Upload
bang-jhon-gunawan-sumpena
View
37
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
USULAN PENELITIAN
UJI PATOGENESITAS ENTOMOPATOGEN Nomureae rileyi TERHADAP ULAT KROP KUBIS(Crocidolomia binotalis Zell)
PADA TANAMAN SAWI(Brassica juncea.L)
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat UntukMelaksanakan Penelitian
Oleh:
TRISNA GUNAWAN NPM. 2403311057
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGIJURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GARUT
2013
USULAN PENELITIAN
UJI PATOGENESITAS ENTOMOPATOGEN Nomureae rileyi TERHADAP ULAT KROP KUBIS (Crocidolomia binotalis Zell)
PADA TANAMAN SAWI (Brassica juncea.L)
Oleh:
TRISNA GUNAWANNPM. 2403311057
Menyetujui:
Pembimbing I, Pembimbing II,
Wahid Erawan, SP., MP Toto Siswancipto, Ir., MP
Mengetahui :
KETUA PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
Jenal Mutakin, SP., MP
KATA PENGANTAR
puji syukur kehadirat allah swt atas rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan usulan penelitian ini dengan judul “Uji Patogenesitas
Entomopatogen Nomureae rileyi Terhadap Ulat Krop Kubis (Crocidolomia
binotalis zell) pada Tanaman Sawi (Brassica juncea.L)
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Wahid Erawan, SP.,
MP. Sebagai pembimbing I dan Bapak Toto Siswancipto, Ir., MP. Sebagai
pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk dan motivasi
sampai selesainya usulan penelitian ini.Tidak lupa penulis mengucapkan terima
kasih untuk semua rekan-rekan yang telah membantu penulis dalam penyelesaian
usulan penelitian ini, yang tidak bisa penulis tuliskan satu persatu.
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif
untuk kesempurnaan usulan penelitian ini.
Garut, Juni 2013
Penulis
i
DAFTAR ISI
HalamanKATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... iii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang................................................................................. 1
1.2. Tujuan .............................................................................................. 3
1.3. Hipotesis........................................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hama Crocidolomia binotalis Zell................................................... 4
2.2. Cendawan EntomopatogenNomuraea rileyi.................................... 7
III. BAHAN DAN METODE3.1. Tempat dan Waktu........................................................................... 9
3.2. Bahan dan Alat................................................................................. 9
3.3. Metode Penelitian............................................................................. 9
3.4. Pelaksanaan Penelitian..................................................................... 11
3.4.1. Penanaman Tanaman sawi sebagai makanan Crocidolomia
binotalis Zell........................................................................ 11
3.4.2. Pembiakan Crocidolomia binotalis Zelluntuk perlakuan..... 11
3.4.3. Pembutan Medium Cendawan Entomopatogen N. rileyi..... 12
3.4.4. Pembuatan Formulasi Cendawan Entomopatogen N. rileyi. 13
3.4.5. Aplikasi Perlakuan............................................................... 13
3.5. Pengamatan...................................................................................... 13
3.5.1. Awal Kematian Larva per Hari............................................ 13
3.5.2. Persentase Mortalitas Harian Larva (%).............................. 14
3.5.3. Persentase Mortalitas Larva Kumulatif (%)......................... 14
3.5.4. Lethal Consentration (LC) 50 ml......................................... 14
3.5.5. Lethal Time (LT) 50 %/12 jam ........................................... 15
DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN
ii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Jadwal Penelitian
Lampiran 2: Bagan Penelitian di Laboratorium Menurut Rancangan Acak Lengkap
iii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Organisme pengganggu tanaman hortikultura adalah semua organisme
yang dapat merusak atau menurunkan hasil tanaman pada semua jenis tanaman
hortikultura. Organisme pengganggu tanaman ini umumnya dibedakan menjadi
gulma, hama dan mikroorganisme patogenik yang menyebabkan penyakit
tanaman.
Hama pada prinsipnya adalah herbivora yang memangsa tanaman
budidaya sehingga menyebabkan penurunan hasil atau mengurangi nilai estetika
tanaman tersebut. Tidak semua herbivora tergolong hama, karena tidak semua
herbivora memangsa tanaman budidaya. Hama kadangkalamerupakan jenis hama
yang pada kondisi normal hanya menimbulkan kerusakan yang tidak serius pada
tanaman budidaya, tetapi jika terjadi ledakan populasinya baru akan menyebabkan
penurunan secara nyata. Ledakan populasi hama ini dapat terjadi karena keadaan
iklim atau kesalahan pengelolaan oleh manusia. Sebagain besar hama tanaman
termasuk dalam kelas serangga. Paling tidak terdapat 700.000 spesies serangga
dan mungkin hanya sedikit tanaman yang dapat selamat dari spesies – spesies
serangga tersebut (Hadi Ariyantoro, 2006)
Kendala yang sering dihadapkan oleh petani adalah keberadaan hama yang
menyerang tanaman hortikultura pada tanaman sawi yaitu ulat krop kubis
(Crocidolomia binotalis Zell).Trizelia, (2001) menyatakan bahwa serangga ini
dikenal juga sebagai hama yang sangat rakusdan larva terutama memakan daun-
daun yang masih muda, tetapi juga dapat menyerang daun yang agak tua dan
kemudian menuju kebagian titik tumbuh sehingga bagian titik tumbuh habis,
1
akibatnya pembentukan krop akan terhambat atau terhenti. Kerusakan yang
ditimbulkannya dapat menurunkan hasil sampai 100%.Tanaman sawi dalam
stadia pertumbuhannya sangat rentan terhadap serangan hama, terutama hama ulat
perusak daun (Plutella xylostella, Crocidolomia binotalis)(Surachman E &
Suryanto WA, 2007).
Petani sawi dalam mengendalikan hamaC. binotalis
kebanyakan menggunakan insektisida yang beraneka ragam
konsentrasi tinggi serta interval penyemprotan terlalu dekat
sehingga dapat menimbulkan efek residu pestisida yang dapat
mengurangi harga saing ekspor. Untung (2001) mengemukakan bahwa
dampak negatif yang di timbulkan akibat penggunaan pestisida yang tidak
bijaksana antara lain adalah terjadinya resistensi hama, resurgensi hama sasaran
dan residu pestisida. Ameriana, dkk (2000) menyatakan bahwa penggunaan
insektisida secara terus menerus akan merusak lingkungan atau agroekosistem.
Selain itu kandungan pestisida pada sayuran sangat tinggi sehingga sangat cukup
membahayakan bagi para konsumen, karena itu kesadaran masyarakat untuk
mengkonsumsi sayuran yang bebas dari pestisida.
Peraturan pemerintah No 6 tahun 1995 pasal 19 dalam Kasumbogo
Untung, 2007 menyatakan bahwa penggunaan pestisida sintetis dalam rangka
pengendalian organism pengganggu tanaman (OPT) merupakan alternative
terakhir dan dampak yang ditimbulkan harus ditekan seminimal mungkin.
Indiyani dan Gothama (1999) melanjutkan untuk mengatasi hal tersebut telah
dianjurkan untuk menggunakan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
dengan salah satu komponen adalah pengedalian hayati.Selain penggunaan
2
parasitoid dan predator pemanfaatan entomopatogen juga merupakan bagian dari
pengendalilan hayati. Pengendalian hama dengan virus dan bakteri
entomopatogenik terbukti efektif, namun demikian patogen lain yang mulai
diteliti potensinya dalam pengendalian hama adalah cendawan.
Cendawan cukup potensial untuk mengendalikan hama, karena
diperkirakan lebih dari 500 spesies cendawan berasosiasi dengan serangga dan
beberapa diantaranya menyebabkan penyakit akut pada serangga. Contohnya
Nomurea rileyi (Falow) yang dapat dimanfaatkan dalam pengendalian hama
tanaman hotikultura.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul uji patogenesitas cendawan entomopatogen Nomurea
rileyi (Falow) terhadap ulat krop kubis (Crocidolomia binotalis Zell).
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan beberapa
konsentrasi Nomuraea rileyi untuk mengendalikan ulat krop kubis (Crocidolomia
binotalis Zell) sebagai komponen agen hayati.
1.3. Hipotesis
Patogenesitas beberapa konsentrasi cendawan entomopatogen Nomuraea
rileyi menunjukkan kemampuan yang berbeda dalam mengendalikan ulat krop
kubis(Crocidolomia binotalis Zell).
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hama Crocidolomia binotalis. Zell
Sistematika ulat krop kubismenurut Kalshoven (1981) adalah: Filum:
Arthropoda; Kelas: Insecta; Ordo: Lepidoptera; Famili: Pyralidae; Genus:
Crocidolomia; Spesies: C. binotalis Zell.Crocidolomia binotalis Zell merupakan
hama yang menyerang tanaman dari famili Brassicacea (Cruciferae) seperti kol,
sawi, lobak petsai dan radish.
Daerah sebaran Crocidolomia binotalis adalah meliputi Afrika selatan,
Australia, Kepulauan Pasifik, Asia Tenggara (Kalshoven, 1981). Sedangkan
menurut Sastrosiswojo (1983)hama ini terdapat di daerah-daerah beriklim tropik
seperti Philipina, Guam, Australia bagian Utara, Afrika Selatan, Malaysia dan
Indonesia.
Asal daerah hama ini tidak diketahui dengan jelas, namun hama ini
diketahui telah ada di Indonesia sejak awal abad ke-20. Sedangkan di Sulawesi
Selatan ditemukan di Polmas, Tator, Luwu, Barru, Soppeng, Pangkep, Bantaeng,
Sinjai, Bone, Bulukumba, Takalar, Jeneponto, Enrekang dan Gowa.Crocidolomia
binotalis Zell merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna yang
melewati stadia telur, larva, pupa dan imago (Suyanto, 1994).
Sastrosiswojo (1983) mengemukakan bahwa telur serangga ini umumnya
diletakkan berkelompok pada bagian bawah daun sawi. Pada awalnya telur
berwarna hijau muda, jernih dan mengkilap namun pada saat akan menetas warna
telur berubah menjadi coklat muda dengan bintik hitam ditengahnya (Suyanto,
1994).
4
Seekor betina dapat meletakkan 11 sampai 18 kelompok telur dan setiap
kelompok telur terdapat 30 sampai 80 butir.Jadi selama hidupnya ngengat dapat
bertelur sampai 1460 butir (Pracaya, 1992). Diameter telur 2,5 mm x 3 mm
sampai 4 mm x 5 mm (Pracaya,1993).Stadia telur berlangsung selama 3 hari, 4
sampai 5 hari (Suyanto, 1994).
Larva yang baru keluar dari telur yang baru menetas berbentuk selinder,
berwarna kuning muda pucat agak transparan dengan kepala berwarna hitam dan
kadang-kadang berwarna kehijauan.Warna larva sangat bervariasi tapi
kebanyakan hijau dengan garis dorsal warna coklat muda.Pada bagian dorsal
terdapat garis yang berwarna hijau muda pada bagian lateral warna lebih tua dan
ada rambut dari kitin berwarna hitam, bagian abdomen berwarna kuning dan ada
juga yang berwarna hijau dengan tiga baris warna lebih muda dan dengan garis
sisi yang warnanya kuning serta rambut hijau (Pracaya, 1991).
Larva yang menetas berkelompok-kelompok menyerupai tanaman pada
bagian bawah daun.Setelah besar larva masuk ke dalam krop dan merusak titik
tumbuh atau daun-daun muda yang sedang membentuk.Larva yang baru menetas
berwarna hijau kekuningan dengan kepala berwarna coklat, namun setelah ulat
tumbuh sempurna warnanya warnanya coklat sampai hijau gelap dengan garis-
garis pada tubuhnya (Sudarmo, 1991).
Larva terdiri atas 5 instar. Instar I berukuran 1 mm sampai 2 mm,
sedangkan larva instar V berukuran 18 mm sampai 20 mm. Waktu rata-rata setiap
instar adalah 2 hari sampai 3 hari (Suyanto, 1994). Larva muda memakan daun
dan meninggalkan lapisan epidermis yang kemudian berlubang setelah lapisan
epidermis kering. Setelah mencapai instar ketiga larva memencar dan menyerang
daun bagian lebih dalam menggerek ke dalam krop dan menghancurkan titik
5
tumbuh.Ulat krop dapat menyerang sejak fase awal pra pembentukan krop (0 –
49) hari setelah tanam (hst) sampai fase pembentukan krop (49 - 85 hst)
(Tarumingkeng R.C, 2007)
Pupa berwarna kemerah-merahan, terletak di dalam tanah dan terlindung
oleh kokon yang terbungkus oleh partikel tanah (Suyanto, 1994).Panjang pupa
berkisar 8,5 – 10,5 mm, berbentuk selinder, warna hijau muda dan coklat muda.
Stadium pupa berlansung selama 9 sampai 10 hari.
Imago Crocidolomia binotalis berupa ngengat kecil, tidak tertarik pada
cahaya dan aktif pada malam hari.Hanya terbang pada siang hari bila ada
gangguan (Sastrosiswojo, 1984).Imago berwarna coklat muda, sayap depan
berwarna abu-abu dengan bintik-bintik warna kelabu pucat dan sepanjang tepi
sayap agak gelap. Panjang sayap imago jantan berkisar antara 20 mm sampai 25
mm dan panjang tubuhnya 11 mm sampai 14 mm. Imago betina panjang sayapnya
berkisar antara 18-25 mm dan panjang tuuhnya 8 mm sampai 18 mm (Suyanto,
1994).
Siklus hidup Crocidolomia binotalis Zell, berkisar antara 26 sampai 32
hari (Sastrosiswojo, et. Al 1993).Sedangkan menurut Kalshoven (1981), siklus
hidup serangga ini pada ketinggian 250 m dpl yaitu 22 hari sampai 30.Siklus
hidup Crosidolomia binotalis secara lengkap berkisar 28 hari, hal tersebut
tergantung pada temperature dan kelembaban.Imago Crodolomia binotalis sangat
banyak ditemukan pada kelembaban yang tinggi dan dataran tinggi pada daerah
tropis dengan tingkat kerusakan yang ditimbullkan sangat tinggi.Pada curah hujan
tinggi menyebabkan menurunnya populasi larva.Selanjutnya Sudarwohadi
(1984) melaporkan bahwa di Lembang, Jawa Barat populasi larva Crosidolomia
binotalis Zell serta tingkat kerusakan sawi yang paling rendah terjadi pada musim
6
hujan.Jadi curah hujan juga berpengaruh terhadap penekanan populasi
Crocidolomia binotalis.
2.2. Cendawan Entomopatogen Nomuraea rileyi
Nomuraea rileyi diklasifikasikan dalam Golongan: Fungi, Phylum:
Ascomycota, Kelas: Hyphomycetes, Ordo: Moniliales, Famili: Moniliaceae,
Genus: Nomuraea, dan Species: Nomuraea rileyi.(Anonim,2009)Cendawan
entomopatogenini merupakan jamur inperfek yang memiliki reproduksi dan
struktur seksual tidak sempurna atau belum diketahui (Mardinus, 2006).
Trimurti H. dan Yeherwandi, (2006) mengemukakan bahwa jamur
inperfek ini memiliki banyak species yang bertindak sebagai entomopatogen
tanaman dan umumnya memiliki banyak karakteristik sama. Beberapa genus yang
penting adalah Beauveria, Metarhizium, Nomuraea dan Paecilomyces.Untuk
determinasi genus-genus tersebut berdasarkan struktur konidiofor, warna dan
morfologi konidia.Serangga yang terserang Beauveria tubuhnya diselimuti oleh
hifa yang berwarna putih sedangkan yang terserang Nomuraea hifa berwarna
hijau.
Genus Nomuraea memiliki ciri-ciri khusus, yaitu sel-sel pembentuk
konidium pendek dengan tangkai konidium kecil dan pendek.Sel-sel pembentuk
konidium tersusun secara mengelompok dan padat.Rantai konidium pendek,
terdiri dari 1-3 sel, khususnya pada larva Noctuidea.
Cendawan Nomuraea rileyi paling efektif mengendalikan S. lituradengan
mortalitas mencapai 100% (Prayogo et al. 2002) namun juga Nomuraea rileyi
dilaporkan merupakan salah satu agen hayati yang potensial untuk mengendalikan
hama dari ordo Lepidoptera, walaupun juga mampu menginfeksi serangga dari
7
ordo lain (Ignofo 1981; Suryawan dan Carner 1993dalam Suparjiyem, 2006).
Salah satu hasil penelitian yang dilakukan oleh Mohamed dkk.
(1978)dalamSuparjiyemmelaporkan bahwa aplikasi spora jamur N. rileyi pada
larva Heliothis zea, dalam waktu 1 minggu mengakibatkan mortalitas larva
sebesar 71-80%.
Trimurti H. dan Yeherwandi, (2006) menyatakan bahwa Nomuraea
rileyi yang ditumbuhkan pada media buatan menghasilkan konidia berwarna
hijau, tetapi miselia yang tumbuh terlebih dahulu membentuk konidia berwarna
putih. Karena jamur inperfek dapat ditumbuhkan pada media buatan dan
seringkali relatif patogenik, maka jamur ini digunakan dalam pengendalian hayati
sebagai insektisida mikroba.Infeksi jamur ini pada tubuh inang dicirikan oleh
adanya pertumbuhan hifa yang padat berwarna keputih-putihan yang menutupi
seluruh permukaan tubuh inang, biasanya warna berubah menjadi hijau muda atau
ungu keabu-abuan sampai ungu sebagai akibat terjadinya sporulasi (Lacey,
1997dalam Suparjiyem, 2006).
8
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan
Fakultas Pertanian Universitas Garut, kampus Universitas Garut. Penelitian ini
dilaksanakan selama 3 bulan dimulai dari Agustus sampai dengan bulan Oktober
2013.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah; (Crocidolomia
binotalis Zell) instar II, tanaman sawijenis ,stater Cendawan Entomopatogen
(CEP) Nomuraea rileyi media beras, dan aquades steril.
Sedangkan alat yang digunakan adalah hand sprayer, tabung erlemenyer
1000ml, kotak penetasan C. binotalis, pinset, kotak plastik atau stoples sebagai
tempat aplikasi cendawan entomopatogen padahamaC. binotalis, kain tile atau
kain kassa warna hitam, gelas ukur, baskom, kantong plastik tahan panas
berukuran 1/4 kg, panci/dandang, sendok plastik, timbangan, kompor, lampu
bunsen, sendok inokulasi, klip, kertas saring, ruang isolasi, Termometer,
Hygrometer dan alat-alat tulis.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan 6 perlakuan dan 4 kali ulangan. Sehingga diperoleh 24 unit
percobaan,setiap unit percobaan terdiri dari 10 ekor larva instar II.
9
Konsentrasi Nomuraearileyi dalam mengendalikan hama tanaman sawi
adalah 2-3 g/l(Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah), maka dalam penelitian
ini dipakai perlakuan adalah sebagai berikut:
k0 : 0 (kontrol)
k1 : 1 g/l
k2 : 2 g/l
k3 : 3 g/l
k4 : 4 g/l
k5 : 5 g/l
Model linear Rancangan Acak Lengkap (RAL) sebagai berikut:
Yij =μ + τi + εij
Dimana :
Yij = Nilai tengah pengamatan pada satuan percobaan pada perlakuan
N. rileyi ke-i yang mendapatkan ulangan ke-j
µ = Nilai tengah umum
τi = Pengaruh perlakuan ke-i
εij = Pengaruh galat pada satuan percobaan pada perlakuan N. rileyi ke-i
yang mendapatkan ulangan ke-j
Apabila analisis ragam menunjukkan perbedaan yang nyata maka akan
dilanjutkan dengan uji lanjut DNMRT (Duncan’s New Multiple Range Test) pada
taraf 5%.
10
3.4. Pelaksanaan Penelitian
3.4.1. Penanaman Tanaman Sawi Sebagai Makanan C. binotalis
Tanaman sawi sebagai bahan pakan C. binotalisditanam sesuai dengan
tekhnik budidaya yang di anjurkan yaitu dilakukan pengolahan tanah dengan
menggunakan cangkul sedalam 20 cm. Selanjutnya tanah di bersihkan dari gulma,
dan tanah di berakan selama 1 minggu, bersamaan dengan itu dilakukan
persemaian. Persemaian di lakukan pada bedengan berukuran 1x1 m yang di beri
naungan. Setelah bibit sawi berumur tujuh hari, bibit di pindahkan ke bedengan
yang telah di persiapkan sebelumnya dan selanjutnya di lakukan pemeliharaan
tanaman. Penanaman dan pemeliharaan di lakukan tanpa menggunakan pestisida
untuk mengendalikan serangan hama. Daun sawi sebelum di berikan ke C.
binotalis dicuci dengan air bersih dan dikering anginkan.
3.4.2. Pembiakan C. binotalisuntuk perlakuan
Hama uji diperoleh dari areal pertanaman sawi Jalan Kartama.Larva
dikumpulkan dan dibawake laboratorium, selanjutnya dipelihara di sangkar
pemeliharaan.Telur hasil pemeliharaan dipisahkansehingga diperoleh larva uji
yang homogen. Larva yangdigunakan dalam penelitian sejumlah 10 larva instar II
tiap perlakuan.
3.4.3. Pembuatan Medium Cendawan EntomopatogenN. rileyi
Cendawan entomopatogen N. rileyi yang akan digunakan di peroleh dari
Badan Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Pekanbaru yang berasal dari
lokal Riau yang diperoleh dari ulat grayak yang terinfeksi di tanaman padi di
daerah Kabupaten Kuantan Sengingi.
11
Perbanyakan N. rileyi menggunakan medium beraskarena menurut
Damardjati, 1998 dalamSuparjiyem, dkk (2006)beras merupakan media yang
mampu menumbuhkan cendawan entomopatogen N. rileyidenganbaik, beras
memiliki nutrisi yang lebih baik dari pada jagung dan dedak dengan kandungan
karbohidrat sebesar 86,09% dibandingkan dengan jagung yang hanya 82.87%,
disamping itu beras juga mengandung protein, vitamin, dan mineral.
Medium beras yang akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan media
dicuci bersih kemudian ditiriskan dan direbus hingga 1/3 masak. Beras yang telah
masak di masukkan kedalam kantong plastik berukuran 1/4 kg dan dikemas
sebanyak 100gr. Setelah itu dikukus hingga 3/4 masak selama 10 sampai 15 menit.
Kemudian medium beras yang telah dikemas selanjutnya disterilkan dengan cara
dikukus selama 15 menit, kemudian di angkat dan dibiarkan sampai dingin.
Selanjutnya entkas disemprot dengan alkohol 70% secukupnya dan dibiarkan
selama10-20 menit. Inokulasi isolat N. rileyikedalam medium tersebut yang steril
dilakukan didalam entkas secara aseptik. Setelah dilakukan inokulasi, plastik
tempat medium beras dilipat dengan posisi vertikal terhadap dasar kantong plastik
dan di hekter kemudian guncang, dimaksudkan agar cendawan tercampur rata.
Setelah itu medium beras di inkubasi pada rak-rak dengan suhu kamar.
12
3.4.4. Pembuatan Formulasi Cendawan Entomopatogen N. rileyi
Cendawan entomopatogen dari hasil perbanyakan dan yang telah berumur
2 minggu setelah masa inkubasi pada medium beras telah dapat digunakan.
Cendawan N. rileyi yang diambil sesuai dengan konsentrasi perlakuan yaitu 1gr,
2g, 3g, 4g dan 5g di campur dengan air sebanyak 1000 ml kemudian diaduk
selama 1 menit setelah itu disaring, ditambahkan sedikit gula (sebagai bahan
perekat cendawan) dan dimasukkan kedalam hands sprayer. Selanjutnya
cendawan siap diaplikasikan pada larva uji.
3.4.5. Aplikasi Perlakuan
Dilakukan Larva C. binotalisinstar II, larva dimasukkan sebanyak 10 ekor
per perlakuan dalam stoples bersih, dan diberi daun sawi segar non pestisida
sebagai pakan dari larva, kemudian disemprot dengan larutan N. rileyi sesuai
perlakuan. Daun sawi diganti setiap hari dengan daun sawi yang segar non
pestisida. Saat aplikasi perlakuan, Hands sprayer sering dikocok agar larutan
tidak mengendap.
3.5. Pengamatan
3.5.1. Awal Kematian Larva/Hari
Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah hari yang dibutuhkan
untuk mematikan paling awal salah satu larva uji.Penghitungan dimulai pada hari
setelah pemberian perlakuan (aplikasi N. rileyi) sampai kematian larva uji.
13
3.5.2. Persentase Mortalitas Harian Larva (%)
Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah larva yang mati setiap
hari setelah diberi perlakuan. Persentase mortalitas harian larva dihitung dengan
formula:
M =
X - YX
× 10000
M = Persentase mortalitas harian larva
X = Jumlah larva yang di uji
Y = Jumlah larva uji yang masih hidup
3.5.3. Persentase Mortalitas Larva Kumulatif (%)
Pengamatan dilakukan dengan menghitung semua jenis larva uji yang mati
setiap hari secara kumulatif dengan formula:
P = Nn
×100 %
P = Persentase mortalitas larva kumulatif
N = Pertambahan larva uji yang mati secara kumulatif
n = Jumlah awal larva uji (10 ekor)
3.5.4. Lethal Consentration (LC) 50 ml
Pengamatan dilakukan dengan menghitung konsentrasi cendawan
entomopatogen, berapa yang dapat mematikan 50% larva uji.Pengamatan dihitung
pada hari ke dua, empat, enam, delapan, sepuluh, dan dua belas setelah pemberian
perlakuan.(Prayogo dan Tengkano, 2005).
14
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Sawi Hijau. http://id.wikipedia.org/wiki/SawiHijau. Diakses Pada Tanggal 26 Desember 2007.
Anonim. 2009. http://www.knowledgebank.irri.org/Beneficials/default.htm#Nomuraea_rileyi.htm diakses pada tanggal 25 Agustus 2009
Atom. 2009. Karakteristik Ulat Titik Tumbuh pada Tanaman Sawi (Crocidolomia binotalis). http://anafzhu.blogspot.com/2009/06/kumbang-phyllotreta-crucipirae.html. diakses taggal 17 Februari 2010
Balai Proteksi Tanaman Perkebunan, 2007.Pengembangan Agens Hayati di Tingkat Petani. Jawa Barat
Fuadi indra, 1999. Kumpulan Makalah Pelatihan Pengembangan dan Pemasyarakatan Agens Hayati. Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura II Wilayah Sumbar, Riau dan Jambi Satuan Propinsi Riau: Pekanbaru.
Habazar Trimurti dan Yaherwandi, 2006. Pengendalian Hayati Hama dan Penyakit Tumbuhan. Padang :AndalanUniversity Press.
Herminanto, 1995.Hama Ulat krop kubis Kubis Plutella xylostella L. dan Upaya Pengendaliannya.http://plantprot.blogs pot.com/2009_05_01_archive.html/ Diakses 25 Agustus 2009
Indrayani, IGAA dan Gothama, A.AA,1997. Pengaruh Konsentrasi Konidia Nomuraea rileyi (Farlow) Sampson Terhadap Mortalitas Larva Helicoverpa armigera (Hubner).Hal. 159-164.Prosiding Seminar Nasional “Tantangan Entomologi Pada Abad XII” : Bogor
Kalshoven, L.G.E. 1981. Pests of crops in Indonesia. Revised and translated by P.A. van der Laan, Univ. of Amsterdam with the assistance of G.H.L. Rothschild, Jakarta: P. T. Ichtiar Baru - van Hoeve, 701 p.
Kusnadi dan Sanjaya, Y. 2003.Pengujian efektifitas Starter Jamur Beauveria bassiana Terhadap Mortalitas Hypothenemus hampei.Jurnal perlindungan Tanaman Indonesia, Vol.9, No.2, 2003; 87-91.
Lubis lahmuddin, 2004.Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Kubis (Brassica oleracca) dan Kentang (Solanum tuberosum).USU digital library : Medan
Mardinus, 2006.Jamur Pathogen Tumbuhan.Padang :AndalanUniversity Press.
15
Metusala, D. 2007. Bioinsektisida, Pengendali Hama Yang Ramah Lingkungan.http://www.distan.pemda-diy.go.id/index.php?option=conten &task=view &id=92&itemid=2. Di akses pada tanggal 21 Mei 2007.
Mohammed, A.K.A.,P.P Sikorowski and J.V.Bell. 1978. Histopahotlogy of Nomuraea rileyi in Larvae of Heliothis Zea and In Intro Enzymatic Activity.j, Invertebr. Pathol, 31 : 345-352.
Nazar Amrizal, 1997. Pengaruh Tingkat Umur Biakan Jamur Nomuraea rieyi Terhadap Kematian Dasynus piperis China Pada Tanaman Lada. Prosiding.Hal. 87-90. Seminar Nasional “Tantangan Entomologi Pada Abad XII” :Bogor.
Pracaya. 1991. Hama dan Penyakit Tanaman. Jakarta : PT. Penebar Swadaya.
Pracaya. 1992. Hama dan penyakit Tanaman Ctkan ke 3. Penebar Swadaya, Jakarta
Pracaya. 1993. Hama dan penyakit Tanaman. Penebar Swadaya, Depok.
Pracaya.,2007. Hama dan penyakit Tanaman. Salatiga: Penebar Swadaya
Prayogo Y., W. Tengkano dan Marwoto. 2005. Prospek Cendawan Entomopatogen Metharizium anisopliae untuk Mengendaliakan Ulat Grayak Spodoptera litura Pada Kedelai.Jurnal Litbang Pertanian, 24 (1).19-26.http:www.pustaka_deptan.go.id/publication/p2341053.pdf. Di akses pada tanggal 22 November 2006.
Prayogo Y. 2006. Upaya Mempertahankan Keefektifan Cendawan entomopatogen Untuk mengendalikan Hama tanaman Pangan.Jurnal Litbang Pertanian.25 (2).47-54.http://www.pustaka deptan.go.id/publication/p3252062.pdf . Di akses pada tanggal 02 September 2009.
Rukmana, R. 1994. Bertanam Petsai dan Sawi.Kanisius. Yogyakarta.
Rukmana, R. dan S. Saputra. 1997. Hama Tanaman dan Tekhnik Pengendalian. Kanisius.Yogyakarta.
Sastrodihardjo, S. 1984. Diamondback Moth in Indonesia. Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Sastrodihardjo. 1984. Pengantar Entomologi Terapan. Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Sudarmo. 1991. Pengendalian Serangan Hama Sayuran dan Palawija.Kanisius.Yogyakarta.
Sudarmo, Hamdani dan D. Prijono. 1999. Keefektifan ekstrak sederhanaAglaia odorata terhadap ulat krop kubis (Crocidolomia binotalis).Prosiding
16
Forum Komunikasi Ilmiah Pemanfaatan Pestisida Nabati.Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan
Sudarwohadi S. 1984. Correlation between planting time of cabbage and population dynamics of Plutella maculipennis Curt.andCrocidolomia binotalis Zell. Bull. Penel.Hort. ,3, 3-14 (in Indonesian with English Summary).
Suparjiyem, dkk. 2006. Patogenesitas Jamur Nomuraea rileyi Terhadap Spodoptera litura. Sekolah Pascasarjana Agrosains: Bandung.
Surachman E dan Suryanto WA, 2007. Hama Tanaman Pangan, Hortikulturan dan Perkebunan Masalah dan Solusinya, Kanisius. Yogyakarta
Suyanto, A. 1994.Hama Sayur dan Buah, Seri PHT.Penebar Swadaya. Jakarta.
Tarumingkeng R.C, 2007.Serangga dan Lingkungan. Institut Pertanian Bogor: Bogor. http://pertanian.blogsome.com/category/hama-penyakit/. diakses tanggal 04 april 2010
Trizelia, 2001.Makalah Pemanfaatan Bacillus thuringiensis Untuk Pengendalian Hama Crocidolomia binotalis. IPB: Bogor. http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/03112/trizelia.htm
Untung Kasumbogo, 2007. Kebijakan Perlindungan Tanaman. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta
Winarto Loso dan Darmawati Nazir, 2004.Teknologi Pengendalian Hama Plutella xylostella Dengan Insektisida dan Agen Hayati Pada Kubis di Kabupaten Karo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara: Medan
17
Lampiran 1: Jadwal Penelitian
No KegiatanBulan 1 Bulan 2 Bulan 3
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 41 Persiapan bahan dan alat 2 Dilapangan
Persiapan lahan Persemaian Penyapihan Pemeliharaan Observasi
3 Di laboratorium Penghitungan lalat
Pembiakan P.xilostella Pembuatan medium beras Pembuatan fomulasi CEP Aplikasi perlakuan
4 Pengamatan Penyusunan dan pengolahan dataPenulisan laporan
18
P01 P23P11 P54
P41 P33P22 P04
P42 P43P21 P14
P31 P41P44 P24
P52 P32P12 P14
P01 P51P53 P34
Lampiran 2.Bagan Penelitian di Laboratorium Menurut Rancangan Acak Lengkap
Keterangan :P0 = Tanpa Perlakuan (kontrol)P1 = konsentrasi CEP 15gr/ltP2 = konsentrasi CEP 20gr/ltP3 = konsentrasi CEP 25gr/ltP4 = konsentrasi CEP 30gr/ltP5 = konsentrasi CEP 35gr/lt1,2,3,4 = Ulangan
19