37
BAB I PENDAHULUAN Impaksi molar tiga rahang bawah merupakan kasus yang umumnya sering dijumpai dalam praktik kedokteran gigi. Odontektomi merupakan perawatan yang dianjurkan untuk mengangkat gigi molar tiga rahang bawah yang impaksi sehingga dengan demikian dapat menghilangkan keluhan-keluhan yang mungkin dirasakan pasien oleh karena gigi impaksi tersebut. Dalam hal ini mandibular blok anastesi merupakan pilihan anastesi yang tepat dan harus dilakukan untuk mendapatkan efek anastesi dengan durasi yang lama. Anatomi, sistem persyarafan serta teknik yang tepat merupakan hal dasar yang harus diketahui dalam melakukan mandibular blok anastesi sehingga dapat meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi-komplikasi yang timbul dari efek anastesi. Salah satu komplikasi yang mungkin timbul dari kesalahan anastesi adalah adanya parastesi. Parestesi merupakan efek perpanjangan anastesi berupa rasa kebas yang bertahan . Menurut penelitian yang dilakukan oleh Blondeu (2007), melaporkan bahwa angka terjadiya presistensi setelah pencabutan molar tiga rahang bawah 1

Css Irna Desy Gaga Parestesi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pppp

Citation preview

Page 1: Css Irna Desy Gaga Parestesi

BAB I

PENDAHULUAN

Impaksi molar tiga rahang bawah merupakan kasus yang umumnya

sering dijumpai dalam praktik kedokteran gigi. Odontektomi merupakan

perawatan yang dianjurkan untuk mengangkat gigi molar tiga rahang bawah yang

impaksi sehingga dengan demikian dapat menghilangkan keluhan-keluhan yang

mungkin dirasakan pasien oleh karena gigi impaksi tersebut. Dalam hal ini

mandibular blok anastesi merupakan pilihan anastesi yang tepat dan harus

dilakukan untuk mendapatkan efek anastesi dengan durasi yang lama. Anatomi,

sistem persyarafan serta teknik yang tepat merupakan hal dasar yang harus

diketahui dalam melakukan mandibular blok anastesi sehingga dapat

meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi-komplikasi yang timbul dari

efek anastesi.

Salah satu komplikasi yang mungkin timbul dari kesalahan anastesi adalah

adanya parastesi. Parestesi merupakan efek perpanjangan anastesi berupa rasa

kebas yang bertahan . Menurut penelitian yang dilakukan oleh Blondeu (2007),

melaporkan bahwa angka terjadiya presistensi setelah pencabutan molar tiga

rahang bawah impaksi berkisar 0,4% sampai 8,4% dari 550 molar tiga rahang

bawah. Haug (2005), melakukan sebuah penelitian terhadap 8.000 kasus

pencabutan molar tiga rahang bawah impaksi, dimana hasil penelitian

memperlihatkan bahwa insidensi parastesi kurang dari 2 % pada pasien berumur

25 tahun keatas. Insidensi parastesi meningkat seiring pertambahan usia.

Melihat bahwa parestesi merupakan komplikasi yang persentasenya kecil

tetapi dapat terjadi dalam praktik kedokteran gigi, maka dengan ini akan sedikit

mengupas mengenai sistem persyarafan mandibula, kesalahan-kesalahan yang

menyebabkan parestesi dan perawatan yang sesuai untuk mengobati parestesi.

1

Page 2: Css Irna Desy Gaga Parestesi

BAB II

PARASTESI NERVUS ALVEOLARIS INFERIOR

A. Nervus alveolaris inferior

Nervus alveolaris inferior adalah cabang yang terbesar dari divisi posterior

dari nervus mandibularis yang menginervasi gigi-geligi dan jaringan

pendukungnya di regio mandibula. mula-mula melalui permukaan medial dari

muskulus pterigoideus eksternus dan dari arteri maksilaris interna, kemudian di

antara ramus mandibula dan muskulus pterigoideus internus, sedikit

membengkok, dan ke bawah menuju ke foramen mandibula kemudian ke bagian

depan di dalam kanalis mandibula bersama-sama dengan arteri dan vena, dekat

dengan foramen mental, nervus alveolaris inferior terbagi atas nervus mental dan

vabang kecil gigi insisivus yang mana berlanjut menyusuri tulang dan gingival

bagian labial.

Nervus alveolaris inferior mengadakan cabang-cabang:

1. Nervus milohioideus, berasal dari nervus alveolaris inferior tepat sebelum

masuk ke foramen mandibularis dan turun ke bawah dank e depan di

dalam sulkus milohioideus mandibula, mula-mula lateral dari muskulus

pterigoideus internus, kemudian di bawah muskulus milohioideus dan

akhirnya menambah venter anterior muskulus digastrikus.

2. Rami dentalis inferior dan rami gingivalis inferior, yang berjalan di dalam

kanalis mandibula yang menginervasi gigi molar, premolar, prosesus

alveolaris dan periosteum dan masuk ke tiap-tiap akar gigi yang akhirnya

membentuk pleksus dentalis inferior di atas nervus mandibularis.

2

Page 3: Css Irna Desy Gaga Parestesi

3. Nervus mentalis, adalah cabang yang terbesar, meninggalkan kanalis

mandibula melalui foramen mentalis, ditutupi muskulus triangularis.

Nervus ini membelah menjadi rami labialis inferior yang berjalan ke

bagian atas untuk kulit dan membrane mukosa bibir bawah.1

Gambar 1

Nervus alveolaris inferior1

B. Pengertian parestesi

Parestesi didefinisikan sebagai suatu fenomena sensorik berupa kebas, rasa

terbakar dari kulit tanpa adanya stimulus yang jelas dan salah satu manisfestasi

klinis adanya sensasi yang tidak normal, hal ini terjadi akibat adanya perubahan

sensasi pada sistem saraf perifer, dapat bersifat sementara atau menetap. Parestesi

disebabkan oleh cedera saraf yang dapat mengenai n alveolaris inferior, n

3

Page 4: Css Irna Desy Gaga Parestesi

lingualis, n bukalis, n milohioideusdan n mentalis. Cabang-cabang saraf tersebut

mempunyai fungsi sensoris.2 Cedera yang mengenai syaraf-syaraf ini biasanya

sulit dihindari karena anatomi pembuluh-pembuluh syaraf tersebut dekat dengan

bagian apical gigi molar ketiga rahang bawah. Pembuluh-pembuluh syaraf

tersebut merupakan cabang-cabang nervus mandibularis, divisi ketiga dari nervus

trigeminus.3

Terkadang pasien merasakan kebas (beku) beberapa jam setelah

pemberian anestesi lokal yang terjadi pada bagian-bagian wajah tertentu seperti

bibir, gusi, ujung lidah atau dagu. Hal ini tidak menjadi masalah, namun ketika

parestesi tetap ada selama beberapa hari, minggu atau bulan, akan menjadi

masalah. Parestesi atau anestesi yang persisten merupakan komplikasi yang

mengganggu dari pemberian anestesi lokal yang terkadang tidak dapat dicegah.

Parestesi juga merupakan salah satu penyebab dari tuntutan malpraktek yang

paling sering.2

Mekanisme terjadinya parestesi sebagai respon terhadap kerusakan syaraf

perifer dapat dijelaskan melalui proses wallerian degeneration bahwa kerusakanan

anatomi syaraf menyebabkan kelainan sensasi, sentuhan ringan saja dapat

menimbulkan kelainan sensasi. Pada sistem syaraf perifer, jika terjadi kerusakan

maka ujung akson pada sisi distal akan mengalami degenerasi. Makrofag akan

bermigrasi untuk melaksanakan fungsi fagositosis terhadap debris maupun benda-

benda asing di daerah kerusakan. Sel-sel schwan tidak berdegenerasi tetapi

berproliferasi dan berubah membentuk sel yang solid menyerupai bentuk sel yang

asli seperti sel-sel schwan pada akson bagian proksimal. Kemudian akson distal

sebagai akson baru yang dibungkus oleh sel-sel schwann, akan masuk dan bersatu

dengan akson proksimal. Jika pembentukan berlangsung terus secara normal maka

akan terbentuk akson baru yang akan menghubungkan dengan sinaps. Dengan

terbentuknya kembali selubung akson maka peristiwa penghantaran impuls akan

kembali normal. Selama fase regenerasi didaerah kerusakan maka peristiwa

penghantaran impuls tidak sebaik sebagaimana mestinya. Kelainan sensasi pada

daerah penyembuhan jaringan yang teriritasi khronis oleh karena adanya kontak

4

Page 5: Css Irna Desy Gaga Parestesi

jaringan syaraf baru dengan jaringan syaraf semula disekitarnya, dapat

menyebabkan penghentian penghantaran impuls syaraf secara spontan selama fase

regenerasi syaraf. Jembatan syaraf yang dihasilkan oleh fase regenerasi syaraf

biasanya tidak sama dalam hal bentuk dan ukuran semula sehingga sifat dan

kemampuan jaringan syaraf yang baru dalam penghantaran impuls jadi berubah.

Disamping itu daya regenerasi dari pembuluh syaraf tergantung atas sifat gen dan

umur individu. Pada individu yang sudah tua respon badan sel biasanya lebih

lambat dari yang lebih muda.3

Menurut seddon (1943), kerusakan saraf secara umum dapat dibagi menjadi tiga

kelompok besar, yaitu:4

1. Neurapraxia

Neurapraxia adalah kerusakan saraf tanpa kehilangan kontinuitas akson,

tanpa demieliniasi atau tanpa terbentuknya neuroma. Dalam hal ini terdapat

gangguan penghantaran impuls yang bersifat sementara. Neurapraxia disebabkan

karena tekanan ringan pada saraf, pengaruhtermal, dan infeksi akut. Biasanya

dapat sembuh secara spontan kurang dari 2 bulan.

2. Axonotmesis

Axonotmesis adalah kerusakan saraf yang cukup berat, dimana terjadi

kehilangan kontinuitas akson tetapi selubung endoneuriam masih utuh dan

mungkin terbentuk neuroma. Hal ini disebabkan karena kerusakan saraf sebagian,

saraf tertarik, terkena bahan kimia, hematom dan infeksi kronis. Keadaan ini dapat

sembuh spontan dalam 2 sampai 4 bulan.

3. Neurotmesis

Neurotmesis adalah kerusakan saraf yang parah, dimana semua susunan

dan struktur saraf terputus dan terbentuk neuroma. Neurotmesis terjadi karena

luka robek, laserasi dan avulse batang saraf. Penyembuhan dapat berlangsung

lama hingga 2 tahun, bahkan kehilangan sensasi biasanya menetap.

5

Page 6: Css Irna Desy Gaga Parestesi

C. Insidensi parastesi pada nervus alveolaris inferior

Blondeu (2007), melaporkan angka terjadiya presistensi setelah

pencabutan molar tiga rahang bawah impaksi berkisar 0,4% sampai 8,4% dari 550

molar tiga rahang bawah. Haug (2005), melakukan sebuah penelitian terhadap

8.000 kasus pencabutan molar tiga rahang bawah impaksi, dimana hasil penelitian

memperlihatkan bahwa insidensi parastesi kurang dari 2 % pada pasien berumur

25 tahun keatas. Insidensi parastesi meningkat seiring pertambahan usia.4

Schultze-mosgau dan reich (1993), melaporkan angka terjadinya parastesi

pasca pencabutan molar tiga rahang bawah impaksi, dari 791 pasien yang

dilakukan tindakan pencabutan molar tiga rahang bawah dilaporkan 1,3%

mengalami cedera pada alveolaris inferior dan 1,9% mengalami cedera pada

nervus lingualis, sedangkan cedera pada nervus bukalis sangat jarang. Fielding

dkk (1997), juga melaporkan bahwa pada pasca pencabutan molar tiga rahang

bawah impaksi terjadi lingual parastesi unilateral sebanyak 92,7%, sedangkan

lingual parastesi bilateral sebanyak 7,3%.4

Menurut peterson (1993), impaksi mesio angular memiliki insidensi

terjadinya parastesi lingual yang paling tinggi (30,6%), kemudian diikuti oleh

impaksi disto angular (19,6%). Hal ini disebabkan karena pencabutan impaksi

disto angular mempunyai tingkat kesulitan yang cukup tinggi karena dalam

pencabutannya melibatkan ramus mandibula dan membutuhkan intervensi bedah

yang besar seperti pembuangan tulang yang banyak.4

Selain itu, posisi impaksi mesio angular sangat dekat dengan kanalis

mandibularis sehingga paska pencabutan molar 3 rahang bawah sering

menimbulkan parestesi nervus alveolaris inferior

6

Page 7: Css Irna Desy Gaga Parestesi

BAB III

PENYEBAB PARESTESIA PADA NERVUS ALVEOLARIS INFERIOR

SETELAH PENCABUTAN GIGI MOLAR TIGA BAWAH

Etiologi parestesia pasca pencabutan molar tiga rahang bawah

Penyebab timbulnya parestesia pasca pencabutan molar tiga bawah adalah

karena trauma yang mengenai saraf-saraf di sekitar molar tiga rahang bawah.5

Terdapat berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan parestesia pasca

pencabutan molar tiga rahang bawah impaksi, diantaranya yaitu:

1. Anatomi

Hubungan posisi akar molar tiga rahang bawah terhadap kanalis

mandibularis dapat mempengaruhi terjadinya parestesia. Hal ini dapat

dilihat dengan pemeriksaan radiografi.5 Menurut Rood dan Shehab (1990),

ada lima gambaran radiografi yang menunjukkan hubungan antara kanalis

mandibularis dengan akar molar tiga rahang bawah, diantaranya yaitu:6

a. Radilosen pada akar molar tiga rahang bawah

b. Deviasi kanalis mandibularis

c. Interupsi garis putih kanalis mandibularis

d. Defleksi akar molar tiga rahang bawah oleh kanalis mandibularis

e. Penyempitan akar molar tiga rahang bawah

7

Page 8: Css Irna Desy Gaga Parestesi

Gambar 2

Hubungan antara kanalis mandibularis dengan akar molar tiga rahang bawah menurut

Rood dan Shehab.6

Gambar 3

Gambaran radiografis hubungan akar molar tiga rahang bawah dengan kanalis

mandibularis.7

Nervus lingualis biasanya terletak pada aspek lingual dari mandibula pada

region retromolarpad, tetapi kadang-kadang jalan nervus lingualis berada

di area retromolarpad sehingga insisi mukosa pada daerah ini dapat

menyebabkan cedera nervus lingualis.8

8

Page 9: Css Irna Desy Gaga Parestesi

2. Trauma

Retraksi flap yang berlebihan, tekanan retractor selama retraksi di bagian

lingual gigi molar tiga, dan retraksi lidah yang berlebihan dengan retractor

dapat menekan nervus lingualis, sehingga menyebabkan cedera nervus

lingualis.9 Selain itu, Booth (2007) berpendapat bahwa penggunaan

periosteal elevator Howarth tradisional dapat meningkatkan frekuensi

trauma nervus lingualis.10

Pogrel (1995), melakukan sebuah penelitian pada cadaver dan radiografis,

dimana hasilnya menunjukkan bahwa terdapat variasi letak nervus

lingualis, yaitu kurang lebih 20% letak nervus lingualis berada di atas

lingual crest atau berkontak langsung dengan lingual plate. Oleh karena

itu, pada saat memotong mahkota gigi molar tiga rahang bawah impaksi

mungkin saja terjadi perforasi lingual cortical plate yang merupakan

tempat tulang untuk melindungi nervus, sehingga menyebabkan cedera

nervus lingualis.11 Fraktur lingual cortical plate juga dapat menyebabkan

cedera nervus lingualis.9

Pada pemakaian bur yang tidak hati-hati, seperti bur masuk ke dalam

kanalis mandibularis saat melakukan pemotongan gigi dapat menyebabkan

parestesia. Selain itu, pemakaian bur handpiece yang tidak disertai irigasi

dengan aliran larutan saline yang stabil akan mengakibatkan tulang yang

berada di sekitar saraf memanas, sehingga dapat menyebabkan cedera

saraf.9

9

Page 10: Css Irna Desy Gaga Parestesi

Gambar 4

Ilustrasi menunjukkan cedera Nervus Alveolaris Inferior yang berada dekat dengan gigi

molar tiga rahang bawah disebabkan karena bur yang mengenai kanalis mandibularis.9

Pemakaian instrument yang tidak hati-hati pada saat pencabutan molar tiga

rahang bawah dapat mendorong sisa akar ke dalam kanalis mandibularis,

sehingga menyebabkan trauma pada nervus alveolaris inferior.9

Gambar 5

Sisa akar terdorong ke dalam kanalis mandibularis saat melakukan tindakan pencabutan

gigi molar tiga rahang bawah.9

10

Page 11: Css Irna Desy Gaga Parestesi

Selain itu, trauma yang disebabkan karena jarum suntik yang mengenai

jaringan saraf akan menyebabkan parestesia. Beberapa pasien

mengeluhkan adanya sensasi seperti sengatan listrik. Walaupun jarum

suntik yang digunakan dengan ukuran yang kecil, parestesia mungkin saja

dapat terjadi.12

3. Perdarahan

Perdarahan pascaoperatif dapat menyebabkan tekanan pada nervus

alveolaris inferior yang dekat dengan soket sehingga menyebabkan

parestesia. Jika nervus alveolaris inferior berada di dekat soket dan di

dalam soket tersebut terdapat bekuan darah, pengurangan tekanan udara

dapat menyebabkan terbentuknya gelombang udara kecil di dalam soket

dan mengakibatkan tekanan yang bersifat sementara pada nervus

alveolaris inferior sehingga menyebabkan sensasi yang tidak

menyenangkan.13 Perdarahan di dalam atau sekitar nervus lingualis setelah

injeksi anestesi blok mandibular dapat menyebabkan terjadinya

parestesia.14

4. Dampak penggunaan larutan anestesi lokal

Parestesia dapat juga disebabkan karena adanya molekul larutan anestesi

lokal yang terhidrolisis pada saat masih terikat reseptor dan juga karena

adanya alkohol berada pada saluran atau pori-pori sodium. Metabolit ini

dapat mengganggu konduksi saraf dan menyebabkan disfungsi saraf

(parestesia).14

5. Peradangan dan infeksi

Infeksi setelah pencabutan gigi molar tiga rahang bawah dapat

menyebabkan tekanan pada nervus alveolaris inferior yang dekat dengan

soket, sehingga akan menyebabkan parestesia.13

6. Jaringan parut

11

Page 12: Css Irna Desy Gaga Parestesi

Dalam proses penyembuhan, pada soket dapat terbentuk jaringan parut

fibrosa dimana nervus alveolaris inferior yang dekat dengan soket akan

tertekan sehingga menyebabkan sensasi yang tidak menyenangkan.13

7. Debridement yang tidak baik

Pasca pencabutan gigi terkadang terdapat mikrofraktur dengan fragmen

tulang tajam yang berada jauh di dalam soket, kondisi ini mungkin saja

terjadi pada pencabutan gigi molar tiga rahang bawah. Jika terdapat

pergerakan yang kuat atau trauma pascaopertaif, kemungkinan akan

menyebabkan perpindahan fragmen tulang, sehingga menekan nervus

alveolaris inferior.13

8. Penjahitan

Penjahitan flap yang tidak hati-hati, sehingga menekan saraf.9

Teknik pencabutan gigi molar tiga rahang bawah

Odontektomi Molar Ketiga Rahang Bawah Metode Split Technique. 15

Adapun tahapan odontektomi dengan metode split technique adalah sebagai

berikut

a Dilakukan disinfeksi jaringan di luar dan di dalam rongga mulut sebelum

odontektomi, dapat digunakan obat kumur antiseptik selanjutnya

dilakukan blok anestesi. 

b Dibuat insisi dengan memperhitungkan garis insisi tetap akan berada di

atas tulang rahang setelah pengambilan jaringan tulang pasca odontektomi,

dan selanjutnya dibuat flap.

c Tulang yang menutup gigi diambil seminimal mungkin dengan perkiraan

besar setengah dari besar gigi yang akan dikeluarkan.

d Selanjutnya dilakukan pemotongan gigi yang biasanya dimulai dengan

memotong pertengahan mahkota gigi molar ketiga impaksi ke arah

bifurkasi atau melakukan pemotongan pada regio servikal untuk

12

Page 13: Css Irna Desy Gaga Parestesi

memisahkan bagian mahkota dan akar gigi. Selanjutnya dilakukan

pemotongan menjadi bagian-bagian lebih kecil sesuai dengan kebutuhan.

Mahkota gigi dapat dipotong menjadi dua sampai empat bagian, demikian

pula pada bagian akarnya, kemudian bagian-bagian tersebut dikeluarkan

satu per satu.

e Selanjutnya dilakukan kuretase untuk mengeluarkan kapsul gigi dan

jaringan granulasi di sekitar mahkota gig1 dan dilanjutkan dengan

melakukan irigasi dengan air steril atau larutan saline 0,09 % steril.

f Pada saat melakukan pemotongan tulang dan gigi dengan menggunakan

bur, tidak boleh dilakukan secara blind akan tetapi operator harus dapat

melihat secara langsung daerah yang dilakukan pengeboran. Tindakan

pengeboran secara blind akan dapat menyebabkan terjadinya trauma yang

tidak diinginkan dijaringan sekitarnya.

g Penjahitan dilakukan mulai dari ujung flap dibagian distal molar kedua

dan dilanjutkan ke arah anterior kemudian ke arah posterior.

          

 Odontektomi Molar Ketiga Rahang Bawah posisi Mesioversi. 15

Gigi impaksi molar ketiga rahang bawah dengan posisi mesioversi dapat

ditemukan dengan keadaan mahkota gigi terletak di bawah atau di atas servikal

gigi molar kedua dan akar giginya dapat terletak jauh atau dekat dengan kanalis

mandibula. Faktor lain adalah mahkota bagian distal tertutup oleh tulang

mandibula yang  tebal. Pada keadaan mahkota gigi terletak dibawah servikal

mahkota molar kedua dan akar gigi terletak dekat dengan kanalis mandibula, split

technique sangat dianjurkan karena dapat mencegah terjadinya trauma pada gigi

molar kedua dan kanalis mandibula.

13

Page 14: Css Irna Desy Gaga Parestesi

Gambar 6

Gambaran ilustrasi pencabutan gigi molar tiga rahang bawah:

(A) gigi molar tiga rahang bawah impaksi mesioangluar, (B) garis insisi, (C) pembukaan

flap mukoperiosteal, (D) menentukan jumlah tulang yang akan dibuang, (E)

pembuangan tulang menggunakan bur dan hand piece, (F) pemisahan gigi, (G)

pengangkatan gigi sebelah distal, (H) pengangkatan gigi sebelah mesial dan (I)

penjahitan

14

Page 15: Css Irna Desy Gaga Parestesi

BAB IV

PELAKSANAAN PARASTESI PADA NERVUS ALVEOLARIS

INFERIOR PASCA PENCABUTAN GIGI MOLAR TIGA RAHANG

BAWAH

Cedera pada nervus alveolaris inferior akibat tindakan odontektomi

akan mengalami penyembuhan secara spontan, namun direkomendasikan

juga beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mempercepat proses

regenerasi syaraf. Penyembuhan secara spontan dapat terjadi beberapa

minggu sampai bulan hingga 1 tahun. Apabila setelah 1 tahun tidak hilang

maka kelainan sensasi tersebut kemungkinan bersifat menetap.

Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mempercepat

proses penyembuhan cedera syaraf yaitu:

1. Pemijatan

Pemijatan dilakukan dengan jari tangan yang bertujuan

mengurangi cairan inflamasi pada lokasi peradangan serta

mengurangi pertumbuhan jaringan ikat fibrinogen. Terlalu

banyak jaringan ikat fibrous akan menimbulkan scar pada lokasi

syaraf yang rusak. Selama fase regenerasi, pemijatan ikut

membantu remodelling jaringan ikat kolagen.3

2. Cryotherapy

Merupakan pemberian es di jaringan sekitar saraf pada 24 jam

pertama setelah terjadi cedera saraf dan dilakukan secara berkala

selama minggu pertama. Terapi ini bertujuan untuk mengurangi

kemungkinan cedera saraf sekunder akibat edema dan tekanan,

sehingga memperlambat pembentukan neuroma dan jaringan

parut.17

3. Electrotherapy / Electro-iontophoresis

15

Page 16: Css Irna Desy Gaga Parestesi

Terapi ini menggunakan aliran listrik berkekuatan rendah untuk

mengahntarkan obat atau bahan kimia melalui kulit, salah satunya

yaitu pasta yang mengandung lidokain dan deksametason yang

dapat berguna untuk mengurangi edema dan juga mengontrol rasa

sakit pada minggu pertama setelah cedera saraf. Mekanisme yang

tepat dari electrotherapy ini masih banyak diperdebatkan.

Electrotherapy dapat langsung memblokir transmisi sinyal rasa

sakit di sepanjang saraf. Selain itu, electrotherapy telah terbukti

dapat membantu pelepasan hormon endorfin yang merupakan

penghilang rasa sakit alami yang diproduksi oleh tubuh.3,17

4. Terapi panas

Kompres air hangat berpengaruh pada perbaikan vaskularisasi di

daerah kerusakan syaraf. Cara ini dapat dilakukan selama 30 menit

setiap hari.3

5. Penggunaan antibiotik

Parestesi yang disebabkan oleh peradangan atau infeksi dianjurkan

untuk menggunakan antibiotik. Pengobatan dengan antiobiotik

selama 7 hari dengan penisilin merupakan standar untuk mencegah

infeksi.17

6. Penggunaan obat-obat neurotropik

Terapi dengan obat-obatan selain bertujuan mempercepat proses

regenerasi syaraf juga bertujuan untuk mengatasi penyebab

parastesia. Parestesi yang disebabkan oleh peradangan atau

infeksi dianjurkan untuk menggunakan antibiotik dan

antiinflamasi. Sedangkan penggunaan golongan neurotropik dapat

membantu fase regenerasi syaraf. Pemakaian multivitamin B

kompleks atau methylcobalt selama 6-8 minggu memberikan

pengaruh yang baik pada proses penyembuhan cedera syaraf.3

7. Penggunaan anti-inflamasi

Pasien yang mengalami parestesi pasca pencabutan molar tiga

rahang bawah sebaiknya menggunakan kortikosteroid untuk

16

Page 17: Css Irna Desy Gaga Parestesi

meminimalisasi terjadinya inflamasi. Obat ini harus digunakan

secepat mungkin, idealnya sehari setelah pencabutan gigi molar

tiga rahang bawah. Pada pasien yang mengalami gejala parestesi

ringan dapat juga diberikan obat anti inflamasi yaitu ibuprofen atau

aspirin.17

8. Penggunaan obat topikal

Penggunaan obat topikal belum diteliti dengan baik, tetapi terdapat

beberapa bukti bahwa capsaicin yang digunakan secara teratur

akan meredakan rasa sakit. Dosis yang dianjurkan adalah 5 kali per

hari selama 5 hari, kemudian 3 kali per hari selama 3 minggu.17

Pada kasus-kasus cedera syaraf yang tidak kunjung sembuh dengan

perawatan non-bedah maka direkomendasikan untuk melakukan

perawatan bedah. Beberapa metode perbaikan secara bedah antara lain

dekompresi syaraf, penjahitan syaraf dan graft syaraf.3

Dekompresi syaraf dilakukan dengan membuka jaringan lunak

hingga ke daerah cedera syaraf, eksploitasi ini bertujuan menghilangkan

jaringan tulang yang menekan pembuluh syaraf. Metode ini dilakukan

karena pembuluh syaraf masih intak.3

Penjahitan syaraf dilakukan pada pembuluh syaraf yang terputus

dengan jarak antar kedua ujung syaraf sekitar 1 cm. Selain itu penjahitan

dilakukan bila syaraf terpotong lurus serta tidak ada jaringan yang hancur.

Penyambungan kedua ujung syaraf yang terputus menggunakan benang

nilon berukuran 8.0 atau 9.0. Penjahitan dilakukan pada lapisan terluar

pembuluh syaraf perifer yaitu epinerium.3

Teknik graft syaraf dilakukan bila rekonstruksi mengharuskan

pengambilan jaringan syaraf yang rusak sehingga memberikan jarak cukup

panjang antara kedua ujung syaraf yang rusak, sehingga tidak mungkin

dilakukan penyambungan jaringan syaraf dengan penjahitan.3

17

Page 18: Css Irna Desy Gaga Parestesi

Laporan Kasus

Seorang wanita umur 24 tahun datang ke bagian bedah mulut

subdivisi exodonsia RSGM-FKG UNPAD dengan keluhan sejak kurang

lebih 6 bulan yang lalu sering sakit pada gigi belakang kiri bawah, selain

itu gigi tersebut tumbuh miring. Bila sedang timbul rasa sakit kadang-

kadang menyebar sampai ke daerah telinga disertai rasa pusing. Bila

sedang sakit os minum obat pereda sakit, sakit hilang namun dapat timbul

kembali pada suatu waktu. Rasa sakit terakhir sekitar 1 minggu yang lalu,

os berobat ke dokter gigi swasta dan diberi obat antibiotika dan

analgetika.Pasien ingin dicabut.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal.

Ekstraoral tidak terdapat kelainan. Pada pemeriksaan intraoral gigi 38

terpendam dan 48 terpendam sebagian serta tumbuh miring. Gingiva di

sekitar gigi tersebut tampak lebih merah dibanding jaringan sekitarnya.

Status gigi geligi lainnya tidak ada kelainan. Pada gambaran panoramik

foto tampak posisi oklusal gigi 38 terpendam dan berada di servikal gigi

anteriornya, serta ujung dari apeks gigi tersebut menembus kanalis

mandibularis.

Berdasarkan pemeriksaan-pemeriksaan tersebut ditegakkan

diagnosa klinis dengan impaksi klas II C gigi 38. Dilakukan terapi

odontektomi gigi 38. Setelah operasi odontektomi os diberi obat Amoxillin

3 x 500 mg dan Nimesulide 2 x 100 mg selama 5 hari. Pada kontrol hari

ke-1 paska odontektomi didapatkan pembengkakan pada pipi kiri bawah,

tidak ada trsimus, keluhan lain tidak ada. Pada kontrol hari ke-5 paska

odontektomi dilakukan pembukaan jahitan, pembengkakan berkurang

serta didapatkan keluhan rasa kebas atau baal pada bibir bawah sebelah

kiri, sudut mulut sebelah kiri dan juga pada kulit daerah dagu sebelah kiri

yang dikeluhkan sejak hari ke-4 paska odontektomi. Hal ini menunjukkan

bahwa pada pasien terdapat parestesi paska odontektomi gigi 38.

Selanjutnya pasien diberi Neurotropik (Neurovit E) 1 x 1 dan Methycobal

3 x 500 mg selama 7 hari serta diinstruksikan untuk kompres hangat

18

Page 19: Css Irna Desy Gaga Parestesi

selama 30 menit setiap hari. Pada kontrol hari ke-12 paska odontektomi

masih terdapat parestesi sedangkan keluhan lain tidak ada, pasien kembali

diberikan neurotropik dan Methycobal selama 7 hari dengan instruksi

sama seperti sebelumnya, serta dilakukan rontgen foto periapikal 38. Pada

kontrol hari ke-19 keluhan parestesi sudah mulai berkurang, pasien masih

diberikan terapi dan instruksi yang sama untuk selama 7 hari. Pada kontrol

hari ke-26 paska odontektomi keluhan parestesi tidak ada. Pasien

merasakan sensasi di sekitar bibir bawah kiri dan kulit sekitar dagu

sebelah kiri sudah kembali seperti sedia kala.

Berdasarkan contoh kasus tersebut dapat disimpulkan, bahwa pada

pasien mengalami parestesi yang mulai dirasakan sejak hari ke-4 paska

odontektomi. Parestesi berlangsung sekitar 3 minggu. Pada pasien ini,

komplikasi parestesi tidak dapat dihindari karena secara anatomi posisi

ujung akar gigi 38 tampak menembus kanalis mandibularis.3

19

Page 20: Css Irna Desy Gaga Parestesi

Daftar Pustaka

1. Mardi, 2008. Transposisi nervus alveolaris inferior sebagai persiapan

implan dental. Fakultas kedokteran gigi sumatera utara. Medan. Hal 13 dan 15.

2. Handoyo benny, 2009. Parestesi sebagai salah satu komplikasi darianastesi

blok pada mandibula. Fakultas kedokteran gigi sumatera utara. Medan. Hal 17.

3. Hendaya hedis, kasim alwin. Parestesi sebagai komplikasi pasca bedah

molar tiga bawah impaksi. Fakultas kedokteran gigi unpad. Bandung.

4. Damayantianisa, 2012. penatalaksanaan parastesi pasca pencabutan molar

tiga rahang bawah impaksi. Fakultas kedokteran gigi updm(b). Jakarta.

5. Moore UJ, 2001. Principles of Oral and Maxillofacial Surgery. Edisi ke-5.

Great Britain: Blackwell Science, 113.

6. Loescher AR, Smith KG, Robinson PP, 2003. Nerve Damage and Third

Molar Removal. Dental Update, 376, 379-380.

7. Caissie R, Goulet J, Fortin M, Morielli D, 2005. Iatrogenic Paresthesia in

The Third Division of The Trigeminal Nerve. J. Can Dent Assoc 71(3): 188-189.

8. Hupp, JR, 2008. Contempory Oral and Maxillofacial Surgery. Edisi ke-5.

Vol. 1, China: Mosby, 153-157, 160, 173, 175, 193.

9. Fragiskos DF, 2007. Oral Surgery. New York: Springer Berlin

Heidelberg, 191-194.

10. Booth PW, Schendel SA, Hausamen JA, 2007. Maxillofacial Surgery. Vol.

2. Edisi ke-2. Missouri: Churchill Livingstone, 1615.

11. Foncesca RJ, 2009. Oral and Maxillofacial Surgery. Vol. 1, Edisi ke-2,

Missouri: Saunders, 45, 260, 265-268, 276-277.

12. Malamed, Stanley F, 2004. Handbook of Local Anesthesia. Edisi ke-5,

Missouri: Mosby, 181-184.

13. Tolstunov L, Pogrel MA, 2009. Delayed Paresthesia of Inferior Alveolar

Nerve After Extraction of Mandibular Third Molar: Case Report and Possible

Etiology. J. Oral Maxillofacial Surgery 67(8):1765.

20

Page 21: Css Irna Desy Gaga Parestesi

14. Fielding AF, Rachiele DP, Frazier G, 1997. Lingual Nerve Paresthesia

Following Third Molar Surgery. J. Oral Surg. Oral Med. Oral Pathol. Oral

Radiol. Endod. 84(4): 345, 347

15. http://christ-drg.blogspot.com/2011/11/odontektomi-m3-rahang-

bawah.html

16. Balaji SM, 2007. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. New Delhi:

Elsevier, 244.

17. Damayanti, Anisa. Penatalaksanaan Parestesi Pasca Pencabutan Molar

Tiga Rahang Bawah Impaksi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Univ. Prof. Dr.

Moestopo, 2012.

21

Page 22: Css Irna Desy Gaga Parestesi

Parestesia (perasaan sakit yang abnormal).

Setelah pembiusan lokal pada rahang bawah, mungkin akan timbul sensasi

tingling (kesemutan) atau mati rasa pada bibir bawah dalam waktu yang cukup

lama. Namun, gejala-gejala parestesia berangsur-angsur reda dan

penyembuhannya biasanya sempurna.

22

Page 23: Css Irna Desy Gaga Parestesi

Penatalaksanaan Pencabutan Gigi Rahang AtasPencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan tanpa rasa sakit satu gigi utuh, atau akar gigi, dengan trauma minimal terhadap jaringan pendukung gigi, sehingga bekas pencabutan dapat sembuh dengan sempurna dan tidak terdapat masalah prostetik pascaoperasi di masa mendatang (Geoffrey L. Howe dalam buku Pencabutan Gigi Geligi).

Salah satu perawatan dalam bidang kedokteran gigi anak adalah prosedur pencabutan gigi sulung. Pencabutan gigi sulung pada dasarnya memiliki prosedur yang tidak berbeda dengan pencabutan gigi tetap pada orang dewasa. Dengan memperhatikan beberapa aspek, maka prosedur ini bisa dilakukan dengan mudah.

Aspek-aspek yang menjadi perhatian dalam pencabutan (ekstraksi) gigi sulung:

Aspek Psikologis

Pasien anak jelas sangat berbeda dengan pasien dewasa. Dalam hal ini, dokter gigi harus bisa mengetahui psikologis si anak saat pertama kali bertemu. Bagaimana sikap anak untuk pertama kali bertemu dengan dokter gigi, berada didalam ruangan, berinteraksi dengan bermacam benda dan alat didalam ruangan, penting sekali dokter gigi untuk mengetahui hal ini.

Aspek Etiologis

Pencabutan gigi anak jelas harus memperhatikan penyebab utama kondisi gigi anak tidak dapat dipertahankan (tidak dapat dirawat). Insidensi terbesar pencabutan gigi anak jelas karena faktor karies gigi. Karies gigi pada anak, merupakan kondisi patologis yang sering sekali tidak begitu diperhatikan oleh orang tua anak pada umumnya.

Aspek Tumbuh dan Kembang Anak

Tidak hanya berdasarkan etiologi pencabutan karena karies gigi. Pencabutan gigi anak juga bisa dilakukan bila didapatkan adanya keterlambatan dalam faktor pertumbuhan gigi geligi anak.

Sebelum melakukan tindakan pencabutan, ada beberapa hal yang harus dilakukan:

1)      Persiapan penderita

Jelaskan pada penderita bahwa akan dilakukan tindakan pencabutan

23

Page 24: Css Irna Desy Gaga Parestesi

Jelaskan bahwa akan dilakukan tindakan anestesi sebelum pencabutan dan penderita akan merasa dingin (bila menggunakan Chlor Ethyl) atau merasa tebal (bila menggunakan lidocain)

Minta ijin kepada penderita/ pengantar untuk dilakukan tindakan

2)      Mempersiapkan alat dan obat anastesi serta alat tindakan pencabutan gigi sulung yang telah di sterilkan

3)      Lakukan tindakan anestesi

PEMILIHAN TANG EKSTRAKSI

Dalam pencabutan gigi sulung RA (gigi berakar satu dan dua) tang yang digunakan adalah tang #150s, dimana tang ini merupakan tang serbaguna yang dapat digunakan untuk sebagian besar pencabutan gigi atas. Desain tang untuk maksila paruhnya cenderung lebih pararel terhadap pegangannya dan paruhnya agak sempit.

Untuk gigi yang belum goyang atau masih tertanam di dalam tulang alveolaris digunakan alat bantu yaitu bein atau elevator  sebelum tindakan pencabutan dengan tang. Elevator ini  berfungsi  sebagai pengungkit  yang menghantarkan gaya atau tekanan ke gigi yang akan di cabut. Selain itu, elevator  peka terhadap sentuhan.

MANIPULASI EKSTRAKSI

Melakukan pencabutan pada gigi sulung tidak berbeda dengan gigi permanen, yang tidak memerlukan tenaga besar, maka bentuk tang ekstraksi lebih kecil ukurannya. Perlu diingat bahwa gigi molar susu atas mempunyai akar yang memancar , yang menyulitkan pencabutannya. Apabila permasalahannya tersebut di tambah dengan adanya resorpsi, maka tekanan berlebihan harus dihindari. Seperti pada pencabutan semua gigi atas, digunakan pinch grasp dan telapak mrnghadap ke atas.

Tang #150s ini biasanya digunakan dari depan kanan dan kiri dengan cara pinch grasp dan posisi telapak tangan yang menghadap ke atas, posisi telapak tangan ini memungkinkan terjadinya posisi pergelangan lurus dan siku yang mendekati badan. Teknik pinch grasp yang efektif juga tergantung pada retraksi pipi atau bibir dan stabilitas prosesus alveolaris.

 

Tekhnik Pinch Grasp

24

Page 25: Css Irna Desy Gaga Parestesi

Teknik pinch grasp terdiri dari memegang prosesus alveolaris di antara ibu jari dan telunjuk dengan tangan yang bebas. Ini akan membantu retraksi pipi, stabilitas kepala, mendukung prosesus alveolaris, dan meraba tulang bukal.

Pencabutan pada gigi RA dapat dibedakan dengan 2 cara, yaitu

Pencabutan pada gigi yang sudah goyang (anestesi dengan Chlor Ethyl) Letakkan ujung tang (beak/ paruh) pada bagian bukal dan lingual/ palatinal

gigi sampai cervical gigi/ bifurkasi gigi.

Pada gigi dengan akar tunggal (gigi anterior), gerakan pencabutan rotasi (gigi diputar sesuai sumbu panjang gigi) dan ekstraksi (gigi digerakkan kea rah pertumbuhan gigi).

Pada gigi dengan akar lebih dari satu, gerakan pencabutan luksasi (gigi digerakkan ke bukal dan palatal/ lingual) dan ekstraksi.

o Pencabutan pada gigi yang belum goyang (anestesi dengan liocain)

o Lakukan pemisahan gigi dan gusi dengan memakai bein (elevator) dengan posisi bein mesiobukal/ distobukal gigi yang bersangkutan, dengan gerakan apical ke koronal sampai gigi goyang.

o Letakkan ujung tang (beak/ paruh) pada bagian bukal dan lingual/ palatinal gigi sampai cervical gigi/ bifurkasi gigi.

o Pada gigi dengan akar tunggal (gigi anterior), gerakan pencabutan rotasi (gigi diputar sesuai sumbu panjang gigi) dan ekstraksi (gigi digerakkan kea rah pertumbuhan gigi).

o Pada gigi dengan akar lebih dari satu, gerakan pencabutan luksasi (gigi digerakkan ke bukal dan palatal/ lingual) dan ekstraksi.

Posisi Operator

Penempatan kursi yang tinggi  dan posisi berbaring diperlukan untuk pencabutan gigi-gigi atas karena membantu visualisasi.

Posisi untuk kuadran kanan atas, posisi yang nyaman dan efisien untuk operator adalah di depan pasien.

Posisi untuk gigi posterior kuadran kiri atas, operator berdiri disebelah kanan dental chair dengan posisi kursi sedikit di tinggikan.

25

Page 26: Css Irna Desy Gaga Parestesi

26