Upload
inovan-hasan-indryan
View
235
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/2/2019 CR Ca nasofaring
1/44
Presentasi Kasus
Opthalmoplegi Dextra +Parese N.III, N.IV, N.V, N.VI
dan N.XII Dextra e.cCa Nasopharing
Disusun oleh:
Inovan Hasan Indryan
0618011019
PEMBIMBING:
dr. Roezwir Azhary, Sp.S
S M F N E U RO L O G I
RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG
8/2/2019 CR Ca nasofaring
2/44
BANDAR LAMPUNG
Maret 2012
STATUS NEUROLOGIS
Pemeriksa : Inovan Hasan Indryan
Tgl. Pemeriksaan : 9 maret 2012
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.R
Umur :51 tahun
Alamat : Sambung Rejo, Tegineneng, Pesawaran
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Status : Menikah
Suku bangsa : Jawa
Tanggal masuk : 8 Maret 2012
Dirawat yang ke : II
II. RIWAYAT PENYAKIT
ANAMNESIS (Alloanamnesis & Autoanamnesis)
Keluhan utama : Mata sebelah kanan nyeri dan bengkak
Keluhan tambahan : Kepala pusing, wajah sisi kanan baal, pendengaran
berkurang, telinga berdengung
8/2/2019 CR Ca nasofaring
3/44
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Pasien datang dengan keluhan mata kanan nyeri dan bengkak sejak satu bulan
sebelum masuk rumah sakit. Selain itu pasien juga mengeluh sakit kepala yang hilang
timbul sejak 1 tahun yang lalu dan wajah sisi kanan terasa baal sejak 1 bulan yang
lalu. Pasien juga mengeluh pendegaran telinga kanan berkurang dan sering
berdengung. Pasien tidak mengeluh adanya gangguan menelan dan adanya
perdarahan dari hidung. Pasien mengaku sering mengkonsumsi makanan seperti ikan
asin sejak kecil dan pasien juga perokok aktif. Keluarga mengaku bahwa pasien
belum pernah mengalami kejadian seperti ini sebelumnya.
Pasien memiliki riwayat darah tinggi sejak 1 tahun yang lalu, BAB dan BAK tidak
ada gangguan, emosi pasien stabil, tidak mudah marah-marah. Tidak terdapat
gangguan orientasi dan bicara.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat sinusitis sejak 2 bulan yang lalu
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat darah tinggi dalam keluarga (+) Ibu pasien
Riwayat kencing manis dalam keluarga disangkal
Riwayat penyakit tumor dalam keluarga disangkal
Rwayat stroke dalam keluarga (+) Ibu pasien
8/2/2019 CR Ca nasofaring
4/44
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien tinggal bersama istri dan dua orang anaknya. Pasien mempunyai 2 orang anak.
pasien bekerja sebagai petani yang berpenghasilan Rp 300.000 /bulan. Sedangkan istri
berkerja sebagai wiraswasta (pedagang) yang berpenghasilan Rp 200.000 /bulan.
Kedua orang anak pasien ikut membantu pekerjaan orang tua nya.
Kesan sosial ekonomi : cukup baik
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos Mentis
- GCS : E4 M6 V5 = 15
E4 : Dapat membuka mata secara spontan
M6: Mengikuti perintah
V5 : Dapat berkomunikasi
- Vital sign
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Nadi : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,6 C
8/2/2019 CR Ca nasofaring
5/44
- Gizi : cukup
Status Generalis
- Kepala
Rambut : Hitam, lurus dan tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva ananemis, sklera anikterik, pupil bulat sentral
isokor. Mata kanan tampak lebih menonjol dan kelopak mata
atas sulit digerakkan.
Telinga : liang lapang, membran timpani intak.
Hidung : Septum deviasi (-), konka tidak hipertropi.
Mulut : Bibir tidak kering, lidah tidak kotor
- Leher
Pembesaran KGB : (-)
Pembesaran tiroid : (-)
JVP : Tidak meningkat
- Thorak
Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas kanan : Sela iga IV garis parasternal kanan
Batas kiri : sela iga V garis midclavicula kiri
8/2/2019 CR Ca nasofaring
6/44
Batas atas : sela iga II garis parasternal kanan
Auskultasi : Bunyi jantung I II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi : Pergerakan nafas kanan-kiri simetris, retraksi sela iga (-)
Palpasi : Fremitus taktil paru kanan = paru kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru, batas paru hati sela iga
Auskultasi : Vesikuler ( +/+ ), whezing ( -/- ), ronkhi (-/-)
- Abdomen
Inspeksi : Perut rata dan simetris
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), nyeri
lepas (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Ekstremitas : Superior : oedem (-/-)
Inferior : oedem (-/-)
IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Saraf Cranialis Kanan / Kiri
- N. Olfactorius ( N. I )
Daya penciuman hidung : ( Normosmia / Normosmia )
- N. Opticus ( N. II )
Tajam penglihatan : ( >3/60 / >3/60 )
8/2/2019 CR Ca nasofaring
7/44
Lapang penglihatan : sama dengan pemeriksa/sama dengan
pemeriksa
Tes warna : ( Tidak buta warna / Tidak buta warna )
Fundus oculi : Tidak dilakukan
- N. Occulomotorius, N. Trochlearis, N. Abduscen ( N.III-N.IV-N.VI )
Kelopak mata :
Ptosis : ( + / - )
Endophtalmus : ( - / - )
Exopthalmus : ( + / - )
Pupil :
Diameter : ( 4 mm / 4 mm )
Bentuk : ( Bulat / Bulat )
Isokor / anisokor : ( Isokor / Isokor )
Posisi : ( ditengah / ditengah )
Reflek cahaya langsung : ( + / + )
Reflek cahaya tidak langsung : ( + / + )
Gerakan bola mata
Medial : ( - / + )
Lateral : ( - / + )
Superior : (- / + )
Inferior : ( - / + )
8/2/2019 CR Ca nasofaring
8/44
Obliqus, superior : ( - / + )
Obliqus, inferior : ( - / + )
Reflek pupil akomodasi : ( - / + )
Reflek pupil konvergensi : ( - / + )
- N. Trigeminus ( N. V )
Sensibilitas
Ramus oftalmikus : ( menurun / + )
Ramus maksilaris : ( menurun / + )
Ramus mandibularis : ( menurun / + )
Motorik
M. maseter : ( + / + )
M. temporalis : ( + / + )
M. pterigoideus : ( + / + )
Reflek
Reflek kornea ( sensoris N. V, motoris N. VII ) : ( + / + )
Reflek bersin : ( + / + )
- N. Fascialis ( N. VII )
Inspeksi wajah sewaktu :
8/2/2019 CR Ca nasofaring
9/44
Diam : simetris
Tertawa : simetris
Meringis : simetris
Bersiul : simetris
Menutup mata : Simetris
Pasien disuruh untuk :
Mengerutkan dahi : Simetris
Menutup mata kuat-kuat : Simetris
Menggembungkan pipi : simetris
Sensoris
Pengecapan 2/3 depan lidah : normal
- N. Acusticus ( N. VIII )
N. cochlearis
Ketajaman pendengaran : ( - / +)
Tinitus : ( + / - )
N. vestibularis
Test vertigo : (- / -)
Nistagmus : ( - / - )
- N. Glossopharingeus dan N. Vagus ( N. IX dan N. X )
Suara bindeng / nasal : normal
Posisi uvula : di tengah
Palatum mole : Istirahat : Simetris
Bersuara : terangkat
8/2/2019 CR Ca nasofaring
10/44
Arcus palatoglossus : Istirahat : Simetris
Bersuara : terangkat
Arcus pharingeus : Istirahat : Simetris
Bersuara : terangkat
Reflek batuk : (-)
Reflek muntah : (+)
Peristaltik usus : Bising usus (+) meningkat
Bradikardi : (+)
Takikardi : (-)
- N. Accesorius ( N. XI )
M. sternocleidomastoideus : ( Normal / Normal )
M. trapezius : ( Normal / Normal )
- N. Hipoglossus ( N. XII )
Atropi : (-)
Fasikulasi : (-)
Deviasi : Miring ke kanan
Tanda perangsangan selaput otak
Kaku kuduk : (-)
Kernig test : (-)
Lasseque test : (-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinky II : (-)
8/2/2019 CR Ca nasofaring
11/44
Sistem motorik Superior ka / ki Inferior ka / ki
- Gerak aktif/aktif aktif/aktif
- Kekuatan otot 5/5 5/5
- Tonus ( + / +) (+ / + )
- Klonus - -
- Atrofi - -
- Reflek fisiologis Bicep ( + / + ) Pattela ( + / + )
Tricep ( + / + ) Achiles ( + / + )
- Reflek patologi Hoffman trommer (-/-) Babinsky (- /-)
Chaddock (-/-)
Oppenheim (-/-)
Schaefer (-/-)
Gordon (-/-)
Gonda (-/-)
Sensibilitas
- Eksteroseptif / rasa permukaan ( superior / Inferior )
Rasa raba : ( + / + )
Rasa nyeri : ( + / +)
Rasa suhu panas : (+ / +)
Rasa suhu dingin : (+ / +)
8/2/2019 CR Ca nasofaring
12/44
- Propioseptif / rasa dalam
Rasa sikap : ( + / + )
Rasa getar : ( + / + )
Rasa nyeri dalam : ( + / + )
- Fungsi kortikal untuk sensibilitas
Asteriognosis : (+)
Grafognosis : (+)
Koordinasi
Tes tunjuk hidung : ( +/+)
Tes pronasi supinasi : (+/+ )
Susunan saraf otonom
Miksi : normal
Defekasi : normal
Salivasi : normal
Fungsi luhur
Fungsi bahasa : Baik
Fungsi orientasi : Baik
Fungsi memori : Baik
Fungsi emosi : Baik
8/2/2019 CR Ca nasofaring
13/44
Algoritma Gadjah Mada
Penurunan kesadaran : ( - )
Nyeri kepala : ( - )
Refleks babinsky : ( - )
RESUME
Seorang laki-laki berumur 51 tahun datang dengan keluhan mata kanan nyeri dan
bengkak sejak satu bulan sebelum masuk rumah sakit. Selain itu pasien juga
mengeluh sakit kepala yang hilang timbul sejak 1 tahun yang lalu dan wajah sisi
kanan terasa baal sejak 1 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluh pendegaran telinga
kanan berkurang dan sering berdengung. Pasien tidak mengeluh adanya gangguan
menelan dan adanya perdarahan dari hidung. Pasien mengaku sering mengkonsumsi
makanan seperti ikan asin sejak kecil dan pasien juga perokok aktif. Keluarga
mengaku bahwa pasien belum pernah mengalami kejadian seperti ini sebelumnya.
Pasien memiliki riwayat darah tinggi sejak 1 tahun yang lalu, BAB dan BAK tidak
ada gangguan, emosi pasien stabil, tidak mudah marah-marah. Tidak terdapat
gangguan orientasi dan bicara. Ditemukan opthalmoplegia dekstra dengan parese N.
III,IV,VI, V, XII Dekstra
8/2/2019 CR Ca nasofaring
14/44
Diagnosis :
- Klinis: Opthalmoplegia Dextra dengan parese N. III,IV,VI,V dan XII Dextra + Hipertensi
- Topis :
- Etiologi : Ca. nasopharing
Penatalaksanaan
1. Umum
Tirah Baring
2. Dietetik : peroral
Makanan lunak, diet TKTP, kebutuhan kalori = 30 x 55 = 1650 kal.
3. Medikamentosa
IVFD RL gtt XX/menit
PCT 3x500mg
Captopril 2x 12,5mg
4. Rehabilitasi
Pemeriksaan Penunjang :
1. Laboratorium
Darah Lengkap, Lipid profile, U/C, GDS, GDN/PP, Asam Urat, SGOT/SGPT
2. Radiologi : Foto thorak
3. Biopsi Nasofaring
4. CT Scan Nasofaring
8/2/2019 CR Ca nasofaring
15/44
Prognosa :
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Fungtionam : Dubia ad malam
Quo ad Sanationam : Dubia ad malam
FOLLOW UP
Tgl 9-3-2012
K.U : Tampak sakit sedang
Kesadaran : CM
GCS : E4M6V5 = 15
Keluhan : Mata kanan nyeri, sakit kepala
Tanda Vital : TD : 160/90 mmHg
N : 86 X/menit
RR : 24 X/menit
T : 36,5 C
Status Neurologik : N.III,IV,VI : Opthalmoplegia dextra + Parese
N.V, XII dextra : Parese
Unilateral syndrome
Status Motorik :
Superior Inferior
- Gerak + / + + / +
8/2/2019 CR Ca nasofaring
16/44
- K. O 5 / 5 5/ 5
- Tonus N / N N / N
- Ref. Fisiologis + / + + / +
- Ref. Patologis - / - - / -
Penatalaksanaan:
- Diet peroral : Bubur, diet TKTP
- IVFD RL gtt XX/menit
- PCT 3x500mg
- Captopril 2x12,5mg
8/2/2019 CR Ca nasofaring
17/44
Carsinoma Nasofaring
DEFINISI
Carcinoma adalah pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-sel epithelial
yang cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan menimbulkan metastasis.
(DORLAND.2002)
Nasopharyngeal carcinoma merupakan tumor ganas yang timbul pada
epithelial pelapis ruangan dibelakang hidung (nasofaring) dan ditemukan dengan
frekuensi tinggi di Cina bagian selatan(DORLAND.2002)
A. EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI
Angka kejadian Kanker Nasofaring (KNF) di Indonesia cukup tinggi, yakni 4,7
kasus/tahun/100.000 penduduk atau diperkirakan 7000 8000 kasus per tahun di seluruh
Indonesia (Survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1980 secara
pathology based). Santosa (1988) mendapatkan jumlah 716 (8,46%) penderita KNF
berdasarkan data patologi yang diperoleh di Laboratorium Patologi anatomi FK Unair
Surabaya (1973 1976) diantara 8463 kasus keganasan di Seluruh tubuh. Di Bagian THT
Semarang mendapatkan 127 kasus KNF dari tahun 2000 2002. Di RSCMJakarta ditemukan
lebih dari 100 kasus setahun, RS. Hasan Sadikin Bandung rata-rata 60 kasus, Ujung Pandang
25 kasus, Denpasar 15 kasus, dan di Padang dan Bukit tinggi (1977-1979). Dalam
pengamatan dari pengunjung poliklinik tumor THT RSCM, pasien karsinoma nasofaring dari
ras Cina relative sedikit lebih banyak dari suku bangsa lainya.
Studi epidemiologi KNF dengan berfokus kepada etiologi dan kebiasaan biologi dari
penyakit ini telah dikemukakan hasilnya oleh UICC (International Union against Cancer)
dalam symposium kanker nasofaring yg diadakan di Singapura tahun 1964
8/2/2019 CR Ca nasofaring
18/44
(MUIR,dkk.1967), dan dari investigasi dalam empat dekade terakhir telah ditemukan banyak
temuan penting di semua aspek. KNF mempunyai gambaran epidemiologi yg unik, dalam
daerah yg jelas, ras, serta agregasi family.
KNF mempunyai daerah distribusi endemic yang tidak seimbang antara berbagaiNegara, maupun yang tersebar dalm 5 benua. Tetapi, insiden KNF lebih rendah dari 1/105 di
semua area. Insisde. Insiden tertinggi terpusat pada di Cina bagian selatan (termasuk
Hongkong), dan insiden inni tertinggi di provinsi Guangdong pada laki-laki mencapai 20-
50/100000 penduduk. Berdasarkan data IARC (International Agency for Research on Cancer)
tahun 2002 ditemukan sekitar 80,000 kasus baru KNF diseluruh dunia, dan sekitar 50,000
kasus meninggal dengan jumlah penduduk Cina sekitar 40%. Ditemukan pula cukup banyak
kasus pada penduduk local dari Asia Tenggara, Eskimo di Artik dan penduduk di Afrika utara
dan timur tengah (PARKIN dkk. 1992.2002, WATERHOUSE dkk. 1982, MUIR dkk. 1987).
Tumor ini lebih sering ditemukan pad pria disbanding wanita dengan rasio 2-3:1
(PARKINdkk.2002) dan apa sebabnya belum dapat diungkapkan dengan pasti, mungkin ada
hubungannya dengan factor genetic, kebiasaan hidup, pekerjaan dan lain-lain. Distribusi
umur pasien dengan KNF berbeda-beda pada daerah dengan insiden yg bervariasi. Pada
daerah dengan insiden rendah insisden KNF meningkat sesuia dengan meningkatnya umur,
pada daeraj dengan insiden tinggi KNF meningkat setelah umur 30 tahun, ;uncaknya pada
umur 40-59 tahun dan menurun setelahnya (ZONG dkk.1983).
Ras mongoloid merupakan factor dominan timbulnya KNF, sehingga kekerapan
cukup tinggi pada pendduduk CIna bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia,
Singapura, dan Indonesia. Sekalipun termasuk ras Mongoloid, bangsa Korea, Jepang dan
Tiongkok sebelah utara tidak banyak yang dijumpai mengidap penyakit ini. Berbagai studi
epidemilogik mengenai angka kejadian ini telah dipublikasikan di berbagai jurnal. Salah
satunya yang menarik adalah penelitian mengenai angka kejadian Kanker Nasofaring (KNF)
pada para migran dari daratan Tiongkok yang telah bermukim secara turun temurun di China
town (pecinan) di San Fransisco Amerika Serikat. Terdapat perbedaan yang bermakna dalam
terjadinya Kanker Nasofaring (KNF) antara para migran dari daratan Tiongkok ini dengan
penduduk di sekitarnya yang terdiri atas orang kulit putih (Caucasians), kulit hitam dan
Hispanics, di mana kelompok Tionghoa menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi.
8/2/2019 CR Ca nasofaring
19/44
Sebaliknya, apabila orang Tionghoa migran ini dibandingkan dengan para kerabatnya yang
masih tinggal di daratan Tiongkok maka terdapat penurunan yang bermakna dalam hal
terjadinya Kanker Nasofaring (KNF) pada kelompok migran tersebut. Jadi kesimpulan yang
dapat ditarik adalah, bahwa kelompok migran masih mengandung gen yang memudahkanuntuk terjadinya Kanker Nasofaring (KNF), tetapi karena pola makan dan pola hidup selama
di perantauan berubah maka faktor yang selama ini dianggap sebagai pemicu tidak ada lagi
maka kanker ini pun tidak tumbuh. Untuk diketahui bahwa penduduk di provinsi Guang
Dong ini hampir setiap hari mengkonsumsi ikan yang diawetkan (diasap, diasin), bahkan
konon kabarnya seorang bayi yang baru selesai disapih, sebagai makanan pengganti susu ibu
adalah nasi yang dicampur ikan asin ini. Di dalam ikan yang diawetkan dijumpai substansi
yang bernama nitrosamine yang terbukti bersifat karsinogen bagi hewan percobaan.
Dijumpai pula kenaikan angka kejadian ini pada komunitas orang perahu (boat
people) yang menggunakan kayu sebagai bahan bakar untuk memasak. Hal ini tampak
mencolok pada saat terjadi pelarian besar besaran orang Vietnam dari negaranya. Bukti
epidemiologik lain adalah angka kejadian kanker ini di Singapura. Persentase terbesar yang
dikenai adalah masyarakat keturunan Tionghoa (18,5/100.000 penduduk), disusul oleh
keturunan Melayu (6,5/100.000) dan terakhir adalah keturunan Hindustan (0,5/100.000).
Dijumpainya Epstein-Barr Virus (EBV), pada hampir semua kasus KNF telah
mengaitkan terjadinya kanker ini dengan keberadaan virus tersebut. Pada 1966, seorang
peneliti menjumpai peningkatan titer antibodi terhadap EBV pada KNF serta titer antibodi
IgG terhadap EBV, capsid antigen dan early antigen. Kenaikan titer ini sejalan pula dengan
tingginya stadium penyakit. Namun virus ini juga acapkali dijumpai pada beberapa penyakit
keganasan lainnya bahkan dapat pula dijumpai menginfeksi orang normal tanpa menimbulkan
manifestasi penyakit. Jadi adanya virus ini tanpa faktor pemicu lain tidak cukup untuk
menimbulkan proses keganasan.
Berbeda halnya dengan jenis kanker kepala dan leher lain, Kanker Nasofaring (KNF)
jarang dihubungkan dengan kebiasaan merokok dan minum alkohol tetapi lebih dikaitkan
dengan virus Epstein Barr, predisposisi genetik dan pola makan tertentu. Meskipun demikan
tetap ada peneliti yg mencoba menghubungkannya dengan merokok , secara umum resiko
terhadap KNF pada perokok 2-6 kali dibandingkan dengan bukan perokok (HSU dkk.2009).
8/2/2019 CR Ca nasofaring
20/44
ditemukan juga bahwa menurunnya angka kematian KNF di Amerika utara dan Hongkong
merupakan hasil dari mengurangi frekuensi merokok. Adanya hubungan antara faktor
kebiasaan makan dengan terjadinya KNF dipelajari oleh Ho dkk. Ditemukan kasus KNF
dalam jumlah yang tinggi pada mereka yang gemar mengkonsumsi ikan asin yang dimasakdengan gaya Kanton (Cantonese-style salted fish). Risiko terjadinya KNF sangat berkaitan
dengan lamanya mereka mengkonsumsi makanan ini. Di beberapa bagian negeri Cina
makanan ini mulai digunakan sebagai pengganti air susu ibu pada saat menyapih.
Tentang factor genetic telah banyak ditemukan kasus herediter atau familier dari
pasien KNF dengan keganasan pada organ tubuh lain. Suatu cintoh terkenal di Cina selatan,
satu keluarga dengan 49 anggota dari dua generasi didapatkan 9 pasien KNF dan 1 menderita
tumor ganas payudara. Secara umum didapatkan 10% dari pasien karsinoma nasofaring
menderita keganasan organ lain.
Penyebab lain yang dicurigai adalah pajanan di tempat kerja seperti formaldehid,
debu kayu serta asap kayu bakar. Belakangan ini penelitian dilakukan terhadap pengobatan
alami (Chinese herbal medicine=CHB). Hildesheim dkk memperoleh hubungan yang erat
antara terjadinya KNF, infeksi EBV dan penggunaan CHB. Beebrapa tanaman dan bahan
CHB dapat menginduksi aktivasi dari virus EBV yg laten. Seperti pada TPA
( Tetradecanoylyphorbol Acetate) yaitu substansi yg ada di alam dan tumbuhan jika
dikombinasi dengan N-Butyrate yang merupkan produk dari bakteri anaerob yang ditemukan
di nasofaring dapat menginduksi sintesis antigen EBV di tikus, meningkatnya transformasi
cell-mediated immunity dari EBV dan mempromosikan pembentukan KNF (genesis) (TANG
dkk.1988).
Secara mikroskopis karsinoma nasofaring dapat dibedakan menjadi 3 bentuk yaitu :
1. Bentuk ulseratif
Bentuk ini paling sering terdapat pada dinding posterior dan di daerah sekitar fosa
rosenmulleri. Juga dapat ditemukan pada dinding lateral didepan tuba eustachius dan
pada bagian atap nasofaring. Lesi ini biasanya lebih kecil disertai dengan jaringan
yang nekrotik dan sangat mudah mengadakan infiltrasi ke jaringan sekitarnya.
Gambaran histopatologik bentuk ini adalah karsinoma sel skuamosa deengan
diferensiasi baik.
8/2/2019 CR Ca nasofaring
21/44
2. Bentuk noduler/lubuler/proliferative
Bentuk noduler atau lobuler sangat sering dijumpai pada daerah sekitar muara tuba
eustachius. Tumor jenis ini berbentuk seperti buah angguratau polipoid jarang,
dijumpai adanya ulserasi, namun kadang-kadang dijumpai ulserasi kecil. Gambaran
histopatologik bentuk ini biasanya karsinoma tanpa diferensiasi.
3. Bentuk eksofitik
Bentuk eksofitik biasanya tumbuh pada satu sisi nasofaring, tidak dijumpai adanya
ulserasi, kadang-kadang bertangkai dan prmukaannya licin. Tumor jenis ini biasanya
tumbuh dari atap nasofaring dan dapat mengisi seluruh rongga nasofaring. Tumor nini
dapat mendorong palatum mole ke bawah dan tumbuh kearah koana dan masuk ke
dalam rongga hidung. Gambaran histopatologik berupa limfasarkoma
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI NASOFARING
Nasopharing berbentuk kerucut dan selalu terbuka pada waktu respirasi karena dindingnya
dari tulang, kecuali dasarnya yang dibentuk oleh palatum molle.
Batas nasopharing:
Superior : basis kranii, diliputi oleh mukosa dan fascia
Inferior : bidang horizontal yang ditarik dari palatum durum ke posterior, bersifat
subjektif karena tergantung dari palatum durum.
Anterior : choane, oleh os vomer dibagi atas choane kanan dan kiri.
Posterior : - vertebra cervicalis I dan II
- Fascia space = rongga yang berisi jaringan longgar
- Mukosa lanjutan dari mukosa atas
Lateral : - mukosa lanjutan dari mukosa atas dan belakang
8/2/2019 CR Ca nasofaring
22/44
- Muara tuba eustachii
- Fossa rosenmulleri
Bangunan yang penting pada nasopharing
Ostium tuba eustachii pars pharyngeal
Tuba eustachii merupakan kanal yang menghubungkan kavum nasi dan
nasopharyng dengan rongga telinga tengah. Mukosa ostium tuba tidak datar tetapi
menonjol seperti menara, disebut torus tubarius.
Torus tubarius
Fossa rosen mulleri
Adalah dataran kecil dibelkang torus tubarius. Daerah ini merupakan tempat
predileksi karsinoma nasofaring, suatu tumor yang mematikan nomor 1 di THT.
Fornix nasofaring
8/2/2019 CR Ca nasofaring
23/44
Adalah dataran disebelah atas torus tubarius, merupakan tempat tumor
angiofibroma nasopharing
Adenoid= tonsil pharyngeal=luskha
Secara teoritis adenoid akan hilang setelah pubertas karena adaenoid akan mencapai
titik optimal pada umur 12-14 tahun. Lokasi pada dinding superior dan dorsal
nasopharing sebelah lateral bursa pharyngea. Fungsinya sebagai mekanisme
pertahanan tubuh terhadap kuman- kuman yang lewat jalan napas hidung.
Nasopharing akan tertutup bila paltum molle melekat ke dinding posterior pada waktu
menelan, muntah, mengucapkan kata-kata etrtentu seperti hak.
Fungsi nasopharing :
Sebagai jalan udara pada respirasi
Jalan udara ke tuba eustachii
Resonator
Sebagai drainage sinus paranasal kavum timpani dan hidung
Secret dari nasopharing dapat bergerak ke bawah karena:
8/2/2019 CR Ca nasofaring
24/44
Gaya gravitasi
Gerakan menelan
Gerakan silia (kinosilia)
Gerkan usapan palatum molle
C. GEJALA DAN TANDA KNF
Gejala nasofaring yang pokok adalah :
1. Nasal sign :
Pilek lama yang tidak sembuh
Epistaksis. Keluarnya darah ini biasanya berulang-ulang, jumlahnya sedikit
dan seringkali bercampur dengan ingus, sehingga berwarna merah jambu
Ingus dapat seperti nanah, encer atau kental dan berbau.
2. Ear sign :
Tinitus. Tumor menekan muara tuba eustachii sehingga terjadi tuba oklusi,
karena muara tuba eustachii dekat dengan fosa rosenmulleri. Tekanan dalam
kavum timpani menjadi menurun sehingga terjadi tinnitus.
Gangguan pendengaran hantaran
Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia).
3. Eye sign :
8/2/2019 CR Ca nasofaring
25/44
Diplopia. Tumor merayap masuk foramen laseratum dan menimbulkan
gangguan N. IV dan N. VI. Bila terkena chiasma opticus akan menimbulkan
kebutaan.
4. Tumor sign :
Pembesaran kelenjar limfoid leher ini merupakan penyebaran atau metastase
dekat secara limfogen dari karsinoma nasofaring.
5. Cranial sign
Gejala cranial terjadi bila tumor sudah meluas ke otak dan dirasakan pada penderita.
Gejala ini berupa :
Sakit kepala yang terus menerus, rasa sakit ini merupakan metastase secara
hematogen.
Sensitibilitas derah pipi dan hidung berkurang.
Kesukaran pada waktu menelan
Afoni
Sindrom Jugular Jackson atau sindroma reptroparotidean mengenai N. IX, N.
X, N. XI, N. XII. Dengan tanda-tanda kelumpuhan pada:
o Lidah
o Palatum
o Faring atau laring
o M. sternocleidomastoideus
o M. trapezeus
8/2/2019 CR Ca nasofaring
26/44
D. PATOFISIOLOGI KARSINOMA NASOFARING
Virus Epstein Barr (EBV) merupakan virus DNA yang memiliki kapsid icosahedral
dan termasuk dalam famili Herpesviridae. Infeksi EBV dapat berasosiasi dengan
beberapa penyakit seperti limfoma Burkitt, limfoma sel T, mononukleosis dan
karsinoma nasofaring (KNF). KNF merupakan tumor ganas yang terjadi pada sel
epitel di daerah nasofaring yaitu pada daerah cekungan Rosenmuelleri dan tempat
bermuara saluran eustachii. Banyak faktor yang diduga berhubungan dengan KNF,
yaitu
(1)Adanya infeksi EBV,
(2) Faktor lingkungan
(3) Genetik
1) Virus Epstein-Barr
Virus Epstein-Barr bereplikasi dalam sel-sel epitel dan menjadi laten dalam
limfosit B. Infeksi virus epstein-barr terjadi pada dua tempat utama yaitu sel epitel
kelenjar saliva dan sel limfosit. EBV memulai infeksi pada limfosit B dengan cara
berikatan dengan reseptor virus, yaitu komponen komplemen C3d (CD21 atau CR2).
Glikoprotein (gp350/220) pada kapsul EBV berikatan dengan protein CD21
dipermukaan limfosit B3. Aktivitas ini merupakan rangkaian yang berantai dimulai dari
masuknya EBV ke dalam DNA limfosit B dan selanjutnya menyebabkan limfosit B
menjadi immortal. Sementara itu, sampai saat ini mekanisme masuknya EBV ke dalam
sel epitel nasofaring belum dapat dijelaskan dengan pasti. Namun demikian, ada dua
reseptor yang diduga berperan dalam masuknya EBV ke dalam sel epitel nasofaring
yaitu CR2 dan PIGR (Polimeric Immunogloblin Receptor). Sel yang terinfeksi oleh virus
epstein-barr dapat menimbulkan beberapa kemungkinan yaitu : sel menjadi mati bila
terinfeksi dengan virus epstein-barr dan virus mengadakan replikasi, atau virus epstein-
barr yang meninfeksi sel dapat mengakibatkan kematian virus sehingga sel kembali
menjadi normal atau dapat terjadi transformasi sel yaitu interaksi antara sel dan virus
8/2/2019 CR Ca nasofaring
27/44
sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan sifat sel sehingga terjadi transformsi sel
menjadi ganas sehingga terbentuk sel kanker.
Gen EBV yang diekspresikan pada penderita KNF adalah gen laten, yaitu EBERs,
EBNA1, LMP1, LMP2A dan LMP2B. Protein EBNA1 berperan dalam mempertahankanvirus pada infeksi laten. Protein transmembran LMP2A dan LMP2B menghambat sinyal
tyrosine kinase yang dipercaya dapat menghambat siklus litik virus. Diantara gen-gen
tersebut, gen yang paling berperan dalam transformasi sel adalah gen LMP1. Struktur
protein LMP1 terdiri atas 368 asam amino yang terbagi menjadi 20 asam amino pada
ujung N, 6 segmen protein transmembran (166 asam amino) dan 200 asam amino pada
ujung karboksi (C). Protein transmembran LMP1 menjadi perantara untuk sinyal TNF
(tumor necrosis factor) dan meningkatkan regulasi sitokin IL-10 yang memproliferasi sel
B dan menghambat respon imun lokal.
2) Genetik
Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetic, tetapi kerentanan
terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relative menonjol
dan memiliki agregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (human
leukocyte antigen) dan gen pengode enzim sitokrom p450 2E1 (CYP2E1) kemungkinan
adalah gen kerentanan terhadap karsinoma nasofaring. Sitokrom p450 2E1 bertanggung
jawab atas aktivasi metabolik yang terkait nitrosamine dan karsinogen
3) Faktor lingkungan
Sejumlah besar studi kasus yang dilakukan pada populasi yang berada di berbagai
daerah di asia dan america utara, telah dikonfirmasikan bahwa ikan asin dan makanan
lain yang awetkan mengandung sejumlah besar nitrosodimethyamine (NDMA), N-
nitrospurrolidene (NPYR) dan nitrospiperidine (NPIP ) yang mungkin merupakan faktor
karsinogenik karsinoma nasofaring. Selain itu merokok dan perokok pasif yg terkena
paparan asap rokok yang mengandung formaldehide dan yang tepapar debu kayu diakui
faktor risiko karsinoma nasofaring dengan cara mengaktifkan kembali infeksi dari EBV.
8/2/2019 CR Ca nasofaring
28/44
E. DIAGNOSIS
Jika ditemukan adanya kecurigaan yang mengarah pada suatu karsinoma nasofaring, protokol
dibawah ini dapat membantu untuk menegakkan diagnosis pasti serta stadium tumor :
1. Anamnesis / pemeriksaan fisik
Anamnesis berdasarkan keluhan yang dirasakn pasien (tanda dan gejala KNF)
2. Pemeriksaan nasofaring
Dengan menggunakan kaca nasofaring atau dengan nashopharyngoskop
3. Biopsi nasofaring
Diagnosis pasti dari KNF ditentukan dengan diagnosis klinik ditunjang dengan
diagnosis histologik atau sitologik. Diagnosis histologik atau sitologik dapat
ditegakan bila dikirim suatu material hasil biopsy cucian, hisapan (aspirasi), atau
sikatan (brush), biopsy dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dari hidung atau dari
mulut. Biopsi tumor nasofaring umunya dilakukan dengan anestesi topical dengan
xylocain 10%.
Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy).
Cunam biopsy dimasukan melalui rongga hidung menyelusuri konka media ke
nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsy.
Biopsy melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yangdimasukan melalui hidung dan ujung kateter yang berada dalam mulut ditarik
keluar dan diklem bersama-sama ujung kateter yang dihdung. Demikian juga
kateter yang dari hidung disebelahnya, sehingga palatum mole tertarik ke
atas. Kemudian dengan kacalaring dilihat daerah nasofaring. biopsy dilakukan
dengan melihat tumor melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop
yang dimasukan melalui mulut, masaa tumor akan terlihat lebih jelas.
Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil yang memuaskan mala dilakukan
pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narcosis.
4. Pemeriksaan Patologi Anatomi
Klasifikasi gambaran histopatologi yang direkomendasikan oleh Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) sebelum tahun 1991, dibagi atas 3 tipe, yaitu :
8/2/2019 CR Ca nasofaring
29/44
Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi ( Keratinizing Squamous Cell
Carcinoma). Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi diferensiasi baik, sedang dan
buruk.
Karsinoma non-keratinisasi ( Non-keratinizing Carcinoma). Pada tipe inidijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi sel skuamosa tanpa
jembatan intersel. Pada umumnya batas sel cukup jelas.
Karsinoma tidak berdiferensiasi (Undifferentiated Carcinoma). Pada tipe ini
sel tumor secara individu memperlihatkan inti yang vesikuler, berbentuk oval
atau bulat dengan nukleoli yang jelas. Pada umumnya batas sel tidak terlihat
dengan jelas.
Tipe tanpa diferensiasi dan tanpa keratinisasi mempunyai sifat yang sama, yaitu
bersifat radiosensitif. Sedangkan jenis dengan keratinisasi tidak begitu radiosensitif.
Klasifikasi gambaran histopatologi terbaru yang direkomendasikan oleh WHO pada
tahun 1991, hanya dibagi atas 2 tipe, yaitu :
Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi ( Keratinizing Squamous Cell
Carcinoma).
Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma). Tipe ini dapat
dibagi lagi menjadi berdiferensiasi dan tak berdiferensiasi.
5. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi pada kecurigaan KNF merupakan pemeriksaan penunjang
diagnostic yang penting. Tujuan utama pemeriksaan radiologic tersebut adalah:
Memberikan diagnosis yang lebih pasti pada kecurigaan adanya tumor pada
daerah nasofaring
Menentukan lokasi yang lebih tepat dari tumor tersebut
Mencari dan menetukan luasnya penyebaran tumor ke jaringan sekitarnya.
Foto polos
Ada beberapa posisi dengan foto polos yang perlu dibuat dalam mencari
kemungkina adanya tumor pada daerah nasofaring yaitu:
8/2/2019 CR Ca nasofaring
30/44
Posisi Lateral dengan teknik foto untuk jaringan lunak ( soft tissue
technique)
Posisi Basis Kranii atau Submentoverteks
Tomogram Lateral daerha nasofaring
Tomogranm Antero-posterior daerah nasofaring
a) C.T.Scan
Pada umunya KNF yang dapat dideteksi secara jelas dengan radiografi polos
adalah jika tumor tersebut cukup besar dan eksofitik, sedangkan bila kecil
mungkin tidak akan terdeteksi. Terlebih-lebih jika perluasan tumor adalah
submukosa, maka hal ini akan sukar dilihat dengan pemeriksaan radiografi
polos. Demikian pula jika penyebaran ke jaringan sekitarnya belum terlalu
luas akan terdapat kesukaran-kesukaran dalam mendeteksi hal tersebut.
Keunggulan C.T. Scan dibandingkan dengan foto polos ialah kemampuanya
untuk membedakan bermacam-macam densitas pada daerah nasofaring, baik
itu pada jaringan lunak maupun perubahan-perubahan pada tulang, gengancriteria tertentu dapat dinilai suatu tumor nasofaring yang masih kecil. Selain
itu dengan lebih akurat dapat dinilai pakah sudah ada perluasan tumor ke
jaringna sekitarnya, menilai ada tidaknya destruksi tulang serta ada tidaknya
penyebaran intracranial.
Ada beberapa posisi dengan foto polos yang perlu dibuat dalam mencari
kemungkina adanya tumor pada daerah nasofaring yaitu:
Posisi Lateral dengan teknik foto untuk jaringan lunak ( soft tissue
technique)
Posisi Basis Kranii atau Submentoverteks
Tomogram Lateral daerha nasofaring
8/2/2019 CR Ca nasofaring
31/44
Tomogranm Antero-posterior daerah nasofaring
6. Pemeriksaan neuro-oftalmologi
Karena nasofaring berhubungan dekat dengan rongga tengkorak melalui beberapa
lobang, amka gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut KNF
ini.
7. Pemeriksaan serologi.
Pemeriksaan serologi IgA anti EA (early antigen) dan igA anti VCA (capsid antigen)
untuk infeksi virus E-B telah menunjukan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma
nasofaring. Tjokro Setiyo dari FK UI Jakarta mendapatkan dari 41 pasien karsinoma
nasofaring stadium lanjut (stadium III dan IV) senstivitas IgA VCA adalah 97,5%
dan spesifitas 91,8% dengan titer berkisar antara 10 sampai 1280 dengan terbanyak
titer 160. IgA anti EA sensitivitasnya 100% tetapi spesifitasnya hanya 30,0%,
sehingga pemeriksaan ini hanya digunakan untuk menetukan prognosis pengobatan,
titer yang didpat berkisar antara 80 sampai 1280 dan terbanyak 160.
F. DIAGNOSIS BANDING
1. Hiperplasia adenoid
Biasanya terdapat pada anak-anak, jarnag pada orang dewasa, pada anak-anak
hyperplasia ini terjadi Karena infeksi berulang. Pada foto polos akan terlihat suatu
massa jaringna lunak pada aatap nasofaring umunya berbatas tegas dan umunya
simetris serta struktur-struktur sekitarnya tak tampak tanda- tanda infiltrasi seprti
tampak pada karsinoma.
2. Angiofibroma juenilis
8/2/2019 CR Ca nasofaring
32/44
Baisanya ditemui pada usia relative muda dengan gejala-gejala menyerupai
KNF. Tumor ini kaya akan pembuluh darah dan biasnya tidak infiltrative. Pada foto
polos akan didapat suatu massa pada atap nasofairng yang berbatas tegas. Proses
dapat meluas seperrti pada penyebaran karsinoma, walaupun jarang menimbulkandestruksi tulang hanay erosi saja karena penekanan tumor. Biasanya ada
pelengkungan ke arah depan dari dinding belakang sinus maksilarisyang dikenals
ebgai antral sign. Karena tumor ini kaya akan vascular maka arterigrafi carotis
eksterna sangat diperlukan sebab gambaranya sangat karakteristik. Kadang-kadang
sulit pula membedakan angiofibroma juvenils dengan polip hidung pada foto polos.
3. Tumor sinus sphenooidalis
Tumor ganas primer sinus sphenoidalis adalah sangat jarang dan biasanya
tumor sudah sampai stadium agak lanjut waktu pasien dating untuk pemeriksaan
pertama.
4. Neurofibroma
Kelompok tumor ini sering timbul pada ruang faring lateral sehingga
menyerupai keganasan didnding lateral nasofaring. secara C.T. Scan, pendesakan
ruang para faring kea rah medial dapat membantu mebedakan kelompok tumor ini
dengan KNF.
5. Tumor kelenjarr parotis
Tumor kelenjar parotis terutama yang berasal dari lobus yang terletak agak
dalam mengenai ruang para faring dan menonjol kearah lumen nasofaring. pada
sebagian besar kasus terlihat pendesakan ruang parafaring kea rah medial yang
tampak pada pemeriksaan C.T.Scan.
6. Chordoma
8/2/2019 CR Ca nasofaring
33/44
Walaupun tanda utama chordoma adalah destruksi tulang, tetapi mengingat
KNF pun sering menimbulkan destruksi tulang, maka sering timbul kesulitan untuk
membedakanya. Dengan foto polos, dapat dilihat kalsifikasi atau destruksi terutama di
daerah clivus. CT dapat membantu ,elihat apakah ada pembesaran kelenjar cervicalbagian atas karena chordoma umunya tidak memperhatikan kelainan pada kelenjar
tersebuts edangkan KNF sering bermetastasis ke kelenjar getah bening.
7. Menigioma basis kranii
Walaupun tumor ini agak jarang tetapi gambaranya kadang-kadang meyerupai
KNF dengan tanda-tanda sklerotik pada daerah basis kranii. Ganbaran CT
meningioma cukup karakteristikk yaitu sedikit hiperdense sebelum penyuntikanzat
kontras dan akan menjadi sangat hiperdense setelah pemberian zat kontras intravena.
Pemeriksaan arteiografi juga sangat membantu diagnosis tumor ini.
G. STADIUM
Penentuan stadium yang terbaru berdasarkan atas kesepakatan antara UICC (Union
Internationale Contre Cancer) pada tahun 1992 adalah sebagai berikut :
T = Tumor, menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan perluasannya.
T0 : Tidak tampak tumor
T1 : Tumor terbatas pada 1 lokasi di nasofaring
T2 : Tumor meluas lebih dari 1 lokasi, tetapi masih di dalam rongga nasofaring
T3 : Tumor meluas ke kavum nasi dan / atau orofaring
T4 : Tumor meluas ke tengkorak dan / sudah mengenai saraf otak
N = Nodul, menggambarkan keadaan kelenjar limfe regional
N0 : Tidak ada pembesaran kelenjar
N1 : Terdapat pembesaran kelenjar homolateral yang masih dapat digerakkan
N2 : Terdapat pembesaran kelenjar kontralateral / bilateral yang masih dapat digerakkan
N3 :Terdapat pembesaran kelenjar baik homolateral, kontralateral atau bilateral, yang sudah
melekat pada jaringan sekitar.
8/2/2019 CR Ca nasofaring
34/44
M = Metastase, menggambarkan metastase jauh
M0 : Tidak ada metastase jauh
M1 : Terdapat metastase jauh.2,3,9-13
Berdasarkan TNM tersebut di atas, stadium penyakit dapat ditentukan :Stadium I : T1 N0 M0
Stadium II : T2 N0 M0
Stadium III : T3 N0 M0
T1,T2,T3 N1 M0
Stadium IV : T4 N0,N1 M0
Tiap T N2,N3 M0
Tiap T Tiap N M12
Menurut American Joint Committee Cancer tahun 1988, tumor staging dari
nasofaring diklasifikasikan sebagai berikut :
Tis : Carcinoma in situ
T1 : Tumor yang terdapat pada satu sisi dari nasofaring atau tumor yang tak dapat dilihat,
tetapi hanya dapat diketahui dari hasil biopsi.
T2 : Tumor yang menyerang dua tempat, yaitu dinding postero-superior dan dindinglateral.
T3 : Perluasan tumor sampai ke dalam rongga hidung atau orofaring.
T4 : Tumor yang menjalar ke tengkorak kepala atau menyerang saraf cranial (atau keduanya).
H. PROGNOSIS
Secara keseluruhan, angka bertahan hidup 5 tahun adalah 45 %. Prognosis diperburuk oleh
beberapa faktor, seperti :
Stadium yang lebih lanjut.
Usia lebih dari 40 tahun
Laki-laki dari pada perempuan
8/2/2019 CR Ca nasofaring
35/44
Ras Cina dari pada ras kulit putih
Adanya pembesaran kelenjar leher
Adanya kelumpuhan saraf otak adanya kerusakan tulang tengkorak
Adanya metastasis jauh
I. KOMPLIKASI
1. Petrosphenoid sindrom
Tumor tumbuh ke atas ke dasar tengkorak lewat foramen laserum sampai sinus
kavernosus menekan saraf N. III, N. IV, N.VI juga menekan N.II. yang memberikan
kelainan :
Neuralgia trigeminus ( N. V ) : Trigeminal neuralgia merupakan suatu nyeripada wajah sesisi yang ditandai dengan rasa seperti terkena aliran listrik yang
terbatas pada daerah distribusi dari nervus trigeminus.
Ptosis palpebra ( N. III )
Ophthalmoplegia ( N. III, N. IV, N. VI )
2. Retroparidean sindrom
Tumor tumbuh ke depan kea rah rongga hidung kemudian dapat menginfiltrasi ke
sekitarnya. Tumor ke samping dan belakang menuju ke arah daerah parapharing dan
retropharing dimana ada kelenjar getah bening. Tumor ini menekan saraf N. IX, N. X,
N. XI, N. XII dengan manifestasi gejala :
N. IX : kesulitan menelan karena hemiparesis otot konstriktor superior serta
gangguan pengecapan pada sepertiga belakang lidah
N. X : hiper / hipoanestesi mukosa palatum mole, faring dan laring disertaigangguan respirasi dan saliva
N XI : kelumpuhan / atrofi oto trapezius , otot SCM serta hemiparese palatum
mole
8/2/2019 CR Ca nasofaring
36/44
N. XII : hemiparalisis dan atrofi sebelah lidah.
Sindrom horner : kelumpuhan N. simpaticus servicalis, berupa penyempitan
fisura palpebralis, onoftalmus dan miosis.
3. Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah, mengenaiorgan
tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering adalah tulang, hati dan paru.
Hal ini merupakan hasil akhir dan prognosis yang buruk. Dalam penelitian lain
ditemukan bahwa karsinoma nasofaring dapat mengadakan metastase jauh, ke paru-
paru dan tulang, masing-masing 20 %, sedangkan ke hati 10 %, otak 4 %, ginjal 0.4
%, dan tiroid 0.4 %.
J. PENATALaKSANAAN
1. Radioterapi
Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam penatalaksanaan
karsinoma nasofaring. Penatalaksanaan pertama untuk karsinoma nasofaring adalah
radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi.
Sampai saaat ini pengobatan pilihan terhadap tumor ganas nasofaring adalah radiasi,
karena kebanyakan tumor ini tipe anaplastik yang bersifat radiosensitif. Radioterapi
dilakukan dengan radiasi eksterna, dapat menggunakan pesawat kobal (Co60 ) atau dengan
akselerator linier ( linier Accelerator atau linac). Radiasi ini ditujukan pada kanker primer
didaerah nasofaring dan ruang parafaringeal serta pada daerah aliran getah bening leher atas,
bawah seerta klasikula. Radiasi daerah getah bening ini tetap dilakukan sebagai tindakan
preventif sekalipun tidak dijumpai pembesaran kelenjar. Metode brakhiterapi, yakni dengan
memasukkan sumber radiasi kedalam rongga nasofaring saat ini banyak digunakan guna
memberikan dosis maksimal pada tumor primer tetapi tidak menimbulkan cidera yang serius
pada jaringan sehat disekitarnya. Kombinasi ini diberikan pada kasus-kasus yang telah
memeperoleh dosis radiasi eksterna maksimum tetapi masih dijumpai sisa jaringan kanker
8/2/2019 CR Ca nasofaring
37/44
atau pada kasus kambuh lokal.
perkembangan teknologi pada dasawarsa terakhir telah memungkinkan pemberian radiasi
yang sangat terbatas pada daerah nasofaring dengan menimbulkan efek samping sesedikit
mungkin. Metode yang disebut sebagai IMRT ( Intersified Modulated Radiotion Therapy )telah digunakan dibeberapa negara maju.
Prinsip Pengobatan Radiasi, inti sel dan plasma sel terdiri dari (1) RNA Ribose
Nucleic Acid dan (2) DNA Desoxy Ribose Nucleic Acid . DNA terutama terdapat paa
khromosom ionizing radiation menghambat metabolisme DNA dan menghentikan
aktifitas enzim nukleus. Akibatnya pada inti sel terjadi khromatolisis dan plasma sel menjadi
granuar serta timbul vakuola-vakuola yang kahirnya berakibat sel akan mati dan menghilang.
Pada suatu keganasan ditandai oleh mitosis sel yang berlebihan ; stadium profase mitosis
merupakan stadium yang paling rentan terhadap radiasi. Daerah nasofaring dan sekitarnya
yang meliputi fosa serebri media, koane dan daerah parafaring sepertiga leher bagian atas.
Daerah-daerah lainnya yang dilindungi dengan blok timah. Arah penyinaran dari lateral
kanan dan kiri, kecuali bila ada penyerangan kerongga hidung dan sinus paranasal maka perlu
penambahan lapangan radiasi dari depan. Pada penderita dengan stadium yang masih
terbataas (T1,T2), maka luas lapangan radiasi harus diperkecil setelah dosis radiasi mencapai
4000 rad , terutama dari atas dan belakang untuk menghindari bagian susunan saraf pusat .Dengan lapangan radiasi yang terbatas ini, radiasi dilanjutkan sampai mencapai dosis seluruh
antara 6000- 7000 rad . pada penderita dengan stadium T3 dan T4, luas lapangan radiasi tetap
dipertahankan sampai dosis 6000 rad. Lapangan diperkecil bila dosis akan ditingkatkan lagi
sampai sekitar 7000 rad.
Daerah penyinaran kelenjar leher sampai fosa supraklavikula. Apabila tidak ada metastasis
kelenjar leher, maka radiasi daerah leher ini bersifat profilaktik dengan dosis 4000 rad,
sedangkan bila ada metastasis diberikan dosis yang sama dengan dosis daerah tumor primer
yaitu 6000 rad, atau lebih. Untuk menghindari gangguan penyinaran terhadap medulla
spinalis, laring dan esofagus, maka radiasi daerah leher dan supraklavikula ini, sebaiknya
diberikan dari arah depan dengan memakai blok timah didaerah leher tengah.
Dosis radiasi
8/2/2019 CR Ca nasofaring
38/44
Dosis radiasi umumnya berkisar antara 6000 7000 rad, dalam waktu 6 7 minggu dengan
periode istirahat 2 3 minggu (split dose). Alat yang biasanya dipakai ialah cobalt 60,
megavoltageorthovoltage
Respon radiasi
Setelah diberikan radiasi, maka dilakukan evaluasi berupa respon terhadap radiasi. Respon
dinilai dari pengecilan kelenjar getah bening leher dan pengecilan tumor primer di nasofaring.
Penilaian respon radiasi berdasarkan kriteria WHO :
- Complete Response : menghilangkan seluruh kelenjar getah bening yang besar.
- Partial Response : pengecilan kelenjar getah bening sampai 50% atau lebih.
- No Change : ukuran kelenjar getah bening yang menetap.
- Progressive Disease : ukuran kelenjar getah bening membesar 25% atau lebih.
Komplikasi radioterapi dapat berupa :
a) Komplikasi dini
Biasanya terjadi selama atau beberapa minggu setelah radioterapi, seperti :
- Xerostomia - Mual-muntah
- Mukositis (nyeri telan, mulut kering, dan hilangnya cita rasa) kadangdiperparah dengan infeksi jamur pada mukosa lidah dan palatum
- Anoreksi
- Xerostamia (kekeringan mukosa mulut akibat disfungsi kelenjar
parotis yang terkena radiasi)
- Eritema
b) Komplikasi lanjut
Biasanya terjadi setelah 1 tahun pemberian radioterapi, seperti :
- Kontraktur
- Penurunan pendengaran
- Gangguan pertumbuhan
-
8/2/2019 CR Ca nasofaring
39/44
Untuk menghindari efek samping semaksimal mungkin maka sebelum dan selama
pengobatan, bahkan setelah selesai terapi, pasien akan selalu diawasi oleh dokter. Perawatan
sebelum radiasi adalah dengan membenahi gigi geligi, memberikan informasi kepada pasien
mengenai metode pembersihan ruang mulut dan gigi secara benar. Untuk mengurangikeluhan penderita juga dapat diberikan obat kumur yang mengandung adstringens, misalnya
bactidol, efisol, gargarisma diberikan 3-4 kali sehari. Bila tampak tanda-tanda moniliasis
diberikan antimikotik misalnya funfilin. Pemberian obat-obatan yang mengandung anestesi
local seperti FG troches bias mengurangi keluhan nyeri telan. Untuk keluhan umum nausea,
anorexia dan sebgainya bisa diberikan obat-obatan simptomatik terhadap keluhan ini seperti
avomit, avopreg.
2. Kemoterapi
Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada karsinoma nasofaring ternyata dapat
meningkatkan hasil terapi. Terutama diberikan pada stadium lanjut atau pada keadaan
kambuh.
Terapi adjuvan tidak dapat diberikan begitu saja tetapi memiliki indikasi yaitu bila
setelah mendapat terapi utamanya yang maksimal ternyata :
- kankernya masih ada, dimana biopsi masih positif
- kemungkinan besar kankernya masih ada, meskipun tidak ada bukti secara
makroskopis.
- pada tumor dengan derajat keganasan tinggi ( oleh karena tingginya resiko
kekambuhan dan metastasis jauh).
Berdasarkan saat pemberiannya kemoterapi adjuvan pada tumor ganas kepala leher dibagi
menjadi
1. neoadjuvantatau induction chemotherapy (yaitu pemberian kemoterapi mendahului
pembedahan dan radiasi)
2. concurrent, simultaneous atau concomitant chemoradiotherapy (diberikan
bersamaan dengan penyinaran atau operasi)
3.post definitive chemotherapy (sebagai terapi tambahan paska pembedahan dan atau
radiasi )
8/2/2019 CR Ca nasofaring
40/44
Efek Samping Kemoterapi
Agen kemoterapi tidak hanya menyerang sel tumor tapi juga sel normal yang
membelah secara cepat seperti sel rambut, sumsum tulang dan Sel pada traktus gastro
intestinal. Akibat yang timbul bisa berupa perdarahan, depresi sum-sum tulang yang
memudahkan terjadinya infeksi. Pada traktus gastro intestinal bisa terjadi mual, muntah
anoreksia dan ulserasi saluran cerna. Sedangkan pada sel rambut mengakibatkan kerontokan
rambut. Jaringan tubuh normal yang cepat proliferasi misalnya sum-sum tulang, folikel
rambut, mukosa saluran pencernaan mudah terkena efek obat sitostatika. Untungnya sel
kanker menjalani siklus lebih lama dari sel normal, sehingga dapat lebih lama dipengaruhi
oleh sitostatika dan sel normal lebih cepat pulih dari pada sel kanker
Efek samping yang muncul pada jangka panjang adalah toksisitas terhadap jantung,
yang dapat dievaluasi dengan EKG dan toksisitas pada paru berupa kronik fibrosis pada paru.
Toksisitas pada hepar dan ginjal lebih sering terjadi dan sebaiknya dievalusi fungsi faal
hepar dan faal ginjalnya. Kelainan neurologi juga merupakan salah satu efek samping
pemberian kemoterapi.
Kemoradioterapi kombinasi adalah pemberian kemoterapi bersamaan dengan radioterapi
dalam rangka mengontrol tumor secara lokoregional dan meningkatkan survival pasien
dengan cara mengatasi sel kanker secara sistemik lewat mikrosirkulasi.
Manfaat Kemoradioterapi adalah
1. Mengecilkan massa tumor, karena dengan mengecilkan tumor akan memberikan hasil
terapi radiasi lebih efektif. Telah diketahui bahwa pusat tumor terisi sel hipoksik dan
radioterapi konvensional tidak efektif jika tidak terdapat oksigen. Pengurangan massa
tumor akan menyebabkan pula berkurangnya jumlah sel hipoksia.
2. Mengontrol metastasis jauh dan mengontrol mikrometastase.
3. Modifikasi melekul DNA oleh kemoterapi menyebabkan sel lebih sensitif terhadap
radiasi yang diberikan (radiosensitiser).
8/2/2019 CR Ca nasofaring
41/44
Terapi kombinasi ini selain bisa mengontrol sel tumor yang radioresisten, memiliki
manfaat juga untuk menghambat pertumbuhan kembali sel tumor yang sudah sempat terpapar
radiasi.
Kemoterapi neoajuvan dimaksudkan untuk mengurangi besarnya tumor sebelumradioterapi. Pemberian kemoterapi neoadjuvan didasari atas pertimbangan vascular bed
tumor masih intak sehingga pencapaian obat menuju massa tumor masih baik. Disamping itu,
kemoterapi yang diberikan sejak dini dapat memberantas mikrometastasis sistemik seawal
mungkin. Kemoterapi neoadjuvan pada keganasan kepala leher stadium II IV dilaporkan
overall response rate sebesar 80 %- 90 % dan CR ( Complete Response ) sekitar 50%.
Kemoterapi neoadjuvan yang diberikan sebelum terapi definitif berupa radiasi dapat
mempertahankan fungsi organ pada tempat tumbuhnya tumor (organ preservation).
Secara sinergi agen kemoterapi seperti Cisplatin mampu menghalangi perbaikan
kerusakan DNA akibat induksi radiasi. Sedangkan Hidroksiurea dan Paclitaxel dapat
memperpanjang durasi sel dalam keadaan fase sensitif terhadap radiasi.
Kemoterapi yang diberikan secara bersamaan dengan radioterapi (concurrent or
concomitant chemoradiotherapy ) dimaksud untuk mempertinggi manfaat radioterapi.
Dengan cara ini diharapkan dapat membunuh sel kanker yang sensitif terhadap kemoterapi
dan mengubah sel kanker yang radioresisten menjadi lebih sensitif terhadap radiasi.
Keuntungan kemoradioterapi adalah keduanya bekerja sinergistik yaitu mencegah resistensi,
membunuh subpopulasi sel kanker yang hipoksik dan menghambat recovery DNA pada sel
kanker yang sublethal.
Kelemahan Kemoradioterapi
Kelemahan cara ini adalah meningkatkan efek samping antara lain mukositis,
leukopeni dan infeksi berat. Efek samping yang terjadi dapat menyebabkan penundaan
sementara radioterapi. Toksisitas Kemoradioterapi dapat begitu besar sehingga berakibat
fatal.
Beberapa literatur menyatakan bahwa pemberian kemoterapi secara bersamaan
dengan radiasi dengan syarat dosis radiasi tidak terlalu berat dan jadwal pemberian tidak
diperpanjang, maka sebaiknya gunakan regimen kemoterapi yang sederhana sesuai jadwal
pemberian.
8/2/2019 CR Ca nasofaring
42/44
Untuk mengurangi efek samping dari kemoradioterapi diberikan kemoterapi tunggal (single
agent chemotherapy) dosis rendah dengan tujuan khusus untuk meningkatkan sensitivitas sel
kanker terhadap radioterapi (radiosensitizer). Sitostatika yang sering digunakan adalah
Cisplatin, 5-Fluorouracil dan MTX dengan response rate 15%-47%.3. Operasi
Tindakan operasi pada penderita karsinoma nasofaring berupa diseksi leher radikal dan
nasofaringektomi. Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau
adanya kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih yang dibuktikan
dengan pemeriksaan radiologik dan serologi. Nasofaringektomi merupakan suatu operasi
paliatif yang dilakukan pada kasus-kasus yang kambuh atau adanya residu pada nasofaring
yang tidak berhasil diterapi dengan cara lain.
4. Imunoterapi
Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari karsinoma nasofaring adalah virus
Epstein-Barr, maka pada penderita karsinoma nasofaring dapat diberikan imunoterapi.
K. PENCEGAHAN
Pemberian vaksinasi dengan vaksin spesifik membran glikoprotein virus Epstein Barr
yang dimurnikan pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan resiko
tinggi.
Memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah resiko tinggi ke tempat lainnya.
Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah, mengubah cara memasak makanan
untuk mencegah akibat yang timbul dari bahan-bahan yang berbahaya.
8/2/2019 CR Ca nasofaring
43/44
Penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat, meningkatkan keadaan
sosial ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan dengan kemungkinan-kemungkinan
faktor penyebab.
Melakukan tes serologik IgA anti VCA dan IgA anti EA secara massal di masa yang
akan datang bermanfaat dalam menemukan karsinoma nasofaring secara lebih dini.
DAFTAR PUSTAKA
Averdi Roezin, Aninda Syafril. Karsinoma Nasofaring. Dalam: Efiaty A. Soepardi (ed).Buku ajar ilmu penyakit telinga hidung tenggorok. Edisi kelima. Jakarta : FK UI, 2001. h.
146-50.
8/2/2019 CR Ca nasofaring
44/44
Harry a. Asroel. Penatalaksanaan radioterapi pada karsinoma nasofaring. Referat.
Medan: FK USU,2002.h. 1-11.
Hasibuan R, A. H...Kartikawati, Henny.Penatalaksanaan karsinoma nasofaring menujuterapi kombinasi/kemoradioterapi. Jakarta: Samatra Media Utama, 2004.h. 70-81
Lu Jiade J, Cooper Jay S, M Lee Anne WM. The epidemiologi of Nasopharigeal
Carcinoma In : Nasopharyngeal Cancer. Berlin : Springer,2010. p. 1-9.
Susworo, Makes D. Karsinoma nasofaring aspek radiodiagnostik dan radioterapi.
Jakarta: FK UI, 1987.h. 69-82.
Susworo, R. Kanker nasofaring : epidemiologi dan pengobatan mutakhir. Tinjauan
pustaka artikel. Dalam: Cermin Dunia Kedokteran. No. 144, 2004.h. 16-18.