Upload
amelia-christiana
View
129
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
MO FORENSIK
Seorang Laki-Laki Ditemukan di Sebuah Sungai kering yang Penuh Batu-Batuan Dalam
Keadaan Mati Tertelungkup
KELOMPOK III
030.08.021 Amelia Christiana 030.08.039 Arina Mana Sikana
030.08.025 Andre Ferryandri Susantio 030.08.044 Aseptri Wijaya
030.08.026 Andreas Kurniawan Suwito 030.08.045 Asti Meidianti
030.08.031 Anindita Juwita P 030.08.049 Ayu Ningtyas Nugroho
030.08.032 Anisa Destya Rahmasari 030.08.051 Ayuniza Harmayati
030.08.033 Anita Anggitia Permana 030.08.056 Bena Miralda
030.08.037 Arianti Anggraini 030.08.057 Benidiktus Dewa S.
030.08.038 Arie Reza 030.08.061 Birri Ifkar
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
Jakarta, 16 April 2011
BAB I
PENDAHULUAN
Pembunuhan adalah suatu tindakan untuk menghilangkan nyawa seseorang dengan cara
yang melanggar hukum, maupun yang tidak melawan hukum. Forensik (berasal dari bahasa
Yunani Forensis yang berarti "debat" atau "perdebatan") adalah bidang ilmu pengetahuan yang
digunakan untuk membantu proses penegakan keadilan melalui proses penerapan ilmu atau
sains. Seorang penyidik berhak meminta bantuan kepada ahli forensik dalam membantu
pemecahan sebuah kasus seperti yang tertuang dalam Pasal 133 ayat 1: Dalam Hal penyidik
untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracuanan ataupun mati
yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan
permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan ahli lainnya. (1)
BAB II
Laporan Kasus
Seorang laki-laki ditemukan di sungai kering yang penuh batu-batuan dalam keadaan
mati tertelungkup. Ia mengenakan kaos dalam atau oblong dan celana panjang yang dibagian
bawahnya digulung hingga setengahb tungkai bawahnya. Lehernya terikat lengan baju (yang
kemudian diketahui sebagai baju miliknya sendiri) dan lengan baju lainnya terikat ke sebuah
dahan pohon perdu setinggi 60 cm. Posisi tubuh relative mendatar, namun leher memang terjerat
batu tersebut. Tubuh mayat tersebut telah membusuk, namun masih dijumpai adanya satu luka
terbuka di daerah ketiak kiri yang memperlihatkan pembuluh darah ketiak yang putus, dan
beberapa luka terbuka di daerah tungkai bawah kiri kanan yang memiliki cirri-ciri sesuai dengan
kekerasan benda tajam. Perlu diketahui bahwa rumah terdekat dari TKP adalah kira-kira 2
kilometer. TKP adalah suatu daerah perbukitan yang berhutan cukup lebat.
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus ini terdapat tahapan-tahapan yang termasuk dalam prosedur hukum kasus pidana.
Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Penemuan korban dan TKP dilakukan oleh warga masyarakat.
2. Kemudian dilaporkan kepada pihak yang berwajib. Salah satunya yaitu kepolisian RI
3. Kemudian dilanjutkan dengan proses penyelidikan yang dilakukan oleh penyidik dimana
menurut pasal 4 KUHAP :(1)
“dimana penyidik adalah setiap pejabat polisi Negara Republik Indonesia.”
Penyelidik ini berwenang menindaklanjuti suatu pelaporan untuk mengetahui apakah
benar ada kejadian seperti yang dilaporkan
4. Setelah ditetapkan bahwa ini benar-benar ada suatu perkara pidana maka dilanjutkan ke
penyidik. Sesuai pasal 6 KUHAP yang berbunyi :
(1) Penyidik adalah :
a. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia
b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-
undang. (1)
Adapun wewenang penyidik diatur dalam pasal 7 KUHAP:
(1) Penyidik sebagai mana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf a karena kewajibannya
mempunyai wewenang :
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana
b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian.
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri
tersangka;
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan
e. Melakukan pemeriksaan dan oenyitaan surat
f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara
i. Mengadakan penghentian penyidikan
j. Mengadakan tindakan lain menurut hokum yang bertanggung jawab(1)
5. Setelah itu penyidik meminta dokter untuk membuat keterangan ahli. Beberapa peraturan
perundang-undangan yang mengatur pekerjaan dokter dalam membantu peradilan:
Pasal 133 KUHAP (1) :
• Ayat 1:
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana,
ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman
atau dokter dan atau ahli lainnya.
• Ayat 2:
Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan secara
tertulis yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
• Ayat 3:
Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi
label yg memuat identitas mayat diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau
bagian lain badan mayat.
- Pasal 134 KUHAP
(1) Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak
mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga
korban.
(2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-jelasnya tentang
maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.
(3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak
yang perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini. (1)
Pasal 179 KUHAP:
1. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter
ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
2. Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah
atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya
menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya. (1)
Pada kasus ini, korban meninggal yang ditemukan adalah seorang laki-laki berusia sekitar
30-35 tahun,dengan tinggi badan 170cm dengan berat badan 65 kilogram. Tampilan berambut
pendek, lurus dan berwarna hitam. Diwajahnya terdapat bekas luka parut lama di pipi kiri dengan
panjang 3 cm melintang keatas. Kulitnya berwarna sawo matang dan memiliki tahi lalat di dekat
bibirnya. Pada leher korban terikat lengan baju yang merupakan lengan bajunya sendiri yang
berwarna biru tua bergaris putih dengan bahan katun dan bermerek luis everton.Namun pada
pemeriksaan tidak ditemukan jejas jerat. Ukuran pakaian tersebut L dengan sebuah saku di
bagian depan dada kanan. Ikatan baju tersebut melintang dengan ujung simpul pada belakang
leher korban serta lengan baju lain korban terikat ke sebuah dahan pohon perdu setinggi 60 cm.
Pada korban didapati baju dalam korban berwarna putih dengan noda darah di ketiak kiri.
Pada ketiak kiri di temukan luka akibat kekerasan tajam dengan panjang 8 cm dan dalamnya 6
cm sampai mengenai pembuluh darah pada ketiak dengan tepi rata, sudut luka lancip, dan bila
dirapatkan membentuk garis lurus dan tidak terdapat jembatan jaringan. Pada kedua tangan
ditemukan bekas jeratan dengan pola seperti tali tambang dengan lebar 2 cm. serta terdapat luka
lecet di sekitar bekas jerat yang tampak jelas berupa kulit mencekung berwarna coklat dengan
perabaan kaku seperti kertas perkamen. Juga terdapat di kedua tungkai bawah kanan dan kiri
terdapat luka terbuka sepanjang 3 cm dan sedalam 2 cm dengan tepi rata dan tidak ada jembatan
jaringan yang menunjukan kekerasan tajam. (2)
Pada pemeriksaan di bidang tanatologi, di tubuh korban ditemukan adanya lebam mayat
di sekitar dada,perut serta bagian depan tubuh korban yang bersifat menetap sesuai kondisi
korban saat ditemuka meninggal dalam keadaan terlungkup yang menyebabkan lebam berwarna
merah kebiruan berada pada bagian tersebut, juga diperkirakan kematian sudah lebih dari 24 jam
yang di tandai dengan pembusukan karena adanya proses degradasi jaringan yang terjadi akibat
autolisis dan kerja bakteri dimana di bagian perut kanan bawah korban terdapat warna kehijauan
dengan bau yang menyengat. Pada korban kaku mayat (rigor mortis) sudah tidak ditemukan
dikarenakan kaku mayat terjadi dalam 12 jam setelah kematian. (2)
Dari hasil pemeriksaan luar pada korban ini sebab kematian akibat kekerasan tajam pada
ketiak kiri yang menembus ke dalam serta menyebabkan terjadinya perdarahan banyak akibat
pembuluh darah yang putus di ketiak kiri.
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
TRAUMA TAJAM
Benda tajam seperti pisau, pemecah es, kapak, pemotong, dan bayonet menyebabkan luka
yang dapa dikenali oleh pemeriksa. Tipe lukanya akan dibahas di bawah ini :
Luka insisi
Luka insisi disebabkan gerakan menyayat dengan benda tajam seperti pisau atau silet.
Karena gerakan dari benda tajam tersebut, luka biasanya panjang, bukan dalam. Panjang dan
kedalaman luka dipengaruhi oleh gerakan benda tajam, kekuatannya, ketajaman, dan keadaan
jaringan yang terkena. Karakteristik luka ini yang membedakan dengan laserasi adalah tepinya
yang rata. (3)
Luka tusuk
Luka tusuk disebabkan oleh benda tajam dengan posisi menusuk atau korban yang
terjatuh di atas benda tajam. Bila pisau yang digunakan bermata satu, maka salah satu sudut akan
tajam, sedangkan sisi lainnya tumpul atau hancur. Jika pisau bermata dua, maka kedua sudutnya
tajam. (3)
Penampakan luar luka tusuk tidak sepenuhnya tergantung dari bentuk senjata. Jaringan
elastis dermis, bagian kulit yang lebih dalam, mempunyai efek yang sesuai dengan bentuk
senjata. Harus dipahami bahwa jaringan elastis terbentuk dari garis lengkung pada seluruh area
tubuh. Jika tusukan terjadi tegak lurus garis tersebut, maka lukanya akan lebar dan pendek.
Sedangkan bila tusukan terjadi paralel dengan garis tersebut, luka yang terjadi sempit dan
panjang.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk luka tusuk, salah satunya adalah reaksi
korban saat ditusuk atau saat pisau keluar, hal tersebut dapat menyebabkan lukanya menjadi
tidak begitu khas. Atau manipulasi yang dilakukan pada saat penusukan juga akan
mempengaruhi. Beberapa pola luka yang dapat ditemukan :
1. Tusukan masuk, yang kemudian dikeluarkan sebagian, dan kemudian ditusukkan
kembali melalui saluran yang berbeda. Pada keadaan tersebut luka tidak sesuai
dengan gambaran biasanya dan lebih dari satu saluran dapat ditemui pada jaringan
yang lebih dalam maupun pada organ.
2. Tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan mengarahkan ke salah satu sudut,
sehingga luka yang terbentuk lebih lebar dan memberikan luka pada permukaan kulit
seperti ekor.
3. Tusukan masuk kemuadian saat masih di dalam ditusukkan ke arah lain, sehingga
saluran luka menjadi lebih luas. Luka luar yang terlihat juga lebih luas dibandingkan
dengan lebar senjata yang digunakan.
4. Tusukan masuk yang kemudian dikeluarkan dengan mengggunakan titik terdalam
sebagai landasan, sehingga saluran luka sempit pada titik terdalam dan terlebar pada
bagian superfisial. Sehingga luka luar lebih besar dibandingkan lebar senjata yang
digunakan.
5. Tusukan diputar saat masuk, keluar, maupun keduanya. Sudut luka berbentuk
ireguler dan besar.
Jika senjata digunakan dengan kekuatan tambahan, dapat ditemukan kontusio minimal
pada luka tusuk tersebut. Hal ini dapat diindikasikan adanya pukulan
Panjang saluran luka dapat mengindikasikan panjang minimun dari senjata yang
digunakan. Harus diingat bahwa posisi tubuh korban saat ditusuk berbeda dengan pada saat
autopsi. Posisi membungkuk, berputar, dan mengangkat tangan dapat disebabkan oleh senjata
yang lebih pendek dibandingkan apa yang didapatkan pada saat autopsi. Manipulasi tubuh untuk
memperlihatkan posisi saat ditusuk sulit atau bahkan tidak mungkin mengingat berat dan adanya
kaku mayat. Poin lain yang perlu dipertimbangkan adalah adanya kompresi dari beberapa
anggota tubuh pada saat penusukan. Pemeriksa yang sudah berpengalaman biasanya ragu-ragu
untuk menentukan jenis senjata yang digunakan.
Pisau yang ditusukkan pada dinding dada dengan kekuatan tertentu akan mengenai tulang
rawan dada, tulang iga, dan bahkan sternum. Karakteristik senjata paling baik dilihat melalui
trauma pada tulang. Biasanya senjata yang tidak begitu kuat dapat rusak atau patah pada
ujungnya yang akan tertancap pada tulang. Sehingga dapat dicocokkan, ujung pisau yang
tertancap pada tulang dengan pasangannya.
Luka Bacok
Luka bacok dihasilkan dari gerakkan merobek atau membacok dengan menggunakan
instrument yang sedikit tajam dan relatif berat seperti kapak, kapak kecil, atau parang. Terkadang
bayonet dan pisau besar juga digunakan untuk tujuan ini. Luka alami yang disebabkan oleh
senjata jenis tersebut bervariasi tergantung pada ketajaman dan berat senjata. Makin tajam
instrument makin tajam pula tepi luka. Sebagaimana luka lecet yang dibuat oleh instrument
tajam yang lebih kecil, penipisan terjadi pada tempat dimana bacokan dibuat. Abrasi lanjutan
dapat ditemukan pada jenis luka tersebut pada sisi diseberang tempat penipisan, yang disebabkan
oleh hapusan bilah yang pipih. Pada instrumen pembacok yang diarahkan pada kepala, sudut
besatan bilah terkadang dapat dinilai dari bentuk patahan tulang tengkorak. Sisi pipih bilah bisa
meninggalkan cekungan pada salah satu sisi patahan, sementara sisi yang lain dapat tajam atau
menipis. (2)
Berat senjata penting untuk menilai kemampuannya memotong hingga tulang di bawah
luka yang dibuatnya. Ketebalan tulang tengkorak dapat dikalahkan dengan menggunakan
instrumen yang lebih berat. Pernah dilaporkan bahwa parang dapat membuat seluruh gigi lepas.
Kerusakan tulang yang hebat tidak pernah disebabkan oleh pisau biasa. Juga perlu dicatat
kemungkinan diakukannya pemelintiran setelah terjadi bacokan dan dalam upaya melepaskan
senjata. Gerakan tersebut, jika dilakukan dengan tekanan, dapat mengakibatkan pergeseran
tulang, umumnya didekat kaki-kaki luka bacok.
Efek utama dari luka tusuk, luka lecet, dan luka bacok adalah perdarahan. Disfungsi
karena kerusakan saraf di ekstremitas juga dapat dicatat. Luka tusuk yang dalam dapat mengenai
organ-organ dalam. intrumen teramat kecil yang menyebabkan luka tipe tusuk dapat
menyebabkan luka kecil yang dengan keelastisan dari jaringan normal dapat kembali tertutup
setelah intrumen dicabut, dan tidak ada darah yang keluar setelahnya. Pemecah es, awls, dan
hatpins diakui dapat menyebabkan luka jenis tersebut. Sebagimana telah didiskusikan pada
pembahasan luka tembak, bentuk alami terpotongnya arteri besar dan jantung oleh karena luka
tusuk menyebabkan perdarahan lebih lambat dibandingkan kerusakan yang sama yang
disebabkan luka tembak.
Pada keadaan tertentu, senjata yang tidak umum digunakan, menyebabkan luka tusuk,
lecet, atau bacok. Anak panah berburu yang setajam silet yang umumnya dipakai jarak jauh,
pernah juga dipakai untuk menusuk korban dengan tangan. Potongan tajam gelas, botol pecah,
dan objek gelas lain yang tajam terkdang dipakai sebagai senjata untuk merobek atau menusuk.
Pisau bedah, jarum jahit, dan tonggak tajam dapat digunakan sebagai senjata yang mematikan.
Beberapa catatan sebaiknya dibuat mengenai kerusakan yang tertutupi oleh instrumen
tajam yang dipakai sebagai sejata untuk menusuk. Jika pisau bermata dua atau sejata sejenis
digunakan, tepi pemotongan yang tajam menyebabkan sudut tajam atau robekan dengan kaki-
kaki bersudut akut. Senjata bermata satu seringkali menyebabkan salah satu kaki luka bersudut
tajam dan yang satunya tumpul. Pemeriksaan pakaian korban penusukan dapat memeberi
perkiraan ciri-ciri senjata yang digunakan. Pemeriksaan tersebut menjadi sangat penting nilainya
apabila luka tusuk diperlebar oleh dokter bedah untuk tujuan menilai luka secara lebih akurat
untuk kepentingan medikolegal. Pemeriksaan ini juga penting untuk menilai apakah senjata
benar-benar menembus pakaian hingga kelapisan dibawahnya. Beberapa individu yang
menggunakan senjata tajam untuk bunuh diri dapat membuka sedikit bagian pakaiannya
sehingga tidak akan ditemukan robekan tembus pada pakaian. Tidak adanya kerusakan pada
pakaian yang dipakai oleh korban, padahal luka terdapat pada area yang tertutupi pakaian, dapat
menunjukkan bahwa kematian disebabkan masalah internal.
Terdapat 2 tipe luka oleh karena instrumen yang tajam dikenal dengan baik dan memiliki
ciri yang dapat dikenali dari aksi korban. ”tanda percobaan” adalah insisi dangkal, luka tusuk
atau luka bacok yang dibuat sebelum luka yang fatal oleh individu yang berencana bunuh diri.
Luka percobaan tersebut seringkali terletak paralel dan terletak dekat dengan luka dalam di
daerah pergelangan tangan atau leher. Bentuk lainnya antara lain luka tusuk dangkal didekat luka
tusuk dalam dan mematikan. Meskipun jarang sekali dilaporkan, luka bacok superfisial di kepala
dapat terjadi sebelum ayunan yang keras dan menyebabkan kehilangan kesadaran dan/atau
kematian.
Bentuk lain dari luka oleh karena instrumen yang tajam adalah ”luka perlawanan”. Luka
jenis ini dapat ditemukan di jari-jari, tangan, dan lengan bawah (jarang ditempat lain) dari korban
sebagaimana ia berusaha melindungi dirinya dari ayunan senjata, contohnya dengan
menggenggam bilah dari instrumen tajam.
Jelas bahwa ”tanda percobaan” merupakan ciri khas bunuh diri dan ”tanda perlawanan”
menunjukkan pembunuhan. Bagaimanapun juga, boleh saja berpikir bahwa luka lecet dapat
ditemukan, umumnya pada leher atau sekitar leher, disebabkan oleh penyerang pada kasus
pembunuhan. Luka lecet multipel di lengan bawah dapat pula, meskipun jarang, menjadi tanda
perlawanan, namun tampil seperti luka percobaan. Interpretasi dari tanda perlawanan dan
percobaan yang tampak sebaiknya disimpulkan setelah pemeriksaan yang lengkap dan seksama.
Bagian pertama dari teknik otopsi adalah pemeriksaan luar.
Sistematika pemeriksaan luar adalah (4):
1. Memeriksa label mayat (dari pihak kepolisian) yang biasanya diikatkan pada jempol kaki
mayat. Gunting pada tali pengikat, simpan bersama berkas pemeriksaan. Catat warna, bahan, dan
isi label selengkap mungkin. Sedangkan label rumah sakit, untuk identifikasi di kamar jenazah,
harus tetap ada pada tubuh mayat.
2. Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya bercak/pengotoran) dari
penutup mayat.
3. Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya bercak/pengotoran) dari
bungkus mayat. Catat tali pengikatnya bila ada.
4. Mencatat pakaian mayat dengan teliti mulai dari yang dikenakan di atas sampai di bawah, dari
yang terluar sampai terdalam. Pencatatan meliputi bahan, warna dasar, warna dan corak tekstil,
bentuk/model pakai
an, ukuran, merk penjahit, cap binatu, monogram/inisial, dan tambalan/tisikan bila ada. Catat
juga letak dan ukuran pakaian bila ada tidaknya bercak/pengotoran atau robekan. Saku diperiksa
dan dicatat isinya.
5. Mencatat perhiasan mayat, meliputi jenis, bahan, warna, merek, bentuk serta ukiran
nama/inisial pada benda perhiasan tersebut.
6. Mencatat benda di samping mayat.
7. Mencatat perubahan tanatologi :
i. Lebam mayat; letak/distribusi, warna, dan intensitas lebam.
ii. Kaku mayat; distribusi, derajat kekakuan pada beberapa sendi, dan ada tidaknya spasme
kadaverik.
iii. Suhu tubuh mayat; memakai termometer rektal dam dicatat juga suhu ruangan pada saat
tersebut.
iv. Pembusukan
v. Lain-lain; misalnya mumifikasi atau adiposera.
8. Mencatat identitas mayat, seperti jenis kelamin, bangsa/ras, perkiraan umur, warna kulit, status
gizi, tinggi badan, berat badan, disirkumsisi/tidak, striae albicantes pada dinding perut.
9. Mencatat segala sesuatu yang dapat dipakai untuk penentuan identitas khusus, meliputi
rajah/tatoo, jaringan parut, kapalan, kelainan kulit, anomali dan cacat pada tubuh.
10. Memeriksa distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat dari rambut. Rambut kepala harus
diperiksa, contoh rambut diperoleh dengan cara memotong dan mencabut sampai ke akarnya,
paling sedikit dari 6 lokasi kulit kepala yang berbeda. Potongan rambut ini disimpan dalam
kantungan yang telah ditandai sesuai tempat pengambilannya.
11. Memeriksa mata, seperti apakah kelopak terbuka atau tertutup, tanda kekerasan, kelainan.
Periksa selaput lendir kelopak mata dan bola mata, warna, cari pembuluh darah yang melebar,
bintik perdarahan, atau bercak perdarahan. Kornea jernih/tidak, adanya kelainan fisiologik atau
patologik. Catat keadaan dan warna iris serta kelainan lensa mata. Catat ukuran pupil,
bandingkan kiri dan kanan.
12. Mencatat bentuk dan kelainan/anomali pada daun telinga dan hidung.
13. Memeriksa bibir, lidah, rongga mulut, dan gigi geligi. Catat gigi geligi dengan lengkap,
termasuk jumlah, hilang/patah/tambalan, gigi palsu, kelainan letak, pewarnaan, dan sebagainya.
14. Bagian leher diperiksa jika ada memar, bekas pencekikan atau pelebaran pembuluh darah.
Kelenjar tiroid dan getah bening juga diperiksa secara menyeluruh.
15. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan. Pada pria dicatat kelainan bawaan yang
ditemukan, keluarnya cairan, kelainan lainnya. Pada wanita dicatat keadaan selaput darah dan
komisura posterior, periksa sekret liang sanggama. Perhatikan bentuk lubang pelepasan,
perhatikan adanya luka, benda asing, darah dan lain-lain
16. Perlu diperhatikan kemungkinan terdapatnya tanda perbendungan, ikterus, sianosis, edema,
bekas pengobatan, bercak lumpur atau pengotoran lain pada tubuh.
17. Bila terdapat tanda-tanda kekerasan/luka harus dicatat lengkap. Setiap luka pada tubuh harus
diperinci dengan lengkap, yaitu perkiraan penyebab luka, lokasi, ukuran, dll. Dalam luka diukur
dan panjang luka diukur setelah kedua tepi ditautkan. Lokalisasi luka dilukis dengan mengambil
beberapa patokan, antara lain : garis tengah melalui tulang dada, garis tengah melalui tulang
belakang, garis mendatar melalui kedua puting susu, dan garis mendatar melalui pusat.
18. Pemeriksaan ada tidaknya patah tulang, serta jenis/sifatnya.
\
BAB V
KESIMPULAN
Dokter mempunyai wewenang dalam membantu peradilan dengan membuat surat
keterangan ahli yang permohonannya telah diajukan oleh penyidik perkara pidana. Permintaan
keterangan ahli dilakukan secara tertulis, yang disebutkan secara tegas untuk pemeriksaan luka
atau pemeriksaan mayat atau pemeriksaan bedah mayat.
Kasus ini merupakan kasus pembunuhan dengan menggunakan benda tajam diperkuat
dengan adanya penemuan luka tusuk dan terbuka di daerah ketiak kiri dan tungkai bawah kanan
dan kiri korban. Kematian korban diperkirakan sudah lebih dari 24 jam yang ditandai adanya
pembusukan di bagian tubuhnya.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. Staff Pengajar Bagian Kedokteran Forensik Universitas Indonesia. Peraturan
Perundang-undangan Bidang Kedokteran. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1994
2. Budiyanto A, Widiyatmaka W, Sudiono S, dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta :
Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997
3. Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara;1997.
4. Staff Pengajar Bagian Kedokteran Forensik Universitas Indonesia. Teknik Autopsi
Forensik. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2000.