Upload
risca-dana-paramitha
View
2.483
Download
253
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Imunohematologi
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM IMUNOHEMATOLOGI
PEMERIKSAAN UJI SILANG SERASI
(CROSSMATCHING)
Oleh:
Kelompok IV
Ayu Savitri Siakayani (P07134011004)
Luh Putu Risca Dana Paramitha (P07134011012)
Putu Aditama Dewantara (P07134011020)
Kadek Susi Wiandari (P07134011028)
Serafina C. Danal (P07134011036)
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2013
PRAKTIKUM III
PEMERIKSAAN UJI SILANG SERASI
(CROSSMATCHING)
TANGGAL PRAKTIKUM : KAMIS, 3 OKTOBER 2013
I. TUJUAN
1. Untuk dapat melakukan pemeriksaan uji silang serasi (crossmatching) pada
lebih dari satu donor.
2. Untuk menentukan kecocokan antara darah resipien dengan darah donor.
II. METODE
Metode yang digunakan adalah metode aglutinasi (konvensional).
III. PRINSIP
Antibodi yang terdapat dalam serum/plasma, bila direaksikan dengan
antigen pada sel darah merah, melalui inkubasi pada suhu 370C dan dalam
waktu tertentu, dan dengan penambahan anti monoglobulin akan terjadi reaksi
aglutinasi.
IV. DASAR TEORI
Transfusi darah adalah tindakan memasukkan darah atau komponennya ke
dalam sistim pembuluh darah seseorang. Komponen darah yang biasa
ditransfusikan ke dalam tubuh seseorang adalah sel darah merah, trombosit,
plasma, sel darah putih. Transfusi darah adalah suatu pengobatan yang
bertujuan menggantikan atau menambah komponen darah yang hilang atau
terdapat dalam jumlah yang tidak mencukupi. Tindakan transfusi darah atau
komponennya bukanlah tindakan tanpa risiko, sebaliknya tindakan ini
merupakan tindakan yang mengandung risiko yang dapat berakibat fatal.
Komplikasi yang dapat timbul akibat transfusi darah atau komponennya, dapat
dibagi dalam 3 kelompok yaitu : (Anonim, 2011)
1. Reaksi imunologis,
2. Reaksi nori imunologis,
3. Penularan penyakit
Reaksi silang (Cross matching) adalah reaksi silang in vitro antara darah
pasien yang akan ditransfusi darah dengan darah donor yang akan
ditransfusikan. Reaksi ini dimaksudkan untuk mencari tahu apakah darah donor
yang akan ditransfusikan itu nantinya akan dilawan oleh serum pasien didalam
tubuhnya atau apakah plasma donor yang turut ditransfusikan akan melawan sel
pasien didalam tubuhnya hingga akan memperberat anemia, disamping
kemungkinan adanya reaksi hemolitik transfusi yang bisa membahayakan
pasien (Febriyanti, 2011).
Uji silang (cross matching) ini bertujuan untuk mencegah reaksi
hemolitik tranfusi bila darah donor ditransfusikan supaya darah yang
ditransfusikan itu benar–benar ada manfaatnya bagi kesembuhan pasien. Darah
donor dan pasien yang di crossmatch ini, kecuali golongan darah ABO dan
Rhesus yang kita ketahui (diperiksa lebih dahulu), kita tidak mengetahui antigen
lainya yang ada didalam sel donor dan pasien, dan kita tidak mengetahuipula
adanya antibody lain (irregular) yang complet maupun incomplete di dalam
serum pasien atau plasma donor. Dalam Cross Match ini, sesuai dengan
maksudnya kita berusaha mencari semua kemungkinan adanya semua jenis
antibody complete maupun incomplete terutama yang mempunyai arti klinis
yang bisa menyebabkan Cross Match invitro tidak cocok atau incompatible.
Maka Cross Match harus kita jalankan dalam medium dan temperatur yang
berbeda, yang dalam praktiknya dikenal dengan fase 1, fase 2, dan fase 3
(Febriyanti, 2011).
Untuk fase dalam cross matching terdiri atas : (Febriyanti, 2011)
a. Test fase I Cross Match yaitu fase suhu kamar
Pada fase ini antibody complete yang akan mengaglutinasikan sel dalam
saline medium atau bovine albumin yang kebanyakan kelas Ig M bisa
terdeteksi misalnya : tidak cocok golongan ABO ; adanya allo antibody : M,
N, Lea, I, IH, E ; serta adanya auto cold antibody.
b. Tes fase II Cross Match yaitu fase inkubasi 37o C
Pada fese ini bila mediumnya bovine albumin, beberapa antibody dalam
sistem Rhesus bisa terdeteksi aglutinasi,(misalnya anti D, anti E, anti c) anti
Lea dan anti Leb. Bila mediumnya saline bisa terdeteksi aglutinasi anti E, anti
Lea. Antibody yang bersifat incomplete, dan antibodi yang belum terdeteksi
aglutinasi atau hemolisisnya pada fase II ini bisa bereaksi coated (sensitized) :
anti D, E, c, K, Fya,Fyb, Jka, S, Lea, Leb. Jadi penting sekali peranan fase
inkubasi 37 oC ini, dimana setidak-tidaknya memberi kesempatan kepada
antibody untuk mengcoatedkan sel.
c.Tes fase III Cross Match yaitu fase anti globulin
Pada fase ini setalah melaluo fase II, akan terdeteksi aglutinasi
incompelete antibodi yang tadi di fase II sudah mengcoated sel.
Melihat bagaimana pentingnya permintaan darah bagi seorang pasien,
maka Cross Match dibagi menjadi 3 kategori : (Febriyanti, 2011).
1. Cross Match Rutin
Teknik cross matching rutin dilakukan melalui teknik sentrifugasi
(3000 rpm selama 15 detik) serta inkubasi dalam incubator pada suhu 37 oC
selama 15 menit. Eritosit dicuci dengan saline 3-4 kali untuk membuang sisa
– sisa globulin yang bebas. Kemudian dilakukan penambahan 2 tetes
Coomb’s serum dan sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15
detik, lalu dibaca reaksinya secara mikroskopis dimana bila terjadi
aglutinasi menunjukkan incompatible (tidak cocok) sedangkan tidak terjadi
aglutinasi menunjukkan compatible (cocok).
2. Cross Match Emergency
Dalam cross match emergency disiapkan 4 buah tabung reaksi, dimana
tabung 2 dan 4 disentrifuge 1000 rpm selama 1 menit sedangkan tabung 1
dan 3 diinkubasi 37 oC selama 15 menit. Reaksi hemolisa dan aglutinasi
pada tabung 2 dan 4 dibaca secara makroskopis dan mikroskopis, dimana
bila terlihat adanya hemolisis dan atau aglutinasi menunjukkan darah donor
tidak cocok (incompatible), sedangkan bila tidak ada hemolisis dan atau
aglutinasi menunjukkan darah donor cocok (incompatible). Untuk tabung 1
dan 3 setelah diinkubasi, lalu disentrifuge 1000 rpm selama 1 menit. Bila
hasilnya negative, dicuci selnya 3 – 4 kali dengan saline. Sedimen sel pada
masing-masing tabung ditambahakan 2 tetes Coomb’s serum dan dikocok-
kocok. Kemudian diputar kembali 1000 rpm selama 1 menit dan dibaca
reaksinya secara makroskopis dan mikroskopis. Jika hasil Coomb’s test
positive segera hubungi RS memberitahukan darah yang tadi jangan dipakai.
Jadi dalam Cross Matching Emergency, darah sudah boleh dikirimkan ke
RS kalau dalam fase 1 (medium saline) negative terhadap hemolisa maupun
aglutinasi. Penyelesaian sampai fase 3 dari tabung 1 dan 3 harus dilanjutkan.
3. Cross Match Persiapan Operasi
Teknik dalam metode ini kedua tabung diinkubasi pada suhu 37 oC selama
60 menit lalu dibaca reaksinya terhadap hemolisa dan aglutinasi, bila hasilnya
negative diteruskan. Sedimen sel dalam masing-masing tabung dicuci 3-4 kali
dengan saline, kemudian ditambahykan 2 tetes Coomb’s serum dan
disentrifuge 3000 rpm selama 15 detik. Bila terjadi aglutinasi menunjukkan
incompatible (tidak cocok) sedangkan tidak terjadi aglutinasi menunjukkan
compatible (cocok). Cross match persiapan operasi ini dilakukan bila ada
permintaandarah yang diajukan 2-3 hari sebelum operasi dijalankan.
Untuk melaksanakan masing-masing Cross Match tersebut, langkah
pertama adalah memeriksa golongan darah ABO dari pasien dan darah donor
yang akan di transfusikan, memeriksa faktor rhesus dari pasien dan darah donor
yang akan di transfusikan, mempersiapkan suspensi sel pasien maupun
donornya, dan kemudian kita melaksanakan Cross Match sesuai dengan
tuntunannya (Febriyanti, 2011).
V. ALAT DAN BAHAN
V.1. Alat
1. Tabung reaksi uk 12 x 75 mm
2. Inkubator
3. Serofuge
4. Labu semprot
5. Wadah limbah
V.2. Bahan
5.2.1 Praktikum Tanggal 3 Oktober 2013
1. Saline/ NaCl 0,9%
2. Bovine albumin 22%
3. Sel Suspensi Donor 5% (DN 27)
4. Sel suspense Donor 5% (DN 28)
5. Serum Donor (DN 27)
6. Serum Donor (DN 28)
7. Sel Suspensi Resipien (R1) 5%
8. Serum Resipien (R1)
9. Pool plasma donor
10. Pool serum donor
11. Coomb’s serum
12. Coomb’s Control Cell
5.2.2 Praktikum Tanggal 3 Oktober 2013
1. Saline/ NaCl 0,9%
2. Bovine albumin 22%
3. Sel Suspensi Donor 5% (DN 234)
4. Sel suspense Donor 5% (DN 225)
Tabung IMayor 1 (DN 27)
Tabung IIMayor 2 (DN 28)
Tabung IIIMinor 1 (DN 27)
2 tetes serum OS+
1 tetes sel darah donor 5%
2 tetes serum OS+
1 tetes sel darah donor 5%
2 tetes plasma donor+
1 tetes sel darah OS 5%
Tabung IVMinor 2 (DN 28)
2 tetes plasma donor+
1 tetes sel darah OS 5%
Tabung VAuto Control
2 tetes serum OS+
1 tetes sel darah OS 5%
Tabung VIAuto Pool
2 tetes pool plasma donor+
1 tetes sel darah pool donor 5%
5. Serum Donor (DN 234)
6. Serum Donor (DN 225)
7. Sel Suspensi Resipien (Deni) 5%
8. Serum Resipien (Deni)
9. Pool plasma donor
10. Pool serum donor
11. Coomb’s serum
12. Coomb’s Control Cell
VI. CARA KERJA
a. Fase I : Fase suhu kamar di dalam saline medium
1. Alat dan bahan disiapkan.
2. Diambil 6 buah tabung rekasi uk 12 x 75 mm, dimasukkan ke dalam
masing-masing tabung :
3. Dihomogenkan
4. Dicentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 detik.
5. Dibaca reaksi terhadap hemolisis dan aglutinasi secara makroskopis.
6. Apabila hasil negative maka dilanjutkan pada fase II.
b. Fase II : Fase inkubasi 370Cdalam medium bovine albumin 22%
1. Ke dalam masing-masing tabung yang memberikan hasil negative
ditambhakan bovine albumin 22% sebanyak 2 tetes.
2. Dihomogenkan.
3. Diinkubasi pada suhu 370C selama 15 menit.
4. Dicentrifuge pada kecepatan 3000 rpm selama 15 detik.
5. Dibaca rekasi terhadap hemolisis dan aglutinasi secara makroskopis.
6. Apabila hasil negative maka dilanjutkan pada fase III.
c. Fase III : Indirect Coomb’s Test
1. Sel darah merah dalam tabung dicuci sebanyak 3 kali dengan
saline/NaCl 0,9%.
2. Masing-masing tabung ditambahkan sebanyak 2 tetes Coomb’s serum.
3. Dihomogenkan
4. Dicentrifuge pada kecepatan 3000 rpm selama 15 detik.
5. Dibaca hasil reaksi secara makroskopis.
Pembacaan hasil :
Tidak terjadi hemolisis atau aglutinasi → cocok / kompatibel,
darah dapat diberikan kepada pasien.
Terjadi hemolisis dan aglutinasi → tidak cocok/inkompatibel, darah
tidak boleh diberikan kepada pasien
d. Uji Validitas Reaksi Silang CCC
1. Ke dalam tabung M dan m yang pada reaksi silang fase III yang
memberikan hasil negtaif ditambahkan sebanyak 1 tetes coomb’s control
cell (CCC).
2. Dihomogenkan.
3. Dicentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 detik.
4. Dibaca hasil reaksi secara makroskopis.
Pembacaan hasil :
Bila hasil (+)/ada aglutinasi : Valid ( benar )
Bila hasil (-)/ tidak ada aglutinasi : Invalid/perlu diulang kembali
Interpretasi Hasil
Bila reaksi silang Mayor dan Minor fase I sampai fase III tidak
menunjukkan aglutinasi dan atau hemolisis, hasil diinterpretasikan
kompatibel (cocok) darah dapat keluar.
Bila reaksi silang Mayor dan Minor fase I sampai fase III
menunjukkan adanya rekasi aglutinasi dan atau hemolisis, hasil
diinterpretasikan inkompatibel (tidak cocok) darah tidak
dapat dikeluarkan.
VII. HASIL PENGAMATAN
7.1.1 Praktikum Tanggal 3 Oktober 2013
A. Reagensia
1. Suspensi Sel Donor 5%
Kode Reagen: DN 27
2. Suspensi Sel Donor 5%
Kode Reagen: DN 28
3. Serum Donor 1
Kode Reagen: DN 27
4. Serum Donor 2
Kode Reagen: DN 28
5. Suspensi sel OS 5%
Kode Reagen : R1
6. Serum OS
Kode Reagen : R1
7. Coomb’s Serum
Expired Date : Agustus
2013
Suhu Penyimpanan : 20-80 C
8. Bovine Albumin
Expired Date : November
2013
Suhu Penyimpanan : 20-80 C
9. Coomb Control Cell
Expired Date : 15 April
2013
Suhu Penyimpanan : 20-80
No Lot: No Lot: No Lot:
B. Hasil Pengujian (Tanggal 3 Oktober 2013)
NoPengujian Gambar Keterangan
1 Crossmatching
Fase I
Mayor 1 : tidak
terdapat
gumpalan (-)
Mayor 2 : tidak
terdapat
gumpalan (-)
Minor 1 : tidak
terdapat
gumpalan (-)
Minor 2 : tidak
terdapat
gumpalan (-)
Autocontrol :
tidak terdapat
gumpalan (-)
Autopool : tidak
terdapat
gumpalan (-)
2 Crossmatching
Fase II
Mayor 1 : tidak
terdapat
gumpalan (-)
Mayor 2 : tidak
terdapat
gumpalan (-)
Minor 1 : tidak
terdapat
gumpalan (-)
Minor 2 : tidak
terdapat
gumpalan (-)
Autocontrol :
tidak terdapat
gumpalan (-)
Autopool : tidak
terdapat gumpalan
(-)
3 Crossmatcing
Fase III
Mayor 1 : tidak
terdapat
gumpalan (-)
Mayor 2 : tidak
terdapat
gumpalan (-)
Minor 1 : tidak
terdapat
gumpalan (-)
Minor 2 : tidak
terdapat
gumpalan (-)
Autocontrol :
tidak terdapat
gumpalan (-)
Autopool : tidak
terdapat
gumpalan (-)
4 Uji Validitas Mayor : terdapat
gumpalan agak
besar dengan
cairan agak
merah
disekitarnya (2+)
Minor :
gumpalan kecil
dengan cairan
merah
disekitarnya (1+)
Autocontrol :
gumpalan kecil
dengan cairan
merah
disekitarnya (1+)
C. Hasil Pengujian (Tanggal 10 Oktober 2013)
NoPengujian Gambar Keterangan
1 Crossmatching
Fase I
Mayor 1 : tidak
terdapat
gumpalan (-)
Mayor 2 : tidak
terdapat
gumpalan (-)
Minor 1 : tidak
terdapat
gumpalan (-)
Minor 2 : tidak
terdapat
gumpalan (-)
Autocontrol :
tidak terdapat
gumpalan (-)
Autopool : tidak
terdapat
gumpalan (-)
2 Crossmatching
Fase II
Mayor 1 : tidak
terdapat
gumpalan (-)
Mayor 2 : tidak
terdapat
gumpalan (-)
Minor 1 : tidak
terdapat
gumpalan (-)
Minor 2 : tidak
terdapat
gumpalan (-)
Autocontrol :
tidak terdapat
gumpalan (-)
Autopool : tidak
terdapat gumpalan
(-)
3 Crossmatcing
Fase III
Mayor 1 : tidak
terdapat
gumpalan (-)
Mayor 2 : tidak
terdapat
gumpalan (-)
Minor 1 : tidak
terdapat
gumpalan (-)
Minor 2 : tidak
terdapat
gumpalan (-)
Autocontrol :
tidak terdapat
gumpalan (-)
Autopool : tidak
terdapat
gumpalan (-)
4 Uji Validitas Mayor : terdapat
gumpalan agak
besar dengan
cairan agak
merah
disekitarnya
(2+)
Minor :
gumpalan kecil
dengan cairan
merah
disekitarnya
(1+)
Autocontrol :
gumpalan kecil
dengan cairan
merah
disekitarnya
(1+)
VIII.PEMBAHASAN
Pemeriksaan uji silang serasi merupakan bagian penting dalam
memberikan darah yang aman, tepat dan cepat kepada pasien. Pengertian uji
silang serasi itu sendiri secara umum adalah proses mereaksikan silang antara
darah donor dengan pasien sehingga didapatkan darah yang cocok untuk pasien
tersebut. Secara ilmiah uji silang serasi merupakan pemeriksaan yang dilakukan
untuk mengetahui ada tidaknya antibodi donor atau pasien yang besifat IgM dan
IgG yang dapat bereaksi dengan antigen donor atau pasien. Dengan demikian
pemeriksaan uji silang serasi mutlak harus dilakukan agar darah yang
ditransfusikan kepada pasien bermanfaat dan berfungsi secara klinis dan tidak
menyebabkan reaksi transfusi langsung atau delay reaction transfution. Reaksi
silang perlu dilakukan sebelum melakukan transfusi darah untuk melihat apakah
darah penderita sesuai dengan darah donor.
Pemeriksaan Crossmatch di UTD saat ini kebanyakan menggunakan
metode gel dalam cup kecil yang lebih mudah dan praktis, metode ini telah
menggantikan metode tabung yang lebih sulit dan memerlukan banyak
peralatan untuk pemeriksaan. Namun metode tabung yang saat ini telah
menggunakan teknik yang lebih ketat yaitu menggunakan beberapa fase
pemeriksaan dan medium pemeriksaan yang lebih banyak, misal menggunakan
bovine albumin, serum coombs dan inkubasi pada suhu 37°C yang akan
menambah sensitivitas pemeriksaan.
Prinsip crossmatch ada dua yaitu Mayor dan Minor, yang penjelasnya
sebagai berikut :
Mayor crossmatch adalah serum penerima dicampur dengan sel donor.
Maksudnya apakah sel donor itu akan dihancurkan oleh antibody dalam serum
pasien.
Minor crossmatch adalah serum donor dicampur dengan sel penerima. Yang
dengan maksud apakah sel pasien akan dihancurkan oleh plasma donor.
Dalam praktikum ini dilakukan pemeriksaan uji silang serasi pada 2 donor
dengan metode aglutinasi menggunakan tabung. Untuk mendapat hasil uji
silang yang compatible, harus dilakukan pada 3 fase yaitu :
Fase I
Pada fase ini bertujuan untuk mendeteksi antibodi yang bersifat Igm
(Natural). Fase ini dilakukan pada suhu kamar dalam medium saline. Fase I ini
menggunakan 6 buah tabung dimana tabung 1 sebagai Mayor Crossmatch dari
donor I dan tabung 2 sebagai Mayor Crossmatch dari donor II, tabung 3
sebagai Minor Crossmatch dari donor I dan tabung 4 sebagai Minor Crossmatch
dari donor II, serta tabung 5 sebagai Auto Control dan tabung 6 sebagai Auto
Pool. Dimana dalam uji ini digunakan sel donor dan sel penerima dengan kadar
suspense 5%. Campuran ini kemudian disentrifugasi selama 15 detik dengan
kecepatan 3000 rpm untuk mempercepat terjadinya reaksi. Reaksi dibaca
terhadap hemolisis dan aglutinasi secara makroskopis.
Fase II
Dalam fase ini dilakukan inkubasi pada suhu 37º C selama 15 menit di
dalam medium Bovine albumin. Fase II ini tujuannya untuk mendeteksi
antibodi yang bersifat IgG pada saat inkubasi 15 menit dengan penambahan
bovine albumin.
Inkubasi dilakukan pada suhu 37º C karena dianggap suhu ini sama
dengan suhu atau kondisi tubuh manusia dan karena aglutinin Rh hanya
bereaksi pada suhu 37OC. Selain itu fungsi inkubasi ini yaitu untuk memberi
kesempatan antibodi melekat pada permukaan sel. Sebelum diinkubasi masing –
masing tabung telah ditambahkan sebanyak 2 tetes bovine albumin 22%.
dimana fungsi albumin yaitu untuk menekan zat potensial dengan menguraikan
ion-ion positif dan negatif sehingga aglutinogen dan antibodi lebih cepat
meningkat untuk memudahkan proses sensititasi (aglutinasi). Setelah inkubasi
selama 15 menit baru kemudian tabung yang telah berisi campuran tadi
disentrifugasi selama 15 detik dengan kecepatan 3000 rpm. Reaksi dibaca
terhadap hemolisis dan aglutinasi secara makroskopis.
Fase III
Fase ini merupakan fase anti globulin. Fase III ini tujuannya untuk
mendeteksi antibodi yang bersifat IgG pada Fase II yang disensitisasi oleh
antibodi yang bersifat irregular. Semua antibodi inkomplet yang terikat pada sel
darah merah di fase II akan beraglutinasi (positif) setelah penambahan coomb’s
serum sebanyak 2 tetes. Dimana coomb’s serum (antiglobulin) ini berfungsi
sebagai jembatan coatednya antibodi yang satu dengan yang lainnya. Sebelum
penambahan coomb’s serum, sel darah dicuci terlebih dahulu dengan saline.
Pencucian dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan zat sisa atau pengotor
yang dapat mengganggu reaksi antara coomb’s serum dengan sel darah Proses
pencucian dilakukan dengan penambahan Saline (NaCl 0,95 %) setinggi rak
tabung, kemudian dicentrifuge selama 60 detik dengan kecepatan 3000 rpm.
Selanjutnya supernatannya dibuang dimana proses pencucian dilakukan
sebanyak 3 kali untuk mendapatkan sel darah merah yang pekat (100%).
Kemudian ke dalam masing-masing tabung ditambahkan 2 tetes Coomb’s
serum, lalu dihomogenkan dan dicentrifuge selama 15 detik dengan kecepatan
3000 rpm. Dan reaksi pun dibaca terhadap hemolisis dan aglutinasi secara
makroskopis.
Dari praktikum ini diperoleh hasil dari mayor I dan II, minor I dan II
serta auto control dan auto pool menunjukkan reaksi negative (homogen) tanpa
adanya hemolisis.
VIII.1. Hasil Praktikum Tanggal 3 Oktober 2013
Dari hasil pengujian crossmatching test pada fase I sampai III
menunjukkan hasil Mayor I dan II negative (-) serta minor I dan II juga negative
(-) yang berarti bahwa darah resipien (pasien Wati) dengan darah donor I (DN
27) dan donor II (DN 28) cocok (compatible). Demikian juga hasil pengujian
dari fase I sampai fase III pada auto control dan autopool menunjukkan hasil
negative. Setelah ketiga fase pengujian dilakukan, dilanjutkan dengan tahapan
uji validitas dari uji silang serasi yang dilakukan. Uji silang dapat memberikan
hasil positif (inkompatibel) selain karena adanya antibodi inkomplet juga dapat
terjadi karena auto antibodi dalam serum pasien dan adanya antibodi yang tidak
termasuk dalam sistem golongan darah.
Uji Validitas dilakukan untuk mengetahui hasil yang diperoleh pada
crossmatching test fase I sampai III benar menunjukkan cocok/compatible. Uji
validitas dilakukan dengan menambahkan CCC (Coomb’s Control Cell)
sebanyak 1 tetes ke dalam tabung yang hasil coombs testnya negative pada fase
III. Coomb’s control cell merupakan suspensi sel control yang dibuat dari darah
golongan O Rh (+) yang sengaja dibuat coated dengan suatu antibodi inkomplit.
Penggunaan CCC bertujuan untuk mengetahui apakah coomb’s serum yang
digunakan pada fase III masih aktif atau tidak, bila masih aktif penambahan
CCC ke dalam Coomb’s serum memberi hasil reaksi positif (aglutinasi). Setelah
itu baru kemudian tabung yang telah berisi campuran tadi disentrifugasi selama
15 detik dengan kecepatan 3000 rpm. Reaksi dibaca terhadap hemolisis dan
aglutinasi secara makroskopis dan mikroskopis. Namun dalam praktikum ini
hanya dilakukan pengamatan secara makroskopis saja.
Dari uji validitas ini diperoleh hasil, mayor menunjukkan adanya reaksi
positif 1 (gumpalan kecil dengan cairan merah disekitarnya), minor, auto
control dan auto pool juga menunjukkan adanya reaksi positif 1 (aglutinasi
dengan gumpalan kecil dan cairan berwarna merah). Hasil tersebut
menunjukkan bahwa uji crossmatching test dinyatakan valid. Hasil positif pada
uji validitas dan hasil negative (compatible) dari ketiga fase menunjukkan
bahwa darah dari donor aman untuk diberikan atau ditransfusikan kepada
pasien.
VIII.2. Hasil Praktikum Tanggal 10 Oktober 2013
Dari hasil pengujian crossmatching test pada fase I sampai III menunjukkan
hasil Mayor I dan II negative (-) serta minor I dan II juga negative (-) yang
berarti bahwa darah resipien (pasien Deni) dengan darah donor I (DN 234) dan
donor II (DN 225) cocok (compatible). Demikian pula pada hasil pengujian
crosmatching fase I sampai fase III pada autocontrol dan autopool menunjukkan
hasil negative. Setelah ketiga fase pengujian dilakukan, dilanjutkan dengan
tahapan uji validitas dari uji silang serasi yang dilakukan. Dari hasil uji validitas
menggunakan comb control sel, diperoleh hasil negative yang berarti hasil
pengujian tidak valid. Sehingga perlu dianalisis factor-faktor yang dapat
menyebabkan hasil pengujian menjadi tidak valid. Hasil yang tidak valid ini
kemungkinan disebabkan karena reagen Coomb’s serum atau reagen CCC yang
digunakan tidak berfungsi dengan baik. Seharusnya, uji validitas harus
memberikan hasil posotif terjadinya aglutinasi sehingga hasil dapat dinyatakan
valid.
Uji silang dapat memberikan hasil positif (inkompatibel) selain karena
adanya antibodi inkomplet juga dapat terjadi karena auto antibodi dalam serum
pasien dan adanya antibodi yang tidak termasuk dalam sistem golongan darah.
Meskipun telah dilakukan tes crossmatch dengan benar, tetap masih ada
kemungkinan terjadinya reaksi transfusi, hal ini dapat disebabkan beberapa hal,
antara lain :
kurang sensitifnya metode pemeriksaan yang digunakan
Factor “ human error “
reaksi transfusi yang tertunda ( delayed transfusion reaction )
Dalam melakukan uji silang cocok serasi / crossmatch, menggunakan
teknik metode tabung / metode konvensional yang memiliki beberapa
keterbatasan, antara lain :
Perlu waktu lama ( time consuming )
Hasil sangat subyektif ( tergantung ketrampilan petugas )
Hasil reaksi tidak stabil sehingga pembacaan reaksi harus segera
dilakukan setelah pemutaran karena penundaan pembacaan reaksi
dapat mengakibatkan penurunan derajad reaksi, hal ini merupakan
penyebab reaksi “false negative” yang berbahaya bagi pasien.
Harus melakukan pencucian sel 3 kali , yang paling vital adalah
pencucian sel 3 kali sebelum penambahan Coombs serum, karena jika
tahap pencucian 3 kali tidak sempurna atau dikurangi, maka dapat
menyebabkan terjadinya reaksi false negatif, karena Coombs dapat
dinetralkan oleh serum/plasma dari sample. Sehingga darah yang
seharusnya tidak boleh diberikan kepada penderita, dapat lolos karena
reaksi false negatif tersebut dimana hal ini sangat membahayakan
penerima darah
Hasil pembacaan reaksi negatif masih harus dikonfirmasi dengan
penambahan Coombs Control Cells ( CCC ) untuk meyakinkan apakah
proses pencucian sel sebelum penambahan Coombs serum sudah
sempurna
Hasil reaksi secara visual tidak dapat didokumentasikan, dokumentasi
hanya berupa laporan kerja
Untuk sempurnanya pekerjan kita didalam Cross Match yang akan
menyokong hasil-hasil pada tingkatan fase, maka harus diperhatikan benar-
benar :
Inkubator harus disetel suhunya dengan benar-benar 37oC ( ± 0,5 o C ).
Waktunya inkubasi : lamanya waktu harus diperhatikan dan ditaati,
minimal 15 menit. Jika waktunya dikurangi maka antibody incomplet
tidak akan coated
IX. SIMPULAN
IX.1. Uji crossmatching/uji silang merupakan proses mereaksikan silang
antara darah donor dengan pasien sehingga didapatkan darah yang cocok
untuk pasien tersebut.
IX.2. Dari hasil pengujian crossmatching test pada fase I sampai III terhadap
sampel Donor (DN 21 dan DN 28) dan sampel Pasien (R1) menunjukkan
hasil M (-) dan m (-) baik pada sampel darah donor (DN 27) maupun sampel
darah donor (DN 28) yang berarti bahwa darah resipien dengan darah donor
cocok (compatible). Dari hasil uji validitas diperoleh hasil positif baik pada
mayor, minor dan autocontrol yang berarti bahwa hasil tes dinyatakan valid.
IX.3. Dari hasil pengujian crossmatching test pada fase I sampai III
terhadap sampel Donor (DN 234 dan DN 225) dan sampel Pasien (Deni)
menunjukkan hasil M (-) dan m (-) baik pada sampel darah donor (DN 234)
maupun sampel darah donor (DN 225) namun, dari hasil uji validitas
diperoleh hasil negatif baik pada mayor, minor dan autocontrol yang berarti
bahwa hasil tes dinyatakan tidak valid.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Blood Tranfusion.
http://www.mayoclinic.org/blood-transfusion (Diakses 13 April 2013)
Anonim.2011.MasalahTransfusiDarah.
www.kalbe.co.id/.../07Masalah TransfusiDarah 9.html (Diakses 13 April 2013)
Febriyanti, Madriana. Cross Matching (Uji Silang).
http://mardianafebriyanti.blogspot.com/2011/12/transfusi.html (Diakses 13
April 2013)