3
 SIKAP POSITIF TERHADAP BAHASA INDONESIA (Hanifullah Syukri) A. Pendahuluan Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak bisa lepas dari penggunaan bahasa. Mereka berkomunikasi antara satu individu dengan individu lain selalu menggunakan bahasa, baik penggunaan bahasa secara verbal atau pun non verbal. Dalam penggunaan bahasa tersebut ada orang yang menggunakannya dengan “kesadaran” bahwa dia sedang berbahasa dan ada juga orang yang menggunakannya dengan “tidak menggunakan kesadaran” bahwa dia sedang berbahasa. Orang yang pertama itulah orang yang sadar bahwa dalam menggunakan bahasa itu berkonsekuensi, sedangkan pengguna bahasa model kedua adalah orang yang “sekadar” berbahasa dan tidak memikirkan sampai jauh akan munculnya konsekuensi-konsekuensi dalam penggunaan bahasanya tersebut. Ini semua menjadi suatu hal yang cukup menarik. Seseorang yang menggunakan bahasa Indonesia dengan “kesadaran” bahwa berbahasa indonesianya itu akan berkonsekuensi dan berpengaruh pada tata kehidupannya akan sangat berbeda dengan seseorang yang menggunakan bahasa Indonesia sebatas hanya dipakai untuk alat berkomunikasi saja. Orang yang pertama memberikan kesan hati-hati dalam penggunaan bahasa Indonesianya, berupaya tidak membuat kesalahan-kesalahan, runtut dalam olah penalarannya, mencermati pilihan kata-kata yang dipakainya, dan seterusnya. Orang kedua cenderung tidak memerhatikan itu semua (sebagaimana yang dilakukan oleh orang pertama). Orang pertama itulah yang kita golongkan ke dalam manusia yang “tahu dan sadar” akan sikap positif terhadap bahasa (Indonesia), sedangkan orang kedua kita golongkan ke dalam kelompok manusia yang “tidak sadar” akan sikap positif terhadap bahasa. B. Teori tentang Sikap Bahasa Menurut Dittmar (dalam Suwito, 1996:103) pengertian sikap bahasa ditandai oleh sejumlah ciri-ciri yang antara lain meliputi: pemilihan bahasa dalam masyarakat multilingual, distribusi perbendaharaan bahasa, perbedaan-perbedaan dialektal, dan masalah-masalah yang timbul sebagai akibat adanya interaksi antara individu-individu. Apabila di dalam suatu masyarakat dikenal lebih dari satu bahasa, maka pemilihan bahasa manakah yang akan dipergunakan sebagai alat komunikasi umum di dalam masyarakat itulah yang menunjukkan sikap masyarakat terhadap bahasa tersebut. Sikap positif terhadap bahasa dapat terlihat pada pemakaian bahasa sehari-hari oleh pemakai bahasa, sikap positif juga terlihat pada penampilan seseorang ketika menggunakan bahasa. Sikap terhadap bahasa itu terlihat dari penghargaannya dan kebanggaannya terhadap bahasa (Mansoer Pateda, 2001:61). Pendapat lain menyatakan seseorang dianggap bersikap positif terhadap sebuah bahasa apabila orang itu mempunyai kemampuan yang baik terhadap bahasa itu, mempunyai impresi yang juga baik, masih menggunakan bahasa itu dalam berbagai ranah, dan mau menurunkan penggunaan bahasa itu kepada generasi berikutnya (Sugiyono, 2011:68). Garvin dan Mathiot (dalam Suwito, 1996:104) menjelaskan setidaknya ada tiga ciri pokok yang terkandung dalam sikap bahasa, yaitu kesetiaan bahasa (language loyalty), kebanggaan bahasa (language pride), dan kesadaran akan adanya norma bahasa (awareness of the norm). Kesetiaan bahasa adalah sikap yang mendorong suatu masyarakat tutur untuk mempertahankan kemandirian

CONTOH MAKALAH B.INDONESIA DARI PAK HANIF

Embed Size (px)

DESCRIPTION

TUGAS MAKALAH BAHASA INDONESIA

Citation preview

Page 1: CONTOH MAKALAH B.INDONESIA DARI PAK HANIF

5/12/2018 CONTOH MAKALAH B.INDONESIA DARI PAK HANIF - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/contoh-makalah-bindonesia-dari-pak-hanif 1/3

SIKAP POSITIF TERHADAP BAHASA INDONESIA

(Hanifullah Syukri)

A.  Pendahuluan

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak bisa lepas dari penggunaan bahasa. Mereka

berkomunikasi antara satu individu dengan individu lain selalu menggunakan bahasa, baik

penggunaan bahasa secara verbal atau pun non verbal. Dalam penggunaan bahasa tersebut ada

orang yang menggunakannya dengan “kesadaran” bahwa dia sedang berbahasa dan ada juga orang

yang menggunakannya dengan “tidak menggunakan kesadaran” bahwa dia sedang berbahasa.

Orang yang pertama itulah orang yang sadar bahwa dalam menggunakan bahasa itu berkonsekuensi,

sedangkan pengguna bahasa model kedua adalah orang yang “sekadar” berbahasa dan tidak

memikirkan sampai jauh akan munculnya konsekuensi-konsekuensi dalam penggunaan bahasanya

tersebut.Ini semua menjadi suatu hal yang cukup menarik. Seseorang yang menggunakan bahasa

Indonesia dengan “kesadaran” bahwa berbahasa indonesianya itu akan berkonsekuensi dan

berpengaruh pada tata kehidupannya akan sangat berbeda dengan seseorang yang menggunakan

bahasa Indonesia sebatas hanya dipakai  untuk alat berkomunikasi saja. Orang yang pertama

memberikan kesan hati-hati dalam penggunaan bahasa Indonesianya, berupaya tidak membuat

kesalahan-kesalahan, runtut dalam olah penalarannya, mencermati pilihan kata-kata yang

dipakainya, dan seterusnya. Orang kedua cenderung tidak memerhatikan itu semua (sebagaimana

yang dilakukan oleh orang pertama). Orang pertama itulah yang kita golongkan ke dalam manusia

yang “tahu dan sadar” akan sikap positif terhadap bahasa (Indonesia), sedangkan orang kedua kita

golongkan ke dalam kelompok manusia yang “tidak sadar” akan sikap positif terhadap bahasa.

B.  Teori tentang Sikap Bahasa

Menurut Dittmar (dalam Suwito, 1996:103) pengertian sikap bahasa ditandai oleh

sejumlah ciri-ciri yang antara lain meliputi: pemilihan bahasa dalam masyarakat multilingual,

distribusi perbendaharaan bahasa, perbedaan-perbedaan dialektal, dan masalah-masalah yang

timbul sebagai akibat adanya interaksi antara individu-individu. Apabila di dalam suatu masyarakat

dikenal lebih dari satu bahasa, maka pemilihan bahasa manakah yang akan dipergunakan sebagai

alat komunikasi umum di dalam masyarakat itulah yang menunjukkan sikap masyarakat terhadap

bahasa tersebut.Sikap positif terhadap bahasa dapat terlihat pada pemakaian bahasa sehari-hari oleh

pemakai bahasa, sikap positif juga terlihat pada penampilan seseorang ketika menggunakan bahasa.

Sikap terhadap bahasa itu terlihat dari penghargaannya dan kebanggaannya terhadap bahasa

(Mansoer Pateda, 2001:61). Pendapat lain menyatakan seseorang dianggap bersikap positif 

terhadap sebuah bahasa apabila orang itu mempunyai kemampuan yang baik terhadap bahasa itu,

mempunyai impresi yang juga baik, masih menggunakan bahasa itu dalam berbagai ranah, dan mau

menurunkan penggunaan bahasa itu kepada generasi berikutnya (Sugiyono, 2011:68).

Garvin dan Mathiot (dalam Suwito, 1996:104) menjelaskan setidaknya ada tiga ciri pokok

yang terkandung dalam sikap bahasa, yaitu kesetiaan bahasa (language loyalty), kebanggaan bahasa

(language pride), dan kesadaran akan adanya norma bahasa (awareness of the norm). Kesetiaan

bahasa adalah sikap yang mendorong suatu masyarakat tutur untuk mempertahankan kemandirian

Page 2: CONTOH MAKALAH B.INDONESIA DARI PAK HANIF

5/12/2018 CONTOH MAKALAH B.INDONESIA DARI PAK HANIF - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/contoh-makalah-bindonesia-dari-pak-hanif 2/3

bahasanya. Kebanggaan bahasa merupakan sikap yang mendorong seseorang atau kelompok orang

menjadikan bahasanya sebagai lambang identitas dan membedakan dengan orang atau kelompok

lain. Kesadaran akan adanya norma bahasa adalah sikap yang mendorong penggunaan bahasa

secara cermat, santun, dan layak.

Kesetiaan bahasa, kebanggaan bahasa, dan kesadaran akan adanya norma bahasa

merupakan ciri-ciri sikap positif terhadap suatu bahasa. Sebaliknya, sikap-sikap yang bertolak

belakang dengan sikap-sikap positif itu dikategorikan sebagai sikap negatif. Sikap negatif ditunjukkan

dengan jika seseorang atau sekelompok orang dalam masyarakat tutur tidak ada lagi gairah atau

dorongan untuk mempertahankan kemandirian bahasanya, tidak bangga terhadap bahasanya dan

mengalihkan kebanggaannya kepada bahasa lain, dan tidak merasa berkewajiban menunjukkan

identitasnya melalui penggunaan bahasanya.

C.  Kenyataan di Lapangan

Suatu ketika saya mendengar seorang mahasiswa mengatakan: “Pak Sholehnya ada?, pak 

Hanifnya ada?”  Yang membuat saya lebih prihatin, ternyata mahasiswa itu adalah mahasiswa jurusan Sastra Indonesia, fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret tercinta. Saya

sempat merenungkan hal itu berulang-ulang, mengapa mereka bisa seperti itu? Contoh lain yang

 juga kurang sedap didengar adalah ungkapan mahasiswa kepada dosennya: “Bu Chatri, ntar siang

ibu bisa kasih kuliah kan”?  Ada contoh lain lagi, yang juga kurang enak didengar (dalam bahasa

Jawa sering disebut dengan ‘mak prinding’), dan juga diucapkan oleh seorang mahasiswa kepada

dosennya: “Pak Taufiq, Anda bisa sampai kampus kira-kira jam berapa ya” ? Masih banyak contoh

lain penggunaan bahasa Indonesia kurang tepat yang bisa kita temui dalam kehidupan sehari-hari.

Penggunaan istilah ‘student centre’, ‘hanif’s salon for ladies and gentlemen’, ‘medical centre’ , dan

lain-lain juga menjadi suatu hal yang lumrah di kalangan pemakai bahasa Indonesia.

Kenyataan seperti itulah yang ada di lingkungan sekitar kita, berkaitan dengan penggunaan

bahasa Indonesia. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah: “ Sikap positif atau sikap negatifkah

yang hinggap dalam diri kita ketika kita bersikap terhadap bahasa Indonesia?” Baik sikap positif atau

sikap negatif terhadap bahasa Indonesia, bahasa nasional dan kebanggaan kita, akan berpengaruh

pada kehidupan, terutama dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sikap positif akan

‘membela’ bahasa Indonesia, sedangkan sikap negatif akan ‘menghancurkan dan merusak’ bahasa

Indonesia.

D.  Pentingnya Bahasa dalam Kehidupan

Bahasa menunjukkan bangsa. Kata mutiara itu sudah bukan hal asing dalamperbendaharaan kekayaan intelektualitas kita. Banyak ahli bahasa menyetujui kevalidan ungkapan

itu. Bahkan, sebenarnya, ungkapan itu dapat dirasakan kebenarannya, ketika seseorang atau

kelompok orang dihadapkan kepada situasi di mana seseorang atau kelompok orang tersebut harus

memilih salah satu bahasa yang akan dipakainya dalam kehidupan sehari-hari, bermasyarakat, dan

bernegara. Seseorang atau kelompok orang dapat diterka dan diprediksi keberadaannya

(eksistensinya) dari penggunaan bahasanya. Penggunaan bahasa yang tepat, runtut, dan logis di satu

pihak, atau penggunaan bahasa yang berlepotan, di pihak lain, akan sangat berpengaruh pada jalan

berpikir dan logika orang atau kelompok orang tadi.

Interaksi, baik dalam tataran individu, kelompok masyarakat, bernegara, sampai tingkat

dunia, akan dipengaruhi oleh penggunaan bahasanya. Sikap bahasa-sikap bahasa terhadap bahasa

Page 3: CONTOH MAKALAH B.INDONESIA DARI PAK HANIF

5/12/2018 CONTOH MAKALAH B.INDONESIA DARI PAK HANIF - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/contoh-makalah-bindonesia-dari-pak-hanif 3/3

tertentu (misalnya bahasa Indonesia), baik sikap positif atau sikap negatif, akan tampak jelas dalam

interaksi-interaksi itu.

Penggunaan bahasa Inggris oleh masyarakat dunia dapat dipakai sebagai contoh yang

menjelaskan hal tersebut. Kebanggaan terhadap bahasa Inggris oleh masyarakat dunia terlihat jelas.

Itu diperlihatkan oleh sikap-sikap yang diperlihatkan oleh para penggunanya, baik dalam

kesetiaannya, kebanggaannya, atau pun kesadaran akan norma bahasanya. Banyak masyarakat

Indonesia yang bersikap positif terhadap bahasa Inggris, bangga jika anaknya mengikuti les bahasa

Inggris, bangga jika anaknya memenangkan lomba pidato berbahasa Inggris, bangga jika dapat

berkomunikasi aktif dengan turis asing dalam bahasa Inggris. Sementara itu, terhadap hal yang

sama, bagaimana sikap masyarakat Indonesia itu terhadap bahasa mereka sendiri, bahasa

Indonesia???

E.  Kewajiban Teoretik-Praktik Kita terhadap Bahasa Indonesia

Kita adalah manusia Indonesia, bukan manusia Inggris. Rumah kita di Indonesia, bukan di

Inggris. Bahasa kita adalah bahasa Indonesia, bukan bahasa Inggris. Harta kekayaan kita adalahbahasa Indonesia, bukan bahasa Inggris. Tanah tumpah darah kita adalah Indonesia, bukan Inggris.

Apa yang dapat kita berikan untuk tanah tumpah darah kita? Kalau kita MENGAKU sebagai umat

Indonesia, sudah sepantasnyalah jika kita bela bahasa kita, bahasa Indonesia. Kita sayangi bahasa

Indonesia, kita cintai bahasa Indonesia, kita bangga berbahasa Indonesia.

Pembelaan, pemeliharaan, penggunaan, dan pelestarian adalah upaya yang harus kita

lakukan untuk mendukung misi “Aku Cinta Bahasa Indonesia”. Secara teoretik kita harus setia

(language loyalty), bangga (language pride), dan sadar akan adanya norma bahasa (awareness of the

norm) terhadap bahasa Indonesia. Saya membayangkan suatu saat nanti bahasa Indonesia akan

dipakai dan terpampang dalam produk-produk rumah tangga yang didistribusikan di luar negeri.

Bahasa kita akan dikenal oleh orang Brasilia, Korea, Uganda, Norwegia. Saya membayangkan suatu

saat nanti bahasa Indonesia akan menjadi bahasa internasional yang digunakan di PBB, sebagaimana

telah dilakukan oleh presiden Suharto di masa kepemerintahannya.

Sebaliknya, jangan rusak bahasa kita, bahasa Indonesia. Jangan jadi orang asing di negeri

sendiri. Semampu kita, kita benahi kesalahan-kesalahan penggunaan bahasa Indonesia masyarakat

di sekitar kita.

F.  Semua Terserah kepada Kita

Sebagai penutup kertas kerja ini, semua upaya pembelaan, pemeliharaan, penggunaan,

dan pelestarian diserahkan kepada kita, para pencinta bahasa Indonesia. Bahasa itu tidak bernyawa.Kitalah yang bernyawa. Semua variasi language planning itu terserah pada kita. Kita menjadi tokoh

DUNIA atau tokoh KENTINGAN itu terserah pada kita. Di manakah kita sesungguhnya? Di manakah

bahasa kita dalam peta dunia bahasa?

G.  Daftar Pustaka

Mansoer Pateda, 2001. Sosiolinguistik. Gorontalo: Viladan.

Sugiyono, dan Sri Satriya Tjatur W. S.. 2011. Sikap Masyarakat Indonesia terhadap Bahasanya.

Yogyakarta: Elmatera Publishing.

Suwito. 1996. Sosiolinguistik Buku Pegangan Kuliah Fakultas Sastra Indonesia. Surakarta: UNS

Press.