Upload
rochmah-tri
View
220
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
landasan teori proposal
Citation preview
CONTOH LADASAN TEORI
PENGARUH PENDIDIKAN, PENGETAHUAN PERKOPERASIAN, DAN MOTIVASI BERKOPERASI
TERHADAP MINAT MASYARAKAT MENJADI ANGGOTA KOPERASI DI KECAMATAN WEDARIJAKSA KABUPATEN
PATI
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Koperasi Secara umum
2.1.1 Pengertian Koperasi
Dalam UU No.25 Tahun 1992 telah dijelaskan bahwa koperasi adalah badan usaha
yang beranggotakan orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya
berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas
kekeluargaan. Bapak Koperasi Indonesia Moh Hatta mendefinisikan koperasi sebagai usaha
bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong menolong (Sitio
dan Tamba, 2001:17). Sedangkan menurut menurut Kartasapoetra dkk. (2001:1) koperasi
merupakan suatu badan usaha bersama yang berjuang dalam bidang ekonomi dengan menempuh
jalan yang tepat dan mantap dengan tujuan membebaskan diri para anggotanya dari kesulitan-
kesulitan ekonomi yang umumnya diderita oleh mereka.
International Labour Organization (ILO) menjelaskan pengertian koperasi ke dalam 6 (enam) elemen yaitu: a. Koperasi adalah perkumpulan orang-orang. b. Penggabungan orang-orang tersebut berdasar kesukarelaan. c. Terdapat tujuan ekonomi yang ingin dicapai d. Koperasi yang dibentuk adalah suatu organisasi bisnis (badan
usaha) yang diawasi dan dikendalikan secara demokratis. e. Terdapat kontribusi yang adil terhadap modal yang dibutuhkan. f. Anggota koperasi menerima risiko dan manfaat secara seimbang.
(Sitio dan Tamba 2001: 16-17).
Kedudukan koperasi sangat kuat dan penting didalam sistem perekonomian nasional
Indonesia, karena koperasi adalah sokoguru perekonomian Indonesia, hal tersebut telah
tercantum dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 1 yang berbunyi “Perekonomian disusun sebagai
usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Pasal tersebut menunjukan bahwa koperasi
mempunyai kedudukan yang kuat dan penting, karena koperasi merupakan badan usaha yang
berdasarkan asas kekeluargaan. Sehingga koperasi diyakini dan diandalkan untuk mampu
menopang perekonomian Indonesia.
Tujuan utama pendirian koperasi adalah meningkatkan kesejahteraan ekonomi para
anggotanya (Sumarsono 2003:6). Dalam UU. No 25 tahun 1992 menjelaskan bahwa koperasi
bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya,
serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional, dalam rangka mewujudkan masyarakat
yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 (Sitio Tamba 2001:19).
Dalam memperjuangkan peningkatan kesejahteraan ekonomi anggotanya itu, koperasi berpegang
pada asas dan prinsip-prinsip ideal tertentu, maka kegiatan koperasi biasanya juga diharapkan
dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Koperasi menggunakan asas kekeluargaan sebagaimana telah dijelaskan dalam UU
No.25 Tahun 1992 bahwa koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau
badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus
sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Sejalan dengan
penegasan ayat 1 pasal 33 UUD 1945 yaitu sejauh bentuk-bentuk perusahaan lainnya tidak
dibangun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, semangat kekeluargaan ini
merupakan pembeda utama antara koperasi dengan bentuk-bentuk perusahaan lainnya
(Sumarsono 2003:5-6).
Perbedaan ini juga dapat dilihat dari fungsi sebuah koperasi, yang tidak kalah
pentingnya dalam perekonomian Indonesia. Menurut Sudarsono (2005:80) fungsi koperasi yaitu:
a. Alat perjuangan ekonomi untuk mempertinggi kesejahteraan rakyat.
b. Alat pendemokrasian nasional
c. Sebagai salah satu urat nadi perekonomian bangsa Indonesia.
d. Alat pembinaan insan masyarakat untuk memperkokoh kedudukan ekonomi bangsa Indonesia
serta bersatu dalam mengatur tata laksana perekonomian rakyat.
2.1.2 Prinsip-Prinsip Koperasi
Seseorang yang menjadi anggota koperasi hendaknya mengetahui prinsip-prinsip yang
menjadikan koperasi berbeda dengan badan usaha lain. Prinsip-prinsip koperasi (cooperative
principles) adalah ketentuan-ketentuan pokok yang berlaku dalam koperasi dan dijadikan sebagai
pedoman kerja koperasi. Prinsip-prinsip koperasi sekaligus merupakan jati diri atau ciri khas
koperasi tersebut. Adanya prinsip koperasi ini menjadikan watak koperasi sebagai badan usaha
yang berbeda dengan badan usaha lain (Sitio Tamba 2001:20-21).
Ada tujuh prinsip koperasi yang dikembangkan oleh koperasi modern pertama yang
didirikan tahun 1844 oleh 28 orang pekerja Lancashire di Rochdale. Prinsip-prinsip tersebut
masih menjadi dasar gerakan koperasi Internasional, yaitu:
1. Keanggotaan terbuka (open membership).
2. Satu anggota, satu suara (one member, one vote).
3. Pengembalian (bunga) yang terbatas atas modal (limited return on capital).
4. Alokasi Sisa Hasil Usaha sebanding dengan transaksi yang dilakukan anggota (allocation of
surplus in proportion to member transactions).
5. Penjualan tunai (cash trading).
6. Menekankan pada unsur pendidikan (stress on education)
7. Netral dalam hal agama dan politik (religious and political neutrality). (Ropke, 2003:17).
2.1.3 Jenis-jenis Koperasi
Jenis-jenis koperasi berkembang seiring dengan adanya berbagai kebutuhan manusia
dalam kehidupan sehari-harinya. Menurut Widiyanti dan Sunindhia (2003:49-63) dari berbagai
macam koperasi yang lahir seirama dengan usaha untuk memperbaiki kehidupan, secara garis
besar dapat dibagi menjadi 5 golongan, yaitu:
1. Koperasi Konsumsi
Koperasi konsumsi adalah koperasi yang anggota-anggotanya terdiri dari orang yang
mempunyai kepentingan langsung dalam lapangan konsumsi.
2. Koperasi Kredit atau Koperasi Simpan Pinjam
Koperasi kredit atau koperasi simpan pinjam ialah koperasi yang bergerak dalam lapangan
usaha pembentukan modal melalui tabungan-tabungan para anggota secara teratur dan terus-
menerus untuk kemudian dipinjamkan kepada para anggota dengan cara mudah, murah, cepat
dan tepat untuk tujuan produktif dan kesejahteraan.
3. Koperasi Produksi
Koperasi produksi yaitu koperasi yang bergerak dalam bidang kegiatan ekonomi pembuatan
dan penjualan barang-barang baik yang dilakukan oleh koperasi sebagai organisasi maupun
orang-orang anggota koperasi.
4. Koperasi Jasa
Koperasi jasa yaitu koperasi yang berusaha di bidang penyediaan jasa tertentu bagi para
anggota maupun masyarakat umum.
5. Koperasi Serba Usaha/ Koperasi Unit desa (KUD)
Koperasi ini berusaha dalam beberapa macam kegiatan ekonomi yang sesuai dengan
kepentingan-kepentingan para anggotanya.
Kecamatan Wedarijaksa merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten
Pati. Sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani dengan komoditas utama padi, tebu,
palawija dan tanaman buah. Selain itu tidak sedikit pula yang berprofesi di bidang niaga, industri
rumah tangga dan pelayanan jasa. Di Kecamatan tersebut terdapat beberapa jenis koperasi.
Diantaranya yaitu KUD Makarti, KPRI Gawan, KSU Arga Sapta, Koperasi Pondok Pesantren,
serta Koperasi Wanita Mawar. Koperasi-koperasi diatas memiliki orientasi dan tujuan masing-
masing sesuai dengan jenisnya.
Adanya berbagai jenis koperasi tersebut, diharapkan masyarakat dapat berpartisipasi
dan memilih koperasi yang sesuai dengan tujuannya, untuk masuk menjadi anggota koperasi.
Selanjutnya ikut berpartisipasi dalam mengembangkan dan memajukan koperasi.
2.2 Tinjauan Minat Menjadi Anggota Koperasi
Minat merupakan suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau
aktivitas, tanpa ada yang menyuruh (Slameto 2003:180). Minat adalah perasaan, harapan,
pendirian, prasangka, rasa takut atau kecenderungan lain yang mengarahkan individu pada suatu
pilihan tertentu (Al-Mighwar 2006:113). Sedangkan menurut Sadirman (dalam Ardaniar
2008:26) minat adalah suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri/ arti
sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhan sendiri.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan minat menjadi
anggota koperasi adalah satu rasa lebih suka dan keterikatan untuk mempelajari dan melakukan
aktivitas berkoperasi. Minat tersebut dihubungkan dengan keinginan atau kebutuhannya sendiri,
tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
Menurut Al-Mighwar (2006:102) terdapat banyak minat pada remaja, tetapi ada minat-
minat yang umum, seperti minat rekreasi, minat sosial, minat pribadi, minat terhadap pendidikan,
minat terhadap pekerjaan, minat terhadap agama dan minat terhadap hal simbolik.
1. Minat Rekreasi
Kegiatan permainan yang biasa dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya diubah dengan
bentuk rekreasi yang baru dan lebih matang. Secara bertahap, bentuk permainan kekanak-
kanakan itu menghilang, dan menjelang awal masa remaja, pola rekreasi individual hampir
sama dengan pola akhir masa remaja dan awal masa dewasa.
2. Minat Sosial
Adanya minat remaja yang bersifat sosial bergantung pada kesempatan yang diperolehnya
untuk mengembangkan minat tersebut.
3. Minat Pribadi
Minat pribadi atau minat pada diri sendiri merupakan minat yang terkuat. Karena dukungan
sosial sangat dipengaruhi oleh penampilan diri dan kesadaran bahwa kelompok sosial menilai
diri seseorang berdasarkan benda-benda yang dimiliki, kemandirian, keanggotaan sosial dan
banyaknya uang yang dibelanjakan.
4. Minat terhadap Pendidikan
Minat remaja pada pekerjaan sangat mempengaruhi besarnya minat mereka terhadap
pendidikan. Bagi mereka, pendidikan tinggi dianggap sebagai batu loncatan untuk meraih
pekerjaan.
5. Minat terhadap Pekerjaan
Minat pada karir sering menjadi sumber pikiran pada akhir masa remaja, hal ini diperkuat
oleh pendapat Thomas ”pada saat tersebut, remaja belajar mebedakan antara pilihan pekerjaan
yang lebih disukai dan pekerjaan yang dicita-citakan”.
6. Minat terhadap Agama
Sebagaimana halnya kebanyakan manusia, remaja juga memiliki potensi atau menaruh minat
pada agama dan menganggap bahwa agama berperan penting dalam kehidupan.
7. Minat terhadap Hal Simbolik
Tingi rendahnya status seseorang, yang menjadi ukuran prestasinya, bila digambarkan dengan
hal-hal yang bersifat simbolik itu memiliki arti besar bagi semua remaja untuk mendekatkan
dirinya ke usia dewasa, sehinggi mereka selalu mencari simbol-simbol baru.
Proses perubahan minat secara umum, terjadi hampir sepanjang garis kehidupan.
Perubahan-perubahan minat yang terjadi dalam proses tersebut disebabkan oleh perubahan pola
kehidupan, karena terdapat perubahan tugas dan tanggung jawab dan perubahan status.
(Mappiare, 1983:61).
Proses pembentukan pola minat terjadi selama masa dewasa. Menurut Mappiare (1983:
61), jenis-jenis minat yang terdapat dalam masa dewasa awal itu selalu dipraktekkan dalam
prosesnya. Apabila minat-minat tadi dalam prakteknya ternyata memuaskan individu yang
bersangkutan maka minat itu akan cenderung diulang. Pengulangan-pengulangan minat, lama-
kelamaan minat akan terbentuk menjadi pola minat. Jika pola minat tersebut telah menetap,
maka dapat diramalkan itulah pola minat yang dibawa individu tadi dalam masa tua kelak.
Minat dapat menyebabkan seseorang tertarik untuk memperhatikan. Sehubungan
dengan yang menyertai minat ada dua macam perhatian dilihat dari segi timbulnya:
a. Perhatian spontan (perhatian tak sekehendak, perhatian yang tak disengaja).
b. Perhatian sekehendak (perhatian disengaja, perhatian refleksif)
(Suryabrata, 2001:15).
Mappiare (1983: 61-62) mengungkapkan bahwa ada 3 (tiga) pola utama perubahan
minat, yaitu sebagai berikut:
1. Terjadi pengurangan jumlah yang diminati oleh seseorang sejalan dengan pertambahan usia
dan kurang perpindahan pada minat lain. Semua orang akan mengalami pengurangan terhadap
jumlah apa yang diminati sejalan dengan usia yang semakin bertambah tua.
2. Terjadi pergantian tentang minat apa yang diutamakan dan sedikit timbulnya minat baru.
Terjadinya pergantian tentang minat apa yang diutamakan, banyak bergantung pada
perubahan tugas-tugas dan tanggungjawab, sementara timbulnya minat baru sangat
bergantung pada adanya perubahan lingkungan, adanya kesempatan untuk pemunculan minat
itu, dan adanya motivasi yang kuat.
3. Terjadi penguatan minat-minat baru jika lingkungan “memaksa”, dan sifat-sifat minat baru itu
tidak sekelompok dengan minat yang telah dimantapkan sebelumnya.
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan minat menjadi anggota koperasi muncul
karena kesukaan individu terhadap suatu kegiatan yang menarik perhatiannya, perubahan minat
menjadi anggota koperasi dipengaruhi oleh pola hidup, tugas, tanggung jawab serta adanya
perubahan status, serta minat menjadi anggota koperasi akan menetap kuat dalam diri individu.
Menurut Dewa Ketut Sukardi (dalam Ardaniar 2008:29) ada tiga cara untuk menetukan
minat, yaitu :
1. Minat yang diekspresikan
Seseorang dapat menentukan minat atau pilihannya dengan menggunakan kata-kata tertentu.
2. Minat yang diwujudkan
Seseorang yang mengekspresikan minatnya bukan melalui kata-kata namun lewat tindakan.
Minat ini dapat diwujudkan dengan dengan aktif dalam aktivitas tertentu.
3. Minat yang diinventariskan
Minat seseorang dapat diukur dengan menjawab sejumlah pertanyaan tertentu atau menjawab
urutan pilihan untuk kelompok tertentu.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa minat
seseorang terdiri dari minat-minat pada masa remaja yang dapat berubah sepanjang garis
kehidupan. Dalam penelitian ini, yang mempengaruhi minat menjadi anggota koperasi meliputi
minat pribadi, minat sosial, minat terhadap pendidikan, dan minat terhadap pekerjaan.
2.3 Tinjauan Pendidikan
2.3.1 Pendidikan Secara Umum
Pendidikan merupakan usaha sadar dan sistematis, yang dilakukan oleh orang-orang
yang diserahi tanggungjawab untuk mempengaruhi peserta didik agar mempunyai sifat dan tabiat
sesuai dengan cita-cita pendidikan. Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan
umumnya berarti daya upaya untuk memajukan tumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin,
karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak. Dalam GBHN 1973 dijelaskan bahwa pendidikan
adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan peserta didik didalam
dan diluar dan berlangsung seumur hidup (Munib dkk.2007:32-33). Menurut Nasution (2009:10)
pendidikan adalah proses mengajar dan belajar pola-pola kelakuan manusia menurut apa yang
diharapkan oleh masyarakat
Sedangkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No.20 Tahun
2003 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yag diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara. (Himpunan Peraturan Perundang-undangan 2009:2).
Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah upaya
sadar manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya dengan memiliki keterampilan,
kepribadian yang matang, kecerdasan, serta akhlak yang mulia untuk keperluan dirinya sendiri,
masyarakat, serta bangsa dan tanah air.
Pendidikan dapat diartikan dalam berbagai sudut pandang. Pertama pendidikan sebagai
suatu sistem, artinya pendidikan merupakan keseluruhan gagasan terpadu yang mengatur usaha-
usaha sadar untuk membina seseorang mrncapai harkat dan kemanusiannya secara utuh.
Selanjutnya pendidikan sebagai suatu proses, artinya pendidikan sebagai pelaksanaan usaha-
usaha untuk mencapai tujuan tertentu dalam rangka mencapai harkat kemanusiaannya secara
utuh. Sedangkan pendidikan sebagai hasil, yaitu pendidikan dipandang sebagai sesuatu yang
telah dicapai atau dimiliki seseorang setelah proses pendidikan berlangsung (Munib
dkk.2007:55-56).
Upaya pendidikan sebagai suatu sistem akan relevan pada landasan yang digunakan
dalam proses pendidikan. Landasan pendidikan pada hakikatnya adalah dasar-dasar, titik pijak
yang melandasi operasionalisasi sistem pendidikan. Begitu pula di Indonesia memiliki landasan
dalam sistem pendidikannya.
Dalam pencapaian cita-cita dan tujuan nasional, pembangunan pendidikan nasional
memiliki dasar hukum yang kuat. Sesuai dengan dasar dan falsafah Negara Kesatuan Republik
Indonesia 17 Agustus 1945, maka dasar hukum pembangunan pendidikan nasional di Indonesia
meliputi landasan ideal yaitu Pancasila, landasan konstitusional yaitu UUD 1945, serta landasan
operasional yaitu GBHN dan UUSPN (Munib dkk.2007:68).
2.3.2 Ruang Lingkup Pendidikan
Menurut Philip H. Coombs, pendidikan dapat dibagi menjadi pendidikan formal,
informal, dan non formal. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang berprogram,
berstruktur dan berlangsung di persekolahan. Pendidikan informal adalah pendidikan yang tidak
berprogram, tidak terstruktur, berlangsung kapanpun dan dimanapun juga. Sedangkan
pendidikan non formal adalah pendidikan yang berstruktur, berprogram dan berlangsung di luar
persekolahan (Munib 2006:76).
Dalam Undang-undang No.20 Tahun 2003 pasal 13 (1) juga dinyatakan bahwa kegiatan
pendidikan dilaksanakan melalui 3 jalur yang secara lengkap berbunyi : ”Jalur pendidikan terdiri
atas pendidikan formal, informal, dan nonformal yang saling dapat melengkapi dan memperkaya
(Munib dkk 2007:144).
2.3.2.1 Pendidikan Formal
Pendidikan formal memiliki jenjang pendidikan yang jelas. Jenjang pendidikan formal
terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (Himpunan Peraturan
Perundang-Undangan 2009:10). Pendidikan formal memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. Tempat berlangsungnya kegiatan proses pembelajaran di gedung sekolah,
b. Untuk menjadi peserta didik ada persyaratan khusus yang harus dipenuhi misalnya usia,
c. Memiliki jenjang pendidikan secara jelas
d. Kurikulumnya disusun secara jelas untuk setiap jenjang dan jenisnya
e. Materi pembelajaran bersifat akademis
f. Pelaksanaan proses pendidikan relatif memakan waktu yang cukup lama
g. Ada ujian formal yang disertai dengan pemberian ijazah
h. Penyelenggara pendidikan adalah pemerintah/ swasta
i. Tenaga pengajar harus memiliki klasifikasi tertentu sebagaimana yang ditetapkan dan
diangkat untuk tugas tersebut
j. Diselenggarakan dengan menggunakan administrasi yang relatif seragam
(Munib dkk. 2007:144-145).
2.3.2.2 Pendidikan Informal
Pendidikan informal diatur dalam UU No. 20 Tahun 2003 pasal 27 ayat 1, 2, dan 3
yang selengkapnya berbunyi:
(1) jenjang pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk
kegiatan belajar secara mandiri
(2) hasil pendidikan informal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui sama dengan
pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar
pendidikan
(3) ketentuan mengenai pengakuan hasil pendidikan informal diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
Satuan pendidikan informal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok
belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majlis taklim, serta satuan pendidikan yang
sejenis. Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal
pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup dan sikap untuk mengembangkan profesi, bekerja,
usaha mandiri, dan/ atau melanjutkan pendidikan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi (Munib
dkk. 2007:146).
Adapun ciri-ciri pendidikan informal antara lain :
a. Dapat dilakukan di mana saja dan tidak terikat oleh hal-hal yang formal
b. Tidak ada persyaratan apapun
c. Tidak berjenjang
d. Tidak ada program yang direncanakan secara formal
e. Tidak ada materi tertentu yang harus tersaji secara formal
f. Berlangsung sepanjang hayat
g. Tidak ada ujian
h. Tidak ada lembaga tertentu sebagai penyelenggara (Munib dkk. 2007:146).
2.3.2.2 Pendidikan Nonformal
Penjelasan mengenai pendidikan nonformal dapat dilihat pada UU No.20 Tahun 2003
pasal 26, sebagai berikut.
1) Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/ pelengkap pendidikan formal
dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
2) Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan
pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan
kepribadian profesional.
3) Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini ,
pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan,
pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang
ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik (Himpunan Peraturan Perundang-
Undangan 2009:14).
Pendidikan kecakapan hidup (life skill) adalah pendidikan yang memberikan kecakapan
personal, sosial, intelektual, dan vokasional untuk bekerja atau usaha mandiri. Pendidikan
kepemudaan adalah pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan kader pemimpin
bangsa seperti organisasi pemuda, pendidikan kepanduan/ kepramukaan, keolahragaan, palang
merah, pelatihan kepemimpinan, pecinta alam, serta kewirausahaan. Sedangkan pendidikan
kesetaraan adalah program pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan umum
setara SD /MI, SMP/ MTS, dan SMA/ MA yang mencakup paket A, B, dan C. Pendidikan dan
pelatihan kerja dilaksanakan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dengan penekanan
pada penguasaan keterampilan fungsional yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja (Munib dkk.
2007:145-146).
Adapun ciri-ciri pendidikan nonformal antara lain:
a. Penyelenggaraan kegiatan proses pembelajaran dapat dilakukan di luar gedung sekolah.
b. Adakalanya usia menjadi persyaratan, tetapi tidak merupakan suatu keharusan
c. Pada umumnya tidak memiliki jenjang yang jelas.
d. Adanya program tertentu yang khusus hendak ditangani.
e. Bersifat praktis dan khusus.
f. Pendidikannya relatif berlangsung secara singkat.
g. Kadang-kadang ada ujian dan biasanya peserta mendapatkan sertifikat.
h. Dapat dilakukan oleh pemerintah maupun swasta (Munib dkk. 2007:146).
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, dapat disimpulkan pendidikan adalah
upaya sadar manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya dengan memiliki keterampilan,
kepribadian yang matang, kecerdasan, serta akhlak yang mulia untuk keperluan dirinya sendiri,
masyarakat, serta bangsa dan tanah air yang bisa diperoleh melalui pendidikan formal, informal,
dan Nonformal.
2.3.3 Pendidikan Perkoperasian
Pendidikan perkoperasian merupakan salah satu topik yang akan dipelajari dengan
topik bahasan khusus setelah mempelajari pendidikan dasar secara umum. Pendidikan
perkoperasian, baik yang formal maupun yang informal, merupakan keseluruhan proses
pengembangan kemampuan atau kecakapan dan perilaku secara terorganisir dan terus menerus
serta dirancang untuk mengkombinasikan gabungan pengetahuan keterampilan dan pengertian
dibidang perkoperasian yang bermanfaat bagi seluruh kegiatan kehidupan sosial ekonomi
masyarakat (Sukamdiyo 1996:101-102).
Pendidikan perkoperasian salah satunya ditujukan kepada masyarakat umum. Hal ini
sesuai dengan pendapat Sukamdiyo (1996:102) bahwa lingkup pendidikan perkoperasian
sangatlah luas, yang meliputi pendidikan kepada pengurus, pengawas, anggota, karyawan,
pembina, dan juga masyarakat pada umumnya. Pendidikan perkoperasian bagi masyarakat harus
dilaksanakan secara terpadu dan berkesinambungan antarkoperasi, antarbidang, dan antarinstansi
yang terkait. Berkesinambungan di sini berarti pendidikan merupakan kewajiban manusia
sepanjang hidup sehingga mereka harus belajar serta mengikuti perkembangan lingkungan yang
dinamis. Termasuk juga perkembangan koperasi, dengan pendidikan yang diperoleh masyarakat
diharapkan ikut berpartisipasi mengembangkan koperasi melalui masuk menjadi anggota
koperasi.
Pelaksanaan pendidikan perkoperasian kepada masyarakat tidak mungkin ditangani
sendiri oleh koperasi. Disini dibutuhkan peranan pemerintah yang sangat besar, misalnya melalui
sekolah-sekolah formal mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai ketingkat Perguruan Tinggi.
Bantuan dan peranan Lembaga Swadaya Mayarakat dan lembaga lain yang terkait, baik secara
langsung maupun tidak langsung, dalam memasyarakatkan koperasi dan mengkoperasikan
masyarakat (Sukamdiyo 1996:105).
Bantuan dan peranan yang bersifat langsung seperti melalui contoh-contoh di dalam
kotbah atau penerangan agama dari para pemuka agama, akan sangat efektif untuk memberikan
penjelasan tentang koperasi dan kebaikannya. Selain itu, diperlukan juga peranan surat kabar atau
majalah, serta siaran-siaran TV atau radio yang sangat bermanfaat dalam mendidik masyarakat
(Sukamdiyo 1996:105).
Pendidikan dalam penelitian ini adalah pendidikan perkoperasian yang diperoleh
masyarakat melalui jalur pendidikan formal, nonformal, maupun pendidikan informal. Dengan
pendidikan tersebut diharapkan masyarakat berpartisipasi dalam mengembangkan koperasi
dengan masuk menjadi anggota koperasi. Semakin besar pendidikan perkoperasian yang
diperoleh maka semakin besar pula minat masyarakat untuk masuk menjadi anggota koperasi dan
ikut serta dalam mengembangkan koperasi.
2.4 Tinjauan Pengetahuan Perkoperasian
2.4.1 Pengertian Pengetahuan Perkoperasian
Pengetahuan adalah apa yang kita ketahui tentang alam lingkungan kita (Sjamsuri
1989:2). Suriasumantri (dalam Sjamsuri,1989:2) mengungkapkan pengetahuan pada hakekatnya
merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu obyek termasuk kedalamnya adalah ilmu.
Sedangkan Rachman dkk.(2006:75) menjelaskan pengetahuan merupakan gambaran yang kita
peroleh tentang akibat yang dapat kita saksikan.
Pengetahuan adalah hasil proses dari usaha manusia untuk tahu (Salam 1997:28).
Tafsir (dalam Erfita 2008:7) menguraikan tentang pengetahuan, bahwa pengetahuan ialah semua
yang diketahui. Manusia ingin tahu kemudian mencari dan memperoleh pengetahuan. Yang
manusia peroleh itulah pengetahuan.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan
terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara
atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau
responden (Notoatmodjo 2007:139-142).
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui. Sedangkan perkoperasian merupakan segala
sesuatu yang menyangkut dengan kehidupan koperasi (Ichsan M 1965). Jadi pengetahuan
perkoperasian adalah segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan kehidupan koperasi.
2.4.2 Fungsi Pengetahuan Perkoperasian
Menurut Sjamsuri (1989:14) menjelaskan bahwa pengetahuan berfungsi untuk :
1. Pengembangan ilmu itu sendiri yang secara ekstrim menghasilkan ungkapan ”ilmu untuk ilmu”
2. Kepentingan kemanusiaan, yaitu untuk membantu manusia dalam memecahkan berbagai
permasalahan yang dihadapinya atau dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dalam penelitian ini, fungsi pengetahuan adalah fungsi pengetahuan perkoperasian.
Fungsi pengetahuan perkoperasian bagi masyarakat adalah membantu masyarakat dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi serta memenuhi kebutuhan hidupnya melalaui
koperasi.
2.4.3 Pengetahuan Perkoperasian Bagi Masyarakat
Dasar atau alasan mengapa kita membangun koperasi ada dua. Alasan tersebut
digunakan untuk menjawab pertanyaan masyarakat mengapa harus berkoperasi. Alasan yang
pertama adalah alasan yuridis, dan yang kedua adalah alasan ekonomis. (Departemen
Perdagangan dan Koperasi 1980:61).
Alasan yuridis merupakan alasan yang berpangkal pada dasar hukum yang menjamin
masyarakat untuk dapat mendirikan dan melakukan usaha-usaha bersama dalam wadah koperasi.
Dengan dasar tersebut maka masyarakat dijamin kebebasan untuk membangun koperasi. Alasan
ekonomis adalah alasan-alasan yang berdasarkan kemudahan-kemudahan dalam pelaksanaannya
dan secara ekonomis memberikan manfaat-manfaat yang benar-benar berguna bagi orang yang
menggabungkan diri dalam koperasi (Departemen Perdagangan dan Koperasi 1980:61-64).
Undang-Undang N0.25 tahun 1992 merupakan undang-undang yang mengatur tentang
perkoperasian di Indonesia. Dalam undang-undang tersebut menjelaskan pengetahuan tentang
perkoperaian. Menurut Anoraga (2003:120) pertama seseorang masuk menjadi anggota koperasi
adalah mengetahui terlebih dahulu pengertian koperasi. Pengetahuan tentang pengertian koperasi
terdapat dalam UU No. 25 Tahun 1992 yaitu, koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan
orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip
koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan
(Sembiring 2007:12).
Sitio Tamba (2001:30) menyebutkan bahwa keberhasilan koperasi sangat erat
hubungannya dengan partisipasi aktif anggotanya. Seorang anggota akan mau berpartisipasi, jika
yang bersangkutan mengetahui tujuan organisasi, manfaat terhadap dirinya, dan cara organisasi
tersebut dalam mencapai tujuan. Oleh karena itu keputusan seseorang untuk masuk menjadi
anggota harus didasarkan pada pengetahuan yang memadai tentang tujuan dan manfaat koperasi.
Pengetahuan tentang tujuan koperasi terdapat dalam Pasal 3 UU No. 25 Tahun 1992
menjelaskan bahwa koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka
mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945 (Sembiring 2007:13).
Dalam mencapai tujuannya koperasi melibatkan perangkat organisasi koperasi,
permodalan, dan prinsip-prinsip kerja koperasi. Perangkat organisasi koperasi terdiri atas rapat
anggota, pengurus, dan pengawas. Rapat anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi
dalam koperasi, pengurus bertugas mengelola koperasi dan usahanya, sementara pengawas
bertugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan koperasi
(Sitio Tamba 2001:37-39). Modal koperasi terdiri dari modal sendiri (berasal dari simpanan
pokok, simpanan wajib, dan dana cadangan) dan modal pinjaman (berasal dari anggota, koperasi
lain dan atau anggotanya, bank dan lembaga keuangan lainnya, serta penerbitan obligasi dan surat
hutang lainnya (Sembiring 2006:23).
Koperasi dalam melaksanakan usaha dan mencapai tujuannya menggunakan prinsip-
prinsip tertentu. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
a. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka
b. Pengelolaan dilakukan secara demokratis,
c. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha
masing-masing anggota,
d. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal,
e. Kemandirian (Sembiring 2007:13).
Pengetahuan mengenai manfaat koperasi bagi masyarakat dapat diketahui dari fungsi
dan peran koperasi yang terdapat dalam Undang-Undang No.25 Tahun 1992, fungsi dan peran
koperasi adalah :
a. Membangun dan mengembangkan
potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya
untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya,
b. Berperan serta secara aktif dalam
upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat,
c. Memperkokoh perekonomian rakyat
sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai
sokogurunya,
d. Berusaha untuk mewujudkan dan
mengembangkan perekonomian nasioanal yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan dan demokrasi ekonomi (Sembiring 2007:13).
Pengetahuan perkoperasian masyarakat dalam penelitian ini merupakan modifikasi
pendapat dari Anoraga dan Sitio & Tamba, yaitu pengetahuan masyarakat tentang pengertian,
manfaat, beserta tujuan koperasi. Pengetahuan perkoperasian tersebut terdiri dari :
Pengertian koperasi.
Tujuan Koperasi.
Fungsi dan Peran Koperasi.
Prinsip Koperasi.
Perangkat Organisasi Koperasi.
Permodalan Koperasi.
2.5 Tinjauan Motivasi Berkoperasi
2.5.1 Motivasi Secara Umum
Motivasi merupakan akibat dari interaksi seseorang dengan situasi tertentu yang
dihadapinya. Karena itulah terdapat perbedaan dalam kekuatan motivasi yang ditunjukkan oleh
seseorang dalam menghadapi situasi tertentu dibandingkan dengan orang lain yang menghadapi
situasi yang sama. Bahkan seseorang akan menunjukkan dorongan tertentu dalam menghadapi
situasi yang berbeda dan dalam waktu yang berlainan pula (Siagian 2004:137).
Setiap individu mempunyai kondisi internal. Kondisi intenal individu turut berperan
dalam aktivitas dirinya sehari-hari. Salah satu dari kondisi internal tersebut adalah motivasi (Uno
2006:1).
Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang
terdapat dalam diri individu. Motif tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat
diintepretasikan dalam tingkah lakunya, berupa rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga
munculnya suatu tingkah laku tertentu (Uno 2006:2).
Menurut Danim (dalam Darmilah 2007) motivasi yaitu sikap dan nilai dasar yang
dianut oleh seseorang atau sekelompok orang untuk bertindak atau tidak bertindak. Motivasi pada
prinsipnya adalah kemudi yang kuat dalam membawa seseorang melakukan kebijakan manajemen
yang bisa terwujud dalam perilaku antusias, berorientasi pada tujuan dan memiliki target kerja
yang jelas, baik secara individu maupun kelompok.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah
kondisi internal seseorang yang berupa sikap untuk bertindak atau tidak bertindak dalam situasi
tertentu. Motivasi yang dimiliki oleh masing-masing individu berbeda tergantung dari situasi
tertentu yang dihadapi.
2.5.2 Motivasi Berkoperasi
Siagian (2004:142) menyatakan berbagai hal yang biasanya terkandung dalam definisi-
definisi tentang motivasi antara lain adalah keinginan, harapan, kebutuhan, tujuan, sasaran,
dorongan, dan insentif. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa suatu motif adalah kejiwaan
yang mendorong, mengaktifkan atau menggerakkan dan motif itulah yang mengarahkan dan
menyalurkan perilaku, sikap yang selalu dikaitkan dengan pencapaian tujuan, baik tujuan
organisasi maupun tujuan pribadi anggota organisasi yang bersangkutan. Karena itulah dapat
dikatakan bahwa bagaimanapun motivasi didefinisikan, terdapat tiga komponen utamanya, yaitu
kebutuhan, dorongan, dan tujuan.
Motivasi seringkali dikaitkan dengan kebutuhan yang dimiliki. Hal ini sejalan dengan
pendapat Uno (2006:5) yang menyatakan bahwa dari berbagai teori tentang motivasi, terdapat
teori yang bertitik tolak pada dorongan yang berbeda satu sama lain. Ada teori motivasi yang
bertitik tolak pada dorongan dan pencapaian kepuasan, ada pula yang bertitik tolak pada asas
kebutuhan. Motivasi menurut asas kebutuhan saat ini banyak diminati.
Salah satu teori motivasi yang mengungkap komponen kebutuhan adalah teori tiga
kebutuhan yang diungkapkan oleh David McCleland beserta rekan-rekannya. Kebutuhan tersebut
meliputi (Siagian 2004:167-170) :
1. Need For Achievement (Kebutuhan untuk berhasil)
Kiranya tidak akan ada kesukaran untuk menerima pendapat yang mengatakan bahwa
setiap orang ingin dipandang sebagai orang yang berhasil dalam hidupnya. Keberhasilan itu
mencakup seluruh segi kehidupan dan penghidupan seseorang. Kebutuhan untuk berhasil
biasanya tercermin pada adanya dorongan untuk meraih kemajuan dan mencapai prestasi
sesuai dengan standar yag telah ditetapkan.
2. Need For Power ( Kebutuhan Akan Kekuasaan)
Kebutuhan akan kekuasaan menampakkan diri pada keinginan untuk mempunyai
pengaruh terhadap orang lain. Seseorang dengan kebutuhan akan kekuasaan yang besar
biasanya menyukai kondisi persaiangan dan orientasi status serta akan lebih memberikan
perhatiannya pada hal-hal yang memungkinkannya memperbesar pengaruhnya terhadap orang
lain, antara lain dengan memperbesar ketergantungan orang lain itu padanya.
3. Need For Affiliation (Kebutuhan Akan Afiliasi)
Kebutuhan afiliasi merupakan kebutuhan nyata dari setiap manusia, terlepas dari
kedudukan, jabatan dan pekerjaannya. Kebutuhan akan afiliasi pada umumnya tercermin pada
keinginan berada pada situasi yang bersahabat dalam interaksi seseorang dengan orang lain
dalam organisasi, apakah orang lain itu teman sekerja atau atasan. Kebutuhan akan afiliasi
biasanya agar terpenuhi melalui kerjasama dengan orang lain.
Menurut Sunarto (dalam Ardaniar 2008:23) seseorang akan mau menjadi anggota
koperasi atau akan mempertahankan keanggotanya, jika mengharapkan bahwa ”kegunaan”
(utility) yang dapat mereka peroleh dari koperasi lebih besar daripada manfaat apabila tidak
menjadi anggota koperasi. Selain berorientasi pada tujuan ekonomis individu menjadi anggota
juga dipengaruhi oleh faktor lain diantaranya seperti status, kekuasaan, reputasi, dan tujuan-tujuan
lainnya.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi
merupakan dorongan yang timbul karena adanya kebutuhan yang ingin dipenuhi dalam
melakukan kegiatan. Sedangkan berkoperasi merupakan berusaha atau bekerja dengan jalan
koperasi. Jadi motivasi berkoperasi adalah dorongan yang timbul karena adanya kebutuhan yang
ingin dipenuhi melalui berusaha atau bekerja dengan jalan koperasi. Dimana kebutuhan tersebut
terdiri dari kebutuhan untuk berhasil, kebutuhan akan kekuasaan, dan kebutuhan akan afiliasi.
2.6 PENELITIAN TERDAHULU
a. Slamet Subandi dalam jurnalnya yang berjudul ”Kedudukan Dan Kiprah Koperasi Dalam
Mendukung Pemberdayaan UMKM”. Dalam penelitian ini permasalahan yang dibahas
adalah semakin menyurutnya peranan koperasi dalam pembangunan ekonomi serta masalah
rendahnya minat masyarakat dan partisipasi anggota koperasi. Hasil penelitian menyatakan
bahwa hal tersebut terjadi karena kedudukan koperasi dalam mendukung pemberdayaan
UMKM belum berjalan maksimal, semua itu disebabkan oleh berbagai masalah yang
dihadapi dalam pembangunan koperasi. Maka kelembagaan koperasi hendaknaya
dinyatakan sebagai suatu sistem kelembagaan yang dengan kriteria-kriteria tertentu dapat
menjadi soko guru perekonomian nasional, yang dibangun oleh sebagian besar rakyat yang
tergolong dalam kelompok UMKM.
b. Burhanuddin R. tahun 2006 dalam jurnalnya yang berjudul “Evaluasi Program Pendidikan
dan Latihan Pada Koperasi Pondok Pesantren”. Hasil Penenlitian ini adalah terdapat
hubungan antara input pelatihan dan pendidikan dengan kinerja kopontren. Input tersebut
adalah materi, metode, teori, praktek lapangan, sarana dan prasarana pelatihan, format
pelaksanaan pelatihan dan pengembangan wacana koperasi yang berhubungan dengan
kemampuan peserta, mudah menyelesaikan tugas dan tanggungjawab serta menyesuaikan
diri dengan lingkungan usaha Kopontren, atau instansi lain.
c. Any Meilani dan Sri Ismulyati tahun 2002 dalam penelitiannya yang berjudul ”Hubungan Antara
Faktor Anggota Dan Partisipasi Terhadap Keberhasialan Usaha Koperasi Di Kabupaten Bogor”.
Terdapat hubungan antara faktor anggota dan partisispasi terhadap keberhasilan usaha koperasi,
dimana salah satu faktor anggota tersebut adalah usia produktif 20-54 tahun. Karena usia produktif
sangat berpengaruh terhadap produktifitas dan partisipasinya dalam berbagai aktifitas.
d. Darmilah tahun 2007 dalam skripsinya yang berjudul ”Pengaruh motivasi berkoperasi dan
pelayanan koperasi terhadap minat mahasiswa program koperasi menjadi anggota KOPMA
UNNES tahun 2004-2006”. Hasil penelitiannya terdapat pengaruh positif antara motivasi
berkoperasi dan pelayanan koperasi terhadap minat mahasiswa prodi koperasi menjadi
anggota KOPMA UNNES baik secara parsial maupun simultan dibuktikan dari uji F dan uji
t yang memperoleh signifikasi di bawah 0,05. Motivasi berkoperasi dan pelayanan koperasi
berpengaruh secara bersama-sama sebesar 47,1% sedangkan sisanya 52,97 dipengaruhi
faktor lain yang tidak diteliti.
e. Erfita tahun 2008 dalam skripsinya yang berjudul ”Pengaruh Pengetahuan Perkoperasian
Dan Minat Berkoperasi Terhadap Partisipasi Anggota KPRI Sejahtera, Kecamatan
Jumantono, Kabupaten Karanganyar Tahun 2007”. Hasil penelitiannya ada pengaruh secara
bersama-sama pengetahuan perkoperasian dan minat berkoperasi terhadap partisipasi
anggota sebesar 54,7% dan sisanya sebesar 45,3% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak
dibahas dalam penelitian ini.
f. Nafatali Ardaniar tahun 2008 dalam skripsinya yang berjudul ”Pengaruh Persepsi Tentang
Koperasi Dan Motivasi Berkoperasi Terhadap Minat Mahasiswa Prodi Koperasi Angkatan
2005-2007 Menjadi Anggota KOPMA UNNES”. Hasil penelitian ini adalah secara simultan
persepsi tentang koperasi dan motivasi berkoperasi berpengaruh terhadap minat menjadi
anggota KOPMA UNNES sebesar 32,4% dan sisanya sebesar 67,6%% dipengaruhi faktor
lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini, sedangkan secara parsial persepsi tentang
koperasi 18,75% dan motivasi berkoperasi sebesar 9,73%.
2.7 KERANGKA BERPIKIR
Adanya dukungan pemerintah terhadap koperasi, membuktikan bahwa kedudukan
koperasi di Indonesia sangat penting dalam menumbuh kembangkan potensi ekonomi rakyat.
Serta mewujudkan kehidupan demokratis ekonomi yang mempunyai ciri-ciri demokrasi,
kebersamaan, kekeluargaan, dan keterbukaan. Masyarakat sebagai pelaku pembangunan,
diharapkan ikut berpartisipasi dalam memajukan koperasi. Partisipasi tersebut dapat dilihat dari
adanya minat masyarakat untuk menjadi anggota koperasi.
Pendidikan merupakan salah satu faktor pendorong minat menjadi anggota koperasi.
Menurut Sukamdiyo (1996:102) lingkup pendidikan perkoperasian sangat luas, salah satunya
ditujukan kepada masyarakat umum. Pendidikan kepada masyarakat harus dilaksanakan secara
terpadu dan berkesinambungan untuk mengikuti perkembangan lingkungan yang dinamis,
termasuk perkembangan koperasi. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan masyarakat perlu
mengikuti perkembangan lingkungan yang dinamis melalui pendidikan. Termasuk juga
perkembangan koperasi dan amanat undang-undang perkoperasian dimana masyarakat harus
turut serta dalam mengembangkan koperasi, salah satunya dengan masuk menjadi anggota
koperasi.
Semakin baik pendidikan seseorang terutama pendidikan perkoperasian yang dimiliki,
maka kesadaran berkoperasinya meningkat sehingga mendorong minatnya untuk menjadi
anggota koperasi. Jika seseorang pendidikannya rendah, terutama pendidikan perkoperasian,
maka kesadaran dan pemahaman berkoperasinya juga rendah. Sehingga minat untuk masuk
menjadi anggota koperasi rendah. Dengan demikian pendidikan mempunyai pengaruh terhadap
minat menjadi anggota koperasi.
Untuk masuk menjadi anggota, seseorang haruslah mengetahui tentang organisasi yang
dimasukinya. Hal ini sejalan dengan pendapat Anoaga (2003:120) bahwa pertama seseorang
masuk menjadi anggota koperasi adalah mengetahui pengertian koperasi. Kemudian menurut
Sitio Tamba (2001:30) Keputusan seseorang untuk masuk menjadi anggota koperasi harus
didasarkan pada pengetahuan yang memadai tentang tujuan dan manfaat koperasi.
Dari kedua pendapan tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat akan berminat
menjadi anggota koperasi jika mengetahui terlebih dahulu tentang perkoperasian. Pengetahuan
tersebut meliputi pengetahuan tentang pengertian koperasi, tujuan koperasi, fungsi dan peran
koperasi, prinsip koperasi, perangkat organisasi koperasi, dan permodalan koperasi. Jika
pengetahuan seseorang tentang koperasi rendah, maka keinginan untuk menjadi anggota koperasi
juga rendah. Semakin tinggi tingkat pengetahuan perkoperasian seseorang, semakin tinggi pula
minatnya untuk menjadi anggota koperasi.
Selain pendidikan dan pengetahuan perkoperasian, motivasi berkoperasi juga
mempunyai pengaruh terhadap minat menjadi anggota koperasi. Menurut Uno (2008:1) motivasi
adalah dorongan dasar yang menggerakkan seseorang bertingkah laku. Maka perbuatan
seseorang didasarkan atas motivasi tertentu dan mengandung tema yang sesuai. Maka dapat
disimpulkan bahwa minat seseorang untuk masuk menjadi anggota koperasi didasarkan pada
motivasi yang dimiliki. Motivasi yang kuat untuk berkoperasi akan berpengaruh terhadap
tingginya minat untuk menjadi anggota koperasi sedangkan kurangnya motivasi berkoperasi
akan berpengaruh terhadap rendahnya minat untuk menjadi anggota koperasi.
Sejalan dengan prinsip koperasi, bahwa keanggotaan koperasi bersifat sukarela dan
terbuka. Prinsip ini menjelaskan bahwa seseorang tidak boleh dipaksa untuk menjadi anggota
koperasi, namun harus berdasar atas kesadaran sendiri. Berdasarkan prinsip koperasi, masyarakat
untuk menjadi anggota koperasi harus berdasar kesadaran sendiri. kesadaran ini dapat berupa
minat pribadi, minat sosial, minat terhadap pendidikan, minat terhadap pekerjaan.
Minat pribadi merupakan minat yang berhubungan dengan tujuan dari masing-masing
pribadi, di mana tujuan pribadi satu dengan yang lainnya berbeda, minat sosial di sini adalah
minat pribadi menjadi anggota koperasi dikarenakan adanya kepentingan sosial yang hendak
diwujudkan, minat terhadap pendidikan adalah masyarakat menjadi anggota koperasi
dikarenakan adanya kepentingan yang berhubungan dengan pendidikan, yaitu menambah
pendidikannya dibidang perkoperasian. Sedangkan minat terhadap pekerjaan merupakan minat
yang mendorong masyarakat menjadi anggota koperasi karena mempunyai tujuan mempermudah
pekerjaannya melalui koperasi, dengan memenfaatkan pelayanan koperasi sebagai anggota
koperasi itu sendiri. Minat-minat tersebut merupakan indikator dari minat masyarakat untuk
menjadi anggota koperasi.
Dari uraian di atas, hubungan antara pendidikan dan pengetahuan perkoperasian
terhadap minat menjadi anggota koperasi dapat dilihat lebih mudah melalui skema kerangka
berpikir. Skema kerangka berpikir adalah sebagai berikut.
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir
2.8 HIPOTESIS
Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto 2006:71).
Ha: Ada pengaruh pendidikan, pengetahuan perkoperasian, dan motivasi berkoperasi terhadap
minat masyarakat menjadi anggota koperasi di Kecamatan Wedarijaksa Kabupaten Pati baik
secara simultan maupun parsial.
Pendidikan(X1)Indikator
Pendidikan Formal Pendidikan Informal Pendidikan Nonformal
Pengetahuan Perkoperasian (X2)
Indikator
Pengertian koperasi Tujuan Koperasi Fungsi dan Peran Koperasi Prinsip Koperasi Perangkat Organisasi
Koperasi Permodalan Koperasi
Minat Menjadi Anggota (Y)
Indikator
Minat pribadi Minat sosial Minat terhadap
pendidikan Minat terhadap
pekerjaan
Motivasi Berkoperasi (X3)Indikator
Kebutuhan untuk berhasil Kebutuhan akan kekuasaan Kebutuhan akan afiliasi