CSS - Sindroma Koroner Akut

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    1/43

    CLINICAL SCIENCE SESSION

    Sindrom Koroner Akut

    PRESEPTOR :

    Amaylia Oehadian, dr., Sp.PD-KHOM

    PENYUSUN:

    Fitra Diena Shefrianti C11050198

    Angela Rika Hadiana 1301-1206-0090

    Faisal Rahman 1301-1206-0093

    Hindiyati Nuriah 1301-1206-0100

    BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

    R.S. DR. HASAN SADIKIN/ FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS PADJADJARAN

    BANDUNG

    2007

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    2/43

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Pendahuluan

    Penyakit jantung koroner ialah suatu penyakit yang sangat umum terjadi dan

    merupakan penyebab kematian nomor satu di negara-negara maju. Di Indonesia dengan

    makin berkembangnya tingkat kesejahteraan masyarakat sejalan dengan lajunya

    pembangunan, sudah dapat diramalkan penyakit ini juga akan menjadi penyebab

    kematian nomor satu.6

    Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang dilakukan oleh Departemen

    Kesehatan pada tahun 1992 menunjukkan bahwa penyebab kematian utama di Indonesia

    terutama di kota besar adalah penyakit kardiovaskuler. Sedangkan SKRT yang dilakukan

    pada tahun 1972, penyakit kardiovaskuler baru menduduki urutan ke 11.6

    Operasi jantung koroner yang dilakukan di Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta

    mencapai lebih dari 200 kasus pada tahun 1992 dibandingkan hanya 20-30 kasus pada

    tahun 1984. Ini belum termasuk kasus-kasus yang berobat di luar negeri dan angioplasti.6

    Di Rumah Sakit Jantung Rajawali Bandung, kasus penyakit jantung koroner yang

    berupa infark miokard pada tahun 1992 meningkat menjadi rata-rata 1,5-2 kasus per hari,

    dibandingkan 0,5-1 kasus per hari pada tahun 1990.6

    1.2. Epidemiologi

    Data penelitian Framingham di Amerika Serikat yang didapat pada tahun 1950

    dan 1960 menunjukkan bahwa dari empat pria dengan angina, satu orang akan

    mengalami infark miokard dalam waktu 5 tahun. Sedangkan untuk wanita resikonya

    hanya setengah dari itu.5

    Penelitian menunjukkan pula bahwa penderita yang simtomatis prognosisnya

    lebih daripada yang penderita yang asimtomatis. Data saat ini menunjukkan bahwa bila

    penderita asimtomatis atau dengan simtom ringan, kematian tahunan pada penderita

    dengan pada satu dan dua pembuluh darah koroner adalah 1,5 % dan kira-kira 6 % untuk

    lesi pada tiga pembuluh darah koroner. Kalau pada golongan terakhir ini kemampuan

    latihan (exercise capacity) penderita baik, kematian tahunan adalah 4 % dan bila ini tidak

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    3/43

    baik kematian tahunannya kira-kira 9 %, karena itu penderita harus dipertimbangkan

    untuk revaskularisasi.5

    Data dari Coronary Artery Surgery Study (CASS) telah menunjukkan hubungan

    antara jumlah pembuluh darah koroner yang terlibat, banyak stenosis di pembuluh darah

    koroner bagian proksimal serta kemunduran kemampuan fungsi ventrikel kiri sebagai

    tanda prognosis tidak baik.5

    Survey Kesehatan Rumah Tangga Nasional Departemen Kesehatan 1996

    melaporkan angka kematian di daerah perkotaan dan di pedesaan untuk penyakit jantung

    koroner masing-masing 53,5 dan 24,6 per 100.000 penduduk. Ini relatif masih rendah

    dibandingkan negara maju. Sebagai gambaran, negara tetangga kita Singapura

    mempunyai angka kematian untuk penyakit jantungkoroner sebanyak 215 per 100.00

    penduduk pada tahun 1994.5

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    4/43

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1. Definisi

    Sindroma koronaria akut adalah gabungan gejala klinik yang menandakan

    iskemia miokard akut, yang terdiri dari infark miokard akut dengan elevasi segmen ST

    (ST segment elevation myocardial infarction = STEMI), infark miokard akut tanpa

    elevasi segmen ST (non ST segment elevation myocardial infarction = NSTEMI), dan

    angina pectoris tidak stabil (unstable angina pectoris = UAP). Ketiga kondisi tersebut

    berkaitan erat, hanya berbeda dalam derajat beratnya iskemia dan luasnya jaringan

    miokardiaum yang mengalami nekrosis.4

    UAP dan NSTEMI merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan

    patofisiologi dan gambaran klinis. Perbedaan antara angina pectoris tidak stabil (UAP)

    dengan infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) adalah apakah iskemi

    yang ditimbulkan cukup berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan miokardium,

    sehingga adanya marker kerusakan miokardium dapat diperiksa.4

    2.2. Faktor Resiko

    Dewasa ini ditemukan banyak faktor yang saling berkaitan dalam mempercepat

    proses aterogenik. Telah ditemukan beberapa faktor yang dikenal sebagai faktor risiko

    yang meningkatkan kerentanan terhadap terjadinya aterosklerosis koroner pada individu

    tertentu. Ada empat faktor risiko biologis yang tak dapat diubah, yaitu : usia, jenis

    kelamin, ras dan riwayat keluarga. Faktor-faktor risiko tambahan lainnya masih dapat

    diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik. Faktor-faktor risiko

    tersebut adalah merokok, peningkatan kadar lipid serum, hipertensi, gangguan toleransi

    glukosa, dan obesitas.3

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    5/43

    2.2.1. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi

    1. Usia

    Kerentanan yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Tetapi hubungan

    antara usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan lama paparan

    yang lebih panjang terhadap faktor-faktor aterogenik.3

    2. Jenis kelamin

    Kejadian penyakit koroner relatif lebih rendah pada wanita sampai menopause,

    setelah menopause kerentanannya menjadi sama dengan pria. Efek perlindungan

    estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita sebelum

    menopause.3

    3. Ras

    Orang Amerika-Afrika lebih rentan tehadap aterosklerosis daripada orang kulit

    putih.3

    4. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung koroner

    Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner (yaitu saudara

    atau orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun) meningkatkan

    kemungkinan timbulnya aterosklerosis prematur. Besarnya pengaruh genetik dan

    lingkungan belum diketahui. Komponen genetik dapat dikaitkan pada beberapa

    bentuk aterosklerosis yang nyata, atau yang cepat perkembangannya, seperti pada

    gangguan lipid familial. Tetapi riwayat keluarga dapat pula mencerminkan

    komponen lingkungan yang kuat, seperti gaya hidup yang menimbulkan stres atau

    obesitas.3

    2.2.2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi

    1. Merokok

    Merokok dapat merangsang proses aterosklerosis karena efek langsung terhadap

    dinding arteri. Karbon monoksida (CO) dapat menyebabkan hipoksia jaringan

    arteri, nikotin menyebabkan mobilisasi katekolamin yang dapat menambahkan

    reaksi trombosit dan menyebabkan kerusakan pada dinding arteri, sedangkan

    glikoprotein tembakau dapat mengakibatkan reaksi hipersensitif dinding arteri.7

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    6/43

    2. Hiperlipidemia

    Lipid plasma (kolesterol, trigliserida, fosfolipida, dan asam lemak bebas) berasal

    dari makanan (eksogen) dan sintesis lemak endogen. Kolesterol dan trigliserida

    adalah dua jenis lipd yang relatif mempunyai makna klinis yang penting

    sehubungan dengan aterogenesis. Lipid terikat pada protein, karena lipid tidak

    larut dalam plasma. Ikatan ini menghasilkan empat kelas utama lipoprotein,

    yaitu; kilomikron, VLDL, LDL dan HDL. LDL paling tinggi kadar kolesterolnya,

    sedangkan kilomikron dan VLDL kaya akan trigliserida. Kadar protein tertinggi

    terdapat pada HDL.7

    Peningkatan kolesterol LDL dihubungkan dengan meningkatnya resiko penyakit

    jantung koroner, sementara kadar HDL yang tinggi berperan sebagai faktor

    pelindung penyakit jantung koroner, sebaliknya kadar HDL yang rendah ternyata

    bersifat aterogenik. Rasio kadar LDL dan HDL dalam darah mempunyai makna

    klinis untuk terjadinya aterosklerosis.7

    3. Hipertensi

    Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap

    pemompaan darah dari ventrikel kiri, akibatnya beban kerja jantung bertambah.

    Sebagai akibatnya terjadi hipertrofi ventrikel untuk menguatkan kontraksi. Akan

    tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan

    hipertropi kompensasi akhirnya terlampaui , tejadi dilatasi dan payah jantung.

    Jantung jadi semakin terancam dengan adanya aterosklerosis koroner. Kebutuhan

    oksigen miokardium meningkat sedangkan suplai oksigen tidak mencukupi,

    akhirnya mengakibatkan iskemia. Kalau berlangsung lama bisa menjadi infark. 7

    Disamping itu, hipertensi dapat meningkatkan kerusakan endotel pembuluh darah

    akibat tekanan tinggi yang lama (endothelial injury).7

    4. Diabetes Mellitus

    Diabetes mellitus menyebabkan gangguan lipoprotein. LDL dari sirkulasi akan di

    bawa ke hepar. Pada penderita diabetes mellitus, degradasi LDL di hepar

    menurun, dan gikolasi kolagen meningkat. Hal ini mengakibatkan meningkatnya

    LDL yang berikatan dengan dinding vaskuler.7

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    7/43

    5. Obesitas

    Kegemukan mungkin bukan faktor resiko yang berdiri sendiri, karena pada

    umumnya selalu diikuti oleh faktor resiko lainnya.7

    2.3. Faktor Predisposisi

    1. Hipertensi

    Di samping itu, hipertensi dapat meningkatkan kerusakan endotel pembuluh darah

    akibat tekanan tinggi yang lama. Hipertensi dapat meningkatkan kemungkinan

    terjadinya rupturnya plak pada pembuluh darah.1

    2. Anemia

    Adanya anemia mengakibatkan menurunnya suplai oksigen ke jaringan, termasuk

    ke jaringan jantung. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen, jantung dipacu untuk

    meningkatkan cardiac ouput. Hal ini mengakibatkan kebutuhan oksigen di jantung

    meningkat. Ketidakseimbangan kebutuhan dan suplai oksigen mengakibatkan

    gangguan pada jantung.1

    3. Kerja fisik / olahraga

    Pada aktivitas fisik yang meningkat, kebutuhan oksigen terhadap jaringan dan

    miokardium meningkat. Adanya aterosklerosis mengakibatkan suplai oksigen

    tidak mencukupi, akhirnya mengakibatkan iskemia. Kalau berlangsung lama bisa

    terjadi infark.1

    2.4. Patogenesis

    Mekanisme umum terjadinya SKA adalah ruptur atau erosi lapisan fibrotik dari

    plak arteri koronaria. Hal ini mengawali terjadinya agregasi dan adhesi platelet,

    trombosis terlokalisir, vasokonstriksi, dan embolisasi trombus distal. Keberadaan

    kandungan lipid yang banyak dan tipisnya lapisan fibrotik, menyebabkan tingginya

    resiko ruptur plak arteri koronaria. Pembentukan trombus dan terjadinya vasokonstriksi

    yang disebabkan pelepasan serotonin dan tromboxan A2 oleh platelet mengakibatkan

    iskemik miokardium yang disebabkan oleh penurunan aliran darah koroner.4

    Aterosklerosis adalah bentuk arteriosklerosis dimana terjadi penebalan dan

    pengerasan dari dinding pembuluh darah yang disebabkan oleh akumulasi makrofag yang

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    8/43

    berisi lemak sehingga menyebabkan terbentuknya lesi yang disebut plak. Aterosklerosis

    bukan merupakan kelainan tunggal namun merupakan proses patologi yang dapat

    mempengaruhi system vaskuler seluruh tubuh sehingga dapat menyebabkan sindroma

    iskemik yang bervariasi dalam manifestasi klinis dari tingkat keparahan. Hal tersebut

    merupakan penyebab utama penyakit arteri koroner.1

    Oksidasi LDL merupakan langkah terpenting pada atherogenesis. Inflamasi

    dengan stress oksidatif dan aktivasi makrofag adalah mekanisme primer. Diabetes

    mellitus, merokok, dan hipertensi dihubungkan dengan peningkatan oksidasi LDL yang

    dipengaruhi oleh peningkatan kadar angiotensin II melalui stimulasi reseptor AT-I.

    Penyebab lain dapat berupa peningkatan C-reactive protein, peningkatan fibrinogen

    serum, resistensi insulin, stress oksidatif, infeksi dan penyakit periodontal. 1

    LDL teroksidasi bersifat toksik terhadap sel endotel dan menyebabkan proliferasi

    sel otot polos, aktivasi respon imun dan inflamasi. LDL teroksidasi mauk ke dalam tunika

    intima dinding arteri kemudian difagosit oleh makrofag. Makrofag yang mengandung

    oksi-LDL disebut foam cell berakumulasi dalam jumlah yang signifikan maka akan

    membentuk jejas fatty streak. Pembentukan lesi tersebut dapat ditemukan pada dinding

    pembuluh darah sebagian orang termasuk anak-anak. Ketika terbentuk, fatty streak

    memproduksi radikal oksigen toksik yang lebih banyak dan mengakibatkan perubahan

    inflamasi dan imunologis sehingga terjadi kerusakan yang lebih ptogresif. Kemudian

    terjadi proliferasi sel otot polos, pembentukan kolagen dan pembentukan plak fibrosa di

    atas sel otot polos tersebut. Proses tersebut diperantarai berbagai macam sitokin inflamasi

    termasuk growth factor (TGF beta). Plak fibrosa akan menonjol ke lumen pembuluh

    darah dan menyumbataliran darah ysng lebih distal, terutama pada saat olahraga,

    sehingga timbul gejala klinis (angina atau claudication intermitten).1

    Banyak plak yang unstable (cenderung menjadi ruptur) tidak menimbulkan gejala

    klinis sampai plak tersebut mengalami ruptur. Ruptur plak terjadi akibat aktivasi reaksi

    inflamasi dari proteinase seperti metalloproteinase matriks dan cathepsin sehingga

    menyebabkan perdarahan pada lesi. Plak atherosklerosis dapat diklasifikasikan

    berdasarkan strukturnya yang memperlihatkan stabilitas dan kerentanan terhadap ruptur.

    Plak yang menjadi ruptur merupakan plak kompleks. Plak yang unstable dan cenderung

    menjadi rupture adalah plak yang intinya banyak mengandung deposit LDL teroksidasi

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    9/43

    dan yang diliputi oleh fibrous caps yang tipis. Plak yang robek (ulserasi atau rupture)

    terjadi karenashear forces, inflamasi dengan pelepasan mediator inflamasi yang multiple,

    sekresi macrophage-derived degradative enzyme dan apotosis sel pada tepi lesi. Ketika

    rupture, terjadi adhesi platelet terhadap jaringan yang terpajan, inisiasi kaskade

    pembekuan darah, dan pembentukan thrombus yang sangat cepat. Thrombus tersebut

    dapat langsung menyumbat pembuluh darah sehingga terjadi iskemia dan infark.1

    Gambar 1: Pathogenesis unstable plaque dan pembentukan thrombus

    2.5. PatofisiologiProses progresifitas dari plak atherosklerotik dapat terjadi perlahan-lahan. Namun,

    apabila terjadi obstruksi koroner tiba-tiba karena pembentukan thrombus akibat plak

    aterosklerotik yang rupture atau mengalami ulserasi, maka terjadi sindrom koroner akut.1

    - Unstable angina : adalah akibat dari iskemi miokard reversibel dan dapat mencetuskan

    terjadinya infark.1

    Atherosclerotic plaque witha lipid-rich core and thin

    fibrous cap

    Shear forces, inflammation,apoptosis, macrophage-

    derived degradative enzymes

    Increased inflammation withrelease of multiple cytokines,

    platelet activation andadherence, production of

    thrombin and vasoconstrictors

    Rupture of plaque

    Thrombus formation over lesionplus vasoconstriction of vessel

    Acute decrease in coronaryblood flow

    Unstable angina ormyocardial infarction

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    10/43

    - Infark miokard : terjadi apabila iskemia yang berkepanjangan menyebabkan kerusakan

    ireversibel dari otot jantung. 1

    Gambar 2 :Patofisiologi Sindrom Koroner Akut

    2.5.1. Unstable angina

    Muncul akibat berkurangnya suplai oksigen dan/atau peningkatan

    kebutuhan oksigen jantung (cth karena takikardi atau hipertensi). Berkurangnya

    suplai oksigen terjadi karena adanya pengurangan diameter lumen pembuluh

    darah yang dipengaruhi oleh vasokonstriktor dan/atau thrombus. Pada banyak

    pasien unstable angina, mekanisme berkurangnya suplai oksigen lebih banyak

    Atherosclerotic plaque partially obstructscoronary blood flow

    Stable plaque

    Stable angina

    Unstable plaque with ulceration orrupture and thrombosis

    Acute coronary syndromes

    Trancientischemia

    Sustainedischemia

    Unstable anginaMyocardialinfarction

    Myocardialinflammationand necrosis

    Stunned myocytes

    Hibernating myocytes

    Myocardial remodeling

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    11/43

    terjadi dibandingkan peningkatan oksigen demand. Tetapi pada beberapa kasus,

    keduanya dapat terjadi secara bersamaan. 2

    Ruptur Plak

    Ruptur dari plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting dari angina

    pektoris tak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari

    pembuluh koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. Dua

    pertiga dari pembuluh yang mengalami rutur sebelumnya mempunyai

    penyempitan 50 % atau kurang, dan pada 97 % pasien dengan angina tak stabil

    mempunyai penyempitan kurang dari 70 %. Plak aterosklerotik terdiri dari inti

    yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotik (fibrotic cap).

    Plak yang tidak stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya

    infiltrasi sel makrofage. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan

    dengan intima yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Kadang-kadang

    keretakan timbul pada dinding plak yang paling lemah Karen adanya enzim

    protease yang dihasilkan makrofage dan secara enzimatik melemahkan dinding

    plak (fibrous cap).2

    Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan

    menyebabkan aktivasi terbentuknya thrombus. Bila thrombus menutup pembuluh

    darah 100 % akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila

    trombus tidak menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat

    akan terjadi angina tak stabil.2

    Trombosis dan Agregasi Trombosit

    Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar

    terjadinya angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu

    disebabkan karena integrasi yang terjadi antara lemak, sel otot polos, makrofag

    dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan terpenting dalam pembentukan trombus

    yang kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan sel busa (foam cell) yang ada

    dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah, faktor jaringan

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    12/43

    berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang

    menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin.2

    Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi platelet

    dan platelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih luas,

    vasokonstriksi dan pembentukan trombus. Faktor sistemik dan inflamasi ikut

    berperan dalam perubahan terjadinya hemostase dan koagulasi dan berperan

    dalam memulai trombosis yang intermitten, pada angina tak stabil.2

    Vasospasme

    Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak

    stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang

    diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh darah

    dan menyebabkan spasm. Spasm yang terlokalisir seperti pada angina Prinzmetal

    juga dapat menyebabkan angina tak stabil. Adanya spasm seringkali terjadi pada

    plak yang tak stabil, dan mempunyai peran pembentukan trombus.2

    Erosi pada Plak tanpa Ruptur

    Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya

    proliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel;

    adanya perubahan bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat

    menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat dan keluhan iskemi.2

    2.5.2. Infark miokard

    Ketika aliran darah koroner terganggu pada waktu tertentu, dapat terjadi

    nekrosis sel miosit. Hal tersebut disebut infark miokard. Gangguan, progresivitas

    plak, dan pembentukan klot lebih lanjut yang terjadi pada MI sama halnya seperti

    yang terjadi pada sindrom koroner akut yang lainnya. Namun, pada MI

    trombusnya lebih labil dan dapat menyumbat pembuluh darah dalam waktu yang

    lebih lama, sehingga iskemia miokardial dapat berkembang menjadi nekrosis dan

    kematian miosit. Jika thrombus lisis sebelum terjadinya nekrosis jaringan distal

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    13/43

    yang komplet, infark yang terjadi hanya melibatkan miokardium yang berada

    langsung di bawah endokardium (subendocardial MI).2

    Jika thrombus menyumbat pembuluh darah secara permanent, maka

    infarknya dapat memanjang hingga epikardium sehingga menyebabkan disfungsi

    jantung yang parah (transmural MI). Secara klinis, MI transmural harus

    diidentifikasi, karena dapat menyebabkan komplikasi yang serius dan harus

    mendapat terapi yang segera.2

    Jejas Selular

    Sel jantung dapat bertahan terhadap iskemi hanya dalam waktu 20 menit

    sebelum mengalami kematian. Perubahan EKG hanya terlihat pada 30-60 detik

    setelah hipoksia. Bahkan jika telah terjadi perubahan metabolisme yang non

    fungsional, sel miosit tetap viable jika darah kembali dalam 20 menit. Penelitian

    menunjukkan bawa sel miosit dapat beradaptasi terhadap perubahan suplai

    oksigen. Proses tersebut dinamakan ischemic preconditioning. Setelah 8-10 detik

    penurunan aliran darah, miokardium yang terlibat menjadi sianotik dan lebih

    dingin. Glikolisis anaerob yang terjadi hanya dapat mensuplai 65-70% dari

    kebutuhan energi, karena diproduksi ATP yang lebih sedikit daripada

    metabolisme aerob. Ion hydrogen dan asam laktat kemudian berakumulasi

    sehingga terjadi asidosis, dimana sel miokardium sangat sensitif pada pH yang

    rendah dan memiliki sistem buffer yang lemah. Asidosis menyebabkan

    miokardium menjadi rentan terhadap kerusakan lisosom yang mengakibatkan

    terganggunya fungsi kontraktilitas dan fungsi konduksi jantung sehingga terjadi

    gagal jantung. Kekurangan oksigen juga disertai gangguan elektrolit Na, K, dan

    Mg. secara normal miokardium berespon terhadap kadar katekolamin (epinefrin

    dan norepinefrin/NE) yang bervariasi. Pada sumbatan arteri yang signifikan, sel

    miokardium melepaskan katekolamin sehingga terjadi ketidakseimbangan fungsi

    simpatis dan parasimpatis, disritmia dan gagal jantung. Katekolamin merupakan

    mediator pelepasan dari glikogen, glukosa dan cadangan lemak dari sel tubuh.

    Oleh karena itu terjadi peningkatan kadar asam lemak bebas dan gliserol plasma

    dalam satu jam setelah timbulnya miokard akut. Kadar FFA (Free Fatty Acid)

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    14/43

    yang berlebih memiliki efek penyabunan terhadap membran sel. NE

    meningkatkan kadar glukosa darah melalui perangsangan terhadap sel hepar dan

    sel otot. NE juga menghambat aktivitas sel beta pankreas sehingga produksi

    insulin berkurang dan terjadi keadaan hiperglikemia. Hiperglikemia terjadi setelah

    72 jam onset serangan.2

    Angiotensin II yang dilepaskan selama iskemia miokard berkontribusi dalam

    patogenesis MI, dengan cara yaitu:

    1. Efek sistemik dari vasokonstriksi perifer dan retensi cairan sehingga

    meningkatkan beban jantung, akibatnya memperparah penurunan

    kemampuan kontraktilitas jantung.2

    2. Angiotensin II mempunyai efek lokal yaitu sebagai growth factor sel otot

    polos pembuluh darah, miosit dan fibroblast jantung, sehingga

    merangsang peningkatan kadar katekolamin dan memperparah

    vasospasme koroner.2

    Kematian selular

    Iskemia miokard yang berlangsung lebih dari 20 menit merupakan jejas

    hipoksia irreversible yang dapat menyebabkan kematian sel dan nekrosis jaringan.

    Nekrosis jaringan miokardium dapat menyebabkan pelepasan beberapa enzim

    intraseluler tertentu melalui membrane sel yang rusak ke dalam ruang intersisisal.

    Enzim yang terlepas kemudian diangkut melalui pembuluh darah limfe ke

    pembuluh darah. Sehingga dapat terdeteksi oleh tes serologis.2

    Perubahan fungsional dan structural

    Infark miokardial menyebabkan perubahan fungsional dan struktural

    jantung. Perubahan tersebut dapat dilihat pada table di bawah ini.2

    Waktu

    setelah MI

    Perubahan Jaringan Tahapan Proses Pemulihan

    6-12 jam Tidak ada perubahan

    makroskopis; sianosis subseluler

    dengan penurunan temperatur

    Belum dimulai

    18-24 jam Pucat sampai abu-kecoklatan; Respon inflamasi;

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    15/43

    slight pallor pelepasan enzim

    intraseluler

    2-4 hari Tampak nekrosis; kuning-coklat di

    tengah dan hiperemis di sekitar

    tepi

    Enzim proteolitik

    dipindahkan oleh debris;

    katekolamin, lipolisis, dan

    glikogenolisis

    meningkatkan glukosa

    plasma dan FFA untuk

    membantu miokard keluar

    dari anaerobic state

    4-10 hari Area soft, dengan degenerasi

    lemak di tengah, daerah

    perdarahan pada area infark

    Debris telah dibersihkan;

    collagen matrix laid down

    10-14 hari Weak, fibrotic scar tissue dengan

    awal revaskularisasi

    Penyembuhan berlanjut

    namun area sangat lunak,

    mudah dipengaruhi stress

    6 minggu Jaringan parut biasanya telah

    komplit

    Jaringan parut kuat yang

    tidak elastis menggantikan

    miokardium yg nekrosis

    Perubahan makroskopis pada daerah infark tidak akan terlihat dalam

    beberapa jam. Walaupun dalam 30-60 detik terjadi perubahan EKG. Miokardium

    yang infark dikelilingi oleh zona jejas hiposia yang dapat berkembang menjadi

    nekrosis, kemudian terjadi remodeling atau menjadi normal kembali. Jaringan

    jantung yang dikelilingi daerah infark juga mengalami perubahan yang dapat

    dikategorikan ke dalam2:

    1. Myocardial stunning, yaitu kehilangan sementara fungsi kontraktilitas yang

    berlangsung selama beberapa jam beberapa hari setelah perfusi kembalinormal.2

    2. Hibernating myocardium, yaitu jaringan yang mengalami iskemi persisten dan

    telah mengalami adaptasi metabolik.2

    3. Myocardial remodeling, adalah suatu proses yang diperantarai Angiotensin II,

    aldosteron, katekolamin, adenosine dan sitokin inflamasi yang menyebabkan

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    16/43

    hipertrofi miositdan penurunan fungsi kontraktilitas pada daerah jantung yang

    jauh dari lokasi infark.2

    Semua perubahan di atas dapat dibatasi melalui restorasi yang cepat dari

    aliran koronerdan penggunaan ACE-inhibitor dan beta blocker setelah MI.

    Tingkat keparahan gangguan fungsi tersebut dipengaruhi oleh ukuran dan lokasi

    infark. Perubahan fungsional termasuk: (1). Penurunan kontraktilitas jantung

    dengan gerak dinding jantung abnormal, (2). Perubahan compliance dari ventrikel

    kiri, (3). Penurunan stroke volume, (4). Penurunan fraksi ejeksi, (5). Peningkatan

    tekanan akhir diastolik ventrikel kiri, (6). Malfungsi dari SA node, (7). Disritmia

    yang mengancam jiwa dan gagal jantung sering menyertai MI.2

    Fase Perbaikan

    Infark miokard menyebabkan respon inflamasi yang parah yang diakhiri

    dengan perbaikan luka. Perbaikan terdiri dari degradasi sel yang rusak, proliferasi

    fibroblast dan sintesis jaringan parut. Banyak tipe sel, hormone, dan substrat

    nutrisi harus tersedia agar proses penyembuhan dapat berlangsung optimal. Dalam

    24 jam terjadi infiltrasi lekosit dalam jaringan nekrotik dan degradasi jaringan

    nekrotik oleh enzim proteolisis dari neutrofil scavenger. Fase pseudodiabetik

    sering timbul oleh karena lepasnya katekolamin dari sel yang rusak yang dapat

    menstimulasi lepasnya glukosa dan asam lemak bebas. Pada minggu kedua,

    terjadi sekresi insulin yang meningkatkan pergerakan glukosa dan menurunkan

    kadar gula darah. Pada 10-14 hari setelah infark terbentuk matriks kolagen yang

    lemah dan rentan terhadap jejas yang berulang. Pada masa itu, biasanya individu

    merasa sehat dan meningkatkan aktivitasnya kembali sehingga proses

    penyembuhan terganggu. Setelah 6 minggu, area nekrosis secara utuh diganti oleh

    jaringan parut yang kuat namun tidak dapat berkontraksi seperti jaringan

    miokardium yang sehat.2

    BAB III

    DIAGNOSIS

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    17/43

    Diagnosis angina pectoris tidak stabil bila pasien mempunyai keluhan iskemi

    sedangkan tidak ada kenaikan troponin maupun CK-MB dengan ataupun tanpa perubahan

    EKG untuk iskemi, seperti adanya depresi segmen ST ataupun elevasi yang sebentar atau

    adanya gelombang T yang negatif. Karena kenaikan enzim biasanya dalam waktu 12 jam,

    maka pada tahap awal serangan angina pectoris tidak stabil seringkali tak bisa dibedakan

    dari NSTEMI.2

    3.1. Diagnosis dan Gambaran Klinis Angina Pektoris Tidak Stabil

    Anamnesis merupakan hal yang sangat penting. Penderita yang datang dengan

    keluhan utama nyeri dada atau nyeri ulu hati yang hebat, bukan disebabkan oleh trauma,

    yang mengarah pada iskemia miokardium, pada laki-laki terutama berusia > 35 tahun

    atau wanita terutama berusia > 40tahun, memerlukan perhatian khusus dan evaluasi lebih

    lanjut tentang sifat, onset, lamanya, perubahan dengan posisi, penekanan, pengaruh

    makanan, reaksi terhadap obat-obatan, dan adanya faktor resiko. 2

    Nyeri pada SKA bersifat seperti dihimpit benda berat, tercekik, ditekan, diremas,

    ditikam, ditinju, dan rasa terbakar. Nyeri biasanya berlokasi di blakang sternum, dibagian

    tengah atau dada kiri dan dapat menyebar keseluruh dada, tidak dapat ditunjuk dengan

    satu jari. Nyeri dapat menjalar ke tengkuk, rahang, bahu, punggung, lengan kiri atau

    kedua lengan. Lama nyeri > 20menit, tidak hilang setelah 5 menit istirahat atau

    pemberian nitrat.2

    Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina

    yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih

    lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal.

    Keluhan SKA dapat berupa rasa tidak enak atau nyeri di daerah epigastrium yang tidak

    dapat dijelaskan sebabnya dan dapat disertai gejala otonom sesak napas, mual sampai

    muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali

    tidak ada yang khas.2

    Pada tahun 1989, Braunswald menganjurkan dibuat kalsifikasi supaya ada

    keseragaman. Klasifikasi berdasarkan beratnya serangan angina dan keadaan klinik.2

    Beratnya angina2 :

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    18/43

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    19/43

    (ESC) dan ACC dianggap adanya mionekrosis bila troponin T atau I positif dalam 24

    jam. Troponin tetap positif sampai 2 minggu. Risiko kematian bertambah dengan tingkat

    kenaikan troponin. 2

    CKMB kurang spesifik karena juga ditemukan di otot skeletal, tapi berguna untuk

    diagnosis infark akut dan akan meningkat dalam beberapa jam dan kembali normal dalam

    48jam.2

    3.2. Diagnosis dan Gambaran Klinis Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST

    3.2.1. Evaluasi klinis

    Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala epigastrium dengan ciri

    khas seperti diperas, diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau

    tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI. Analisis

    berdasarkan gambaran klinis menunjukkan mereka memiliki gejala dengan onset baru

    angina berat / terakselerasi memiliki prognosis lebih baik berbanding dengan memiliki

    nyeri pada waktu istirahat. Gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop

    atau nyeri lengan, epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam kelompok yang

    lebih besar terutama pasien lebih dari 65 tahun.2

    3.2.2. Pemeriksaan Penunjang

    3.2.2.1.Elektrokardiogram

    Gambaran EKG, secara spesifik berupa deviasi segmen ST merupakan hal

    penting yang menentukan risiko pada pasien. Pada Thrombolysis in Myocardial Ischemia

    Trial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0.05mV merupakan

    predictor outcome yang buruk. Outocme yang buruk meningkat secara progresif dengan

    memberatnya depresi segmen ST dan baik depresi segmen ST maupun perubahan

    troponin T keduanya memberikan tambahan informasi prognosis pasien-pasien dengan

    NSTEMI.2

    3.2.2.2.Biomarker Kerusakan Miokard

    Troponin T atau troponin I merupakan petanda nekrosis miokard yang lebih

    disukai, karena lebih spesifik berbanding enzim jantung seperti CK dan CKMB. Pada

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    20/43

    pasien dengan IMA, peningkatan awal troponin pada darah perifer setelah 3-4jam dan

    dapat menetap sampai 3-4minggu.2

    3.2.3. Stratifikasi Risiko

    Penilaian klinis dan EKG merupakan pusat utama dalam pengenalan dan

    penilaian risiko NSTEMI. Jika ditemukan risiko tinggi, maka keadaan ini memerlukan

    terapi awal yang segera. Beberapa pendekatan untuk stratifikasi telah tersedia. 2

    3.2.3.1.Skor TIMI

    Skor risiko merupakan suatu metoda sederhana dan sesuai untuk stratifikasi

    risiko, dan angka faktor risiko bebas pada presentasi kemudian ditetapkan. Skor risiko ini

    berasal dari analisis pasien-pasien pada penelitian TIMI 11B dan telah divalidasi pada

    empat penelitian dan satu registry. Dengan meningkatnya skor risiko, telah terobservasi

    manfaat yang lebih besar secara progresif pada terapi dengan low molecular weight

    heparin (LMWH) versus unfractionated heparin (UFH), dengan platelet GP Iib/IIIa

    receptor blocker tirofiban versus palcebo, dan strategi nivasif versus konservatif.2

    Pada pasien untuk semua level skor risiko TIMI, penggunaan klopidogrel

    menunjukkan penurunan keluaran yang buruk relatif sama. Skor risiko juga efektif dalam

    memprediksi keluaran yang buruk pada pasien yang pulang.2

    Skor risiko TIMI untuk UA/NSTEMI

    Usia 65 tahun 3 faktor risiko PJK Stenosis sebelumnya 50% Deviasi ST

    2 kejadian angina 24 jam Aspirin dalam 7 hari terakhir

    Peningkatan petanda jantung

    Tabel 1: Skor risiko TIMI untuk UA/NSTEMI

    3.2.3.2.Penanda biologis (Biomarker) multipel untuk penilaian risiko

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    21/43

    Newby et.al mendemonstrasikan bahwa strategi bedside menggunakan mioglobin,

    creatinine kinase-MB dan troponin I memberikan stratifikasi risiko yang lebih akurat

    dibandingkan jika menggunakan petanda tunggal berbasis laboratorium. Sabatine et.al

    mempertimbangkan 3 faktor patofisiologi vyang terjadi pada UA/NSTEMI yaitu2:

    Ketidakstabilan plak dan nekrosis otot yang terjadi akibat mikroembolisasi

    Inflamasi vaskular

    Kerusakan ventrikel kiri

    Masing-masing dapat dinilai secara independen berdasarkan penilaian terhadap

    petanda-petanda seperti cardiac-specific troponin, C-reactive protein dan brain-natriuretic

    peptide, berturut-turut. Pada penelitian TACTICS-TIMI 18, di mana risiko relatif,

    mortalitas 30 hari pasien-pasien dengan marker 0,1,2, dan 3 semakin meningkat berkali

    lipat 1,2.1,5.7 dan 13 berturut-turut. Pendekatan ini dengan berbagai petanda

    laboratorium ini sebaiknya tidak digunakan sendiri-sendiri tapi harusnya dapat

    memperjelas penemuan klinis.2

    3.3. Diagnosis dan Gambaran Klinis Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST

    Diagnosis IMA dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan anamnesa nyeri dada

    yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST 2mm, minimal pada dua sadapanprekordial yang berdampingan atau 1mm pada dua sadapan ektremitas. Pmeriksaan

    enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis, namun

    keputusan memberikan terapi revaskularisasi tak perlu menunggu hasil pemeriksaan

    enzim, dalam mengingat tatalaksana IMA, prinsip utama penatalaksanaan adalah time is

    muscle.2

    3.3.1. Anamnesis

    Anamnesis yang cermat perlu dilakukan apakah nyeri dadanya berasal dari

    jantung atau diluar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang berasal dari jantung perlu

    dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis pula

    apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor resiko antara lain

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    22/43

    hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, merokok, stress serta riwayat sakit jantung

    koroner pada keluarga.2

    Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI,

    seperti aktivitas fisik berat, stress emosi atau penyakit medis atau bedah. Walaupun

    STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi

    hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.2

    Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA. Harus mampu

    mengenal nyeri dada angina dan mamapu membedakan dengan nyeri dada lainnya,

    karena gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien IMA.2

    Sifat nyeri dada angina sebagai berikut2 :

    Lokasi: substernal , retrosternal, dan prekordial.

    Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, sperti

    ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.

    Penjalaran ke: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,

    punggung interskapular, perut dan dapat juga ke lengan kanan.

    Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.

    Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan.

    Gejala yang menyertai: mual muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas dan

    lemas.

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    23/43

    Gambar 3 : Pola nyeri dada pada iskemia miokard

    Diagnosis banding nyeri dada STEMI antara lain perikarditis akut, emboli paru, diseksi

    aorta akut, kostokondritis dan gangguan gastrointestinal. Nyeri dada tidak selalu

    ditemukan pada STEMI. STEMI tanpa nyeri lebih sering dijumpai pada diabetes melitus

    dan usia lanjut.2

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    24/43

    Gambar 4: Diagnosis banding nyeri dada

    3.3.2. Pemeriksaan Fisik

    Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali

    ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30menit

    dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark

    anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/atau

    hipotensi) dan hampir setengah pasien infark posterior menunjukkan hiperaktivitas

    parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi).2

    Tanda fisik lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan

    intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat

    ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena

    disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai

    380C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI .2

    3.3.3. Elektrokardiogram

    Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri

    dada atau keluhan yang dicurigai STEMI dan harus dilakukan segera dalam 10 menit

    sejak kedatangan di UGD. Pemriksaan EKG menentukan keputusan terapi karena bukti

    kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang

    bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak

    diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat

    STEMI, EKG serial dengan interval 5-10menit atau pemantauan EKG 12 sadapan secara

    kontinu harus dilakukan unutk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST.

    Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi

    kemungkinan infark pada ventrikel kanan.2

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    25/43

    Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami

    evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosa infark miokard

    gelombang Q, sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika

    obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak

    kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST dan biasanya megalami UA atau

    NSTEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan

    gelombang Q disebut infark non Q. Sebelumnya istilah infark miokard transmural

    digunakan jika EKG menunjukkan gelombang Q atau menghilangnya gelombang R dan

    infark miokard nontransmural jika EKG hanya menunjukkan perubahan sementara

    segmen ST atau gelombang T. Namun tidak selalu ada korelasi gambaran patologis EKG

    dengan lokasi infark (mural atau transmural) sehingga terminologi IMA gelombang Q

    atau non Q menggantikan infark mural atau nontransmural.2

    Gambar 5 : EKG menunjukkan STEMI dengan evolusi patologik Q wave di lead Idan VL

    3.3.4. Laboratorium

    3.3.4.1.Petanda Kerusakan Jantung (Biomarkers)

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    26/43

    Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinine Kinase (CKMB) dan Cardiac

    Specific Troponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan

    sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal,

    karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan

    elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak

    tergantung pada pemeriksaan biomarker.2

    Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan adanya

    nekrosis jantung (infark miokard)2

    CKMB: menigkat setelah 3 jam bial ada infark miokard dan mencapai puncak

    dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. CKMB turut meningkat

    pada operasi jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik.

    cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila

    ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat

    dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.

    Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu2:

    Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-

    8 jam.

    Creatinine Kinase (CK) : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan

    mencapai punak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.

    Lactic Dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark

    miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.

    Biomarker Berat molekul

    (Da)

    Rentang waktu

    untuk

    meningkat

    Rerata waktu

    evaluasi

    puncak(nonreperfusi)

    Waktu kembali

    ke rentang

    normal

    Sering di praktek klinik

    CKMB

    cTnI

    86000

    23500

    3-12jam

    3-12jam

    24jam

    24jam

    48-72jam

    5-10hari

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    27/43

    cTnT 33000 3-12jam 12jam-2hari 5-14hari

    Myoglobin

    CKMB Tissue

    Isoform

    CKMM Tissue

    Isoform

    17800

    86000

    86000

    1-4jam

    2-6jam

    1-6jam

    6-7jam

    18jam

    12jam

    24hari

    tidak diketahui

    3jam

    Tabel 2. Biomarker Molekuler Untuk Evaluasi Pasien Infark Miokard dengan

    Elevasi ST

    Gambar 6 : Perubahan konsentrasi enzim plasma setelah infark miokard

    Komplikasi STEMI

    1. Disfungsi ventrikular

    Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami serial perubahan dalam bentuk, ukuran

    dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut

    remodelling ventricular dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    28/43

    klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark, ventrikel kiri

    mengalami dilatasi. Secara akut hasil ini berasal dari ekspansi infark. Selanjutnya terjadi

    pula pemanjangan segmen non infark, mengakibatan penipisan yang disproporsional dan

    elongasi zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi

    dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark dengan dilatasi pasca infark pada apeks

    ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering

    terjadi gagal jantung dengan prognosis yang buruk.2

    2. Gangguan hemodinamik

    Gagal pemompaan merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit karena

    STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal

    pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang

    tersering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada

    roentgen sering dijumpai kongesti paru.2

    3. Syok kardiogenik

    Hanya 10% pasien syok kardiogenik ditemukan saat masuk, sedangkan 90%

    ditemukan selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok

    kardiogenik mempunayi penyakit arteri koroner multivessel.2

    4. Infark ventrikel kanan

    Sekitar sepertiga pasien dengan infark posteroposterior menunjukkan sekurang-

    kurangnya nekrosis ventrikel kanan derajat ringan. Jarang pasien dengan infark terbatas

    primer pada ventrikel kanan. Infark ventrikel kanan secara klinis menyebabkan tanda

    gagal ventrikel kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda Kussmauls,

    hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi. Elevasi segmen ST pada sadapan EKG sisi

    kanan, terutama sadapan V4R sering dijumpai pada 24 jam pertama pasien infark

    ventrikel kanan. Terapi terdiri dari ekspansi volume untuk mempertahankan preload

    ventrikel kanan yang adekuat dan upaya untuk meningkatkan tampilan dengan reduksi

    takanan arteri pulmonalis.2

    5. Aritmia pasien pasca STEMI

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    29/43

    Insidens aritmia pasca infark lebih tinggi pada pasien segera setelah onset gejala.

    Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan sistem saraf autonom,

    gangguan elektrolit, iskemia dan penghambatan konduksi di zona iskemia miokard.2

    6. Ekstrasistol ventrikel

    Depolarisasi prematur ventrikel sporadik yang tidak sering terjadi pada hampir

    semua pasien STEMI dan tidak memerlukan terapi. Penyekat beta efektif dalam

    mencegah aktifitas ektopik ventrikel pada pasien STEMI dan pencegahan fibrilasi

    ventrikel, dan harus diberikan rutin kecuali terdapat kontraindikasi. Hipokalemia dan

    hipomagnesemia merupakan faktor risiko fibrilasi ventrikel pada pasien STEMI,

    konsentrasi kalium serum diupayan mencapai 4,5 mmol/liter dan magnesium 2

    mmol/liter.2

    7. Takikardi dan fibrilasi ventrikel.

    Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardidan fibrilasi ventrikular dapat terjadi

    tanpa tanda bahaya aritmia sebelumnya.2

    8. Komplikasi mekanik

    - Ruptur muskularpapilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventikel.2

    - Penatalaksaan : operasi.2

    Prognosis

    Terdapat beberapa sistem yang ada dalam menentukan pronosis pasien pasca

    IMA2:

    Klas Definisi Mortalitas (%)

    I Tidak ada tanda gagal jantung kongestif 6

    II + S3 dan / atau ronkhi basah 17

    III Edema paru 30-40

    IV Syok kardiogenik 60-80

    Tabel 4: Klasifikasi Killip pada IMA

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    30/43

    BAB IV

    PENATALAKSANAAN

    4.1. Angina Pektoris Tidak Stabil (unstable angina)

    4.1.1. Tindakan umum

    Pasien perlu perawatan rumah sakit, sebaiknya di unit intensif koroner, dan

    diistirahatkan (bed rest), diberi obat penenang dan oksigen. Pemberian morfin atau

    petidin perlu ada pada pasien yang masih merasakan sakit dada walaupun sudah

    mendapat nitrogliserin.2

    4.1.2. Terapi Medikamentosa

    4.1.2.1.Nitrat

    Nitrat dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer,

    dengan efek mengurangi preload dan afterload sehingga dapat mengurangi wall stress

    dan kebutuhan oksigen. Nitrat juga menambah oksigen suplai dengan vasodilatasi

    pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah kolateral. Yang ada di Indonesia

    terutama Isosorbit dinitrat, yang dapat diberikan secara intravena dengan dosis 1-

    4mg/jam. Bila keluhan sudah terkendali infus dapat diganti isosorbid dinitrat per oral. 2

    4.1.2.2.Penyekat Beta

    Beta-blocker menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek

    penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Meta-analisis dari 4700

    pasien dengan UA menunjukkan penyekat beta dapat menurunkan resiko infark sebesar

    13% (p

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    31/43

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    32/43

    Tiklopidin suatu derivat tienopiridin merupakan obat lini kedua dalam pengobatan

    UA bila pasien tidak tahan aspirin. Dalam pemberian tiklopidin harus diperhatikan efek

    samping granulositopenia, dimana insidennya 2,4%. Dengan adanya klopidogrel yang

    lebih aman pemakaian tiklopidin mulai ditinggal.2

    4.1.2.4.3. Klopidogrel

    Klopidogrel merupakan derivat tienopiridin, yang menghambat agregasi platelet.

    Klopidogrel juga terbukti dapat mengurangi strok, infark dan kematian kardiovaskular

    dan dianjurkan pada pasien yang tidak tahan aspirin. AHA menganjurkan pemberian

    klopidogrel bersama aspirin paling sedikit 1 bulan sampai 9 bulan. Dosis klopidogrel

    dimulai 300 mg per hari dan selanjutnya 75 mg per hari.2

    4.1.2.4.4. Glikoprotein IIb/IIIa

    Ikatan fibrinogen dengan reseptor GR Iib/IIIa pada platelet ialah ikatan terakhir

    pada proses agregasi platelet. Karena GPIIb/IIIa inhibitor menduduki reseptor tadi maka

    ikatan platelet dengan fibrinogen dapat dihalangi dan agregasi platelet tidak terjadi.3

    macam obat golongan ini yaitu: absiksimab, suatu antibodi monoklonal; eptifibatid, suatu

    siklik heptapeptid; dan tirofiban, suatu nonpeptid mimetik. Tirofiban dan eptifibatid harus

    diberikan bersama aspirin dan heparin pada pasien dengan iskemi terus-menerus atau

    pasien risiko tinggi dan pasien yang direncanakan untuk tindakan PCI. Abciximab

    disetujui untuk pasien dengan UA dan NSTEMI yang direncanakan untuk tindakan

    invasif di mana PCI direncanakan dalam 12 jam.2

    4.1.2.5.Obat antitrombin

    4.1.2.5.1. Unfractionated Heparin

    Heparin adalah suatu glikosaminoglikan yang terdiri dari pelbagai rantai

    polisakarida yang berbeda panjangnya dengan aktivitas antikoagualn yang berbeda-beda.

    Antitrombin III, bila terikat dengan heparin, akan bekerja menghambat trombin dan

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    33/43

    faktor Xa. Kelemahan heparin adalah efek terhadap trombus yang kaya trombosit dan

    heparin dapat dirusak oleh platelet faktor 4.2

    4.1.2.5.2. Low Molekuler Weight Heparin (LMWH)

    LMWH dibuat dengan melakukan depolimerisasi rantai polisakarida heparin.

    Kebanyakan mengandung sakarida kurang dari 18 jam dan hanya bekerja pada faktor Xa.

    LMWH di Indonesia adalah dalteparin, nadroparin dan enoksaparin.2

    Stratifikasi Risiko

    Pasien yang termasuk risiko rendah antara lain adalah2:

    - pasien yang tidak pernah memiliki angina sebelumnya, dan sudah tidak

    ada serangan

    - sebelumnya tidak memakai obat anti angina

    - ECG normal atau tak ada perubahan dari sebelumnya.

    - Enzim jantung tidak meningkat termaasuk troponin dan biasanya usia

    lebih muda.

    Pasien yang termasuk dalam risiko sedang adalah2:

    - Bila ada angina baru dan makin berat, didapatkan angina pada waktu

    istirahat

    - Laki-laki, usia >70 tahun, menderita diabetes melitus

    - Tidak ada perubahan ST segmen

    - Enzim jantung tidak meningkat.

    Pasien yang termasuk dalam risiko tinggi adalah2:

    - Angina berlansung lama atau angina pasca infark; sebelumnya mendapat

    terapi yang intensif

    - Ditemukan hipotensi, diaforesis, edema paru atau rales pada

    pemeriksaan fisik

    - Terdapat perubahan segmen ST yang baru

    - Didapatkan kenaikan troponin, keadaan hemodinamika tidak stabil.

    Bila manifestasi iskemia kembali secara spontan atau pada waktu pemeriksaan,

    maka pasien sebaiknya dilakukan angiografi. Bila pasien tetap stabil dan termasuk risiko

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    34/43

    rendah maka terapi medikamentosa sudah mencukupi. Hanya pasien dengan risiko tinggi

    yang membutuhkan tindakan invasif segera, dengan kemungkinan tindakan

    revaskularisasi.2

    4.2. Infark miokard akut tanpa elevasi ST

    Pasien NSTEMI harus istirahat di tempat tidur dengan pemantauan EKG untuk

    deviasi semen T dan irama jantung. Empat komponen utama terapi yang harus

    dipertimbangkan pada setiap pasien NSTEMI yaitu2:

    Terapi antiiskemia

    Terapi antiplatelet/antikoagulan

    Terapi invasif (kateterisasi dini/revaskularisasi)

    Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sesudah perawatan RS

    4.2.1. Terapi antiiskemia

    Terapi awal mencakup nitrat dan penyekat beta dapat diberikan untuk

    menghilangkan nitrogliserin sublingual dan dapat dilanjutkan dengan intravena dan

    penyekat beta oral antagonis kalsium nondihidropiridin diberikan pada pasien dengan

    iskemia refrakter atau yang tidak toleran dengan obat penyekat beta.2

    4.2.1.1.Nitrat

    Nitrat pertama kali diberikan sublingual atau spray bukal jika pasien mengalami

    nyeri dada iskemia. Jika nyeri menetap setelah diberikan nitat sublingual 3 kali dengan

    interval 5 menit, direkomendasi pemberian nitrogliserin intravena (mulai 5-10ug/menit). 2

    4.2.1.2.Penyekat Beta

    Penyekat beta oral diberikan dengan target frekuensi jantung 50-60kali/menit.

    Antagonis kalsium yang mengurangi frekuensi jantung seperti diltiazem dan verapamil

    pada pasien dengan nyeri dada persisten.2

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    35/43

    4.2.1.3.Terapi antitrombotik

    Oklusi trombus subtotal pada koroner mempunyai peran utama dalam patogenesis

    NSTEMI dan keduanya mulai dari agregasi platelet dan pembentukan thrombin-activated

    fibrin bertanggungjawab atas klot.2

    4.2.2. Terapi antiplatelet

    4.2.2.1.Aspirin

    Peran penting aspirin adalah menghambat siklooksigenase-1 yang telah

    dibuktikan dari penelitian klinis multipel dan beberapa meta-analisis, sehingga aspirin

    menjadi tulang punggung dalam penatalaksanaaan UN/NSTEMI. Sindrom resistensi

    aspirin muncul baru-baru ini. Sindrom ini dideskripsi dengan bervariasi sebagai

    kegagalan relatif untuk menghambat (inhibisi) agregasi platelet dan/atau kegagalan untuk

    memperpanjang waktu pendarahan, atau perkembangan kejadian klinis sepanjang terapi

    aspirin. Pasien-pasien dengan resisitensi aspirin mempunyai risiko tinggi terjadi rekuren.

    Walaupun penelitian prospektif secara acak belum pernah dilaporkan pada pasien-pasien

    ini, adalah logis untuk memberikan terapi klopidogrel, wlaaupun aspirin sebaiknya juga

    tidak dihentikan.2

    4.2.2.2.Klopidogrel

    Thienopyridine ini memblok reseptor adenosine diphosphate P2Y12 pada

    permukaan platelet dan dengan demikian menginhibisi aktivasi platelet. Penggunaanya

    pada UA/NSTEMI terutama berdasarkan penelitian Clopidogrel in Unstable Angina To

    Prevent Recurrent Ischemic Events (CURE) dan Clopidogrel for The reduction of Events

    During Observation (CREDO). Efek bermanfaat ditemukan unutk semua subkelompok,

    termasuk kelompok tanpa deviasi segmen ST dan kelompok yang memiliki skor risiko

    TIMI rendah. Namun, klopidogrel dikaitkan dengan peningkatan pendarahan mayor dan

    minor, sejalan dengan kecenderungan peningkatan pendarahan yang mengancam jiwa

    (life-threatening bleeding).2

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    36/43

    Berdasarkan hasil-hasil penelitian, maka klopidogrel direkomendasi sebagai obat

    lini pertama (first-line drug) pada UA/NSTEMI, kecuali mereka dengan risiko tinggi

    pendarahan dan pasien yang memerlukan CABG segera. Klopidogrel sebaiknya diberikan

    pada pasien UA/NSTEMI dengan kondisi2:

    Direncanakan untuk mendapat pendekatan non-invasif dini

    Diketahui memiliki kontraindikasi untuk operasi

    Kateterisasi ditunda/ditangguhkan selama > 24-36jam.

    4.2.3. Terapi antikoagulan

    4.2.3.1.UFH (Unfractionated heparin)

    Manfaat UFH jika ditambah aspirin telah dibuktikan dalam tujuh tahun penelitian

    acak dan kombinasi UFH dan aspirin telah digunakan dalam tatalaksana UA/NSTEMI

    untuk lebih dari 15 tahun. Namun demikian terdapat kerugian pada penggunaan UFH.

    Produksi antbodi antiheparin mungkin berhubungan dengan heparin-induced

    thrombositopenia. Ikatan ini menimbulkan efek antikoagulan yang tidak menentu,

    memerlukan monitor lebih sering terhadap activated partialthromboplastin time (aPTT),

    pengaturan dosis dan membutuhkan infus intravena kontinu. 2

    4.2.3.2.LMWH (Low Molecular Weight Heparin)

    Kerugian pada penggunaan UFH sebagian besar dapat diatasi dengan penggunaan

    LMWH. Pentingnya pemantauan efek antikoagulan tidak diperlukan dan kejadian

    trombositopenia yang diinduksi heparin berkurang. LMWH adalh inhibitor utama pada

    sirkulasi trombin dan juga faktor Xa sehingga obat ini mempengaruhi tidak hanya kinerja

    trombin dalam sirkulasi (efek anti factor IIa), tapi juga mengurangi pembentukan trombin

    (efek anti factor Xa).2

    4.2.4. Strategi invasif dini versus konservatif dini

    Trial klinis multipel membuktikan keuntungan dari strategi invasib yang dini pada

    pasien dengan risiko tinggi seperti pasien dengan faktor risiko multipel, deviasi segmen

    ST, dan/atau biomarker yang positif (Tabel kls I.). Pada strategi ini, arteriografi koroner

    dilakukan dalam 48jam setelah admisi, setelah diberikan terapi anti iskemik dan anti

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    37/43

    trombotik. Ini disusuli dengan revaskularisasi koroner (PCI atau CABG), tergantung

    anatomi koroner pasien.2

    Strategi ini adalah kos efektif buat pasien dengan risiko tinggi. Pada pasien

    dengan risiko rendah, hasil dari strategi invasif hampir sama dengan strategi konservatif

    dini, dimana pasien mendapat terapi anti iskemik dan anti trombotik diikuti dengan

    watchful waiting. Arteriografi hanya dilakukan jika terdapat nyeri dada pada waktu

    istirahat, perubahan pada ST segmen atau adanya bukti iskemia pada stress test.2

    Rekomendasi Kelas I Untuk Penggunaan Strategi Invasif Dini

    angina rekuren saat intirahat / aktivitas tingkat rendah walaupun mendapat

    terapi

    Peninggian troponin I atau T

    Depresi segmen ST baru

    Angina/iskemia rekuren baru dngan gejala gagal jantung kongestif, ronki.

    regurgitasi mitral

    Tes stress positif

    Fraksi ejeksi kurang dari 40%

    Penurunan tekanan darah

    Takikardia ventrikel sustained

    PCI < 6 bulan, CABG sebelumnya

    Tabel 3. Rekomendasi Klas I Untuk Penggunaan Strategi Invasif Dini

    4.2.5. Perawatan Untuk Pasien Risiko Rendah

    Tes stres noninvasif sebaiknya dilakukan pada pasien risiko rendah, dan pasienyang hasil tesnya menunjukkan gambaran risiko tingi sebaiknya segera menjalani

    arteriografi koroner dan berdasarkan temuan anatomi revaskularisasi dapat dilakukan.

    Arteriografi koroner dapat dipilih pada pasien-pasien dengan tes positif tapi tanpa temuan

    risiko tinggi.2

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    38/43

    4.2.6. Tatalaksana Predischarge dan Pencegahan Sekunder

    Tatalaksana terhadap faktor risiko antara lain mencapai berat badan yang optimal,

    nasihat diet, penghentian merokok, olahraga, pengontrolan hipertensi dan tatalaksana

    intensif diabetes melitus dan deteksi adanya diabetes yang tidak dikenali sebelumnya.2

    4.3. Infark Miokard Dengan Elevasi ST

    Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri

    dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian

    antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana

    komplikasi IMA. Pedoman (guideline) yang digunakan dalam tatalaksana IMA dengan

    elevasi ST adalah dari ACC/AHA 2004. Walaupun demikian perlu disesuaikan dengan

    kondisi sarana/fasilitas di tempat masing-masing senter dan kemampuan ahli yang ada

    (khususnya di bidang kardiologi intervensi).2

    4.3.1. Tatalaksana Pra Rumah Sakit

    Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi

    umum yaitu: aritmia danpump failure. Sebagian besar kematian di luar rumah sakit pada

    STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi

    dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama.

    Elemen utama tatalaksana pra hospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain 2:

    Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis

    Segera memanggil tim medis emergensi ytang dapat melakukan tindakan

    resusitasi.

    Transportasi pasien ke RS yang mempunyai fasilitas ICU serta staf medis dokter

    dan perawat yang terlatih.

    Melakukan terapi reperfusi.

    4.3.2. Tatalaksana di Ruang Emergensi

    Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup2:

    Mengurangi / menghilangkan nyeri dada

    Identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera,

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    39/43

    Triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di rumah sakit

    Menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI

    4.3.3. Tatalaksana Umum

    4.3.3.1.Oksigen

    Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    40/43

    dicapai dengan absorbsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325mg di ruangan

    EMG. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162mg.2

    Penyekat Beta

    Diberikan jika morfin tidak efekif. Regimen yang biasa diberikan adalah

    metoprolol 5mg setiap 1-5menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi

    jantung >60x/menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    41/43

    - tissue plasmibnogen Activator (tPA, alteplase)

    Keuntungannya menunjukkan penurunan mortalitas 30 hari

    sebesar 15% pada pasien yang mendapat tPA dibandingkan SK.

    Namun tPA harganya lebih mahal daripada SK dan resiko

    pendarahan intracranial lebih tinggi.

    - Reteplase ( Retavasemencakup memperbaiki spesifisitas fibrin dan

    resistensi tinggi terhadap plasminogen activator inhibitor (PAI-1)

    4.3.4. Terapi Farmakologis

    4.3.4.1.Antitrombotik

    Penggunaan terapi antiplatelet dan antitrombin selama fase awal STEMI

    berdasarkan bukti klinis dan laboratories bahwa trombosis mempunyai peran penting

    dalam patogenesis. Tujuan utama pengobatan adalah untuk memantapkan dan

    mempertahankan patensi arteri koroner yang terkait infark. Tujuan sekunder adalah

    menurunkan tedensi pasien menjadi trombosis. Aspirin merupakan antiplatelet standar

    pada STEMI.2

    Obat antitrombin standar yang digunakan dalam praktek klinis adalah

    unfractinated heparin. Pemberian UFH IV segera sebagai tambahan terapi regimen

    aspirin dan obat trombolitik spesifik fibrin relatif (tPA, rPA atau TNK) membantu

    trombolisis dan memantapkan dan mempertahankan patensi arteri yang terkait infark.2

    4.3.4.2.Penyekat beta

    Manfaat penyekat beta pada STEMI dapat dibagi menjadi : yang terjadi segera

    jika obat diberikan secara akut dan yang diberkan jangka panjang jika obat diberikan

    untuk pencegahan sekunder setelah infark. Pemberian secara iv membaiki kebutuhan

    suplai serta kebutuhan oksigen moikard, mengurangi nyeri, mengurangi luasnya infark,

    dan menurunkan risiko kejadian aritmia ventrikel yang khusus.2

    4.3.4.3.ACE inhibitor

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    42/43

    Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan manfaat terhadap

    mortalitas bertambah dengan penambahan aspirin dan penyekat beta. Inhibitor ACE

    harus diberikan dalam 24 jam pertama pada pasien STEMI. Pemberian inhibitor ACE

    harus dilanjutkan tanpa batas pada pasien dengan bukti klinis gagal jantung, pada pasien

    dengan imaging menunjukkan penurunan fungsi ventrikel kiri secara global atau terdapat

    abnormalitas gerakan dinding global atau pasien hipertensif.2

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Brashers L. Valentina. Chapter 30 : Alterations of Cardiovaskular Function in

    Pathofisiology the Biologic basis for disease in Adults and Children 5 th

    edition. McCance L. Kathryn, Huether E. Sue,. 2006. Philadelphia: Elsevier

    Mosby

    2. Hanafi B. Trisnohadi, Idrus Alwi, S. Harun. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

    Jilid III. 2006. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

    3. Antman Elliot M., Braunwald Eugene. Chapter 227: Unstable Angina and non-

    ST-Elevation Myocardial Infarction in Harrisons Principles of Internal

    Medicine 16th edition. Braunwald, Fauci,Hauser, Jameson, Longo, Kasper.

    2005. USA: McGraw Hill

    4. Kumar

    5. Rilantono, Lily Ismudiati, dkk. Buku Ajar Kardiologi. 2004. Jakarta: Balai

    Penerbit FKUI

  • 7/29/2019 CSS - Sindroma Koroner Akut

    43/43

    6. Shen, Demin. Penyakit Jantung Koroner. 1997. Bandung : Rumah Sakit Rajawali

    7. Price, Silvia A. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, edisi 4.

    1995. Jakarta: EGC