18
PENETAPAN KADAR CRP SECARA KUALITATIF Oleh : Nama : Medina Fadli Latus S NIM : BIJ011045 Rombongan : IV Kelompok : 1 LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

Crp

Embed Size (px)

DESCRIPTION

n xmz

Citation preview

Page 1: Crp

PENETAPAN KADAR CRP SECARA KUALITATIF

Oleh :

Nama : Medina Fadli Latus SNIM : BIJ011045Rombongan : IVKelompok : 1

LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO

2013

Page 2: Crp

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

CRP merupakan salah satu dari beberapa protein yang sering disebut

sebagai protein fase akut dan digunakan untuk memantau perubahan-perubahan

dalam fase inflamasi akut yang dihubungkan dengan banyak penyakit infeksi dan

penyakit autoimun. Beberapa keadaan dimana CRP dapat dijumpai meningkat

adalah radang sendi (rheumatoid arthritis), demam rematik, kanker payudara,

radang usus, penyakit radang panggung (pelvic inflammatory disease, PID),

penyakit Hodgkin, SLE, dan infeksi bakterial. CRP juga meningkat pada

kehamilan trimester terakhir, pemakaian alat kontrasepsi intrauterus dan pengaruh

obat kontrasepsi oral.

C-reactif (C-reactive protein, CRP) dibuat oleh hati dan dikeluarkan ke

dalam aliran darah. CRP beredar dalam darah selama 6-10 jam setelah proses

inflamasi akut dan destruksi jaringan. Kadarnya memuncak dalam 48-72 jam.

Seperti halnya uji laju endap darah (erithrocyte sedimentation rate, ESR), CRP

merupakan uji non-spesifik tetapi keberadaan CRP mendahului peningkatan LED

selama inflamasi dan nekrosis lalu segera kembali ke kadar normalnya.

Tes CRP seringkali dilakukan berulang-ulang untuk mengevaluasi dan

menentukan apakah pengobatan yang dilakukan efektif. CRP juga digunakan

untuk memantau penyembuhan luka dan untuk memantau pasien paska bedah

sebagai sistem deteksi dini kemungkinan infeksi. Tes CRP dapat dilakukan secara

manual menggunakan metode aglutinasi atau metode lain yang lebih maju,

misalnya sandwich imunometri. Tes aglutinasi dilakukan dengan menambahkan

partikel latex yang dilapisi antibodi anti CRP pada serum atau plasma penderita

sehingga akan terjadi aglutinasi. Untuk menentukan titer CRP, serum atau plasma

penderita diencerkan dengan buffer glisin dengan pengenceran bertingkat (1/2,

1/4, 1/8, 1/16 dan seterusnya) lalu direaksikan dengan latex.

B. Tinjauan Pustaka

C- Reaktif protein adalah salah satu dari protein fase akut yang didapatkan

dalam serum normal walaupun dalam jumlah yang kecil. Pada keadaan-keadaan

Page 3: Crp

tertentu dimana didapatkan adanya reaksi radang atau kerusakan jaringan

(nekrosis), yaitu baik yang infektif maupun yang tidak infektif. Kadar CRP dalam

serum dapat mengikat sampai 1000 kali. (Handojo, 1982)

Banyak protein plasma mengikat secara akut sebagai respon terhadap

penyakit, infeksi dan nekrosis jaringan. Protein- protein ini mencakup

glikoprotein α-1-asam, α-1-anti tripsin, serum plasma haptoglogin. Fibrinogen dan

protein C- Reaktif (CRP). Yang paling bermanfaat dari zat-zat tersebut adalah

CRP karena berdasarkan cepatnya peningkatan sebagai respon terhadap

penyakitakut dan cepatnya pembersihan setelah stimulus mereda. (Sacher, 2004).

CRP adalah globula alfa abnormal yang cepat timbul adalah serum

penderita dengan penyakit karena infeksi atau karena sebab-sebab lain. Protein ini

tidak terdapat dalam darah orang sehat. Protein ini dapat menyebabkan pesipitasi

hidrat arang C dari Pneumococcus. (Bonang, 1982) CRP merupakan fase,

keadaannya meningkat 24 jam pasca infeksi, peradangan akut kerusakan jaringan.

Unsur pokok dari mikroorganisme dan juga struktur sex manusia disebut juga

CRP karena mempunyai kemampuan untuk berikatan dengan C- pneumococcus

polisakarida. (Lorenz, 1990)

C. Tujuan

Tujuan praktikum ini adalah untuk mendeteksi keberadaan CRP dalam

pemeriksaan serum darah dan mengetahui kadar CRP dalam serum darah.

Page 4: Crp

II. MATERI METODE

A. Materi

Alat yang digunakan dalam pratikum CRP ini adalah object glass, batang

perngaduk dan kamera.

bahan yang digunakan adalah CRP latex Kit, product ACNE, manufactured

by UK dan sampel serum

B. Metode

Metode yang dilakukan dalam praktikum ini secara skematis

digambarkan sebagai berikut :

Metode yang dilakukan dalam praktikum ini diuraikan sebagai berikut :

1. Reagen CRP antibodi dikocok pelan-pelan sampai homogen.

2. Plate CRP dipipet ditempat yang berbeda yaitu :

a. Plasma sampel sebanyak 20 µl

b. R+ : kontrol positif sebanyak 1 tetes (20 µl)

S

e

(+) (-)

Teteskan serum darah,

reagen kontrol (+),

Teteskan anti CRP

lateks masing-masing

Dihomogenkan selama

2 menit

Diamati hasilnya

(aglutinasi atau

Page 5: Crp

c. R - : kontrol negatif sebanyak 1 tetes (20 µl)

3. Tiap lubang plate ditetesi reagent lateks CRP masing-masing 1 tetes (20 µl)

4. Cairan di setiap tempat dicampur dengan pengaduk berbeda dan cairan

dilebarkan sepanjang sisi lingkaran, dihomogenkan selama 2 menit.

5. Diamati terjadinya aglutinasi di setiap tempat lalu hasil pengamatan dicatat.

Page 6: Crp

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 1. Hasil Uji Test Trip

Kelompok Hasil

1 Aglutinasi (+)

2 Aglutinasi (+)

3 tidak terjadi aglutinasi (-)

4 tidak terjadi aglutinasi (-)

5 tidak terjadi aglutinasi (-)

Gambar 1. Hasil Uji CRP dengan CRP Latex (Antec; UK)

Page 7: Crp

B. Pembahasan

C- Reaktif protein adalah salah satu dari protein fase akut yang didapatkan

dalam serum normal walaupun dalam jumlah yang kecil. Pada keadaan-keadaan

tertentu dimana didapatkan adanya reaksi radang atau kerusakan jaringan

(nekrosis), yaitu baik yang infektif maupun yang tidak infektif. Kadar CRP dalam

serum dapat mengikat sampai 1000 kali. (Handojo, 1982)

Banyak protein plasma mengikat secara akut sebagai respon terhadap

penyakit, infeksi dan nekrosis jaringan. Protein- protein ini mencakup

glikoprotein α-1-asam, α-1-anti tripsin, serum plasma haptoglogin. Fibrinogen dan

protein C- Reaktif (CRP). Yang paling bermanfaat dari zat-zat tersebut adalah

CRP karena berdasarkan cepatnya peningkatan sebagai respon terhadap penyakit

akut dan cepatnya pembersihan setelah stimulus mereda. (Sacher, 2004)

CRP adalah globula alfa abnormal yang cepat timbul adalah serum

penderita dengan penyakit karena infeksi atau karena sebab-sebab lain. Protein ini

tidak terdapat dalam darah orang sehat. Protein ini dapat menyebabkan pesipitasi

hidrat arang C dari Pneumococcus. (Bonang, 1982) CRP merupakan fase,

keadaannya meningkat 24 jam pasca infeksi, peradangan akut kerusakan jaringan.

Unsur pokok dari mikroorganisme dan juga struktur sex manusia disebut juga

CRP karena mempunyai kemampuan untuk berikatan dengan C- pneumococcus

polisakarida. (Lorenz, 1990)

CRP disintesa didalam hati. Peningkatan sintesa CRP dalam sel-sel

parenkim diinduksi oleh interleukin I. (Lorenz, 1990) CRP meningkat 1000 kali

atau lebih berperan pada imunitas non- spesifik yang dengan bantuan Ca2+ dapat

meningakat berbagai molekul, antara lain fosforolklorin yang ditemukan pada

bakteri atau jamur. Kemudian menggerakkan sistem komplemen dan membantu

merusak organisme patogen dengan cara opsonisasi dengan meningkatkan

fagositas. (Bratawijaya, 1996)

Dalam waktu yang reaktif singkat singkat setelah terjadinya reaksi radang

akut atau kerusakan jaringan. Sintesa dan sekresi dari CRP meningkat dengan

tajam dan hanya dalam waktu 12-48 jam setelah mencapai nilai puncaknya. Kadar

dari CRP akan menurun dengan tajam bila proses peradang atau kerusakan

Page 8: Crp

jaringan mereda dalam 24-48 jam telah mencapai harga normalnya kembali.

(Handojo, 1982)

Fungsi dan peranan CRP dalam tubuh (in vitro) belum diketahui seluruhnya.

Banyak hal- hal yang masih merupakan hipotesa- hipotesa meskipun CRP

mempunyai beberapa fungsi biologik yang menunjukkan peranannya pada proses

peradangan dan metabolisme daya tahan tubuh terhadap injeksi. (Handojo, 1982)

Pada gangguan hati (liver insufficiency) akan terjadi penurunan sintesis dari

protein fase akut. Dan pada gagal hati akan terjadi gagguan produksi CRP.9

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa kadar rerata CRP pada pasien gangguan

fungsi hati secara bermakna lebih rendah dibandingkan dengan pasien tanpa

gangguan fungsi hati, pada keadaan adanya infeksi bakteri.10 Penelitian lain

menunjukkan bahwa produksi CRP lebih tinggi pada pasien sirosis dibandingkan

dengan kontrol sehat pada keadaan tidak adanya infeksi. Hal ini menunjukkan

pada sirosis terjadi keadaan inflamasi kronis. Sedangkan kadar CRP yang lebih

rendah pada pasien sirosis dibandingkan pasien yang tidak sirosis yang

mengalami infeksi kemungkinan karena pasien sirosis memproduksi lebih sedikit

CRP selama periode infeksi.11 Berdasarkan hal tesebut maka CRP harus

diinterpretasikan secara hati-hati pada pasien dengan penyakit hati untuk

mendiagnosis dan monitor sepsis bakteri. Namun hasil penelitian besar yang lain

pada 864 pasien dengan penyakit kritis mendapatkan bahwa kadar CRP pada

pasien sirosis yang terinfeksi sedikit lebih rendah daripada pasien non sirosis yang

mengalami infeksi, namun perbedaan ini tidak bermakna. Juga tidak ditemukan

adanya perbedaan kadar CRP dalam hubungannya dengan beratnya sirosis hati.

(Mariadi, 2008)

Peningkatan CRP yang tidak spesifik dilakukan untuk menegakkan diagnosa

dan untuk memonitor efek dari terapi CRP meningkat selama infeksi oleh bakteri

tetapi bukan infeksi virus. Pemeriksaan ini sering dilakukan untuk membantu

dalam diagnostic banding pada pyelonefritis dengan sistisis dan bronkitif akut

dengan asam. Secara umum, pemeriksaan CRP digunakan untuk membantu

menegakkan diagnose dari keadaan penyakit yang berkaitan dengan proses

peradangan dan nekrosis jaringan serta digunakan untuk mengikuti hasil

pengobatan dari penyakit dengan peradangan akut atau kerusakan jaringan. CRP

Page 9: Crp

adalah non- spesifik tetapi CRP mempunyai kelebihan bila dibandingkan dengan

indicator- indicator nonspesifik lainnya.

Beberapa hal yang diketahui mengenai fungsi biologiknya adalah sebagai

berikut :

a. Dapat mengikat C-polisakarida dan berbagai laktat melalui reaksi

aglutinasi atau presipitasi.

b. CRP dapat meningkatkan aktivasi dan motalitas sel-sel fagosit seperti

granulosit dan monosit makrofag.

c. CRP dapat mengaktifkan komplemen, baik melalui jalur klasik maupun

jalur alternatif.

d. CRP dapat menghambat agregasi trombosit, baik yang ditimbulkan oleh

adrenalin, ADP ataupun kolagen.

e. CRP mempunyai daya ikat selektif (selective-bilhding) terhadap limfosit

T.

Dalam hal ini CRP diduga memegang peranan dalam peraturan fungsi

tertentu selama proses keradangan. Pada dasarnya penentuan CRP dapat

dilakukan dengan 2 cara :

1. Tes Presipitasi

Sebagai antigennya adalah CRP yang akan ditentukan dan sebagai

antibodi adalah CRP yang telah diketahui.

2. Aglutinasi Pasif

Yang disalutkan pada partikel-partikel untuk penentuan CRP adalah

antigen. Sedangkan antibodi yang disalutkan pada partikel-partikel

digunakan untuk menentukan adanya antigen dalam serum.

Terdapat 3 cara pemeriksaan dari CRP, yaitu :

1. Cara Presipitasi Kapiler

Tabung kapiler dimasukkan sebanyak 0,4-0,9 anti CRP sera dan

biarkan cairan naik sampai setinggi 3 cm. Tutup ujung atasnya dengan jari

dan keluarkan tabung kapiler dan anti sera. Bersihkan ujungnya dengan

selulosa tissue dan masukkan ke dalam serum penderita, biarkan serum

naik sampai setinggi 3 cm. Tabung kapiler digoyang- goyang secara

ringan untuk mencampur serum dan anti sera. Lalu letakkan tabung kapiler

Page 10: Crp

tegak pada body plastisin. Setelah itu, diinkubasi pada suhu 37oC selama

24 jam. Kemudian dibiarkan semalaman pada suhu ruangan. (Handojo,

1982). Pembacaan tinggi presipitat diukur dalam mm, yaitu :

1 mm : +

1 mm : ++

serum standar : +++

2. Cara Aglutinasi Latex

Merupakan penentuan CRP secara semikuantitatif. Satu tetes

serum dicampur dengan satu tetes reagen latex (CRP) (partikel- partikel

latex yang disalutkan dengan anti CRP), diatas kaca benda dengan

penganduk dari kaca. (Handojo, 1982)

Hal yang sama dikerjakan untuk serum kontrol baik positif maupun

negatif. Lempeng kaca kemudian digoyang- goyangkan dengan rotator dan

dibaca setelah 3-5 menit. Pembacaan apabila positif, berarti sesuai dengan

kadar CRP lebih dari 0,5 mg/ 100 ml atau 5 mg/L dan negative berarti

harus diulang dengan pengenceran 1 : 10.

3. Tes Radial Imunodifusion (RIO)

Dimasukkan serum standar dan serum penderita kedalam sumursumur dari

plate RIO- CRP. Setelah itu diinkubasi selama 48 jam dan diukur diameter

dan cincin presipitasi. Buat kurva standar dengan serumserum penderita

dengan menggunakan kurva standar tersebut. (Handojo, 1982)

Kadar CRP serum ini merupakan inkubator non-spesifik yang cukup baik

untuk proses- proses peradangan/ kerusakan jaringan, terutama sebagai

cermin dari keadaan akut/aktivitas dari penyakit.

Di klinik penentuan CRP sering digunakan untuk :

1. Test penyaring pada penyakit genetik

Peningkatan kadar CRP serum menunjukkan adanya proses peradangan

atau kerusakan jaringan yang aktif. Jadi, dapat digunakan sebagai kriteria

untuk menentukan adanya penyakit organic.

2. Penentuan aktivitas penyakit pada proses peradangan.

Aselaritas dan linearitas yang tajam dari CRP serum pada

penyakitpenyakit radang/kerusakan jaringan merupakan kriteria yang

Page 11: Crp

sensitif untuk menentukan aktivitas dari penyakit dan untuk menilai hasil

pengobatan Namun, bagaimanapun juga peningkatan CRP serum

merupakan suatu reaksi yang tidak spesifik. Jadi, hanya dapat digunakan

sebagai pembantu diagnosis untuk melengkapi data- data klinik.

3. Membantu diagnosa dan evaluasi hasil pengobatan pada penyakit infeksi.

Penentuan CRP serum amat bermanfaat sebagai parameter untuk

pengelolaan penderita dengan septicemia dan meningitis pada masa

neonates dima pemeriksaan mikrobiologis sukar dikerjakan.

4. Diagnosa banding beberapa penyakit.

Penentuan kadar CRP serum dapat menjadi parameter pembantu dalam

diagnose banding beberapa penyakit seperti SLE dan Rhematoid arthritis,

atau arthritis lain. Infeksi oleh bakteri dengan infeksi oleh virus dan

penyakit lain.

5. Membantu menegakkan diagnosa bagi mati jantung.

Peningkatan kadar CRP berarti infark transmural daripada yang transnural.

Umumnya kadar CRP serum mencapai puncaknya. Pada waktu 50- 60 jam

setelah rasa nyeri yang maksimal. Pada waktu yang mana biasanya telah

kembali normal. (Handojo, 1982)

Ada beberapa factor yang dapat menjadi sumber kesalahan pada

pemeriksaan CRP, yaitu :

a. Harus dibaca selambat- lambatnya dalam waktu 5 menit sebab aglutinasi

non- spesifik dapat terjadi bila test mongering

b. Serum yang lipemik dapat menyebabkan hasil yang positif palsu.

c. Reagensia latex CRP harus disimpan pada suhu 4oC dan dikocok dengan

baik sebagai dipakai

d. Botol reagensia CRP harus ditutup rapat, sebab dapat mengakibatkan

terjadinya flokulasi reagen mengering.

Page 12: Crp

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa :

1. CRP merupakan salah satu dari protein yang sering disebut sebagai protein

fase akut dan digunakan untuk memantau perubahan-perubahan dalam fase

inflamasi akut yang dihubungkan dengan banyak penyakit infeksi dan

penyakit autoimun.

2. C-reactif (C-reactive protein, CRP) dibuat oleh hati dan dikeluarkan ke dalam

aliran darah. CRP beredar dalam darah selama 6-10 jam setelah proses

inflamasi akut dan destruksi jaringan.

3. CRP merupakan uji non-spesifik tetapi keberadaan CRP mendahului

peningkatan LED selama inflamasi dan nekrosis lalu segera kembali ke kadar

normalnya.

Page 13: Crp

DAFTAR REFERENSI

Baratawidjaya, K.G. 2002. Imunologi Dasar Edisi 5. FKUI, Jakarta.

Brooks, G.F; J.S. Butel; and S.A.Morse. 2001. Medical Microbiology 20th Edition. Mc Graw-Hill, New Delhi.

Ganong, W. F. 1989. Review of Medical Physiology. Appleton and Lange Publisher, San Fransisco.

Handojo, Indro. 1982. Serologi Klinik. Surabaya : Fakultas Kedokteran. UNAIR

Sacher, Ronald A. Richard, A.Mc Pherson.2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium Edisi 2. ECG, Jakarta

Soemarno. 2000. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Klinis. Akademi Analis kesehatan Yogyakarta Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Yogyakarta.