertian beban adalah penurunan manfaat

    ekonomis selama satu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya

    aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak

    menyangkut pembagian kepada penanam modal.

    2.5.2.2 Biaya Menurut Pajak

    Menurut pajak, tidak semua biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat diakui sebagai

    pengurang, meskipun biaya tersebut berkaitan dengan kegiatan usaha. Hal ini

    disebabkan karena meurut ketentuan pajak, biaya fiskal digolongkan menjadi 2 (dua)

    macam, yakni biaya-biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto dan biaya-

    biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.

    1. Biaya yang Dapat Dikurangkan

    a. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan

    termasuk biaya pembelian bahan, biaya yang berkenaan dengan pekerjaan

    atau jasa termasuk upah, dll atau biaya biaya yang lazimnya disebut

    dengan biaya sehari hari yang dibebankan pada tahun pengeluaran yang

    diperlukan.

  • 24

    b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berujud dan

    amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak atas biaya lin yang

    mempunyai masa menfaat lebih dari sau tahun.

    c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya disahkan Menteri

    Keuangan.

    d. Kerugian karena penjualan/pengalihan harta.

    e. Kerugian karena selisih kurs mata uang asing.

    f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di

    Indonesia.

    g. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.

    h. Piutang tak tertagih

    i. Pemupukan dna cadangan.

    j. Sumbangan yang dapat dibiayakan.

    2. Biaya yang Tidak Dapat Dikurangkan

    a. Pembayaran dividen, pembagian laba atau pembagian sisa hasil usaha

    (koperasi)

    b. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan

    c. Premi asuransi jiwa, asuransi kesehatan, asuransi dwiguna, dan asuransi

    beasiswa

    d. Pemberian kenikmatan

    e. Hibah, bantuan dan sumbangan

    f. Pajak Penghasilan

    g. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pihak- pihak

    tertentu

    h. Biaya atau pengeluaran untuk kepentingan pribadi

  • 25

    i. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan yang modalnya tidak

    terbagi atas saham

    j. Sanksi Pajak

    2.6 Koreksi Fiskal

    Seperti dikutip dari Resmi (2003), Koreksi fiskal dilakukan oleh WP karena terdapat

    pebedaan pehitungan khususnya laba menurut akuntansi (komesial) dengan menurut

    pajak (fiskal). Koreksi fiskal ditujukan untuk menilai kinerja ekonomi dan keadaan

    finansial dari sektor privat, sedangkan koreksi fiskal lebih ditujukan untuk menghitng

    pajak. Untuk keperluan perpajakan wajib pajak tidak perlu membuat pembukuan ganda,

    melainkan cukup membuat satu pembukuan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan

    (SAK), dan pada waktu mengisi SPT Tahunan PPh terlebih dahulu harus dilakukan

    koreksi-koreksi fiskal. Ada beberapa pendekatan dalam menyusun laporan keuangan

    fiskal, yaitu:

    1. Laporan keuangan fiskal dsusun secara beriringan dengan laporan keuangan

    komersial.

    Artinya, meskipun laporan keuangan bisnis disusun berdasarkan prinsip akuntansi

    bisnis, tetapi ketentuan perpajakan sangat dominan dalam mendasari proses

    penyususnan laporan keuangan.

    2. Laporan keuangan ekstra komtabel dengan keuangan bisnis.

    Artinya, laporan keuangan fiskal merupakan produk tambahan, diluar laporan

    keuangan bisnis. Perusahaan bebas menyelenggarakan pembukuan berdasarkan

    prinsip akuntansi komersial. Laporan keuangan fiskal disusun secara terpisah di luar

    pembukuan (ekstra komtabel) melalui penyesuaian atau proses rekonsiliasi

  • 26

    Seperti dikutip dari Resmi (2003), koreksi fiskal meliputi pengakuan pendapatan dan

    biaya yang dapat berupa koreksi positif dan koreksi negatif.

    1. Koreksi fiskal positif

    Koreksi Fiskal Positif adalah koreksi/penyesuaian yang akan mengakibatkan

    meningkatnya laba kena pajak yang pada akhirnya akan membuat PPh Badan

    Terhutangnya juga akan meningkat. Koreksi fiskal positif diantaranya:

    a. Biaya yang tidak berkaitan langsung dengan kegiatan usaha perusahaan untuk

    mendapatkan, menagih, dan memelihara pendapatan

    b. Biaya yang tidak diperkenankan sebagai pengurang PKP

    c. Biaya yang diakui lebih kecil, seperti penyusutan, amortisasi, dan biaya yang

    ditangguhkan menurut WP lebih tinggi

    d. Biaya yang didapat dari penghasilan yang bukan merupakan objek pajak

    e. Biaya yang didapat dari penghasilan yang sudah dikenakan PPh Final

    2. Koreksi fiskal negatif

    Koreksi fiskal negatif adalah koreksi/penyesuaian yang akan mengakibatkan

    menurunnya laba kena pajak yang membuat PPh badan terhutangnya juga akan

    menurun. Koreksi fiskal negatif diantaranya :

    a. Biaya yang diakui lebih besar, seperti penyusutan menurut WP lebih rendah,

    selisih amortisasi, dan biaya yang ditangguhkan pengakuannya

    b. Penghasilan yang didapat dari penghasilan yang bukan merupakan objek pajak

    c. Penghasilan yang didapat dari penghasilan yang sudah dikenakan PPh Final

    2.7 Perbedaan Koreksi Fiskal

    Menurut Rusdji (2007), terdapat perbedaan dalam perlakuan penetapan pendapatan dan

    biaya menurut Undang-Undang Perpajakan Nomor 17 Tahun 2000 dengan Standar

    Akuntansi Keuangan sebagai akibat dari adanya beda tetap dan beda sementara;

  • 27

    perlakuan akuntansi terhadap perbedaan tersebut perlu dilakukan rekonsiliasi antara

    laporan keuangan komersil dengan laporan keuangan fiskal; dan pengaruh perbedaan

    tersebut terhadap laporan keuangan yaitu pada besarnya jumlah pajak terutang dan jumlah

    laba usaha.

    2.7.1 Beda Tetap (Permanent Difference)

    Menurut Rusdji (2007), bagi perusahaan: semua pemasukan adalah pendapatan yang akan

    menambah laba kena pajak , dan semua pengeluaran adalah beban yang akan mengurangi

    laba kena pajak. Bagi Ditjend Pajak: tidak semua pemasukan adalah faktor penambah

    laba kena pajak, ada beberapa jenis pendapatan yang bukan merupakan faktor penambah

    laba kena pajak karena pendapatan tersebut sudah dikenakan pajak bersifat final, dan

    tidak semua pengeluaran adalah faktor pengurang laba kena pajak karena ada beberapa

    jenis pengeluaran yang sesungguhnya bukan merupakan bagian dari kegiatan perusahaan

    (sumbangan, entertain tanpa daftar normatif). Di dalam Akuntansi Perpajakan perbedaan

    ini disebut dengan BEDA TETAP (Permanent Difference).

    2.7.2 Beda Waktu

    Menurut Rusdji (2007), perbedaan lainnya adalah perbedaan yang diakibatkan karena

    bedanya saat pengakuan (waktu pengakuan) baik itu terhadap pendapatan maupun beban

    (pendapatan/beban tangguhan), juga akibat perbedaan beban penyusutan dimana pihak

    Ditjend Pajak menggunakan metode penyusutan Garis Lurus (Straight Line Method)

    sementara perusahaan mungkin menggunakan metode penyusutan yang lain, yang oleh

    karenanya mengakibatkan adanya perbedaan alokasi beban penyusutan. Prakiraan Umur

    ekonomis atas aktiva tetap juga turut memberi kontribusi atas perbedaan tersebut. Dengan

    kata lain perbedaan metode yang digunakan antara akuntansi komersial dengan ketentuan

    fiskal. Dalam Akuntansi Perpajakan ini disebut dengan BEDA WAKTU (Time

    Difference).

  • 28

    BAB III

    GAMBARAN UMUM

    3.1 Sejarah CV. ABC

    Industri garment merupakan salah satu industri yang penting di Indonesia. Bersama-sama

    dengan industri tekstil dan produk tekstil lainnya (TPT), industri tersebut merupakan

    penyumbang devisa terbesar bagi negara setelah minyak dan gas bumi (Migas) hampir

    27,3% telah disumbangkan dari industri garment kepada negara. Di pasar internasional

    sendiri, produk garment Indonesia telah memiliki posisi yang cukup bagus, dengan

    pangsa antara tiga persen sampai empat persen dari total nilai ekpsor dunia. Disamping

    itu, industri garment bersifat padat karya sehingga menjadikan posisi industri tersebut

    sangat penting bagi perekonomian Indonesia, sebagai penyedia lapangan kerja utama.

    Itulah yang menjadi awal pemikiran terbentuknya CV. ABC.

    CV. ABC adalah badan usaha yang bergerak dalam bidang garment yang mulai dirintis

    tahun 2001 berlokasi di Karangjati, Kec. Bergas, Kab. Semarang. Awalnya tenaga

    produksi hanya 5 orang, dengan berjalannya waktu dan mulai menemukan jalan dalam

    hal penjualan CV. ABC berkembang dengan jumlah pekerja 20 orang namun dengan alat

    yang masih sederhana. Tahun 2004 mulai aktif dalam pembukuan dan mendaftarkan diri

    sebagai PKP. Karena keterbatasan dalam hal pembukuan dan perpajakan maka

    mempekerjakan karyawan yang mampu dalam hal tersebut. Dan sampai saat ini jumlah

    pekerja ada 75 orang dengan peralatan yang cukup modern. Barang hasil produksinya

    antara lain berupa kemeja (shirts), blus (blouses), rok (skirts), kaos (t-shirts, polo shirt,

    sportswear) baik dewasa, anak-anak, pria, maupun wanita. Meskipun itu semua masih

    dalam lingkup domestik namun barang-barang yang dihasilkan tidak kalah dengan

  • 29

    barang-barang kualitas ekspor. Dan saat ini bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan

    yang cukup besar seperti PT Ungaran Sari Garment, PT Apac Centertex, PT Behaestex,

    PT Tyfountex Indonesia, PT Cerah Garmindo, PT Pantja Tunggal, PT Ungaran Indah

    Busana, PT Optima Tiga Biru. Pekerja tersebut terdiri dari direktur, staf produksi, staf

    keuangan, design pembukuan dan karyawan produksi.

    3.2 Struktur Organisasi

    Berikut adalah Struktur Organisasi dan tugas dari pekerja CV. ABC:

    Gambar 3.1 Struktur Organisasi CV. ABC

    3.2

    Sumber : CV. ABC tahun 2010

    Tugas dari masing-masing adalah:

    1. Direktur

    adalah jabatan tertinggi di suatu perusahaan dan mempunyai tugas untuk

    memimpin suatu perusahaan dan bertanggung jawab untuk kestabilan

    perusahaan tersebut.

    DIREKTUR

    PRODUKSI/PERSONALIA KEUANGAN DESIGN DELIVERY PEMBUKUAN

    KARYAWANPRODUKSI

  • 30

    2. Staf keuangan

    Tugasnya mengatur uang operasional kantor, melakukan pembayaran kepada

    penyetok barang-barang mentah, mengatur keuangan dan membuat laporan

    keuangan.

    3. Staf produksi

    Mengawasi dan mengatur jalannya produksi dalam mengolah bahan mentah

    menjadi barang jadi.

    4. Design

    Bertugas membuat design yang akan diproduksi

    5. Delivery

    Bertanggung jawab atas pengiriman barang jadi sampai ke tujuan atau

    pemesan selain itu juga bertanggung jawab atas biaya transportasi setiap

    pembelian barang mentah.

    6. Staf pembukuan

    Bertanggung jawab atas semua administrasi kantor, baik dari dari laporan

    keuangan termasuk dalam hal perpajakan.

    7. Karyawan produksi

    Mengolah Bahan mentah menjadi barang jadi.

    3.3 Metode Penelitian

    3.3.1 Jenis data

    Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data

    sekunder adalah data yang disusun oleh pihak lain untuk pihak yang

    berkepentingan melalui penelitian langsung dengan mencari, mempelajari dan

  • 31

    mengumpulkan data atau tulisan yang berhubungan dengan masalah ini seperti

    laporan keuangan.

    3.3.2 Metode pengumpulan data

    Metode pengumpulan data yang di gunakan penulis dalam menyusun kertas karya

    ini antara lain sebagai berikut:

    a. Wawancara

    Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara mengadakan

    tanya jawab langsung dengan orang-orang yang berhubungan langsung dengan

    objek penelitian. Dalam hal ini, penulis melakukan wawancara dengan Bapak

    Untung staf pembukuan yang juga menangani perpajakan di CV. ABC.

    b. Dokumentasi

    Dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan mengadakan

    pengumpulan data dan dokumen secara langsung di dalam penelitian.

    c. Kepustakaan

    Kepustakaan adalah metode pengumpulan data yang diperoleh dari buku,

    undang-undang, surat edaran yang berhubungan dengan penelitian.

    3.3.3 Teknis analisis data

    Teknik analisis data yang digunakan adalah:

    Teknik Deskriptif Kuantitatif, yaitu teknik analisis yang menggambarkan serta

    menganalisis data dengan menggunakan penghitungan angka-angka. Teknik ini

    digunakan untuk menghitung besarnya laba bersih dan pajak yang terutang

    dalam suatu periode.

  • 32

    BAB IV

    PEMBAHASAN

    4.1 Rekonsiliasi fiskal pada CV. ABC

    CV. ABC mengunakan pendekatan komersial yang penyusunan laporan keuangannya

    digunakan untuk kepentingan perusahaan (manajemen). Laporan keuangan yang

    dihasilkan adalah laporan laba rugi, neraca, arus kas, dan laporan perubahan modal.

    Untuk kepentingan perpajakan, laporan laba rugi yang selanjunya disebut dengan laporan

    laba rugi komersial digunakan sebagai dasar penentuan pajak terutang. Dalam rangka

    menentukan besarnya pajak terutang maka harus dilakukan rekonsialiasi fiskal. Hal

    tersebut harus dilakukan karena ada biaya-biaya yang menurut laba komersial dapat

    dibebankan tetapi dalam laba fiskal tidak dapat dibebankan sebagai biaya. Berkut ini

    adalah laporan laba rugi perusahaan yang disusun berdasarkan standar akuntansi

    keuangan yang berlaku (akuntansi komersial).

    Laporan Laba/Rugi

    CV. ABC

    Per 31 Desember 2010

    Penjualan Bersih Rp 4.001.266.580

    HPP:

    Persediaan Awal Barang Jadi Rp 130.100.000

    Harga Pokok Produksi:

    Persediaan Awal Barang Dalam Proses Rp 100.720.000

  • 33

    Biaya Produksi:

    Persediaan Awal Bahan Baku Rp 475.000.000

    Pembelian Rp 900.000.000

    Biaya Angkut Pembelian Rp 5.250.000

    Rp 1.380.250.000

    Persediaan Akhir Bahan Baku (Rp 53.265.000)

    Harga Pokok Bahan Baku Rp 1.326.985.000

    BTKL Rp 925.778.400

    BOP

    Biaya T.K Tak Langsung Rp 356.000.000

    Biaya Listrik dan Air Rp 173.000.000

    Biaya Reparasi Peralatan Rp 449.340.000

    Biaya Pengepakan Rp 46.300.000

    Biaya Penyusutan Rp 60.842.380

    Total BOP Rp 1.085.482.380

    Total Biaya Produksi Rp 3.338.245.780

    Persediaan Akhir Barang Dalam Proses ( Rp 7.378.250)

    Harga Pokok Produksi Rp 3.330.867.530

    Persediaan Akhir Barang Jadi ( 0 )

  • 34

    HPP (Rp 3.460.967.530)

    Laba Kotor Rp 540.299.050

    Biaya-Biaya Operasional

    Pembelian alat tulis Rp 1.200.000

    Kesejahteraan karyawan Rp 154.545.995

    Biaya keamanan Rp 4.000.000

    Biaya telepon Rp 11.779.055

    Biaya perbaikan kendaraan Rp 12.500.000

    Biaya perbaikan mesin Rp 53.850.000

    Biaya BBM Rp 12.500.000

    Biaya leasing Rp 3.850.000

    Total Biaya (Rp 251.125.050)

    Pendapatan Lain-Lain Rp 210.390.000

    Laba Bersih Rp 499.564.000

    Dari laporan laba rugi tahun 2010 diatas, berikut rincian dari komponen-komponennya:

    A. Pendapatan

    Pendapatan yang di dapat dari CV. ABC sebagian besar di dapat dari penjualan barang-

    barang produksi. Sedangkan pendapatan lain-lain terdapat juga pejualan kain aval dan

    pendapatan jasa giro.

  • 35

    B. HPP

    Perhitungan HPP yang digunakan CV. ABC untuk menghitung laba bersih adalah

    metode FIFO. Dimana metode ini merupkan metode yang diakui secara pajak. Berikut

    perhitungan HPP CV. ABC:

    HPP:

    Persediaan Awal Barang Jadi Rp 130.100.000

    Harga Pokok Produksi:

    Persediaan Awal Barang Dalam Proses Rp 100.720.000

    Biaya Produksi Rp 1.380.250.000

    Persediaan Akhir Bahan Baku (Rp 53.265.000)

    Harga Pokok Bahan Baku Rp 1.326.985.000

    Biaya Produksi Rp 3.338.245.780

    Persediaan Akhir Barang Dalam Proses ( Rp 7.378.250)

    Harga Pokok Produksi Rp 3.330.867.530

    Persediaan Akhir Barang Jadi ( 0 )

    HPP (Rp 3.460.967.530)

  • 36

    C. Biaya-biaya

    1. Biaya tenaga kerja dibagi menjadi 2:

    - Biaya Tenaga Kerja Langsung (BTKL), merupakan biaya yang

    menyangkut tenaga kerja yang langsung menangani bagian produksi

    (menjahit). Di dalam BTKL ini terdapat biaya gaji, bonus, dan THR, yang

    pemberiannya sebagian berupa natura (sembako) sebesar Rp 11.250.000

    - Biaya Tenaga Kerja Tak Langsung (BTKTL), merupakan biaya yang

    menyangkut pngeluaran untuk staf yang menanyangkut pembukuan. Di

    dalam BTKL ini terdapat biaya gaji, bonus, dan THR, yang pemberiannya

    sebagian berupa natura (sembako) sebesar Rp 1.400.000

    2. Rincian biaya kesejahteraan karyawan sebagai berikut:

    - Biaya pengobatan yang langsung dibyarkan ke RS 12.750.000

    - Piknik karyawan 7.500.000

    - Beli obat-obatan untuk persediaan 1.000.000

    3. Di dalam biaya telpon, terdapat pembayaran pulsa milik direktur sebesar

    Rp.1.200.000

    4. Di dalam biaya BBM terdapat biaya antar jemput sekolah untuk anak direktur

    sebesar Rp. 2.400.000

    5. CV. ABC memberikan iuran sebesar 1.000.000 sebagai sumbangan untuk

    pembuatan pos kampling di daerah sekitar sebagai keamanan di pabrik.

    Berdasarkan catatan-catatan di atas maka rekonsiliasi fiskal untuk pelaporan pajak 2010 yang

    harus dilakukan untuk CV. ABC sebagai berikut:

  • 37

    LAPORAN LABA RUGI FISKAL

    CV. ABC

    2010

    KETERANGAN LABA RUGI

    KOMERSIAL

    KOREKSI

    POSITIF

    KOREKSI

    NEGATIF LABA RUGI FISKAL

    Penjualan bersih Rp 4.001.266.580 Rp 4.001.266.580

    HPP

    Persediaan awal barang jadi Rp 130.100.000 Rp 130.100.000

    Harga Pokok Produksi:

    Pesediaan awal barang dalam

    proses Rp 100.720.000 Rp 100.720.000

    Biaya Produksi:

    Persediaan awal barang baku Rp 475.000.000 Rp 475.000.000

    Pembelian Rp 900.000.000 Rp 900.000.000

    Biaya angkut pembelian Rp 5.250.000 Rp 5.250.000

    Rp 1.380.250.000 Rp 1.380.250.000

    Persediaan bahan baku Rp 53.265.000 Rp 53.265.000

    Harga pokok bahan baku Rp 1.326.985.000 Rp 1.326.985.000

    BTKL Rp 925.778.400

    Rp 11.250.000

    (a) Rp 914.528.400

    BOP:

    Biaya T.K Tak Langsung Rp 356.000.000

    Rp 1.400.000

    (a) Rp 354.600.000

    Biaya listrik dan air Rp 173.000.000 Rp 173.000.000

    Biaya reparasi peralaan Rp 449.340.000 Rp 449.340.000

    Biaya pengepakkan Rp 46.300.000 Rp 46.300.000

    Biaya penyusutan Rp 60.842.380

    Rp 17.717.380

    (b) Rp 43.125.000

    Total BOP Rp 1.085.482.380 Rp 1.066.365.000

  • 38

    Total Biaya Produksi Rp 3.338.245.780 Rp 3.307.878.400

    Persediaan akhir barang dalam

    proses Rp 7.378.250 Rp 7.378.250

    Harga Pokok Produksi Rp 3.330.867.530 Rp 3.300.500.150

    Persediaan akhir barang jadi Rp -

    HPP Rp 3.460.967.530 Rp 3.430.600.150

    Laba Kotor Rp 540.299.050 Rp 570.666.430

    Biaya Operasional:

    Pembelian alat tulis Rp 1.200.000 Rp 1.200.000

    Kesejahteraan karyawan Rp 154.545.995

    Rp 20.250.000

    (c) Rp 134.295.995

    Biaya keamanan Rp 4.000.000

    Rp 1.000.000

    (d) Rp 3.000.000

    Biaya telpon Rp 11.779.055

    Rp 1.200.000

    (e) Rp 10.579.055

    Biaya perbaikan kendaraan Rp 12.500.000 Rp 12.500.000

    Biaya perbaikan mesin Rp 53.850.000 Rp 53.850.000

    Biaya BBM Rp 750.000

    Rp 2.400.000

    (f) Rp (1.650.000)

    Biaya leasing Rp 12.500.000 Rp 12.500.000

    Total Biaya Rp 251.125.050 Rp 226.275.050

    Pendapatan lain-lain:

    Penjualan kain aval Rp 210.287.430 Rp 210.287.430

    Pendapatan jasa giro Rp 102.570

    Rp 102.570

    (g) 0

    Total pendapatan lan-lain Rp 210.390.000 Rp 210.287.430

  • 39

    Laba bersih Rp 499.564.000 Rp 554.678.810

    PKP Rp 499.564.000 Rp 554.678.000

    PPh terutang * Rp 62.445.500 Rp 69.334.750

    Sumber : data diolah tahun 2010

    *Tarif pajak yang digunakan adalah 50% X 25%

    Berdasarkan koreksi di atas terdapat keterangan sebagai berikut:

    a. Berdasarkan pasal 4 ayat 3 huruf d UU PPh No 36 tahun 2008 tentang yang

    dikecualikan dari objek pajak, menyatakan bahwa pengganti atau imbalan dalam

    bentuk natura atau kenikmatan berkenan dengan pekerjaan atau jasa merupakan

    tambahan kemampuan ekonomis yang diterima bukan dalam bentuk uang. Pengganti

    atau imbalan dalam bentuk natura seperti beras, gula, dan sebagainya dan imbalan

    dalam bentuk kenikmatan, seperti penggunaan mobil, rumah, dan fasilitas pengobatan

    bukan merupakan objek pajak.

    Sehingga pemberian sembako yang dilakukan CV. ABC pada poin a dan b terhadap

    tenaga kerja langsung sebesar Rp 11.250.000 dan tenaga kerja tak langsung sebesar

    Rp 1.400.000 bukan merupakan objek pajak, maka dari itu harus dikoreksi positif

    yang artinya menambah penghasilan kena pajak CV. ABC.

    b. Bedasarkan 9 ayat 2 UU PPh no.36 tahun 2008, tentang pengeluaran untuk

    mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat

    lebih dari satu tahun tidak boleh untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan

    melalui penyusutan atau amortisasi dari tahun ke tahun dalam bagian-bagian yang

    sama.

    Dalam perhitungan biaya penyuutan CV. ABC menggunakan metode garis lurus,

    berikut daftar aktiva menurut perhitungan fiskal yang disusutkan oleh CV. ABC yang

    digambarkan dalam tabel 4.2.

  • 40

    DAFTAR PENYUSUTAN AKTIVA (FISKAL)

    CV. ABC

    TAHUN 2010

    JENS AKTIVA

    KELOMPOK

    PRESENTASE

    HARGA

    PEROLEHAN PENYUSUTAN

    Mesin jahit I 25% Rp 150.000.000 Rp 37.500.000

    Kendaraan direktur II 12% x 50% Rp 50.000.000 Rp 3.125.000

    Peralatan kantor II 25% Rp 10.000.000 Rp 2.500.000

    TOTAL PENYUSUTAN Rp 43.125.000

    Diketahui dari data penyusutan diatas adalah:

    - Penyusutan mesin jahit, terdapat perbedaan akibat perlakuan akuntansi

    dengan perpajakan yang bersifat temporer. Artinya secara keseluruhan

    bahwa beban atau pendapatan menurut akuntansi maupun perpajakan

    sebenarnya sama, namun berbeda alokasi penyusutan setiap tahunnya.

    - Penyusutan kendaraan direktur, sesuai dengan surat edaran Dirjen Pajak no

    154/PJ.42/2003, kendaraan yang masuk dalam inventaris perusahaan yang

    digunakan oleh direksi, pengakuan penyusutannya dapat diakui sebagai

    biaya dalam perhitungan penghasilan kena pajak hanya 50%, sehingga

    yang diakui sebagai biaya dalam perhitungan penghasilan kena pajak

    adalah Rp 3.125.000.

    - Penyusutan peralatan kantor berupa komputer, terdapat perbedaan akibat

    perlakuan akuntansi dengan perpajakan yang bersifat temporer. Artinya

    secara keseluruhan bahwa beban atau pendapatan menurut akuntansi

  • 41

    maupun perpajakan sebenarnya sama, namun berbeda alokasi penyusutan

    setiap tahunnya.

    c. Berdasarkan pasal 9 huruf e UU PPh No 36 tahun 2008 tentang penggantian atau

    imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura

    dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai

    serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah

    tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau

    berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

    Di dalam kasus CV. ABC terdapat biaya kesejahteraan karyawan berupa biaya

    pengobatan yang langsung dibayarkan ke Rumah Sakit sebesar Rp12.750.000 dan

    biaya piknik sebesar Rp 7.500.000 untuk membiayai piknik karyawan. Dimana biaya

    tersebut merupakan imbalan berbentuk kenikmatan, maka harus dikoreksi positif yang

    artinya menambah penghasilan kena pajak CV. ABC.

    d. Berdasarkan pasal 4 ayat 3 huruf a UU PPh No 36 2008, tentang bantuan atau

    sumbangan bagi pihak yang menerima bukan merupakan objek pajak sepanjang

    diterima tidak dalam rangka hubungan kerja, hubungan usaha, hubungan kepemilikan,

    atau hubungan penguasaan di antara pihakpihak yang bersangkutan.

    Dalam kasus ini CV. ABC menyumbangkan uang sebesar Rp 1.000.000 untuk

    pembangunan pos siskampling guna keamanan di wilayah pabrik. Biaya ini

    merupakan bantuan atau sumbangan yang bukan merupakan objek pajak, dan tidak

    diterima dalam rangka hubungan kerja sehingga harus dikoreksi positif yang artinya

    akan menambah penghasilan kena pajak CV. ABC

    e. Berdasarkan pasal 9 ayat 1 huruf b UU PPh No 36 Tahun 2008, tentang penentuan

    besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan BUT yang idak

    boleh dikurangkan. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan

  • 42

    pribadi anggota pemegang saham, sekutu atau anggta tidak dapat dikurangkan dalam

    penentuan besarnya pajak terutang.

    Di dalam biaya telpon terdapat pembayaran pulsa milik direktur sebesar Rp 1.200.000

    yang merupakan imbalan pemilik perusahaan, maka harus dikoreksi positif yang akan

    menambah penghasilan kena pajak CV. ABC.

    f. Berdasarkan pasal 9 ayat 1 huruf b UU PPh No 36 Tahun 2008, tentang biaya yang

    dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu,

    atau anggota.

    Di dalam biaya BBM CV. ABC terdapat biaya antar jemput sekolah untuk anak

    direktur sebesar Rp. 2.400.000, yang merupakan kepentingan pribadi direktur, maka

    harus dikoreksi positif yang akan menambah penghasilan kena pajak CV. ABC.

    g. Berdasarkan pasal 4 ayat (2) huruf a UU PPh No 36 Tahun 2008, tentang penghasilan

    yang bersifat final yaitu berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi

    dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada

    anggota koperasi orang pribadi;

    Pendapatan jasa giro yang di dapat oleh CV. ABC merupakan penghasilan yang

    bersifat final, maka harus dikoreksi negatif yang artinya akan mengurangi penghasilan

    kena pajak CV. ABC.

    Berdasarkan penjabaran di atas, maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa perbandingan

    dalam perhitungan pajak terutang CV. ABC menurut komersial sebesar Rp

    62.445.500 dan menurut fiskal sebesar Rp 69.334.750 sehingga nampak selisih

    sebesar Rp 6.889.250. Adanya selisih perhitungan pajak terutang karena penghasilan

    kena pajak menurut komersial dan menurut fiskal adalah berbeda. Perbedaan ini

    disebabkan adanya biaya-biaya dan pendapatan yang tidak boleh diakui menurut

  • 43

    pajak. Dalam kasus yang terjadi di CV. ABC terdapat koreksi positif yang menambah

    jumlah penghasilan kena pajak, yaitu BTKL, BTKTL, penyusutan, biaya

    kesejahteraan karyawan, biaya keamanan, biaya telpon, dan biaya BBM. Sedangkan

    koreksi negatif yang terjadi di CV. ABC yang mengurangi jumlah penghasilan kena

    pajak adalah jasa giro.

  • 44

    BAB V

    SIMPULAN DAN SARAN

    5.1 SIMPULAN

    Berdasarkan perbedaan antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan

    fiskal pada laporan laba rugi CV. ABC tahun 2010, maka penulis mengambil kesimpulan

    sebagai berikut:

    1. Dalam melakukan koreksi fiskal terdapat dua unsur yang penting, yaitu koreksi positif

    dan koreksi negatif. Koreksi positif terjadi apabila pengakuan beban atau biaya pada

    laporan komersial lebih besar dari beban atau biaya pada laporan keuangan fiskal.

    Sehingga akan menambah penghasilan kena pajak . Koreksi positif yang terjadi pada

    CV. ABC antara lain:

    - BTKL yang di dalam terdapat biaya gaji, bonus, dan THR untuk tenaga kerja

    bagian pruduksi

    - BTKTL yang didalamnya terdapat biaya gaji, bonus, dan THR untuk tenaga kerja

    bagian staf

    - Biaya penyusutan

    - Biaya kesejahteraan karyawan

    - Biaya keamanan

    - Biaya telpon

    - Biaya BBM

    2. Koreksi negatif terjadi karena adanya pendapatan yang tidak boleh ditambahkan

    dengan penghasilan lainnya, dan adanya biaya menurut perhitungan komersial lebih

    kecil dibandingkan menurut perhitungan fiskal. Sehingga akan mengurangi penghasilan

  • 45

    kena pajak. Koreksi negatif yang terjadi pada CV. ABC hanya terjadi pada pendapatan

    jasa giro.

    3. Konsep beda waktu dan beda tetap. Beda waktu adalah perbedaan perlakuan akuntansi

    dan perpajakan yang bersifat temporer artinya secara keseluruhan beban atau

    pendapatan akuntansi maupun perpajakan sebenarnya sama tetapi alokasi setiap

    tahunnya berbeda. Dalam kasus CV. ABC ini yang merupakan beda sementara antara

    lain penyusutan aktiva yang dimiliki oleh CV. ABC yaitu berupa mesin jahit,

    kendaraan, dan peralatan kantor. Sedangkan beda tetap adalah perbedaan menurut

    akuntansi boleh dibiayakan namun tidak dapat diakui menurut fiskal, antara lain:

    natura, biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pemegang saham atau direktur,

    bunga deposito, penghasilan sewa.

    5.2 SARAN

    Berdasarkan kesimpulan yang telah dijabarkan diatas, maka penulis mencoba memberikan

    saran yang dapat digunakan oleh pihak-pihak yang terkait dalam pembuatan koreksi fiskal

    khususnya CV. ABC yang menjadi tempat penelitian.

    1. Perusahaan seharusnya bisa lebih rapi dalam membuat akun-akun sesuai kualifikasi

    yang dibutuhkan. Seharusnya terdapat akun perjalanan dinas yang nantinya akun

    BBM bisa dimasukkan di dalam akun perjalanan dinas tersebut.

    2. Seharusnya akun prive juga harus dinampakkan dalam nama-nama akun dalam

    pembukuan CV. ABC, sehingga tidak begitu rancu untuk membedakan antara

    keperluan kantor dan keperluan pribadi.

    3. Secara umum hendaknya CV. ABC harus tetap mengikuti dan memperhatikan

    perkembangan aturan-aturan pajak yang notabene sering terjadi perubahan hampir

    setiap tahunnya.

    CoverLaporan Praktek Kerja Lapangan

    logo: