Upload
elfrida-pakpahan
View
230
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
Karakteristik Dan Pola Perilaku Pasien Hipertensi Di Puskesmas Kecamatan Makassar
Agustus – September 2012
Pembimbing :
Dr.Herke J.O.Sigarlaki, MKM (Epid)
Disusun Oleh :
Ketua : Dwi Feris Martua Sidabutar
Wakil Ketua : Stella junette Wattimury
Sekretaris : Vidya Natika Mahardyani
Bendahara : Ayuni Rianti
Anggota : Rafiah Sirikit Saenong
Maria Endah Purwani
Sartian Battung
Hastomo Prabowo
Elfrida pakpahan
Imam Hertian Maryanto
KEPANITERAANILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PERIODE 6 AGUSTUS – 6 OKTOBER 2012
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan proposal penelitian.
Laporan proposal penelitian ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan
untuk tugas kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Indonesia
Dalam penulisan proposal penelitian ini penulis memperoleh banyak bimbingan, saran,
dan bantuan dari berbagai pihak. Sehubungan dengan itu penulis ingin menyampaikan terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dr. Herke Sigarlaki,MKM (Epid) atas
segala jerih payah beliau membimbing penulis selama penulisan hingga selesainya proposal
penelitian ini.
Jakarta, Agustus 2012
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1
1.1. Latar belakang.......................................................................................................................1
1.2 Perumusan masalah................................................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian...................................................................................................................4
1.4 Ruang Lingkup.......................................................................................................................4
1.5 Manfaat Penelitian.................................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................................5
1. Definisi Hipertensi.....................................................................................................................
2. Pembagian Hipertensi................................................................................................................
3. Faktor Risiko Hipertensi............................................................................................................
4. Tanda Dan Gejala Hipertensi.....................................................................................................
5. Epidemiologi Hipertensi............................................................................................................
6. Pemeriksaan...............................................................................................................................
7. Rencana penatalaksanaan...........................................................................................................
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN DEFINISI OPERASIONAL.................................5
3.1. Kerangka Teoritis dan kerangka konsep.............................................................................31
3.1.1 Kerangka Teoritis..........................................................................................................31
3.1.2 Kerangka Konsep..........................................................................................................32
3.2. Definisi Operasional............................................................Error! Bookmark not defined.
ii
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN......................................................................................33
4.1. Metoda penelitian................................................................................................................33
4.1.1. Jenis penelitian.............................................................................................................33
4.1.2. Populasi........................................................................................................................33
4.1.3. Sampel..........................................................................................................................33
4.1.4. Cara pengumpulan data................................................................................................33
4.1.5. Alat pengumpulan data.................................................................................................33
4.1.6.1. Rencana pengolahan dan analisis data, dan pelaksanaan..........................................33
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Definisi hipertensi tidak berubah sesuai dengan umur: tekanan darah sistolik (TDS) > 140
mmHg dan/ atau tekanan darah diastolik (TDD) > 90 mmHg. Hipertensi sistolodiastolik
didiagnosis bila TDS _ 140 mmhg dan TDD _ 90 mmHg. Hipertensi sistolik terisolasi (HST)
adalah bila TDS _ 140 mmHg dengan TDD < 90 mmHg. 3 Definisi hipertensi menurut WHO
dapat dilihat pada tabel 1.
1
Jika tekanan darah sistolik dan diastolik berbeda kategori, dipakai kategori yang lebih tinggi.
Klasifikasi hipertensi mcnurut JNC VII dan JNC VI dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi dan tekanan darah umur 18 tahun menurut JNC VII versus JNC VI
Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, yakni
mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Hipertensi merupakan
gangguan sistem peredaran darah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas normal,
yaitu 140/90 mmHg. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007
menunjukan prevalensi hipertensi secara nasional mencapai 31,7%. (Menurut Menkes dr.
Endang R. Sedyaningsih, Dr. PH, ketika membuka The 4th Scientific Meeting on
Hypertension).1 Menurut Menkes, hipertensi merupakan penyakit yang sangat berbahaya,
karena tidak ada gejala atau tanda khas sebagai peringatan dini. Kebanyakan orang merasa sehat
dan energik walaupun hipertensi. Menurut hasil Riskesdas Tahun 2007, sebagian besar kasus
2
hipertensi di masyarakat belum terdeteksi. Keadaan ini tentunya sangat berbahaya, yang dapat
menyebabkan kematian mendadak pada masyarakat.
Hipertensi dan komplikasinya dapat dicegah dengan gaya hidup sehat dan mengendalikan
faktor risiko. Caranya, pertahankan berat badan dalam kondisi normal. Atur pola makan,
dengan mengkonsumsi makan rendah garam dan rendah lemak serta perbanyak konsumsi sayur
dan buah. Lakukan olahraga dengan teratur. Atasi strees dan emosi, hentikan kebiasaan merokok,
hindari minuman beralkohol, dan periksa tekanan darah secara berkala.1
Dalam pencegahan dan penanggulangan hipertensi berbagai upaya telah dilakukan, yaitu
penyusunan berbagai kebijakan berupa pedoman, Juklak dan Juknis pengendalian hipertensi.
Pencegahan dan penanggulangan hipertensi sesuai dengan kemajuan teknologi dan kondisi
daerah (local area specific). Memperkuat logistik dan distribusi untuk deteksi dini faktor risiko
penyakit jantung dan pembuluh darah termasuk hipertens. Meningkatkan surveilans
epidemiologi dan sistem informasi pengendalian hipertensi. Mengembangkan SDM dan sistem
pembiayaan serta memperkuat jejaring serta monitoring dan evaluasi pelaksanaan.1
1.2Perumusan masalah
Sebagaimana yang telah kita ketahui, bahwa ada beberapa masalah yang dapat timbul
berkaitan dengan tingginya tekanan darah. Seperti penyakit kardiovascular, serbral vascular,
gagal ginjal, persalinan. Banyak faktor yang mempengaruhi, seperti obesitas, merokok, konsumsi
garam berlebih, stress, macam pekerjaan. Oleh karena itu melalui penelitian ini, diharapkan
dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkisar :
1. Bagaimana karakteristik dan pola perilaku pasien yang mengalami hipertensi
2. Apakah hubungan factor risiko dengan hipertensi
3
1.3Tujuan Penelitian
1.3.1Tujuan umum: Mengetahui Mengetahui Karakteristik Dan Pola Perilaku Pasien Hipertensi
Di Puskesmas Kecamatan Makassar Agustus Hingga September 2012
1.3.2Tujuan khusus:
A. Mengetahui karakteristik penderita hipertensi terhadap factor risiko hipertensi
B. Mengetahui tingkat pengetahuan penderita hipertensi terhadap pengaruh dan faktor risiko lain
C. Mengetahui sikap dan pola perilaku pasien hipertensi
1.4Ruang Lingkup
Mengingat luasnya masalah dan terbatasnya waktu serta kemampuan yang ada pada
penulis, maka penulis membatasi masalah yaitu Karakteristik dan pola perilaku pasien hipertensi
dengan mewawancarai para pasien hipertensi sebagai koresponden di Puskesmas kecamatan
makassar pada Agustus – September 2012
1.5Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian dapat diidentifikasi sebagai berikut:
i. Mengetahui hubungan karakteristik penderita hipertensi terhadap faktor risiko hipertensi
ii. Mengetahui apa saja yang dapat mengakibatkan hipertensi
iii. Mengetahui pemahaman penderita hipertensi terhadap pengaruh dan faktor risiko lain
iv. Mengetahui pola perilaku pasien hipertensi
v. Menambah pengetahuan dan pengalaman mahasiswa dalam metodologi penelitian
vi. Dapat digunakan oleh mahasiswa secara khususnya dan masyarakat pada umumnya
sebagai acuan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik dan pola perilaku dengan
hipertensi di Puskesmas Makassar sejak Agustus - September 2012.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 EPIDEMIOLOGI
Data epidemiologis menunjukkan bahwa dengan makin meningkatnya populasi usia
lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah, dimana
baik hipertensi sistolik dan kombinasi hipertensi sitolik dan diastolik sering timbul pada lebih
dari separuh orang yang berusia >65 tahun. Selain itu, laju pengendalian tekanan darah yang
dahulu terus meningkat, dalam dekade terakhir tidak menujukkan kemajuan lagi (pola kurva
mendatar), dan pengendalian tekanan darah ini hanya mencapai 34% dari seluruh pasien
hipertensi.(1)
Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar besar berasal dari negara-
negara yang sudah maju. Data dari The National Health and Nutrition Examination Survey
(NHNES) menunjukkan bahwa tahun 1999-2000, insiden hipertensi pada orang dewasa adalah
sekitar 29-31%, yang berarti terdapat 58-65 juta orang hipertensi di Amerika, dan terjadi
peningkatan 15 juta dari data NHANES III tahun 1988-1991. Hipertensi esensial sendiri
merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi.(1)
Di Indonesia banyaknya penderita Hipertensi diperkirakan 15 juta orang tetapi hanya 4%
yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi 6-15% pada orang dewasa, 50% diantaranya
tidak menyadari sebagai penderita hipertensi sehingga mereka cenderung untuk menjadi
hipertensi berat karena tidak menghindari dan tidak mengetahui factor risikonya, dan 90%
merupakan hipertensi esensial.Saat ini penyakit degeneratif dan kardiovaskuler sudah merupakan
salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Hasil survey Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 1972, 1986, dan 1992 menunjukkan peningkatan prevalensi penyakit
kardiovaskuler yang menyolok sebagai penyebab kematian dan sejak tahun 1993 diduga sebagai
penyebab kematian nomor satu. Penyakit tersebut timbul karena berbagai factor risiko seperti
kebiasaan merokok, hipertensi, disiplidemia, diabetes melitus, obesitas, usia lanjut dan riwayat
5
keluarga. Dari factor risiko diatas yang sangat erat kaitannya dengan gizi adalah hipertensi,
obesitas, displidemia, dan diabetes mellitus
II.2 DEFINISI
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi esensial.
Beberapa penulis lebih memilih istilah hipertensi primer, untuk membedakannya dengan
hipertensi lain yang sekunder karena sebab-sebab yang diketahui.(1)
Hipertensi primer juga disebut hipertensi esensial atau idiopatik dan merupakan 95% dari
kasus-kasus hipertensi. Selama 75 tahun terakhir telah banyak penelitian untuk mencari
etiologinya.(2)
III.3 KLASIFIKASI
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang
dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, Hipertensi derajat 1 dan derajat 2.
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7
Klasifikasi Tekanan Darah TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Normal < 120 Dan < 80
Prahipertensi 120 - 139 Atau 80 – 89
Hipertensi derajat 1 140 – 159 Atau 90 – 99
Hipertensi derajat 2 ≥ 160 Atau ≥ 100
TDS = Tekanan Darah Sistolik, TDD = Tekanan Darah Diastolik
Masih ada beberapa klasifikasi dan pedoman penanganan hipertensilain dari World
Health Organization (WHO) dan International Society of Hypertension (ISH0, dari European
6
Society of Hypertention (ESH, bersama European Society of Cardiology), British Hypertension
Society (BSH) serta Canadian Hypertension Education Pragram (CHEP), tetapi umumnya
digunakan JNC 7.
II.4 PATOGENESIS
Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktoral yang timbul terutama karena interaksi
antara faktor-faktor risiko tertentu. Faktor-faktor risiko yang mendorong timbulnya kenaikan
tekanan darah tersebut adalah(1):
1. Faktor risiko, seperti: genetik, usia, jenis kelamin, ras, janin, stress, geografi dan
lingkungan, diet dan asupan garam, resistensi insulin/hiper insulinemia.
a. Faktor Genetik
Beberapa penderita hipertensi didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensialdengan
riwayat hipertensi dalam keluarga.Dibanding orang kulit putih, orang kulit hitam
dinegara barat lebih banyak menderita hipertensi,lebih tinggi tingkat hipertensinya, dan
lebih besar tingkat morbiditas dan mortalitasnya, sehingga diperkirakan ada kaitan
hipertensi dengan perbedaan genetik. Beberapa peniliti mengatakan terdapat kelainan
pada gen angiotesinogen tetapi mekanismenya mungkin bersifat poligenik.(2)
b. Usia
Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Pasien yangberusia
di atas 60 tahun, 50 ± 60 % mempunyai tekanan darah lebih besar atau samadengan
140/90 mmHg. Peningkatan tekanan darah ini dikarenakan setelah memasukiusia 45
tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena penumpukan zat kolagen
pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan
menjadi kaku. Tekanan darah sistolik akan meningkat smpai dekadekelima dan keenam
hingga kemudian menetap atau cenderung menurun,karena kelenturan pembuluh darah
besar berkurang pada pertambahan usia hingga dekade ke tujuh.
c. Jenis Kelamin
7
Hipertensi pada usia muda cenderung lebih sering pada laki-laki daripadaperempuan,
namun hipertensi pada usia lanjut tidak memiliki perbedaan yang signifikan antara laki-
laki dan perempuan. Pada wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh
hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkankadar High Density Lipoprotein
(HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakanfaktor pelindung dalam mencegah
terjadinya proses aterosklerosis (2)
d. Ras
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari pada yangberkulit
putih. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya. Pada orangkulit hitam
ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitifitas terhadapvasopressin lebih besar.
e. Janin
Faktor ini dapat memberikan pengaruh karena berat lahir rendah tampaknya
merupakan predisposisi hipertensi dikemudian hari, barangkali karena lebih sedikitnya
jumlah nefron dan lebih rendahnya kemampuan mengeluarkan natrium pada bayi dengan
berat lahir rendah.(2)
f. Geografi dan lingkungan
Terdapat perbedaan tekanan darah yang nyata antara populasi kelompok daerah
kurang makmur dengan daerah maju,seperti bangsa Indian Amerika Selatan yang tekanan
darahnya rendah dan tidak banyak meningiat sesuai dengan pertambahan usia dibanding
masyarakat Barat.(2)
g. Diet dan asupan garam / natrium
Banyak bukti yang mendukung peran natrium dalam terjadinya hipertensi, barangkali
karena ketidakmampuan mengeluarkan natirum secara efisien baik diturunkan atau
didapat. Ada yang berpendapat bahwa terdapat hormon natriuretik (de Wardener) yang
menghambat aktivitas sel pompa natrium (ATPase natrium-kalium) dan mempunyai efek
penekanan. Berdasarkan studi populasi, seperti Studi INTERSALT (1988) diperoleh
8
korelasi antara asupan natrium rerata dengan TD, dan penurunan TD dapat diperoleh
dengan mengurangi konsumsi garam.(2)
h. Resistensi insulin/hiperinsulinemia
Kaitan hipertensi primer dengan resistensi insulin telah diketahui sejak beberapa
tahun silam, terutama pada pasien gemuk.Insulin merupakan zat penekanan karena
meningkatkan kadar katekolamin dan reabsopsi natrium.(2)
2. Sistem saraf simpatis
Tonus simpatis
Variasi diurnal (1)
Dapat terlihat pada hipertensi umur muda terjadi hiperaktitas simpatis. Katekolamin
akan memacu produksi rennin, menyebabkan konstriksi arteriol dan vena dan
meningkatkan curah jantung.(2)
3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi:
Endotel pembuluh darah berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot polos
dan interstisium juga memberikan kontribusi akhir.(1)
Penderita hipertensi mengalami penurunan respons vasodilatasi terhadap nitrat oksida,
dan endotel mengandung vasodilator seperti endotelin-I, meskipun kaitannya dengan
hipertensi tidak jelas.(2)
4. Pengaruh system otokrin setempat yang berperan pada sistem renin, angiontensin
dan aldosteron.(1)
Renin memicu produksi angiotensin (zat penekan) dan aldosteron (yang memacu
natrium dan terjadinya retensi air sebagai akibat). Beberapa studi telah menunjukkan
sebagian pasien hipertensi primer mempunyai kadar renin yang meningkat, tetapi
9
sebagian besar normal atau rendah, disebabkan efek homeostatic dan mekanisme umpan
balik karena kelebihan beban volume dan peningkatan TD dimana keduanya diharapkan
akan menekan produksi rennin.(2)
Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan
darah yang mempengaruhi rumus dasar TD, yaitu: Tekanan Darah = Curah Jantung x
Tahanan Perifer.(1)
II.5 DIAGNOSIS
10
Gambar. Faktor-faktor yang berpengaruh pada pengendalian tekanan darah
Benarlah pernyataan umum yang mengatakan bahwa: Tidak ada tanda dan gejala spesifik
yang dapat dihubungkan dengan penyakit hipertensi, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter
yang memeriksa. Namun diagnosis hipertensi dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik yang
terlazim, pemeriksaan dasar/fsisk, dan pemeriksaan penunjang lainnya.
a. Gejala
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala,
kelelahan, dan epistaksis. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai
kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis. Tetapi pasien dengan nyeri kepala pagi
dini hari (yang bisa membangunkan pasien) bisa menderita hipertensi penyerta; dan nyeri
kepala vertikal parah yang timbul mendadak akan meningkatkan kemungkinan ruptur
aneurisma berry disertai perdarahan subarakhinoid.(5)
b. Pemeriksaan dasar
Pengukuran tekanan darah yang sesuai standar dilakukan tidak hanya sekali, bila perlu
dapat pada lebih sekali kunjungan. Untuk memutuskan seseorang mengalami hipertensi,
hendaknyadilakukan pemeriksaan sebanyak tiga kali dengan waktu yang berbeda dalam
beberapa minggu.
Syarat standar pengukuran tekanan darah :
Diukur setelah pasien duduk dan istirahat beberapa menit di ruangan yang tenang
Cuff standar yaitu dengan balon 12 – 13 cm lebar dan panjang 35 cm, orang gemuk
atau anak perlu alat yang sesuai dan dipasang setinggi jantung
Tekanan sistolik = suara fase I dan tekanan diastolic = fase V
Pengukuran pertama haarus pada kedua sisi lengan untuk menghindarkan kelainan
pembuluh darah perifer
Harus diukur juga tekanan darah sewaktu berdiri pada manula, pasien DM, atau
keadaan yang sering timbul hipotensi ortostatik
11
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari: (1)
Test darah rutin
Glukosa darah (sebaiknya puasa)
Kolestrol total serum
Kolestrol LDL dan HDL serum
Trigliserid serum (puasa)
Asam urat serum
Kreatinin serum
Kalium serum
Hemoglobin dan hematokrit
Urinalisis (uji carik celup serta sedimen urin)
EKG
Pemeriksaan penunjang untuk Hipertensi
Tes Alasan
Urinalisis untuk darah dan protein,
elektrolit dan kreatinin darah
Dapat menunjukkan penyakit ginjal baik
sebagai penyebab atau disebabkan oleh
hipertensi, atau (jarang) dapat dianggap
hipertensi adrenal (sekunder)
Glukosa darah Untuk menyingkirkan diabetes atau intoleransi
glukosa
12
Kolestrol HDL dan kolestrol total serum Membantu memperkirakan risiko
kardiovaskular dimasa depan
EKG Untuk menetapka adanya hipertrofi ventrikel
kiri
II.6 KERUSAKAN ORGAN TARGET
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Kerusakan organ-organ target yang umum ditemui pada pasien hipertensi
adalah:
1. Jantung
Hipertrofi ventrikel kiri(1,2,4)
Angina atau riwayat infark miokard(1,2,4)
Riwayat revaskularisasi koroner(4)
Gagal jantung(1,2,4)
Hipertrofi ventrikel kiri menyebabkan peningkatan kekakuan dinding terhadap
pengisian diastolik dan gelombang ‘a’ (sistole atrium) yang menonjol pada
ekokardiografi. Gagal ventrikel kiri (disfungsi sistolik dan diastolik) dapat terjadi,
seringkali tanpa dilatasi ventrikel. Terapi dengan antihipertensi terutama penghambat
enzim pengkonversi angiotensin (angiotensin converting enzyme/ACE), telah terbukti
mengurangi hipertrofi ventrikel kiri jika tekanan darah diturunkan. Penyakit jantung
koroner sering terjadi pada hipertensi, dan bersama dengan disfungsi ventrikel kiri
mungkin menyebabkan tingginya angka kematian penyakit jantung. Risiko kejadian
jantung (kematian, infark miokard, gagal jantung, aritmia ventrikel) akan berkurang jika
hipertansi diturunkan. Jika tekanan diastolik diturunkan di bawah 80 mmHg, risiko akan
mulai meningkat lagi, disebut sebagai kurva berbentuk J, meskipun pengamatan ini masih
diperdebatkan. Peningkatan gejala penyakit jantung pada tekanan diastolik yang rendah
13
mungkin disebabkan karena rendahnya tekanan perfusi koroner, yang dengan
miokardyang menebal disertai resistensi areriol yang meninggi akibat proses hipertensi,
menyebabkan iskemia jantung terutama pada malam hari ketika tekanan darah biasanya
paling rendah.(2)
2. Otak
Strok atau transient ischemic attack (TIA) (1,2,4)
Stroke dan serangan iskemik transien lebih sering ditemukan pada penderita
hipertensi. Selama stroke, tekanan darah dapat meningkat secara akut dan perlu kehati-
hatian untuk menurunkannya terlalu cepat atau mendadak. Resistensi vascular serebral
akan meningkat karena efek hipertensi jangka panjang, juga kemungkinan efek akut
edema serebral, dan reduksi berlebihan tekanan perfusi arteri serebral dapat
meningkatkan iskemia serebral.(2)
3. Penyakit ginjal kronik(1,2,4)
Terjadinya kerusakan dan gagal ginjal secara perlahan sering ditemukan pada
hipertensi menahun, khususnya dengan kontrol yang tidak teratur, dan lebih sering pada
orang kulit hitam. Hilangnya kemampuan pemekatan urin akan menyebabkan terjadinya
nokturia. Mikroalbuminuria berlanjut dengan proteinuria yang lebih hebat dan penurunan
bersihan kreatinin. Akhirnya, dapat terjadi gagal ginjal tahap akhir dan memerlukan
dialysis. Pada hipertensi hebat yang dipercepat, gagal ginjal akut sering terjadi dan
merupakan penyebab utama kematian jika hipertensi tidak diterapi dengan tepat.
Kejadian demikian merupakan suatu kedaruratan medis.(2)
14
4. Penyakit arteri koronaria(5)
Hipertensi umumnya dikenal sebagai faktor risiko utama penyakit arteri koronaria,
bersama dengan diabetes mellitus,hiperlipidemia dan meroko sigaret. Karena
aterosklerosis begitu lazim ditemukan dalam hipertensi maka logis untuk menyaring
populasi hipertensi untuk tiga factor ini dan mengharapkan hasil yang sangat tinggi.
Karena itu, “profil” lipid yang mencakup kolestrol lipoprotein tinggi (HDL), dan rendah
(LDL), asam urat serum dan toleransi karbohidrat merupakan faktor penting untuk
mengevaluasi pasien hipertensi. Lebih lanjut, pengetahuan satu kelainan dapat
memberikan kesadaran lebiih mendalam tentang lainnya (mis.hiperlipidemia dan
intoleransi karbohidrat).(5)
5. Retinopati (1,2,4)
Indikasi kerusakan organ target dapat diperoleh dengan memeriksa fundus mata untuk
menemukan perubahan yang berkaitan dengan hipertensi.
Retinopati pada Hipertensi
Derajat 1 Penyempitan ringan atau sklerosis lumen arteriol retina,
memberikan efek ‘kawat perak (silver wiring)’
Derajat 2 Sklerosis arteriol sedang atau berat, terlihat sebagai (‘nipping’) at
terlovenosa
Derajat 3 Perubahan progresif retina mengakibatkan edema, bintik ‘cotton
wall’, dan perdarahan
Derajat 4 Semua data diatas dengan edema papil
Derajat 3 dan 4 sering terlihat pada hipertensi hebat yang dipercepat, sedangkan
derajat 1 dan 2 berkorelasi kuat dengan kerusakan organ target lain pada hipertensi
kronis.(2)
15
Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ tersebut
dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek
tidak langsung, antara lain karena adanya autoantibody terhadap reseptor ATI
Angiotensin II, stress oksidatif, down regulation dari ekspresi nitric oxide xynthase, dan
lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas
terhadap garam berperan besar dalam timbulya kerusakan organ target, misalnya
kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming growth factor-β
(TGF-β).
Adanya kerusakan organ target, terutama pada jantung dan pembuluh darah, akan
memperburuk prognosis pasien hipertensi. TIngginya morbiditas dan mortalitas pasien
hipertensi terutama disebabkan oleh timbulnya penyebab kardiovaskuler.
Pasien dengan prehipertensi berisiko mengalami peningkatan tekanan darah menjadi
hipertensi; mereka yang tekanan darahnya berkisar antara 130-139/80-89 mmHg dalam
sepanjang hidupnya akan memiliki dua kali risiko menjadi hipertensi dan mengalami
penyakit kardiovaskular dari pada tekanan darahnya lebih rendah.
Pada orang yang berumur lebih dari 50 tahun, tekanan darah sistolik > 140mmHg
merupakan faktor risiko yang lebih penting untuk terjadinya penyakit kardiovaskular dari
pada tekanan darah diastolik
Risiko penyakit kardiovaskuler dimulai pada tekanan darah 115/75mmHg, meningkat
dua kali dengan tiap kenaikan 20/10 mmHg
Risiko penyakit kardiovaskuler bersifat kontinyu, konsisten, dan independen dari
faktor risiko lainnya
Individu berumur 55 tahun memiliki 90% risiko untuk mengalami hipertensi.(1)
II.7 EVALUASI HIPERTENSI
Evaluasi pada pasien hipertensi bertujuan untuk:
16
1) Menilai pola hidup dan identifikasi faktor-faktor risiko kardiovaskular lainnya atau
menilai adanya penyakit penyerta yang mempengaruhi prognosis dan menentukan
pengobatan.
2) Mencari penyebab kenaikan tekanan darah.
3) Menentukan ada tidaknya kerusakan target organ dan penyakit kardiovakular.
Evaluasi pasien hipertensi adalah dengan melakukan anamnesis tentang keluhan
pasien, riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisis serta
pemeriksaan penunjang.
Anamnesis meliputi:
1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
2. Indikasi adanya hipertensi sekunder
a. Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)
b. Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri, pemakaian obat-obat
analgesic dan obat/bahan lain
c. Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi (feokromositoma)
d. Episode lemah otot dan tetani (aldosteronisme)
3. Faktor-faktor risiko
a. Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga pasien
b. Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya
c. Riwayat diabetes mellitus pada pasien atau keluarganya
d. Kebiasaan merokok
e. Pola makan
f. Kegemukan, ntensitas olah raga
17
g. Kepribadian
4. Gejala kerusakan organ
a. Otak dan mata: sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient ischemic
attacks, deficit sensoris atau motoris
b. Jantung: palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki
c. Ginjal: haus, poliuri, nocturia, hematuri
d. Arteri perifer: ekstremitas dingin, klaudikasio intermiten
5. Pengobatan antihipertensi sebelumnya
6. Faktor-faktor pribadi, keluarga dan lingkungan
II.8 PENGOBATAN
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:
Target tekanan darah < 140/90 mmHg, untuk individu berisiko tinggi (diabetes, gagal
ginjal proteinuria) < 130/80 mmHg
Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular
Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria
Selain pengobatan hipertensi, pengobatan terhadap faktor risiko atau kondisi penyerta
lainnya seperti diabetes mellitus atau dislipidemia juga harus dilaksanakan hingga mencapai
target terapi masing-masing kondisi.
Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan farmakologis. Terapi
nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi dengan tujuan menurunkan
tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor risiko serta penyakit penyerta lainnya.(1)
A. TERAPI NONFARMAKOLOGIS
18
Modifikasi Gaya Hidup
Tekanan darah dapat diturunkan dan dikontrol. Berbagai penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa lifestyle (gaya hidup) mempunyai peran dalam
terapi/ pentalaksanaan pasien hipertensi. Pemberian terapi farmakologik bersama dengan perubahan gaya hidup merupakan terapi hipertensi yang terbaik untuk
menurunkan risiko penyekit kardiovaskular dan pencapaian target tekanan darah pada pasien hipertensi. Perubahan gaya hidup dilakukan pada semua pasien hipertensi,
apapun jenis terapi farmakologinya, karena perubahan gaya hidup dapat mengurangi bahkan meniadakan obat-obat antihipertensi. Sejumlah pedoman penatalaksanaan
hipertensi dari berbagai negara merekomendasikan agar pasein hipertensi melakukan perubahan gaya hidup. Meliputi modifikasi diet, penurunan berat badan dan
peningkatan aktivitas fisik.(6)
Pilihan modifikasi gaya hidup yang dapat mencegah dan
mengontrol hipertensi
i. Stop merokok
ii. Gaya hidup aktif
iii. Memelihara berat badan ideal
iv. Makan gizi seimbang
v. Menurunkan asupan garam
vi. Membatasi konsumsi alcohol (bagi yang minum)
1. STOP MEROKOK
Pasien harus diberi edukasi tegas agar tidak merokok atau berhenti merokok.
2. GAYA HIDUP AKTIF
Panduan tatalaksana hipertensi menganjurkan untuk melakukan perubahan gaya
hidup sebagai salah satu upaya pencegahan dan terapi hipertensi serta pengendalian
factor risiko hipertensi. Hidup aktif menjadi salah satu aspek dalam perubahan pola
hidup. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa hidup akitf, yaitu meningkatkan
latihan fisik sedang selama minimal 30 menit setiap hari dapat menurunkan risiko
terjadinya hipertensi (30-50%).
Pada penderita hipertensi sedang sampai berat dianjurkan melakukan latihan fisik aerobik
non impact atau low impact.Jangan melakukan latihan fisik aerobic high impact.
19
Latihan fisik
Latihan fisik adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana, terstruktur dan
terprogram dengan melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang serta ditujukan untuk
meningkatkan kebugaran jasmani. Latihan fisik yang dianjurkan adalah latihan fisik
aerobik dan latihan kekuatan otot.
Tujuan latihan fisik adalah memelihara dan meningkatkan kebugaran
kerdiorespirasi, memperbaiki kerja jantung dan pembuluh darah sehingga dapat
menurunkan tahanan perifer pembuluh darah. Dengan demikian akan akan terjadi
penurunan tekanan darah.
Perhatian saat melakukan latihan fisik:
a. Cukup istirahat 6-7 jam
b. Menggunakan pakaian olahraga yang agak longgar dan menyerap keringat
c. Menggunakan sepatu olahraga yang sesuai dengan latihan yang dipilih
d. Membawa obat-obatan yang biasa diminum
Kontraindikasi latihan fisik:
a. Tekanan darah tinggi sistol > 160 mmHg, diastole > 100 mmHg
b. Kardiomiopati
c. Kelainan katup jantung
d. DM dengan kadar gula darah ewaktu >250 mg/dl
e. Rasa lelah yang berlebihan
f. Nyeri perut dan nyeri punggung
g. Gangguan pada tungkai seperti inflamasi pada penyakit Gout, Artritis dan Rematoid
arthritis
20
h. Berdebar-debar (nadi istirahat >100x/menit)
i. Sesak napas
j. Demam
3. MEMELIHARA BERAT BADAN IDEAL
Sebanyak 30-65% penderita hipertensi termasuk obesitas. Menurunkan berat
badan merupakan salaha satu modifikasi gaya hidup yang dapat menurunkan tekanan
darah. Pasien hipertensi dianjurkan untuk menurunkan atau memepertahankan berat
badannya dalam batas normal dengan indeks massa tubuh (IMT) antara 18,5-22,9 kg/m2
dan lingkar pinggang untuk perempuan <80 cm dan laki-laki <90cm.
Indeks massa tubuh (IMT) dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
4. MAKAN GIZI SEIMBANG
MODIFIKASI DIET
Modifikasi diet telah dibuktikan dapat menurunkan tekanan darah pada pasien
hipertensi. Prinsip diet pada penderita hipertensi adalah pola asupan makanan yang sesuai
dengan gizi seimbang, pembatasan asupan natrium, serta cukup asupan kalium, kalsium,
dan magnesium.
Pola asupan makanan
Pola asupan makanan sehari-hari bagi pasien hipertensi dianjurkan sesuai dengan
Pedoman Umum Gizi Seimbang yaitu mengkonsumsi beragam jenis bahan makanan,
meliputi sumber karbohidrat 3-8 porsi per hari, sayuran 2-3 porsi per hari, buah-buahan
3-5 porsi per hari, dan protein nabati dan hewani, masing-masing 2-3 porsi per hari serta
sedikit garam dan gula, dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
21
5. MENURUNKAN ASUPAN GARAM
Pembatasan asupan natrium
Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan asupan tinggi natrium
meningkatkan angka kejadian hipertensi, stroke, dan kematian akibat penyakit
kardiovaskuler. Menurunkan asupan natrium pada penderita hipertensi hingga menjadi 75
mmol/hari (1,8 g/hari), dapat menurunkan tekanan darah sistolik 4-5 mmHg. Anjuran
asupan natrium untuk pencegahan hipertensi dan pada prahipertensi adalah kurang dari
100 mml/hari atau 2,4 g/hari yang setara dengan 6 g garam dapur (natrium klorida) atau
satu sendok the. Bagi pasien dengan hipertensi, asupan natrium dibatasi menjadi 1,5
gr/hari atau kurang lebih 3,5-4 gr garam/hari. Walaupun tidak semua pasien hipertensi
sensitif terhadap natrium, namun pembatasan asupan natrium merupakan penyerta yang
penting bagi terapi farmakologi dan modifikasi gaya hidup lainnya.
22
Dalam makanan sehari-hari, asupan natrium dapat diperoleh dari berbagai
sumber, meliputi garam natrium yang ditambahkan pada produk olahan seperti produk
industri, berbagai bahan makanan sehari-hari, dan natrium yang berasal dari penambahan
garam pada waktu memasak atau penambahan individual pada saat makan. Oleh karena
itu untuk dapat memenuhi pembatasan asupan natrium perlu diketahui bahan makanan
yang mempunyai kandungan tinggi natrium yang merupakan bahan makanan yang harus
dihindari. Umumnya bahan makanan jenis ini adalah bahan makanan yang diasinkan,
diisap, makanan kalengan, dan high-processed.
6. MEMBATASI KONSUMSI ALKOHOL (BAGI YANG MINUM)
Jangan mengkonsumsi alkohol. Mengurangi alkohol akan menurunkan TDS rata-
rata 3.8 mmHg pada penderita hipertensi. Satu metanalisis menunjukkan bahwa kadar
alcohol seberapapun akan meningkatkan tekanan darah.
Ada hubungan linear antar konsumsi alcohol dengan kekerapan hipertensi.
Pembatasan asupan alkohol juga memperngaruhi TD. Dianjurkan batasi asupan
alkohol tidak lebih dari 2 porsi (2 drinks) perhari yang setara dengan 60 ml whiskey, 300
ml red wine. Untuk wanita atau laki-laki dengan berat badan yang lebih ringan, asupan
alcohol harus separuh dosis tersebut.(6)
B. TERAPI FARMAKOLOGIS
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan JNC 7:
Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosterone Antagonist (Aldo Ant)
Beta Blocker (BB)
Calcium Channel Blocker atau Calcium antagonist (CCB)
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/blocker (ARB)
23
Diuretik
Mempunyai efek antihipertensi dengan cara menurunkan volume ekstraseluler danplasma
sehingga terjadi penurunan curah jantung. Thiazide menghambat reabsorbsinatrium di
segmen kortikal ascending limb, loop henle dan pada bagian awal tubulusdistal. Jenis lain
golongan thiazide adalah klortalidon yang mempunyai cara kerja yangtidak berbeda tapi
jangka waktu kerjanya lebih panjang.
Pada gangguan fungsi ginjal thiazid tidak dianjurkan karena tidak menunjukkanefek
antihipertensi. Pada keadaan ini dapat digunakan golongan loop diuretik, seperti furosemid
dan asam etakrinik. Golongan ini termasuk diuretic kuat yang bekerja pada segmen tebal
medullary ascending lim, loop henle. Dosis furosemid umunya 40 mg tiaphari tetapi pada
beberapa pasien dibutuhkan dosis sampai 160 mg. Asam etakrinik dapat diberikan dengan
dosis awal 50mg tiap pagi yang dapat dinaikkan sesuai kebutuhan.
Golongan penghambat simpatetik
Penghambatan aktivitas simpatik dapat terjadi pada pusat vasomotor otak sepertipada
pemberian metildopa dan klonidin atau pada ujung saraf perifer seperti reserpin
danguanetidin. Metildopa mempunyai efek antihipertensi dengan menurunkan tonus
simpatik secara sentral. Mekanisme kerja yang lain ialah dengan menggganti norepinefrin di
saraf perifer dengan metabolit metildopa yang kurang poten. Efek hipotensinya lambat, dan
baru mencapai puncaknya pada hari ke 2-4. Dosis yang biasa dipakai adalah 250 mg, 2-3kali
setiap hari dan jika diperlukan dapat dinaikkan sampai dosis maksimal 2000 mg tiaphari.
Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan apda kehamilan tanpa menimbulkan banyak efek
samping.
Koonidin mempunyai cara kerja yang tidak berbeda dengan metildopa
yaitumempengaruhi tonus simpatik secara sentral. Dosis yang diperlukan lebih rendah
yaitu0,1-1,2 mg tiap hari dengan dosis terbagi. Obat ini tidak boleh dihentikan pemberiannya
secara mendadak karena adanya rebound effect yaitu peninggian tekanan darah secaracepat.
Kelebihan klonidin adalah dapat diberikan secara parenteral dengan saat mulaikerja yang
cepat sehingga dapat diberikan pada kegawatan hipertensi.
24
Penyekat Beta
Mekanisme antihipertensi obat ini adalah melalui penurunan curah jantung danpenekanan
sekresi renin. Obat ini dibedakan dalam 2 jenis : yang menghambat reseptor beta 1 dan yang
menghambat reseptor beta 1 dan 2. Penyekat beta yang kardioselektif berarti hanya
menghambat reseptor eta 1, akan tetapi dosis tinggi obt ini juga menghambat reseptor beta 2
sehingga penyekat beta tidak dianjurkan pada pasien yangtelah diketahui mengidap astma
bronchial. Kadar renin pasien dapat dipakai sebagaipredictor respons antihipertensi penyekat
beta karena mekanisme kerjanya melalui sistemrenin-angiotensin.
Berdasarkan kelarutannya dalam air dan dalam lemak, penyekat beta dibedakanmenjadi 2
golongan : (1) Golongan yang larut dalam lemak seperti asebutolol, alprenolol,metoprolol,
pindolol, propanolol dan timolol, yang mempunyai waktu paruh yang relatif pendek yaitu 2-6
jam, (2) golongan yang lebih larut dalam air dan dieliminasi melaluiginjal seperti atenolol,
nadolol, proktolol, dan sotalol yang mempunyai waktu paruh yanglebih panjang yaitu 6-24
jam, sehingga dapat diberikan satu kali sehari.
Vasodilator
Yang termasuk golongan ini adalah doksazosin, prazosin, hidralazin,
minoksidil,diazoksid, dan sodium nitropusid. Obat golongan ini bekerja langsung pada
pembuluhdarah dengan cara relaksasi otot polos yang akan mengakibatkan penurunan
resistensipembuluh darah. Hiralazin, minoksidil, dan diazoksid bekerja pada arteri
sehinggapenurunan resistensi pembuluh darah akan diikuti oleh peninggian aktivitas
simpatik,yang akan menimbulkan takikardia, dan peninggian kontraktilitas otot miokard
yang akanmengakibatkan peningkatan curah jantung.
Penghambat enzim konversi angiotensin
Obat golongan ini dikembangakn berdasarkan pengetahuan tentang pengaruhsystem
renin-angiotensin pada hipertensi primer. Enzim konversi angiotensin mengubahangiotensin
I menjadi angiotensin II aktif dan mempunyai efek vasokonstriksi pembuluh
darah. Penyelidikan dilakukan untuk mendapatkan obat yang menghambat
konversiangiotensin sehingga pembentukan angiotensin II menurun.
25
Yang pertama kali digunakan dalam klinik adalah enalapril dan captopril.Kaptopril yang
dapat diberikan peroral menurunkan tekanan darah dengan caramenghambat enzim konversi
angiotensin sehingga terjadi penurunan kadar angiotensin II,yang mengakibatkan penurunan
aldosteron dan dilatasi arteriol. Selain itu, obat inimenghambat degradasi bradikinin yang
merupakan vasodilator kuat yang akanmemperkuat efek antihipertensinya. Pada hipertensi
ringan dan sedang dapat diberikan dosis 2 kali 12,5 mg tiap hari. Dosis yang biasa adalah 25-
50mg tiap hari. Pada saat inisudah beredar obat penghambat enzim konversi angiotensin yang lain seperti
lisinopril,fosinopril, ramipril, silazapril, benazepril, kuinopril, dan delapril.
Antagonis kalsium
Hubungan antara kalsium dengan sistem kardiovaskuler telah lama diketahui.Aktivitas
kontraksi otot polos pembuluh darah diatur oleh kadar ion kalsium (Ca2+) intraseluler bebas
yang sebagian besar berasal dari ekstrasel dan masuk melalui salurankalsium (calcium
channels). Peningkatan kontraktilitas otot jantung akan mengakibatkanpeningkatan curah
jantung. Hormon presor seperti angiotensin, juga akan meningkatefeknya oleh pengaruh
kalsium. Berbagai faktor tersebut berpengaruh terhadappeningkatan tekanan darah.
Antagonis kalsium menghambat masuknya kalsium melalui saluran kalsium,
menghambat pengeluaran kalsium dari pemecahan reticulum sarkoplasma, dan
mengikatkalsium pada otot polos pembuluh darah. Golongan obat ini seperti nifedipine,
diltiazem,dan verapamil, menurunkan curah jantung dengan menghambat kontraktilitas, yang
akanmenurunkan tekanan darah. Efeknya bergantung pada dosis yang diberikan.
26
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan target tekanan
darah dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk menggunakan obat
antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan
pemberian sekali sehari. Pilihan apakah memulai terapi dengan satu jenis obat antihipertensi atau
dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi
dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan darah belum
mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis obat tersebut, atau
berpindah ke antihipertensi lain dengan dosis rendah. Efek samping umumnya bisa dihindari
dengan menggunakan dosis rendah, baik tunggal maupun kombinasi. Sebagian besar pasien
memerlukan kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi terapi
kombinasi dapat meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena
jumlah obat yang harus diminum bertambah.(1)
Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah:
Diuretika dan ACEI atau ARB
CCB dan BB
CCB dan ACEI atau ARB
27
AB dan BB
Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat
Pilihan Obat pada Indikasi Khusus
Indikasi khusus Diuretik β Blocker ACEI ARB CCB Antialdosteron
Gagal jantung + + + + +
Pasca infark
miokard+ + +
Risiko tinggi
PJK+ + + +
Diabetes melitus + + + + +
Penyakit ginjal
kronik+ +
Cegah stroke
berulang+ +
28
29
30