Upload
hardianti-fitri
View
73
Download
11
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Critical Review Mata Kuliah Pengembagnan Ekonomi Lokal
Citation preview
Critical Review Mata Kuliah Pembangunan Ekonomi Lokal
1 | P a g e
Judul : Kajian Pola Keterkaitan Aktivitas Klaster Industri Tenun
Troso Dalam Upaya Pengembangan Ekonomi Lokal di
Kabupaten Jepara.
Penulis : Evi Yulia Purwanti
Nomor Jurnal dan Tahun : Media Ekonomi dan Manajemen Volume 23, Nomor 1,
Januari 2011, 146-157
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Era globalisasi saat ini membuat produk-produk industri dari negara lain dengan
mudah keluar masuk ke dalam negeri. Hal ini merupakan ancaman bagi produk dalam
negeri, terutama produk industri kecil, industri kecil yang tidak mampu mengisi peluang
dengan menciptakan produk unggulan. Industri kecil di Indonesia merupakan bagian
penting dari sistem perekonomian nasional karena berperan dalam mempercepat
pemerataan pertumbuhan ekonomi, dengan penyediaan lapangan kerja, peningkatan
pendapatan masyarakat, serta peningkatan perolehan devisa. Dalam konteks
Pembangunan Ekonomi Lokal (PEL), keberadaan industri kecil memiliki peranan penting.
Industri berkembang karena adanya semangat kewirausahaan lokal. Selain itu, aktivitas
ekonomi industri kecil lebih mengutamakan pemanfaatan sumber daya lokal, terutama
bahan baku dan tenaga kerjanya. Dengan demikian, keberadaan industri kecil berpotensi
sebagai penggerak tumbuhnya kegiatan ekonomi lokal di suatu wilayah.
Jurnal ini membahas tentang industri tenun Troso di Kabupaten Jepara dimana
tujuan penulis dalam penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi karakteristik aktivitas
klaster, menganalisis bentuk keterkaitan aktivitas industri baik secara vertikal maupun
horizontal industri tenun Troso, serta menganalisis kendala dalam pengembangan klaster
industri tenun Troso dan pengembangan ekonomi lokal.
Industri tenun Troso merupakan salah satu industri di Kabupaten Jepara. Industri
tenun Troso merupakan usaha yang memiliki pertalian usaha yang bernilai (value chain)
dalam rangka menghasilkan suatu jenis produk, serta merupakan klaster unggulan yang
perlu didorong pertumbuhannya dalam upaya pengembangan ekonomi lokal Kabupaten
Jepara dan Provinsi Jawa Tengah.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari critical review ini adalah untuk meringkas dan mengevaluasi
tulisan pada jurnal yang berjudul “Kajian Pola Keterkaitan Aktivitas Klaster Industri Tenun
Troso Dalam Upaya Pengembangan Ekonomi Lokal di Kabupaten Jepara”. Agar nantinya
dapat memberikan tinjauan dan evaluasi mengenai keunggulan dan kelemahan pada
jurnal tersebut.
Critical Review Mata Kuliah Pembangunan Ekonomi Lokal
2 | P a g e
II. TINJAUAN LITERATUR
Dalam penyusunan jurnal “Kajian Pola Keterkaitan Aktivitas Klaster Industri Tenun
Troso Dalam Upaya Pengembangan Ekonomi Lokal di Kabupaten Jepara” perlu adanya
tinjauan literatur yang dapat mendukung isi dari jurnal ini.
Porter (1998) menyebutkan bahwa klaster adalah konsentrasi dari kegiatan ekonomi
yang saling terkait dan lembaga penunjangnya, untuk jenis kegiatan ekonomi yang saling
berkaitan sebagai strategi untuk meningkatkan daya-saing. Pernyataan ini mempunyai
makna bahwa dalam sistem klaster dibutuhkan faktor pengikat yang diaktualisasikan
dalam bentuk integrasi antar sektor dan antar daerah.
Manfaat klaster menurut pendapat Scorsone (dalam Bhinukti, 2011), klaster industri
yang berbasis pada komunitas publik memiliki manfaat baik bagi industri itu sendiri
maupun bagi perekonomian di wilayahnya. Bagi industri, klaster membawa keuntungan
sebagai berikut :
1) Lokalisasi ekonomi. Melalui klaster, dengan memanfaatkan kedekatan lokasi, industri
yang menggunakan input (informasi, teknologi, atau layanan jasa) yang sama dapat
menekan biaya perolehan dalam penggunaan jasa tersebut.
2) Pemusatan tenaga kerja. Klaster akan menarik tenaga kerja dengan berbagai
keahlian yang dibutuhkan klaster tersebut, sehingga memudahkan dalam memenuhi
kebutuhan tenaga kerja dan mengurangi biaya pencarian tenaga kerja.
3) Akses pada pertukaran informasi dan patokan kinerja. Industri yang tergabung dalam
klaster dapat dengan mudah memonitor dan bertukar informasi mengenai kinerja
supplier dan nasabah potensial. Dorongan untuk inovasi dan teknologi akan
berdampak pada peningkatan dan perbaikan produk.
4) Produk komplemen. Karena kedekatan lokasi, produk dari satu pelaku klaster dapat
memiliki dampak penting bagi aktivitas usaha industri yang lain. Di samping itu,
kegiatan usaha yang saling melengkapi dapat bergabung dalam pemasaran
bersama.
Permasalahan yang sering dihadapi industri kecil dapat diperinci sebagai berikut :
a. Permasalahan di bidang Manajemen/ SDM, berkaitan dengan tingkat pendidikan yang
rendah, motivasi rendah, penguasaan teknologi,
b. Permasalahan di bidang Produksi, meliputi sejak bahan baku, proses produksi,
maupun ketika output (hasil produksi).
c. Permasalahan Pasar atau pemasarannya, meliputi keterbatasan pasar, distribusi
maupun luas pasar yang dituju.
d. Permasalahan Keuangan, berkaitan dengan keterbatasan modal, sulit mencari
tambahan modal dan juga keterbatasan dalam administrasi pembukuan/keuangan.
Critical Review Mata Kuliah Pembangunan Ekonomi Lokal
3 | P a g e
e. Permasalahan iklim usaha yang kurang kondusif, berkaitan dengan peran pemerintah,
regulasi dan sebagainya.
Model Diamond Porter terdiri dari lima determinan (faktor-faktor yang menentukan),
antara lain :
1. Factor Conditions, yang mengacu pada input yang digunakan sebagai faktor industri
seperti tenaga kerja, sumber daya alam, modal, dan infrastruktur.
2. Demand Conditions, yang mengacu pada tersedianya pasar domestik yang berperan
menjadi elemen penting dalam menghasilkan daya saing.
3. Related and Supporting Industries, yang mengacu pada tersedianya serangkaian dan
adanya keterkaitan kuat antara industri pendukung dan perusahan, hubungan dan
dukungan ini bersifat positif yang berujung pada peningkatan daya saing perusahaan.
4. Firm Strategy, Structure, and Rivalry, yang mengacu pada stratefi dan struktur yang
ada pada sebagian besar perusahaan dan intensitas persaingan pada industri
tertentu.
5. Peran Pemerintah dan Chance, yang memiliki peran penting melalui kewenangan
dalam memberikan fasilitas, katalis, dan tatanan bagi industri.
III. REVIEW JURNAL
Penelitian yang dilakukan dalam jurnal ini berada di kawasan kluster unggulan Jawa
Tengah yaitu klaster tenun Troso yang terletak di Desa Troso Kabupaten Jepara.
Populasi pada penelitian ini adalah semua pihak yang terlibat dalam usaha tenun Troso
baik pengusaha, supplier bahan baku, subkontraktor, dan stakeholder lain. Karena
populasi penelitian responden bersifat heterogen, maka sampel yang dipilih harus
mewakili masing-masing aktivitas. Penelitian ini menggunakan teknik quota sampling.
Penelitian ini membahas seluk-beluk dari industri tenun Troso yang ada di
Kabupaten Jepara. Karakteristik dari industri tenun Troso dapat dilihat berdasarkan aspek
pemasaran, permodalan, promosi, dan sumber daya manusia, sebagai berikut.
Aspek Permodalan. Sebagian besar UKM tenun Troso menghadapi kesulitan modal
dalam pembiayaan produk tenun ikat. Kekuatan modal secara mandiri tidak dapat
menutupi besarnya kebutuhan biaya produksi. Besarnya biaya produksi yang
dibutuhkan tidak sebatas satu bulan saja, melainkan untuk tiga bulan. Ini terjadi
karena sistem pembayaran produksi yang bersifat jatuh tempo tiga bulan. Banyak
pengusaha tenun ikat Troso yang ingin meminjam dari bank, namun tidak tercapai.
Sebab, distribusi atau penyaluran modal dari lembaga perbankan belum memadai
dan belum merata. Modal yang dibutuhkan oleh seorang pengusaha tenun Troso
sangat besar hingga mencapai ratusan juta, padahal dana yang dimiliki lembaga
perbankan terbatas, tidak sebanding dengan banyaknya jumlah UKM Troso yang
Critical Review Mata Kuliah Pembangunan Ekonomi Lokal
4 | P a g e
sampai tahun 2008 kurang lebih mencapai 250 unit. Selain dari lembaga perbankan,
peminjaman modal juga datang dari BUMN dan koperasi. Namun peluang ini belum
sepenuhnya ditangkap oleh pengusaha tenun ikat Troso karena belum meratanya
distribusi bantuan modal kerja dari BUMN serta peran semua koperasi belum cukup
memadai untuk memenuhi kebutuhan UKM tenun ikat.
Aspek Pemasaran. Jangkauan wilayah pemasaran tenun ikat Troso cukup luas,
mencapai hampir ke seluruh pulau besar di Indonesia, bahkan sampai ke manca
negara. Meskipun produk tenun ikat Troso banyak dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia, namun ternyata tenun ikat Troso sangat sulit dijumpai di pasar tradisional
Kabupaten Jepara sendiri. Masyarakat Jepara yang berdomisili di luar Desa Troso
tidak akan mendapatkan kain Troso jika tidak langsung datang ke Desa Troso,
dimana banyak dijumpai outlet maupun showroom. Kegiatan pemasaran secara aktif
dilakukan dengan berbagai cara, baik dalam bentuk penjualan secara eceran
maupun partai besar ke luar daerah. Tenun ikat Troso ini biasanya dipasarkan oleh
pedangan perantara yang berada di luar pulau, seperti di Bali. Memasarkan produk
secara pasif sebagai alternatif metode pemasaran tidak bisa dilakukan oleh
pengusaha skala kecil. memasarkan produk secara pasif biasa dilakukan oleh
pengusaha besar yang mampu membangun outlet atau showroom untuk menjaring
konsumen akhir, seperti pendatang, wisatawan, atau pembeli lokal.
Aspek Promosi. Tenun ikat Troso merupakan produk unggulan Kabupaten Jepara,
namun sebagian masyarakat Indonesia lebih mengenal dan menganggap tenun ikat
Troso sebagai produk khas masyarakat Bali atau NTT (Lombok). Oleh karena itu,
Pemda dan perusahaan tenun ikat Troso perlu giat untuk melakukan kegiatan
promosi, baik di tingkat regional, nasional, maupun internasional. Selain secara
intens mengikuti pameran secara bersama-sama, perusahaan tenun ikat Troso juga
perlu menjalankan kegiatan promosi secara mandiri, seperti dengan membuat situs
atau website resmi tentang produk unggulannya.
Aspek Tenaga Kerja. Industri tenun ikat Troso menyerap banyak tenaga kerja
karena sistem operasi setiap ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) membutuhkan
keterampilan tangan manusia secara langsung. Kecepatan, keterampilan, dan
kerapian seorang tenaga kerja untuk membuat selembar kain tenun akan terasah
seiring berjalannya waktu. Keterampilan tenaga kerja tenun tidak punya keterkaitan
langsung dengan tingkat pendidikan formal.
Rantai aktivitas produksi tenun ikat Troso diawali dengan pengadaan bahan baku,
yakni benang. Bahan baku benang tersebut didatangkan dari dalam dan luar negeri.
Pengadaan bahan baku benang biasanya ditangani oleh importer yang berdomisili di
Kabupaten Pekalongan dan Kota Bandung. Importir inilah yang menjadi perantara bagi
Critical Review Mata Kuliah Pembangunan Ekonomi Lokal
5 | P a g e
produsen tenun ikat Troso dengan produsen benang luar negeri. Sementara bahan baku
yang berupa serat tumbuhan seperti serat nanas, serat kulit pisang, serat enceng gondok,
serat pandan atau lidi kelapa yang dibutuhkan oleh industri tenun ikat serat dan katun
didatangkan dari Kota Tegal atau Kota Salatiga, Kabupaten Magelang, Kota Surakarta,
dan Kabupaten Kudus. Sedangkan bahan penolong pembuat tenun ikat yang berupa
pewarna kain, malam/lilin, atau alat bantu kerja lain didapatkan dari banyak daerah
diantaranya Kota Semarang, Kota Pekalongan, dan Kabupaten Kudus. Bahan-bahan
baku tersebut dibeli dalam frekuensi satu atau dua kali setiap bulannya untuk menghemat
biaya transportasi. Selama ini ketersediaan bahan baku (baik impor maupun produk lokal)
di pasaran cukup banyak untuk memenuhi permintaan para pengrajin, sehingga kapan
pun dan berapa pun jumlah yang dibutuhkan, pengrajin dapat memperolehnya dengan
segera. Pengrajin tidak pernah kesulitan untuk mendapatkannya dan tidak pernah
kehabisan.
Gambar 1 Tahapan Proses Produksi Tenun Ikat Troso
Sumber : Jurnal Media Ekonomi dan Manajemen “Kajian Pola Keterkaitan Aktivitas
Klaster Industri Tenun Troso Dalam Upaya Pengembangan Ekonomi Lokal di Kabupaten
Jepara”
Selama ini kelemahan yang rata-rata dimiliki oleh UKM tenun Troso adalah
peralatan yang digunakan dalam proses produksi masih bersifat tradisional (ATBM).
Untuk proses produksi atau pembuatan kain, tidak bisa selamanya pengrajin
mengandalkan ATBM. Karena jika order naik tentu saja dibutuhkan mesin yang bisa
memproduksi kain dengan jumlah banyak dalam waktu singkat. Pembeli asing yang
tertarik akan keunikan tenun Troso umumnya memesan kain dalam jumlah besar, lebih
dari seribu meter, namun diberi tenggang waktu yang sangat singkat. Di satu sisi
mendapatkan order besar yang berarti mendapatkan keuntungan besar juga, namun di
sisi lain terkendala dengan keterbatasan faktor produksi, yakni modal kerja, jumlah ATBM,
dan jumlah tenaga kerja yang terbatas.
Pengetengan Frame Desain Tinta Ikat tali
rafia
Lepas tali Pewarnaan 1
Lepas tali rafia 1
Pewarnaan 2
Pengeringan Pengeringan
Pengeboman Pengerolan Tenun Kain ikat
Critical Review Mata Kuliah Pembangunan Ekonomi Lokal
6 | P a g e
Berdasarkan karakteristik internal klaster industri yang dikemukakan oleh Van Djik
dan Sverrison (dalam Fujiyani, 2006), tipologi klaster inudstri tenun Troso di Kabupaten
Jepara berada dalam tahap kedua yaitu pengembangan orientasi pasar lokal. Pola
keterkaitan dalam klaster industri tenun Troso di Kabupaten Jepara didapat dari
keterkaitan aktivitas industri dan tingkat aktivitas dalam klaster industri tenun Troso.
a. Bentuk Keterkaitan Horizontal
Keterkaitan horizontal dalam klaster industri tenun Troso terbentuk antar kompetitor
(perusahaan dengan aktivitas yang sama), dimana stakeholder yang saling
berkompetisi adalah antar pengusaha besar/menengah dan antar pengusaha kecil/
subkontrak. Namun temuan di lapangan menunjukkan bahwa pengusaha kecil yang
berlaku sebagai subkontrak relatif sangat sedikit. Rata-rata pengusaha dalam klaster
tersebut bertindak sendiri-sendiri, tidak ada kerjasama dalam pengadaan bahan baku
dan produk. Bentuk kerjasama antar pengusaha besar/menengah dan antar pengrajin
kecil hanya sebatas sharing informasi.
b. Bentuk Keterkaitan Vertikal ke Belakang (Backward Linkage)
Hubungan aktivitas vertikal didominasi oleh keterkaitan dalam order barang/produksi
sesuai dengan rantai produksi. Keterkaitan aktivitas vertikal baik antara supplier bahan
baku – pengusaha besar maupun pengusaha dengan pembeli menunjukkan adanya
ketergantungan yang besar dari pengusaha – pengrajin dengan dua pelaku usaha
tersebut. Hal ini ditunjukkan jumlah aliran produksi yang besar, keterkaitan usaha,
kepastian persediaan bahan baku, dan keuntungan produksi.
c. Bentuk Keterkaitan Vertikal ke Depan (Forward Lingkage)
Keterkaitan aktivitas vertikal ke depan hanya didominasi oleh keterkaitan pengusaha/
pengrajin besar dengan pembeli. Ada keuntungan usaha dan promosi dalam
keterkaitan antara pengrajin besar dengan pembeli, namun kelemahan desain/motif
Troso tergantung dari permintaan pembeli dan posisi tawar relatif lemah, serta resiko
pembayaran yang ditanggung oleh pengrajin cukup berat. Sedangkan keterkaitan
antara subkontrak/pengrajin kecil dengan pengrajin besar hanya sebatas pemasaran,
dimana pengrajin kecil menitipkan produknya pada pengrajin besar yang rata-rata
sudah mempunyai outlet/showroom sendiri.
Kendala dalam pengembangan klaster tenun Troso ini adalah perkembangannya
stagnan dan seakan tidak berfungsi. Linkage yang dibangun industri di klaster tenun
Troso masih relatif lemah, karena keterbatasan pelaku usaha terutama pengrajin
kecil/subkontrak dalam membangun jejaring pemasaran dan masih tergantung pada
pengrajin besar. Kelemahan ini sangat dipengaruhi oleh keterbatasan social capital yang
dimiliki industri kecil, harga produk sangat fluktuatif karena tidak ada standar jaminan
mutu. Keterkaitan horizontal maupun vertikal yang baik akan melindungi pelaku usaha
Critical Review Mata Kuliah Pembangunan Ekonomi Lokal
7 | P a g e
dari ketidakpastian pasar. Pola keterkaitan vertikal lebih mengarah pada ketergantungan
usaha, artinya keterkaitan usaha yang dilakukan lebih bersifat kerjasama satu arah dan
tidak mutualisme.
Partisipan dari para pengrajin terhadap pengembangan klaster masih sangat lemah,
dari 250 pengusaha hanya 15 yang menjadi anggota klaster. Hal ini dikarenakan para
pengrajin tidak merasakan adanya manfaat klaster karena fungsi klaster memang tidak
berjalan hanya sekedar sharing informasi, sedangkan keterkaitan yang lain tidak berjalan
sama sekali. Masing-masing pengusaha harus mencari bahan baku dan pemasaran
sendiri, sehingga keunggulan kompetitif dan komparatif apabila dalam bentuk klaster tidak
dirasakan sehingga membuat keengganan bergabung dalam kelompok klaster. Selain itu,
belum adanya pemahaman tentang apa dan bagaimana manfaat klaster. Para pengrajin
masih rancu dengan sentra industri, karena di Troso selain klaster juga ada sentra industri
Troso.
Munculnya konsentrasi kegiatan ekonomi tenun ikat di Desa Troso, mendorong pula
peningkatan kegiatan ekonomi yang berdampak positif bagi pembangunan eknomi lokal.
Sesuai teori pusat pertumbuhan bahwa di dalam sektor pembangunan akan muncul
leading industry yang merupakan industri penggerak utama dalam pembangunan suatu
daerah. Perkembangan industri tenun Troso memberikan dampak yang cukup besar bagi
pengembangan ekonomi lokal. Pada tahun 2008 terdapat 250 unit usaha dan mampu
menyerap 2.550 tenaga kerja. Perkembangan volume produksi yang cukup besar di tahun
2008 mencapai Rp. 12.754.818 meter persegi dengan nilai produksi mencapai Rp.
221.316.976.000 merupakan potensi yang cukup besar untuk pengembangan ekonomi
lokal di Kabupaten Jepara. Pengembangan Ekonomi Lokal (LED) sendiri adalah proses
partisipatif dimana masyarakat lokal dari berbagai sektor bekerja bersama-sama untuk
mendorong kegiatan perdagangan/komersial lokal sehingga terbentuk suatu ekonomi
yang tahan banting dan berkesinambungan.
IV. TINJAUAN KRITIS
Adapun kelebihan dan kelemahan yang ada pada jurnal ini. kelebihannya yaitu
pembahasan yang dijelaskan pada jurnal telah sesuai dengan tujuan awal yaitu
mengidentifikasi karakteristik, menganalisis bentuk keterkaitan aktivitas, serta
menganalisis kendala dalam pengembangan klaster industri dan pengembangan ekonomi
lokal. Pembahasan di dalam jurnal ini dijelaskan dengan sangat jelas dan dalam terkait
apa dan bagaimana industri klaster tenun Troso di Kabupaten Jepara. Terdapat juga
ilustrasi tahapan proses produksi tenun ikat Troso dalam jurnal, sehingga memudahkan
pembaca dalam memahaminya.
Critical Review Mata Kuliah Pembangunan Ekonomi Lokal
8 | P a g e
Kelebihan dan kelemahan (kendala dan tantangan) dalam industri klaster tenun
Troso telah dibahas dengan sangat jelas. Sehingga nantinya hasil penelitian ini dapat
memudahkan pihak yang berkepentingan dalam mencari upaya-upaya yang tepat bagi
mengatasi kendala dan tantangan yang dihadapi oleh industri klaster tenun Troso
tersebut, sesuai dengan manfaat dari penelitian ini.
Sedangkan kelemahannya yaitu dalam mengidentifikasi karakteristik dari industri
tenun Troso hanya dilihat dari aspek pemasaran, permodalan, promosi, dan sumber daya
manusia. Tidak menggunakan model klaster seperti dalam tesis “Kajian Klaster Industri
Tahu di Kawasan Cibunti dengan Model Diamond Porter” yang disusun oleh Theresia
Essy Yulianti Amut. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Theresia, dia menggunakan
salah satu dari model klaster yang ada, yaitu Model Diamond Porter. Model Diamond
Porter digunakannya dalam mengidentifikasi karakteristik klaster industri tahu di kawasan
Cibuntu. Model Diamond Porter adalah model yang paling cocok diterapkan, karena
dalam pelaksanaannya segala proses kegiatan yang dilakukan tidak dibatasi oleh batasan
geografis. Akan lebih baik jika penelitian yang dilakukan pada industri klaster tenun Troso
menggunakan Model Diamond Porter agar dapat menghasilkan keluaran penelitian yang
sesuai dengan harapan dan lebih luas lagi.
V. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan, maka kesimpulan yang didapat adalah :
Industri tenun Troso merupakan salah satu industri yang ada di Kabupaten Jepara,
serta merupakan klaster unggulan yang perlu didorong pertumbuhannya dalam
upaya pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Jepara dan Provinsi Jawa
Tengah.
Pengusaha tenun troso masih banyak yang tidak mendapatkan pinjaman modal
akibat dari belum memadai dan belum meratanya distribusi atau penyaluran modal
yang dilakukan oleh lembaga perbankan, BUMN, maupun koperasi.
Tenun Troso masih sulit dijumpai di pasar tradisional Kabupaten Jepara karena
kurangnya kegiatan pemasaran dan promosi yang dilakukan oleh para pengusaha
atau pengrajin tenun Troso itu sendiri.
Industri tenun Troso ini masih menggunakan sistem ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin)
yang mengakibatkan menyerap banyak tenaga kerja.
Bahan baku yang digunakan oleh industri tenun troso kebanyakan dari dalam negeri.
Sehingga dapat meminimalisir biaya produksi dan melestarikan sumber daya alam di
Indonesia yang ada.
Critical Review Mata Kuliah Pembangunan Ekonomi Lokal
9 | P a g e
VI. LESSON LEARNED
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka pelajaran yang dapat
diambil antara lain :
Penjelasan dari hasil penelitian harus sesuai dengan tujuan awal dari penelitian agar
tidak menyimpang dari apa yang akan diteliti dan dikaji.
Menyajikan gambar, tabel, atau ilustrasi perlu dalam suatu jurnal agar dapat
memberikan kemudahan pada pembaca dalam memahami.
Penjelasan terkait kelebihan dan kelemahan (kendala dan tantangan) yang dihadapi
pada objek penelitian diharapkan untuk dijabarkan secara jelas agar nantinya dapat
memudahkan pihak yang berkepentingan dalam mencari upaya yang tepat dalam
mengatasinya.
Dalam melakukan penelitian diharapkan dapat mengaplikasikan model ataupun teori
yang terkait agar dapat menghasilkan keluaran penelitian yang sesuai dengan
harapan dan lebih luas.
Critical Review Mata Kuliah Pembangunan Ekonomi Lokal
10 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Amut, Theresia Essy Yulianti. (2008). Kajian Klaster Industri Tahu di Kawasan Cibuntu
dengan Model Diamond Porter. Bandung: Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota,
Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer, Universitas Komputer Indonesia.
Indaryani, Mamik, dkk. (2011). Identifikasi Kebutuhan Bahan Baku Kain Seragam dengan
Menggunakan Pendekatan Kemampuan Pengusaha Berdasarkan Nota Berjalan
pada Kelompok Pengusaha Konveksi dan Bordir, Desa Padurenan, Kecamatan
Gebog, Kabupaten Kudus. Laporan penelitian [Unpublished].
Islami, Fitrah Sari. (2014). Analisis Pola Klaster, Formasi Keterkaitan dan Orientasi Pasar
(Sentra Industri Krupuk Mie Desa Harjosari Lor Kecamatan Adiwerna Kabupaten
Tegal). Semarang: Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Diponegoro.
Nurseto, Tejo. (2004). Srategi Menumbuhkan Wirausaha Kecil Menengah yang Tangguh.
Jurnal Ekonomi dan Pendidikan, Volume 1, Nomor 1.
Purwanti, Evi Yulia. (2011). Kajian Pola Keterkaitan Aktivitas Klaster Industri Tenun Troso
Dalam Upaya Pengembangan Ekonomi Lokal di Kabupaten Jepara. Jurnal Media
Ekonomi dan Manajemen, Volume 23, Nomor 1.
Zaman, Balukia Badru. (2014). Dampak Ekonomi Kegiatan Industri Konveksi Terhadap
Perekonomian Lokal di Kecamatan Soreang. Bandung: Teknik Planologi,
Universitas Pasundan.
LAMPIRAN