cth

Embed Size (px)

DESCRIPTION

yukmareeeee

Citation preview

BAB I

PENDAHULUANDermoid pada hidung, glioma, dan encephalocele adalah lesi kongenital yang terdapat pada garis tengah hidung yang mana berasal dari sistem embryopathogenesis yang sama. Lesi ini terdiri dari berbagai derajat yang bervariasi, dan merupakan bagian dari abnormalitas struktur yang kompleks yang dapat melibatkan kelainan kranial. Meskipun jarang, mereka perlu diperhatikan karena dapat menimbulkan masalah klinis dan kelainan pada struktur perkembangan yang menarik. Anomali ini sangat signifikan karena potensi hubungan mereka dengan sistem saraf pusat (SSP). Semua encephalocele, dermoid, dan glioma berkomunikasi dengan SSP. Akibatnya, tidak ada massa atau polip hidung nasal bawaan pada anak usia dini yang harus dimanipulasi dengan cara apapun sampai hubungan pada intracranial sistem dapat dikesampingkan. Computed tomography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah diagnostik pilihan, dan konsultasi bedah saraf dapat dipertimbangkan dalam semua kasus. Pengobatan utama adalah pembedahan. eksposur yang memadai dan hasil kosmetik merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih pendekatan terapi, dan teknik bedah mikro dapat membantu. Dermoid harus benar-benar disingkirkan dengan cara dieksisi sehingga dapat mencegah kekambuhannya.

Tabel 78,1 merangkum diagnosis, pengobatan, dan komplikasi dari hidung anomali bawaan.

BAB II

KELAINAN KONGENITAL PADA HIDUNG

Embriologi Sangat tidak mungkin untuk menjelaskan suatu sifat, lokasi, atau komplikasi potensial yang berhubungan dengan kelainan bawaan tanpa mengetahui dan mengkaji sebelumnya perkembangan normal dari basis kranial anterior. Dalam perkembangannya terdapat dua proses penting:

1. Pembentukan tabung neural dari ektoderm dan

2. Migrasi sel pial neural ke mesenchyma untuk membentuk dasar tengkorak dan struktur wajah.

Pada minggu ketiga kehamilan, saraf alur garis tengah tumbuh dan berkembang pada sisi permukaan dorsal embrio. Struktur ectoderm ini menebal dan memperdalam, kemudian pada akhirnya membentuk neural tube, penyatuan ini dilakukan pada minggu keempat dan pada akhirnya akan membentuk sistem saraf. Penutupan tabung saraf dimulai pada pertengahan bagian embrio dan berkembang baik bersamaan pada bagian anterior dan posterior, meninggalkan neuropore pada bagian akhirnya. Neuropore anterior diyakini terletak di lokasi tempat tersembunyinya optik dari sphenoid; daerah tersebut terletak di bagian proksimal neuropore yang membentuk struktur frontal, hidung, dan ethmoidal. Bersamaan, sel pial neural di bagian lateral dari neural tube mulai bermigrasi antara yang tube dan ektoderm ke dalam permukaan mesenchym yang pada akirnya berkembang menjadi tulang dan tulang rawan. Daerah neuropore anterior adalah suatu daerah tanpa sel pial neural, yang mana untuk mencapai daerah ini adalah dengan melakukan migrasi dari tabung saraf yang lebih posterior dan lateral dari embrio. Wilayah neuropore anterior sangat rentan terhadap kesalahan pembangunan, daerah ini merupakan yang paling distal dari tabung neural dan juga merupakan titik paling distal bagi migrasi sel krista neural. Mesenchym adalah bagian untuk tumbuh dan berkembangnya tempurung kepala dan wajah, disusun oleh sel-sel yang berasal krista neural, namun faktor-faktor yang mengatur proses perkembangan penting dari migrasi sel-sel ini kurang dipahami. Sebagian besar penelitian yang telah dilakukan pada embrio unggas atau amfibi, hanya mampu menghasilkan sedikit hasil dari sistem yang terdapat pada mamalia. Walaupun masih harus belajar tentang faktor selular dan kimia yang kompleks yang dapat mengendalikan perkembangan embrio, jelas bahwa bagian tertentu dari matriks ekstraselular dan sel sendiri dapat memegang peranan penting. Penelitian dengan embrio anak ayam telah menunjukkan bahwa perubahan dalam sifat adhesi sel sel pial neural dapat mengubah migrasi dan protein dalam matriks ekstraseluler mungkin memiliki peran permisif atau induktif dalam migrasi

Apa pun prosesnya, sekali sel saraf dapat mencapai tujuan mereka, mesenchym akan mulai mengatur dan mengkondensasinya menjadi elemen-elemen mesodermal di berbagai pusat, yang kemudian berfusi dengan satu sama lainnya. Sebelum penutupan, terdapat ruang potensial antara pembentukan tulang dan tulang rawan di daerah yang baik. Ruang antara tulang frontal dan hidung disebut nasofrontalis fonticulus, dan ruang antara tulang hidung dan kapsul hidung (yang akan membentuk tulang rawan hidung dan septum dan terus menjadi labirin ethmoidal) dikenal sebagai ruang bunyi hambat pranasal. Ruang antara tulang frontal dan ethmoid disebut foramen sekum dan berlanjut dengan ruang pranasal (Gbr. 78,1). Semua telah didirikan untuk membuat jaringan fibrosa (2) . Ruang ini biasanya beroblitarasi selama perkembangan janin. Harus jelas bahwa pada tahap awal perkembangan terdapat hubungan yang erat antara neuroectoderm dan permukaan ektoderm sebelum mesenchym menebal dan berkembang menjadi struktur yang memisahkan lapisan ini. Hal ini terjadi, terutama pada saat timbulnya jarak pada pembentukan tulang.

GAMBAR 78,1. J: anatomi janin normal. 1 tulang rawan, frontal, 2, nasofrontalis fonticulus, 3, tulang hidung, 4, tulang hidung, 5, ruang bunyi hambat pranasal; 6, kapsul hidung; 7, dura. B: Normal penutupan fonticulus, foramen sekum, dan ruang bunyi hambat pranasal. C: Paten foramen sekum dengan fistula ke punggung hidung melalui ruang bunyi hambat pranasal. D: fonticulus Paten dan saluran sinus ke kulit glabellar.

I. Nasal dermoid

Istilah Dermoid pada hidung digunakan untuk menggambarkan berbagai anomali pada hidung. Berasal dari epitel yang terdapat pada bagian punggung hidung yang membentang dari kulit punggung hidung melalui septum ke dura dan sangat jarang sampai ke ventrikel otak. Pelebaran yang bervariasi pada berbagai saluran disebut kista dermoid, namun patologi dasarnya adalah saluran yang melebar pada kulit. Histologis kista ini dapat berisi epitel dan organ kulit lainnya seperti rambut, akar rambut, dan kelenjar keringat dan sebaceous. Keragaman komposisi ini merupakan tolak ukur yang dapat membedakan kista dermoid inklusi epidermis simpleks. Beberapa massa dermoid dapat terlihat didalam hidung, septum, atau rongga intrakranial tanpa saluran sinus. Embriologi Hal ini secara luas disepakati bahwa dermoid adalah kelainan bawaan. Banyak teori telah dikemukakan untuk menjelaskan proses terjadinya dan lokasinya. Teori paling sederhana menunjukkan bahwa dermoid adalah sekelompok epitel yang terjebak pada saat proses fusi ectodermal (3). Teori ini akan menjelaskan beberapa jenis dermoid sederhana yang dapat terjadi walaupun tidak berhubungan dengan adanya saluran. Teori lain mengemukakan bahwa lapisan tengah septum hidung yang terdapat pada janin merupakan perpanjangan dari dura dan struktur ectodermal. Pada umumnya lapisan ini akan beroblitarasi dan menyatu sebagai septum dan pada akirnya mengalami proses penulangan. Kegagalan pada ektoderm dalam septum akan menghasilkan saluran sinus atau kista yang nantinya terhubung ke dura atau ventrikel otak.Teori yang paling banyak diterima adalah yang berfokus pada ruang pranasal dan fonticulus dan kedekatan dari neuroectoderm pada proses awal pembentukan kulit (2,3,5). Jika terdapat tambahan pada kulit jaringan fibrosa kapsul hidung di ruang pranasal atau di fonticulus, unsur epidermis dapat ditarik di bawah tulang dan menjadi berkembang membentuk sebuah saluran. Jika lampiran ke dura ada di daerah yang sama, saluran bisa mengembang antara kulit hidung dan dura yang melewati ruang pranasal ke foramen sekum atau melalui fonticulus. Tulang kemudian menjadi padat di sekitar saluran (Gambar 78.2C dan Gambar 78.2D).. Kista dapat berkembang pada setiap lokasi sepanjang saluran tersebut, termasuk intracranial.

GAMBAR 78,2. Pit di punggung hidung. Anak ini memiliki riwayat berulang drainase. Mungkin tidak ada teori tunggal yang dapat menjelaskan semua kasus dermoid. Sebaliknya, lebih mungkin bahwa terdapat penjelasan tertentu dari berbagai teori-teori mengenai lesi dermal yang berbeda - beda.

Presentasi Klinis

Kista dermoid dan sinus umumnya terjadi pada garis tengah hidung. Mereka bisa tampak sebagai sebuah lubang (Gambar 78,2), sebuah saluran fistulous, atau massa yang bisa terdapat didaerah mana saja, mulai dari ujung hidung sampai ke glabella. Histologis, dermoid khas juga ditemukan dalam alur nasomaxillary dan ujung hidung namun biasanya tidak memiliki saluran sinus dan memiliki signifikansi klinis yang berbeda. Dermoid biasanya jarang, dan biasanya tidak terdapat hubungan dengan kelainan bawaan. Meskipun adanya laporan dapat terjadi sporadis dalam keluarga, dermoid umumnya tidak dianggap sebagai suatu herediter (6,7). Rambut atau bahan sebaceous mungkin menonjol dari pit, dan pasien dapat ditemukan dengan riwayat drainase yang berulang (Gbr. 78,3), infeksi, dan mungkin bahkan meningitis. Dermoid yang terletak pada septum dapat dijumpai dengan pembengkakan internal yang ada dalam septum atau tepat di septum hidung.

GAMBAR 78,3. Kista dermoid sinus yang terinfeksi.

Lokasi dan penampilan dari lesi hidung tidak memberi petunjuk pada kedalaman penetrasi dari saluran sinus yang terkait. Meskipun dermoid paling sering berakir dalam sebuah saluran subkutan tunggal, namun ini memungkinkan dapat terjadi pada beberapa saluran lainnya. Selain itu, keterlibatan yang lebih jauh, dapat terjadi sampai dengan 45% dari pasien, dan penyuluhan intracranial telah dicatat dalam 25% sampai 30% kasus (2,8,9). Jika tidak ada saluran yang mendalam, penetrasi akan berlanjut sampai ke hidung di daerah pertemuan antara tulang hidung dan kartilago lateral atas. Saluran tersebut kemudian terbungkus dalam septum dan dapat berlanjut sampai kelapisan cribiform yang kemudian akan memasuki dasar tengkorak di foramen sekum yang hanya di bagian anterior crista galli. Saluran tersebut dapat berpotensi melebar, jika saluran tersebut memiliki potensinya. Beberapa dermoid memiliki saluran yang dapat menembus tengkorak antara tulang frontal dan hidung, dan beberapa mungkin dapat menggabungkan kedua jalur tersebut. Hal ini diyakini bahwa karena unsur ectodermal menumpuk, kista dermoid berkembang seiring dengan waktu. Ketika suatu massa nasal terkait dengan fistula kulit diteliti,

diagnosis dermoid dapat menjadi jelas. Namun, diagnosis diferensial pada pasien dengan massa yang terdapat pada hidung atau septum adalah hemangioma, kista epidermoid, glioma, atau encephalocele.

Evaluasi Radiologi memiliki peranan penting dalam mempelajari tingkat lesi dan yang paling penting dalam menilai kemungkinan keterlibatan intrakranial sebelum pengobatan dilakukan. CT dan MRI adalah pencitraan pilihan yang dapat menghasilkan informasi yang berbeda. CT digunakan untuk melukiskan anatomi tulang dari dasar tengkorak. Temuan pada CT dapat memperlihatkan adanya keterlibatan, namun, ekstrakranial oleh dermoid tersebut meliputi pembengkakan fusiform atau bifidity dari tulang yang ada pada septum hidung, pelebaran kubah hidung, atau erosi glabellar. Sebuah paten foramen sekum dan crista galli bifida menyarankan keterlibatan intracranial, pada beberapa kasus, massa fosa anterior dapat ditemukan di daerah anterior crista galli. Temuan radiografi belum dapat dipastikan sepenuhnya sebagai diagnostik, karena cacat dari crista galli dan patensi dari foramen sekum mungkin hadir tanpa komponen intrakranial dari dermoid tersebut. Dengan temuan seperti di daerah crista galli, dapat menimbulkan adanya kemungkinan yang berhubungan dengan massa intracranial.Menginterpretasikan temuan radiografi pada anak-anak sangat sulit karena septum nasal hidung yang menebal dan kubah yang meluas adalah gambaran yang normal. MRI semakin banyak digunakan untuk mendapatkan hasil yang sangat baik pada gambar massa jaringan lunak. Selain itu, dapat juga untuk visualisasi dari seluruh kista dan saluran pada bidang sagital langsung. Salah satu atau kedua teknik pencitraan tersebut diperlukan sebelum perawatan dermoid dilakukan.

Pengobatan Dermoid mungkin akan menjadi rumit dikarenakan oleh infeksi lokal yang berulang atau bahkan meningitis. Juga, deformitas kosmetik mungkin progresif akibat kista meluas. Sementara pengobatan dapat dilakukan dengan insisi dan drainase, tetapi ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Seluruh saluran harus dipotong dengan cermat untuk mencegah terulangnya kista dermoid. Dokter bedah harus ingat bahwa hampir setengah dari lesi ini dapat menembus ke dalam tulang hidung dan terhubung ke dura; pendekatan bedah harus direncanakan. Bartlett et al dan Posnick et al mengamati bahwa keterlibatan intrakranial tidak terjadi jika massa tersebut berada di atas sutura nasofrontal. Pada penderita yang memiliki kecurigaan tinggi adanya ekstensi intrakranial (yakni, temuan radiologis sugestif atau riwayat meningitis), pendekatan kraniofasial harus direncanakan. Saluran yang melewati foramen sekum untuk dapat masuk ke intracranial sehinnga dapat menuju ruang potensial antara lapisan dari cerebri falx yang selanjutnya menuju ke anterior crista galli. Jika ada massa di daerah ini, sebagian besar penulis percaya bahwa craniotomy harus dilakukan

pertama, eksisi dilakukan pada bagian ekstrakranial. Kebanyakan dermoid tidak memiliki hubungan intrakranial dan aman mendekati eksternal. Kami percaya bahwa sayatan vertikal di garis tengah punggung hidung adalah pendekatan yang paling efisien untuk dermoid ekstrakranial. Dapat memberikan hasil kosmetik yang baik, dan insisi affords eksposur yang sangat baik dapat menghilangkan lesi yang dalam untuk memperpanjang tulang hidung. Medial osteotomy dan outfracturing tulang hidung pada kasus ini mungkin perlu dan mudah dilakukan dan diperbaiki melalui sayatan vertikal. Suatu pendekatan operasi hidung eksternal, yang dapat diperpanjang dengan sayatan paraoral, telah ditawarkan sebagai pendekatan alternatif untuk dermoid, namun hasil kosmetik yang sangat baik harus ditimbang terhadap eksposur terbatas menawarkan pendekatan ini. Pendekatan flap bicoronal mungkin juga berguna untuk dermoid pada akar hidung. Dalam semua kasus, lubang hidung dipotong dengan ellips kulit dalam kontinuitas dengan saluran sinus. Teknik bedah mikro, termasuk penggunaan latihan otologic berkecepatan tinggi, sangat membantu pembedahan akurat dalam saluran sinus. Selain itu visualisasi dengan mikroskop binokuler sangat diperlukan pada pembedahan tertentu. Jika sudah ditemukan saluran untuk memperluas dasar tengkorak, dokter bedah harus menentukan apakah itu adalah sebuah band fibrosa sederhana yang dapat dengan aman diamputasi tanpa risiko kekambuhan atau cerebrospinal fluid (CSF) kebocoran atau apakah itu suatu tangkai epitel berlapis. Ini bisa dicapai dengan tangkai bagian beku pada saat operasi. Adanya epitel dalam tangkai di dasar tengkorak merupakan jaminan untuk pendekatan intracranial yang lengkap dan aman bagi seluruh saluran. Kecacatan kosmetik yang disebabkan baik oleh kista itu sendiri atau karena metode penghapusan kista tersebut, setiap upaya untuk mengganti dan akurat menyetel kembali tulang hidung dibuat. Jika rekonstruksi sekunder diperlukan, harus ditunda sampai pertumbuhan hidung selesai. Para pasien dan orang tua mereka harus diberi konseling tentang bekas luka, deformitas hidung, dan dan hal-hal yang dibutuhkan untuk bedah rekonstruksi. Waktu operasi ini tidak begitu penting kecuali dalam kasus-kasus yang jarang terjadi dan adanya komplikasi yang disebabkan oleh meningitis. Karena kista cenderung dapat meluas seiring dengan waktu maka dapat menyebabkan deformitas yang progresif, pembedahan dalam 2 atau 3 tahun pertama kehidupan direkomendasikan. Dermoid berkaitan dengan massa intrakranial yang mengkhawatirkan, dan penanganan yang paling baik adalah dilakukan pada waktu yang lebih awal.

2. GLIOMA DAN ENCEPHALOCELE Glioma dan encephalocele dianggap bersama-sama karena memiliki penampilan yang sama secara klinis , histologi, dan embriogenesis. Glioma adalah unencapsulated sel glial yang terdapat dalam matriks jaringan ikat yang dapat sampai ke lapisan dura. Mereka jelas kongenital dan tidak neoplastik. Encephalocele adalah herniasi dari meninges dengan atau tanpa jaringan otak melalui dasar tengkorak dan dapat berhubungan dengan CSF yang terdapat pada ruang subarachnoid. Embriologi Berbagai teori telah diusulkan untuk menjelaskan glioma. Beberapa percaya bahwa mereka adalah jaringan glial asing yang berasal dari penciuman yang dipatahkan akibat berfusinya dan mengerasnya lempeng cribiform. Teori ini juga menyebutkan bahwa glioma adalah hasil dari evolusi yang salah, kemudian berkembang menjadi jaringan saraf pada lokasi ektopik (Gbr. 78,4). Kemungkinan besar, glioma dan encephalocele yang perkembangannya terkait, dengan glioma mewakili encephalocele (Gambar 78,4). Spekulasi ini didukung oleh fakta bahwa beberapa glioma menyimpan lampiran berserat ke SSP. Mereka juga telah dilaporkan di daerah extranasal seperti lintasan, langit-langit, dan nasofaring, semua lokasi yang terkenal untuk encephalocele.

GAMBAR 78,4. A: Normal anatomi. 1 tulang rawan, frontal, 2, nasofrontalis fonticulus, 3, tulang hidung, 4, tulang hidung, 5, ruang bunyi hambat pranasal; 6, kapsul hidung; 7, dura. B: herniasi dura dan jaringan glial (encephalocele) melalui fonticulus. C: Penutupan tulang untuk membentuk glioma. D: glioma Intranasal dengan koneksi ke sistem saraf pusat.

Ada dua teori utama pembentukan encephalocele. Yang pertama mengusulkan pemisahan tidak lengkap dari neural tube ditutup dari permukaan ektoderm, sehingga penghalang mekanik untuk migrasi sel puncak neural dan kurangnya resultan pembentukan tulang di daerah tersebut. Ini tidak terjadi pada neuropore tapi hanya terjadi disepanjang garis penutupan tabung saraf (misalnya, sumbu dorsal). Teori kedua tempat penekanan lebih besar pada kegagalan keterlambatan migrasi sel pial neural untuk tujuan normal. Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya, sel pial neural harus bermigrasi ke daerah kranial anterior, dan garis tengah merupakan titik terjauh dari migrasi ini. Meskipun sifat gangguan utama dalam migrasi tidak diketahui, itu adalah spekulasi bahwa kegagalan migrasi akan mengakibatkan wilayah mesenchyma tanpa sel krista neural yang diperlukan untuk pembentukan tulang normal, menyebabkan cacat dalam tempurung kepala. Secara teoritis, jika migrasi tertunda, pembentukan tulang normal selanjutnya bisa mengamputasi jaringan saraf dan pembentukan gliomas.

Presentasi Klinis

Glioma adalah suatu massa yang biasanya timbul di awal kehidupan tetapi dapat juga timbul pada usia dewasa. Mereka dapat bermanifestasi sebagai extranasal massa, massa intranasal, atau keduanya. Tidak seperti dermoid, mereka tidak secara rutin terjadi pada garis tengah, dan tidak menyambung ke saluran sinus yang bermuara ke kulit. Kulit di atasnya mungkin terdapat seperti massa, dan dapat melekat pada massa tersebut .Mereka adalah massa noncompressible yang tidak berkembang dengan keras dan tidak bertransiluminasi. Eksternal glioma hidung adalah yang paling umum (60%). Mereka biasanya ditemukan di glabella tetapi dapat hadir sebagai massa lateral hidung. Tiga puluh persen dari glioma hadir sebagai intranasal massa sepihak yang mungkin prolaps dari nares, dan sisanya 10% eksternal dan menggabungkan komponen intranasal. glioma Intranasal melekat pada turbinate menengah atau lebih tinggi di lateral hidung dan dapat bersamaan dengan polip. Intranasal gabungan dan lesi extranasal adalah berbentuk halter, dengan bagian yang menghubungkan dan melewati persimpangan tulang rawan lateral atas dan tulang hidung. Secara keseluruhan, 15% dari glioma terhubung dengan dura (15,19). Meskipun ini jarang terlihat pada lesi extranasal, hampir sepertiga dari mereka yang memiliki komponen intranasal. Beberapa bagian ini berhubungan dengan CSF yang mengandung ruang subarachnoid. Ada laporan bahwa CSF mengeluarkan glioma tanpa sambungan yang jelas ke SSP, tetapi dalam keadaan demikian kita dapat membuat evaluasi diagnostik. Ketika terdapat hubungan, maka dapat terjadi baik melalui foramen sekum atau antara tulang frontal dan hidung. Dengan demikian, glioma dapat hadir dengan rhinorrhea CSF atau meningitis. Baik dengan faktor keluarga atau sebuah hubungan kelainan bawaan lain telah ditunjukkan pada glioma hidung Glioma harus dibedakan dari encephalocele karena pengobatan dan prognosis sangatlah berbeda. Encephalocele adalah kelainan yang lebih serius yang terdiri dari jaringan prolaps melalui cacat dalam tempurung kepala dan dalam kontinuitas dengan SSP. Mereka mungkin harus diklasifikasikan menurut isi kantung hernia: Meningocele mengandung meninges, dan encephalocele mengandung meninges dan jaringan glial. Dengan konvensi, bagaimanapun, semua disebut sebagai encephalocele. Mereka juga sering diklasifikasikan berdasarkan lokasi lesi yang berada di dasar tengkorak, sehingga, mereka bisa berlokasi di oksipital, sincipital, atau basal. Variasi oksipital dapat berlokasi di atas tengkuk dan berada di luar cakupan diskusi ini. Varietas sincipital atau basal terjadi di dalam atau di dekat hidung. Encephalocele Sincipital juga dikenal sebagai encephalocele frontoethmoidal karena selalu terdapat cacat dasar tengkorak antara tulang frontal dan ethmoid di foramen sekum, yang terletak tepat di sebelah anterior cribiform plate. Encephalocele Sincipital dapat dibagi lagi menjadi :

1. Nasofrontal (Gbr. 78.5B): kantung ini akan langsung melewati bagian depan menuju antara tulang frontal dan hidung. Tulang hidung yang normal, tetapi dapat turun ke bagian bawah. Dinding medial orbit dapat pindah kelateral oleh karena massa. Lesi ini berlokasi di glabella.

2. Nasoethmoidal (Gbr. 78.5C): Setelah meninggalkan kranium melalui foramen sekum, kantung menuju ke bagian bawah. Di bawah tulang hidung dan di atas lateral kartilago atas terlihat sebagai massa pada hidung lateral. Tulang frontal dan hidung dan proses frontal dari rahang adalah normal dan bentuk atapnya saja yang cacat. Lantai yang cacat adalah tulang rawan septum nasal atas yang terdistorsi oleh massa.

GAMBAR 78,5. A: Normal anatomi. B: encephalocele Nasofrontal, dengan cacat yang kurus di atas tulang hidung. C: Nasoethmoidal encephalocele, dengan cacat tulang di bawah tulang hidung. E, tulang ethmoid; M, rahang; N, tulang hidung, NC, tulang rawan hidung.

3. Nasoorbital: Melalui lesi dasar tengkorak yang sama, kantung meluas di bawah tulang frontal dan hidung kemudian menonjol melalui lesi di dinding medial orbit. Ada empat jenis encephaloceles basal :

Transethmoidal: kantung hernia tersebut melewati lesi yang berada pada cribiform plate sampai ke meatus superior dan medial, kemudian meluas ke tengah turbinate.

Sphenoethmoidal: sac membentang melalui lesi cranial antara sel ethmoidal posterior dan sphenoid untuk berada di nasofaring .

Transsphenoidal: kantung ini menjorok melalui kanal craniopharyngeal paten untuk berada dalam nasofaring tersebut.

Sphenomaxillary: encephalocele herniates melewati fisura orbital superior dan kemudian melewati fisura orbital inferior untuk berada dalam fosa sphenomaxillary. Encephalocele oksipital yang paling umum (75%), diikuti oleh kelompok sincipital (15%), dimana varian nasofrontal adalah yang paling umum (21%). jenis basal jarang, dengan tipe transethmoidal yang paling umum dari grup ini (20%). Kebanyakan sincipital encephaloceles hadir sebagai massa kompresibel lembut diatas glabella. Biasanya, mereka digambarkan sebagai massa yang berdenyut, dan mereka dapat menjadi meluas dengan menangis atau mengedan atau dengan kompresi dari vena jugularis (Furstenberg test). Tidak ada bentuk yang dapat hadir, bagaimanapun, dan mereka mungkin muncul hanya sebagai suatu massa. Ada laporan dari bekas luka ini bawaan dari massa. Jenis basal biasanya menunjukkan sedikit bukti eksternal dari kehadiran mereka, kecuali mungkin adanya pelebaran akar hidung dan hypertelorism. Ini biasanya timbul dengan gejala yang berhubungan dengan sumbatan hidung (3 pasien). Encephalocele Intranasal mungkin mirip polip tetapi, tidak seperti polip, terletak medial ke tengah turbinate dan sangat erat dengan septum hidung daripada hidung lateral. Hal ini berbeda dengan glioma, yang sering pada daerah lateral. Bentuk-bentuk ini juga ditunjang dengan fakta bahwa polip sangat jarang pada anak-anak, akan membantu mencegah terjadinya ketidakpastian. Encephalocele Intranasal mungkin atau mungkin tidak kompresif. Mereka juga dapat tampak sebagai massa nasofaring dan dapat keliru dengan jaringan adenoide. Meskipun tampaknya tidak menjadi insiden keluarga untuk encephaloceles, ini dihubungkan dengan kelainan bawaan yang signifikan dalam 30% sampai 40% kasus. Telah diamati bahwa encephalocele yang ditularkan melalui tulang sphenoid memiliki insiden tertinggi anomali serius. Anomali ini dapat mengenai berbagai tingkat hidrosefalus, kelainan otak, kelainan optik, dan median fitur wajah sumbing. Tergantung pada jumlah dan lokasi hernia jaringan otak dan juga pada kelainan yang terkait, prognosis dapat berkisar dari yang sangat baik sampai buruk.

Evaluasi Setiap anak dengan massa nasal eksternal atau internal akan membutuhkan evaluasi radiologi yang sangat hati-hati. Tidak semua massa hidung dapat dianggap sebagai polip sederhana. Karena risikonya dapat menyebabkan meningitis. Aspirasi atau biopsi dari massa merupakan kontraindikasinya. CT dan MRI adalah terapi pilihan. Pasien dengan glioma biasanya tidak memiliki bukti dehiscence tulang tempurung kepala. Massa seperti dehiscence dianggap sebagai suatu encephalocele. Temuan lain yang terkait dengan beberapa encephalocele adalah posisi rendah dari atap ethmoid relatif ke orbit. CT merupakan pilihan terbaik untuk mendeteksi kelainan tulang, tetapi MRI unggul secara akurat untuk menunjukkan massa jaringan lunak ke SSP.

Pengobatan Lesi yang memiliki potensi yang berhubungan dengan otak harus ditangani bersama oleh Dokter Ahli THT dan ahli bedah saraf. Glioma harus benar-benar diambil bila memungkinkan untuk meminimalkan kemungkinan deformitas kosmetik dan risiko meningitis. Encephalocele berkembang seiring dengan waktu, dan ini telah terbukti menyebabkan hidrosefalus yang dapat menyebabkan peningkatan herniasi jaringan otak ke dalam kantung dan deformitas kosmetik progresif. Selain itu, risiko meningitis tetap ada. Semua faktor diterapi secara cepat. Glioma Extranasal dapat ditangani melalui insisi standar eksternal, tergantung pada lokasi massa. Gabungan atau lesi massa intranasal dapat ditangani melalui rhinotomy lateral. Teknik bedah mikro dapat berguna. Angka kekambuhan dari glioma pada kulit di atasnya telah banyak dilaporkan, dan sebaiknya kulit di atasnya harus diambil sebesar yang ada hubungannya dengan glioma itu sendiri. Jika tangkai meluas ke dasar tengkorak, dokter bedah harus menentukan apakah itu hanya sebuah band fibrosa atau ada keterlibatan dari jaringan saraf. Jika jaringan glial teridentifikasi dalam satu tangkai di dasar tengkorak, massa harus ditangani seperti encephalocele yang telah dijelaskan sebelumnya. Manajemen encephalocele dan glioma diduga memiliki hubungan intrakranial terutama bedah saraf, dengan eksisi komponen ekstrakranial dilakukan setelahnya. Glioma tidak dicurigai memiliki hubungan dengan intracranial. Sehingga tengkorak dapat didekati secara eksternal sebagai prosedur utama, bantuan bedah saraf tersedia jika itu menjadi perlu.

BAB III

KESIMPULAN

Dermoid hidung, glioma, dan encephalocele adalah lesi yang berasal dari embryopathogenesis dan banyak menimbulkan masalah manajemen yang sama karena hubungannya dengan SSP. Dermoid hidung berasal dari saluran pendek epitel berlapis yang berada di bagian punggung hidung yang membentuk saluran dari kulit hidung melalui dura. Rambut atau bahan sebaceous dapat menonjol keluar dari kulit lubang hidung.

Studi radiografi sangat penting untuk menentukan derajat ekstensi intrakranial dari dermoid hidung dan prosedur pembedahan yang tepat untuk manajemen penanganannya.

Glioma hidung adalah noncapsul sel glial dalam matriks jaringan ikat yang dapat meluas sampai kelapisan dural.

Encephalocele adalah herniasi dari meninges dengan atau tanpa jaringan otak melalui dasar tengkorak dan dapat berhubungan dengan CSF yang terdapat pada ruang subarachnoid. Glioma adalah suatu massa yang biasanya timbul di awal kehidupan tetapi dapat juga timbul pada usia dewasa. Mereka dapat bermanifestasi sebagai extranasal massa, massa intranasal, atau keduanya.. Eksternal (biasanya glabellar) glioma lebih umum (60%); hanya 15% dari glioma berhubungan dengan dura.

Sincipital (frontoethmoidal) encephalocele dapat hadir dalam tiga pola: nasofrontal (glabellar), nasoethmoidal (lateral hidung), atau nasoorbital (ke orbit).

Encephalocele biasanya merupakan massa kompresible lembut yang berdenyut atau dapat meluas dengan menangis atau tegang. encephalocele Intranasal dapat menyerupai polip hidung.

CT dan MRI adalah pilihan untuk studi glioma dan encephalocele. Dehiscence yang datar menunjukkan encephalocele dan bukan suatu glioma. Eksisi bedah adalah pengobatan pilihan untuk dermoid, glioma, dan encephalocele.

Simak

Baca secara fonetik

DAFTAR PUSTAKAArsyad, Efiaty dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok

Kepala Leher. Edisi ke -5. FKUI. Jakarta : 2001.

Boies, Lawrence dkk. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6. Penerbit Buku

Kedokteran EGC. Jakarta :1994

Byron, MD. Baily. Otolaryngologi Head and Neck Surgery. Edisi ketiga. 2001

Mansjoer, Arief dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilis Satu. Media

Ausculapius Fakultas Kedokteran Universitas Kedokteran Indonesia 2001.

http://emedicine.medscape.com/article/837236-overviewhttp://www.shahfacialplastics.com/congenital-anomalies.htmlPAGE 19