Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR……………………………………………………………
……. i
DAFTAR
ISI…………………………………………………………………………
… ii
BAB I.
PENDAHULUAN………………………………………………………
……… 1
1.1 Latar Belakang
………………………………………………………………………... 1
1.2 Perumusan Masalah
……….…………………………..……………………………….. 1
1.3 Tujuan dan Kegunaan
…………………………………………………………………... 2
1.4 Tinjauan Pustaka
………………………………………………………………………… 2
BAB II.
PEMBAHASAN…………………………………………………………
…...
2.1 Fungsi Partai
Politik………….……………………………………………... 4
2.1.1 Fungsi di Negara Demokrasi
………………………………………….. 4
A. Sebagai Sarana Komunikasi Politik……………………………….. 4
B. Sebagai Sarana Sosialisasi Politik …………………………………. 6
C. Sebagai Sarana Rekrutmen Politik …………………………………..
7
D. Sebagai Sarana Pengatur Konflik ……………………………………
8
2.1.2 Fungsi di Negara Otoriter
……………………………………………… 9
2.1.3 Fungsi di Negara-Negara Berkembang
…………………………………11
2.2 Tipologi Partai Politik
…………………………………………………………...13
2.2.1 Asas dan Orientasi
………………………………………………………13
2.2.2 Komposisi dan Fungsi Anggota
………………………………………....14
2.2.3 Basis Sosial dan Tujuan
…………………………………………………15
2.3 Klasifikasi Sistem Kepartaian
……………………………………………….…...17
2.3.1 Sistem Partai-Tunggal
……………………………………………………17
2.3.2 Sistem Dwi-Partai
………………………………………………………18
2.3.3 Sistem Multi Partai
……………………………………………………..19
BAB III. PENUTUP
…………………………………………………………………… 23
3.1 Kesimpulan
………..…………………………………………………………………
…. 23
3.2 Saran
…....………………………………………………………………………
……... 22
DAFTAR
PUSTAKA………………………………………………………………
….. 24
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Partai politik merupakan sarana bagi warga negara untuk turut serta atau
berpartisipasi dalam proses pengelolaan negara. Dewasa ini partai politik
sudah sangat akrab di lingkungan kita. Sebagai lembaga politik, partai
bukan sesuatu yang sendirinya ada. Kelahirannya mempunyai sejarah
cukup panjang, meskipun juga belum cukup tua. Bisa dikatakan partai
politik merupakn organisasi yang baru dalam kehidupan manusia, jauh
lebih muda dibandingkan dengan organisasi negara. Dan ia baru ada di
negara modren.
Sebagai subyek penelitian ilmiah, partai politik tergolong relatif muda.
Baru pada awal abad ke-20 studi mengenai masalah ini dimula. Sarjana-
sarjana yang berjasa mempelopori antara lain adalah M.
Ostrogorsky(1902), Robert Michels(1911), Maurice Duverger(1951),
dan sigmound Neumann(1956). Setelah itu, beberapa sarjana
behavioralis, seperti Joseph Lapalombara dan Mayron Weiner, secara
khusus meneropong masalah partai dalam hubungan nya dengan
pembangunan politik. Dari hasil sarjana-sarjana ini nampak adanya
usaha serius kearah penyusunan suatu teori yang kompherensip
(menyeluruh) mengenai partai politik. Akan tetapi, sampai pada waktu
itu, hasil yang dicapai masih jauh dari sempurna, bahkan bisa dikatakan
tertinggal, bila dibandingka dengan penelitian penelitian bidang lain di
dalam ilmu politik.
1.2 Perumusan Masalah
Suatu hal yang cukup urgen untuk ditanyakan Apa saja fungsi partai
politik dalam suatu Negara, tipologi dan klasifikasi parpol ?
1.3 Tujuan Kegunaan
1. Makalah ini diharapkan bisa mengembangkan kajian studi Ilmu
Pemerintahan khususnya berkaitan mengenai partai politik
2. Diharapkan makalah ini dapat memberikan suatu pelajaran yang
berguna mengenai realita partai politi
1.4 Tinjauan Pustaka
Menurut Carl J. Friedrich partai politik adalah sekelompok manusia
yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau
mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan
partainya dan berdasarkan penguasaan ini,memberikan kepada anggota
paartainya kemanfaatan yang bersifat idiil serta materiil (A political,
party is a groupof human being,stably organized with the objective of
securing or maintaining for its leadersthe control of a government, with
the further objective of giving to members of the party,through such
control ideal and material benefits and advantages)4.
Menurut Sigmund Neumann partai politik adalah organisasi dari aktivis-
aktivis politik yang berusaha untuk menguasai kekuassaan pemerintahan
serta merebut dukungan rakyat melalui persaingan dengan satu golongan
atau golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda
(A political party is the articulate organization of society’s active
political agents;those who are concerned with the control of
governmental polity power,and who compete for popular support with
other group or groups holding divergent views)5.
Menurut Neumann, partai politik merupakan perantara yang besar yang
menghubungkan kekuatan-kekuatan dan ideology social dengan
lembaga-lembaga pemerintahan yang resmi.
4Friedrich, Constitutional Government and Democracy, hlm 419.
5Sigmund Neumann.”Modern Political Parties,”dalam Comparative
Politics:A Readers,diedit oleh HarryEckstein dan David E. Apter
(London: The Free Press Of Glencoe,1963), hlm . 352.
Ahli lain yang juga turut merintis studi tentang kepartaian dan membuat
definisinya adalah Giovanni Sartori, yang karyanya juga menjadi klasik
serta acuan penting. Menurut Sartori Partai politik adalah suatu
kelompok politik yang mengikuti pemilihan umum itu, mampu
menempatkan calon—calonnya untuk menduduki jabatan-jabatan public
( A party is political group thet present at elections,and is capable of
placing through elections candidates for public office).6
6 G Sartori,, Parties and Party Systems, hlm. 63.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Fungsi Partai Politik
Fungsi utama partai politik adalah mencari dan memperrtahankan
kekuasaan guna mewujudkan program-program yang berdasarkan
ideology tertentu. Ada pandangan yang berbeda secara mendasar
mengenai partai politik di Negara yang demokratis dan di negara yang
otoriter. Perbedaan pandangan tersebut berimplikasi pada pelaksanan
tugas atau fungsi partai di masing-masing Negara. Di Negara demokrasi
partai relative dapat menjalankan fungsinya sesuai dengan harkatnya
pada saat kelahirannya, yakni menjadi wahana bagi warga Negara untuk
berpartisipasi dalam mengelolah kehidupan bernegara dan
memperjuangkan kepentingannya dihadapan penguasa. Sebaliknya di
Negara otoriter, partai tidak dapat menunjukkan harkatnya, tetepi lebih
bahwa menjalankan kehendak penguasa.
Berikut ini diuraikan secara lebih lengkap fungsi partai politik di
Negara-negara demokratis, otoriter, dan Negara-negara berkembang
yang berada dalam transisi ke arah dekokrasi. Penjelasan fungsi partai
polituk di Negara otoriter akan di paparkan dalam contoh partai-partai
Negara-negara komunis pada masa jayanya
2.1.1 Fungsi di Negara Demokrasi
A. Sebagai Sarana Komunikasi Politik
Di masyarakat modern yang luas dan kompeks, banyak ragam pendapat
dan aspirasi yang berkembang. Pandapat atau aspirasi seseorang atau
suatu kelompok yang hilang tak berbekas seperti suara di padang pasir,
apabila tidak ditampung dan di gabung dengan pendapat atau aspirasi
orang lain yang senada. Proses ini dinamakan penggabungan
kepentingan (interest aggregation). Sesudah digabungkan, pendapat dan
aspirasi tadi di olah dan dirumuskan dalam bentuk yang lebih teratur.
Proses ini dinamakan perumusan kepentingan (interest articulation).
Seandainya tidak ada yang mengagregasi dan mengartikulasi, niscaya
pendapat atau aspirasi tersebut akan simpang siur dan saling
berbenturan, sedangkan dengan agregasi dan artikulasi kepentingan
kesimpang siuran dan benturan dikurangi. Agregasi dan artikulasi itulah
salah satu fungsi komunikasi partai politik.
Setelah itu partai politik merumuskannya menjadi usul kebijakann. Usul
kebijakan ini dimasukkan ke dalam progam atau platform partai (goal
formulation) untuk diperjuangkan atau di sampaikan melalui parlemen
kepada pemerintah agar dijadikan kebijakan umum (public policy).
Demikianlah tuntutan dan kepentingan masyarakat disampaikan kepada
pemerintah melalui partai politik.
Di sisi lain, partai politik juga berfungsi memperbincangkan dan
menyebarluaskan rencana-rencana dan kebijakan-kebijakan pemerintah.
Dengan demikian terjadi arus informasi dan dialog dua arah, dari atas ke
bawah dan dari bawah keatas. Dalam pada itu partai politik memainkan
peran sebagai penghubung antara yang memerintah dan yang diperintah.
Peran partai sebagai jembatan sangat penting, karena I satu pihak
kebijakan pemerintah perlu dijelaskan kepada semua kelompok
masyarakat, dan di pihak lain pemerintah harus tanggap terhadap
tuntutan masyarakat.
Dalam menjalankan fungsi inilah partai politik sering disebut sebagai
pesantara (broker) dalam suatu bursa ide-ide (clearing house of ideas).
Kadang-kadang juga dikatakan bahwa partai politik bagi pemerintah
bertindak sebagai alat pendengar, sedangkan bagi warga masyarakat
sebagai “pengeras suara”.
Menurut Sigmund Neumann dalam hubungannya dengan komunikasi
politik, partai politik merupakan perantara yang besar yang
menghubungkan kekuatan-kekuatan dan ideology sosial dengan lembaga
pemerintah yang resmi dan yang mengaitkannya dengan aksi politik di
dalam masyarakat politik yang lebih luas. 1
Akan tetapi sering terdapat gejala bahwa pelaksanaan fungsi komunikasi
ini, sengaja atau tidak sengaja, menghasilkan informasi yang berat
sebelah dan malahan meimbulkan kegelisahan dan keresahan dalam
masyarakat. Misinformasi semacam itu menghambat berkembangnya
kehidupan politik yang sehat.
1 Sigmund Neumann “Modern Political Parties,” hlm. 352.
B. Sebagai Sarana Sosialisasi Politik
Dalam ilmu politik diartikan sebagai suatu proses yang melaluinya
seseorang memperoleh sikap dan orientasi tehadap fenomena politik
yang umumnya berlaku dalam masyarakat di mana ia berada. Ia adalah
bagian dai proses yang menentukan sikap politik seseorang, misalnya
mengenai nasionalisme, kelas sosial, suku bangsa, ideology, hak dan
kewajiban.
Dimensi lain dari sosialisasi politik adalah sebagai proses yang
melaluinya masyarakat menyampaikan “budaya politik” yaitu norma-
norma dan nilai-nilai, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dengan
demikian sosialisasi politik merupakan factor yang penting dalam
terbentuknya budaya pilitik (political culture) suatu bangsa.
Suatu definisi yang dirumuskan oleh seorang ahli sosiologi politik M.
Rush (1992) :
Sosialisasi politik adalah proses yang melaluinya orang dalam
masyarakat tertentu belajar mengenali system politiknya. Proses ini
sedikit banyak menentukan persepsi dan reaksi mereka terhadap
fenomena politik (political socialization may be depined is the prosess
by which individuals in a given society become acquainted with the
political system and which to a certain degree determines their
perceptions and their reactions to political phenomena). 2
Proses sosialisasi berjalan seumur hidup, terutama dalam masa kanak-
kanak. Ia berkembang melalui keluarga, sekolah, peer group, tempat
kerja, pengalaman sebagai orang dewasa, organisasi keagamaan, dan
partai politik, ia juga menjadi penghubung yang mensosialisasikan nilai-
nilai politik generasi yang satu ke generasi yang lain. Di sinilah letaknya
partai dalam memainkan peran sebagai sarana sosialisasi
politik.pelaksanaan fungsi sosialisasinya dilakukan melalui berbagai
cara yaitu media massa, ceramah-ceramah, penerangan, kursus karder,
penataran dan sebagainya.
2 M.Rush,Politics and Society: An Introduction to Political
Sociology(Hemel Hempstead: Harvest Wheatsheap,1992),hlm. 92.
Sisi lain dari fungsi sosialisasi politik partai adalah upaya menciptakan
citra (image) bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum. Ini penting
jika dikaitkan dengan tujuan partai untuk menguasai pemerintahan
melalui kemenangan dalam pemilihan umum. Karena itu partai harus
memperoleh dukungan seluas mungkin, dan partai berkepentingan agar
para pendukungnya mempunyai solidaritas yang kuat dengan partainya.
Ada lagi yang lebih tinggi nilainya apabila partai politik dapat
menjalankan fungsi sosialisasi yang satu ini, yakni mendidik anggota-
anggitanya menjadi manusia yang sadar akan tanggung jawabnya
sebagai warga Negara dan menepatkan kepentingan sendiri di bawah
kepentingan nasional. Secara khusus perlu disebutkan di sini bahwa di
Negara-negara yang baru merdeka, partai-partai politik juga di tuntut
berperan memupuk identitas nasional dan integrasi nasional. Ini adalah
tugas lain dalam kaitannya dengan sosialisasi politik.
Namun, tidak dapat disangkal adakalanya partai mengutamakan
kepentingan partai atas kepentingan nasional. Loyalitas yang diajarkan
adalah loyalitas kepada partai, yang melebihi loyalitas kepada Negara.
Dengan demikian ia mendidik pengikut-pengikutnya untuk melihat
dirinya dalam konteks yang sangat sempit. Pandangan ini malahan dapat
mengakibatkan pengotakan dan tidak membantu proses integrasi, yang
bagi Negara-negara berkembang menjadi begitu penting.
C. Sebagai Sarana Rekrutmen Politik
fungsi ini berkaitan erat dengan masalah seleksi kepemimpinan, baik
kepemimpinan internal partai maupun kepemimpinan nasional yang
lebih luas. Untuk kepentingan internalnya, setiap partai butuh kader-
kader yang berkualitas, karena hanya dengan kader yang demikian ia
dapat menjadi partai yang mempunyai kesempatan lebih besar untuk
mengembangkan diri. Dengan mempunyai kader-kader yang baik, partai
tidak akan sulit menentukan pimpinannya sendiri dan mempunyai
peluang untuk mengajukan calon untuk masuk ke bursa kepemimpinan
nasional.
Selain untuk tingkatan seperti itu partai politik juga berkepentingan
memperluas atau memperbanyak keanggotaan. Maka ia pun berusaha
menarik sebanyak-banyaknya orang untuk menjadi anggotanya. Dengan
didirikannya organisasi-organisasi massa (sebagai onderbouw) yang
melibatkan golongan-golongan buruh, petani, pemuda, mahasiswa,
wanita dan sebagainya, kesempatan untuk berpartisipasi diperluas.
Rekrutmen politik menjamin kontinuitas dan kelestarian partai,
sekaligus merupakan salah satu cara untuk menjaring dan melatih calon-
calon pemimpin. Ada berbagai cara untuk melakukan rekrutmen politik
yaitu melalui kontrak pribadi, persuasi, ataupun cara-cara lain.
D. Sebagai Sarana Pengatur Konflik (Conflict Management)
Potensi konflik selalu ada di setiap masyarakat, apalagi di masyarakat
yang bersifat heterogen, apakah dari segi etnis (suku bangsa), social-
ekonomi, ataupun agama. Setiap perbedaan tersebut menyimpan potensi
konflik. Apabila keanekaragaman itu terjadi di Negara yang menganut
paham demokrasi, persaingan dan perbedaan pendapat dianggap hal
yang wajar dan mendapat tempat. Akan tetapi di dalam Negara yang
heterogen sifatnya, potensi pertentangan lebih besar dan dengan mudah
mengundang konflik.
Disini paran partai diperlukan untuk membantu mengatasinya, atau
sekurang-kurangnya dapat diatur sedemikian rupa sehingga akibat
negatifnya dapat ditekan seminimal mungkin. Elite partai dapat
menumbuhkan pengertian di antara mereka dan bersamaan dengan itu
juga meyakinkan pendukungnya.
Pada tataran yang lain dapat dilihat pendapat dari ahli yang lain, Arend
Lijphart (1968). Menurut Lijphart: Perbedaan-perbedaan atau
perpecahan ditingkat massa bawah dapat diatasi oleh kerja sama diatara
elite-elite politik. (Segmented or subcultural cleavegas at the mass level
could be overcome by elite cooperation). 3 Dalam konteks kepartaian,
para pemimpin partai adalah elite politik.
3 Arend Lijphart, Electoral Systems and Party Systems, ed. Ke-2
(Oxpord University Press,1995)
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa partai politik dapat ,menjadi
penghubung psikologis dan organisasional antara warga Negara dengan
pemerintahannya. Selain itu partai juga melakukan konsolidasi dan
srtikulasi tuntutan-tuntutan yang beragam yang berkembang di berbagai
kelompok masyarakat. Partai juga merekrut orang-orang untuk
diikutsertakan dalam kontes pemilihan wakil-wakil rakyat dan
menemukan orang-orang yang cakap untuk menduduki posisi-posisi
ekskutif. Pelaksanaan fungsi-fungsi ini dapat dijadikan instrument untuk
mengukur keberhasilan atau kegagalan partai politik dinegara
demokrasi.
Di pihak lain dapat dilihat bahwa sering kali partai melahan
mempertajam pertentangan yang ada. Dan jika hal ini terjadi dalam
suatu masarakat yang redah kadar consensus nasionalnya, peran
semacan ini dapat membahayakan stabuilitas politik.
2.1.2 Fungsi di Negara Otoriter
Hal-hal yang dijelaskan dibagian terdaluhu adalah fungsi-fungsi partai
menurut pandangan yang berkembang dinegara yang menganut paham
demokrasi. Kini, marilah kita lihat bagaimana paham Negara otoriter,
misanya bagaimana komunisme di Uni Soviet memandang paham
politik. Pada kenyataanya pandangan tersebut memang berbeda. Contoh
lain Negara yang otoriter adalah China dan Kuba. Tetapi disini hanya
dibahas komunisme di Uni Soviet masa lampau.
Menurut paham komunis, sifat dan tujuan partai politik bergantung pada
situasi apakah parati komunis berkuasa di Negara di mana partai
komunis tidak berkuasa, partai-partai politik lain dianggap sebagai
mewakili kepentingan kelas tertentu yang tidak dapat bekerja untuk
kepentingan umum. Dalam situasi seperti itu, partai komunis akan
mempergunakan setiap kesempatan dan fasilitas yang tersedia (seperti
yang banyak terdapat di Negara-negara demokrasi) untuk untuk mencari
dukungan seluas-luasnya. Partai ini menjadi paling efektif di Negara
yang pemerintahannya lemah dan yang rakyatnya kurang bersatu.4
4Gwendolen M. Carter dan John H. Herz, Government and Politics in
the Twentieth Century (New York:Friederick A. Praeger,1965),hlm. 111
Akibat karakter nya yang demikian, partai komunis sering dicurigai dan
dibeberapa Negara bahkan dilarang. Akan tetapi tindakan semacam itu
juga ada bahayanya. Sebab dalam keadaan seperti itu partai akan
bergerak di bawah tanah, sehingga justru sukar diawasi. Apabila tidak
menemukan jalan untuk merebut kekasaan, partai akan mencoba
mencapai tujuannya melalui kerja sama dengan partai-partai lain dengan
mendirikan Front Rakyat atau Front Nasional (popular front tactics).
Berbeda halnya apabila partai komunis berkuasa. Disini partai komunis
mempunyai kedudukan monopolistis, dan kebebasan bersaing
ditiadakan. Dapat saja ia menentukan dirinya sebagai partai tunggal atau
sekurang-kurangnya sebagai partai yang paling dominan, seperti yang
terjadi di Uni Soviet, China, dan Negara-negara komunis Eropa Timur.
Tujuan partai komunis adalah membawa masyarakat ke arah terciptanya
masyarakat yang modern dengan ideology komunis, dan partai berfungsi
sebagai “pelopor revolusioner” untuk mencapai tujuan itu. Partai
Komunis Uni Soviet yang berkuasa dari tahun 1917 sampai 1991
merupakan partai seperti itu.
Partai komunis memengaruhi semua aspek kehidupan masyarakat
melalui konsep jabatan rangkap. Begitu pula halnya dengan pemimpin
semua badan kenegaraan seperti bdan ekskutif dan badan yudikatif.
Sekretaris Partai Komunis lebih berkuasa dari presiden (ketua
presidium). Maka dari itu Uni Soviet sering dinamakan Negara totaliter.
Fungsi sebagai sarana sosialisasi politik lebih ditekankan pada aspek
pembinaan warga Negara kea rah kehidupan dan cara berpikir yang
sesuai dengan pola yang ditentukan oleh partai. Dinegara-negara
demokrasi partai berperan untuk menyelenggarakan integrasi warga
Negara kedalam masyarakat umum.
Partai juga berfungsi sebagai sarana rekrutan politik.calon anggota harus
menjalani masa percobaan di mana ia harus memenuhi standart-standart
ketat mengenai pangabdian dan kelakuan. Yang ditetapkan oleh partai
komunis. Akan tetapi karena iklim politik tidak kompetitif maka
pemilihan umum tidak merupakan sarana untuk memilih pemimpin
Negara. Razim ini dapat dikategorikan sebagai :”Sosialisme negara
dimana control politik ada di tangan partai komunis yang bersifat
monopolistic dan hierakis, dan di mana ekonomi
diatur atas dasar kolektivitas dan perencanaan ekonomi terpusat dari
Negara”. 5
Pada akhir decade 80-an terjadi pergolakan melawan rezim represif,
yang berakhir dengan budayanya Uni Soviet pada tahun 1991 dengan
terbetuknya Commonwealth of Independent States.
Dari uraian tadi dijelaskan kalau dikatakan bahwa fungsi partai politik di
Negara komunis berbeda dengan partai dalam Negara yang demokratis.
Mengenai perbedaan ini Sigmund Neumann menjelaskannya sebagai
berikut : jika di Negara demokrasi partai mengatur keinginan dan
aspirasi golongan-golongan dalam masyarakat, maka partai komunis
berfungsi sebagai pengendali semua aspek kehidupan secara monolitik.
Jika dalam masyarakat demokratis partai berusaha menyelenggarakan
integrasi warga Negara kedalam masyarakat umum, peran paartai
komunis ialah untuk memaksa individu agar menyesuaikan diri dengan
suatu cara hidup yang sejalan dengan kepentingan partai (enforcement of
conformity). Kedua fungsi ini diselenggaraakan melalui propaganda dari
atas kebawah. 6
2.1.3 Fungsi di Negara-negara Berkembang
Dinegara-negara berkembang keadaan politik sangat berbeda satu sama
lain. Partai-partai politik umumnya lemah organisasinya dan jarang
memiliki dukungan massa yang luas dan kukuh.partai politik berhdapan
dengan berbagai masalah seperti kemiskinan, terbatasnya kesempatan
kerja, pembagaian pendapatan yang timpang dan tingkat buta huruf yang
tinggi.
Di beberapa Negara fungsi yang agak sukar dilaksanakan ialah sebagai
jembatan antara “yang memerintah” dan “yang Diperintah”. Sering
golongan pertama banyak orang kaya, sedangkan golongan yang
“diperintah” banyak mecakup orang miskin.dengan demikian jurang di
antara kedua belah pihak sukar dijembatani.masalah seperti ini dapat
mengalihkan perhatian, jauh dari usaha mengatasi masalah kemiskinan
dan masalah-masalah pembangunan lainnya yang menjadi sasaran utama
dalam masyarakat-masyarakat berkembang.
5Heywood, Key Concepts in Politics (New York : Palgrave,200),hlm.
49.
6 Neumann, Modern Political Parties, hlm. 353.
Satu peran yang sangat diharapkan dari partai politik adalah sebagai
sarana untuk meperkembangkan integrasi nasional dan memupuk
identitas nasional. Akan Tetapi pengalaman dibeberapa negara
menunjukkan bahwa partai politik sering tidak mampu membina
integrasi, akan tetapi malah menimbulkan pengotaan dan pertentangan
yang mengeras.
Karena pengalaman tersebut diatas, banyak kritik telah dilontarkan
kepada partai-partai politik, dan bebrapa alternatif telah diikhtiarkan.
Salah satu jalan keluar diusahakan dengan jalan meniadakan partai sama
sekali. Hal ini telah dilakukan oleh Jendral Ayun Khan dari Pakistan dari
tahun 1958; bahkan parlemen dibubarkan. Akan tetapi setelah beberapa
waktu partai-partai muncul kembali melalui suatu undang-undang yang
diterima oleh parlemen baru, dan Presiden Ayub Khan sendiri
menggabungkan diri dengan salah satu partai politik. Pengalaman ini
menunjukkan bahwa sekalipun partai politik banyak segi negatifnya, pda
dasarnya kehadiran sert perannya dinegara-negara berkembang masih
penting dan sukar dicarikan alternatifnya.
Pengalaman lain dibeberapa negara berkembang ialah bahwa jika
lembaga-lembaga politik gagal memainkan peran yang diharapkan, akan
terjadi campur tangan oleh pihak militer, hal ini sering terjadi jika masa
instabilitas berjalan agak lama dan pergolakan politik sangat insentif.
Dalam situasi seperti itu golongan militer mungkin merupakan satu-
satunya kelompok yang terorganisir dan yang, berkat disiplin dan
fasilitas yang dimilikinya, berada dalam kedudukan yang lebih
menguntungkan dari pada kelompok lain. Campur tangan dari pihak
militer biasanya terjadi dengan dalih untuk menghindarkan kemunduran
yang leabih gawat atau timbulnya perang saudara. Sekali kekuasaan
diambil alih oleh kaum militer, maka sukar sekali untuk mengembalikan
kekuasaan ketangan orang sipil.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa di negara-negara
berkembang partai politik, sekalipun memiliki kelemahan, masih tetap
dianggap sebagai sarana penting dalam kehidupan pelitiknya. Usaha
melibatkan partai politik dan golongan-golongan politik lainnya dalam
proses pembangunan dalam segala aspek dan dimensinya, merupakan
hal yang amat utama dalam negara yang ingin membangun suatu
masyarakat atas dasar pemerataan dan keadilan sosial. Jika partai dan
golongan-golongan politik lainya diberi kesempatan untuk berkembang,
mungkin ia dapat mencari bentuk partisipasi yang dapat menunjang
untuk mengatasi masalah-masalah yang ada di negara itu. Mungkin
bentuk ini dalam banyak hal akan berbeda dengan partai di negara yang
sudah mapan, karena disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan dalam
negeri. Setidak-tidaknya dinegara yang keabsahan pemerintahnya sedikit
banyak diuji oleh berjuta-juta rakyat dalam pemilihan umum berkala,
partai-partai politik dan organisasi kekuatan sosial politik lainya
menduduki tempat yang krusial.
2.2 Tipologi Partai Politik
Tipologi partai politik adalah pengklasifikasian berbagai partai politik
berdasarkan kriteria tertentu, seperti asas dan orientassi, komposisi dan
fungsi anggota, basis social dan tujuan. Klasifikasi ini cenderung bersifat
tipe ideal karena dalam kenyataan tidak sepenuhnya demikian. Tetapi
untuk tujuan memudahkan pemahaman, tipologi ini sangant berguna.Di
bawah ini diuraikan sejumlah tipologi partai politik menurut kriteria-
kriteria tersebut.
1.2.1. Asas dan Orientasi
Berdasarkan asas dan orientasinya, partai politik diklasifikasikan
menjadi 3 tipe. Yaitu:
1. Partai Politik Pragmatis
2. Partai Politik Doktriner
3. Partai Politik Kepentingan.
1. Partai Politik Pragmatis
Yaitu suatu partai yang mempunyai program dan kegiatan yang tak
terikat kaku pada satu doktrin dan ideology tertentu. Artinya, perubahan
waktu,situasi,dan kepemimpinan akan juga mengubah
program,kegiatan,dan penampilan partai politik pragmatis cendrung
merupakan cerminan dari program-program yang disusun oleh
pemimpin utamanya dan gaya kepemimpinan sang pemimpin. Partai ini
biasanya terorganisasikan secara agak longgar. Hal ini tidak berarti
partai politik pragmatis tidak memiliki ideology sebagai identitasnya.
Dalam program dan gaya kepemimpinan terdapat beberapa pola umum
yang merupakan penjabaran ideology tersebut. Namun, ideology yang
dimaksud lebih merupakan sejumlah gagasan umum daripada sejumlah
doktrin dan program konkret yang siap dilaksanakan. Partai pragmatis
biasanya muncul dalam system 2 partai berkompetetisi yang relative
stabil. Partai democrat dan partai Republik Di Amerika Serikat
merupakan contoh partai pragmatis.
2. Partai Politik Doktriner
Yaitu suatu partai politikyang memiliki sejumlah program dan kegiatan
konkret sebagai penjabaran ideology. Ideology yang dimaksud adalah
seperangkat nilai politik yang dirumuskan secara konkret dan sistematis
daalam bentuk program-program kegiatan yang pelaaksanaanya diawasi
secara ketat oleh aparat partai. Pergantiaan kepemimpinan mengubah
gaya kepemimpinan pada tingkat tertentu, tetapi tidak mudah mengubah
prinsip dan program dasar partai karena ideology partai sudah
dirumuskan secaraa konkret dan partai ini terorganisasikan secaraa ketat.
Partai Komunis dimana saja merupakan contoh Partai Doktriner.
3. Partai Politik Kepentingan.
Yaitu partai politik yang dibentuk dan dikelola atas dasar kepentingan
tertentu, seperti petani,buruh,etnis,agama,atau lingkungan hidup yang
secaara langsung ingin berpartisipasi dalam pemerintahan. Partai ini
sering ditemui dalam system baanyak partai tetapi kadangkala terdapat
pula dalam system dua partai berkompetensi namun tak mampu
mengakomodasikan sejumlah kepentingan dalam masyarakat. Misalnya,
Partai Hijau di Jerman, Partai Buruh di Australia, dan Partai Petani Di
Swiss.
2.2.2 Komposisi dan Fungsi Anggota
Menurut komposisi dan fungsi anggotanya, partai politik dapat
digolongkan menjadi dua. Yaitu :
1. Partai Massa atau Lindungan
2. Partai Kader
1. Partai Massa atau Lindungan
Partai politik yang mengandalkan kekuatan pada keunggulan jumlah
anggota dengan cara memobilisasi massa sebanyak-banyaknya, dan
mengembangkan diri sebagai pelindung bagi berbagai kelompok dalam
masyarakat sehingga pemilihan umum dapat dengan mudah
dimenangkan, dan kesatuan nasional dapat dipelihara, tetapi juga
masyarakat dapat dimobilisasi untuk mendukung dan melaksanakan
kebijakan tertentu. Partai ini sering kali merupakan gabungaan berbagai
aliran politik yang sepakat untuk berada dalam lindungan paartai guna
memperjuankan dan melaksanaakan program-program yang pada
umunya bersifat sangat umum.
Kelemahan partai ini tampak pada saat pembagian kursi (jabatan) dan
perumusan kebijakan karena karakter dan kepentingan setiap kelompok
dan aliran akan sangat menonjol. Ketidak mampuan partai dalam
membuat keputusan yang dapat diterima semua pihak merupakan
ancaman bagi keutuhan partai. Partai ini umumnya terdapat dalam
Negara-negaara berkembang yang menghadapi permasalahan intergrasi
nasional. Partai Barisan Nasional di Malaysia, yang merupakan koalisi
anatara Kelompok Melayu , Cina, dan India merupakan salah satu
contoh partai massa.
2. Partai Kader
Partai yang mengandalkan kualitas anggota, ketaatan organisasi, dan
disiplin anggota sebagai sumber kekuatan utama. Seleksi keanggotaan
dalam partai kader biasanya sangat ketat, yaitu melalui kaderisasi yang
berjenjang dan intensif, serta penegakkan disiplin partai yang tanpa
pandang bulu. Struktur organisasi partai ini sangat hirarkis sehingga
jalur perintah dan tanggung jawab sangat jelas. Karena sifatnya yang
demikian partai kader acapkali disebut sebagai partai yang sangat elitis.
Contoh partai kader ini terdapat pada Nazi di Jerman dan partai komunis
dimanapun.
2.2.3. Basis Sosial dan Tujuan
Almond menggolongkan partai politik berdasarkan basis social dan
tujuannya. 7
Menurut basis sosialnya, partai politik dibagi menjadi 4 tipe. Yaitu:
7Gabriel Almond,,Kelompok Kepentingaan dan Partai Politik. hlm. 58-
60.
1. Partai politik yang beranggotakan lapisan-lapisan social dalam
masyarakat, seperti kelas atas, menengah, dan bawah.
2. Partai politik yang anggotanya berasal dari kalangan kelompok
kepentingan tertentu, seperti petani,buruh dan pengusaha.
3. Partai politik yang anggota-anggotanya berasal dari pemeluk agama
tertentu, seperti islam,katolik,protestan dan hindu.
4. Partai politik yang anggota-anggotanya berasal dari kelompok budaya
tertentu,seperti suku bangsa ,bahasa dan daerah tertentu.
Dalam kenyataanya kebanyakan partai politik tak hanya mempunyai
basis social dari kalangan tertentu, tetapi juga dari berbagai kalangan
dengan satu atau dua kelompok sebagai pihak yang dominan.
Pendukung npartai democrat di Amerika Serikat pada umumnya berasal
dari kalangan menengah dan bawah,berkulit hitam dan Katolik. Hal ini
tidak berarti pendukung partai ini tidak ada yang berasal dari kalangan
atas, kulit putih dan Protestan.
Berdasarkan tujuan, partai politik dibagi menjadi tiga. Yaitu :
1. Partai Perwakilan Kelompok
Partai yang menghimpun berbagai kelompok masyarakat untuk
memenangkan sebanyak mungkin kursi dalam parlemen seperti Barisan
Nasional di Malaysia.
2. Partai Pembinaan Bangsa
Partai yang betujuan menciptakan kesatuan nasional dan biasanya
menindas kepentingan-kepentingan sempit seperti Partai Aksi Rakyat di
Singapura.
3. Partai Mobilisasi.
Partai yang berupaya memobilisasi masyarakat kearah tujuan-tujuan
yang ditetapkan oleh pemimpin partai, sedangkan partisipasi dan
perwakilan kelompok cenderung diabaikan. Partai ini cenderung bersifat
monopolistis karena hanya ada satu partai dalam masyarakat. Partai
komunis di Negara-negara komunis merupakan contoh partai mobilisasi.
2.3 Klasifikasi Sistem Kepartaian
Diatas telah dibahas bermacam-macam jenis partai. Akan tetapi
beberapa sarjana menganggap perlu dianalis ini ditambah dengan
meneliti prilaku partai-partai sebagai bagian dari suatu sistem , yaitu
bagaimana partai politik berinteraksi datu sama lain dajn berintrksi
dengan unsur-unsur lain dari sistem itu. Analisis semacam ini
dinamakan “sistem kepartaian” pertama sekali dibentangkan oleh
Maurice Duverger dalam bukunya Portilikal Parties. Duverger
mengadakan kalasifikasi menurut tiga kategori, yaitu sistem partai
tunggal, sistem dwi-partai, dan sistem multi partai.
2.3.1 Sistem Partai-Tunggal
Pola partai tunggal terdapat dibeberapa negara: Afrika, China, dan Kuba,
sedangkan dalam masa jayanya Uni Soviet dan beberapa negara Eropa
Timur termasuk dalam kategori ini. Suasana kepartoaian dinamakan
non-kompetitif kearena semua partai harus menerima pimpinan dari
partai yang dominan dan ridakd dibenarkan bersaing dengannya.
Terutama dinegara-negara yang baru lepas dari kolonialisme
kecenderungan kuat untuk memakai pola sistem partai-tunggal pimpinan
diharapkan dengan masalah bagaimana mengintegrasikan berbagai
golongan, daerah, serta suku bangsa yang berbeda corak sosial serta
pandangan hidupnya. Fungsi partai adalah menyakinkan atau memaksa
masyarakat untuk menerima persepsipimpinan parti mengenai
kebutuhan utama dari masyarakat seluruhnya. Dewasa ini banyak negara
afrika pindah kesistem multi partai.
Negara yang paling berhasi dalam menyingkirkan partai lain ialah Uni
Soiet pada masa jayanya. Partai Uni Soviet bekerja dalam suasan yang
non-kompetitif, tidak ada partai lain yang diperbolehkan bersaing,
oposisi dianggap sebagai penghianatan. Partai-tunggal serta organisasi
yang bernung dibawahnya berfungsi sebagai pembimbing dan penggerak
masyarakat dan menekankan perpandauan dari kepentigan partai
kepentingan rakyat secara menyeluruh.
Di indonesia pada tahun 1945 ada usaha mendirikan partai tunggal
sesuai dengan pemikiran yang ada pada saat itu banyak dianut dinegara-
negara yang baru melepaskan diri dari rezim kolonial. Diharapkan partai
itu akan menjadi ”motor perjuangan”. Akan tetapi sesudah beberapa
bulan usaha itu dihentikan sebelum terbentuk secara konkret. Penolakan
ini antara lain disebabkan karena dianggap berbau fasis.
2.3.2 Sistem Dwi-Partai
Dalam kepustkaan ilmu politik pengertian sistem dwi-partai biaasanya
diartikan bahwa ada dua partai, yang berhasil memenangkan dua tempat
teratas dalam pemilihan umum secara bergiliran, dan dengan demikian
mempunyai kedudukan dominan. Dalam sistem ini partai-partai dengan
jelas dibagi dalam partai yang berkuasa (karena menanh dalam
pemilihan umum) dan partai oposisi ( karena kalah dalam pemilihan
umum).dengan demikian dengan jelas dimana letak tanggung jawab
kmengenai pelaksanaan kebijakan umum. Daplam sistem ini partai yang
kalah berperan sebagai pengancam utama tapi yang setia (loyal
opposition) terhadap kebjakan partai yang duduk dalam pemerintahan,
dengan pengertian bahwa peran ini sewaktu-waktu dapat bertukar
tangan. Dalam persaingan memenangkan pemilihan umum kedua partai
berusaha untuk merebut dukunygan orang-orang yang ada ditengah
kedua partai dan sering dinamakan pemilihan terapung (floating vote)
atau pemilih ditengah (median vote).
Sistem dwi-partai pernah disebut a konvenient system for contented
people dan memang kenyatanya ialah bahwa sistem dwi-partai dapat
berjalan baik apabila terpenuhi tiga dsyarat, yaitu komposisi masyarakat
bersifat homogen (sosial homogenity), adanya konsensus kuat dalam
masyarakat mekngenai asas dan tujuan sosial dan politik (political
consensus), dan adanya kontinuitas sejarah (historial continuity).8
Inggris biasanya digambarkan sebagai contoh yang paling ideal dalam
menjalankan sistem dwi-partai ini. Partai buruh dan partai konservatif
dikatakan tidak mempunyai pandangan yang banyak berbeda mengenai
asas dan tujuan politik, dan perubahan pimpinan umumnya tidak terlalu
mengganggu kotinunitas kebijakan pemerintah. Perbedaan yang pokok
antara kedua partai hanya berkisar pada cara dan kecepatan
melaksanakan berbagai program pembaharuan yang menyangkut
masalah sosial, perdagangan, dan industri. Partai buruh lebih condong
agar pemerintah melaksanakan pengendalian dan pengawasan terutama
dibidang ekonomi, sedangkan partai konservatif cendrung memilih cara-
cara kebebasan berusaha.
8Peter G.J. Pulzer, Political Representation and Elections in Britain
(London: George Allen and Unwin Ltd,1967),hlm. 41.
Disamping kedua partai ini, ada beberapa partai kecil lainnya,
diantaranya partai liberal demokrat. Pengaruh partai ini biasanya
terbatas, tetapi kedudukanya berubah menjadi sangat krusial pada saat
perbedaan dalam perolehan suara dari kedua partai besar dalam
pemilihan umum sangat kecil. Dalam situaasi seperti ini partai
pemenang terpaksa membentuk koalisidengan partai leberal demokrat
atau partai kecil lainnya.
Pada umumnya dianggap bahwa sistem dwi-partai lebih konduktif untuk
terpeliharanya stabilitas karena ada perbedaan yang jelas antara partai
pemerintah dan partai oposisi. Akan tetapi perlu juga diperhatikan
peringatan ilmu sarjana ilmu politik Robert Dahl bahwa dalam
masyarakat yag terpolarisasi sistem dwi-partai malahan dapat
mempertajam perbedaan pandangan antara kedua belah pihak, karena
tidak ada kelompok ditengah-tengah yang dapat meredakan suasana
konflik.9
Sistem dwi-partai umumnya diperkuat dengan dipergunakan sistem
pemilihan single-member counstituency (Sistem Distrik) dimana dalam
setiap daerah pemilihan hanya dapat dipilih satu saja.sistem pemilihan
ini cendrung menghambat pertumbuhan partai kecil, sehingga dengan
demikian memperkokoh sistem dwi-partai.10
Di Indonesia pada tahun 1968 ada dusaha untuk mengganti sistem multi-
partai yang telah berjalan lama dengan sistem dwi-partai, agar sistem ini
dapat membatasi pengaruh partai-partai yang talah lama mendominasi
kehidupan politik. Beberapa asas dirasakan menghilagi beban eksekutif
untuk menyeleggarakan pemerintahan yang baik. Akan tetapi
eksperimen dwi-partai ini, sudah diperkenalkan dibeberapa wilayah,
ternyata mendapat tantangan dari partai-partai yang merasa terancam
eksistensinya. Akhirnya gerakan ini dihentiakan pada tahun 1969.
2.3.3 Sistem Multi-Partai
Umumnya dianggap bahwa keaneragaman budaya politik suatu
masyarakat mendorong pilihan kearah sistem multi-partai. Perbedaan
tajam antara ras, agama, atau suku bangsa mendorong golongan-
golongan masyarakat lebih cendrung menyalurkan ikatan-ikatan
terbatasnya (primoedial) dalam suatu wadah yang sempit saja. Dianggap
bahwa pola
9Robert A.Dahl, Political Oppositions in Western Democracy (New
Heaven,Connecticut: Yale University Perss 1966) hlm. 394.
10 Duverger,Political Parties, hlm. 217
multi-partai lebih sesuai dengan pluralitas budaya dan politik dari pada
pola dwi-partai. Sistem multi-partai ditemukan antara lain di
IndodesiaMalaysia, Nederland, Australia, Prancis, Swedia, dan Federasi
Rusia. Prancis mempunyai jumlah partai yang berkisar 17 dan 28,
sedangkan di Federasi Rusia sesudah jatuhnya partai komunis jumlah
partai mencapai 43.
Sistem multi-partai, apalagi jika dihubuingkan dengan sistem
pemerintahan parlementer, mempunyai kecendrungan untuk
menitikberatkan kekuasan pada badan legislatif, sehingga peran badan
eksekutif sering lemah dan ragu-ragu. Hal ini sering didebabkan karena
tidakd ada satu partai yang cukup kuat untuk membentuk suatu
pemerintahan sendiri, sehingga terpaksa membentuk koalisi dengan
partai-partai lain. Dalam keadaan semacam ini partai yang berkoalisi
harus selalu mengadakan musyrawarah dan kompromi dengan mitranya
dan menghadapi kemungkinan bahwa sewaktu-waktu dukungan dari
partai yang duduk dalam koalisi akan ditarik kembali, sehingga
mayoritasnya dalam parlemen hilang.
Di lain pihak, partai-partai oposisi kurang memainkan peranan yang
jelas karena sewaktu-waktu masing-masing partai dapat diajak duduk
dalam pemerintahan koalisi baru. Hal semacam ini menyebabkan sering
terjadinya siasat yang berubah-ubah menurut kegentingan situasi yang
dihadapi partai masing-masing. Lagi pula, sering kali partai-partai
oposisi kurang mampu menyusun suatu program alternatif bagi
pemerintah. Dalam sistem semacam ini masalah letak tanggung jawab
menjadi kurang jelas.
Dalam situasi dimana terdapat satu partai yang dominan, stabilitas
politik dapat lebih dijamin. India dimasa lampau sering dikemukakan
sebagai negara yang didomonasi satu partai (one-perty dominance),
tetapi karena suasana kompetitif, pola dominasi setiap waktu dapat
berubah. Hal ini dapat dilihat pada pasang surutnya kedudukan partai
kongres. Partai ini mulai dari zaman kemerdekaan menguasai kehidupan
politik india. Jiumlah wakilnya dalam dewan perwakilan rakyat pada
saat itu melebihi jumlah total wakit partai-partai lainnya, dan karena itu
sering disebut sistem satu setengah partai (one andhalf party system).
Sedangkan partai kongres mengelami kemunduran sesudah pemiliahan
umum tahun 1967, namun ia berhasil memerintah india pada tahun
1977. pada tahun 1978 sampi 1980 partai kongres mengadakan koalisi
dengan Bharatya Janata Party.
Akan tetapi hal ini berarti bahwa pemerintah kolisi selalu lemah.
Belanda, Norwegia, dan Swedia merupakan contoh dari pemerintah
yang dapat mempertahankan stabilitas dan kontinunitas dalam kebijak
publiknya.
Pola multi-partai umumnya diperkuat oleh sistem pemilihan
pemerintahan berimbang (proportional Representational) yang memberi
kesempatan luas bagi petumbuhan partai-partai dan golongan-golongan
baru.11 Melalui sistem perwakilan berimbang partai-partai kecil dapat
menarik keuntungan dari ketentuan bahwa kelebihan suara yang
diperolehnya suatu daerah pemilihan dapat ditarik kedaerah pemilihan
lain untuk mengenapkan jumlah suara yag diperlukan guna memenagkan
stu kursi.
Indonesia mempunyai sejarah panjang dengan berbagai jenis sistem
multi-partai. Sistem ini telah melalui beberapa tahap dengan bobot
kompetitif yang berbeda-beda. Mulai 1989 indonesia berupaya untuk
mendirikan suatu sistem multi-partai yang mengambil unsur-unsur
positif dari pengalaman masa lalu, sambil menghindari unsur negatifnya.
11 Ibid. hlm. 245. Lihat juga PJ. Oud, Het Constitutioneel Recht van het
koninkrijk der Nederlanden (Zwolle: Tjeenk Willink,1947), Mid I,
hlm.248.
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Secara umum kita dapat mendefinisikan bahwa parai politik adalah suatu
kelompok yang teroganisir yang anggota-anggotanya memppunyai
sebuah orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok
ini adalah memperoleh sebuah kekuasaan politik dan merebut
kedudukan politik yang biasanya di raih lewat konstitusional untuk
melakukan kebijakan-kebijakan dalam mencapai tujuan mereka.
Perlu diterangkan bahwa partai politik sangat berbeda dengan gerakan
(movement) dan berbeda juga dengan kelompok penekan (pressur
group) atau istilah yang lebih banyak digunakan pada dewasa ini yang
memang memperjuangkan suatu kepentingan kelompok, atau memang
ingin melakukan perubahan terhadap paradigma masyarakat kearah yang
lebih baik.
FUNGSI-FUNGSI PARTAI POLITIK
1. partai sebagai sarana komunikasi politik
2. partai politik sebagai sarana sosialisasi politik
3. partai politik sebagai sarana rekruitmen politik
4. sebagai sarana untuk mengatur konflik (conflict manajemen)
3.2.Saran
Untuk tetap memperbaiki citra partai politik sebagai institusi demokrasi,
tentu partai politik lebih maksimal memikirkan nasib masyarakat
ketimbang memperebutkan kursi kekuasaan. Sedangkan dalam konteks
konflik internal partai politik, meminimalisir mungkin adanya sikap
politik yang bisa merusak citra partai politik itu sendiri, tetap membuka
adanya ruang bagi kedua pihak yang bertikai untuk melakukan
komunikasi politik yang lebih sehat dan lebih konsisten pada aturan
main organisasi.
Konflik tentu tidak bisa dihindari, tetapi partai politik juga harus
memberikan ruang bagi terbangunnya suatu sistem manajemen konflik
yang lebih baik. Agar konflik personal maupun kelompok maupun yang
terjadi diluar partai tidak bisa berkembang, mampu kendalikan sehingga
tidak melahirkan suasana ketegangan yang apalagi perlaku negatif yang
bisa merusak. Manajemen konflik juga penting dalam mengelola
masalah tersebut sebelum diselesaikan secara organisasi, atau minimal
bisa secara efektif mencegah adanya perpecahan ditubuh partai.
Sebagaimana yang dipikirkan oleh Ross (1993) sebagai seorang ahli
dalam manajemen konflik, bahwa manajemen konflik berupa
penyelesaian konflik dan bisa jadi menghasilkan ketenangan, hal positif,
mufakat dan lebih kreatif. Masih ada waktu bagi para pemimpin partai
untuk melakukan perubahan di dalam partainya. Kepemimpinan
kharismatis haruslah diabdikan untuk kepentingan semua kader, bukan
kelompok. Kepemimpinan model itu harus dipadukan dengan
manajemen pengelolaan partai yang modern, terbuka dan demokratis,
termasuk dalam mengelolah konflik. Hanya dengan menerapkan
manajemen modern, partai bisa eksis dan mendapat simpati
pendukungnya.
DAFTAR PUSTAKA
Amal, Ichlasul. “Teori-Teori Mutakhir Partai Politik”.PT Tiara Wacana,
Yogyakarta. 1996
Budiarjo,Mariam .“Partisipasi dan Partai Politik”.Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta,1998.
.Dasar-Dasar Ilmu Politk. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008.
Surbakti, Ramlan. “Memahami Ilmu Poltik”. Grasindo, Jakarta, 1992.
Diposting oleh Robbie kafiLah 31 di 21.14
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke
FacebookBagikan ke Pinterest