138

DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76
Page 2: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

2

DAFTAR ISI

BAB I6

PENDAHULUAN6

1.1 Latar Belakang6

1.2 Tujuan7

1.3 Metodologi7

1.3.1 Desk Study7

1.3.2 Field Study8

1.4 Ruang Lingkup9

1.5 Kerangka Konseptual9

1.5.1 Badan Layanan Umum9

1.5.2 New Public Management11

1.5.3 Implementasi Kebijakan Publik13

1.5.4 Tata Kelola (Governance)15

1.5.5 Konsep Pariwisata Berkelanjutan di Kawasan Konservasi18

BAB II26

TEMUAN HASIL STUDI26

2.1. Peraturan Perundang-Undangan terkait Taman Nasional dan Badan Layanan

Umum26

2.2. Kondisi Pemenuhan Persyaratan menjadi BLU di Tiga Taman Nasional31

2.2.1. Persyaratan Substantif32

2.2.2. Persyaratan Teknis Error! Bookmark not defined.

2.2.3. Persyaratan Administratif77

BAB III90

A N A L I S I SError! Bookmark not defined.

3.1. Analisis Peraturan Perundang-Undangan Terkait Dengan Taman Nasional

dan Badan Layanan Umum90

3.1.1. Regulasi yang Mendukung94

3.1.2. Regulasi yang Menghambat97

3.1.3. Regulasi yang Berpotensi Mendukung atau Menghambat98

3.2. Analisis Kondisi Pemenuhan Persyaratan Menjadi BLU di Tiga Taman

Nasional99

3.2.1 Analisis Kondisi Pemenuhan Persyaratan Menjadi BLU di TN-GGP99

3.2.2 Analisis Kondisi Pemenuhan Persyaratan Menjadi BLU di TN-GHS101

3.2.3. Analisis Kondisi Pemenuhan Persyaratan Menjadi BLU di TN-GHSError!

Bookmark not defined.

Page 3: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

3

3.3. Analisis Peluang dan Tantangan TN Berstatus BLU102

3.3.1. Peluang TN Bertransformasi menjadi Satuan Kerja Berstatus BLU106

3.3.2. Tantangan TN Bertransformasi menjadi Satuan Kerja Berstatus BLU108

3.4 Merancang Masa Depan TN Berstatus BLU111

3.4.1. Desain TN Berstatus BLU: Pengelolaan TN secara kolaboratif112

3.4.2. Tahapan Pengembangan Pemanfaatan Potensi Taman Nasional Pasca Status

BLU114

BAB IV116

KESIMPULAN DAN REKOMENDASIError! Bookmark not defined.

4.1. KesimpulanError! Bookmark not defined.

4.2. RekomendasiError! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA132

Page 4: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

4

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Peluang dan Tantangan Pengembangan Pariwisata di Kawasan Konservasi18

Tabel 2. Potensi Dampak Negatif Pariwisata Kawasan Konservasi Terhadap

Lingkungan dan Ekologi20

Tabel 3. Prinsip Pengelolaan Pariwisata di Kawasan Konservasi22

Tabel 4. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang Relevan dengan Taman

Nasional dan BLU26

Tabel 5. Peraturan Menteri yang Relevan dengan Taman Nasional29

Tabel 6. Gambaran Umum Pelayanan Taman Nasional34

Tabel 7. Layanan yang Disediakan Oleh TNGGP40

Tabel 8. Layanan yang Disediakan Oleh TNGHS49

Tabel 9. Layanan yang DIsediakan Oleh TNBTS57

Tabel 10. Deskripsi Persyaratan Teknis64

Tabel 11. Jumlah Pegawai Menurut Pendidikan67

Tabel 12. Realisasi Pendapatan PNBP 2016-201867

Tabel 13. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNGGP68

Tabel 14. Tabel Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja TNGGP68

Tabel 15. Komposisi, Jumlah, dan Tingkat Pendidikan Pegawai71

Tabel 16. Penerimaan PNBP TNGHS 2016-201972

Tabel 17. Tabel Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNGGP72

Tabel 18. Realisasi Anggaran 2016-201873

Tabel 19. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja TNGGP73

Tabel 20. Komposisi, Jumlah, dan Tingkat Pendidikan Pegawai75

Tabel 21. Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876

Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

Tabel 23. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja TNBTS77

Tabel 24. Detil Persyaratan Administratif78

Tabel 25. Peta Dukungan Regulasi Terhadap Pengelolaan Taman Nasional90

Tabel 26. Skoring Pemenuhan Persyaratan99

Tabel 27. Skoring Pemenuhan Persyaratan101

Tabel 28. Gambaran Perbandingan Pengelolaan TN Sebelum dan Sesudah Berstatus

BLU104

Tabel 29. Kunjungan Wisatawan Nusantara dan Mancanegara 2010-2014107

Tabel 30. Jumlah Data Kunjungan Wisatawan Nusantara dan Mancanegara107

Tabel 31. Regulasi yang Mendukung TN Menjadi BLU116

Tabel 32. Pemenuhan Persyaratan Status BLU Tiga Taman Nasional122

Page 5: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

5

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Capaian Kinerja TNGGP66

Grafik 2. Penilaian Kinerja 2016-201870

Grafik 3. Realisasi Anggaran TNBTS Tahun 2016-201877

Page 6: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan

Ekosistem (Ditjen KSDAE), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)

bertanggung jawab dalam upaya penyelenggaraan konservasi sebagai mandat

pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber

Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU No. 5/1990), Undang-Undang Nomor 41

Tahun 1999 tentang Kehutanan, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta beberapa konvensi

internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia.

Indonesia memiliki 27.140.384,04 ha kawasan konservasi dan 59,81% dari luas

tersebut, yaitu sebesar 16.232.132,17 ha merupakan area dari 54 Taman Nasional.

Saat ini, para pengelola kawasan konservasi menghadapi persoalan yang kompleks dan

beragam. Habitat alami mengalami kerusakan dan degradasi dalam skala besar,

terutama karena illegal logging dan praktik penggunaan lahan yang tidak tepat.

Ketidakefektifan pengelolaan kawasan konservasi sering kali disampaikan karena

kurangnya anggaran untuk mengelola habitat alam. Kebutuhan pendanaan konservasi

diestimasi sebesar USD 18,6 /ha/tahun pada periode 2010-2020. Sementara dari luas

kawasan konservasi sekitar 39 juta hektar, rata-rata anggaran yang diperoleh saat ini

USD 5, 1 /ha/tahun (acuan 1999). Dengan demikian, terdapat kesenjangan anggaran

sebesar USD 13,5 /ha/tahun (Jefferson, 2014 dalam Indonesian Biodiversity Strategy

and Action Plan /IBSAP, 2015-2020).

Taman Nasional (TN) memiliki potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang

cukup besar. Contohnya, TN Bromo Tengger Semeru pada tahun 2017 memiliki

realisasi pendapatan sebesar Rp. 22.108.571.261 atau lebih besar 134,82%

dibandingkan target pendapatannya yang sebesar Rp. 16.398.507.000. Selain itu, TN

juga memiliki peluang meningkatkan pendapatannya melalui kerja sama dengan pihak

ketiga maupun hibah. Sayangnya, potensi sumber-sumber pendapatan ini tidak dapat

dikelola langsung oleh TN, karena statusnya sebagai Satuan Kerja (Satker) yang

mengelola dananya berdasarkan mekanisme APBN, sehingga tidak dapat mengelola

PNPB yang diperolehnya secara langsung. Kondisi ini menyulitkan pengelola TN

untuk melakukan kreasi dan inovasi dalam pengelolaannya. Pola pembiayaan TN yang

berlaku saat ini, yaitu bersumber dari APBN dipandang belum optimal untuk

menjalankan tugas pokok dan fungsi seperti yang dimandatkan dalam UU No. 5/1990.

Sejak tahun 2006, Kementerian Kehutanan telah menginisiasi model Taman Nasional

Mandiri guna memperjelas arah pengelolaan TN di Indonesia. Rencana Strategis

Kementerian Kehutanan 2010-2014 telah menargetkan 12 TN menjadi Badan

Layanan Umum (BLU) sebagai indikator kinerja utama. Target ini tidak terealisasi,

karena adanya moratorium dari Kementerian Keuangan untuk penetapan BLU baru,

di luar layanan pendidikan dan kesehatan (Tohirin dan Muktaromin, 2013).

Moratorium yang dilakukan pada tahun 2013 itu merupakan upaya untuk

meminimalisir permasalahan yang terjadi dari pembentukan satker baru menjadi BLU,

Page 7: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

7

karena Kementerian Keuangan perlu melakukan perbaikan kebijakan yang berkaitan

dengan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU). Perbaikan yang

dilakukan antara lain penataan regulasi, monitoring dan evaluasi terhadap satuan kerja

BLU, dan penyusunan road map bagi satuan kerja BLU (Waluyo, 2014). Pada tahun

2016, Kementerian Keuangan mengeluarkan PMK Nomor 180/PMK.05/2016 tentang

Penetapan dan Pencabutan Penerapan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan

Umum Pada Satuan Kerja Instansi Pemerintah, sehingga penetapan BLU dapat

dilakukan kembali.

Sebagai kawasan konservasi, TN memiliki fungsi ekologis, ekonomi dan sosial budaya

yang perlu dilaksanakan secara seimbang agar kelestarian ekosistem dan

keanekaragaman hayati tetap terjaga serta dapat menjadi sumber penghidupan untuk

kesejahteraan masyarakat sekitar TN. Dalam rangka mengupayakan keseimbangan

antara fungsi ekologis, ekonomi dan sosial budaya, serta memperkuat kemandirian

dan peningkatan pelayanan TN, maka dipandang penting bagi TN untuk dapat

mengubah statusnya menjadi BLU. Dalam rangka mengetahui kesiapan TN

bertransformasi menjadi TN berstatus BLU, PATTIRO melalui dukungan BIJAK

Project melakukan penelitian yang bertajuk “Pembiayaan Berkelanjutan Taman

Nasional melalui Pembentukan Badan Layanan Umum”.

1.2 Tujuan

Studi ini bertujuan untuk:

1. Melakukan analisis kebijakan yang mendukung dan menghambat TN untuk

memperoleh status BLU, serta kebijakan yang dipandang perlu ada untuk

mendukung TN memperoleh status BLU.

2. Melakukan analisis kondisi di tiga TN (TN Gunung Gede Pangrango, TN

Gunung Halimun Salak, dan TN Bromo Tengger Semeru), yang mencakup tugas

dan fungsi, kinerja perencanaan penganggaran dan pelaksanaan anggaran, tata

kelola organisasi TN, potensi kawasan TN, pendanaan, dan hubungannya

dengan pemerintah pusat, daerah, pemerintah desa, swasta, dan masyarakat

sekitar TN.

3. Mendapatkan gambaran mengenai tantangan, peluang, dan kesiapan tiga TN

dalam memperoleh status BLU dengan mengidentifikasi kesenjangan (gap)

antara kondisi saat ini dengan persyaratan yang dibutuhkan untuk memperoleh

status BLU (persyaratan substantif, teknis, dan administratif).

1.3 Metodologi

Secara umum studi ini dilakukan dalam dua tahap kegiatan, yaitu:

1.3.1 Desk Study

Desk study dilakukan dalam upaya memperoleh gambaran mengenai peta dan analisis

kebijakan yang relevan dengan BLU dan TN, serta gambaran kondisi eksisting TN

(tugas dan fungsi, pendanaan, dan hubungan dengan berbagai pihak terkait), serta

mengidentifikasi kesiapan, peluang dan tantangan TN berstatus BLU. Desk Study yang

dilakukan meliputi:

Page 8: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

8

1. Studi regulasi mengenai kawasan konservasi; TN; wisata di kawasan

konservasi; PNBP; dan BLU yang meliputi pengelolaan TN, persyaratan dan

tahapan menjadi BLU dan peluang dan tantangan TN bertransformasi menjadi

TN berstatus BLU. Regulasi yang diteliti meliputi Undang-Undang, Peraturan

Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri.

2. Studi literatur berupa publikasi hasil penelitian, buku dan artikel jurnal terkait

dengan sustainable tourism (termasuk best practice di Indonesia dan negara

lain), bisnis konservasi dan pengembangan potensi TN.

3. Studi dokumen yang terkait tiga TN yang menjadi objek studi, meliputi

dokumen perencanaan TN, laporan kinerja TN, data pengunjung, laporan

keuangan TN, dan dokumen pendukung lainnya.

Dari hasil desk study, diperoleh gambaran adanya kebijakan yang memberikan peluang

untuk mengoptimalkan potensi TN dalam rangka memberikan pelayanan kepada

masyarakat dan ekosistem yang ada di TN sebagaimana diatur dalam UU No. 5/1990

dan peraturan turunan lainnya. Selain itu, pola pengelolaan keuangan BLU yang memberikan fleksibilitas pengelolaan keuangan dipandang akan memberikan

kesempatan bagi TN untuk meningkatkan kinerjanya dalam menjalankan fungsi

ekologis, ekonomi dan sosial budayanya dengan menyelenggarakan pelayanan secara

efektif, efisien dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat bagi pengelolaan ekosistem

yang ada di kawasan TN.

1.3.2 Field Study

Field Study dilakukan dalam rangka menggali lebih lanjut informasi yang sudah

didapatkan dari desk study terutama untuk mengetahui kebijakan yang mendukung

dan menghambat TN berstatus BLU; kondisi pengelolaan TN yang dilakukan saat ini;

pemenuhan persyaratan TN berstatus BLU; serta peluang dan tantangan TN

berstatus BLU. Field Study dilakukan di tiga TN, yaitu TN Gunung Gede Pangrango

(TNGGP), TN Gunung Halimun Salak (TNGHS), dan TN Bromo Tengger Semeru

(TNBTS). Field study dilakukan melalui beberapa tahapan kegiatan, yaitu:

1. Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data dalam studi ini dilakukan melalui wawancara

mendalam ke beberapa pemangku kepentingan, yaitu: pengelola TN,

pemerintah daerah, pemerintah desa dan masyarakat di sekitar kawasan,

akademisi dan perusahaan yang bekerjasama dengan TN. Pada tingkat

pemerintah pusat juga dilakukan wawancara dengan KLHK, Bappenas, dan

Kemenkeu. Proses pengumpulan data juga dilakukan melalui FGD yang

bertujuan untuk melakukan triangulasi atas studi dokumen dan wawancara

mendalam. Kegiatan FGD dilakukan di tiga lokasi TN yang menjadi obyek studi.

2. Pengolahan dan Analisis Data

Data dan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara serta FGD selanjutnya

diolah dengan melakukan proses kompilasi dan pengkodean informasi untuk

mendapatkan gambaran mengenai kebijakan yang mendukung dan menghambat

TN menjadi BLU; pemenuhan persyaratan TN menjadi BLU; serta potensi,

peluang dan tantangan TN menjadi BLU. Untuk meningkatkan akurasi data dan

informasi, dilakukan workshop triangulasi dengan stakeholder di tiga TN,

pemerintah daerah, akademisi dan pemerintah pusat.

Page 9: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

9

Penilaian pemenuhan persyaratan BLU di tiga lokasi studi menggunakan metode

skoring.

3. Penyusunan Laporan

Dari hasil pengolahan data dan analisis yang dilakukan, kemudian disusun

laporan studi.

1.4 Ruang Lingkup

Studi ini memfokuskan pada pembahasan kondisi pengelolaan TN saat ini, persyaratan

TN berstatus BLU, potensi, peluang dan tantangan serta kebijakan yang mendukung

dan menghambat TN memperoleh status BLU.

1.5 Kerangka Konseptual

Studi tentang pembiayaan berkelanjutan TN melalui perubahan status menjadi BLU ini

didasarkan pada beberapa konsep yang dipandang relevan. Konsep dimaksud meliputi

badan layanan umum (BLU), pengelolaan sektor publik, khususnya new public

management, teori kebijakan, khususnya implementasi kebijakan, tata kelola, dan

sustainable tourism (pariwisata berkelanjutan).

1.5.1 Badan Layanan Umum

Badan Layanan Umum merupakan penerjemahan dari konsep Semi Autonomous

Revenue Authority (SARA), yang dapat didefinisikan sebagai “a governance model for revenue administration where traditional ministry of finance departments (tax and usually customs administrations) are established as an organization or agency with a degree of autonomy from government and independence from standard public service policies” (Kidd and Crandall, 2006). Konsep SARA merujuk pada kerangka

kelembagaan dan tata kelola organisasi yang memberikan otonomi yang lebih besar

daripada direktorat atau departemen pada umumnya (Kristiaji dan Pusoro, 2013).

Pemberian otonomi yang lebih besar bagi lembaga dimaksud bertujuan untuk

menghilangkan hambatan dalam menciptakan manajemen yang efektif, efisien dan

akuntabel. Timbulnya SARA ini, disebabkan pemerintah tidak puas dengan tingkat

pendapatan yang diperoleh atau dikumpulkan, terutama dalam menghadapi defisit

fiskal atau sebagai upaya untuk memperluas pemenuhan kebutuhan bagi belanja

publik.

Meski implementasi konsep SARA di berbagai negara berbeda, namun terdapat pola

yang relatif sama atau karakteristik umum dari SARA (Terkper, 2008), yaitu sebagai

berikut:

a. Status Kelembagaan. Berbadan hukum publik, bukan perusahaan swasta

atau BUMN.

b. Pengelolaan. Penetapan kebijakan dilakukan oleh Kementerian Keuangan,

sedangkan pengelolaan operasional dilakukan oleh kepala eksekutif dan

manajemen yang bertanggungjawab langsung atas pengelolaan SARA.

c. Pengawasan. Terdapat dewan pengawas (beberapa diantaranya perwakilan

sektor swasta dan pemerintah) yang ditunjuk oleh Kementerian Keuangan.

Page 10: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

10

d. Akuntabilitas. SARA dapat menuntut dan dituntut secara hukum, memiliki

aset sendiri dan dapat meminjam atau berutang, diaudit secara teratur dan

melapor ke dewan pengawas (sebagian juga melapor ke Kementerian

Keuangan dan parlemen).

e. Fleksibilitas Anggaran. Memperoleh alokasi anggaran yang fleksibel,

kewenangan yang lebih besar dalam transfer dana dan dapat menggunakan

penerimaan yang diperoleh untuk dikelola lebih lanjut.

Di Indonesia, SARA diterapkan melalui Badan Layanan Umum (BLU) yang diatur

melalui Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan

Badan Layanan Umum. Tujuan pembentukan BLU sendiri adalah untuk meningkatkan

pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan

mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan

keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktik

bisnis yang sehat. Instansi pemerintah yang berstatus BLU memiliki karakteristik yang

berbeda dari instansi lainnya, yaitu:

a. Berkedudukan sebagai lembaga pemerintah, bukan kekayaan negara yang

dipisahkan (BUMN);

b. Menyelenggaran pelayanan umum yang menghasilkan barang/jasa semi publik

(quasi public goods);

c. Tidak mengutamakan mencari keuntungan/laba;

d. Dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala bisnis;

e. Rencana kerja/anggaran dan pertanggungjawaban dikonsolidasikan pada

instansi induk;

f. Pendapatan BLU dapat digunakan langsung; dan

g. Pegawai terdiri dari dari PNS dan profesional non-PNS.

Berdasarkan jenis layanan yang diberikan, BLU dikelompokkan menjadi tiga bagian,

yaitu:

1. Penyedia layanan barang dan/atau jasa, misalnya pendidikan dan pelatihan,

kesehatan, penelitian dan pengembangan, serta penyiaran publik;

2. Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu, misalnya otorita dan kawasan

pengembangan ekonomi terpadu; dan

3. Pengelolaan dana khusus, misalnya pengelola dana bergulir, rekening dana

investasi dan rekening pembangunan daerah.

Penetapan suatu instansi yang telah memenuhi persyaratan menjadi BLU dilakukan

oleh Menteri Keuangan. Sedangkan menteri teknis, sebagai contoh Menteri KLHK

bagi TN, bertanggungjawab atas pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan

umum yang didelegasikannya kepada BLU dari segi manfaat layanan yang dihasilkan.

Suatu instansi pemerintah dapat menjadi BLU setelah memenuhi persyaratan dan

melalui proses pembentukan yang usulannya disampaikan oleh Menteri/Pimpinan

lembaga (di tingkat pusat) atau Kepala SKPD (di tingkat daerah) kepada Menteri

Keuangan (pusat) atau gubernur/ bupati/walikota (daerah). Penetapan BLU di tingkat

pusat dilaksanakan oleh Menteri Keuangan, sedangkan di tingkat daerah oleh

Gubernur/Bupati/Walikota. Persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi BLU

Page 11: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

11

terdiri dari tiga, yaitu persyaratan substantif, teknis dan administratif. Mengingat BLU

dalam studi ini merujuk pada BLU di tingkat pusat, maka yang akan dibahas adalah

persyaratan menjadi BLU di tingkat pusat yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Persyaratan substantif untuk menjadi BLU, yaitu bila instansi pemerintah

menyelenggarakan pelayanan umum yang berhubungan dengan:

a. Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum;

b. Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan

perekonomian masyarakat atau layanan umum; atau

c. Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau

pelayanan kepada masyarakat.

Sedangkan persyaratan teknis terdiri dari:

a. kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan

ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan oleh

Menteri/Pimpinan Lembaga; dan

b. kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat

sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU.

Sementara itu persyaratan administratif berupa penyajian dokumen sebagai berikut:

a. pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan

manfaat bagi masyarakat;

b. pola tata kelola;

c. rencana strategis bisnis;

d. laporan keuangan pokok;

e. standar pelayanan (minimum); dan

f. laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara

independen.

Instansi pemerintah yang berstatus BLU akan dievaluasi dua tahun sekali, dan bila

tidak memenuhi lagi persyaratan substantif, teknis dan administratif, atau berubah

statusnya menjadi badan hukum dengan kekayaan negara yang dipisahkan, seperti

BUMN, maka akan dicabut statusnya sebagai BLU.

1.5.2 New Public Management

Pengelolaan sektor publik, khususnya organisasi pemerintahan dan unit-unit organisasi

yang dikelola pemerintah dan berkaitan dengan hajat hidup orang banyak atau

pelayanan publik seperti kesehatan, pendidikan, keamanan dan pengelolaan sumber

daya alam mengalami perkembangan terus menerus. Sebelum tahun 1980,

pengelolaan sektor publik lebih bercirikan kepatuhan terhadap peraturan, hirarki

organisasi, berjalan dalam sistem tertutup dan keterlibatan masyarakat dibatasi.

Pengelolaan seperti itu dikenal dengan paradigma administrasi publik lama (Old Public Administration/OPA).

Sejak pertengahan tahun 1980-an, di beberapa negara Eropa, Amerika dan Australia,

berkembang paradigma baru yang disebut paradigma manajemen publik baru (New Public Management/NPM) yang dapat dikatakan merupakan antitesis terhadap OPA

Page 12: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

12

yang dikritik menjadikan sektor publik terlalu birokratis, kaku dan tidak efisien.

Paradigma NPM ini digunakan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan dalam

memberikan pelayanan publik (Ballesteros, 2012), dalam arti mengarah pada lembaga

yang lebih efisien dalam memberikan pelayanan publik, lebih ramping (right sizing),

lebih fleksibel dan lebih mampu melakukan koordinasi dan pengendalian aktifitas-

aktifitasnya.

Beberapa doktrin penting dari NPM adalah: 1) pemanfaatan manajemen profesional;

2) penggunaan indikator kinerja; 3) penekanan pada kontrol output; 4) pergeseran

kepada unit-unit yang lebih kecil (desentralisasi); 5) tingkat kompetisi yang lebih

tinggi; 6) penekanan pada gaya sektor privat/swasta; dan 7) penekanan pada

penghematan sumber daya. Hal ini terlihat dari orientasi organisasi kepada

pencapaian hasil, adanya pengukuran kinerja pegawai dan organisasi serta adanya

evaluasi program yang lebih sistematis melalui tiga prinsip, yaitu ekonomis, efisien dan

efektif. Ringkasnya NPM berusaha memastikan bahwa penyelenggaraan pemerintahan

seperti menjalankan perusahaan swasta (run government like a business).

Pendekatan NPM ini dianggap sukses dalam arti memberikan hasil nyata berupa: a)

terjadinya penghematan sumber daya; b) perbaikan proses kerja; c) perbaikan tingkat

efisiensi dan efektifitas; dan d) perbaikan sistem administrasi seperti peningkatan

kapasitas, fleksibilitas dan ketahanan organisasi.

Salah satu varian penting dari NPM adalah munculnya konsep pemerintah yang

berwirausaha yang dicetuskan oleh David Osborne dan Ted Gaebler dalam bukunya

Reinventing Government (1991). Konsep Reinventing Government (RG) ini intinya

adalah transformasi mendasar terhadap sistem publik dan organisasi untuk

menciptakan peningkatan yang luar biasa terhadap efektivitas, efisiensi, adaptabilitas

dan kemampuan untuk berinovasi. Melalui RG, pemerintah siap terhadap tantangan

yang tidak dapat diantisipasi dan membentuk pemerintahan yang selalu mencari cara

untuk menjadi lebih efisien. Beberapa konsep penting RG adalah: a) akuntabilitas tidak

lagi dilihat dari ketaatan terhadap aturan, namun dari ketercapaian hasil; b)

mengutamakan masyarakat sebagai pelanggan (customers); c) mendorong

pemberdayaan pegawai (employee empowerment); dan d) efisiensi melalui

pemerintahan yang lebih baik.

Meski NPM dipandang memberikan hasil positif yang nyata, namun NPM juga dikritik,

karena sangat menekankan semangat privat. Akibatnya para elit birokrat cenderung

berkompetisi untuk kepentingan dirinya sendiri daripada untuk kepentingan umum.

Kritik lainnya adalah dipandang tidak mendorong terjadinya proses demokrasi;

pemerataan dan keadilan sosial sulit terwujud; dan bila tidak hati-hati justru akan

meningkatkan tindakan korupsi; serta munculnya orang-orang miskin baru yang tidak

dapat mengakses pelayanan publik.

Beberapa prinsip dari NPM tampak sejalan dengan pengelolaan organisasi yang

berstatus Badan Layanan Umum (BLU). Hal ini terlihat dari penyusunan Rencana

Strategis Bisnis, adanya indikator kinerja yang berorientasi pada hasil (output),

pengelolaan SDM/ketenagakerjaan yang lebih fleksibel, dalam arti tidak hanya Pegawai

Negeri Sipil (PNS), namun juga dapat mengangkat pegawai kontrak sesuai kebutuhan,

dan adanya penekanan pada efisiensi organisasi. Dengan kata lain, organisasi yang

berstatus BLU diharapkan mampu menyelenggarakan pelayanan publik dengan lebih

efisien dengan menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan sektor swasta melalui NPM.

Page 13: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

13

Bila dikaitkan dengan kelembagaan Taman Nasional, maka TN sebagai organisasi

publik yang mengelola sumber daya alam dan memberikan pelayanan kepada

masyarakat dituntut mampu memberikan pelayanan publik dan menjalankan fungsi

ekologis, sosial dan ekonomi sembari pada saat yang sama menerapkan NPM. Hal ini

berarti, pengelola TN harus mampu memaduserasikan antara fungsi dan peran

birokrasi pemerintahan dengan swasta dalam memberikan pelayanan publik secara

optimal.

1.5.3 Implementasi Kebijakan Publik

Secara umum, kebijakan publik, menurut Dye (2011) dapat didefinisikan sebagai

segala sesuatu yang dikerjakan pemerintah, mengapa mereka melakukan, dan hasil

yang membuat sebuah kehidupan tampil berbeda (public policy is “whatever governments choose to do or not to do. Public policy is what government do, why they do it, and what difference it makes). Sedangkan Dunn (2000) menyatakan bahwa

kebijakan publik adalah pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan-piliihan

kolektif yang saling tergantung termasuk keputusan-keputusan untuk bertindak yang

dibuat oleh badan atau kantor pemerintah. Sementara itu, Nugroho (2012)

menyatakan bahwa kebijakan publik sebagai aturan yang mengatur kehidupan bersama

yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan

diberi sanksi sesuai dengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi

ditetapkan oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi. Kebijakan publik

disusun dan disepakati oleh para pejabat yang berwenang dan ketika rancangan

kebijakan publik tersebut ditetapkan menjadi suatu kebijakan publik; apakah menjadi

Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden atau Peraturan Menteri,

maka berubah menjadi hukum yang harus ditaati. Dengan kata lain, kebijakan publik

ini mengatur perilaku, mengorganisir birokrasi, mendistribusikan manfaat dan menarik

pajak atau melakukan semuanya secara bersamaan.

Menurut Nakamura (1980) kebijakan publik dapat dilihat dari tiga lingkungan, yaitu: 1)

lingkungan perumusan kebijakan (formulation); 2) lingkungan penerapan kebijakan

(implementation); dan 3) lingkungan penilaian kebijakan (evaluation). Dari ketiga

lingkungan tersebut, implementasi kebijakan menempati posisi yang sangat strategis.

Mengapa? Karena suatu kebijakan hanya akan menjadi dokumen semata jika tidak

diimplementasikan. Oleh karena itu, kebijakan publik yang telah ditetapkan harus

diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh lembaga-lembaga publik, terutama instansi

pemerintah.

Beberapa pakar menjelaskan tentang implementasi kebijakan, diantaranya Lester and

Stewart (2000) yang menyatakan bahwa implementasi kebijakan sebagai alat

administrasi hukum dengan berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang

bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan

yang diinginkan. Jauh sebelumnya, Grindle (1980) menyatakan bahwa implementasi

kebijakan, sesungguhnya bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme

penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur rutin lewat saluran

birokrasi, bahkan lebih daripada itu, yaitu menyangkut masalah konflik, keputusan dan

siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan. Sementara Afan Gaffar (2009)

menjelaskan bahwa implementasi kebijakan sebagai suatu rangkaian kegiatan dalam

rangka menghantarkan kebijakan kepada masyarakat, sehingga kebijakan tersebut

dapat membawa hasil sebagaimana yang diharapkan. Rangkaian kegiatan itu mencakup

persiapan seperangkat peraturan lanjutan yang merupakan interpretasi dari kebijakan

Page 14: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

14

tersebut. Misalnya dari sebuah undang-undang muncul sejumlah Peraturan

Pemerintah, Keputusan Presiden, maupun Peraturan Daerah; menyiapkan sumber

daya guna menggerakkan implementasi termasuk di dalamnya sarana dan prasarana,

sumber daya keuangan; siapa yang bertanggung jawab melaksanakan kebijakan

tersebut; dan bagaimana mengantarkan kebijakan secara konkrit ke masyarakat.

Implementasi kebijakan menghubungkan antara tujuan kebijakan dan realisasinya

dengan hasil kegiatan pemerintah. Hal ini sesuai dengan pandangan Van Meter dan

Horn (Grindle, 1980) bahwa tugas implementasi adalah membangun jaringan yang

memungkinkan tujuan kebijakan publik direalisasikan melalui aktivitas instansi

pemerintah yang melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan (policy stakeholders). Implementasi kebijakan tidak lepas dari berbagai kendala yang timbul

akibat proses yang rumit dan kompleks. Kendala tersebut menjadi penghambat dalam

keberhasilan suatu implementasi bahkan dapat menyebabkan gagalnya implementasi

tersebut. Pihak yang terlibat penuh dalam implementasi kebijakan publik adalah

birokrasi yang memiliki peran besar dan dominan.

Beberapa pakar kebijakan telah memberikan analisis mengenai bagaimana agar

kebijakan publik dapat diimplementasikan secara efektif, antara lain Brian W.

Hogwood dan Lewis A. Gunn melalui top down approach-nya; Van Meter dan Van

Horn dengan model implementasi kebijakan-nya; serta George Edward III, yang

dikenal dengan pemikirannya mengenai faktor atau variabel kebijakan. George

Edward III dalam Nugroho (2014) menyatakan bahwa masalah utama dari

administrasi publik adalah lack of attention to implementation. Dikatakannya bahwa

without effective implementation, the decision of policymakers will not be carried out successfully. Edward menyarankan untuk memperhatikan empat isu pokok agar

implementasi kebijakan menjadi efektif, yaitu communication, resource, disposition or attributes, dan bureaucratic structures.

Komunikasi (communication) berkenaan dengan bagaimana kebijakan

dikomunikasikan kepada organisasi dan atau publik dan sikap serta ketersediaan

sumberdaya pendukung (resource), khususnya SDM, dimana hal ini berkenaan dengan

kecakapan dari pelaksana kebijakan publik untuk melaksanakan (carry out) kebijakan

secara efektif.

Disposition berkaitan dengan kesediaan dari para implementor kebijakan untuk

melaksanakan (carry out) kebijakan publik tersebut. Kecakapan saja tidak mencukupi,

tanpa kesediaan dan komitmen untuk melaksanakan kebijakan.

Sedangkan struktur birokrasi (bureaucratic structures) berkenaan dengan kesesuaian organisasi birokrasi yang menjadi penyelenggara implementasi kebijakan publik

dimaksud. Tantangannya adalah bagaimana menyusun struktur organisasi yang tepat

dan agar tidak terjadi fragmentasi birokrasi (bureaucratic fragmentation), karena ini

akan mengakibatkan proses implementasi menjadi jauh dari efektif.

Pemikiran George Edward III dipandang tepat untuk mengkaji kebijakan terkait TN,

karena untuk dapat melaksanakan kebijakan perubahan status TN dari satuan kerja

menjadi BLU diperlukan sejumlah prasyarat yang dipandang relevan dengan empat

faktor atau variabel kebijakan di atas.

Page 15: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

15

1.5.4 Tata Kelola (Governance)

Konsep tata kelola (governance) mulai berkembang ditandai dengan adanya cara

pandang baru terhadap peran pemerintah dalam menjalankan pemerintahan. Dalam

hal ini bukan hanya berarti urusan kepemerintahan saja, tapi juga mengacu pada arti

pengurusan, pengarahan, pengelolaan dan pembinaan penyelenggaraan. Jadi dalam

membahas governance tidak akan terlepas dari unsur government, karena perspektif

governance merupakan transformasi government secara bertahap. Keduanya berada

dalam pengertian yang berbeda. Government sangat identik dengan kekuasaan,

penguasaan, kewenangan, dominasi, dan pemusatan. Sementara governance adalah

berpikir mengenai bagaimana semua pihak mencapai tujuan bersama dalam konteks

hubungan sistem politik dengan lingkungannya. Konteks governance lebih

menekankan pada kerjasama yang seringkali memperlihatkan keefektifan daripada

melakukan sesuatu secara sendiri-sendiri dalam konteks government.

Menurut Schwab, Kubler & Walti (2001) governance dalam prosesnya melibatkan

aktor-aktor yang terdiri dari unsur pemerintah, masyarakat dan sektor privat. Negara

(pemerintah) berperan dalam menciptakan situasi politik dan hukum yang kondusif;

sementara masyarakat dan sektor privat berperan dalam memfasilitasi interaksi

secara sosial dan politik yang memadai bagi mobilitas individu atau kelompok untuk

berpartisipasi dalam aktivitas sosial, ekonomi dan politik dalam proses bernegara dan

berbangsa. Sedangkan Ohmae (2005) menyatakan bahwa peranan pemerintah sebagai

penyedia tunggal kebijakan harus diubah menjadi anggota tim. Meskipun pemerintah

akan tetap memiliki peran penting dalam persoalan publik, sehingga tidak perlu takut

untuk membuka pelibatan pihak swasta.

Governance merupakan inovasi kebijakan untuk menyikapi kompleksitas dan

dinamika yang terjadi dalam kebijakan publik. Berbagai fakta menunjukkan bahwa

sejak era 1990-an, berbagai bentuk praktik governance telah menjadi solusi inovatif

dalam menjawab pertanyaan dari berbagai pihak, terutama berkaitan dengan

rendahnya akuntabilitas dan transparansi penyelesaian persoalan publik. Inovasi

pemerintahan melalui governance perlu dilakukan, karena permasalahan publik yang

dihadapi pemerintah semakin hari semakin kompleks dan dinamis. Penyelesaiannya

tidak dapat diselesaikan dengan model pemerintahan tradisional yang hierarkis dalam

era perubahan yang cepat (Eggers, 2008).

Ada dua sudut pandang mengenai paradigma governance, yaitu sudut pandang

deskriptif dan sudut pandang preskriptif (Chandhoke, 2003 dalam Shylendra, 2005:

217). Dilihat dari sudut pandang deskriptif, paradigma governance merupakan sebuah

fenomena yang muncul di negara maju dan negara berkembang untuk merespon

perubahan peran negara. Di negara-negara maju, konsep welfare state telah memudar

karena munculnya ideologi neo liberal Reagan-Thatcher. Sementara di negara-negara

berkembang, ada tekanan bagi pemerintah untuk melibatkan aktor lain dalam

program pembangunan. Hal tersebut dipengaruhi oleh globalisasi. Hasilnya, negara-

negara di dunia menjadi lebih plural dengan hadirnya berbagai aktor nonpemerintah

dari tingkat lokal sampai global. Aktor-aktor tersebut berupaya melengkapi peran

yang sudah dilakukan pemerintah, bahkan ada juga yang mulai menggantikan peran

pemerintah sebagai aktor tradisional dalam pembangunan. Ada konsekuensi yang

harus menjadi perhatian ketika pemerintah tidak lagi menjadi otoritas tunggal dalam

kebijakan publik, yaitu kemungkinan meningkatnya persoalan di internal pemerintah.

Selama ini, pemerintah masih menghadapi persoalan klasik di internal, yaitu

Page 16: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

16

koordinasi dan ‘ego sektoral’. Apabila pemerintah melibatkan aktor/stakeholder lain,

maka pemerintah akan semakin sulit mengoordinasi aktivitas-aktivitas internal

mereka. Masing-masing organisasi bekerja guna mewujudkan tujuan masing-masing.

Koordinasi yang lemah di sektor publik menyebabkan penurunan efektivitas dan

efisiensi program publik, serta memperburuk citra pemerintah di masyarakat (Peters,

2010).

Dalam paradigma governance, ada tiga aktor yang berperan dalam pembangunan.

Secara tradisional, pemerintah merupakan aktor utama dalam pembangunan. Seiring

dengan pergeseran ke paradigma governance, pemerintah mulai mengikutsertakan

aktor nonpemerintah (sektor swasta dan masyarakat madani) dalam program

pembangunan. Kapasitas ketiganya dibutuhkan untuk saling melengkapi kapasitas

aktor lain.

Senada dengan pandangan tersebut, Kooiman (2003) memberikan pemahaman

governance sebagai suatu konsepsi yang berkaitan dengan interaksi dalam

memerintah, dimana proses interaksi yang berlangsung merupakan hubungan yang

saling menguntungkan antara aktor-aktor yang terlibat didalamnya. Pemerintah

dimanapun akan menghadapi kompleksitas dan dinamika dalam penyelesaian

persoalan publik. Oleh karena itu, governance menjadi pilihan agar pemerintah lebih

efektif, sehingga mewujudkan hasil yang lebih baik bagi masyarakat ditengah

keterbatasan sumber daya. Kunci dari governance dalam penyelesaian persoalan

publik adalah adanya interaksi total antara aktor-aktor dengan lingkungannya, seperti

yang disampaikan oleh Kooiman (2003), Moore dan Hartley (2010), dan Moore

(1995).

Penerapan governance bukanlah proses yang mudah, sehingga untuk membangun

model governance, penting untuk memperhatikan dan memahami kondisi khas yang

ada di suatu negara atau wilayah. Karakteristik governance di negara maju tentu saja

berbeda dengan karakteristik di negara berkembang. Agere (2000) meyakini untuk

menerapkan governance dibutuhkan beberapa syarat: Pertama, pemerintah (negara)

yang efektif, yaitu yang mampu menciptakan lingkungan hukum dan politik untuk

mendukung pertumbuhan ekonomi dan distribusi yang adil dan merata; Kedua,

masyarakat madani yang mampu memobilisasi kelompok dan masyarakat,

memfasilitasi interaksi sosial dan politik, meyakinkan adanya governance yang

partisipatif, membantu penciptaan modal sosial, dan percepatan kohesi sosial; dan

ketiga, sektor swasta yang produktif. Untuk merespons permasalahan kolektif melalui

governance yang baik, Agere (2000) menambahkan bahwa governance yang baik

mencerminkan partisipasi, transparansi, akuntabilitas, penegakan hukum, efektivitas,

dan keadilan.

Pemikiran mengenai governance kemudian berkembang, salah satunya adalah

munculnya pandangan mengenai collaborative governance. “Collaborative” dalam

konteks administrasi publik adalah kondisi ketika setiap pemangku kepentingan

bekerja sama dengan pemerintah untuk menyusun suatu kebijakan publik guna

menyelesaikan permasalahan publik (Purdy, 2012). Bila dikaitkan dengan konsep

governance, maka “Collaborative Governance”, menurut Purdy (2012) adalah “a processes that seek to share power in decision making with stakeholders in order to develop shared recommendations for effective, lasting solutions to public problems”.

Intinya adalah proses kolaborasi kekuasaan dari beberapa pemangku kepentingan

untuk menyusun solusi efektif yang berkelanjutan.

Page 17: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

17

Praktik kolaboratif di beberapa negara sudah berhasil dilaksanakan terutama dalam

mengatasi berbagai masalah lingkungan, keamanan, pengelolaan air, yang melibatkan

banyak pemangku kepentingan serta bersifat lintas daerah administratif (Innes dan

Booher, 2010; Healey, 2007; Gunton dan Day, 2003). Inti praktik kolaboratif ini

ditandai dengan kesediaan para pemangku kepentingan untuk melakukan dialog dalam

suatu forum guna mengambil keputusan secara bersama dan komitmen untuk

melaksanakan secara bersama-sama juga.

Menurut Emerson, Tina dan Stephen (2011) ada tiga pihak yang terlibat dalam

collaborative governance yaitu sektor publik (public agencies and levels of government), sektor privat (private sector) dan masyarakat (civic spheres). Otoritas,

kekuasaan, dan sumber daya yang dimiliki setiap aktor yang terlibat dikolaborasikan

untuk mencapai suatu visi pemecahan masalah bersama. McDougall (2013)

menjelaskan bahwa pihak-pihak atau sektor tersebut dalam berkolaborasi

menunjukkan tiga ciri khas yaitu 1) secara sadar dan dengan nyata mendasarkan

penyusunan pengambilan keputusan pada pembelajaran sosial dan refleksi kritis

(consciously and explicitly base decision making in social learning and critical reflection); 2) mengedepankan inklusifitas dan kesetaraan antar pihak/aktor

(emphasize inclusion and equity in governance); dan 3) berorientasi pada

keseimbangan hubungan antar aktor yang bersifat strategis termasuk di dalamnya

mengatasi konflik secara efektif (strive for balanced and strategic relations with other actors or groups, including seeking to effectively manage conflict). Pihak masyarakat

(citizen) berperan dengan memberikan tuntutan perubahan atau solusi dari masalah

publik kepada sektor publik/pemerintah. Peran lainnya adalah dengan memberikan

umpan balik/masukan kepada pemerintah terkait dengan kebijakan yang ada.

Masyarakat juga dapat berperan dengan menuntut transparansi atau akuntabilitas

kepada pemerintah. Sektor privat dapat berperan dengan berkontribusi

mengalokasikan sumber dayanya, bantuan-bantuan finansial, dan kerja sama public-private-partnership (Ramadass, 2017). Kerja sama dan kolaborasi antar

aktor/stakeholders tersebut berpeluang besar membawa manfaat berupa solusi

efektif terhadap pemecahan masalah publik melalui penguatan kemitraan dan

kapasitas dari masing-masing aktor (Biddle dan Koontz, 2014). Collaborative Governance juga mendukung terbentuknya efisiensi program, karena mampu

menghindari adanya duplikasi solusi/kegiatan/kebijakan dari masing-masing aktor

(Hodges, et al, 2013). Efisiensi juga dapat tercapai dengan mendistribusi biaya/cost dari program/kegiatan/solusi yang dijalankan (Huxham, Johnson, Matterssich, Walter

dalam Hodges, et al, 2013).

Collaborative Governance ini dipandang oleh Ansell dan Gash (2017) sebagai strategi

mutakhir dalam pelaksanaan tata kelola modern. Kedua pakar ini menekankan enam

kriteria penting dari Collaborative Governance. Pertama, forum atau kolaborasi yang

terbentuk haruslah diinisiasi oleh agensi publik/sektor publik/lembaga pemerintah.

Kedua, anggota/partisipan yang ikut berkolaborasi harus melibatkan aktor/pihak/

organisasi di luar pemerintah. Ketiga, anggota/partisipan yang terlibat dalam

kolaborasi harus benar-benar terlibat secara langsung dalam pembuatan keputusan

(tidak hanya dihubungi untuk sebatas konsultasi). Keempat, forum/komunikasi yang terjadi atau dilakukan oleh para aktor yang berkolaborasi harus bersifat resmi dan

disusun secara kolektif. Kelima, setiap forum/komunikasi yang berlangsung antar

Page 18: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

18

aktor yang berkolaborasi berorientasi untuk mencapai sebuah konsensus bersama.

Keenam, kolaborasi yang terjadi harus diarahkan atau difokuskan untuk memecahkan

masalah sosial/masalah publik/berkaitan dengan produksi kebijakan publik.

Pemikiran Ansell dan Gash ini dipandang tepat dalam pengelolaan TN, karena mampu

menggambarkan kondisi sosial budaya masyarakat di negara berkembang termasuk

Indonesia yang ditandai dengan rendahnya partisipasi, keterbatasan tingkat pendidikan

dan rendahnya kepercayaan masyarakat serta kecenderungan dominasi kekuasaan.

1.5.5 Konsep Pariwisata Berkelanjutan di Kawasan Konservasi1

Di seluruh dunia, pengelola kawasan konservasi dituntut untuk memberikan

pengalaman yang bermakna dan memberikan pendidikan konservasi kepada

pengunjung, mendapatkan penerimaan yang digunakan untuk mengelola kawasan

tanpa mengganggu integritas ekologis dan nilai konservasi dari kawasan serta

menjamin masyarakat terlibat dan mendapat manfaat dari kawasan . Dengan

demikian, mengelola pariwisata di kawasan konservasi membutuhkan keterampilan

dan pengetahuan tingkat tinggi.

Salah satu jenis fungsi pemanfaatan kawasan konservasi yang banyak dilakukan di

banyak negara adalah pemanfaatan dalam bentuk pariwisata alam. Pengembanganan

pariwisata di kawasan konservasi dihadapkan pada situasi adanya peluang dan

tantangan sebagaimana disajikan di dalam tabel berikut ini.

Tabel 1. Peluang dan Tantangan Pengembangan Pariwisata di Kawasan Konservasi

Peluang Tantangan

Membangun konstituensi dukungan untuk

pelestarian alam dan budaya di kawasan

konservasi dengan memberikan pengalaman luar

biasa yang menjelaskan nilai dan peran penting

dari kawasan konservasi

Kawasan konservasi hanya menjadi 'komoditas'

atau sumber daya yang akan dieksploitasi oleh

industri yang lebih mementingkan keuntungan,

akses, dan memberikan pengalaman baru

daripada mendukung konservasi.

Berkontribusi aktif untuk konservasi melalui

pelibatan pengunjung dalam tugas manajemen

dan kontribusi langsung dalam hal keuangan

(misalnya: tarif masuk, biaya konsesi, dll.) atau

dukungan dalam bentuk barang kepada

manajemen.

Kepentingan pariwisata secara aktif merongrong

pengelolaan yang baik dengan mendesak

penggunaan, manfaat atau akses yang merusak

tujuan konservasi atau budaya kawasan

konservasi.

Membenarkan dukungan politik dan pendanaan

yang lebih baik untuk pengelolaan dengan

mengakui pentingnya pariwisata kawasan

konservasi bagi ekonomi lokal dan regional.

Pentingnya pariwisata kawasan konservasi

mengarah pada dukungan politik untuk

pengembangan kawasan secara berlebihan di

atau sekitar kawasan konservasi.

Memperbaiki dampak pariwisata melalui

perencanaan infrastruktur yang sensitif,

remediasi kerusakan yang disebabkan, dan

teknik mitigasi dampak pengunjung (mis. Dengan

melakukan pengerasan jalur).

Dampak negatif terhadap lingkungan terjadi,

seperti polusi (misalnya, pembuangan limbah,

emisi karbon), penggunaan sumber daya yang

tidak berkelanjutan, dan kerusakan pada area

sensitif (misal. melalui pembangunan atau lokasi

infrastruktur yang kurang tepat).

1 Leung, Yu-Fai et. all, Tourism and visitor management in protected areas: Guideness for

sustainability, IUCN. 2018.

Page 19: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

19

Meningkatkan manfaat sosial dan budaya dari

kawasan konservasi dengan mempromosikan

dan melestarikan daya tarik budaya mereka,

menampilkan budaya lokal (misal: dongeng

rakyat, kerajinan, desain, musik, makanan), dan

menyediakan layanan yang tepat dan peluang

belajar.

Dampak negatif terhadap masyarakat lokal

terjadi (misalnya: terjadi komodifikasi budaya,

adanya gangguan terhadap kehidupan tradisional,

kejahatan, meningkatkan kepadatan penduduk,

terjadinya perpindahan masyarakat lokal untuk

mengakomodasi pengembangan pariwisata,

hilangnya akses ke sumber daya tradisional,

kerusakan atau penodaan tempat-tempat suci,

tekanan yang disebabkan oleh tingginya tingkat

kunjungan); terjadinya inflasinya dan biaya hidup

yang tinggi dari pariwisata.

Memberikan insentif besar, melalui manfaat

sosial dan finansial secara langsung bagi

masyarakat di atau sekitar kawasan konservasi

untuk melindungi satwa liar dan mentolerir

beberapa dampak negatif dari kehidupan satwa

liar.

Tanpa adanya manfaat, penduduk miskin di

sekitar kawasan akan terus memburu satwa liar

untuk melindungi diri mereka sendiri atau untuk

properti atau untuk keuntungan mereka.

Mendorong ekonomi lokal melalui kepemilikan

lokal atas aset pariwisata, pengelolaan bisnis

pariwisata, pekerjaan, mata pencaharian

alternatif, dan kewirausahaan dalam rantai

pasokan pariwisata (misalnya: pemandu wisata,

kerajinan, makanan dan minuman, transportasi).

Rantai ekonomi positif gagal terwujud karena

kurangnya informasi, peluang, akses ke

keuangan, kebijakan yang memadai, atau

konsistensi.

Berdasarkan tabel diatas, peluang yang ada perlu dioptimalkan agar menghasilkan

dampak positif, sedangkan tantangan yang telah teridentifikasi perlu diatasi agar tidak

menghasilkan dampak negatif. Potensi dampak positif yang dapat dihasilkan dari

pariwisata di kawasan konservasi meliputi manfaat untuk lingkungan, manfaat

ekonomi maupun manfaat untuk masyarakat.

Potensi manfaat bagi lingkungan:

1. Menyediakan pendidikan publik tentang masalah dan kebutuhan konservasi;

2. Memberikan pemahaman dan apresiasi yang lebih besar terhadap nilai-nilai dan

sumber daya alam melalui pengalaman, pendidikan dan interpretasi;

3. Menciptakan kesadaran akan nilai sumber daya alam dan melindungi sumber

daya, yang bagi penduduk memiliki nilai yang kecil atau dianggap sebagai biaya

daripada manfaat;

4. Mendukung penelitian dan pengembangan praktik lingkungan yang baik dan

sistem manajemen untuk mempengaruhi operasi bisnis perjalanan dan

pariwisata, serta perilaku pengunjung di destiasipariwisata;

5. Mendukung pemantauan lingkungan dan spesies melalui relawan warga.

Potensi manfaat bagi ekonomi:

1. Menghasilkan manfaat ekonomi bagi suatu bangsa, wilayah atau komunitas

untuk memperkuat komitmen untuk melestarikan kawasan alam dan

margasatwanya;

2. Meningkatkan pekerjaan dan penghasilan bagi penduduk setempat;

3. Mendorong tumbuhnya perusahaan pariwisata baru dan mendiversifikasi

ekonomi lokal;

Page 20: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

20

4. Meningkatkan fasilitas lokal, transportasi dan komunikasi dengan keberlanjutan

yang lebih besar;

5. Mendorong produksi dan penjualan barang lokal dan penyediaan layanan;

6. Membuk akses pasar yang baru dan valuta asing;

7. Menghasilkan penerimaan pajak daerah;

8. Memungkinkan karyawan untuk mempelajari keterampilan baru;

9. Memberikan dukungan finansial untuk kawasan konservasi melalui

pembayaran tarif.

Potensi manfaat bagi masyarakat:

1. Meningkatkan standar hidup bagi masyarakat setempat;

2. Mendorong masyarakat untuk menghargai dan bangga dengan budaya lokal

dan kawasan konservasi mereka;

3. Mendukung pendidikan lingkungan untuk pengunjung dan masyarakat

setempat, dan menumbuhkan pemahaman yang lebih mendalam tentang nilai-

nilai dan warisan budaya;

4. Membangun lingkungan yang menarik untuk destinasi untuk pengunjung, yang

dapat mendukung kegiatan baru yang terkait (misalnya: industri berbasis

produk atau layanan);

5. Meningkatkan pemahaman antar budaya melalui kontak social;

6. Mendorong pengembangan dan konservasi budaya, kerajinan tangan dan seni;

7. Mendorong orang untuk mempelajari bahasa dan budaya orang lain;

8. Mempromosikan nilai-nilai estetika, spiritual, kesehatan, dan lainnya yang

terkait dengan kesejahteraan;

9. Meningkatkan kesehatan fisik melalui olahraga rekreasi (misanya: berjalan,

bersepeda);

10. Berkontribusi pada kesehatan mental dengan mengurangi stres dan kelelahan;

11. Meningkatkan profil konservasi di tingkat lokal, nasional dan internasional;

12. Menyampaikan nilai-nilai, masalah konservasi dan masalah manajemen untuk

pengunjung.

Sedangkan potensi dampak negatif terdapat lingkungan yang dapat muncul sebagai

akibat dari pengembangan pariwisata di kawasan konservasi dapat dilihat dalam tabel

berikut ini:

Tabel 2. Potensi Dampak Negatif Pariwisata Kawasan Konservasi Terhadap Lingkungan dan

Ekologi

Area Dampak Aktivitas Pariwisata Contoh

Udara Transportasi dan listrik ▪ polusi air dan polusi suara dari kendaraan

▪ meningkatkan emisi karbon

Cahaya Pencahayaan di dan sekitar

fasilitas

polusi cahaya dapat mengganggu anak penyu tidak

menuju ke laut

Suara Pembangunan atau

penggunaan fasilitas

Polusi suara dari kendaraan dapat memengaruhi

keberhasilan pengembangbiakan burung

Page 21: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

21

Air Pembuangan sampah ▪ Mineral, nutrisi, air limbah, limbah padat,

bensin dan racun ditambahkan ke lingkungan;

▪ Kontaminasi mengurangi kualitas air; dan

▪ Konsumsi air meningkat.

Geologi dan tanah Pengambilan, vandalisme

dan erosi

▪ Graffiti pada dan/atau menghilangkan mineral,

batu, fosil;

▪ Perubahan fisik dan kimia di tanah

Lanskap pembangunan Dampak visual dari pemukiman di lanskap

Habitat Pembersihan, penggunaan

sumber daya alam, polusi

▪ Fragmentasi habitat alami (misal: lahan

gambut);

▪ Persaingan antara spesies tanaman asli dan

invasif;

▪ Frekuensi kebakaran yang berubah yang

menyebabkan perubahan habitat (termasuk

dari kebakaran hutan);

▪ Penghancuran habitat dan pembukaan lahan

(misal: bakau);

▪ Penangkapan berlebih untuk memasok

makanan bagi pengunjung; dan

▪ Eutrofikasi dan sedimentasi

Pejalan kaki dan arus

kendaraan

Perubahan dalam pembentukan, pertumbuhan

dan reproduksi tanaman, yang mempengaruhi

keanekaragaman, komposisi, dan morfologi

(misal: melalui penginjakan)

Satwa Perburuan, memancing ▪ Perubahan komposisi spesies, reproduksi dan

perilaku;

▪ Pemusnahan hewan yang terhabituasi.

Polusi ▪ Stres psikologis, perubahan perilaku,

pengurangan produktivitas;

▪ Penggunaan area pembuangan limbah sebagai

sumber makanan;

▪ Eutrofikasi.

Pelecehan dari tontonan

dan fotografi

▪ Perubahan perilaku (misal: penghindaran,

pembiasaan atau ketertarikan pada manusia);

▪ Perubahan fisiologis (misal: detak jantung, laju

pertumbuhan, dan abundance);

▪ Perubahan spesies (misal: komposisi,

keragaman dan kelimpahan, distribusi dan

interaksi interspecific).

Jalan raya dan jalan

setapak di area alami

▪ Efek penghalang terhadap karnivora, tabrakan,

peningkatan aksesibilitas oleh pemburu liar;

▪ Meningkatnya spesies tanaman yang menyukai

matahari di koridor perjalanan;

▪ Satwa liar yang mati atau cacat (misal:

tertabrak); dan

▪ menguntungkan pemulung

Selain memberikan dampak negatif terhadap lingkungan, pengelolaan pariwisata di

kawasan konservasi juga dampat memberikan dampak negatif terhadap kondisi sosial,

budaya dan ekonomi.

Page 22: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

22

Agar dampak postif dapat dioptimalkan dan dampak negatif dapat diminimalisir,

pengelola kawasan konservasi perlu menggunakan konsep pariwisata berkelanjutan

(sustainable tourism).

Sustainable tourism, didefinisikan sebagai “tourism that takes full account of its current and future economic, social and environmental impacts, addressing the needs of visitors, the industry, the environment and host communities” (UNWTO & UNEP,

2005: 11–12).

Agar pariwisata di kawasan konservasi dapat berkelanjutan, maka pengelolaan

pariwisata perlu menggunakan sepuluh prinsip sebagaimana disajikan pada tabel

berikut ini.

Tabel 3. Prinsip Pengelolaan Pariwisata di Kawasan Konservasi

No Prinsip Deskripsi Aksi

1 Pengelolaan yang tepat

tergantung pada tujuan

dan nilai-nilai Kawasan

konservasi

▪ Tujuan dalam rencana

pengelolaan kawasan konservasi

memberikan pernyataan definitif

tentang hasil (outcome) yang

diinginkan dari pengelolaan

kawasan.

▪ Pengelola mengidentifikasi

kesesuaian tindakan manajemen

dengan sumber daya dan

kondisi sosial yang dapat

diterima.

▪ Pengelola melakukan evaluasi

keberhasilan tindakan

manajemen.

▪ Pastikan rencana

pengelolaan mencakup

tujuan yang jelas dan

tepat, dengan

konservasi yang utama

di atas segalanya.

▪ Menetapkan dan

menyetujui tujuan

melalui partisipasi

publik.

2 Perencanaan proaktif

untuk pariwisata dan

manajemen pengunjung

akan meningkatkan

efektivitas

▪ Manajemen proaktif dimulai

dengan mengartikulasikan nilai-

nilai kawasan konservasi dan

tujuan manajemennya. Kebijakan

dan keputusan manajemen yang

dapat dikaitkan dengan nilai-nilai

ini memiliki peluang yang lebih

baik untuk implementasi yang

efektif.

▪ Menggunakan cara berpikir jauh

ke depan akan meningkatkan

kesadaran yang lebih baik akan

peluang yang muncul untuk

kegiatan rekreasi dan pariwisata.

▪ Berikan peluang kepada

pengunjung untuk

belajar tentang nilai-nilai

kawasan konservasi

melalui informasi dan

program/paket wisata.

▪ Sadar akan aktivitas

pengunjung yang muncul

atau gunakan pola yang

mungkin memiliki

implikasi manajemen

3 Mengubah kondisi

penggunaan pengunjung

tidak dapat dihindari

dan mungkin

dibutuhkan

▪ Dampak, tingkat penggunaan, dan

ekspektasi kondisi yang tepat

cenderung bervariasi (Misal:

dampak perkemahan di pinggiran

vs pusat kawasan yang

dilindungi).

▪ Variabel lingkungan

mempengaruhi penggunaan

pengunjung dan tingkat dampak

(misal: topografi, vegetasi, akses).

▪ Gunakan zonasi secara

eksplisit untuk

mengelola berbagai

peluang rekreasi.

▪ Gunakan pengetahuan

tentang potensi

keanekaragaman

kawasan untuk

membuat keputusan

tentang minat pariwisata

di lokasi tertentu

Page 23: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

23

(dengan memisahkan

keputusan dari aspek

teknis dengan yang

berdasarkan pada

judgment atas nilai

kawasan)

4 Dampak terhadap

kondisi sumber daya

dan sosial adalah

konsekuensi tak

terhindarkan sebagai

akibat dari penggunaan

pengunjung

▪ Setiap tingkat penggunaan

rekreasi menyebabkan beberapa

dampak; dalam kebanyakan

kasus, tingkat penggunaan awal

yang kecil menghasilkan dampak

terbesar per penggunaan unit.

Jika ada konflik antara konservasi

dan tujuan lain, kepentingan

konservasi harus diutamakan.

▪ Proses menentukan tingkat

dampak “yang dapat diterima”

sangat penting bagi semua

perencanaan dan manajemen

penggunaan pengunjung.

▪ Bukti dampak dapat digunakan

untuk pendidikan lingkungan bagi

pengunjung.

▪ Pengelola harus

bertanya: "Berapa

dampak yang dapat

diterima berdasarkan

pada nilai dan tujuan

kawasan konservasi?"

▪ Pengelola harus

bertindak dengan tepat

untuk mengelola tingkat

dampak yang dapat

diterima.

5 Pengelola diarahkan

untuk mempengaruhi

perilaku manusia

(pengunjung) dan

meminimalkan

perubahan yang

disebabkan oleh

pariwisata

▪ Kawasan konservasi sering

melindungi proses dan fitur

alami, sehingga pengelola

umumnya berorientasi pada

pengelolaan perubahan yang

disebabkan oleh manusia karena

hal itu menyebabkan sebagian

besar gangguan kawasan.

▪ Perubahan yang disebabkan oleh

manusia dapat menyebabkan

kondisi yang tidak diinginkan.

▪ Beberapa perubahan diinginkan

dan mungkin menjadi alasan

untuk pembentukan kawasan

konservasi. Misalnya, banyak

kawasan konservasi dibentuk

untuk menyediakan kesempatan

rekreasi dan pengembangan

ekonomi lokal.

Tindakan pengelola

menentukan tindakan apa

yang paling efektif dalam

memengaruhi jumlah, jenis,

dan lokasi perubahan.

6 Dampak dapat

dipengaruhi oleh

banyak faktor sehingga

membatasi jumlah

penggunaan hanyalah

salah satu dari banyak

opsi manajemen

▪ Banyak variabel selain tingkat

penggunaan mempengaruhi

hubungan penggunaan / dampak

di kawasan konservasi (misal:

perilaku pengunjung, metode

perjalanan, ukuran grup, musim,

dan kondisi biofisik).

▪ Dampak dari penggunaan

pengunjung atau kegiatan

manajemen dapat terjadi di luar

kawasan konservasi, atau tidak

terlihat sampai nanti (misal:

larangan penggunaan akan

memindahkan penggunaan itu ke

daerah lain; atau pengolahan air

Program pendidikan dan

informasi, serta peraturan

yang bertujuan membatasi

perilaku pengunjung,

mungkin diperlukan.

Page 24: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

24

yang buruk dapat menyebabkan

pencemaran air di hilir).

▪ Perencana membutuhkan

pengetahuan substansial tentang

hubungan antara penggunaan dan

dampak untuk memprediksi

dampak di masa depan pada

berbagai skala dan waktu.

7 Pemantauan penting

untuk manajemen yang

profesional

▪ Pemantauan adalah langkah kunci

untuk semua kerangka kerja

manajemen adaptif atau proaktif,

untuk menghasilkan data tentang

kondisi sumber daya, sosial,

masyarakat dan ekonomi yang

akan digunakan untuk

pengambilan keputusan

manajemen.

▪ Pemantauan tidak perlu rumit

atau mahal. Seringkali ada

beberapa opsi yang

memungkinkan.

Tingkatkan keterlibatan

publik dan pendidikan

pengunjung dengan

mendorong keterlibatan

mereka untuk melakukan

pemantauan.

8 Proses pengambilan

keputusan harus

memisahkan deskripsi

aspek “teknis” dari

aspek “judgment” atas

nilai kawasan

Banyak keputusan pengelola

kawasan lindung bersifat teknis

(misal: lokasi jejak, desain pusat

pengunjung), tetapi yang lain

mencerminkan penilaian

berdasarkan “judgment” (misal:

keputusan tentang apakah dan

bagaimana membatasi penggunaan,

jenis fasilitas dan peluang pariwisata

yang disediakan).

Proses pengambilan

keputusan harus

memisahkan pertanyaan

'kondisi yang ada' dari

'preferred condition/kondisi yang

disukai'.

9 Kelompok yang terkena

dampak harus dilibatkan

karena konsensus dan

kemitraan diperlukan

untuk implementasi

Semua keputusan manajemen

mempengaruhi beberapa individu

dan kelompok. Kelompok-

kelompok ini harus diidentifikasi

sejak awal dalam proses

pengambilan keputusan.

▪ Pemegang hak dan

pemangku kepentingan

kawasan konservasi

harus dilibatkan dalam

mengidentifikasi nilai-

nilai kawasan konservasi

dan mengembangkan

indicator.

▪ Dengan pelatihan yang

sesuai, kelompok

pemegang hak dan

pemangku kepentingan

harus dapat terlibat

dalam pemantauan,

pengelolaan dan

pendidikan.

10 Komunikasi adalah

kunci untuk

meningkatkan

pengetahuan dan

mendukung

keberlanjutan

Komunikasi hasil dari pemantauan

dampak wisata terhadap konservasi

dan manfaatnya terhadap

masyarakat dapat menjelaskan

alasan keputusan manajemen.

Diperlukan strategi

komunikasi untuk

mendukung proses

manajemen yang proaktif

atau adaptif.

Sumber: Adapted from McCool, 1996; Borrie, et al., 1998; Eagles, et al., 2002; CBD, 2004; EUROPARC

Federation, 2012 dalam IUCN (2018)

Page 25: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

25

Komitmen untuk menggunakan konsep pariwisata berkelanjutan dituangkan dalam

Peraturan Menteri Pariwisata No 14 Tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi

Pariwisata Berkelanjutan yang mendefinisikan pariwisata berkelanjutan adalah

pariwisata yang memperhitungkan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan saat ini dan

masa depan, memenuhi kebutuhan pengunjung, industri, lingkungan dan masyarakat

setempat serta dapat diaplikasikan ke semua bentuk aktivitas wisata di semua jenis

destinasi wisata, termasuk wisata masal dan berbagai jenis kegiatan wisata lainnya.

Pedoman ini telah sesuai dengan UNWTO (United Nations World Tourism Organization) dan diakui pula oleh Global Sustainable Tourism Council (GSTC).

Pedoman berisi kriteria Destinasi Pariwisata Berkelanjutan yang meliputi: (i)

pengelolaan destinasi pariwisata berkelanjutan; (ii) pemanfaatan ekonomi untuk

masyarakat lokal; (iii) pelestarian budaya bagi masyarakat dan pengunjung; dan (iv)

pelestarian lingkungan. Masing-masing kriteria dijelaskan definisi, indikator dan bukti

pendukungnya.

Pedoman destinasi pariwisata berkelanjutan perlu dijadikan acuan oleh pengelola

Taman Nasional untuk memastikan pariwisata di kawasan konservasi memenuhi

standar internasional yang menekankan pada kelestarian kawasan, sehingga

diharapkan tercapai keseimbangan antara fungsi perlindungan, pengawetan dan

pemanfaatan dari kawasan konservasi sebagaimana dimandatkan oleh UU No 5

Tahun 1990.

Page 26: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

26

BAB II

TEMUAN HASIL STUDI

2.1. Peraturan Perundang-Undangan terkait Taman Nasional dan

Badan Layanan Umum

Keanekaragaman budaya serta keindahan alam yang membentang dari Sabang sampai

Merauke merupakan potensi sumber daya alam yang sangat besar bagi Indonesia,

termasuk di dalamnya Kawasan Pelestarian Alam (KPA) dan Kawasan Suaka Alam

(KSA). Keberadaan kedua kawasan ini merupakan upaya untuk mengawetkan

keanekaragaman tumbuhan dan satwa dalam rangka mencegah kepunahan spesies,

melindungi sistem penyangga kehidupan, dan pemanfaatan keanekaragaman hayati

secara lestari. Salah satu penyelenggara KPA adalah Taman Nasional (TN).

Penetapan TN sebagai KPA itu dilakukan melalui penerbitan UU No. 5 Tahun 1990

tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan UU No 41

Tahun 1999 tentang Kehutanan. Kebijakan penting lainnya adalah UU No. 32 Tahun

2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang mendorong

kawasan konservasi, termasuk TN, untuk melakukan perencanaan dan kegiatan

ekonomi, termasuk mengupayakan pendanaan dalam rangka menjaga keberlangsungan

hidupnya.

Terkait pendanaan ini, Pemerintah juga telah menerbitkan UU No. 1 Tahun 2004

tentang Perbendaharaan Negara yang mendorong pembentukan BLU pada unit kerja

pemerintah yang memiliki fungsi pelayanan. Pada TN, pembentukan BLU dapat

mendorong peningkatan pelayanan TN sebagai lokasi tujuan penelitian, ilmu

pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.

Berikut adalah deskripsi ringkas berbagai kebijakan yang relevan dengan TN

khususnya UU dan PP.

Tabel 4. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang Relevan dengan Taman

Nasional dan BLU

No Regulasi Deskripsi

1 UU No. 5 Tahun 1990

tentang Konservasi Sumber

Daya Alam Hayati dan

Ekosistemnya

▪ UU ini memuat ketentuan mengenai konservasi sumber

daya alam hayati dan ekosistemnya serta pembagian

Kawasan Perlindungan Alam (KPA) yaitu Taman

Wisata, Taman Nasional dan Taman Hutan Raya.

▪ Berdasarkan UU ini, TN sebagai salah satu kawasan

konservasi sumber daya alam hayati, dan KPA memiliki

fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan,

pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa,

serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam

hayati dan ekosistemnya.

▪ Tujuan pemanfaatan TN ini adalah untuk kepentingan

penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang

budidaya, budaya, dan wisata alam.

Page 27: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

27

2 UU No 41 Tahun 1999

tentang Kehutanan

▪ Mengatur tentang jenis hutan konservasi yang terdiri

dari kawasan hutan suaka alam, kawasan hutan

pelestarian alam, dan taman buru.

▪ Mengatur bahwa pemanfaatan kawasan hutan dapat

dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali pada hutan

cagar alam serta zona inti dan zona rimba pada taman

nasional.

3 UU No. 1 Tahun 2004

tentang Perbendaharaan

Negara

▪ Memuat tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban

keuangan negara melalui kaidah-kaidah hukum

administrasi keuangan negara yang mengatur

perbendaharaan negara salah satunya adalah pengelolaan

Badan Layanan Umum (BLU).

▪ Memberikan gambaran bagi unit kerja yang menjadi BLU

wajib untuk menyusun Rencana Kerja dan Anggaran

(RKA) serta laporan keuangan. Sebagai pembina

keuangan adalah Kementerian Keuangan.

▪ Sumber pendapatan BLU dapat diperoleh dari hibah atau

sumbangan dari masyarakat atau badan lain.

4 UU No. 32 Tahun 2009

tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan

Hidup

▪ UU ini memuat tentang perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup dan bertujuan untuk menjamin

kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian

ekosistem, menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;

dan mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan

lingkungan hidup melalui Rencana Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH).

▪ RPPLH memuat antara lain rencana tentang pemanfaatan

dan/atau pencadangan sumber daya alam dan

pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan

pelestarian sumber daya alam, termasuk yang ada di TN.

5 PP No. 18 Tahun 1994

tentang Pengusahaan

Pariwisata Alam di Zona

Pemanfaatan Taman

Nasional, Taman Hutan

Raya, dan Taman Wisata

Alam sebagaimana telah

direvisi dalam PP No 36

Tahun 2010.

▪ PP ini mengatur penyelenggaraan pengusahaan

pariwisata alam, termasuk jenis kegiatan pariwisata alam

yang bisa dilaksanakan di TN.

▪ Kawasan konservasi diberikan ruang sebesar 10% dari

zona pemanfaatan yang dimilikinya untuk dibangun usaha

pariwisata.

6 PP No. 7 Tahun 1999

tentang Pengawetan Jenis

Tumbuhan dan Satwa

▪ Mengatur pengelolaan tumbuhan dan satwa yang berada

di dalam dan di luar habitat serta jenis tumbuhan dan

satwa yang dilindungi.

▪ Menyatakan TN sebagai tempat pengawetan flora dan

fauna (Pasal 3).

▪ Pelaksanaan kegiatan pengawetan flora dan fauna berupa

inventarisasi (survei dan pengamatan) menjadi kegiatan

yang bisa dilakukan oleh TN bersama masyarakat.

7 PP No. 8 Tahun 1999

tentang Pemanfaatan Jenis

Tumbuhan dan Satwa Liar

Mengatur jenis kegiatan yang boleh dan tidak boleh

dilakukan terkait pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar.

8 PP No. 6 Tahun 2007

sebagaimana telah direvisi

dalam PP No 3 Tahun 2008

tentang Tata Hutan dan

Penyusunan Rencana

▪ Mengatur mengenai tata hutan dan penyusunan rencana

pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan

kawasan hutan di kawasan hutan pelestarian alam seperti

TN.

Page 28: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

28

Pengelolaan Hutan, serta

Pemanfaatan Hutan

▪ Mengatur tentang definisi pemanfaatan hutan, yaitu

kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan,

memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan

kayu dan bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu

dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk

kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga

kelestariannya.

▪ Mengatur bahwa pemanfaatan hutan dapat dilakukan

pada seluruh kawasan hutan sebagaimana yaitu kawasan;

(a)hutan konservasi, kecuali pada cagar alam, zona

rimba, dan zona inti dalam taman nasional; (b) hutan

lindung; dan (c) hutan produksi.

9 PP No. 71 Tahun 2010

tentang Standar Akuntansi

Pemerintahan

Mengatur tentang penerapan prinsip-prinsip atau Standar

Akuntansi Pemerintahan (SAP) dalam menyusun Laporan

Keuangan BLU.

10 PP No. 28 Tahun 2011 jo

PP Nomor 108 Tahun 2015

tentang Pengelolaan

Kawasan Suaka Alam dan

Kawasan Pelestarian Alam

▪ Mengatur mengenai pengelolaan Kawasan Suaka Alam

(KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA).

▪ TN sebagai KPA diberikan kewenangan untuk

melakukan inventarisasi potensi kawasan, penataan

kawasan; dan penyusunan rencana pengelolaan.

▪ Pasal 35 menjelaskan bahwa Taman Nasional dapat

dimanfaatkan untuk kegiatan: (a) penelitian dan

pengembangan ilmu pengetahuan; (b). pendidikan dan

peningkatan kesadartahuan konservasi alam; (c)

penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, pemanfaatan

air, energi air, angin, panas matahari, panas bumi, dan

wisata alam; (d) pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar;

(e) pemanfaatan sumber Plasma Nutfah untuk penunjang

budidaya; dan (f) pemanfaatan tradisional oleh

masyarakat setempat.

11 PP No. 74 Tahun 2012

tentang Perubahan atas

Peraturan Pemerintah

Nomor 23 Tahun 2005

tentang Pengelolaan

Keuangan Badan Layanan

Umum

▪ Mengatur tentang persyaratan, penetapan dan

pencabutan BLU.

▪ PP ini menyatakan bahwa secara khusus unit kerja yang

diperbolehkan menjadi BLU adalah unit kerja yang

memiliki fungsi pelayanan umum, seperti pendidikan dan

kesehatan, pengelolaan wilayah/kawasan dan pengelolaan

dana khusus.

12 PP No 50 Tahun 2011

tentang Rencana Induk

Pembangunan

Kepariwisataan Nasional

Tahun 2010-2025

Pasal 2 menyatakan bahwa pembangunan kepariwisataan

yang berkelanjutan merupakan satu dari empat misi

pembangunan kepariwisataan nasional.

13 PP Nomor 12 Tahun 2014

tentang Jenis Dan Tarif Atas

Jenis Penerimaan Negara

Bukan Pajak Yang Berlaku

Pada Kementerian

Kehutanan.

▪ Mengatur Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

yang berlaku pada Kementerian Kehutanan yang

didalamnya meliputi barang dan jasa lingkungan di TN.

▪ Berbagai tarif yang dipungut TN mengacu pada PP ini.

Selain kebijakan di atas, KLHK juga telah menerbitkan kebijakan dalam bentuk Peraturan

Menteri dan kebijakan lainnya yang relevan dengan peran dan fungsi TN. Demikian juga

dengan Kemenkeu dan Kementerian Pariwisata seperti dapat dilihat berikut ini.

Page 29: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

29

Tabel 5. Peraturan Menteri yang Relevan dengan Taman Nasional

No Regulasi Deskripsi

1 Peraturan Menteri

Kehutanan Nomor

P.56/Menhut-II/2006 tentang

Pedoman Zonasi Taman

Nasional

▪ Mengatur tentang pengelolaan kawasan TN, termasuk

dalam melaksanakan penataan zona di kawasan TN

dalam rangka mewujudkan sistem pengelolaan yang

efektif dan optimal sesuai dengan fungsinya.

▪ Usaha penyediaan sarana pariwisata alam dapat

dikembangkan di TN sesuai dengan kriteria yang telah

ditetapkan (Pasal 3 ayat 3).

▪ Usaha sarana pariwisata alam di TN dapat

mengoptimalkan luas kawasan yang dapat dimanfaatkan

untuk pembangunan sarana dan prasarana pariwisata

alam maksimum 10 % dari luas zona pemanfaatan TN

(Pasal 4).

2 Peraturan Menteri LHK

Nomor 43 Tahun 2017

tentang Pemberdayaan

Masyarakat di Sekitar KSA

dan KPA

▪ Mengatur tentang ruang lingkup Pemberdayaan

Masyarakat di sekitar KSA dan KPA yang bertujuan

untuk mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan

masyarakat di sekitar KSA dan KPA untuk mendukung

kelestarian KSA dan KPA.

▪ Taman Nasional dituntut untuk mandiri dan dapat

mensejahterakan masyarakat sekitar melalui keberadaan

KSA dan KPA. Peran yang bisa dilakukan oleh TN

seperti, pengusahaan pariwisata alam di zona

pengelolaan kawasan yaitu pemanfaatan.

3 Peraturan Menteri LHK

Nomor 44 Tahun 2017

tentang Perubahan atas

Permen Kehutanan Nomor

85 Tahun 2014 tentang Tata

Cara Kerja Sama

Penyelenggaraan Kawasan

Suaka Alam dan Kawasan

Pelestarian Alam.

▪ Mengatur mengenai kerja sama dalam rangka penguatan

fungsi KSA dan KPA serta konservasi keanekaragaman

hayati.

▪ Dalam pengelolaan Taman Nasional, pengelola diberikan

keleluasaan untuk melakukan kerjasama dengan pihak

lain, dalam rangka menjalankan peran pengawetan jenis

tumbuhan dan satwa yang dapat dilakukan TN.

4 Peraturan Menteri

Keuangan No.180 Tahun

2016 tentang Penetapan dan

Pencabutan Penerapan

Keuangan BLU pada Satuan

Kerja Instansi Pemerintah.

▪ Mengatur tentang persyaratan dan penetapan untuk

menjadi BLU serta pencabutan penerapan keuangan

BLU.

▪ Kebijakan ini merupakan pengganti dari Peraturan

Menteri Keuangan sebelumnya yaitu Nomor

119/PMK.05/2007. Tiga prasyarat penetapan BLU masih

menjadi dasar satker berstatus BLU yaitu substantif,

teknis dan administratif.

5 Peraturan Menteri

Pariwisata No14 Tahun

2016 tentang Pedoman

Destinasi Pariwisata

Berkelanjutan

Mengatur tentang kriteria, indikator dan bukti pendukung

destinasi pariwisata berkelanjutan.

6 Peraturan Menteri Negara

Pendayagunaan Aparatur

Negara Nomor:

PER/02/M.PAN/1/2007

tentang Pedoman Organisasi

Satuan Kerja di Lingkungan

Instansi Pemerintah yang

▪ Mengatur tentang bagaimana menyusun struktur

organisasi untuk Satker yang menerapkan PPK-BLU.

▪ Pembentukan struktur organisasi BLU TN memerlukan

persetujuan dari Menteri PAN-RB.

Page 30: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

30

Menerapkan PPK BLU

7 Peraturan Menteri LHK

Nomor 7/2016 tentang

Organisasi dan Tata Kerja

Unit Pelaksana Teknis TN

▪ Mengatur mengenai tatakelola organisasi, tugas dan

fungsi TN.

▪ Permen LHK ini tidak menyatakan secara eksplisit

adanya unit bisnis, namun demikian sebagian besar

uraian tugas dari struktur yang ada dapat dioptimalkan

untuk menjalankan pengelolaan BLU TN.

8 Peraturan Presiden No. 16

Tahun 2018 tentang

Pengadaan Barang dan Jasa

Pemerintah

Mengatur tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah,

termasuk di TN.

9 Surat Sekretariat Kabinet

Nomor B

652/Seskab/Maritim/2015

tanggal 6 November 2015

perihal Arahan Presiden RI

mengenai Pariwisata dan

Arahan Presiden pada

Sidang Kabinet Awal Tahun

pada 4 Januari 2016

▪ Menetapkan 10 destinasi wisata. Salah satunya adalah

TN-BTS.

▪ Menetapkan bahwa seluruh area perbatasan dengan TN

akan dibuat pengembangan destinasi wisata. Kawasan itu

akan dikelola oleh badan otorita di bawah Kementerian

Pariwisata, yang juga diproyeksikan menjadi BLU.

10 Peraturan Menteri

Kehutanan No 36 Tahun

2014 tentang Tata Cara

Penetapan Rayon di Taman

Nasional, Taman Hutan

Raya, Taman Wisata Alam

dan Taman Buru dalam

Rangka Pengenaan PNBP

Bidang Pariwisata Alam

▪ Merupakan aturan turunan dari PP No 12 Tahun 2014

tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara

Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian

Kehutanan.

▪ Mengatur tentang kriteria penetapan Rayon, diantaranya

rayon untuk TN yang dibagi menjadi 3, yaitu rayon I

(tarif tertinggi), rayon II (tarif menegah) dan rayon III

(tarif terendah).

▪ Kriteria penetapan rayon terdiri dari 7 aspek, yaitu: (a)

kelembagaan, (b). informasi dan promosi; (c). potensi

obyek dan daya tarik wisata alam; (d). aksesibilitas; (e).

sarana prasarana; (f). pangsa pasar; dan (g). sosial

ekonomi masyarakat.

11 Surat Keputusan Dirjen

Perlindungan Hutan dan

Konservasi Alam No 133

Tahun 2014 tentang

Penetapan Rayon di Taman

Nasional, Taman Hutan

Raya, Taman Wisata Alam

dan Taman Buru dalam

Rangka Pengenaan PNBP

▪ Merupakan pelaksanaan dari Permenhut No 36 Tahun

2016 tentang Tata Cara Penetapan Rayon di Taman

Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam dan

Taman Buru dalam Rangka Pengenaan PNBP Bidang

Pariwisata Alam.

▪ Berisi antara lain daftar Taman Nasional beserta

kategori rayonnya. Berdasarkan SK ini, dua TN masuk

dalam kategori rayon II (yaitu TN Bromo Tengger

Semeru dan TN Bali Barat). Sedangkan TN yang lain,

termasuk TNGGP dan TNGHS masuk dalam kategori

rayon III.

12 Peraturan Menteri

Kehutanan No 81/2014

tentang Tata Cara

Pelaksanaan Inventarisasi

Potensi pada Kawasan Suaka

Alam dan Kawasan

Pelestarian Alam

Pasal 4 menjelaskan bahwa inventarisasi potensi kawasan

meliputi:

1. Inventarisasi potensi ekologi;

2. Inventarisasi potensi ekonomi dan sosial budaya.

13 Peraturan Menteri No 37

Tahun 2014 tentang Tata

Cara Pengenaan,

Pemungutan dan Penyetoran

▪ Pasal 43 menjelaskan tentang pengenaan karcis masuk

kepada pengunjung atas dasar karcis menurut jenisnya

Page 31: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

31

Penerimaan Negara Bukan

Pajak Bidang Perlindungan

Hutan dan Konservasi Alam

yang diberikan oleh petugas pemungut. Besarnya karcis

sesuai dengan peraturan pemerintah tentang PNBP.

▪ Menjelaskan tentang mekanisme monitoring penerimaan

melalui Berita Serah Terima Bonggol Karcis.

▪ Menjelaskan format karcis dari sisi ukuran dan warna

yang dibuat berbeda untuk wisatawan dalam negeri dan

luar negeri.

14 Peraturan Menteri LHK No

8 Tahun 2019 tentang

Pengusahaan Pariwisata

Alam di Suaka Margasatwa,

Taman Nasional,Taman

Hutan Raya, dan Taman

Wisata Alam (merupakan

revisi dari Peraturan

Menteri Kehutanan No

48/2010 dan Peraturan

Menteri Kehutanan No

4/2012

▪ Pasal 54 menjelaskan bahwa kerja sama usaha pariwisata

alam dapat dilakukan antara:

1. pengelola kawasan dengan pemegang IUPJWA

atau IUPSWA;

2. pemegang IUPJWA dengan pemegang IUPSWA;

atau

3. pengelola kawasan, pemegang IUPJWA atau

IUPSWA dengan pihak lain.

▪ Pasal 55 menjelaskan bahwa kerja sama usaha pariwisata

alam terdiri atas:

1. kerjasama teknis;

2. kerjasama pemasaran;

3. kerjasama permodalan; dan/atau

4. kerjasama penggunaan fasilitas sarana pariwisata

alam.

Dari tabel di atas tentang kebijakan yang berkaitan dengan TN, dapat dikatakan

bahwa TN diberikan kewenangan untuk mengelola potensi yang dimilikinya melalui

produk barang dan jasa yang bisa dikelola sebagai bentuk pelayanan TN kepada

masyarakat dan TN berhak untuk mengenakan tarif berdasarkan produk/jasa yang

dihasilkan. Sementara regulasi yang berkaitan dengan BLU memberikan gambaran

mengenai mekanisme pembentukan, penetapan dan pencabutan, dan tata cara

pelaporan keuangan bagi instansi BLU. Sedangkan regulasi terkait kriteria dan

indikator destinasi pariwisata berkelanjutan dapat menjadi acuan TN di dalam

mengelola jasa wisata yang merupakan bagian dari fungsi pemanfaatan TN.

Analisis mengenai posisi regulasi terhadap pengelolaan TN saat ini, proses pengajuan

TN berstatus BLU dan pengelolaan TN berstatus BLU akan disajikan di Bab III.

2.2. Kondisi Pemenuhan Persyaratan menjadi BLU di Tiga Taman

Nasional

Sebagai Kawasan Pelestarian Alam (KPA), TN memiliki tiga fungsi yang diatur dalam

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2011 jo Nomor 108 Tahun 2015

tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Ketiga

fungsi tersebut adalah perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan. Ketiga fungsi ini

mendorong TN untuk menjalankannya melalui pemberian pelayanan terhadap

ekosistem yang ada dan berkembang di kawasannya. Dalam menjalankan fungsi

pemanfaatan TN, seperti pengusahaan pariwisata, diatur dalam PP Nomor 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam Di Suaka Margasatwa, Taman Nasional,

Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam, yang secara rinci diatur dalam

Peraturan Menteri LHK Nomor P.48/2010 jo Nomor P.4/Menhut-II/2012. Fungsi

pemanfaatan untuk pengusahaan wisata harus dilakukan berdasarkan asas konservasi

Page 32: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

32

sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Selain itu, peran yang dimiliki TN dalam

pelaksanaanya harus mempertimbangkan aspek ekonomi, ekologi dan sosial budaya

sebagaimana diatur dalam PP 108 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Kawasan KSA dan

KPA.

Dari tiga fungsi tersebut, TN memiliki peran untuk memberikan layanan dalam

bentuk barang dan jasa yang dimilikinya. TN juga perlu didorong untuk meningkatkan

produktivitas kinerja dalam menjalankan tiga fungsi utama tersebut, sehingga

manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat dan ekosistem yang ada.

Seiring reformasi di sektor keuangan, dan upaya meningkatkan pelayanan pemerintah

kepada masyarakat, maka TN memiliki peluang untuk diubah status menjadi BLU.

Penerapan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) mendorong

pengelola TN untuk meningkatkan pelayanan yang didasarkan pada prinsip efektifitas

dan efesiensi. Peralihan status dari Satuan Kerja (Satker) menjadi Satker berstatus

BLU harus memenuhi tiga persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri

Keuangan (PMK) Nomor 180 Tahun 2016 tentang Pencabutan dan Penetapan Badan

Layanan Umum. Adapun tiga syarat tersebut adalah substantif, teknis dan

administratif. Dari hasil studi di tiga TN, maka dapat digambarkan pemenuhan

terhadap tiga persyaratan untuk berstatus BLU, sebagaimana dipaparkan berikut ini.

2.2.1. Persyaratan Substantif

Persyaratan subtantif diatur dalam Pasal 3 PMK No. 180 Tahun 2016 tentang

Penetapan dan Pencabutan Penerapan Keuangan BLU pada Satuan Kerja Instansi

Pemerintah yang menyebutkan bahwa persyaratan substantif terpenuhi apabila Satker

menyelenggarakan pelayanan umum berupa: (a) penyediaan barang dan/atau jasa

pelayanan umum antara lain di bidang kesehatan, bidang pendidikan dan bidang

lainnya; (b) pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum antara lain badan pengusahaan

kawasan, otorita, dan kawasan pengembangan ekonomi terpadu; dan/atau (c)

pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan

kepada masyarakat antara lain lembaga/badan pengelolaan dan investasi. dana bergulir,

dan dana abadi pendidikan.

Sedangkan pelayanan umum yang dimaksud dalam syarat substantif adalah pelayanan

umum yang bersifat operasional kepada masyarakat sesuai dengan tugas dan fungsi

instansi pemerintah (satuan kerja) serta pelayanan umum yang menghasilkan

pendapatan.

Dari ketentuan tersebut, Taman Nasional masuk dalam kriteria persyaratan substantif

di poin b, yaitu sebagai pengelola kawasan konservasi yang melaksanakan mandat dari

UU N0 5 Tahun 1990 tentang Konservasi yang memiliki tiga fungsi utama, yaitu

perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan. Ketiga fungsi ini terkait dengan fungsi

ekologis, ekonomi dan sosial budaya yang dimiliki oleh TN.Dalam menjalankan

perannya sebagai pengelola kawasan, TN menghasilkan barang dan jasa yang

disediakan sebagai bentuk pelayanan kepada masyarakat, baik yang bersifat langsung

maupun tidak langsung.

Berdasarkan Permen LHK No 7 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit

Pelaksana Teknis Taman Nasional, penyediaan layanan umum oleh TN disajikan dalam

tabel berikut ini. fungsi perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan TN dijabarkan

Page 33: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

33

dalam 11 fungsi yaitu: 1) inventarisasi potensi, penataan kawasan dan penyusunan

rencana pengelolaan; 2) perlindungan dan pengamanan kawasan; 3) pengendalian

dampak kerusakan sumber daya alam hayati; 4) pengendalian kebakaran hutan; 5)

pengembangan dan pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar untuk kepentingan

non komersial; 6) pengawetan jenis tumbuhan dan satwa liar beserta habitatnya serta

sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional di dalam kawasan; 7)

pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan; 8) penyediaan data dan informasi,

promosi dan pemasaran konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya; 9)

pengembangan kerjasama dan kemitraan bidang konservasi sumber daya alam dan

ekosistemnya; 10) pengembangan bina cinta alam serta penyuluhan konservasi

sumberdaya alam dan ekosistemnya; dan 11) pemberdayaan masyarakat di dalam dan

sekitar kawasan.

Dalam menjalankan fungsinya, TN dikelola berdasarkan sistem zonasi pengelolaan,

yaitu zona inti, rimba, pemanfaatan dan zona lainnya yang disesuaikan dengan

keperluannya. Penetapan zonasi TN dilaksanakan berdasarkan Permen LHK No 6

Tahun 2016 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional. Kesebelas fungsi tersebut

menggambarkan bahwa TN memiliki fungsi untuk memberikan layanan kepada

masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Pelayanan secara langsung

disediakan bagi pengunjung TN maupun masyarakat sekitar TN. Sedangkan layanan

tidak langsung disediakan untuk masyarakat luas dan generasi yang akan datang dalam

bentuk perlindungan ekosistem kawasan dan pengawetan flora dan fauna. Sebagian

dari layanan TN menghasilkan pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat

(2) PMK No. 180 Tahun 2016.

Page 34: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

34

Tabel 6. Gambaran Umum Pelayanan Taman Nasional

No Fungsi Kebijakan Contoh Layanan Manfaat Layanan Bagi Masyarakat

1 Inventarisasi potensi,

penataan kawasan dan

penyusunan rencana

pengelolaan

Pasal 13 PP No 28 Tahun 2011 tentang

Pengelolaan KSA dan KPA menyebutkan bahwa

penyelenggaraan KSA dan KPA meliputi kegiatan:

a. Perencanaan;

b. Perlindungan;

c. Pengawetan;

d. Pemanfaatan; dan

e. Evaluasi kesesuaian fungsi.

Kemudian Pasal 14 merinci lebih lanjut ketentuan

Pasal 13 huruf a, bahwa perencanaan KSA dan

KPA mencakup:

a. inventarisasi potensi kawasan;

b. penataan kawasan;

c. penyusunan rencana pengelolaan.

Inventarisasi dilaksanakan dengan

menyusun rencana pengelolaan jangka

panjang (10 tahun dan dievaluasi setelah

5 tahun) dan rencana jangka pendek (1

tahun).

Melalui proses inventarisasi, kawasan akan dikelola

dengan mengoptimalkan potensi dan meminimalisir

ancaman kawasan. Kegiatan ini akan membawa

manfaat bagi dari sisi ekologis, ekonomi maupun

sosial budaya.

2 Perlindungan dan

pengamanan kawasan

Pasal 24 PP No 28 Tahun 2011 tentang

Pengelolaan KSA dan KPA menyebutkan bahwa

perlindungan dilakukan melalui:

a. pencegahan, penanggulangan, dan

pembatasan kerusakan yang disebabkan

oleh manusia, ternak alam, spesies infasif,

hama, dan penyakit;

b. melakukan pengamanan kawasan secara

efektif;

▪ Patroli kawasan yang dilakukan oleh

jabatan fungsional polisi hutan;

▪ penyuluhan hutan yang dilaksanakan

oleh jabatan fungsional penyuluh

hutan.

Manfaat yang didapatkan oleh masyarakat

merupakan manfaat tidak langsung.

Melalui kegiatan ini, kawasan akan terjaga dari

berbagai ancaman kawasan, misalnya pembalakan

liar, perburuan terhadap satwa yang ada di kawasan,

penambangan ilegal. Kawasan yang terjaga akan

membawa manfaat bagi masyarakat (a) generasi saat

ini, yaitu terjaganya kelestarian kawasan sehingga

akan mencegah dari berbagai bencana alam,

tersedianya air dan udara yang berkualitas,

Page 35: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

35

kelestarian flora dan fauna, terjaganya sumber

penghidupan masyarakat di dalam dan sekitar

kawasan; dan (b) generasi mendatang dalam bentuk

warisan kekayaan flora dan fauna dan kelestarian

kawasan.

3 Pengendalian dampak

kerusakan sumber daya

alam hayati

Pasal 24 PP No 28 Tahun 2011 tentang

Pengelolaan KSA dan KPA menyebutkan bahwa

perlindungan dilakukan melalui:

a. pencegahan, penanggulangan, dan

pembatasan kerusakan yang disebabkan

oleh manusia, ternak, alam, spesies infasif,

hama, dan penyakit;

b. melakukan pengamanan kawasan secara

efektif;

▪ Pemulihan ekosistem, melalui

mekanisme alam, rehabilitasi,

restorasi alam;

▪ Penutupan Kawasan.

Manfaat yang didapatkan oleh masyarakat

merupakan manfaat tidak langsung dalam bentuk

terjaganya kelestarian kawasan sehingga akan

mencegah dari berbagai bencana alam, tersedianya

air dan udara yang berkualitas, kelestarian flora dan

fauna, terjaganya sumber penghidupan masyarakat di

dalam dan sekitar kawasan.

4 Pengendalian kebakaran

hutan

Pasal 24 PP No 28 Tahun 2011 tentang

Pengelolaan KSA dan KPA menyebutkan bahwa

perlindungan dilakukan melalui:

a. pencegahan, penanggulangan, dan

pembatasan kerusakan yang disebabkan

oleh manusia, ternak, alam, spesies infasif,

hama, dan penyakit;

b. melakukan pengamanan kawasan secara

efektif;

▪ mencegah kebakaran hutan, antara

lain dengan melakukan patroli secara

reguler, pembentukan masyarakat

peduli api (MPA);

▪ menanggulangi kebakaran hutan.

Manfaat yang didapatkan oleh masyarakat

merupakan manfaat tidak langsung dalam bentuk

terjaganya kelestarian kawasan sehingga akan

mencegah dari berbagai bencana alam, tersedianya

air dan udara yang berkualitas, kelestarian flora dan

fauna, terjaganya sumber penghidupan masyarakat di

dalam dan sekitar kawasan.

5 Pengembangan dan

pemanfaatan jenis

tumbuhan dan satwa liar

untuk kepentingan non

komersial

PP No 105 Tahun 2015 tentang Perubahan PP

No 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan KSA dan

KPA mendefinisikan Pemanfaatan Jenis Tumbuhan

dan Satwa Liar adalah pemanfaatan jenis

tumbuhan dan satwa dengan memperhatikan

kelangsungan potensi, daya dukung, dan

keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar.

▪ mengembangkan tanaman obat

(bioprospecting);

▪ penangkaran satwa.

Pada awalnya, manfaat yang didapatkan adalah

manfaat tidak langsung yaitu adanya hasil penelitian

mengenai tanaman yang berpotensi untuk

dikembangkan secara massal menajdi tanaman obat.

Pada tahap selanjutnya, manfaat bisa menjadi

manfaat langsung dalam bentuk:

a. Ketersediaan obat;

Page 36: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

36

Pasal 35 ayat 1, poin d dan e menyebutkan bahwa

Taman nasional dapat digunakan untuk: (d)

pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar; dan (e)

pemanfaatan sumber Plasma Nutfah untuk

penunjang budidaya.

b. Penyediaan lapangan kerja, yaitu

penanaman tanaman obat yang dapat

dilakukan dengan memberdayakan

masyarakat di dalam dan sekitar kawasan.

6 Pengawetan jenis

tumbuhan dan satwa liar

beserta habitatnya serta

sumber daya genetik dan

pengetahuan tradisional di

dalam kawasan

PP No 105 Tahun 2015 tentang Perubahan PP

No 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan KSA dan

KPA mendefinisikan pengawetan (preservasi)

adalah upaya untuk menjaga dan memelihara

keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa

beserta ekosistemnya baik di dalam maupun di

luar habitatnya agar keberadaannya tidak punah,

tetap seimbang dan dinamis dalam

perkembangannya.

Pengawetan dilakukan melalui kegiatan

pengelolaan tumbuhan dan satwa beserta

habitatnya meliputi:

▪ identifikasi jenis tumbuhan dan

satwa;

▪ inventarisasi jenis tumbuhan dan

satwa;

▪ pemantauan;

▪ pembinaan habitat dan populasi;

▪ penyelamatan jenis; dan

▪ penelitian dan pengembangan.

Manfaat tidak langsung bagi masyarakat, khususnya

bagi generasi mendatang dalam bentuk warisan

kekayaan flora dan fauna dan kelestarian kawasan.

7 Pengembangan dan

pemanfaatan jasa

lingkungan

PP No 105 Tahun 2015 tentang Perubahan PP

No 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan KSA dan

KPA mendefinisikan Pemanfaatan Jasa Lingkungan

adalah pemanfaatan kondisi lingkungan berupa

pemanfaatan potensi: ekosistem, keadaan iklim,

fenomena alam, kekhasan jenis, dan peninggalan

budaya yang berada dalam KSA dan KPA, yang

diwujudkan dalam bentuk kegiatan wisata alam,

pemanfaatan air, energi air, penyimpanan dan/atau

penyerapan karbon, pemanfaatan panas.

Penyimpanan dan/atau penyerapan

karbon

Manfaat tidak langsung bagi masyarakat dalam

bentuk penyerapan karbon dioksida yang akan

meningkatkan kualitas udara dan mencegah

pemanasan global.

Wisata alam Manfaat langsung bagi masyarakat:

a. Pengunjung dalam bentuk penyediaan

layanan rekreasi wisata alam. Dalam

pelaksanaannya, TN dalam bekerjasama

dengan pengusaha pariwisata;

b. Masyarakat di dalam dan sekitar kawasan

dalam bentuk penyediaan lapangan kerja di

sektor pariwisata yang akan meningkatkan

kesejahteraan dan mengurangi kemiskinan

(contoh: menjadi guide, membuka warung

makanan, menjual cinderamata,

Page 37: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

37

menyediakan penginapan, dan lain

sebagainya).

Pemanfaatan air Manfaat langsung bagi masyarakat dalam bentuk

penyediaan air minum:

a. Bagi masyarakat sekitar kawasan dalam

bentuk pemanfaatan air non komersial

melalui izin pemanfaatan;

b. Bagi masyarakat luas dalam bentuk

penyediaan air minum, baik PDAM maupun

air minum dalam kemasan melalui izin

pemanfaatan perusahaan air minum.

Energi air Manfaat langsung bagi masyarakat dalam bentuk

mikrohidro dan minihidro untuk memenuhi

kebutuhan listrik masyarakat.

Pemanfaatan panas matahari, angin, dan

pemanfaatan panas bumi untuk

memenuhi kebutuhan listrik.

Manfaat langsung bagi masyarakat dalam bentuk

penyediaan energi listrik.

8 Penyediaan data dan

informasi, promosi dan

pemasaran konservasi

sumber daya alam dan

ekosistemnya

PP No 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan KSA

dan KPA

Penyediaan leaflet, pamflet, iklan layanan

masyarakat “Ayo ke Taman Nasional”

Manfaat langsung bagi masyarakat, yaitu pengunjung

wisata alam yang mendapatan informasi yang

memadai mengenai keunikan dari destinasi wisata

yang dikunjunginya.

9 Pengembangan kerjasama

dan kemitraan bidang

konservasi sumber daya

alam dan ekosistemnya

PP No 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan KSA

dan KPA

Melakukan kerja sama dengan lembaga

lain di dalam melakukan konservasi

sumber daya alam.

Manfaat tidak langsung bagi masyarakat, dalam

bentuk kawasan yang lestari, udara dan air tersedia

dengan baik, bencana alam bisa dicegah.

10 Pengembangan bina cinta

alam serta penyuluhan

konservasi sumberdaya

alam dan ekosistemnya

PP No 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan KSA

dan KPA

TN memberikan penyuluhan kepada

masyarakat pentingnya menjaga

kelestarian sumber daya alam dan

ekosistemnya.

Manfaat tidak langsung bagi masyarakat, dalam

bentuk kawasan yang lestari, udara dan air tersedia

dengan baik, bencana alam bisa dicegah.

Page 38: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

38

11 Pemberdayaan masyarakat

di dalam dan sekitar

kawasan

Pasal 35 ayat (1) huruf f PP No 105 Tahun 2015

tentang Perubahan PP No 28 Tahun 2011 tentang

Pengelolaan KSA dan KPA menyebutkan bahwa

taman nasional dapat digunakan untuk

pemanfaatan tradisional oleh masyarakat

setempat.

Kemudian Pasal 35 ayat (2) merinci pemanfaatan

tradisional berupa kegiatan pemungutan hasil

hutan bukan kayu, budidaya tradisional, serta

perburuan tradisional terbatas untuk jenis yang

tidak dilindungi.

Masyarakat di dalam dan sekitar kawasan

dapat mengambil hasil hutan bukan kayu

(HHBK), budidaya tradisional, serta

perburuan tradisional terbatas untuk

jenis yang tidak dilindungi.

Manfaat langsung bagi masyarakat di dalam dan

sekitar kawasan untuk mencari sumber penghidupan

sehingga diharapakan akan meningkat

kesejahteraannya dan mengurangi tingkat

kemiskinan.

Page 39: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

39

Berdasarkan Tabel 6 di atas, Taman Nasional memiliki keunikan dalam bentuk

menyediakan layanan yang memberikan manfaat langsung maupun tidak langsung.

Beberapa layanan dapat dikategorikan sebagai barang (misalnya: hasil hutan bukan

kayu) dan jasa (wisata alam, pemanfaatan air, panas bumi, angin ). Untuk beberapa

layanan, antara lain layanan yang terkait dengan pengamanan kawasan, perlindungan ekosistem,pengawetan tumbuhan dan satwa, serta apat dikategorikan sebagai jasa

“perlindungan lingkungan”. Beberapa jenis layanan ini telah menghasilkan pendapatan

dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dengan tarif sebagaimana

diatur di dalam PP No 12 Tahun 2014 tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan

Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan.

Gambaran pemenuhan persyaratan substantif dari ketiga TN yang menjadi lokasi

studi akan dijelaskan berikut ini.

2.2.1.1 Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TN-GGP)

TNGGP diumumkan melalui Deklarasi Menteri Pertanian pada tanggal 6 Maret 1982

nomor 736/Mentan/X/1982 dengan luas 15.196 ha. Pada Tahun 2003, TNGGP

mendapatkan perluasan kawasan dari hutan produksi yang dikelola oleh Perum

Perhutani berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 174/Kpts-

II/2003 tanggal 10 Juni 2003, sehingga luas TNGGP menjadi 21.975 ha. Pada Tahun

2009, melalui Berita Acara Serah Terima Kawasan Nomor: 002/BAST-

Hukamas/III/2009 tanggal 6 Agustus 2009 Perum Perhutani menyerahkan kawasan

seluas 7.665,030 ha, sehingga luas TNGGP menjadi 22.851,030 ha.

Kawasan TNGGP berada di 3 kabupaten di provinsi Jawa barat, yaitu Kabupaten

Bogor, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi dan memiliki 68 desa penyangga

di tiga kabupaten ini

Dalam kawasan TN-GGP terdapat enam zona, yaitu zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan, zona rehabilitasi, zona tradisional dan zona khusus. Zona pemanfaatan

merupakan zona yang saat ini dioptimalkan dalam memberikan pelayanan jasa wisata.

Dalam pengembangan kawasannya, TN-GGP membagi zonasi ke dalam ruang usaha

dan ruang publik, sebagaimana mengacu pada Perdirjen KSDAE Nomor P.3/IV-

SET/2011 tentang Desain Blok dan Desain Tapak. Pengelolaan kawasan di tingkat

tapak yang sudah dimanfaatkan dan menghasilkan PNBP baru dilaksanakan di resort

Mandalawangi, Situgunung, Selabintana, Cibodas, Bodogol dan Cimande.

Layanan yang dihasilkan oleh TNGGP dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Page 40: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

40

Tabel 7. Layanan yang Disediakan Oleh TNGGP

No Fungsi Layanan Manfaat Layanan Bagi Masyarakat

1 Inventarisasi potensi, penataan

kawasan dan penyusunan rencana

pengelolaan

Inventarisasi dilaksanakan dengan menyusun rencana

pengelolaan, yang mencakup:

▪ Rencana Strategis TNGGP 2015-2019;

▪ Rencana Kerja tahunan/Rencana Pengelolaan Jangka

Pendek (implementasi dari Renstra);

▪ Rencana Pengelolaan Taman Nasional 2019-2028

(rencana pengelolaan jangka panjang 10 tahun sebagai

pelaksanaan dari PP No. 28 Tahun 2011 jo PP Nomor

108 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka

Alam dan Kawasan Pelestarian Alam).

Bentuk layanan: kegiatan pendukung.

Melalui proses inventarisasi, kawasan akan dikelola dengan

mengoptimalkan potensi dan meminimalisir ancaman

kawasan. Kegiatan ini merpakan kegiatan pendukung bagi

layanan yang disediakan oleh TNGGP, baik layanan yang

memberikan manfaat langsung bagi pengunjung dan

masyarakat di sekitar kawasan maupun manfaat tidak

langsung bagi masyarakat Jabodetabek.

2 Perlindungan dan pengamanan

kawasan

▪ Patroli rutin kawasan yang dilakukan oleh jabatan

fungsional polisi hutan;

▪ Pembinaan dan penyuluhan hutan yang dilaksanakan

oleh jabatan fungsional penyuluh hutan;

▪ Pengamanan barang bukti (dokumentasi).

Layanan ini dilakukan untuk mencegah/menangani gangguan

kawasan yang terjadi dalam bentuk pencurian

kayu/penebangan liar, perambahan/ pemukiman liar,

perburuan liar, pencurian hasil hutan lainnya (bambu dan kayu

bakar). Dalam periode 2013-2017 terdapat 9 kasus pidana

yang telah divonis oleh pengadilan.

Layanan perlindungan dan pengamanan kawasan dilakukan

melalui kerjasama dengan pemangku kepentingan, antara lain:

Kejaksaan Negeri Sukabumi, Pesantren Markaz Syariah,

Yayasan Konservasi Alam Indonesia.

Manfaat yang didapatkan oleh masyarakat merupakan

manfaat tidak langsung.

Melalui kegiatan ini, kawasan akan terjaga dari berbagai

gangguan kawasan, Kawasan yang terjaga akan membawa

manfaat:

a. bagi masyarakat (generasi saat ini): terjaganya

kelestarian kawasan sehingga akan mencegah dari

berbagai bencana alam, tersedianya air dan udara yang

berkualitas, kelestarian flora dan fauna, terjaganya

sumber penghidupan masyarakat di dalam dan sekitar

kawasan.

b. Generasi mendatang dalam bentuk warisan kekayaan

flora dan fauna dan kelestarian kawasan.

Kawasan TNGGP tercatat memiliki 58 sungai (Orde I) dan

1.075 anak sungai (Orde I dan Orde II) yang berhulu di

dalam kawasan. Sebagian besar sungai (52%) berada di

Page 41: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

41

Bentuk layanan: jasa. wilayah Kabupaten Sukabumi (DAS Cimandiri), sedangkan

sisanya 33% terletak di wilayah Kabupaten Bogor (DAS

Cisadane dan Ciliwung) dan 15% di Kabupaten Cianjur (DAS

Citarum).

Hal ini menyebabkan kawasan ini mempunyai peranan

penting sebagai sistem penyangga kehidupan, yaitu dalam

penyediaan air permukaan maupun air bawah tanah. Sungai-

sungai tersebut mengalirkan air per tahun ± 213 milyar liter.

Kelestarian kawasan akan sangat bermanfaat bagi masyarakat.

3 Pengendalian dampak kerusakan

sumber daya alam hayati

▪ Pemulihan ekosistem, melalui: mekanisme alam,

rehabilitasi, restorasi alam;

▪ penutupan kawasan (dilakukan di bulan-bulan tertentu

yang mnegakibatkan tidak ada pendakian).

Layanan ini dilakukan oleh jabatan fungsional PEH (Pengendali

Ekosistem Hutan) bekerja sama dengan pemangku

kepentingan , antara lain PT. Tirta Fresindo Jaya (Mayora

Group), PT. Tirta Investama qq Plant Ciherang, Yayasan

Konservasi Alam Indonesia, Masyarakat Peduli Alam

Nusantara (Mapan).

Bentuk layanan: jasa.

Manfaat yang didapatkan oleh masyarakat merupakan

manfaat tidak langsung dalam bentuk terjaganya kelestarian

kawasan sehingga akan mencegah dari berbagai bencana

alam, tersedianya air dan udara yang berkualitas, kelestarian

flora dan fauna, terjaganya sumber penghidupan masyarakat

di dalam dan sekitar kawasan.

4 Pengendalian kebakaran hutan ▪ mencegah kebakaran hutan, antara lain dengan

melakukan patroli secara reguler, pembentukan

masyarakat peduli api (MPA).

▪ menanggulangi kebakaran hutan.

Melalui upaya pencegahan kebakaran hutan yang intensif,

kebakaran hutan berhasil ditekan 0% (tidak ada kebakaran)

pada tahun 2016-2017.

Bentuk layanan: jasa.

Manfaat yang didapatkan oleh masyarakat merupakan

manfaat tidak langsung dalam bentuk terjaganya kelestarian

kawasan sehingga akan mencegah dari berbagai bencana

alam, tersedianya air dan udara yang berkualitas, kelestarian

flora dan fauna, terjaganya sumber penghidupan masyarakat

di dalam dan sekitar kawasan.

Page 42: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

42

5 Pengembangan dan pemanfaatan

jenis tumbuhan dan satwa liar

untuk kepentingan non komersial

▪ mengembangkan tanaman obat (bioprospecting);

▪ penangkaran satwa.

Bentuk layanan: barang.

Pada awalnya, manfaat yang didapatkan adalah manfaat tidak

langsung yaitu adanya hasil penelitian mengenai tanaman yang

berpotensi untuk dikembangkan secara massal menajdi

tanaman obat.

Pada tahap selanjutnya, manfaat bisa menjadi manfaat

langsung dalam bentuk:

a. Ketersediaan obat;

b. Penyediaan lapangan kerja, yaitu penanaman tanaman

obat yang dapat dilakukan dengan memberdayakan

masyarakat di dalam dan sekitar kawasan.

Saat ini manfaat ini masih belumterealisasikarena upaya

pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar belum optimal.

6 Pengawetan jenis tumbuhan dan

satwa liar beserta habitatnya serta

sumber daya genetik dan

pengetahuan tradisional di dalam

kawasan

Pengawetan dilakukan melalui kegiatan pengelolaan tumbuhan

dan satwa beserta habitatnya meliputi:

a. identifikasi jenis tumbuhan dan satwa;

b. inventarisasi jenis tumbuhan dan satwa;

c. pemantauan;

d. pembinaan habitat dan populasi;

e. penyelamatan jenis; dan

f. penelitian dan pengembangan.

Koleksi flora dan fauna yang dimiliki Kawasan TNGGP

meliputi:

1. Fauna

▪ Owa Jawa (Hylobates moloch);

▪ Elang Jawa (Nizaetus bartelsi);

▪ Macan Tutul (Panthera pardus melas);

▪ Surili (Presbytis comata);

▪ Lutung (Trachypitecus auratus);

Manfaat tidak langsung bagi masyarakat, khususnya bagi

generasi mendatang dalam bentuk warisan kekayaan flora

dan fauna dan kelestarian kawasan.

Page 43: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

43

▪ Kucing hutan (Felis bengalensis);

▪ Kucing Akar (Mustela flavigula);

▪ Anjing Hutan (Cuon alpinus javanicus);

▪ Sigung (Mydaus javanensis);

▪ Ekek Geleng (Cissa thalasina);

▪ Poksai kuda (Garrulax furrifrons);

▪ Jalak Putih (Sturnus melanopterus);

▪ Kijang (Muntiacus muntjak);

▪ Kancil (Tragulus javanicus);

▪ Jenis burung (aves) sebanyak 260 jenis terdiri dari

19 jenis dari 21 jenis burung endemik Pulau Jawa,

58 jenis burung dilindungi, seperti Celepuk

Gunung/burung hantu (Otus angelinae), Cerecet

(Psaltria exilis), burung endemik pulau Jawa, Burung

luntur gunung (Harpactes reinwardtii), Burung

tulung tumpuk, Burung kuda, Burung madu gunung;

▪ Reptilia sebanyak 75 jenis;

▪ Katak sebanyak 21 jenis seperti Kodok Bertanduk

(Megophrys monticola), katak Asia (Bufo melanostictus), Katak Titik Merah (Cacophryne cruentata);

▪ Serangga (insecta) lebih dari 300 jenis.

2. Flora

▪ Pohon-pohon tinggi seperti Altingia exelsa dan

Castanopsis argentea;

▪ Pohon berukuran kecil/sedang seperti Antidesma tetandrum dan Litsea sp.

▪ Pohon belukar/perdu seperti Ardisia fuliginosa dan

Dichora febrifuga;

▪ Lumut merah (Spagnum gedeanum);

Page 44: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

44

▪ Jenis-jenis anggrek;

▪ Parasit raksasa langka (Castanopis acuminatissima);

▪ Rumput Isachne pangrangensis;

▪ Eidelweiss (Anaphalis javanica).

7 Pengembangan dan pemanfaatan

jasa lingkungan

Penyimpanan dan/atau penyerapan karbon.

Bentuk layanan: jasa.

Manfaat tidak langsung bagi masyarakat dalam bentuk

penyerapan karbon dioksida yang akan meningkatkan kualitas

udara dan mencegah pemanasan global.

Wisata Alam:

A. Wisata alam yang sudah dimanfaatkan

1. Rekreasi wisata alam

▪ Air terjun: Ciwalen, Cibeureum, Mandalawangi,

Batlem, Ciputri, Ciheulang, Goong (Cianjur);

Cibeureum Selabintana, Curug Sawer,

Cimanaracun, Curug Kembar, Curug Luhur

(Sukabumi); Cisuren, Cipadaranten. Cikaracak,

Curug Beret, Cikahuripan (Bogor).

▪ Air panas (bersumber dari kawah Gunung Gede).

▪ Danau/Telaga/Rawa: Telaga Biru, Rawa

Gayonggong (Cianjur); Situgunung (Sukabumi).

2. Bumi perkemahan: Bobojong, Mandalawangi,

Sarongge (Cianjur); Pondok Halimun, Situgunung

(Sukabumi); dan Barubolang (Bogor).

3. Pendakian: Gunung Gede, Gunung Pangrango, Kawah,

Alun-alun Surya Kencana, Alun-alun Mandalawangi

(Cianjur);

4. Canopy Trail;

5. Bird watching;

6. Loss Becak (potensi pendidikan Elang Jawa);

7. Wisata budaya: Festival Sarongge.

Manfaat langsung bagi masyarakat:

a. pengunjung dalam bentuk penyediaan layanan rekreasi

wisata alam;

b. Masyarakat di dalam dan sekitar kawasan dalam bentuk

penyediaan lapangan kerja di sektor pariwisata yang

akan meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi

kemiskinan (contoh: menjadi guide, membuka warung

makanan, menjual cinderamata, menyediakan

penginapan, dan lain sebagainya).

Page 45: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

45

Jumlah pengunjung yang terlayani mencapai 143.526

orang pengunjung dalam negeri (tahun 2017), 162.261

orang(tahun 2016) dan 155.285 orang (tahun 2015).

Pengunjung wisata dilindungi dengan asuransi jiwa,

kerja sama antara TNGGP dengan PT asuransi Jiwa

Syariah Amanahjiwa Giri Artha (PT. AJS AGA).

8. Wisata alam yang belum dimanfaatkan

▪ Wisata alam (Kandang badak di Cianjur, Curug

Andamas, Curug Tangga di Sukabumi);

▪ Air terjun (curug). Contoh: 17 curug di wilayah

Bogor yang belum dikembangkan;

▪ Treking, menjelajahi pemandangan dan hutan

tropis;

▪ Wisata olahraga air (arung jeram);

▪ Paket wisata patrol;

▪ Lomba lari lintas alam (trail running);

▪ Wisata spiritual (makam patilasan).

Bentuk layanan: jasa.

Terkait wisata alam, layanan telah disediakan dalam bentuk

pemberian izin: Izin Usaha Penyediaan Sarana Wisata Alam

(IUPSWA) kepada: PT. Lido Nirwana Parahyangan (MNC

Land), PT. Eiger Multi Product Industri, PT. Santa Monica

Indonesia, PT. Fontis Aquam Vivam.

Pemanfaatan Air, berupa:

a. Pemanfaaatan air non komersial; dan

b. Pemanfaatan air komersial, yang dilaksanakan melalui MoU

dengan beberapa institusi, yaitu: Izin pemanfaatan air

untuk keperluan komersil oleh masyarakat, PDAM Kota

dan Kab. Sukabumi serta perusahaan swasta seperti PT

Manfaat langsung bagi masyarakat dalam bentuk penyediaan

air minum:

a. Bagi masyarakat sekitar kawasan dalam bentuk

pemanfaatan air non komersial melalui izin pemanfaatan;

Page 46: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

46

Lestari Agribisnis Indonesia, PT. Cibadak Agri, dan PT

Djasulawagi.

Bentuk layanan: jasa.

b. Bagi masyarakat luas dalam bentuk penyediaan air minum,

baik PDAM maupun air minum dalam kemasan melalui

izin pemanfaatan perusahaan air minum.

Energi air, berupa:

a. Mikrohidro Cibodas

b. Mikrohidro Selabintanan

Bentuk layanan: jasa.

Manfaat langsung bagi masyarakat dalam bentuk mikrohidro

dan minihidro untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat.

Namun saat ini manfaat ini masih terbatas di internal

TNGGP.

Pemanfaatan panas matahari, angin, dan pemanfaatan panas

bumi untuk memenuhi kebutuhan listrik.

Catatan: Saat ini, potensi ini belum teridentifikasi.

Manfaat langsung bagi masyarakat dalam bentuk penyediaan

energi listrik.

8 Penyediaan data dan informasi,

promosi dan pemasaran

konservasi sumber daya alam dan

ekosistemnya.

Promosi dan pemasaran dilakukan melalui berbagai kegiatan,

antara lain pameran, penyusunan buletin, promosi melalui

website, instagram, twitter.

Bentuk layanan: jasa.

Manfaat langsung bagi masyarakat, yaitu pengunjung wisata

alam yang mendapatan informasi yang memadai mengenai

keunikan dari destinasi wisata yang dikunjunginya.

9 Pengembangan kerjasama dan

kemitraan bidang konservasi

sumber daya alam dan

ekosistemnya.

Melakukan kerja sama dengan lembaga lain di dalam

melakukan konservasi sumber daya alam, antara lain:

a. Konsorsium Gede Pahala;

b. Yayasan Konservasi Alam Indonesia;

c. Mapan;

d. Beberapa perusahaan.

Bentuk layanan: kegiatan pendukung.

Manfaat tidak langsung bagi masyarakat, dalam bentuk

kawasan yang lestari, udara dan air tersedia dengan baik,

bencana alam bisa dicegah.

10 Pengembangan bina cinta alam

serta penyuluhan konservasi

sumberdaya alam dan

ekosistemnya; dan

TN memberikan pendidikan konservasi dan penyuluhan

kepada masyarakat pentingnya menjaga kelestarian sumber

daya alam dan ekosistemnya.

Manfaat langsung: meningkatkan kesadaran masyarakat akan

pentingnya melakukan konservasi alam.

Page 47: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

47

TNGGP memiliki Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol,

Kegiatan juga telah dilakukan dalam bentuk school visit, Goes to Campus dan kemah konservasi.

Bentuk layanan: jasa.

Manfaat tidak langsung bagi masyarakat, dalam bentuk

kawasan yang lestari, udara dan air tersedia dengan baik,

bencana alam bisa dicegah.

11 Pemberdayaan masyarakat di

dalam dan sekitar kawasan

Masyarakat di dalam dan sekitar kawasan dapat mengambil

hasil hutan bukan kayu (HHBK), budidaya tradisional, serta

perburuan tradisional terbatas untuk jenis yang tidak

dilindungi.

Pemberdayaan masyarakat dilakukan untuk Desa Penyangga.

Bentuk layanan:

a. jasa untuk aspek pemberdayaan; dan

b. barang untuk Hasil Hutan Bukan Kayu (rotan, madu, dll)

Manfaat langsung bagi masyarakat di dalam dan sekitar

kawasan untuk mencari sumber penghidupan sehingga

diharapakan akan meningkat kesejahteraannya dan

mengurangi tingkat kemiskinan.

Sumber: Renstra 2015-2019, Renja 2019, Laporan Kinerja 2018, Statistik TNGGP 2017 (diolah)

Page 48: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

48

Dari berbagai layanan di atas, layanan langsung kepada pengunjung TNGGP telah

menghasilkan PNBP, yaitu Rp 3.621.891.500 (tahun 2016), Rp 3.621.891.500 (tahun

2017) dan Rp 4.947.696.500 (tahun 2018).

2.2.1.2 Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS)

Kawasan Gunung Halimun ditunjuk sebagai taman nasional melalui Surat Keputusan

Menteri Kehutanan nomor 282/Kpts-II/1992 tanggal 28 Pebruari 1992 dengan luas

40.000 hektar. Dalam perkembangannya, berdasarkan Surat Keputusan Menteri

Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor

SK.628/Menlhk/Setjen/SETJEN/PLA.2/11/2017 tanggal 10 Nopember 2017 tentang

Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi Kelompok Hutan

Gunung Halimun Salak, terletak di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi,

Provinsi Jawa Barat dan di Kabupaten Lebak, Privinsi Banten Seluas 105.072 hektar,

yang terdiri dari:

a. Kawasan Taman Nasional seluas 87.699 hektar

b. Kawasan Hutan Lindung seluas 3.738 hektar c. Kawasan Hutan Produksi Terbatas seluas 9.477 hektar

d. Kawasan Hutan Produksi Tetap seluas 4.158 hektar

TNGHS memiliki 7 zona, meliputi: (1) zona inti seluas 36.189,33 ha; (2) zona rimba

seluas 19.228,40 ha; (3) zona pemanfaatan seluas 15.383,64 ha; (4) zona rehabilitasi

seluas 8.952,44 ha; (5) zona tradisional seluas 708,60 ha; (6) zona khusus seluas

7230,66 ha; dan (7) zona budaya seluas 5,93 ha.

Gambaran layanan yang disediakan oleh TNGHS dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Page 49: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

49

Tabel 8. Layanan yang Disediakan Oleh TNGHS

No Fungsi Layanan Manfaat Layanan Bagi Masyarakat

1 Inventarisasi potensi, penataan

kawasan dan penyusunan rencana

pengelolaan

Inventarisasi dilaksanakan dengan menyusun rencana

pengelolaan, yang mencakup:

▪ Rencana Strategis TNGHS 2015-2019;

▪ Rencana Kerja tahunan/Rencana Pengelolaan Jangka

Pendek (implementasi dari Renstra dalam jangka waktu

satu tahun).

▪ Rencana Pengelolaan Taman Nasional 2018-2027

(rencana pengelolaan jangka panjang 10 tahun sebagai

pelaksanaan dari PP No. 28 Tahun 2011 jo PP Nomor

108 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka

Alam dan Kawasan Pelestarian Alam).

Bentuk layanan: kegiatan pendukung.

Melalui proses inventarisasi, kawasan akan dikelola dengan

mengoptimalkan potensi dan meminimalisir ancaman

kawasan. Kegiatan ini merpakan kegiatan pendukung bagi

layanan yang disediakan oleh TNGHS, baik layanan yang

memberikan manfaat langsung bagi pengunjung dan

masyarakat di sekitar kawasan maupun manfaat tidak

langsung bagi masyarakat di tiga kabupaten, yaitu Bogor,

Sukabumi dan Lebak.

2 Perlindungan dan pengamanan

kawasan

▪ Patroli rutin kawasan yang dilakukan oleh jabatan

fungsional polisi hutan;

▪ Pembinaan dan penyuluhan hutan yang dilaksanakan oleh

jabatan fungsional penyuluh hutan;

▪ Pengamanan barang bukti (dokumentasi).

Gangguan kawasan yang ditangani di tahun 2017 terdiri dari:

(1) pencurian kayu sebanyak 473 kasus; (2) penambangan liar

1.807 kasus; (3) sawah/ladang/kebun liar sebanyak 64 kasus.

Di tahun 2017 terdapat satu kasus yang sudah divonis, yaitu

kasus pencurian 139 kayu manglid.

Manfaat yang didapatkan oleh masyarakat merupakan

manfaat tidak langsung.

Melalui kegiatan ini, kawasan akan terjaga dari berbagai

gangguan kawasan, Kawasan yang terjaga akan membawa

manfaat:

a. bagi masyarakat (generasi saat ini) : terjaganya

kelestarian kawasan sehingga akan mencegah dari

berbagai bencana alam, tersedianya air dan udara yang

berkualitas, kelestarian flora dan fauna, terjaganya

sumber penghidupan masyarakat di dalam dan sekitar

kawasan.

b. Generasi mendatang dalam bentuk warisan kekayaan

flora dan fauna dan kelestarian kawasan.

3 Pengendalian dampak kerusakan

sumber daya alam hayati

▪ Pemulihan ekosistem, melalui mekanisme alam,

rehabilitasi, restorasi alam;

▪ penutupan kawasan (dilakukan di bulan-bulan tertentu

yang mengakibatkan tidak ada pendakian).

Manfaat yang didapatkan oleh masyarakat merupakan

manfaat tidak langsung dalam bentuk terjaganya kelestarian

kawasan sehingga akan mencegah dari berbagai bencana

alam, tersedianya air dan udara yang berkualitas, kelestarian

flora dan fauna, terjaganya sumber penghidupan masyarakat

di dalam dan sekitar kawasan.

Page 50: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

50

Kawasan TNGHS memiliki manfaat sebagai daerah tangkapan

air, lebih dari 115 sungai dan anak sungai berhulu dari dalam

kawasan TNGHS. Di bagian utara Gunung Halimun Salak

terdapat 3 DAS penting, yaitu sungai Ciberang (Ciujung),

sungai Cidurian dan Cikaniki (Cisadane). Di bagian selatan

terdapat 9 DAS sungai penting, yaitu: Cimadur, Cihara,

Cisiih, Cibareno, Cisolok, Cimaja, Cikasomayang, Citepus

dan Cimandiri, (Cicatih/Citarik). Sungai-sungai ini mengalir

melintasi wilayah Bogor, Tangerang, Rangkasbitung,

Palabuhan Ratu dan Bayah.

Kelestarian kawasan TNGHS menjadi sangat penting agar

DAS terjaga dengan baik.

4 Pengendalian kebakaran hutan ▪ mencegah kebakaran hutan, antara lain dengan

melakukan patroli secara reguler, pembentukan

masyarakat peduli api (MPA);

▪ menanggulangi kebakaran hutan.

Manfaat yang didapatkan oleh masyarakat merupakan

manfaat tidak langsung dalam bentuk terjaganya kelestarian

kawasan sehingga akan mencegah dari berbagai bencana

alam, tersedianya air dan udara yang berkualitas, kelestarian

flora dan fauna, terjaganya sumber penghidupan masyarakat

di dalam dan sekitar kawasan.

5 Pengembangan dan pemanfaatan

jenis tumbuhan dan satwa liar

untuk kepentingan non komersial

▪ mengembangkan tanaman obat (bioprospecting);

▪ penangkaran satwa.

Di TNGHS terdapat banyak potensi tanaman obat, antara

lain:

▪ Potensi tanaman obat seperti Kantong Semar

(Nephentes) untuk bahan obat-obatan;

▪ Pengembangan Kumbang Bangbung, hewan ekspor ke

luar negeri;

▪ Pengembangan tanaman obat dari kayu Palahrar;

▪ Pengembangan jenis-jenis anggrek.

Pada awalnya, manfaat yang didapatkan adalah manfaat tidak

langsung yaitu adanya hasil penelitian mengenai tanaman yang

berpotensi untuk dikembangkan secara massal menajdi

tanaman obat.

Pada tahap selanjutnya, manfaat bisa menjaid manfaat

langsung dalam bentuk:

a. Ketersediaan obat;

b. Penyediaan lapangan kerja, yaitu penanaman tanaman

obat yang dapat dilakukan dengan memberdayakan

masyarakat di dalam dan sekitar kawasan.

Saat ini manfaat ini masih belum terealisasi.

6 Pengawetan jenis tumbuhan dan

satwa liar beserta habitatnya serta

sumber daya genetik dan

pengetahuan tradisional di dalam

kawasan

Pengawetan dilakukan melalui kegiatan pengelolaan tumbuhan

dan satwa beserta habitatnya meliputi:

a. identifikasi jenis tumbuhan dan satwa;

b. inventarisasi jenis tumbuhan dan satwa;

c. pemantauan;

Manfaat tidak langsung bagi masyarakat, khususnya bagi

generasi mendatang dalam bentuk warisan kekayaan flora

dan fauna dan kelestarian kawasan.

Page 51: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

51

d. pembinaan habitat dan populasi;

e. penyelamatan jenis; dan

f. penelitian dan pengembangan.

Koleksi flora dan fauna yang dimiliki TNGHS, meliputi:

A. Fauna

Jenis satwa yang hidup di kawasan TNGHS tercatat 70

jenis mamalia, 276 jenis burung, 30 jenis ampibia, 49 jenis

reptil, 50 jenis ikan dan berbagai jenis serangga. Daftar

satwa di kawasan TNGHS:

▪ Elang Jawa (Nasaetus bartelsi), ▪ Owa jawa (Hylobates moloch).

▪ Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas). ▪ Ciung-Mungkal Jawa (Cochoa azuruea)

▪ Celepuk Jawa (Otus Angelina)

▪ Lutur gunung (Harpactes reinwardtii). ▪ Kucing hutan (Prionailurus bengalensis) ▪ Surili (Presbytis comate),

▪ Monyet ekor panjang (Macac fascicukaris) ▪ Kukang Jawa (Nycticebus javanicus) ▪ Lutung jawa (Trachypithecus auratus) ▪ Ajag atau Anjing hutan (Cuon alpinus javanicus), ▪ Sigung (Mydaus javanensis) ▪ Ekek Geleng (Cissa thalasina) ▪ Poksai kuda (Garrulax rufifrons) ▪ Jalak putih (Sturnus melanopterus) ▪ Rusa

▪ Mamalia (61 spesies)

▪ Burung (Pecuk Ular, Cangak, Kokokan, Alap-alap,

betet, dll)

▪ Amfibi (27 spesies)

▪ TNGHS memiliki Pusat Suaka Satwa Elang Jawa

(PSSEJ) Loji

B. Flora

TNGHS memiliki 700 spesies tumbuhan berbunga hidup

di kawasan TNGHS, yang meliputi 391 marga dari 119

suku. Daftar flora yang dimiliki, antara lain:

▪ Rasamala

Page 52: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

52

▪ Hamerang

▪ Kecapi

▪ Ki Dage

▪ Teureup

▪ Ficu Pohon

▪ Culak Ketan

▪ Ki Terong

▪ Saninten

▪ Pasang

▪ Ki Haji

▪ Kokosan Monyet

▪ Mara bangkong

▪ Ki hiur

▪ Ki ronyok

▪ 700 spesies bunga yang meliputi 391 marga dan 119

suku

▪ Anggrek (261 spesies)

▪ Bambu (12 spesies: Bambu Cangkore, Bambu

Tamiang)

▪ Kantung Semar (Nepenthes) ▪ Palahrar (Dipterocarpus hasseltii) ▪ Rafflesia rochussenii

7 Pengembangan dan pemanfaatan

jasa lingkungan

Penyimpanan dan/atau penyerapan karbon.

Catatan: belum ada data terkait hal ini.

Manfaat tidak langsung bagi masyarakat dalam bentuk

penyerapan karbon dioksida yang akan meningkatkan kualitas

udara dan mencegah pemanasan global.

Wisata Alam.

A. Wisata alam yang sudah dimanfaatkan

1. Rekreasi wisata alam

2. Air terjun (Curug Ciporolak, Gunung Bunder, Curug

Nangka, Cigamea, Cisangku, Curug Cipiit, Cidahu,

Cimalati

3. Kawah Ratu

4. Curug (Curug Ciporolak,

5. Landscape perkebunan the (Curug Cicandra)

6. Hutan Tanaman campuran (Sukamantri)

Manfaat langsung bagi masyarakat:

a. pengunjung dalam bentuk penyediaan layanan

rekreasi wisata alam.

b. masyarakat di dalam dan sekitar kawasan dalam

bentuk penyediaan lapangan kerja di sektor

pariwisata yang akan meningkatkan kesejahteraan

dan mengurangi kemiskinan (contoh: menjadi guide,

membuka warung makanan, menjual cinderamata,

menyediakan penginapan, dan lain sebagainya)

Page 53: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

53

7. Sungai (Sungai Tonjong, Sungai Cimantaja)

8. Air panas

9. Bumi Perkemahan

10. Upacara masyarakat adat (Kasepuhan Ciptagelar)

11. Pendakian: Gunung Halimun, Gunung Salak

12. Canopy Trail (Cikaniki)

13. Treking

14. Outbond, flying fox

15. Bird watching

16. Situs budaya: Situs Arcamodas, Situs Cipangantehan,

Pura Parahyangan Agung Jagatkarta

Jumlah pengunjung yang terlayani mencapai: (a) 97.239

orang di tahun 2014; (b) 130.370 orang di tahun 2015;

(c) 131.073 orang di tahun 2016; dan (d) 162.261 orang

di tahun 2017.

B. Wisata alam yang belum dimanfatkan

1. Camping ground;

2. Olahraga sepeda gunung;

3. Wisata olahraga air (arung jeram);

4. Wisata offroad;

5. Patroli kawasan.

Terkait dengan wisata alam, layanan izin telah diberikan

dalam bentuk:

a. Izin Usaha Penyedian Jasa Wisata Alam (IUPJWA),

contoh : CV. Pesona Malasari, PT. Bumi

Cangkuang Lestari, Koperasi Khalipa, Koperasi

Rizky Barokah Gunung Salak, CV. Rakasa Pratama,

Koperasi Nurul Falah,Koperasi Wana Lestari,

Koperasi Satria Rimba Athala, CV. Sabuk Gunung,

Koperasi Halimun.

b. Izin Usaha Penyediaan Sarana Wisata Alam

(IUPSWA), contoh : PT. Bumi Cangkuang Lestari,

PT. Halimun Rimba Lestari, PT. Halimun Salak

Endah, PT. Anugrah Alam Lestari, PT. Halimun

Page 54: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

54

Damai Gunung Salak, PT. Bocimi Halimun

Salak.(semua PT masih proses perizinan).

Pemanfaatan air

a. Pemanfaaatan air non komersial: layanan diberikan

dengan memberikan Izin Pemanfaatan Air (IPA) kepada

13 kelompok masyarakat, antara lain:

▪ Forum Pengguna Air Desa Kutajaya, Kecamatan

Cicurug, Sukabumil

▪ Forum Pengguna Air Desa Tugu Jaya, Kecamatan

Cigombong, Bogor;

▪ Forum Pengguna Air Desa Kujang Jaya, Kecamatan

Cibeber, Lebak.

b. Pemanfaatan air komersial, yang dilaksanakan melalui

pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Air (IUPA) kepada:

PT. Antam Tbk. (Persero) Gold Mining Business Unit

Manfaat langsung bagi masyarakat dalam bentuk penyediaan

air minum:

a. Bagi masyarakat sekitar kawasan dalam bentuk

pemanfaatan air non komersial melalui izin pemanfaatan;

b. Bagi masyarakat luas dalam bentuk penyediaan air

minum, baik PDAM maupun air minum dalam kemasan

melalui izin pemanfaatan perusahaan air minum.

Energi air

ayanan diberikan dalam bentuk pemberian izin, antara lain

kepada:

a. PT. Antamloka Halimun Energi untuk Pengembangan

Usaha Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTMH),

kapasitas produksi 5 Mega Watt;

b. PT. Hydro Alam Lestari untuk Pengembangan Usaha

Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTMH), kapasitas

produksi 7 Mega Watt, diperuntukkan untuk kontrak

perjanjian jual beli listrik dengan PT. PLN (Persero). Saat

ini sedang dalam proses perijinan di Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan;

c. PT Hydro Alam Cidurian, PT Halimun Banyu Energi dan

PT Antamora Teknik Makmur untuk pengembangan

PLTMH.

Manfaat langsung bagi masyarakat dalam bentuk mikrohidro

dan minihidro untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat.

Pemanfaatan panas matahari, angin, dan pemanfaatan panas

bumi untuk memenuhi kebutuhan listrik.

Manfaat langsung bagi masyarakat dalam bentuk penyediaan

energi listrik.

Page 55: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

55

Layanan untuk memanfaatkan panas bumi diberikan dalam

bentuk Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan Panas Bumi

(IUPJLPB) kepada:

a. PT. PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGI;

b. INDONESIA POWER.

8 Penyediaan data dan informasi,

promosi dan pemasaran

konservasi sumber daya alam dan

ekosistemnya

Promosi dan pemasaran dilakukan melalui berbagai kegiatan. Manfaat langsung bagi masyarakat, yaitu pengunjung wisata

alam yang mendapatan informasi yang memadai mengenai

keunikan dari destinasi wisata yang dikunjunginya.

9 Pengembangan kerjasama dan

kemitraan bidang konservasi

sumber daya alam dan

ekosistemnya

Melakukan kerja sama dengan lembaga lain di dalam

melakukan konservasi sumber daya alam.

Manfaat tidak langsung bagi masyarakat, dalam bentuk

kawasan yang lestari, udara dan air tersedia dengan baik,

bencana alam bisa dicegah.

10 Pengembangan bina cinta alam

serta penyuluhan konservasi

sumberdaya alam dan

ekosistemnya

TN memberikan penyuluhan kepada masyarakat pentingnya

menjaga kelestarian sumber daya alam dan ekosistemnya.

TNGHS memiliki pusat Pendidikan konservasi alam.

Manfaat tidak langsung bagi masyarakat, dalam bentuk

kawasan yang lestari, udara dan air tersedia dengan baik,

bencana alam bisa dicegah.

11 Pemberdayaan masyarakat di

dalam dan sekitar kawasan

Masyarakat di dalam dan sekitar kawasan dapat mengambil

hasil hutan bukan kayu (HHBK), budidaya tradisional, serta

perburuan tradisional terbatas untuk jenis yang tidak

dilindungi.

Beberapa potensi kegiatan untuk pemberdayaan masyarakat:

1. Pengembangan usaha sate rusa (satwa tidak dilindungi),

untuk supply ke rumah makan/ restoran;

2. Pengembangan kerajinan bambu;

3. Pengembangan gula aren dan jahe bagi masyarakat.

Manfaat langsung bagi masyarakat di dalam dan sekitar

kawasan untuk mencari sumber penghidupan sehingga

diharapakan akan meningkat kesejahteraannya dan

mengurangi tingkat kemiskinan.

Sumber: Sumber: Renstra 2015-2019, Renja 2019, Laporan Kinerja 2018, Statistik TNGHS 2017 (diolah)

Page 56: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

56

Dari layanan yang disediakan oleh TNGHS, PNBP yang dihasilkan sebesar Rp 758,67

juta di tahun 2014, Rp 1,43 miliar di tahun 2015, Rp 1,58 miliar di tahun 2016, Rp

1,19 miliar di tahun 2017 dan Rp 2,13 miliar di tahun 2018.

2.2.1.3 Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS)

Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) ditunjuk melalui Pernyataan

Menteri Pertanian No.736/Mentan/X/82 tanggal 14 Oktober 1982. Setelah melalui

beberapa kali penetapan,saat ini TNBTS mengelola 50.276,20 ha yang yang terbagi

menjadi tujuh zona, yaitu zona inti 17.028,67 ha, zona rimba 26.806,31 ha, zona

pemanfaatan 1.193,43 ha,zona rehabilitasi 2.139,19 ha, zona tradisional 3.041,86 ha,

zona khusus 61,56 ha dan zona religi 5,18 ha. TNBTS terletak di di Kabupaten

Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Malang Provinsi

Daerah Tingkat I Jawa Timur dan memiliki 68 desa penyangga. Dari ke-68 desa

penyangga yang ada di sekitar TNBTS, terdapat 2 desa penyangga yang berada di

dalam kawasan (desa enclave) yakni Desa Ranu Pani, Kecamatan Senduro, Kabupaten

Lumajang dan Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang. Kedua

desa tersebut ditempati oleh penduduk asli yakni masyarakat Tengger.

Terkait dengan zona pemanfaatan, TNBTS memiliki 10 lokasi zona pemanfaatan di

TNBTS yang sudah memiliki distribusi peruntukan sebagai ruang usaha dan ruang

publik. Pembagian ruang tersebut bagian dari pengembangan ekowisata pada zona

pemanfaatan seluas 1.193,43 ha (berdasarkan hasil revisi zonasi tahun 2016). Luasan

tersebut terbagi dua yaitu 1.143,61 ha merupakan lokasi pengembangan pariwisata

alam, dan 49,82 ha merupakan lokasi pemanfaatan jasa lingkungan air.

Layanan yang disediakan oleh TNBTS dapat dilihat di tabel berikut ini.

Page 57: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

57

Tabel 9. Layanan yang DIsediakan Oleh TNBTS

No Fungsi Layanan Manfaat Layanan Bagi Masyarakat

1 Inventarisasi potensi, penataan

kawasan dan penyusunan rencana

pengelolaan

Inventarisasi dilaksanakan dengan menyusun rencana

pengelolaan, yang mencakup:

▪ Rencana Strategis TNBTS 2015-2019 (turunan dari

RPJMN dan Renstra KLHK 2015-2019);

▪ Rencana Kerja tahunan/Rencana Pengelolaan Jangka

Pendek (implementasi dari Renstra dalam jangka waktu

satu tahun);

▪ Rencana Pengelolaan Taman Nasional 2015-2024

(rencana pengelolaan jangka panjang 10 tahun sebagai

pelaksanaan dari PP No. 28 Tahun 2011 jo PP Nomor

108 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka

Alam dan Kawasan Pelestarian Alam).

Bentuk layanan: kegiatan pendukung.

Melalui proses inventarisasi, kawasan akan dikelola dengan

mengoptimalkan potensi dan meminimalisir ancaman

kawasan. Kegiatan ini merpakan kegiatan pendukung bagi

layanan yang disediakan oleh TNBTS, baik layanan yang

memberikan manfaat langsung bagi pengunjung dan

masyarakat di sekitar kawasan maupun manfaat tidak

langsung bagi masyarakat di Kabupaten Lumajang, Pasuruan,

Probololinggo dan Malang.

2 Perlindungan dan pengamanan

kawasan

▪ Patroli rutin kawasan yang dilakukan oleh jabatan

fungsional polisi hutan;

▪ Pembinaan dan penyuluhan hutan yang dilaksanakan oleh

jabatan fungsional penyuluh hutan;

▪ Pengamanan barang bukti (dokumentasi).

Layanan ini dilakukan untuk mencegah/menangani gangguan

kawasan yang terjadi dalam bentuk pencurian kayu, bambu,

kayu bakar, arang, pencurian hasil hutan lainnya

(kemlandingan, rebung).

Dalam periode 2014-2018 terdapat 8 kasus perburuan liar

satwa (burung, lutung jawa, kera, landak, kukang jawa), dengan

posisi penyelesaian 2 kasus diproses hukum, 5 kasus pelaku

melarikan diri, dan 1 kasus diselesaikan dengan cara

melakukan pembinaan dan meminta pelaku membuat surat

pernyataan tidak melakukan perbuatannya lagi.

Manfaat yang didapatkan oleh masyarakat merupakan

manfaat tidak langsung.

Melalui kegiatan ini, kawasan akan terjaga dari berbagai

gangguan kawasan, Kawasan yang terjaga akan membawa

manfaat:

a. bagi masyarakat (generasi saat ini) : terjaganya

kelestarian kawasan sehingga akan mencegah dari

berbagai bencana alam, tersedianya air dan udara yang

berkualitas, kelestarian flora dan fauna, terjaganya

sumber penghidupan masyarakat di dalam dan sekitar

kawasan.

b. Generasi mendatang dalam bentuk warisan kekayaan

flora dan fauna dan kelestarian kawasan.

Page 58: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

58

Gangguan kawasan yang terjadi dan ditangani selama tahun

2014-2018 adalah 82 kasus, baik mencakup pengambilanTSL,

perambahan, dll.

Bentuk layanan: jasa.

TN BTS mendukung dua DAS penting di Jawa Timur, yaitu

Brantas dan Sampean Madura yang mendukung kehidupan

sekitar 16 juta orang di empat kabupaten (Pride Paramitra

Executive Summary, 2008).

Sumber air TN BTS berupa sungai dan anak sungai tercatat

ada lebih dari 50 buah.

3 Pengendalian dampak kerusakan

sumber daya alam hayati

▪ Pemulihan ekosistem, melalui: mekanisme alam,

rehabilitasi, restorasi alam;

▪ Penutupan kawasan (dilakukan di bulan-bulan tertentu

yang mengakibatkan tidak ada pendakian).

TNBTS telah melakukan restorasi ekosistem Ranu dan lahan

di wilayah TN Bromo Tengger Semeru, difokuskan di areal

Ranu Pani dan Ranu Regulo dengan luasan 100 Ha dari 696 ha

luasan lahan kosong.

Bentuk layanan: jasa.

Manfaat yang didapatkan oleh masyarakat merupakan

manfaat tidak langsung dalam bentuk terjaganya kelestarian

kawasan sehingga akan mencegah dari berbagai bencana

alam, tersedianya air dan udara yang berkualitas, kelestarian

flora dan fauna, terjaganya sumber penghidupan masyarakat

di dalam dan sekitar kawasan.

4 Pengendalian kebakaran hutan ▪ mencegah kebakaran hutan, antara lain dengan

melakukan patroli secara reguler;

▪ menanggulangi kebakaran hutan.

Di periode 2014-2018, kebakaran yang ditangani meliputi :

2014 (7 kejadian), 2015 (16 kejadian), 2016(tidak ada

kejadian), 2017 (1 kejadian) dan 2018 (13 kejadian).

Bentuk layanan: jasa.

Manfaat yang didapatkan oleh masyarakat merupakan

manfaat tidak langsung dalam bentuk terjaganya kelestarian

kawasan sehingga akan mencegah dari berbagai bencana

alam, tersedianya air dan udara yang berkualitas, kelestarian

flora dan fauna, terjaganya sumber penghidupan masyarakat

di dalam dan sekitar kawasan.

5 Pengembangan dan pemanfaatan

jenis tumbuhan dan satwa liar

untuk kepentingan non komersial

▪ mengembangkan tanaman obat (bioprospecting);

▪ penangkaran satwa.

Beberapa potensinya adalah:

1. 16 jenis tanaman obat, beberapa jenis diantaranya

tergolong langka seperti sintok (Cinnamomum sintoc), dan Pronojiwo (Euchresta horsfieldii) dan Lumut Jenggot

(Usnea barbata), tanaman obat untuk memperbaiki

kekebalan tubuh.

Pada awalnya, manfaat yang didapatkan adalah manfaat tidak

langsung yaitu adanya hasil penelitian mengenai tanaman yang

berpotensi untuk dikembangkan secara massal menjadi

tanaman obat. Peoduksi massal bisa dilakukan melalui kerja

sama dengan lembaga lain (misal: perusahaan obat), sehingga

TN tetap menjalankan tugas untuk pengembangan dan

pemanfaatan TSL untuk kepentingan non komersial.

Page 59: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

59

2. Potensi anggrek di area danau ranu darungan;

3. Kebun koleksi tanaman restorasi.

Bentuk layanan: jasa. Namun demikian, apabila sudah

diproduksi massal, maka layanan yang dihasilkan adalah

barang.

Pada tahap selanjutnya, manfaat bisa menjaid manfaat

langsung dalam bentuk:

a. Ketersediaan obat;

b. Penyediaan lapangan kerja, yaitu penanaman tanaman

obat yang dapat dilakukan dengan memberdayakan

masyarakat di dalam dan sekitar kawasan.

Saat ini manfaat ini masih belum terealisasi karena upaya

pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar belum optimal.

6 Pengawetan jenis tumbuhan dan

satwa liar beserta habitatnya serta

sumber daya genetik dan

pengetahuan tradisional di dalam

kawasan

Pengawetan dilakukan melalui kegiatan pengelolaan tumbuhan

dan satwa beserta habitatnya meliputi:

a. identifikasi jenis tumbuhan dan satwa;

b. inventarisasi jenis tumbuhan dan satwa;

c. pemantauan;

d. pembinaan habitat dan populasi;

e. penyelamatan jenis; dan

f. penelitian dan pengembangan.

Koleksi flora dan fauna yang dimiliki TNGHS, meliputi:

A. Flora

▪ Pohon-pohon berusia ratusan tahun seperti cemara

gunung

▪ Flora langka seperti jamuju,

▪ 130 jenis Anggrek diantaranya langka seperti Malaxis purpureonervosa (endemik Semeru Selatan),

Habenaria tosariensis (endemik TNBTS) dan Anggrek

tanah yang endemik yaitu Habenaria tosariensis.

▪ Tumbuhan obat (Glunggung, Ampet, Daun Jinten, dll)

▪ Flora endemik (Pakis Tengger, Barus)

▪ Edelweis (Anaphalis spp) berjenis Anaphalis javanica,

Anaphalis longifolia dan Anaphalis viscida.

Manfaat tidak langsung bagi masyarakat, khususnya bagi

generasi mendatang dalam bentuk warisan kekayaan flora

dan fauna dan kelestarian kawasan.

Page 60: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

60

▪ jenis tanaman obat, beberapa jenis diantaranya

tergolong langka seperti sintok (Cinnamomum sintoc),

dan Pronojiwo (Euchresta horsfieldii), lumut jenggot

(Usnea barbata)

B. Fauna

▪ 118 jenis burung seperti Elang Jawa (Nisaetus bertelsi).

▪ 18 jenis Mamalia seperti Macan Tutul Jawa (Panthera pardus), Lutung Jawa (Trachypithecus auratus)

▪ 11 Jenis Reptil seperti Ular Kobra Jawa (Naja sputatrix)

▪ 14 jenis insecta seperti Kupu-kupu Sayap Biru

(Graphium sarpedon).

▪ Fauna berstatus dekat terancam seperti Lebah Madu

Jawa

7 Pengembangan dan pemanfaatan

jasa lingkungan

Penyimpanan dan/atau penyerapan karbon.

Kawasan TNBTS dapat dijadikan sebagai lokasi CDM (pada

kawasan yang tidak berhutan) yaitu Bidang Pengelolaan TN

Wilayah I, dan program REDD dikembangkan di kawasan

Bidang Pengelolaan Wilayah II.

Manfaat tidak langsung bagi masyarakat dalam bentuk

penyerapan karbon dioksida yang akan meningkatkan kualitas

udara dan mencegah pemanasan global.

Wisata Alam.

A. Wisata alam yang sudah dimanfaatkan

1. Rekreasi wisata alam dan pendakian:

▪ Gunung Semeru, Ranu Kumbolo, Kalimati,

Arcopodo, Padang Rumput Jambangan, Oro-

Oro Ombo, Cemoro Kandang, Pangonan Cilik,

Kaldera Tengger, Gunung Bromo, Gua/Gunung

Widodaren, Gunung Batok, dan Gunung

Pananjakan.

▪ Tempat perkemahan: B 29 Argosari.

▪ Bukit Teletabis Bromo, Bukit Cinta, Bukit

Kingkong.

Manfaat langsung bagi masyarakat:

c. pengunjung dalam bentuk penyediaan layanan

rekreasi wisata alam.

d. masyarakat di dalam dan sekitar kawasan dalam

bentuk penyediaan lapangan kerja di sektor

pariwisata yang akan meningkatkan kesejahteraan

dan mengurangi kemiskinan (contoh: menjadi guide,

membuka warung makanan, menjual cinderamata,

menyediakan penginapan, dan lain sebagainya)

Page 61: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

61

2. Wisata budaya suku Tengger:

▪ Upacara adat (Hari Raya Karo, Yadnya Kasad,

Unan-unan, upacara kelahiran, menikah,

kematian).

▪ Kesenian tradisional (seni tari Sodoran dan tari

Ujung).

▪ Tempat Suku Tengger: Desa Ngedes, Desa

Ngedas, Pura Agung Poten, Sumber air Suci

Goa Widodaren, Sumur Pitu/Gua Lava, Pura/

Pedanyangan Rondo Kuning, Prasasti Ranu

Kumbolo, Pura Ngada.

3. Penelitian

4. Wisata Pendidikan

5. Video shooting

6. Adventure trail

7. Jasa fotografi.

B. Wisata alam yang belum dioptimalkan:

1. Danau Ranu Pani-Regulo

2. Air terjun Coban Trisula

3. Hutan alam (Ledok Malang-Ireng-Ireng)

4. Ranu Darungan

5. Gua Heni

6. Blok Adasan

7. Air Terjun Tirtowening

Pengunjung dilindungi dengan Asuransi jiwa (dilakukan melalui

kerjasama antara TNBTS dengan Perusahaan Amanah Gita).

Jumlah pengunjung dalam negeri: 2014 (512.887 orang), 2015

(456.995 orang), 2016 (424.391 orang), 2017 (623.895 orang)

dan 2018 (800.130 orang). Dua tujuan utama dari pengunjung

adalah (1) rekreasi; dan (2) pendakian.

Page 62: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

62

Kecelakaan pengunjung yang ditangani mencakup 16 orang

(tahun 2016), 17 orang (2017) dan 12 orang (tahun 2018).

Bentuk layanan: jasa.

Pemanfaatan air

a. Pemanfaaatan air non komersial, antara lain:

▪ HIPAM Dusun Manggungan Desa Blarang Kec Tutur

Ka bupaten Pasuruan;

▪ HIPAM Dusun Karangsuko Desa Taman Satriyan Kec

Tirtoyudo Kab.Malang;

▪ Masyarakat Dusun Darungan Desa Pronojiwo Kec.

Pronojiwo Kab. Lumajang.

b. Pemanfaatan air komersial, yang dilaksanakan melalui

MoU dengan beberapa perusahaan, yaitu: PDAM

Pasuruan dan PDAM Lumajang.

Bentuk layanan: jasa.

Manfaat langsung bagi masyarakat dalam bentuk penyediaan

air minum:

a. Bagi masyarakat sekitar kawasan dalam bentuk

pemanfaatan air non komersial melalui izin pemanfaatan;

b. Bagi masyarakat luas dalam bentuk penyediaan air

minum, baik PDAM maupun air minum dalam kemasan

melalui izin pemanfaatan perusahaan air minum.

Energi air

Belum teridentifikasi

Manfaat langsung bagi masyarakat dalam bentuk mikrohidro

dan minihidro untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat.

Pemanfaatan panas matahari, angin, dan pemanfaatan panas

bumi untuk memenuhi kebutuhan listrik.

Saat ini, potensi ini belum teridentifikasi.

Manfaat langsung bagi masyarakat dalam bentuk penyediaan

energi listrik.

8 Penyediaan data dan informasi,

promosi dan pemasaran

konservasi sumber daya alam dan

ekosistemnya

Promosi dan pemasaran dilakukan melalui berbagai kegiatan.

Bentuk layanan: jasa.

Manfaat langsung bagi masyarakat, yaitu pengunjung wisata

alam yang mendapatan informasi yang memadai mengenai

keunikan dari destinasi wisata yang dikunjunginya.

9 Pengembangan kerjasama dan

kemitraan bidang konservasi

sumber daya alam dan

ekosistemnya

Melakukan kerja sama dengan lembaga lain di dalam

melakukan konservasi sumber daya alam.

Manfaat tidak langsung bagi masyarakat, dalam bentuk

kawasan yang lestari, udara dan air tersedia dengan baik,

bencana alam bisa dicegah.

Page 63: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

63

10 Pengembangan bina cinta alam

serta penyuluhan konservasi

sumberdaya alam dan

ekosistemnya

TN memberikan penyuluhan kepada masyarakat pentingnya

menjaga kelestarian sumber daya alam dan ekosistemnya.

Penyuluhan dilakukan di Desa penyangga.

Manfaat tidak langsung bagi masyarakat, dalam bentuk

kawasan yang lestari, udara dan air tersedia dengan baik,

bencana alam bisa dicegah.

11 Pemberdayaan masyarakat di

dalam dan sekitar kawasan

Masyarakat di dalam dan sekitar kawasan dapat mengambil

hasil hutan bukan kayu (HHBK), budidaya tradisional, serta

perburuan tradisional terbatas untuk jenis yang tidak

dilindungi.

TNBTS melakukan beberapa kegiatan antara lain

pembentukan Desa Konservasi (Desa Duwet Krajan dan Desa

Pronojiwo), pembentukan Desa Wisata Edelweis (di Desa

Wonokitri dan Desa Ngadisari ) pelatihan (budidaya lebah

madu, budidaya jamur tiram, pembuatan biogas,)yang

dilakukan sebanyak 16 kegiatan di kurun 2014-2018.

Manfaat langsung bagi masyarakat di dalam dan sekitar

kawasan untuk mencari sumber penghidupan sehingga

diharapakan akan meningkat kesejahteraannya dan

mengurangi tingkat kemiskinan.

Sumber: Sumber: Renstra 2015-2019, Renja 2019, Laporan Kinerja 2018, Statistik TNBTS 2017 (diolah)

Page 64: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

64

Dari layanan yang disediakan oleh TNBTS, PNBP yang dihasilkan sebesar Rp 15,171

miliar di tahun 2014, Rp 15,17 miliar di tahun 2015, Rp 18,12 miliar di tahun2016, Rp

21,99 miliar di tahun 2017 dan Rp 26,17 miliar di tahun 2018. PNBP terbesar

dihasilkan dari tiket masuk pengunjung maupun tiket bagi pendaki.

Berdasarkan ketiga kondisi TN sebagaimana dijelaskan diatas, terlihat bahwa ketiga

Taman Nasional ini memenuhi persyaratan substantif sebagai BLU sesuai dengan yang

disyaratkan oleh PMK No 180/2016, yaitu:

1. KetigaTN merupakan pengelola kawasan (persyaratan substantif poin b)

2. Ketiga TN menyediakan layanan yang bersifat operasional(bukan regulator)

kepada pengunjung wisata alam

3. Ketiga TN telah menghasilkan pendapatan (PNBP) dari jasa layanan yang

diberikan kepada pengunjung.

2.2.2. Persyaratan Teknis

Persyaratan teknis diatur dalam Pasal 5 dan 6 PMK No.180 Tahun 2016 tentang

Penetapan dan Pencabutan Penerapan Keuangan BLU pada Satuan Kerja Instansi Pemerintah yaitu apabila Satker memenuhi ketentuan: (i) kinerja pelayanan umum

layak dikelola dan dapat ditingkatkan pencapaiannya melalui penetapan sebagai BLU;

dan (ii) kinerja keuangan sehat. Kinerja pelayanan umum terkait dengan indeks

kepuasan masyarakat, peluang peningkatan kinerja layanan, kebijakan yang mendukung

peningkatan kinerja layanan, dan profesionalisme pengelola SDM. Sedangkan kinerja

keuangan dilihat dari realisasi PNBP dalam dua tahun terakhir atau proyeksi dalam

lima tahun ke depan; rasio realisasi atau proyeksi belanja pegawai dengan PNBP; serta

data dan realisasi atau proyeksi rasio keuangan.

Deskripsi persyaratan teknis dapat dilihat di tabel berikut ini:

Tabel 10. Deskripsi Persyaratan Teknis

No. Kriteria Persyaratan Teknis Deskripsi

1 Kinerja pelayanan umum layak

dikelola dan ditingkatkan

pencapaiannya melalui penetapan

sebagai BLU.

Persyaratan pertama ini dibuktikan dengan adanya

rekomendasi dari Menteri/ Pimpinan Lembaga yang

minimal memuat komponen:

1. indeks kepuasan masyarakat, sebagaimana diatur

dalam peraturan menteri yang bertanggung

jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara

dan reformasi birokrasi mengenai pedoman

umum penyusunan indeks kepuasan masyarakat;

2. peluang peningkatan kinerja pelayanan;

3. peraturan perundang-undangan dan kebijakan

yang ada kondusif atau mendukung bagi peluang

peningkatan kinerja layanan; dan

4. profesionalitas SDM.

2 Kinerja Keuangan sehat. Persyaratan kedua ini dibuktikan dengan adanya:

1. peningkatan realisasi PNBP dalam dua tahun

terakhir atau proyeksi PNBP lima tahun ke

depan;

Page 65: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

65

2. rasio realisasi atau proyeksi belanja pegawai

dengan PNBP paling kurang tidak meningkat;

dan

3. data realisasi atau proyeksi rasio keuangan.

Gambaran pemenuhan persyaratan teknis di masing-masing TN lokasi studi akan

dijelaskan berikut ini.

2.2.2.1. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

a. Kinerja pelayanan umum

layak dikelola dan

ditingkatkan pencapaiannya

melalui penetapan sebagai

BLU.

a.1 Indeks kepuasan masyarakat, sebagaimana diatur dalam

peraturan menteri yang bertanggung jawab di

bidang pendayagunaan aparatur negara dan

reformasi birokrasi mengenai pedoman umum

penyusunan indeks kepuasan masyarakat

Saat ini penilaian kepuasan masyarakat dilakukan TNGGP secara informal, misalnya

dengan meminta pendapat dari pengunjung/pendaki setelah melakukan pendakiannya.

Selain itu, TNGGP telah membuka layanan pengaduan melalui call center dan media

online (WhatsApp dan Instagram). Layanan ini akan merespons permintaan dari

pengunjung ketika berada di area pendakian. Misalnya, pendaki yang mengalami cidera

meminta bantuan akan langsung direspon pengelola dengan mengirimkan tim

evakuasi yang terdiri dari perwakilan resort, relawan, dan perwakilan masyarakat.

Namun demikian, saat ini TNGGP belum melakukan survei kepuasan masyarakat

sebagaimana diatur dalam Permenpan RB No 14 Tahun 2017 tentang Pedoman

Penyusunan Survei Kepuasan Masyarakat.

a. Kinerja pelayanan umum layak dikelola

dan ditingkatkan pencapaiannya melalui

penetapan sebagai BLU.

a.2 peluang peningkatan kinerja pelayanan

Saat ini, setiap tahun, kinerja TNGGP dinilai dari perbandingan antara realisasi

dengan target Rencana Kerja (Renja) yang merupakan pelaksanaan dari Renstra

TNGGP 2015-2019. Sedangnya Renstra TN disusun berdasarkan pada RPTN dan

Renstra Ditjen KSDAE 2015-2019. Kinerja kegiatan TNGGP berdasarkan laporan

capaian kinerja 2015-2018, berada dalam kategori memuaskan. Kendati demikian,

penilaian 2017 dan 2018 lebih rendah dibanding tahun 2016. Penurunan ini

disebabkan karena adanya indikator kinerja yang belum sesuai target. Misalnya pada

tahun 2017 dan 2018 indikator kegiatan penanggulangan gangguan pada kawasan TN,

dan luas kawasan konservasi terdegradasi yang dipulihkan, belum mencapai target

kegiatannya. Upaya TN GGP untuk meningkatkan kinerjanya dilakukan melalui

pembagian tugas sesuai posisi pegawai. Capaian kinerja kegiatan organisasi

sebagaimana grafik di bawah ini:

Page 66: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

66

Grafik 1. Capaian Kinerja TNGGP

Sumber: Laporan Kinerja TN-GGP 2015-2018.

Selain itu, TNGGP melaksanakan penilaian efektivitas pengelolaan kawasan dengan

menggunakan METT (Management Effectiveness Tracking Tool). Hasil penilaian tahun

2017, TNGGP mendapatkan nilai 80,81%. Hasil penilaian tersebut menunjukkan

pengelolaan kawasan di TNGGP cukup baik atau efektif2. Namun, TNGGP belum

memilki Standar Pelayanan Minimum(SPM), sehingga data capaian SPM belum

tersedia. Peluang peningkatan kinerja jika bertransformasi status menjadi BLU cukup

besar, yaitu dengan mengoptimalkan potensi kawasan sebagai termuat di dalam RPTN

TNGGP. Khusus untuk peningkatan layanan jasa wisata, peluang peningkatan kinerja

dapat diarahkan pada peningkatan layanan kepada pengunjung (baik pendaki maupun

pengunjung yang melakukan rekreasi).

a. Kinerja pelayanan umum

layak dikelola dan

ditingkatkan pencapaiannya

melalui penetapan sebagai

BLU.

a.3 peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ada

kondusif atau mendukung bagi peluang peningkatan kinerja

layanan,

Peraturan perundang-undangan dan kebijakan terkait konservasi dan pengelolaan TN

sangat mendukung bagi peluang peningkatan kinerja layanan TNGGP, terutama:

a. UU No 5 Tahun 1990 mendefinisikan Taman Nasional kawasan pelestarian

alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang

dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Dengan demikian,

pengembangan pariwisata dan rekreasi menjadi salah satu tujuan pemanfaatan

Taman Nasional.

b. UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang mengatur bahwa

pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada semua kawasan hutan

kecuali pada hutan cagar alam serta zona inti dan zona rimba pada taman

nasional.

c. PP No. 28 Tahun 2011 jo PP Nomor 108 Tahun 2015 tentang Pengelolaan

Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, pasal 35, yang

menjelaskan bahwa Taman Nasional dapat dimanfaatkan untuk kegiatan: (a)

penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; (b). pendidikan dan

peningkatan kesadartahuan konservasi alam; (c) penyimpanan dan/atau

2 Kategorisasi efektivitas pengelolaan, Hal. 22, Pedoman Penilaian Efektivitas Pengelolaan

Kawasan Konservasi di Indonesia, KSDAE (2017)

1.00581.2204

1.01551.1631

0.00%

50.00%

100.00%

150.00%

2015 2016 2017 2018

Capaian Kinerja Balai Besar TNGGP Tahun 2015-2018

Page 67: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

67

penyerapan karbon, pemanfaatan air, energi air, angin, panas matahari, panas

bumi, dan wisata alam; (d) pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar; (e)

pemanfaatan sumber Plasma Nutfah untuk penunjang budidaya; dan (f)

pemanfaatan tradisional oleh masyarakat setempat.

a. Kinerja pelayanan umum

layak dikelola dan

ditingkatkan pencapaiannya

melalui penetapan sebagai

BLU.

a.4 profesionalitas SDM.

Pada tahun 2018, TNGGP memiliki 160 orang yang terdiri dari PNS 127 orang, dan

tenaga kontrak 33 orang. Jumlah pegawai tersebut menyebar di tiga bidang, wilayah

dan kantor Balai Besar. Komposisi pegawai laki-laki sebanyak 77,99% dan pegawai

perempuan 22,01%. Berikut komposisi pendidikan pegawai TNGGP.

Tabel 11. Jumlah Pegawai Menurut Pendidikan

Sumber: Laporan Kinerja TNGGP 2018

Berdasarkan tabel di atas, TNGGP memiliki SDM yang memadai untuk melakukan

pengelolaan BLU. Selain itu, berbagai pelatihan diadakan/diikuti oleh pegawai TNGGP.

Untuk mendukung peningkatan kinerja layanan pegawai, pengelola TNGGP

menerapkan e-kinerja, dimana pegawai memiliki kewajiban untuk melakukan pengisian

e-kinerja. Penerapan e-kinerja juga diikuti dengan penerapan sanksi berupa

pemotongan besaran tunjangan kinerja. Selain itu, dalam meningkatkan

profesionalisme pegawai dalam menyelesaikan target organisasi, pengelola TNGGP

menerapkan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP). Namun SKP ini belum berpengaruh

terhadap penghargaan/renumerasi kepada pegawai. Saat ini TNGGP masih melihat

tunjangan kinerja berdasarkan pada kehadiran.

b. Kinerja Keuangan sehat. b.1 Adanya peningkatan realisasi PNBP dalam dua tahun terakhir

atau proyeksi PNBP lima tahun ke depan

Realisasi PNBP TNGGP dalam periode 2016-2018 dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 12. Realisasi Pendapatan PNBP 2016-2018

Tahun Realisasi Persentase

2016 3.621.891.500 -

2017 2.256.705.500 (37,69)

2018 4.947.696.500 119,24

Sumber: Data Ditjen KSDAE (diolah)

Uraian Pendidikan

Jml

S2 S1/D4 DIII SLTA SLTP SD

Struktur dan Fungsional

Umum 14 41 21 71 5 8 160

Page 68: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

68

Dari data di atas, terlihat bahwa realisasi PNBP belum stabil, dimana realisasi PNBP

tahun 2017 turun sebesar 37,69 persen dibandingkan tahun 2016. Di tahun 2017

PNBP mengalami penurunan dimana menurut penjelasan pengelola TNGGP,

penurunan ini disebabkan oleh faktor banyaknya bencana alam yang terjadi di tahun

2017, sehingga berdampak pada penurunan PNBP khususnya dari pendakian.

Sedangkan realisasi PNBP di tahun 2018 meningkat signifikan sebesar 119,24 persen.

Pendapatan terbesar berasal dari kegiatan rekreasi dan pendakian. Kenaikan

pendapatan signifikan di tahun 2018 dipengaruhi adanya obyek wisata baru yaitu

jembatan Situ Gunung di Sukabumi. Pendapatan lain yang menjadi sumber penerimaan

PNBP berasal dari ijin jasa wisata, kemah, sewa bangunan, canopy trail, video

komersial, dan penelitian.

Sebagai catatan, bahwa ada perbedaan data realisasi PNBP antara data yang disajikan

di Laporan Kinerja TNGGP dengan data yang berasal dari Ditjen KSDAE, dimana

data di Laporan Kinerja nilainya lebih besar dari data Ditjen KSDAE.

b. Kinerja Keuangan sehat. b.2 Adanya rasio realisasi atau proyeksi belanja pegawai dengan

PNBP paling kurang tidak meningkat

Rasio realisasi belanja pegawai dengan PNBP di tahun 2016-2018 dapat dilihat pada

tabel berikut ini.

Tabel 13. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNGGP

Tahun Realisasi PNBP Realisasi Belanja

Pegawai Rasio (%)

2016 3.621.891.500 13.899.000.000 384

2017 2.256.705.500 13.442.000.000 596

2018 4.947.696.500 14.584.000.000 295

Sumber: Data Ditjen KSDAE dan Data TNGGP (diolah)

Berdasarkan data di atas, TNGGP memiliki rasio realisasi belanja pegawai dengan

PNBP yang berfluktuasi. Namun secara umum, realisasi belanja pegawai jauh lebih

tinggi dibandingkan PNBP (PNBP rendah dan belum bisa digunakan untuk memenuhi

kebutuhan belanja pegawai).

Data realisasi rasio keuangan TNGGP periode 2016-2018 dalam bentuk rasio

realisasi PNBP dengan realisasi belanja dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 14. Tabel Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja TNGGP

Tahun Realisasi PNBP Realisasi Belanja Rasio (%)

2016 3.621.891.500 23.464.370.000 15

2017 2.256.705.500 33.864.205.000 7

2018 4.947.696.500 25.789.384.000 19

Sumber: Data Ditjen KSDAE dan Laporan Kinerja TNGGP

b. Kinerja Keuangan sehat. b.3 Adanya data realisasi atau proyeksi rasio keuangan.

Page 69: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

69

Dari tabel di atas, terlihat bahwa tren rasio realisasi PNBP dengan realisasi belanja di

tahun 2016-2018 terlihat naik turun (belum stabil).Selain itu,, rasio realisasi PNBP

dengan realisasi belanja terlihat rendah yang mengindikasikan bahwa kontribusi PNBP

dalam memenuhi kebutuhan belanja masih minim. Sebagai catatan, bahwa data yang

disajikan di tahun 2018 dalam tabel di atas adalah data yang tidak memasukkan

besaran alokasi yang berasal dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp

25 miliar.

2.2.2.2. Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS)

a. Kinerja pelayanan umum

layak dikelola dan

ditingkatkan pencapaiannya

melalui penetapan sebagai

BLU.

a.1 indeks kepuasan masyarakat, sebagaimana diatur dalam

peraturan menteri yang bertanggung jawab di bidang

pendayagunaan aparatur negara dan reformasi

birokrasi mengenai pedoman umum penyusunan

indeks kepuasan masyarakat

Penilaian kepuasan pengunjung kawasan telah direncanakan akan dilakukan oleh

pengelola TNGHS, namun belum terealisasi. Sebagai unit layanan yang menjadi

tempat kunjungan masyarakat terhadap keberagaman ekosistem yang dimiliki. Dalam

tiga tahun terakhir (2016-2018) kunjungan wisatawan nusantara mengalami kenaikan

dari 131.073 orang sampai 193.033 orang. Namun hingga hingga saat ini, TNGHS

belum melakukan penilaian terhadap hasil kinerja layanan melalui kepuasaan

masyarakat. Pengelola TNGHS menjelaskan bahwa penilaian kepuasan pengunjung

belum dilakukan karena faktor kesibukan pegawai TNGHS.

a. Kinerja pelayanan umum

layak dikelola dan

ditingkatkan pencapaiannya

melalui penetapan sebagai

BLU.

a.2 peluang peningkatan kinerja pelayanan

Saat ini, setiap tahunnya, kinerja TNGHS dinilai dari perbandingan antara realisasi

dengan target Rencana Kerja (Renja) yang merupakan pelaksanaan dari Renstra

TNGHS 2015-2019. Sedangnya Renstra TN disusun berdasarkan pada RPTN dan

Renstra Ditjen KSDAE 2015-2019. Kinerja kegiatan TNGHS berdasarkan laporan

capaian kinerja 2015-2018, mengalami penurunan, dimana pada tahun 2017, TNGHS

mengalami penurunan persentase penyelesaian kinerja dari yang sebelumnya 135%

pada Tahun 2016 menjadi 122,36%. Di tahun 2018, penilaian kinerja turun mencapai

20,9 poin dibanding tahun 2017, hal ini disebabkan karena kecilnya persentase pada

target dua IKK, yaitu pemulihan ekosistem (17,78 %) dan peningkatan persentase

jumlah populasi tiga satwa kunci (39 %). Kinerja TNGHS disajikan dalam grafik

berikut ini.

Page 70: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

70

Grafik 2. Penilaian Kinerja 2016-2018

Sumber: Laporan Kinerja TN-GHS 2018 (diolah)

Di sisi lain, TNGHS tahun 2018 menerima mandat KSDAE menjadi role model untuk

dua tema, yaitu role model penanganan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) dan

pengelolaan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) di kawasan eks Perum Perhutani.

Adapun capaian yang dicapai oleh role model penanganan PETI adalah sebesar 100% untuk pencapaian kinerja dan sebesar 99,61 untuk capaian realisasi anggarannya.

Sementara itu, pada role model pengelolaan HHBK di kawasan eks Perum Perhutani,

TNGHS berhasil mencapai capaian kinerja sebesar 59,5% dan capaian realisasi

anggaran sebesar 99,89% (Laporan Kinerja TNGHS 2018).

Pada hasil pengkajian efektifitas pengelolaan kawasan berdasarkan penilaian

Management Efectiveness Tracking Tool (METT), TNGHS mendapatkan nilai 77 yang

menunjukkan TNGHS dikelola secara efektif.

Namun, TNGGP belum memilki Standar Pelayanan Minimum(SPM), sehingga data

capaian SPM belum tersedia.

a. Kinerja pelayanan umum

layak dikelola dan

ditingkatkan pencapaiannya

melalui penetapan sebagai

BLU

a.3 peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ada

kondusif atau mendukung bagi peluang peningkatan kinerja

layanan,

Peraturan perundang-undangan dan kebijakan terkait konservasi dan pengelolaan TN

sangat mendukung bagi peluang peningkatan kinerja layanan TNGGP, terutama:

a. UU No 5 Tahun 1990 mendefinisikan Taman Nasional kawasan pelestarian

alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang

dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Dengan demikian,

pengembangan pariwisata dan rekreasi menjadi salah satu tujuan pemanfaatan

Taman Nasional.

b. UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang mengatur bahwa

pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada semua kawasan hutan

kecuali pada hutan cagar alam serta zona inti dan zona rimba pada taman

nasional.

c. PP No. 28 Tahun 2011 jo PP Nomor 108 Tahun 2015 tentang Pengelolaan

Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, pasal 35, yang

menjelaskan bahwa Taman Nasional dapat dimanfaatkan untuk kegiatan: (a)

penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; (b). pendidikan dan

1.35 1.22361.0146

0%

50%

100%

150%

2016 2017 2018

Penilaian Kinerja

Page 71: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

71

peningkatan kesadartahuan konservasi alam; (c) penyimpanan dan/atau

penyerapan karbon, pemanfaatan air, energi air, angin, panas matahari, panas

bumi, dan wisata alam; (d) pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar; (e)

pemanfaatan sumber Plasma Nutfah untuk penunjang budidaya; dan (f)

pemanfaatan tradisional oleh masyarakat setempat.

a. Kinerja pelayanan umum

layak dikelola dan

ditingkatkan pencapaiannya

melalui penetapan sebagai

BLU.

a.4 profesionalitas SDM

Pegawai TNGHS pada Desember 2018 berjumlah 142 orang, terdiri dari PNS 88

orang dan sisanya non PNS. Komposisi tenaga struktural dan fungsional umum

sebanyak 21 orang, tenaga fungsional 67 orang yang terdiri dari polisi hutan 41 orang,

PEH sebanyak 17 orang dan Penyuluh 9 orang. Sementara sebanyak 54 orang adalah

tenaga honorer dan kontrak. Tingkat pendidikan pegawai di TNGHS sebagaimana

berikut:

Tabel 15. Komposisi, Jumlah, dan Tingkat Pendidikan Pegawai

Uraian

Pendidikan

Jumlah S3 S2

S1 DIII SLTA SLTP SD

K NK K NK K NK

Struktur dan

Fungsional

Umum

1 5 20 12 12 4 9 61 7 10 142

Sumber: Laporan Kinerja TN-GHS 2018

Penempatan pegawai berdasarkan tempat kerja adalah 46 orang atau 32,39% di

kantor balai; di Seksi Pengelola Taman Nasional Wilayah (SPTNW) I Lebak sebanyak 25 orang atau 17,61%; di SPTNW II Bogor sebanyak 39 orang atau 27,46%; dan di

SPTNW II, dan SPTNW III Sukabumi sebanyak 32 orang atau 22,54%. Dalam upaya

menjaga profesionalitas pegawai dalam menjalankan tugasnya, maka TNGHS

menetapkan 11 (Standard Operating Procedure/SOP) pada layanan yang diberikan.

Deskripsi mengenai SOP yang sudah dimiliki oleh TNGHS akan disampaikan pada

pembahasan persyaratan administasi.

Dalam upaya mencapai target kinerja, pengelola TNGHS menerapkan

penandatanganan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) kepada seluruh pegawai. SKP ini

akan dievaluasi di akhir tahun oleh kepala balai. Selain itu, upaya lain dalam

meningkatkan kinerja pegawai, TNGHS juga menerapkan e-kinerja sebagai bentuk laporan harian pegawai. SKP menjadi alat untuk melihat kinerja dari masing-masing

pegawai TN. Dalam SKP juga memuat kolom penilaian pimpinan/atasan pegawai yang

dinilai. Target kinerja layanan bagi kehati, ekosistem dan masyarakat menjadi

indikator kinerja bagi pengelola TNGHS, yang selanjutnya diturunkan ke SKP masing-

masing pegawai TN. Melalui penerapan e-kinerja dan SKP pengelola memberikan

reward kepada pegawai.

Hal ini dilakukan untuk memotivasi pegawai mencapai target kinerja yang telah

ditetapkan.

Peluang peningkatan kinerja jika bertransformasi status menjadi BLU cukup besar,

yaitu dengan mengoptimalkan potensi kawasan sebagai termuat di dalam RPTN

Page 72: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

72

TNGHS. Khusus untuk peningkatan layanan jasa wisata, peluang peningkatan kinerja

dapat diarahkan pada peningkatan layanan kepada pengunjung (baik pendaki maupun

pengunjung yang melakukan rekreasi).

b. Kinerja Keuangan sehat

b.1 Adanya peningkatan realisasi PNBP dalam dua tahun terakhir

atau proyeksi PNBP lima tahun ke depan

Realisasi penerimaan PNBP selama tiga tahun terakhir mengalami peningkatan rata-

rata 11,88%. Pada tahun 2016, penerimaan PNBP sebesar Rp.1.583.856.300, atau

meningkat 10,27% dari tahun 2015. Pada tahun 2017 penerimaan sebesar

Rp.1.771.267.500, atau meningkat 11,83% dari sebelumnya. Berikut adalah tabel

realisasi penerimaan TNGHS.

Tabel 16. Penerimaan PNBP TNGHS 2016-2019

Tahun Realisasi Peningkatan

2016 1.583.856.300 10,27%

2017 1.771.267.500 11,83%

2018 2.082.133.500 17,55%

Sumber: Laporan Kinerja TNGHS 2018

Sumber penerimaan terbesar PNBP berasal dari tiket masuk rekreasi, pendakian,

berkemah, parkir kendaraan, penelitian dan izin usaha jasa wisata. Obyek wisata yang

berkontribusi terhadap PNBP diantaranya Kawah Ratu, Curug Nangka, Pusat Suaka

Satwa Elang Jawa di Loji, Bumi Perkemahan Sukamantri, Gunung Bunder dan Cikaniki.

Peluang pendapatan PNBP semakin besar bila dilihat dari jumlah kunjungan wisatawan nusantara yang meningkat dalam tiga tahun terakhir, meski terjadi fluktuasi jumlah

kunjungan wisatawan mancanegara.

b. Kinerja Keuangan sehat. b.2 Adanya rasio realisasi atau proyeksi belanja pegawai dengan

PNBP paling kurang tidak meningkat,

Rasio realisasi belanja pegawai dengan PNBP di tahun 2016-2018 dapat dilihat pada

tabel berikut ini.

Tabel 17. Tabel Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNGGP

Tahun Realisasi PNBP Realisasi Belanja

Pegawai

Rasio

(%)

2016 1.583.856.300 9.704.156.199 16,3

2017 1.771.267.500 9.389.544.047 18,9

2018 2.082.133.500 9.912.150.369 21,0

Sumber: Laporan Kinerja TNGHS (diolah)

Berdasarkan data di atas, TNGHS memiliki rasio realisasi PNBP dengan belanja

pegawasi yang semakin meningkat karena kenaikan belanja pegawai lebih tinggi

dibandingkan kenaikan PNBP. Namun secara umum, realisasi belanja pegawai jauh

lebih tinggi dibandingkan PNBP (PNBP rendah dan belum bisa digunakan untuk

memenuhi kebutuhan belanja pegawai).

Page 73: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

73

b. Kinerja Keuangan sehat. b.3 Adanya data realisasi atau proyeksi rasio keuangan.

Kinerja keuangan TNGHS jika dilihat dari laporan realisasi keuangan selama 2016-

2018 mengalami kenaikan dalam merealisasikan anggaran. Selama tiga tahun rata-rata

kenaikan mencapai 98,52%. Kondisi ini cukup baik bila dilihat dari penyerapan

TNGHS dalam mengoptimalkan kegiatan yang telah direncanakan. Adapun gambaran

mengenai realisasi anggaran sebagaimana tabel di bawah ini.

Tabel 18. Realisasi Anggaran 2016-2018

Tahun Anggaran Realisasi

Rp %

2016 Rp.17.525.733.000 17.450.578.455 99,57

2017 Rp.25.625.300.000 24.861.622.025 97,02

2018 Rp.26.421.300.000 26.187.634.253 99,12

Sumber: Laporan Kinerja TNGHS 2018

Sedangkan kinerja keuangan dalam bentuk rasio realisasi PNBP dengan realisasi

belanja dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 19. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja TNGGP

Tahun Realisasi PNBP Realisasi Belanja Rasio

2016 1.583.856.300 17.450.578.455 9,1

2017 1.771.267.500 24.861.622.025 7,1

2018 2.082.133.500 26.187.634.253 8,0

Sumber: Laporan Kinerja TNGHS 2018

Dari tabel diatas, terlihat bahwa tren rasio realisasi PNBP dengan realisasi belanja di

tahun 2016-2018 terlihat naik turun (belum stabil). Selain itu,, rasio realisasi PNBP

dengan realisasi belanja terlihat rendah yang mengindikasikan bahwa kontribusi PNBP

dalam memenuhi kebutuhan belanja masih minim.

2.2.2.3. Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS)

a. Kinerja pelayanan umum

layak dikelola dan

ditingkatkan pencapaiannya

melalui penetapan sebagai

BLU.

a.1 indeks kepuasan masyarakat, sebagaimana diatur dalam

peraturan menteri yang bertanggung jawab di bidang

pendayagunaan aparatur negara dan reformasi

birokrasi mengenai pedoman umum penyusunan

indeks kepuasan masyarakat

Penilaian kepuasan masyarakat pengunjung telah dilakukan, namun belum optimal.

Selama tiga tahun terakhir (2016-2018) kunjungan masyarakat mengalami peningkatan

yang cukup signifikan. Tahun 2018, jumlah kunjungan wisatawan nusantara mencapai

800.130 orang, atau meningkat 28,24% dari tahun sebelumnya. Secara keseluruhan

wisatawan nusantara yang datang melebihi target yang telah ditetapkan oleh IKK yaitu

sebanyak 550.000 wisatawan. Dalam meningkatkan kinerja layanan, menurut

pengelola, TNBTS secara rutin melakukan evaluasi kepuasan masyarakat terhadap

layanan pendakian. Evaluasi dilakukan setelah pengunjung melakukan pendakian.

Page 74: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

74

Metode yang digunakan adalah accidental sampling, yaitu pengunjung ditanya

mengenai pendapatnya mengenai pelayanan pendakian setelah selesai melakukan

pendakian. Hasilnya masukan bagi pengelola TN untuk peningkatan kinerja layanan

TNBTS kepada masyarakat. Penilaian yang dilakukan masih terbatas pada satu

kegiatan yang baru dilakukan oleh pengelola, yaitu pendakian. Namun demikian

penilaian kepuasan yang telah dilakukan belum sesuai dengan survei kepuasan

masyarakat sebagaimana diatur dalam Permenpan RB No 14 Tahun 2017 tentang

Pedoman Penyusunan Survei Kepuasan Masyarakat.

a. Kinerja pelayanan umum

layak dikelola dan

ditingkatkan pencapaiannya

melalui penetapan sebagai

BLU

a.2 peluang peningkatan kinerja pelayanan

Saat ini, setiap tahunnya, kinerja TNBTS dinilai dari perbandingan antara realisasi

dengan target Rencana Kerja (Renja) yang merupakan pelaksanaan dari Renstra

TNBTS 2015-2019. Sedangnya Renstra TN disusun berdasarkan pada RPTN dan

Renstra Ditjen KSDAE 2015-2019. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap kinerja

yang dimandatkan dalam tiga tahun terakhir, maka pencapaian target Indikator

Kinerja Kegiatan TNBTS berada dalam kategori sangat baik atau sangat berhasil.

Walaupun di tahun 2017 terjadi penurunan, namun penurunan ini masih di atas 100%

atau 102,02%. Sementara pada tahun 2018 sebesar 125,26% atau naik melampaui

penilaian pada tahun 2016 sebesar 112,53%. Dalam upaya meningkatkan kinerja

kegiatan organisasi terhadap pencapaian target kinerja kegiatan, maka TNBTS

memberikan penugasan kepada pegawai, baik struktural maupun fungsional

berdasarkan target KSDAE yang disesuaikan dengan posisi pegawai.

Sementara itu, berdasarkan hasil penilaian terhadap efektivitas pengelolaan kawasan,

TNBTS mendapatkan skor penilaian terakhir, yaitu pada tahun 2017 adalah 76%.

Penilaian ini menggunakan METT (Management Effectiveness Tracking Tool). Skor

penilaian yang diperoleh melebihi target yang dicanangkan dalam Renstra 2015-2019

sebesar 71%. Hasil penilaian tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan kawasan di

TNBTS cukup baik atau efektif3. Kendati demikian, masih ada catatan untuk

ditindaklanjuti oleh TN-BTS yaitu masih adanya komplain dari masyarakat; belum

adanya pedoman pemanfaatan untuk zona tradisional; hasil penelitian yang belum

berdampak bagi pengelolaan kawasan; perlunya peningkatan kapasitas teknis dan non

teknis bagi SDM di TNBTS; dan belum optimalnya peran masyarakat dalam mengelola kawasan. Selain itu, TNBTS juga belum memilki Standar Pelayanan Minimum(SPM),

sehingga data capaian SPM belum tersedia.

Peluang peningkatan kinerja jika bertransformasi status menjadi BLU cukup besar,

yaitu dengan mengoptimalkan potensi kawasan sebagai termuat di dalam RPTN

TNBTS. Khusus untuk peningkatan layanan jasa wisata, peluang peningkatan kinerja

dapat diarahkan pada peningkatan layanan kepada pengunjung (baik pendaki maupun

pengunjung yang melakukan rekreasi) dann mengurangi dampak negatif mass tourism

3 Kategorisasi efektivitas pengelolaan, Hal. 22, Pedoman Penilaian Efektivitas Pengelolaan

Kawasan Konservasi di Indonesia, KSDAE (2017)

Page 75: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

75

terhadap kelestarian kawasan.

a. Kinerja pelayanan umum

layak dikelola dan

ditingkatkan pencapaiannya

melalui penetapan sebagai

BLU.

a.3 peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ada

kondusif atau mendukung bagi peluang peningkatan kinerja

layanan,

Peraturan perundang-undangan dan kebijakan terkait konservasi dan pengelolaan TN

sangat mendukung bagi peluang peningkatan kinerja layanan TNBTS, terutama:

a. UU No 5 Tahun 1990 mendefinisikan Taman Nasional kawasan pelestarian

alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Dengan demikian,

pengembangan pariwisata dan rekreasi menjadi salah satu tujuan pemanfaatan

Taman Nasional.

b. UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang mengatur bahwa

pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada semua kawasan hutan

kecuali pada hutan cagar alam serta zona inti dan zona rimba pada taman

nasional.

c. PP No. 28 Tahun 2011 jo PP Nomor 108 Tahun 2015 tentang Pengelolaan

Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, pasal 35, yang

menjelaskan bahwa Taman Nasional dapat dimanfaatkan untuk kegiatan: (a)

penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; (b). pendidikan dan

peningkatan kesadartahuan konservasi alam; (c) penyimpanan dan/atau

penyerapan karbon, pemanfaatan air, energi air, angin, panas matahari, panas

bumi, dan wisata alam; (d) pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar; (e)

pemanfaatan sumber Plasma Nutfah untuk penunjang budidaya; dan (f)

pemanfaatan tradisional oleh masyarakat setempat.

a. Kinerja pelayanan umum

layak dikelola dan

ditingkatkan pencapaiannya

melalui penetapan sebagai

BLU.

a.4 profesionalitas SDM.

Saat ini, TNBTS memiliki pegawai sebanyak 173 orang terdiri dari 102 orang pegawai

ASN dan 71 orang tenaga kontrak (2018). Sebaran pegawainya yaitu 58 orang di

kantor Balai Besar; 69 orang di Bidang PTN Wilayah 1 Probolinggo, Malang, dan

Pasuruan; serta 46 orang di Bidang PTN Wilayah 2 Lumajang. Pegawai ASN di

TNBTS umumnya adalah lulusan SMA sebanyak 42 orang (41%), S1 sebanyak 32

orang (31%) dan S2 sebanyak 11 orang (11%). Adapun jumlah pegawai berdasarkan

pendidikan sebagaimana pada tabel di bawah ini:

Tabel 20. Komposisi, Jumlah, dan Tingkat Pendidikan Pegawai

Uraian Pendidikan

Jumlah S2 S1 DIII SLTA SLTP SD

Struktur dan Fungsional

Umum 11 32 7 42 6 4 102

Sumber: Laporan Kinerja TNBTS, 2018

Page 76: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

76

Sebagaimana dua TN di atas. TNBTS juga menerapkan dokumen kinerja pegawai

yaitu Sasaran Kinerja Pegawai (SKP). Sebagai dokumen evaluasi pegawai, dokumen

tersebut akan menjadi alat dalam menilai kinerja pegawai. Penilaian tersebut akan

menentukan pemberian reward atau punishment kepada pegawai.

b. Kinerja Keuangan sehat b.1 Adanya peningkatan realisasi PNBP dalam dua tahun terakhir

atau proyeksi PNBP lima tahun ke depan

Bila dikaitkan dengan penerimaan PNBP, kinerja TNBTS mengalami peningkatan

dalam tiga tahun terakhir (2016-2018). Peningkatan PNBP ini diperoleh dari

optimalisasi zona pemanfaatan dengan luas 689,64 ha atau 1,37% dari total luas TN-

BTS. Sumber PNBP terbesar saat ini berasal dari pemanfaatan jasa lingkungan yaitu

wisata alam dengan objek wisata unggulan antara lain puncak gunung, yaitu Gunung

Bromo, Gunung Penanjakan, Cemoro Lawang, Laut Pasir, dan pendakian Gunung

Semeru. Jumlah PNBP yang disetorkan terus meningkat dari Rp 18,43 miliar pada

tahun 2016, naik menjadi Rp 21,99 miliar (2017), dan Rp 26,17 miliar (2018).

Prosentase kenaikan PNBP rata-rata per tahun berada di atas 19%. Kenaikan PNBP

ini dipengaruhi oleh semakin meningkatnya pengunjung dari dalam dan luar negeri

yang mencapai rata-rata 652.781 wisatawan pertahun.

Tabel 21. Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-2018

Tahun PNBP Pertumbuhan (%)

2016 18,438,269,205 21,54%

2017 21,998,788,214 19,31%

2018 26,179,122,649 19,00%

Sumber: Laporan Kinerja TNBTS Tahun 2016,2017,2018

Pendapatan dari PNBP tidak hanya meningkat setiap tahunnya, namun juga melampaui

target yang ditetapkan dalam Rencana Kerja (Renja) TNBTS. Perbandingan antara

target dengan realisasi PNBP dalam dua tahun terakhir yaitu tahun 2017 mencapai

135,76% dan meningkat sebesar 156,19% di tahun 2018. Sebagai catatan, bahwa

kenaikan jumlah pengunjung yang signifikan telah menjadikan TNBTS mengalami

problem terkait mass tourism yang perlu segera diatasi agar fungsi perlindungan dan

pengawetan tetap berjalan secara seimbang dengan fungsi pemanfatan jasa wisata

alam.

b. Kinerja Keuangan sehat.

b.2 Adanya rasio realisasi atau proyeksi belanja pegawai dengan

PNBP paling kurang tidak meningkat,

Terkait tren rasio realisasi belanja pegawai dengan PNBP, dalam tiga tahun terakhir

(2016-2018), menurun sebagaimana disajikan dalam tabel berikut ini.

Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS

Tahun Realisasi PNBP Realisasi Belanja Pegawai Rasio (%)

2016 18.310.000.000 11.392.000.000 62

2017 21.999.000.000 11.210.000.000 51

2018 26.179.000.000 11.554.000.000 44

Sumber: Laporan Kinerja TNBTS (diolah)

Page 77: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

77

Berdasarkan data di atas, di periode tahun 2016 -2018, rasio realisasi belanja

pegawai dengan PNBP mengalami penurunan yang disebabkan besaran belanja

pegawai relatif tetap sedangkan besaran PNBP mengalami peningkatan tiap tahun.

Secara umum, realisasi belanja pegawai terhadap PNBP di bawah 100% yang

menunjukkan bahwa besaran PNBP yang ada mampu memenuhi kebutuhan belanja

pegawai. Dengan demikian,kinerja keuangan terkait rasio realisasi belanja pegawai

terhadap PNBP sangat baik.

b. Kinerja Keuangan sehat. b.3 Adanya data realisasi atau proyeksi rasio keuangan.

Selain meningkatnya PNBP dalam tiga tahun terakhir, Balai Besar TNBTS juga dapat

menyerap anggaran yang diberikan oleh pemerintah pusat melalui DIPA Anggaran

Ditjen KSDAE dengan kategori baik. Sebagai contoh, realisasi anggaran TNBTS pada

tahun 2018 dari pagu sebesar Rp 31,639 Miliar dapat terserap sebesar Rp 30,899

Miliar atau 97,66% sebagaimana dapat dilihat dalam grafik berikut ini

Grafik 3. Realisasi Anggaran TNBTS Tahun 2016-2018

Sumber: Laporan Kinerja TNBTS (diolah)

Sedangkan kinerja keuangan dalam bentuk rasio realisasi PNBP dengan realisasi

belanja dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 23. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja TNBTS

Tahun Realisasi PNBP Total Belanja Rasio (%)

2016 18.310.000.000 18.438.000.000 99

2017 21.999.000.000 39.439.000.000 56

2018 26.179.000.000 30.898.000.000 85

Sumber: Laporan Kinerja

Dari tabel diatas, terlihat bahwa tren rasio realisasi PNBP dengan realisasi belanja di

tahun 2016-2018 terlihat naik turun .Selain itu,, rasio realisasi PNBP dengan realisasi

belanja terlihat tinggi yang mengindikasikan bahwa kontribusi PNBP dalam memenuhi

kebutuhan belanja cukup signifikan.

2.2.3. Persyaratan Administratif

Persyaratan administratif untuk menjadi BLU berdasarkan Pasal 8 PMK No.180

Tahun 2016 tentang Penetapan dan Pencabutan Penerapan Keuangan BLU pada

Satuan Kerja Instansi Pemerintah mencakup: (a) pernyataan kesanggupan untuk

18380.067

41299.2

31639.182

18309.63048

39438.56059

30897.96982

0.996167777

0.954947326

0.976572966

94.00%

95.00%

96.00%

97.00%

98.00%

99.00%

100.00%

-

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

40,000

45,000

2016 2017 2018

Mil

lio

ns

Realisasi Anggaran TNBTS Tahun 2016-2018

Anggaran Realisasi %

Page 78: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

78

meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan dan masyarakat; (b) pola tata kelola; (c)

rencana strategis bisnis; (d) laporan keuangan pokok; (e) standar pelayanan minimum;

dan (f) laporan audit atau pernyataan bersedia diaudit secara independen. Pernyataan

kesanggupan satuan kerja untuk menjadi BLU tersebut akan dilihat dari tatakelola

organisasi dan keuangan serta rencana bisnis di masa mendatang. Detail persyaratan

administratif dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 24. Detil Persyaratan Administratif

Persyaratan administratif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan dapat menyajikan

dokumen:

a. Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi

masyarakat;

b. Pola tata kelola;

c. Rencana strategis bisnis;

d. Laporan keuangan pokok;

e. Standar pelayanan minimum; dan

f. Laporan audit terakhir atau peryataan bersedia untuk diaudit secara independen.

Kriteria Persyaratan

Administratif Deskripsi

a Pernyataan kesanggupan

untuk meningkatkan kinerja

pelayanan, keuangan, dan

manfaat bagi masyarakat

Dibuktikan dengan menyertakan lembar pernyataan

kesanggupan sesuai format PMK 180/2016

b Pola tata kelola Peraturan internal yang antara lain menetapkan organisasi

dan tata laksana, akuntabilitas, dan transparansi.

b.1 Peraturan internal

terkait organisasi dan

tata laksana

▪ memuat struktur organisasi, serta pengangkatan dan

pemberhentian pejabat pengelola dan pegawai BLU.

▪ Struktur organisasi berpedoman pada ketentuan yang

ditetapkan oleh menteri yang bertanggung jawab di

bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi

birokrasi.

▪ pengangkatan dan pemberhentian pejabat pengelola dan

pegawai BLU yang diatur dalam peraturan internal paling

sedikit meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. pengangkatan pejabat pengelola mempertimbangkan

hasil penilaian atas kualifikasi, kompetensi, dan kinerja

dalam bentuk uji kelayakan dan kepatutan oleh

Menteri/Pimpinan Lembaga;

b. pengangkatan pejabat keuangan BLU dilakukan setelah

mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan;

c. pengangkatan dan pemberhentian pejabat pengelola

dan pegawai BLU yang berasal dari pegawai negeri

sipil mengikuti ketentuan peraturan perundang

undangan di bidang kepegawaian;

d. jumlah dan komposisi pegawai BLU dari tenaga

profesional non pegawai negeri sipil ditetapkan setelah

mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan;

e. pejabat pengelola dari tenaga profesional non pegawai

negeri sipil diangkat dengan mekanisme kontrak untuk

masa jabatan paling lama 5 (lima) tahun dan dapat

diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan; dan

Page 79: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

79

f. pejabat pengelola dari tenaga profesional non pegawai

negeri sipil dapat diberhentikan sewaktu waktu oleh

Menteri/Pimpinan Lembaga atas inisiatif sendiri

dan/atau atas usulan Menteri Keuangan.

b.2 Akuntabilitas PMK 180/2016 tidak secara spesifik mengatur pola tata

kelola terkait akuntabilitas ini. Dengan demikian, akuntabilitas

yang dimaksud mengacu pada prinsip-prinsip tata kelola yang

baik yang diatur dalam regulasi perundang-undangan yang

ada, yang terdiri dari akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas

kinerja.

b.3 Transparansi PMK 180/2016 tidak secara spesifik mengatur pola tata

kelola terkait akuntabilitas ini. Dengan demikian, transparansi

yang dimaksud mengacu pada perundang-undangan yang ada,

yaitu UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi

Publik.

c Rencana strategis bisnis Rencana strategis bisnis meliputi:

a. visi yaitu suatu gambaran yang menantang tentang

keadaan masa depan yang memuat cita dan citra yang

ingin diwujudkan;

b. misi yaitu sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan

sesuai visi yang ditetapkan, agar tujuan organisasi dapat

terlaksana dan berhasil dengan baik;

c. program strategis untuk 5 (lima) tahun ke depan, yang

terdiri dari program, kegiatan, serta hasil/keluaran yang

terukur meliputi aspek pelayanan, keuangan, sumber

daya manusia, serta sarana dan prasarana dengan

memperhitungkan kekuatan, kelemahan, peluang, dan

ancaman/kendala yang ada atau mungkin timbul; dan

d. capaian kinerja yang terukur untuk tahun berjalan dan 2

(dua) tahun sebelumnya, yang meliputi:

▪ hasil/keluaran atas program/kegiatan yang dicapai,

baik dari aspek keuangan (realisasi/proyeksi),

pelayanan, sumber daya manusia, serta sarana dan

prasarana, disertai dengan analisis atas faktor-faktor

internal dan eksternal yang mempengaruhi capaian

kinerja.

▪ aspek keuangan (realisasi/proyeksi) pendapatan dan

belanja yang berasal dari PNBP dan/atau Rupiah

Murni dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara serta indikasi tarif layanan.

d Laporan keuangan pokok Laporan keuangan pokok terdiri atas:

a. laporan realisasi anggaran, yaitu laporan yang menyajikan

ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian sumber daya

keuangan yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah,

yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan

realisasinya dalam satu periode pelaporan;

b. neraca, yaitu laporan yang menggambarkan posisi

keuangan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada

tanggal tertentu; dan

c. catatan atas laporan keuangan, yaitu dokumen yang

menyajikan informasi tentang kebijakan akuntansi,

penjelasan per pos laporan keuangan, baik berupa

penjelasan naratif, rincian, dan/atau grafik dari angka

yang disajikan dalam laporan realisasi anggaran dan

neraca, disertai informasi mengenai kinerja keuangan.

Page 80: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

80

d. Laporan keuangan pokok yang dimaksud merupakan

laporan keuangan tahun terakhir sebelum pengusulan

untuk menerapkan PPK- BLU dan tahun berjalan.

e. Laporan keuangan disusun berdasarkan Standar

Akuntansi Pemerintahan.

e Standar pelayanan minimum a. Standar pelayanan minimum sebagaimana dimaksud

merupakan ukuran pelayanan yang harus dipenuhi oleh

BLU dalam memberikan pelayanan umum kepada

masyarakat.

b. Standar pelayanan minimum disusun dengan

mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan, dan

kesetaraan layanan serta kemudahan memperoleh

layanan.

c. Standar pelayanan minimum bersifat sederhana, konkrit,

mudah diukur, terbuka, terjangkau dan dapat

dipertanggungjawabkan, serta mempunyai batas waktu

pencapaian.

d. Standar pelayanan minimum disesuaikan dengan

perkembangan kebutuhan, prioritas dan kemampuan

keuangan serta kemampuan kelembagaan dan sumber

daya manusia BLU.

e. Penyusunan standar pelayanan minimum berpedoman

pada standar pelayanan minimum Kementerian

Negara/Lembaga/industri sejenis dan/atau peraturan

perundang-undangan yang mengatur mengenai standar

pelayanan minimum.

f. Standar pelayanan minimum ditetapkan oleh Menteri/

Pimpinan Lembaga.

f Laporan audit terakhir atau

pernyataan bersedia untuk

diaudit secara independen

Dibuktikan dengan melampirkan laporan audit terakhir atau

pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.

Pada persyaratan administrasi, sebagai Unit Pengelola Teknis (UPT) di bawah Ditjen

KSDAE KLHK, maka kebijakan yang berkaitan dengan keorganisasian dilakukan oleh

KLHK dan Ditjen KSDAE. Secara umum, kebijakan yang menyangkut tata kelola TN

akan berkaitan dengan kebijakan Menteri LHK dan Ditjen KSDAE. Misalnya kebijakan

terkait organisasi dan tata laksana TN seperti struktur organisasi, prosedur kerja,

pengelompokkan fungsi yang logis, ketersediaan dan pengembangan SDM serta

efisiensi biaya diatur melalui Peraturan Menteri LHK Nomor

P.7/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Unit Pelaksana

Teknis Taman Nasional dan Peraturan Menteri LHK Nomor P.25./MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengangkatan

Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Fungsional Binaan Kementerian Lingkungan Hidup

dan Kehutanan melalui Penyesuaian (inpassing). Sementara kebijakan teknis diatur

oleh Ditjen KSDAE seperti inventarisasi potensi kawasan, dan kemitraan kawasan

konservasi.

Sebagai Satker KLHK, tiga TN pada setiap tahunnya menyusun laporan keuangan TN

dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara dan PP No. 71/2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan serta kaidah-

kaidah pengelolaan keuangan yang sehat dalam pemerintahan. Selain itu, ketiga TN

yang menjadi lokasi studi juga diaudit laporan keuangannya oleh Inspektorat Jenderal

KLHK.

Page 81: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

81

Gambaran pemenuhan persyaratan administratif di tiga TN lokasi studi dijelaskan

berikut ini.

2.2.3.1. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

a. Pernyataan kesanggupan

untuk meningkatkan

kinerja pelayanan,

keuangan, dan manfaat

bagi masyarakat;

Dibuktikan dengan menyertakan lembar pernyataan kesanggupan

sesuai format PMK 180/2016

Komitmen Pengelola TNGGP untuk meningkatkan kinerja layanan dan keuangan.

Dalam rangka persiapan menjadi BLU, secara umum Pengelola TNGGP sudah

menyatakan komitmennya dan sanggup untuk meningkatkan kinerja layanan dan

keuangan. Hal ini disampaikan, karena Pengelola TNGGP merasa mampu

meningkatkan kedua hal itu. Komitmen dalam meningkatkan kinerja layanan yang saat

ini dilakukan oleh pengelola TNGGP adalah dalam mencapai indikator kinerja yang

ditargetkan.

b. Pola tata kelola

Peraturan internal yang antara lain menetapkan

organisasi dan tata laksana, akuntabilitas, dan

transparansi.

b.1 Peraturan internal

terkait organisasi

dan tata laksana

▪ memuat struktur organisasi, serta pengangkatan dan

pemberhentian pejabat pengelola dan pegawai BLU.

Pola tata kelola TNGGP, sebagaimana disampaikan pada bagian pendahuluan di atas,

bahwa terkait organisasi tata kelola diatur melalui kebijakan dari KLHK dan Ditjen

KSDAE. Berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomor

P.7/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 tanggal 29 Januari 2016 menetapkan TNGGP

sebagai Balai Besar termasuk Tipe A setingkat eselon II b. Struktur organisasinya

terdiri atas: Kepala Balai Besar TNGGP dibantu oleh dua pejabat eselon III b yang

berkedudukan di Kantor Balai Besar, yaitu Kepala Bagian Tata Usaha dan Kepala

Bidang Teknis Konservasi; tiga Pejabat eselon IV non teknis (Kepala Sub Bagian Umum, Kepala Sub Bagian Program dan Kerjasama, serta Kepala Sub Bagian Data,

Evaluasi, Pelaporan dan Kehumasan); dan dua Pejabat eselon IV teknis (Kepala Seksi

Pemanfaatan dan Pelayanan serta Kepala Seksi Perencanaan, Perlidungan dan

Pengawetan) di bawah Bidang Teknis. Di lapangan dibantu oleh tiga Pejabat eselon III

b di wilayah yaitu Kepala Bidang Pengelolaan TN Wilayah I Cianjur, Kepala Bidang

Pengelolaan TN Wilayah II Sukabumi dan Kepala Bidang Pengelolaan TN Wilayah III

Bogor; dan dua Pejabat eselon IV sebagai Kepala Seksi untuk masing-masing bidang

wilayah. Keberadaan struktur ini telah disesuaikan dengan fungsi yang dimandatkan

kepada TNGGP.

Sedangkan peraturan internal tentang pengangkatan dan pemberhentian pejabat pengelola dan pegawai BLU belum dimiliki.Namun demikian, persyaratan ini relatif

mudah dipenuhi sepanjang sudah ada komitmen pengubahan status TN menjadi BLU.

Page 82: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

82

Dalam pengelolaan kawasan TNGGP memiliki peraturan internal dalam bentuk

Standard Operating Procedure (SOP) seperti SOP tentang Pelayanan Pendakian

berdasarkan Surat Keputusan Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede

Pangrango Nomor: SK.34/11-Tu/1/2010 Tentang Perubahan Surat Keputusan Kepala

Balai Besar Nomor Sk.84/11-Tu/1/2009 Tentang Petunjuk Teknis Pelayanan

Pendakian Di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, dan SOP tentang

Pengelolaan Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol dan Stasiun Penelitian

Bodogol (SPB). Dokumen SOP lainnya yang dimiliki oleh TNGGP adalah SOP

Pengendalian Kebakaran Hutan, SOP Pemadaman Kebakaran, SOP Sistem Peringkat

Bahaya Kebakaran Hutan, SOP Penanganan Kasus Pengamanan Hutan, SOP

Pemeriksaan Kesehatan dan SOP Pelayanan Pengunjung Jembatan Situgunung.

Meski telah memiliki SOP, namun hingga saat ini, TNGGP belum menetapkan standar

pelayanan yang menjadi acuan dalam memberikan layanan kepada masyarakat.

Kendati demikian, menurut pengelolanya, TNGGP sudah mendapatkan penilaian ISO

untuk pelayanan wisata alam dan ISO 14001 untuk pelayanan pengunjung.

b.2 Akuntabilitas

▪ PMK 180/2016 tidak secara spesifik mengatur pola

tata kelola terkait akuntabilitas ini. Dengan demikian,

akuntabilitas yang dimaksud mengacu pada prinsip-

prinsip tata kelola yang baik yang diatur dalam

regulasi perundang-undangan yang ada, yang terdiri

dari akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas kinerja.

Terkait akuntabilitas keuangan, TNGGP telah memiliki mekanisme pengelolaan

keuangan, namun laporan keuangan masih menginduk kepada Laporan Keuangan

Ditjen KSDAE. Sedangkan untuk akuntabilitas kinerja mekanisme yang dimilik adalah

menyusun laporan kinerja.

b.3Transparansi

▪ PMK 180/2016 tidak secara spesifik mengatur pola

tata kelola terkait akuntabilitas ini. Dengan demikian,

transparansi yang dimaksud mengacu pada

perundang-undangan yang ada, yaitu UU No 14

Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik

Transparansi dapat dilihat dari penyediaan statistik TNGGP yang disajikan di dalam

website. Selain itu, data-data lainnya juga dapat diakses melalui website.

c. Rencana strategis bisnis Rencana strategis bisnis meliputi:

▪ visi

▪ misi

▪ program strategis untuk 5 (lima) tahun ke depan,

▪ capaian kinerja yang terukur untuk tahun berjalan dan

2 (dua) tahun sebelumnya,.

▪ aspek keuangan (realisasi/proyeksi)pendapatan dan

belanja yang berasal dari PNBP dan/atau Rupiah

Murni dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

serta indikasi tarif layanan.

TNGGP telah memiliki dokumen perencanaan, baik yang bersifat jangka panjang

dalam bentuk RPTN untuk jangka waktu sepuluh tahun maupun perencanaan jangka

menengah dalam bentuk Renstra TNGGP. 2015-2019 telah menggambarkan rencana

pemanfaatan fungsi TN. Dokumen perencanaan juga telah memuat komponen yang

Page 83: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

83

diperlukan, yaitu visi, misi program strategis maupun capaian kinerja. Namun

demikian, dokumen perencanaan belum secara detail menjelaskan tentang aspek

keuangan, termasuk indikasi tarif layanan. Dengan demikian, dokumen perencanaan

yang sudah ada dapat digunakan untuk memenuhi persyaratan ini, namun perlu

dilengkapi dengan narasi aspek keuangan.

d. Laporan keuangan

pokok

▪ Laporan keuangan pokok terdiri atas: laporan

realisasi anggaran, neraca, dan catatan atas laporan

keuangan yaitu dokumen yang menyajikan informasi

tentang

▪ Laporan keuangan pokok yang dimaksud merupakan

laporan keuangan tahun terakhir sebelum pengusulan

untuk menerapkan PPK- BLU dan tahun berjalan.

▪ Laporan keuangan disusun berdasarkan Standar

Akuntansi Pemerintahan.

TNGGP telah melakukan pengelolaan keuangan, namun belum menghasilkan laporan

keuangan karena laporan keuangan masih menginduk pada Laporan Keuangan Ditjen KSDAE sebagai entitas akuntansi. Untuk memenuhi persyaratan ini, laporan keuangan

TNGGP yang telah dilaporkan kepada Ditjen KSDAE perlu diolah lebih lanjut untuk

menghasilkan Laporan Keuangan TNGGP sesuai Standar Akuntansi Pemerintah perlu

disusun

e. Standar pelayanan

minimum

▪ Standar pelayanan minimum sebagaimana dimaksud

merupakan ukuran pelayanan yang harus dipenuhi

oleh BLU dalam memberikan pelayanan umum

kepada masyarakat.

▪ Standar pelayanan minimum disusun dengan

mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan, dan

kesetaraan layanan serta kemudahan memperoleh

layanan.

Terkait dengan standar layanan minimum, saat ini TNGGP belum memilikinya.

Dengan demikian, untuk memenuhi persyaratan ini, TNGGP perlu menyusun standar

pelayanan minimum.

f. Laporan audit terakhir

atau pernyataan

bersedia untuk diaudit

secara independen.

Dibuktikan dengan melampirkan laporan audit terakhir atau

pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.

Terkait dengan audit independen, pengelola TNGGP juga telah menyampaikan

kesediaannya untuk diaudit oleh auditor eksternal.

2.2.3.2. Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS)

a. Pernyataan kesanggupan

untuk meningkatkan

kinerja pelayanan,

keuangan, dan manfaat

bagi masyarakat

Dibuktikan dengan menyertakan lembar pernyataan kesanggupan

sesuai format PMK180/2016

Page 84: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

84

Kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan dan keuangan. Ketika ditanyakan

kesiapannya untuk menjadi BLU, Pengelola TNGHS telah menyatakan kesiapannya

untuk meningkatkan kinerja pelayanannya kepada masyarakat dan kinerja

keuangannya. Penyampaian kesiapan tersebut dibarengi dengan permintaan dukungan

dari KLHK untuk peningkatan jumlah dan kompetensi SDM TNGHS dalam

mempersiapkan perubahan status menjadi BLU.

b. Pola tata kelola

Peraturan internal yang antara lain menetapkan organisasi dan tata

laksana, akuntabilitas, dan transparansi.

b.1 Peraturan internal

terkait organisasi

dan tata laksana

▪ memuat struktur organisasi, serta pengangkatan dan

pemberhentian pejabat pengelola dan pegawai BLU.

Struktur organisasi TNGHS ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomor

P.7/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 tanggal 29 Januari 2016 yang menetapkan TNGHS

sebagai Balai Besar Tipe A. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, Balai TNGHS

dipimpin oleh seorang Kepala Balai Taman Nasional dibantu oleh Kepala Sub Bagian

Tata Usaha serta tiga Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional di Wilayah I Kab.

Lebak, Wilayah II Kab Bogor, Wilayah III Kab Sukabumi, dan Kelompok Jabatan

Fungsional.

Sedangkan peraturan internal tentang pengangkatan dan pemberhentian pejabat

pengelola dan pegawai BLU belum dimiliki.Namun demikian, persyaratan ini relatif

mudah dipenuhi sepanjang sudah ada komitmen pengubahan status TN menjadi BLU.

Dalam menjalankan tugas, fungsi, dan kewenangannya, Pengelola TNGHS telah

memiliki 11 SOP pelayanan kepada masyarakat, yaitu: 1) Kegiatan Perlindungan Hutan

dan Penanggulangan Kebakaran Hutan; 2) Penggunaan dan Pengamanan Senjata Api;

3) Penggunaan Alat Komunikasi; 4) Patroli; 5) Izin Memasuki Kawasan TNGHS; 6)

Izin Pengambilan atau Penangkapan Specimen Tumbuhan Dan Satwa Liar di TNGHS;

7) Pendakian Gunung Salak Dan Kawah Ratu TNGHS; 8) Protokol Sistem

Pengelolaan Data Dan Informasi TNGHS; 9) Penyusunan Rancangan dan Laporan

Kegiatan Lingkup Balai TNGHS; 10) Tata Persuratan Dinas Balai TNGHS; dan 11)

Penggunaan dan Pengembalian Kendaraan Dinas Operasional Balai TNGHS.

Meskipun demikian, Pengelola TNGHS belum menyusun standar pelayanan bagi

masyarakat ataupun bagi kehati yang ada di kawasan. Pengelolaan kawasan selama ini

dilakukan hanya berdasarkan SOP yang ada.

b.2 Akuntabilitas

▪ PMK180/2016 tidak secara spesifik mengatur pola

tata kelola terkait akuntabilitas ini. Dengan demikian,

akuntabilitas yang dimaksud mengacu pada prinsip-

prinsip tata kelola yang baik yang diatur dalam

regulasi perundang-undangan yang ada, yang terdiri

dari akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas kinerja,

yang tercermin dari berbagai peraturan internal

(SOP)

Terkait akuntabilitas keuangan, TNGHS telah memiliki mekanisme pengelolaan

keuangan, namun laporan keuangan masih menginduk kepada Laporan Keuangan

Ditjen KSDAE. Sedangkan untuk akuntabilitas kinerja mekanisme yang dimilik adalah

menyusun laporan kinerja.

Page 85: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

85

b.3 Transparansi

▪ PMK180/2016 tidak secara spesifik mengatur pola

tata kelola terkait akuntabilitas ini. Dengan demikian,

transparansi yang dimaksud mengacu pada

perundang-undangan yang ada, yaitu UU No 14

Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik

Transparansi dapat dilihat dari penyediaan data yang disajikan di dalam website.

Sayangnya, data yang disajikan kurang update.

c. Rencana strategis bisnis Rencana strategis bisnis meliputi:

▪ visi

▪ misi

▪ program strategis untuk 5 (lima) tahun ke depan,

▪ capaian kinerja yang terukur untuk tahun berjalan dan

2 (dua) tahun sebelumnya,.

▪ aspek keuangan (realisasi/proyeksi)pendapatan dan

belanja yang berasal dari PNBP dan/atau Rupiah

Murni dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

serta indikasi tarif layanan.

TNGHS telah memiliki dokumen perencanaan, baik yang bersifat jangka panjang

dalam bentuk RPTN untuk jangka waktu sepuluh tahun maupun perencanaan jangka

menengah dalam bentuk Renstra TNGHS. Renstra 2015-2019 telah menggambarkan

rencana pemanfaatan fungsi TN. Dokumen perencanaan juga telah memuat

komponen yang diperlukan, yaitu visi, misi program strategis maupun capaian kinerja.

Namun demikian, dokumen perencanaan belum secara detail menjelaskan tentang

aspek keuangan, termasuk indikasi tarif layanan. Dengan demikian, dokumen

perencanaan yang sudah ada dapat digunakan untuk memenuhi persyaratan ini,

namun perlu dilengkapi dengan narasi aspek keuangan.

Selain itu, sebagai turunan dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), TNGHS

juga telah memiliki Master Plan Wisata Alam Tahun 2017-2026 yang berisi tematik

tentang kondisi dan pengembangan wisata, pemberdayaan masyarakat di sekitar

kawasan dan pengelolaan keanekaragaman hayati. Perencanaan wisata tersebut

diimplementasikan dengan penyusunan desain tapak di obyek wisata TNGHS melalui

pembagian ruang usaha dan ruang publik. Saat ini sudah ada 14 objek wisata yang

sudah memiliki desain tapak.

d. Laporan keuangan

pokok ▪ Laporan keuangan pokok terdiri atas: laporan realisasi

anggaran, neraca, dan catatan atas laporan keuangan

yaitu dokumen yang menyajikan informasi tentang

▪ Laporan keuangan pokok yang dimaksud merupakan

laporan keuangan tahun terakhir sebelum

pengusulan untuk menerapkan PPK - BLU dan tahun

berjalan.

▪ Laporan keuangan disusun berdasarkan Standar

Akuntansi Pemerintahan.

TNGHS telah melakukan pengelolaan keuangan, namun belum menghasilkan laporan

keuangan karena laporan keuangan masih menginduk pada Laporan Keuangan Ditjen

KSDAE sebagai entitas akuntansi. Untuk memenuhi persyaratan ini, laporan keuangan

Page 86: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

86

TNGHS yang telah dilaporkan kepada Ditjen KSDAE perlu diolah lebih lanjut untuk

menghasilkan Laporan Keuangan TNGHS sesuai Standar Akuntansi Pemerintah perlu

disusun

e. Standar pelayanan

minimum ▪ Standar pelayanan minimum sebagaimana dimaksud

merupakan ukuran pelayanan yang harus dipenuhi oleh BLU dalam memberikan pelayanan umum

kepada masyarakat.

▪ Standar pelayanan minimum disusun dengan

mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan, dan kesetaraan layanan serta kemudahan

memperoleh layanan.

Terkait dengan standar layanan minimum, saat ini TNGHS belum memilikinya.

Dengan demikian, untuk memenuhi persyaratan ini, TNGHS perlu menyusun standar

pelayanan minimum.

f. Laporan audit terakhir

atau pernyataan

bersedia untuk diaudit

secara independen.

▪ Dibuktikan dengan melampirkan laporan audit terakhir atau

pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.

Terkait dengan audit independen, pengelola TNGHS juga telah menyampaikan

kesediaannya untuk diaudit oleh auditor eksternal.

2.2.3.3. Taman Nasional Bromo Tengger Semeru

a. Pernyataan kesanggupan

untuk meningkatkan

kinerja pelayanan,

keuangan, dan manfaat

bagi masyarakat;

▪ Dibuktikan dengan menyertakan lembar pernyataan

kesanggupan sesuai format PMK 180/2016

Komitmen dan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan dan keuangan.

Komitmen yang senada dengan TNGGP dan TNGHS juga disampaikan oleh Pengelola

TNBTS. Hal itu dinyatakan oleh Pengelola TNBTS pada saat wawancara studi ini

dilakukan. Komitmen terhadap kinerja juga tercermin dalam perjanjian kinerja yang

ditandatangani oleh Kepala TNBTS dengan Dirjen KSDAE yang berisi target

pelayanan yang harus dilaksanakan oleh TNBTS. Kesiapan pengelola TNBTS dalam

meningkatkan kinerja layanan ini juga terlihat dari inovasi-inovasi yang dilakukan

Pengelola TNBTS baik yang berasal dari anggaran TN maupun bekerjasama dengan

pihak ketiga seperti dalam menyediakan sarana dan prasarana serta menciptakan

inovasi layanan kepada masyarakat maupun kepada ekosistem yang ada di kawasan.

b. Pola tata kelola

Peraturan internal yang antara lain menetapkan

organisasi dan tata laksana, akuntabilitas, dan

transparansi.

b.1 Peraturan internal

terkait organisasi

dan tata laksana

▪ memuat struktur organisasi, serta pengangkatan dan

pemberhentian pejabat pengelola dan pegawai BLU.

Page 87: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

87

Seperti halnya TNGGP dan TNGHS, struktur pengelolaan TNBTS juga ditetapkan

berdasarkan Permen LHK yang menetapkan TNBTS sebagai sebagai Balai Besar Tipe

A. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, Balai TNBTS dipimpin oleh seorang

Kepala Balai yang dibantu oleh Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Bidang Teknis

Konservasi Taman Nasional serta Kepala Bidang Pengelolaan Taman Nasional

(BPTN) Wilayah I dan II. Sedangkan jabatan di bawah Kepala Bidang Pengelola Taman

Nasional adalah Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN). Kepala SPTN

Wilayah I dan II berada di bawah Kepala BPTN Wilayah I dan Kepala SPTN Wilayah

III dan IV berada di bawah Kepala BPTN Wilayah II.

Sedangkan peraturan internal tentang pengangkatan dan pemberhentian pejabat

pengelola dan pegawai BLU belum dimiliki.Namun demikian, persyaratan ini relatif

mudah dipenuhi sepanjang sudah ada komitmen pengubahan status TN menjadi BLU.

Pengelola TNBTS sudah memiliki beberapa SOP, yaitu SOP Pendakian, SOP

Penatausahaan Karcis Masuk, SOP Patroli Pengamanan Hutan, dan SOP bagi Pekerja

Jasa Wisata maupun pengunjung TNBTS. Berbagai SOP tersebut ditetapkan melalui

Surat Keputusan Kepala Balai Besar TNBTS. Meski telah memiliki beberapa SOP,

namun TNBTS sendiri baru memiliki satu standar pelayanan yaitu Standar Pelayanan

Masyarakat pada Fasilitas Publik Kawasan Pariwisata Alam.

Pada tingkat resort, TNBTS menerapkan konsep Pengelolaan Berbasis Resort

(Resort Based Management). Konsep ini diimplementasikan dengan mengoptimalkan

seluruh informasi terkait data potensi dan permasalahan kawasan di masing-masing

resort. Konsep ini juga menjadi arah kebijakan TNBTS dalam Renstra 2015-2019.

Namun dalam implementasinya, pengelolaan resort masih terkendala jumlah dan

kompetensi SDM yang belum proporsional.

b.2 Akuntabilitas

▪ PMK 180/2016 tidak secara spesifik mengatur pola tata

kelola terkait akuntabilitas ini. Dengan demikian,

akuntabilitas yang dimaksud mengacu pada prinsip-prinsip

tata kelola yang baik yang diatur dalam regulasi

perundang-undangan yang ada, yang terdiri dari

akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas kinerja, yang

tercermin dari berbagai peraturan internal (SOP)

Terkait akuntabilitas keuangan, TNBTS telah memiliki mekanisme pengelolaan

keuangan, namun laporan keuangan masih menginduk kepada Laporan Keuangan

Ditjen KSDAE. Sedangkan untuk akuntabilitas kinerja mekanisme yang dimiliki adalah

menyusun laporan kinerja.

b.3 Transparansi ▪ PMK 180/2016 tidak secara spesifik mengatur pola tata

kelola terkait akuntabilitas ini. Dengan demikian,

transparansi yang dimaksud mengacu pada perundang-

undangan yang ada, yaitu UU No 14 Tahun 2008 tentang

Keterbukaan Informasi Publik

Transparansi dapat dilihat dari penyediaan statistik TNBTSyang disajikan di dalam

website. Selain itu, data-data lainnya juga dapat diakses melalui website.

c. Rencana strategis

bisnis

Rencana strategis bisnis meliputi:

▪ visi

▪ misi

Page 88: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

88

▪ program strategis untuk 5 (lima) tahun ke depan,

▪ capaian kinerja yang terukur untuk tahun berjalan dan 2

(dua) tahun sebelumnya,.

▪ aspek keuangan (realisasi/proyeksi)pendapatan dan belanja

yang berasal dari PNBP dan/atau Rupiah Murni dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta indikasi tarif

layanan.

Pengelola TNBTS sudah memiliki Rencana Pengelolaan Taman Nasional 2015-2024.

Rencana Pengelolaan Taman Nasional (RPTN) ini merupakan hasil review RPTN

Tahun 1995-2020. Review dilakukan untuk menindaklanjuti amanat PP No. 28 Tahun

2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam yang

membatasi jangka waktu RPTN selama 10 tahun. Dokumen RPTN kemudian

dijabarkan menjadi Rencana Strategis (Renstra) untuk 5 tahun dan Rencana Kerja

Tahunan sebagai acuan bagi pengelola dalam melaksanakan perannya sesuai potensi

dan karakeristik yang dimiliki oleh TNBTS. Dalam pelaksanaannya sebagai unit kerja

di bawah KSDAE, TN juga melaksanakan kegiatan untuk mencapai indikator kinerja

dari Ditjen KSDAE yang terkait dengan TN sebagai bagian dari pelaksanaan Renstra

Ditjen KSDAE.

Dengan telah disusunnya RPTN dan Renstra, maka TNBTS sudah dapat

mengembangkannya menjadi Rencana Strategis Bisnis (RSB) sebagai salah satu

persyaratan administratif untuk sebagai BLU. Selain itu, TNBTS juga memiliki

rencana pengelolaan jangka menengah dalam bentuk Renstra Tahun 2015-2019 yang

merupakan turunan dari Renstra Ditjen KSDAE 2015-2019. Dokumen ini mencakup

visi misi, arah kebijakan dan strategi (termasuk kegiatan, sasaran dan indikator kinerja

kegiatan), dan pendanaannya. Arah kebijakan TNBTS diantaranya pemanfaatan

potensi jasa lingkungan melalui pengembangan ekowisata dan peningkatan kunjungan

wisman dan pemanfaatan air. Dalam rangka pengembangan ekowisata, TNBTS

memiliki Master Plan Pengembangan Ekowisata yang sudah disahkan oleh KLHK.

Sebagai implikasinya, zona pemanfaatan di lokasi wisata seluas 1.143,61 ha yang

berada di 10 lokasi wisata sudah dibagi menjadi ruang usaha seluas 83,38 ha dan

ruang publik 1.056,27 ha.

d. Laporan keuangan

pokok

▪ Laporan keuangan pokok terdiri atas: laporan realisasi

anggaran, neraca, dan catatan atas laporan keuangan

yaitu dokumen yang menyajikan informasi tentang

▪ Laporan keuangan pokok yang dimaksud merupakan

laporan keuangan tahun terakhir sebelum pengusulan

untuk menerapkan PPK- BLU dan tahun berjalan.

▪ Laporan keuangan disusun berdasarkan Standar

Akuntansi Pemerintahan.

TNBTS telah melakukan pengelolaan keuangan, namun belum menghasilkan laporan

keuangan karena laporan keuangan masih menginduk pada Laporan Keuangan Ditjen

KSDAE sebagai entitas akuntansi. Untuk memenuhi persyaratan ini, laporan keuangan

TNGGP yang telah dilaporkan kepada Ditjen KSDAE perlu diolah lebih lanjut untuk

menghasilkan Laporan Keuangan TNBTS sesuai Standar Akuntansi Pemerintah perlu

disusun

Page 89: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

89

e. Standar pelayanan

minimum

▪ Standar pelayanan minimum sebagaimana dimaksud

merupakan ukuran pelayanan yang harus dipenuhi oleh

BLU dalam memberikan pelayanan umum kepada

masyarakat.

▪ Standar pelayanan minimum disusun dengan

mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan, dan

kesetaraan layanan serta kemudahan memperoleh

layanan.

Terkait dengan standar layanan minimum, saat ini TNBTS belum memilikinya. Dengan

demikian, untuk memenuhi persyaratan ini, TN-BTS perlu menyusun standar

pelayanan minimum.

f.Laporan audit terakhir

atau pernyataan bersedia

untuk diaudit secara

independen.

Dibuktikan dengan melampirkan laporan audit terakhir atau

pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.

Terkait dengan audit independen, pengelola TNBTS juga telah menyampaikan

kesediaannya untuk diaudit oleh auditor eksternal.

Page 90: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

90

BAB III

A N A L I S I S

3.1. Analisis Peraturan Perundang-Undangan Terkait Dengan Taman Nasional dan Badan Layanan Umum

Berbagai kebijakan terkait TN dan BLU yang telah dideskripsikan pada Bab II selanjutnya dianalisis bagaimana dukungannya terhadap pengelolaan

TN saat ini, pada saat proses transformasi status menjadi BLU maupun pasca berstatus BLU yang dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 25. Peta Dukungan Regulasi Terhadap Pengelolaan Taman Nasional

No Regulasi

Pengelolaan TN saat ini Proses TN bertransformasi

ke status BLU Pengelolaan BLU TN

Mendukung Menghambat Mendukung Menghambat Mendukung Menghambat

Undang-Undang

1 UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya

Alam Hayati dan Ekosistemnya

✓ ✓ ✓

2 UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan ✓ ✓ ✓

3 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara ✓ ✓ ✓

4 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup

✓ ✓ ✓

Peraturan Pemerintah

5 PP No. 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata

Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan

Raya, dan Taman Wisata Alam sebagaimana telah direvisi

dalam PP No 36 Tahun 2010.

✓ ✓ ✓

Page 91: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

91

6 PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan

dan Satwa

✓ ✓ ✓

7 PP No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan

dan Satwa Liar

✓ ✓ ✓

8 PP No. 6 Tahun 2007 sebagaimana telah direvisi dalam PP

No 3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan

Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan

✓ ✓ ✓

9 PP No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi

Pemerintahan

✓ ✓ ✓

10 PP No. 28 Tahun 2011 jo PP Nomor 108 Tahun 2015

tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan

Pelestarian Alam

✓ ✓ ✓

11 PP No. 74 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan

Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan

Keuangan Badan Layanan Umum

Belum

digunakan

✓ ✓

12 PP No 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk

Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025

✓ ✓ ✓

13 PP Nomor 12 Tahun 2014 tentang Jenis Dan Tarif Atas

Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada

Kementerian Kehutanan.

✓ ✓ ✓ (diskresi

menentukan

tarif di luar

PP ini)

Peraturan Menteri dan Kebijakan Lainnya

14 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.56/Menhut-II/2006

tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional

✓ ✓ ✓

15 Peraturan Menteri LHK Nomor 43 Tahun 2017 tentang

Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar KSA dan KPA

✓ ✓ ✓

16 Peraturan Menteri LHK Nomor 44 Tahun 2017 tentang

Perubahan atas Permen Kehutanan Nomor 85 Tahun 2014

✓ (potensi

mendukung

✓ (berpotensi

menghambat)

✓ (potensi

mendukung

✓ (berpotensi

menghambat)

✓ (diskresi

tidak

Page 92: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

92

tentang Tata Cara Kerja Sama Penyelenggaraan Kawasan

Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.

menggunakan

regulasi ini)

17 Peraturan Menteri Keuangan No.180 Tahun 2016 tentang

Penetapan dan Pencabutan Penerapan Keuangan BLU pada

Satuan Kerja Instansi Pemerintah.

Belum

digunakan

✓ ✓

18 Peraturan Menteri Pariwisata No14 Tahun 2016 tentang

Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan

✓ ✓ ✓

19 Peraturan Menteri

Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:

PER/02/M.PAN/1/2007 tentang Pedoman Organisasi Satuan

Kerja di Lingkungan Instansi Pemerintah yang Menerapkan

PPK BLU

Belum

digunakan

Belum

digunakan

Belum

digunakan

Belum

digunakan

✓ (berpotensi

menghambat)

20 Peraturan Menteri LHK Nomor 7/2016 tentang Organisasi

dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis TN

✓ ✓ ✓

21 Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan

Barang dan Jasa Pemerintah

✓ ✓ ✓ (diskresi

tidak

menggunakan

regulasi ini)

22 Surat Sekretariat Kabinet Nomor B

652/Seskab/Maritim/2015 tanggal 6 November 2015 perihal

Arahan Presiden RI mengenai Pariwisata dan Arahan

Presiden pada Sidang Kabinet Awal Tahun pada 4 Januari

2016

✓ ✓ ✓ (potensi

mendukung

✓ (potensi

menghambat)

23 Peraturan Menteri Kehutanan No 36 Tahun 2014 tentang

Tata Cara Penetapan Rayon di Taman Nasional, Taman

Hutan Raya, Taman Wisata Alam dan Taman Buru dalam

Rangka Pengenaan PNBP Bidang Pariwisata Alam

✓ ✓ ✓ (diskresi

menentukan

tarif di luar

PP 12/2014 )

24 Surat Keputusan Dirjen Perlindungan Hutan dan

Konservasi Alam No 133 Tahun 2014 tentang Penetapan

Rayon di Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman

✓ ✓ ✓ (diskresi

menentukan

Page 93: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

93

Wisata Alam dan Taman Buru dalam Rangka Pengenaan

PNBP

tarif di luar

PP 12/2014)

25 Peraturan Menteri Kehutanan No 81/2014 tentang Tata

Cara Pelaksanaan Inventarisasi Potensi pada Kawasan Suaka

Alam dan Kawasan Pelestarian Alam

✓ ✓ ✓ ✓

26 Peraturan Menteri No 37 Tahun 2014 tentang Tata Cara

Pengenaan, Pemungutan dan Penyetoran Penerimaan

Negara Bukan Pajak Bidang Perlindungan Hutan dan

Konservasi Alam.

✓ ✓ ✓ (diskresi

menentukan

tarif di luar

PP 12/2014 )

27 Peraturan Menteri LHK No 8 Tahun 2019 tentang

Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman

Nasional,Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam

(merupakan revisi dari Peraturan Menteri Kehutanan No

48/2010 dan Peraturan Menteri Kehutanan No 4/2012

✓ ✓ ✓ ✓

Page 94: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

94

Berdasarkan tabel di atas, maka terlihat bahwa berbagai regulasi yang dapat

diindentifikasikan posisinya terkiat pengelolaan Taman Nasional, yang dikategorikan

menjadi tiga jenis, yaitu: (a) Regulasi yang mendukung; (b) Regulasi yang menghambat;

(iii) Regulasi yang berpotensi mendukung/menghambat. Penjelasan masing-masing

kategori disajikan di bawah ini.

3.1.1. Regulasi yang mendukung

Berdasarkan matriks peta regulasi terkait pengelolaan TN sebagaimana disajikan di

atas, terlihat bahwa bahwa sebagian besar peraturan perundang-undangan tersebut

berpeluang mendukung peningkatan peran dan kinerja TN, termasuk pada saat TN

telah berstatus BLU. Regulasi yang mendukung, yaitu:

1. UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan

Ekosistemnya

▪ UU ini menetapkan TN sebagai KPA, yang salah fungsinya adalah pemanfaatan

sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Penetapan sebagai KPA

memberikan kesempatan besar kepada TN untuk memperluas manfaat baik

secara ekologis maupun ekonomis dengan mengoptimalkan pelayanan bagi

masyarakat.

▪ Di kawasan TN dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan penelitian, ilmu

pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, dan wisata alam.

▪ Pengelola TN yang mampu memperluas manfaat TN dengan mengoptimalkan

kegiatan untuk kepentingan di atas, pada gilirannya akan dapat meningkatkan

PNPB.

▪ Pemerintah mengembangkan peran serta masyarakat dalam konservasi

sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Hal ini akan “mengurangi beban”

TN dan mencegah terjadi kerusakan SDA.

2. UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

▪ Mengatur tentang jenis hutan konservasi yang terdiri dari kawasan hutan

suaka alam, kawasan hutan pelestarian alam, dan taman buru.

▪ Mengatur bahwa pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada semua

kawasan hutan kecuali pada hutan cagar alam serta zona inti dan zona rimba

pada taman nasional.

3. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

▪ Terkait dengan BLU, UU ini menjelaskan bahwa satuan kerja yang berstatus

BLU dapat menggunakan pendapatan yang diperolehnya untuk membiayai

belanja BLU yang bersangkutan.

▪ BLU juga dapat memperoleh hibah atau sumbangan dari masyarakat atau

badan lain untuk membiayai belanjanya. Hal ini dapat menjadi alternatif

keberlanjutan pembiayaan bagi kawasan konservasi, sehingga pelaksanaan

tugas TN dapat dilakukan secara optimal dengan dukungan dana/anggaran

yang memadai.

4. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

▪ UU ini mendorong kawasan konservasi, termasuk TN, untuk melakukan

Page 95: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

95

perencanaan dan kegiatan ekonomi, termasuk mengupayakan pendanaan.

Melalui kegiatan ekonomi ini keberlangsungan hidup TN dapat terjaga karena

ada ketersediaan dana, sembari pada saat yang sama tetap memelihara dan

meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya.

▪ UU ini juga mengatur bahwa Pemerintah dan DPR serta Pemda dan DPRD

wajib mengalokasikan anggaran yang memadai untuk membiayai: kegiatan

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dengan demikian, TN dapat

bekerjasama dengan Pemda setempat untuk bersama-sama menangani

kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai wilayah dan

kewenangannya masing-masing.

5. PP No. 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan

Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam sebagaimana telah

direvisi dalam PP No 36 Tahun 2010

▪ PP ini memberikan ruang bagi pengelola TN untuk menggunakan 10% dari

zona pemanfaatan bagi penyelenggaraan pengusahaan pariwisata alam berupa

usaha sarana pariwisata alam.

▪ Setelah berakhirnya pengusahaan pariwisata alam, pengusaha menyerahkan

sarana dan prasarana kepariwisataan yang tidak bergerak yang berada di

dalam kawasan TN, sehingga menjadi milik Negara. Sarana dan prasarana itu

dapat dimanfaatkan lebih lanjut oleh pengelola TN.

6. PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa

▪ Peraturan ini menunjang fungsi layanan TN terhadap flora dan fauna, karena sebagai lembaga konservasi, maka TN memiliki fungsi pengembangbiakan dan

atau penyelamatan tumbuhan dan satwa dengan tetap mempertahankan

kemurnian jenisnya.

▪ TN juga dapat memperluas manfaatnya dengan berfungsi sebagai tempat

pendidikan, peragaan dan penelitian serta pengembangan ilmu pengetahuan.

7. PP No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar

▪ Taman Nasional sebagai lembaga konservasi diberikan kewenangan untuk

melakukan pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar dalam bentuk:

pengkajian, penelitian dan pengembangan; penangkaran; peragaan; pertukaran;

dan budidaya tanaman obat-obatan.

▪ Hal ini memperkuat fungsi layanan TN terhadap flora dan fauna.

8. PP No. 6 Tahun 2007 sebagaimana telah direvisi dalam PP No 3 Tahun 2008

tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta

Pemanfaatan Hutan

▪ Mengatur mengenai tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan,

pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan di kawasan hutan

pelestarian alam seperti TN.

▪ Mengatur tentang definisi pemanfaatan hutan, yaitu kegiatan untuk

memanfaatkan kawasan hutan, memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan

hasil hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan

kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap

menjaga kelestariannya.

Page 96: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

96

▪ Mengatur bahwa pemanfaatan hutan dapat dilakukan pada seluruh kawasan

hutan sebagaimana yaitu kawasan; (a)hutan konservasi, kecuali pada cagar

alam, zona rimba, dan zona inti dalam taman nasional; (b) hutan lindung; dan

(c) hutan produksi

9. PP No. 28 Tahun 2011 jo PP Nomor 108 Tahun 2015 tentang Pengelolaan

Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam

▪ TN sebagai Kawasan Pelestarian Alam (KPA) diberikan kewenangan untuk

melakukan inventarisasi potensi kawasan, penataan kawasan; dan penyusunan

rencana pengelolaan. Melalui kewenangan yang diberikan, TN berpeluang

mengoptimalkan kinerja pelayanannya untuk mengembang-kan potensi

kawasan bersama masyarakat.

▪ TN dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan, yaitu:

a. penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;

b. pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam;

c. penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, pemanfaatan air serta energi

air, panas, dan angin serta wisata alam;

d. pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar;

e. pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya; dan

f. pemanfaatan tradisional.

Berbagai kegiatan tersebut berpeluang untuk semakin memperluas manfaat

pelayanan TN dan pada sisi lain dapat meningkatkan PNBP.

▪ Penyelenggaraan KPA (termasuk TN didalamnya) dapat dikerjasamakan dengan badan usaha, lembaga internasional, atau pihak lainnya dalam rangka

penguatan fungsi KPA; dan kepentingan pembangunan strategis yang tidak

dapat dielakan. Hal ini memberi peluang bagi TN untuk memperluas

manfaatnya dengan bersinergi melalui kerjasama dengan pihak lain.

10. PP No. 74 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23

Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum

▪ Peraturan ini memberikan kewenangan kepada BLU untuk memungut biaya

kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan,

dalam bentuk tarif dengan mempertimbangkan aspek kontinuitas dan

pengembangan layanan; daya beli masyarakat; asas keadilan dan kepatutan;

dan kompetisi yang sehat. Melalui penetapan tarif ini, BLU berpeluang untuk

mampu memenuhi kebutuhannya dan memastikan bahwa tarif yang ditetapkan

wajar sesuai dengan aspek-aspek yang ditetapkan.

▪ BLU menyusun Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) Tahunan yang diajukan

kepada Menteri untuk disetujui disertai usulan standar pelayanan minimum

dan standar biaya. Melalui RBA Tahunan ini, BLU berpeluang untuk dapat

memenuhi SPM sesuai standar biaya, sehingga target kinerja dapat tercapai.

11. PP No 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan

Nasional Tahun 2010-2025. Pasal 2 menyatakan bahwa pembangunan

kepariwisataan yang berkelanjutan merupakan satu dari empat misi pembangunan

kepariwisataan nasional

12. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.56/Menhut-II/2006 tentang Pedoman

Zonasi Taman Nasional. Pengaturan mengenai zonasi TN didasarkan pada potensi

Page 97: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

97

dan fungsi kawasan dengan memperhatikan aspek ekologi, sosial, ekonomi dan

budaya. Hal ini berpeluang bagi TN untuk mengotimalkan zona-zona yang ada

dalam rangka meningkatkan nilai manfaat TN dan jumlah PNBP. Peraturan ini juga

memberikan kesempatan kepada TN untuk mengembangkan pengusahaan

pariwisata alam dan pemanfatan kondisi/jasa lingkungan yang dapat meningkatkan

PNBP

13. Peraturan Menteri Keuangan No.180 Tahun 2016 tentang Penetapan dan

Pencabutan Penerapan Keuangan BLU pada Satuan Kerja Instansi Pemerintah.

Kebijakan ini memberikan peluang bagi TN untuk menjadi BLU, sepanjang dapat

memenuhi tiga persyaratan yang ditentukan, yaiitu substantif, teknis dan

administratif.

14. Peraturan Menteri LHK Nomor 7/2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit

Pelaksana Teknis TN. Regulasi ini mendukung dalam hal struktur organisasi TN

yang ada saat ini dapat dioptimalkan untuk pengelolaan TN jika berubah status

menjadi BLU. Namun demikian, fungsi pemanfaatan TSL dibatasi untuk“

kepentingan non komersial” sehingga berdasarkan hal ini TN tidak bisa melakukan

pemanfaatan TSL untuk diperdagangkan.

15. Peraturan Menteri LHK Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pemberdayaan

Masyarakat di Sekitar KSA dan KPA. Peraturan ini mendukung terlaksananya

pemberdayaan masyarakat di sekitar TN. Bila hal ini terlaksana dengan baik, maka

akan mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat di sekitar

kawasan TN untuk mendukung kelestarian kawasan TN.

16. Peraturan Menteri Kehutanan No 81/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan

Inventarisasi Potensi pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.

Pasal 4 menjelaskan bahwa inventarisasi potensi kawasan meliputi: (a) Inventarisasi

potensi ekologi; dan (b) Inventarisasi potensi ekonomi dan sosial budaya.

17. Peraturan Menteri LHK No 8 Tahun 2019 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam

di Suaka Margasatwa, Taman Nasional,Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata

Alam (merupakan revisi dari Peraturan Menteri Kehutanan No 48/2010 dan

Peraturan Menteri Kehutanan No 4/2012.

▪ Pasal 54 menjelaskan bahwa kerja sama usaha pariwisata alam dapat dilakukan

antara: (a) pengelola kawasan dengan pemegang IUPJWA atau IUPSWA; (b)

pemegang IUPJWA dengan pemegang IUPSWA; atau (c)pengelola kawasan,

pemegang IUPJWA atau IUPSWA dengan pihak lain.

▪ Pasal 55 menjelaskan bahwa kerja sama usaha pariwisata alam terdiri atas: (a)

kerjasama teknis; (b) kerjasama pemasaran; (c) kerjasama permodalan; dan

atau (d) kerjasama penggunaan fasilitas sarana pariwisata alam.

▪ Pasal 54 dan 55 ini memberikan peluang bagi pengelola TN untuk bermitra

dengan pemegang IUPJWA dan IUPSWA di dalam mengembangkan jasa

wisataalamnya.

3.1.2. Regulasi yang menghambat

1. PP Nomor 12 Tahun 2014 tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara

Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan.

Page 98: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

98

Peraturan Pemerintah ini beserta turunannya saat ini menjadi penghambat bagi

TN karena: (i) terdapat daftar layanan beserta tarifnya mengakibatkan TN tidak

bisa dapat mengembangkan potensi kawasannya dengan mengembangkan berbagai

paket ekowisata untuk berbagai segmen pengunjung; (ii) Tarif masuk yang

ditetapkan sudah tidak sesuai dengan dinamika sosial ekonomi masyarakat

maupun jika dibandingkan dengan layanan sejenis yang disediakan oleh swasta.

Contoh: rendahnya tarif masuk pengunjung TN bagi wisatawan

nusantara/domestik yang hanya ditetapkan Rp 5.000/orang/hari untuk Rayon III,

bahkan bila rombongan pelajar/mahasiswa hanya Rp 3.000. Hambatan ini akan

terselesaikan jika TN berstatus BLU karena status BLU menjadikan TN memiliki

diskresi untuk mengajukan tarif layanan di luar yang telah ditetapkan oleh PP

12/2014. Usulan tarif layanan diajukan ke Kementerian Keuangan.

2. Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa

Pemerintah

Bagi TN yang masih Satker harus mengikuti proses pengadaan barang dan jasa

yang telah ditetapkan dalam Perpres, sementara kebutuhan TN terkadang

memerlukan proses pengadaan yang fleksibel, contohnya pengadaan barang dan

jasa untuk kebutuhan pengunjung dan pemadam kebakaran.

Jika sudah menjadi BLU, Peraturan ini memberikan keleluasaan kepada BLU dalam

rangka pengadaan barang dan jasa, karena dikecualikan dari proses pengadaan

barang dan jasa dalam Perpres ini. Cukup menggunakan Standar Operating

Procedure yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala BLU. Namun karena ditetapkan oleh kementerian lain, maka akna membutuhkan waktu sehingga hal ini

berpotensi untuk menghambat kelancaran operasionalisasi TN berstatus BLU.

3.1.3. Regulasi yang Berpotensi Mendukung atau Menghambat

1. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:

PER/02/M.PAN/1/2007 tentang Pedoman Organisasi Satuan Kerja di Lingkungan

Instansi Pemerintah yang Menerapkan PPK BLU

Regulasi ini berpotensi mendukung dalam hal struktur organisasi TN, sehingga

jelas bagi pengelola TN dalam mengorganisir sumber daya yang ada. Selain itu,

TN juga dapat lebih meningkatkan efektifitas pengelolaannya. Namun, regulasi ini

berpotensi menghambat karena perubahan struktur ini diprediksi memerlukan

waktu untuk melakukan koordinasi dan sinkronisasi, pasca ada persetujuan dari

Kementerian Keuangan terkait perubahan status TN menjadi BLU. Potensi ini

perlu dimitigasi melalui proses komunikasi dan koordinasi sejak awal.

2. Peraturan Menteri LHK Nomor 44 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Permen

Kehutanan Nomor 85 Tahun 2014 tentang Tata Cara Kerja Sama

Penyelenggaraan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.

Peraturan ini berpotensi mendukung dengan membuka peluang bagi TN untuk

melakukan kerja sama di berbagai bidang dalam rangka penguatan fungsi KPA dan

konservasi keanekaragaman hayati, yang meliputi kerja sama penguatan

kelembagaan; perlindungan kawasan; pengawetan flora dan fauna; pemulihan

ekosistem; pengembangan wisata alam; pemberdayaan masyarakat;

pemasangan/penanaman pipa instalasi air; dan kerja sama kemitraan konservasi.

Page 99: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

99

Namun, saat ini peraturan ini juga berpoetnsi menghambat, khususnya pasal 24

yang mensyaratkan adanya persetujuan dari Dirjen, Hambatan yang terjadi

terutama dari sisi waktu persertujuan menjadi lebih lama karena ada keterbatasan

jumlah SDM di Ditjen KSDAE untuk mereview dan memproses persetujuan kerja

sama seluruh kawasan konservasi di seluruh Indonesia. Hal ini berbeda dengan

regulasi sebelumnya (Permenhut No 85/2014) yang memberikan kepercayaan

kepada pengelola TN untuk melakukan kerja sama (tanpa menunggu persetujuan).

Hambatan ini bisa diatasi jika TN berubah status menjadi BLU karena memiliki

otonomi untuk melakukan kerjasama secara langsung degan pihak lain.

3. Surat Sekretariat Kabinet Nomor B 652/Seskab/Maritim/2015 tanggal 6

November 2015 perihal Arahan Presiden RI mengenai Pariwisata dan Arahan

Presiden pada Sidang Kabinet Awal Tahun pada 4 Januari 2016

Peraturan ini berpotensi mendukung mendukung karena 10 Destinasi wisata yang

diprioritaskan beririsan dengan TN, termasuk TN Bromo Tengger Semeru. Hal

ini berpotensi meningkatkan sarana dan prasarana TN dimaksud, karena adanya

perintah Presiden kepada Menteri Pariwisata dan Menteri terkait, gubernur dan

bupati/walikota yang relevan untuk fokus pada perbaikan destinasi wisata.

Namun, peraturan ini berpotensi menghambat jika koordinasi antara lembaga

baru yang dibentuk (dalam bentuk badan otorita, yang juga berstatus BLU)

dengan pengelola TN kurang lancar karena berpotensi mengakibatkan terjadinya

“perebutan kewenangan” antara TN dengan badan otorita dimaksud. Potensi

masalah akan dapat diatasi jika pengelola TN proaktif melakukan komunikasi,

koordinasi dan sinergi, agar kinerja sebagai destinasi wisata dapat meningkat.

3.2. Analisis Kondisi Pemenuhan Persyaratan Menjadi BLU di Tiga

Taman Nasional

3.2.1 Analisis Kondisi Pemenuhan Persyaratan Menjadi BLU di TNGGP

Berdasarkan penjelasan mengenai kondisi eksisting pemenuhan persyaratan BLU

sesuai PMK 180/2016 yang telah disajikan di Bab 2, dengan mengunakan metode

skoring, hasil akhir pemenuhan persyaratan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 26. Skoring Pemenuhan Persyaratan

Penjelasan atas masing-masing persyaratan dijelaskan berikut ini.

1. Pemenuhan Persyaratan Substantif:

a. Pemenuhan persyaratan substantif dilihat dari dua kriteria, yaitu adanya layanan

yang diberikan kepada masyarakat dan adanya pendpatan yang dihasilkan dari

layanan.

Aspek Persyaratan Nilai

Substantif LULUS

Teknis 70

Administratif 58

Total 64

Page 100: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

100

b. TNGGP memenuhi persyaratan substantif karena merupakan unit pelaksana

teknis (bukan regulator) yang menyediakan layanan, baik layanan langsung

kepada pengunjung kawasan (baik untuk tujuan pendakian maupun untuk tujuan

rekreasi) maupun layanan langsung kepada masyarakat sekitar kawasan dalam

bentuk pemberdayaan masyarakat melalui berbagai kegiatannya

c. TNGGP memenuhi persyaratan substantif karena telah menghasilkan PNBP.

Data tiga tahun terakhir menunjukkan bahwa TNGGP telah menghasilkan PNBP

sebesar rata-rata Rp 1, 8 milyar per tahun selama tiga tahu terakhir (2016-

2018).

2. Pemenuhan Persyaratan Teknis:

a. Pemenuhan persyaratan teknis dilihat dari dua kriteria, yaitu kinerja pelayanan

umum yang baik dan kinerja keuangan yang sehat.

b. Kinerja pelayanan umum yang baik dapat dilihat dari kinerja mencapai indikator

kinerja yang telah ditetapkan, capaian Standar Pelayanan Minimum dan adanya

indeks kepuasan masyarakat berdasarkan Permenpan RB.

c. Kinerja keuangan yang sehat dilihat dari kenaikan PNBP dalam dua tahun

terakhir

Beberapa kondisi yang menyebabkan skor tidak bisa maksimal (10) untuk masing-

masing kriteria adalah sebagai berikut:

a. Belum adanya Standar Pelayanan Minimum, sehingga kinerja layanan hanya

dinilai dari capaian indikator kinerja kegiatan dan ada/tidaknya indeks kepuasan

masyarakat

b. TN-GGP belum melaksanakan survei kepuasan masyarakat sesuai Permenpan

RB No 14 Tahun 2017.

c. Nilai PNBP berfluktuasi (belum stabil)

d. Rasio PNBP terhadap belanja pegawai masih rendah yang menunjukkan

kontribusi PNBP untuk mendanai belanja pegawai masih minim

3. Pemenuhan Persyaratan Administratif:

Pemenuhan persyaratan administratif dilihat dari ketersediaan beberapa dokumen,

antara lain pernyataan kesanggupan meningkatkan kinerja, adanya dokumen terkait

pola tata kelola (peraturan internal terkait struktur organisasi, SOP, sistem

akuntabilitas, transparansi), adanya dokumen rencana strategis bisnis, adanya

laporan keuangan pokok, adanya dokumen Standar Pelayanan Minimum, adanya

laporan audit atas laporan keuangan/pernyataan kesanggupan untuk diaudit.

Beberapa kondisi yang menyebabkan skor tidak bisa maksimal (10) untuk masing-

masing kriteria adalah sebagai berikut:

a. RPTN yang dapat dijadikan rencana strategis bisnis belum memiliki strategi

pengelolaan keuangan yang komprehensif, antara lain belum adanya rencana

arus kas, indikasi tarif layanan, proyeksi neraca, proyeksi laporan operasional,

dan sebagainya.

b. Belum adanya dokumen Standar Pelayanan Minimum, sehingga diberi skor nol,

padahal indikator inni memiliki bobot yang cukup besar, yaitu 20%.

c. SOP masih belum lengkap dan perlu di-update

Page 101: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

101

d. Belum adanya dokumen laporan keuangan karena masih menginduk kepada

laporan keuangan Ditjen KSDAE

3.2.2 Analisis Kondisi Pemenuhan Persyaratan Menjadi BLU di TNGHS

Berdasarkan penjelasan mengenai kondisi eksisting pemenuhan persyaratan BLU

sesuai PMK 180/2016 yang telah disajikan di Bab 2, hasil akhir dapat dilihat pada tabel

berikut ini.

Tabel 27. Skoring Pemenuhan Persyaratan

Aspek Persyaratan Nilai

Substantif LULUS

Teknis 91

Administratif 58,7

Total 74,85

Penjelasan atas masing-masing persyaratan dijelaskan berikut ini.

1. Pemenuhan Persyaratan Substantif

a. Pemenuhan persyaratan substantif dilihat dari dua kriteria, yaitu adanya

layanan yang diberikan kepada masyarakat dan adanya pendpatan yang

dihasilkan dari layanan.

b. TNBTS memenuhi persyaratan substantif karena merupakan unit pelaksana teknis (bukan regulator) yang menyediakan layanan, baik layanan langsung

kepada pengunjung kawasan (baik untuk tujuan pendakian maupun untuk

tujuan rekreasi) maupun layanan langsung kepada masyarakat sekitar kawasan

dalam bentuk pemberdayaan masyarakat melalui berbagai kegiatannya.

c. TNBTS memenuhi persyaratan substantif karena telah menghasilkan PNBP.

Data tiga tahun terakhir menunjukkan bahwa TNBTS telah menghasilkan

PNBP sebesar rata-rata Rp 22,2 miliar per tahun selama tiga tahun terakhir

(2016-2018). PNBP terbesar dihasilkan dari tiket masuk pengunjung maupun

tiket bagi pendaki.

2. Pemenuhan Persyaratan Teknis

a. Pemenuhan persyaratan teknis dilihat dari dua kriteria, yaitu kinerja

pelayanan umum yang baik dan kinerja keuangan yang sehat.

b. Kinerja pelayanan umum yang baik dapat dilihat dari kinerja mencapai

indikator kinerja yang telah ditetapkan, capaian Standar Pelayanan Minimum

dan adanya indeks kepuasan masyarakat berdasarkan Permenpan RB.

c. Kinerja keuangan yang sehat dilihat dari kenaikan PNBP dalam dua tahun

terakhir

Beberapa kondisi yang menyebabkan skor tidak bisa maksimal (10) untuk masing-

masing kriteria adalah sebagai berikut:

a. Belum adanya Standar Pelayanan Minimum, sehingga kinerja layanan hanya

dinilai dari capaian indikator kinerja kegiatan dan ada/tidaknya indeks

kepuasan masyarakat.

Page 102: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

102

b. TNBTS belum melaksanakan survei kepuasan masyarakat sesuai Permenpan

RB No 14 Tahun 2017.

c. Banyaknya data kecelakaan dan seringnya frekuensi kebakaran hutan di

TNBTS.

Sedangkan data kinerja keuangan baik, yang ditunjukkan oleh:

a. Nilai PNBP meningkat.

b. Rasio PNBP terhadap belanja pegawai tinggi yang menunjukkan kontribusi

PNBP untuk mendanai belanja pegawai tinggi (PNBP telah mampu memenuhi

kebutuhan belanja pegawai

3. Pemenuhan Persyaratan Administratif:

Pemenuhan persyaratan administratif dilihat dari ketersediaan beberapa dokumen,

antara lain pernyataan kesanggupan meningkatkan kinerja, adanya dokumen terkait

pola tata kelola (peraturan internal terkait struktur organisasi, SOP, sistem

akuntabilitas, transparansi), adanya dokumen rencana strategis bisnis, adanya

laporan keuangan pokok, adanya dokumen Standar Pelayanan Minimum, adanya

laporan audit atas laporan keuangan/pernyataan kesanggupan untuk diaudit.

Beberapa kondisi yang menyebabkan skor tidak bisa maksimal (10) untuk masing-

masing kriteria adalah sebagai berikut:

a. RPTN yang dapat dijadikan rencana strategis bisnis belum memiliki strategi

pengelolaan keuangan yang komprehensif, antara lain belum adanya rencana

arus kas, indikasi tarif layanan, proyeksi neraca, proyeksi laporan operasional,

dan sebagainya. Namun demikian, TNBTS telah memiliki beberapa dokumen persyaratan menjadi BLU saat akan diajukan pada periode Renstra KLHK 2009-

2014.

b. Belum adanya dokumen Standar Pelayanan Minimum, sehingga diberi skor nol,

padahal indikator ini memiliki bobot yang cukup besar, yaitu 20%.

c. SOP masih belum lengkap dan perlu di-update

d. Belum adanya dokumen laporan keuangan karena masih menginduk kepada

laporan keuangan Ditjen KSDAE

Berdasarkan hasil skoring di ketiga Taman Nasional lokasi studi, dapat disimpulkan

bahwa TNBTS paling siap (peringkat pertama) dengan skor 74,85, diikuti oleh

TNGGP (peringkat kedua) dengan skor 66,25 dan TNGHS (peringkat ketiga) dengan

skor 61.

3.3. Analisis Peluang dan Tantangan TN Berstatus BLU

Saat ini, pengelola kawasan konservasi menghadapi banyaknya tantangan di dalam

melaksanakan mandat konservasi sesuai UU No 5 Tahun 1990. Wiratno (2018)

menjelaskan kondisi terkini tantangan pengelolaan kawasan konservasi, antara lain:

a. Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA)/ Aliansi Masyarakat Adat Nusantara

(AMAN), Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP), HUMA dan mitra lainnya

mengusulkan wilayah adat seluas lebih kurang 1.640.264 hektare yang terdiri

dari 134 komunitas adat. Seluas 1.334.554 hektare atau 81% dari luas usulan

tersebut berada di taman nasional. Bedasarkan kajian Direktorat Pemolaan

Page 103: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

103

dan Informasi Konservasi Alam (PIKA), 67% tutupan usulan wilayah adat,

masih berupa hutan primer.

b. Sejak era 1980-an telah terjadi perubahan penggunaan lahan akibat eksploitasi

hutan skala besar, yang kemudian terus berlanjut pada tahun 1990-an.

Terjadinya booming penggunaan lahan untuk keperluan monokultur pasar

global, terutama kopi, coklat, karet, jagung. Dengan berkembangnya

pengembangan pembangunan infrastruktur, lahirnya kota-kota baru, serta

mobilitas dan pertumbuhan penduduk telah menyebabkan perubahan besar

yang mengakibatkan kawasan konservasi mendapatkan tekanan semakin besar

dan kompleks.

c. Berdasarkan kajian dari Direktorat PIKA dan Direktorat Kawasan Konservasi,

diidentifikasi sebanyak 6.381 desa berada di sekitar kawasan konservasi. Telah ditelaah pula, terdapat areal terbuka (open area) seluas lebih kurang 2,2 juta

hektare atau 9,95% dari total 22.108.630 hektare luas kawasan konservasi

daratan.

d. Meningkatnya konflik satwa liar (gajah, harimau, beruang, tapir, dan jenis lain)

dengan manusia akibat hilangnya habitat, terputusnya koridor, overlapping daerah jelajah satwa liar dengan kegiatan manusia, meningkatnya perburuan

prey dan perdagangan satwa liar secara ilegal merupakan bukti semakin

menurunnya kualitas lingkungan. Di Kalimantan Tengah, dari 2,2 juta hektare

perkebunan sawit, 463.000 hektare atau 29,4 % diantaranya overlapping

dengan habitat orangutan (FORINA, 2017).

Di sisi lain, juga dijelaskan bahwa Kawasan konservasi menjadi penggerak ekonomi

wilayah, seperti Taman Nasional Gunung Gede Pangrango - yang mendorong

berkembangnya kawasan wisata pegunungan di Bopuncur; Taman Nasional Komodo

merubah wajah ekonomi Labuhan Bajo; Taman Nasional Bunaken pemicu ekonomi di

Menado, dan sebagainya. Tetapi dampak dari trend yang mengarah ke mass tourism

ini juga besar, seperti sampah gunung, sampah laut, yang berdampak pada kelestarian

ekosistem di gunung, mangrove, dan terumbu karang.

Berdasarkan kondisi ini, pengelola kawasan konservasi (termasuk pengelola Taman

Nasional ) membutuhkan terobosan solusi untuk mengoptimalkan potensi yang

dimiliki kawasan dan meminimalisir permasalahan yang terjadi.

Studi ini mengelaborasi sejauhmana peluang transformasi TN menjadi Satuan Kerja

dengan status Badan Layanan Umum akan menjadi salah satu alternatif terobosan yang

bisa dilakukan untuk mengelola Taman Nasional.

Badan Layanan Umum (BLU) merupakan salah satu reformasi dalam mendorong

pergeseran dari pengganggaran tradisional ke penganggaran berbasis kinerja. Melalui

penganggaran berbasis kinerja ini, mulai dirintis arah yang jelas bagi penggunaan dana

pemerintah, yaitu berpindah dari sekedar membiayai masukan (inputs) atau proses ke

pembayaran terhadap apa yang akan dihasilkan (outputs). Perubahan ini penting

dilakukan agar sumber daya yang dimiliki pemerintah dapat digunakan secara optimal,

mengingat tingkat kebutuhan dana yang makin tinggi, sementara sumber dana yang

tersedia terbatas. Orientasi pada output ini menjadi praktik yang makin banyak dianut

oleh pemerintahan di berbagai negara. Mewirausahakan pemerintah (enterprising government) sebagai salah satu bagian dari konsep Reinventing Government yang

Page 104: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

104

dikemukakan Osborne dan Gaebler (1991) merupakan paradigma yang memberi arah

yang tepat bagi pengelolaan keuangan sektor publik. Dalam kaitan ini, Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No 1 Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara yang menekankan basis kinerja dalam penganggaran telah

memberi landasan yang penting bagi orientasi baru tersebut di Indonesia.

Pengelolaan kawasan konservasi oleh UPT dengan status BLU telah dipraktikan oleh

Pemerintah Kabupaten Raja Ampat melalui pembentukan Badan Layanan Umum

Daerah (BLUD) pada Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Kawasan Konservasi

Perairan (KKP). Status BLUD ini ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Bupati Raja

Ampat Nomor 61 Tahun 2014 tentang Penetapan UPTD KKP Raja Ampat menjadi

unit kerja yang menerapkan pola PPK-BLUD, dan keputusan Menteri Kelautan dan

Perikanan Republik Indonesia Nomor 36/Kepmen-KP/2014 tentang Kawasan

Konservasi Perairan Kepulauan Raja Ampat Kabupaten Raja Ampat Di Provinsi Papua

Barat. Terobosan pengelolaan kawasan konservasi juga dilakukan oleh Pemerintah

Provinsi Jawa Barat dengan menerbitkan Peraturan Gubernur No 46 Tahun 2019

tentang Pola Tata Kelola Badan Layanan Umum Daerah Unit Pelaksana Teknis Daerah

Taman Hutan Raya Ir. H.Djuanda pada dinas Kehutanan Pemerintah Daerah Provinsi

Jawa Barat, yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2019.

Status BLU dipandang menjadi salah satu alternatif terobosan pengelolaan TN

terobosan dikarenakan manfaat yang akan diperoleh, yang dapat dilihat dari

perbandingan kondisi pengelolaan TN saat ini (kondisi sebelum status BLU)

dibandingkan kondisi sesudah status BLU, yang disajikan dalam tabel berikut ini.

Tabel 28. Gambaran Perbandingan Pengelolaan TN Sebelum dan Sesudah Berstatus

BLU

Aspek Sebelum Status BLU Sesudah Status BLU

Fungsi 11 fungsi sesuai dengan Peraturan Menteri

LHK Nomor 7/2016 tentang Organisasi

dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis TN

11 fungsi sesuai dengan

Peraturan Menteri LHK Nomor

7/2016 tentang Organisasi dan

Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis

TN

Struktur

Organisasi

Struktur sesuai dengan Peraturan Menteri

LHK Nomor 7/2016 tentang Organisasi

dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis TN

Struktur sesuai dengan Peraturan

Menteri LHK Nomor 7/2016

tentang Organisasi dan Tata Kerja

Unit Pelaksana Teknis TN dengan

melakukan penyesuaian:

▪ menambahkan struktur Dewan

Pengawas dan Satuan

Pemeriksaan Intern

▪ merevisi fungsi pemanfaatan

tumbuhan dan satwa liar, yaitu

dengan menghilangkan kata

“untuk kepentingan non

komersial”)

Pengelolaan

Kepegawaian

Sesuai dengan regulasi kepegawaian KLHK Sesuai dengan SOP kepegawaian

yang ditetapkan oleh Kepala BLU

TN berdasarkan persyaratan tata

kelola BLU

Kerjasama Sesuai dengan Peraturan Menteri LHK

Nomor 44 Tahun 2017 tentang Perubahan

Sesuai dengan SOP terkait kerja

sama yang ditetapkan oleh

Page 105: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

105

atas Permen Kehutanan Nomor 85 Tahun

2014 tentang Tata Cara Kerja Sama

Penyelenggaraan Kawasan Suaka Alam dan

Kawasan Pelestarian Alam.

Kepala BLU TN berdasarkan

persyaratan tata kelola BLU

Pengadaan Barang

dan Jasa

Sesuai dengan Perpres No 16/2018 Sesuai dengan SOP terkait

pengadaan barang dan jasa yang

ditetapkan oleh Kepala BLU TN

berdasarkan persyaratan tata

kelola BLU

Penyusunan

Program dan

Anggaran

Sesuai mekanisme tahapan penyusunan

APBN

Sesuai tahapan penyusunan APBN

Pelaksanaan

Anggaran

Sesuai mekanisme tahapan pelaksanaan

APBN

Sesuai mekanisme tahapan

pelaksanaan APBN, dengan

keleluasaan dapat langsung

menggunakan PNBP yang

diterimanya untuk operasional

TN

Tarif layanan Sesuai dengan PP No 12/2014 Sesuai dengan Keputusan Menteri

Keuangan berdasarkan usulan dari

TN. Tarif layanan disesuaikan

dengan kondisi potensi dan

penyediaan layanan masing-masing

TN (bisa berbeda antar TN)

Renumerasi Sesuai dengan regulasi KLHK terkait

tunjangan kinerja

Sesuai dengan Keputusan Menteri

Keuangan berdasarkan usulan dari

TN. Renumerasi disesuaikan

dengan kemampuan keuangan TN

dari PNBP yang dihasilkannya.

Laporan

Keuangan

- laporan keuangan menginduk ke Ditjen

KSDAE dan KLHK

-menghasilkan laporan keuangan

yang diserahkan ke Kemenkeu

- laporan keuangan menjadi

lampiran laporan keuangan KLHK

- laporan keuangan diaudit

Sumber: data peneliti (diolah)

Badan Layanan Umum (BLU) menjadi alternatif untuk meningkatkan produktivitas,

inovasi dan kreatifitas dalam pengelolaan TN, karena memiliki fleksibilitas pengelolaan

keuangan, antara lain dalam bentuk mengelola penerimaannya secara langsung untuk operasional TN, menentukan tarif TN BLU sesuai dengan potensinya, pengelolaan

piutang, perumusan standar, penyusunan kebijakan, sistem, dan prosedur pengelolaan

keuangan. mengembangkan potensi dan aset yang dimiliki TN dalam rangka

meningkatkan kinerjanya serta dapat meningkatkan pendapatan melalui kerja sama

dengan pihak ketiga maupun hibah.

Dengan menjadi BLU, diharapkan TN dapat memacu kinerja pelayanan dan

memperkuat manajemen keuangannya berdasarkan prinsip ekonomi, produktifitas,

dan penerapan praktik bisnis yang sehat.

Dengan demikian, perubahan TN berstatus BLU diharapkan dapat lebih meningkatkan

produktivitas dan efisiensi dalam pengelolaan sumber daya, mengingat prinsip yang

ditekankan oleh BLU adalah produktivitas dan efisiensi, bukan sekadar mencari

keuntungan. Hal ini searah dengan fungsi TN sebagai kawasan konservasi yang

Page 106: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

106

dilekatkan pada fungsi perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan. Sebagaimana

mandat UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan

Ekosistemnya yang menyatakan bahwa konservasi sumber daya alam hayati

adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara

bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara

dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Pelaksanaan fungsi tersebut

dilakukan melalui kegiatan perlindungan sistem penyangga kehidupan; pengawetan

keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; dan pemanfaatan

secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Pengelola kawasan juga

perlu memperhatikan keseimbangan antar fungsi yaitu fungsi ekologis, ekonomi dan

sosial budaya. Keseimbangan ketiga fungsi ini harus tercermin dalam pengelolaan

kawasan, dan program kerja TN dalam kerangka optimalisasi potensi yang dimilikinya.

3.3.1. Peluang TN Bertransformasi menjadi Satuan Kerja Berstatus BLU

Taman Nasional sebagai satuan kerja pemerintah dapat menerapkan Pola Pengelolaan

Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU), dengan mengikuti ketentuan yang diatur

dalam penerapannya. Ketentuan tersebut adalah terkait persyaratan menjadi BLU

yaitu: persyaratan substantif, teknis dan administratif. Syarat substantif berkaitan

dengan kapasitas instansi dalam menyelenggarakan layanan umum, seperti penyediaan

barang dan/atau jasa layanan umum, pengelolaan wilayah untuk tujuan meningkatkan

perekonomian masyarakat, dan pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan

ekonomi dan/atau pelayanan masyarakat. Syarat teknis berkaitan dengan kinerja

pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya, dan kinerja keuangan instansi yang bersangkutan. Sedangkan syarat administratif berkaitan dengan kesanggupan

meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat. Selain itu,

juga terkait tata kelola instansi, adanya rencana strategi bisnis, standar pelayanan

(minimum), dan laporan audit.

Berdasarkan hasil analisis temuan di tiga lokasi studi sebagaimana telah dijelaskan di

bagian 3.2 di atas , terlihat bahwa secara umum TN memiliki peluang besar untuk

menjadi BLU karena dapat memenuhi ketiga persyaratan sesuai PMK 180/2016.

Selain itu, peluang TN berstatus BLU juga didukung oleh:

a. regulasi terkait konservasi sebagaimana telah disajikan di bagian 3.1.

b. pembangunan pariwisata di RPJMN 2020-2024 tidak menggunakan indikator

jumlah wisatawan, namun devisa yang dihasilkan. Hal ini merupakan peluang

untuk mengembangkan pariwisata berkelanjutan dan memitigasi terjadinya

mass tourism di kawasan konservasi.

c. survei booking.com yang menyebutkan generasi milenial bersedia membayar

lebih untuk layanan yang lebih baik.

d. sudah tersedianya hasil inventarisasi potensi kawasan, yang perlu dilanjutkan

ke tahap implementasi pengembangan potensi kawasan.

Kondisi lain yang perlu dicermati adalah terjadinya tren kenaikan jumlah pengunjung

ke kawasan konservasi, sebagaimana dijelaskan dalam tabel berikut ini:

Page 107: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

107

Tabel 29. Kunjungan Wisatawan Nusantara dan Mancanegara 2010-2014

Sumber: Paparan KSDAE, 22 Mei 2015

Pada periode berikutnya, buku Statistik KSDAE 2017 menunjukkan bahwa kunjungan

wisatawan ke kawasan Taman Nasional TN, Taman Wisata Alam (TWA) dan Taman

Buru (TB) di tahun 2016 jumlahnya cukup signifikan. Total kunjungan wisatawan dalam dan luar negeri mencapai 7.275.687 orang, sebagaimana disajikan pada tabel di

bawah ini:

Tabel 30. Jumlah Data Kunjungan Wisatawan Nusantara dan MancanegaraTabel xx

Jumlah Data Kunjungan Wisatawan Nusantara dan Mancanegara 2017

Sumber: Statistik KSDAE 2017

Tabel di atas menunjukkan tingginya minat masyarakat, baik dari luar maupun dalam

negeri untuk berkunjung ke TN dalam rangka rekreasi, yang disusul dengan tujuan

pendidikan, penelitian dan lain-lain.

Terkait dengan tren kenaikan pengunjung, di satu sisi merupakan konsekuensi dari

penggunakan indikator “jumlah kunjungan wisatawan” yang ada di Renstra KSDAE

2015-2019. Namun, kenaikan jumlah pengunjung kurang dibarengi dengan kesiapan

Page 108: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

108

pengelola TN, sehingga peluang ini telah berkembang menjadi menjadi tantangan

dalam bentuk mass tourism yang berpotensi mengancam kelestarian kawasan.

Dengan kondisi seperti ini, maka pengelola TN harus merespons perkembangan ini,

dengan mengoptimalkan potensi dan mencegah permasalahan yang terjadi. Oleh

karena itu, pengelola TN membutuhkan fleksibilitas pengelolaan dan status BLU

memberikan peluang lebih bagi pengelola TN untuk merespons perkembangan yang

ada karena fleksibilitas pengelolaan, termasuk fleksibilitas pengelolaan keuangan yang

dimiliki.

3.3.2. Tantangan TN Bertransformasi menjadi Satuan Kerja Berstatus

BLU

Tantangan yang akan dihadapi dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu: (1) tantangan

pada saat memutuskan perlunya perubahan status TN menjadi BLU; dan (2) tantangan

pengelolaan TN pasca perubahan status TN menjadi BLU. Berikut ini akan diuraikan

masing-masing kategori tantangan tersebut.

1. Tantangan Pada Saat Memutuskan Perlunya Perubahan Status TN Menjadi BLU

Tantangan pada saat memutuskan perlunya perubahan status TN menjadi BLU di

beberapa TN, antara lain: yang dipandang membutuhkan. Tantangan yang muncul:

a. Menyamakan persepsi di internal Ditjen KSDAE. Menimbang manfaat dan

dampak negatif menjadi satu hal yang perlu dilakukan secara seksama.

b. Meyakinkan Menteri terkait pentingnya perubahan status TN menjadi BLU di

beberapa TN yang dipandang membutuhkan.

c. Menyiapkan dokumen pemenuhan persyaratan TN menjadi BLU.

Dari good practice pengusulan Balitbang Kementerian ESDM menjadi BLU4, dapat

diambil pelajaran bahwa komitmen pimpinan (baik Menteri maupun Dirjen)

menjadi faktor kunci kesuksesan. Waktu yang dibutuhkan oleh Balitbang

Kementerian ESDM untuk menjalankan proses pengubahan status menjadi BLU

adalah 1,5 tahun.

Beberapa hal yang dapat dijadikan pertimbangan untuk memutuskan jadi/tidaknya

perubahan status TN menjadi BLU pada beberapa hal yang dipandang sudah siap

dan membutuhkan adalah sebagai berikut:

a. Adanya Inisiasi model Taman Nasional Mandiri sejak tahun 2006.

Kementerian Kehutanan telah menginisiasi melalui pembuatan 21 model TN,

berdasarkan Surat Keputusan (SK) Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi

Alam (PHKA) Nomor SK.128/IV‐Sek/HO/2006 tentang Perubahan Keputusan

Direktur Jenderal PHKA Nomor SK.69/IV-Set/HO/2006 tentang Penunjukan

Taman Nasional sebagai Taman Nasional Model. Inisiasi ini dalam rangka

mengembangkan fungsi TN dan kebermanfaatannya. Taman Nasional yang

menjadi model dalam SK ini adalah TN Gunung Leuser, TN Gunung Kerinci

Seblat, TN Way Kambas, TN Bukit Barisan Selatan, TN Ujung Kulon, TN

4 Disampaikan pada saat Workshop Triangulasi Studi, Agustus 2019

Page 109: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

109

Kepulauan Seribu, TN Gunung Gede Pangrango, TN Gunung Halimun Salak,

TN Bromo Tengger Semeru, TN Meru Betiri, TN Alas Purwo, TN Bali Barat,

TN Gunung Rinjani, TN Komodo, TN Kelimutu, TN Tanjung Puting, TN

Betung Kerihun, TN Wakatobi, TN Lore Lindu, TN Bunaken, dan TN Wasur.

b. Pembentukan BLU pada TN telah masuk dalam rencana strategis

Kementerian Kehutanan periode 2010-2014. Pada penyusunan Rencana

Strategis (Renstra) periode 2010-2014, Kementerian Kehutanan berupaya

mendorong pembangunan TN menjadi lebih mandiri untuk memperkuat

fungsi pemanfaatan dan perlindungan TN. Upaya tersebut dimunculkan untuk

target menjadikan TN melalui BLU. Dalam Renstra ini, Kementerian

Kehutanan menargetkan akan melakukan revitalisasi terhadap potensi TN

yang memiliki keanekaragaman hayatinya tinggi, terdapat spesies langka dan

flagship, atau mempunyai fungsi pelindung hulu sungai, dan atau memiliki

potensi wisata alam signifikan, sudah dapat mandiri membiayai seluruh atau

sebagian program pengembangan konservasi. Jumlah yang ditargetkan dalam

Renstra 2010-2014 sebanyak 12 TN. Dua belas TN merupakan indikator

kinerja utama dalam Renstra tersebut. Namun sampai saat ini, rencana ini

belum terealisasi. Salah satu penyebabnya adalah karena adanya kebijakan dari

Menteri Keuangan di tahun 2013 untuk melakukan moratorium penetapan

BLU karena Kementerian Keuangan menilai perlu melakukan perbaikan

kebijakan yang berkaitan dengan PPK-BLU. Dengan terbitnya PMK

180/PMK.05/2016 penetapan BLU bisa dilakukan kembali

c. Adanya ancaman mass tourism di beberapa TN, antara lain TN Komodo dan

TN Bromo Tengger Semeru. Untuk mencegah dampak negatif yang lebih

besar, kedua TN ini perlu dikelola dengan cara yang berbeda, yaitu dengan

menggunakan konsep pariwisata berkelanjutan. Konsep ini membutuhkan

fleksibilitas pengelolaan dan hal ini bisa dilakukan jika berubahn status menjadi

BLU.

2. Tantangan Pengelolaan TN pasca-Perubahan Status TN Menjadi BLU

Tantangan kedua adalah tantangan pengelolaan TN pasca perubahan status TN

menjadi BLU, yang antara lain mencakup:

a. Perlunya mengubah Mindset Lama menjadi Mindset Baru. Dalam

mempersiapkan persyaratan administratif, pengelola TN perlu meningkatkan

kapasitas dalam penyusunan rencana bisnis dan anggaran, Standar Pelayanan

Minimal (SPM) dan Pola Tata Kelola. Dalam penyiapan persyaratan

administratif diperlukan kapasitas yang memadai terutama dalam

mengembangkan rencana bisnis TN. Menurut Santi dan Irda (2009), kendala

utama dalam penerapan PPK-BLU adalah perubahan mindset lama ke mindset baru. Lebih lanjut Santi dan Irda menyatakan bahwa pengelolaan BLU

merupakan konsep baru dalam pengelolaan keuangan negara. Badan Layanan

Umum merupakan pola pengelolaan keuangan yang diterapkan kepada satuan

kerja (satker) yang memiliki fungsi pelayanan kepada masyarakat dan PNBP

yang timbul dari pelayanan tersebut. Meski tidak berorientasi keuntungan, BLU

menekankan pada peningkatan kinerja, beroperasi secara efisien dan memiliki

kinerja keuangan yang sehat. Hal ini berbeda jauh dengan mekanisme

pengelolaan saat ini yang mengedepankan serapan anggaran.

Page 110: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

110

b. Ketersediaan, Penempatan dan pengembangan Sumber Daya

Manusia (SDM). Pengelolaan BLU membutuhkan SDM yang kompeten dan

berintegritas. SDM yang saat ini dimiliki meupakan modal dan perlu

dikembangkan agar bisa menjalankan komitmen TN meningkatkan

pelayanannya. Namun demikian, penilaian mengenai efektivitas pengelolaan

kawasan berdasarkan METT dimana rata-rata TN memperoleh nilai 75%-80%,

yang berarti dianggap pengelolaanya baik dapat menjadi modal uang mengelola

TN berstatus BLU.

c. Sistem Akuntabilitas. Status BLU TN membawa konsekuensi meningkatkan

otonomi pengelolaan TN. Kondisi ini memerlukan perbaikan pelaksanaan

sistem akuntabilitas pengelolaan keuangan maupun kinerja. Problem-problem

terkait “kebocoran” pendapatan harus dicegah. Pengelola TN menyadari

bahwa masih banyak potensi yang dapat dikelola, dimanfaatkan dan

dikembangkan, sehingga dapat menarik minat masyarakat untuk wisata,

rekreasi, penelitian atau lainnya. Pada gilirannya ini akan meningkatkan

pendapatan (PNBP). Sebagai satker, TN akan diminta untukmenyusun laporan

keuangan secara berkala menggunakan standar akuntansi pemerintah yang

telah ditetapkan. Hal ini menjadi tantangan yang perlu dimitigasi mengingat

selama ini TN belum menyusun laporan keuangan karena masih menginduk ke

laporan keuangan Ditjen KSDAE dan KLHK.

d. Komitmen Pengelola TN untuk meningkatkan kinerja. Tantangan lain

yang muncul pasca penetapan status BLU TN adalah memastikan pengelola melaksanakan komitmen peningkatan kinerja yang telah disepakati. Dari tiga

lokasi studi, secara cara umum responden pengelola TN menyampaikan

kesanggupannya untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan dan

memberikan manfaat bagi masyarakat. Kesanggupan ini juga disampaikan oleh

Kepala Balai TN-BTS dan TN-GHS. Terutama TN-BTS yang menjadi salah satu

TN yang pernah diusulkan menjadi BLU oleh KLHK pada tahun 2012.

Kesanggupan ini juga didorong oleh banyaknya potensi yang belum

dikembangkan dan tingginya kebutuhan akan pengelolaan TN. Namun

demikian kesanggupan di level pimpinan perlu dipahami dan didukung oleh

seluruh pegawai TN. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan sosialisasi dan

penguatan kapasitas pegawai TN. Hal ini perlu dilakukan diawal oleh pengelola

TN, sehingga bila terjadi perubahan sistem setelah berstatus BLU, pra pegawai

TN sudah siap beradaptasi sesuai dengan status barunya tersebut.

e. Pengelolaan BLU membutuhkan SDM yang kompeten dan berintegritas. SDM

yang saat ini dimiliki meupakan modal dan perlu dikembangkan agar bisa

menjalankan komitmen TN meningkatkan pelayanannya.

Tantangan lain yang muncul pasca penetapan status BLU TN adalah memastikan

pengelola melaksanakan komitmen peningkatan kinerja yang telah disepakati.

Dari tiga lokasi studi, secara cara umum responden pengelola TN menyampaikan

kesanggupannya untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Kesanggupan ini juga disampaikan oleh Kepala Balai TNBTS

dan TNGHS. Terutama TNBTS yang menjadi salah satu TN yang pernah diusulkan

menjadi BLU oleh KLHK pada tahun 2012. Kesanggupan ini juga didorong oleh

banyaknya potensi yang belum dikembangkan dan tingginya kebutuhan akan

pengelolaan TN. Namun demikian kesanggupan di level pimpinan perlu dipahami dan

Page 111: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

111

didukung oleh seluruh pegawai TN. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan sosialisasi

dan penguatan kapasitas pegawai TN. Hal ini perlu dilakukan diawal oleh pengelola

TN, sehingga bila terjadi perubahan sistem setelah berstatus BLU, pra pegawai TN

sudah siap beradaptasi sesuai dengan status barunya tersebut.

3.4 Merancang Masa Depan TN Berstatus BLU

KLHK pernah memiliki rencana untuk membentuk TN Mandiri maupun TN model,

namun rencana ini belum terealisasi dengan baik. Belajar dari hal ini, dipandang

penting untuk dikembangkan desain TN berstatus BLU, yang didasarkan pada

beberapa pertimbangan berikut ini:

Pertama, a). sSebagai kawasan konservasi, TN memiliki fungsi perlindungan,

pengawetan dan pemanfaatan. Keberadaan TN di Indonesia sebagian besar memiliki

karakteristik pemanfaatan ganda. Selain menjalankan fungsi ekologi juga menjalankan

fungsi sosial budaya dan ekonomi bagi kehidupan komunitas lokal dan komunitas adat

(ekonomi-budaya). Fungsi utama dari keberadaan TN adalah fungsi perlindungan

terhadap keberlanjutan ekosistem kehidupan di sekitarnya. Peran TN yang cukup

besar tersebut dilaksanakan dengan berbagai keterbatasan yang dihadapi oleh TN,

misalnya ketercukupan SDM yang profesional dan anggaran yang memadai. Pada sisi

lain, pengelola TN masih menghadapi berbagai tantangan terkait isu sosial budaya,

antara lain: hubungan yang belum harmonis dengan masyarakat di sekitar kawasan;

lemahnya dukungan secara nasional; konflik dengan instansi pemerintah lainnya;

ketidakkokohan dan ketidakcukupan anggaran; dan kecenderungan penduduk di

sekitar kawasan hutan yang lebih miskin (Wiratno et al. 2004; Basuni 2009).

Kedua, b). TN dikelola dengan menggunakan paradigma konservasi, bukan protection. Paradigma ini tercermin pada upaya untuk menyeimbangkan fungsi perlindungan,

pengawetan dan pemanfaatan untuk setiap sumberdaya yang ada dalam ekosistem atau

ada dalam lingkungannya (Fadeli, 2014). Penggunaan paradigma ini perlu disiapkan oleh

TN secara organisasi, sehingga dalam pengelolan kawasan dapat dioptimalkan. Fungsi

konservasi perlu dilaksanakan seiring sejalan antara perlindungan dan pemanfaatannya,

yaitu seimbang antara fungsi dari aspek ekologis, ekonomi dan sosial budaya yang

telah dijabarkan di dalam sebelas fungsi TN. Ketiga aspek ini perlu dilaksanakan secara

seimbang agar kelestarian ekosistem dan keanekaragaman hayati tetap terjaga serta

dapat menjadi sumber penghidupan untuk kesejahteraan masyarakat sekitar TN. Untuk mencapai tujuan itu, TN memerlukan pola pengelolaan potensi kawasan yang

produktif, sehingga manfaat dan dampaknya bisa dirasakan oleh ekosistem dan

masyarakat baik di sekitar maupun di luar kawasan TN. Hal ini sejalan dengan PP

Nomor 28 Tahun 2011 tentang KPA dan KSA, terutama Pasal 35 yang menyatakan

bahwa pemanfaatan kegiatan seperti penelitian dan pengembangan,

penyimpanan/penyerapan karbon, pemanfaatan tumbuhan tumbuhan dan satwa, dan

lainnya.

Selain potensi wisata alam, pemanfaatan yang bersifat tradisional seperti pemungutan

hasil hutan bukan kayu, budidaya tanaman, termasuk bio prospecting dan

penangkaran satwa juga merupakan potensi yang dapat dikembangkan TN. Pengelola TN perlu didorong untuk meningkatkan produktifitas pengelolaannya, agar manfaatnya

dapat yang dirasakan oleh ekosistem dan masyarakat.

Page 112: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

112

Ketiga, Ppenerapan BLU menjadi solusi dalam menghadapi tantangan yang selama ini

dihadapi oleh TN. Pendekatan yang dibangun melalui status BLU adalah mendorong

pengelola TN meningkatkan kinerja layanan dan kinerja organisasi. Satuan kerja yang

berstatus BLU diberikan fleksibilitas pada batas-batas tertentu, diantaranya jumlah

dana yang dapat dikelola langsung, pengelolaan barang, pengelolaan piutang,

perumusan standar, penyusunan kebijakan, sistem, dan prosedur pengelolaan

keuangan. Sementara itu, fleksibilitas batas-batas tertentu yang berkaitan dengan

jumlah dana yaitu pembatasan penggunaan PNBP yang diperoleh dan tidak

diberikannya ambang batas belanja yang bersumber dari PNBP. Keberadaan potensi

dan kepemilikan fungsi TN terhadap ekonomi, ekologi dan sosial budaya ini

diharapkan dapat berkembang dan bermanfaat secara maksimal bagi masyarakat dan

ekosistem yang di sekitar kawasan. Oleh karena itu, upaya menjadikan TN berstatus

BLU yang memiliki fleksibilitas menjadi harapan agar TN dapat secara mandiri dapat

membiayai pengelolaannya.

3.4.1. Pengelolaan Desain TN Berstatus BLU: Pengelolaan TN secara

kolaboratif

Berdasarkan beberapa pertimbangan sebagaimana dijelaskan di atas, desain TN

berstatus BLU adalah TN yang dikelola secara kolaboratif5.

Keberadaan TN diharapkan dapat memberikan manfaat pada ekosistem di kawasan,

dan semua pihak yang bersentuhan langsung dengan keberadaan TN. Kendati TN

merupakan urusan pemerintah pusat, namun keberadaannya di wilayah provinsi dan

kabupaten/kota. Selain itu, keberadaan TN bersentuhan langsung dengan pemerintah

desa dan masyarakat yang ada di sekitar kawasan. Maka pengelolaan TN harus

terintegrasi dengan wilayah di sekitar kawasan TN, sehingga keberadaan TN yang di

dalamnya ada potensi (barang dan jasa) memberikan dampak pada wilayah dan

masyarakat di sekitarnya. Sehingga daerah di sekitar TN dapat berkembang dan TN

mendapat perhatian dari semua pihak.

Melalui tata kelola kolaboratif, TN menjadi magnet bagi semua pihak yang berada di

sekitar TN. Pendekatan kolaboratif dan lintas stakeholder diperlukan untuk

menyelesaikan masalah yang kompleks dihadapi oleh TN. Pengembangan fungsi

perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan penting diperhatikan oleh pengelola TN,

sehingga keberadaan TN dapat memberikan manfaat kelestarian ekosistem di

kawasan, dan semua pihak yang bersentuhan langsung dengan keberadaan TN.

Kendati TN merupakan urusan pemerintah pusat, namun keberadaannya di wilayah

provinsi dan kabupaten/kota sangat penting. Karena itu, sinergi dengan pemerintah

daerah menjadi penting untuk dilakukan.

5 Perumusan desain TN berstatus BLU dilakukan pada saat pelaksanaan workshop triangulasi studi

yang dihadiri oleh para pemangku kepentingan di bulan Agustus 2019.

Page 113: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

113

Perubahan status BLU pada TN

membawa sejumlah konsekuensi pada

desain kelembagaan dalam menjalankan

fungsi BLU. Status BLU menuntut

ditingkatkannya produktivitas dan

efesiensi pelayanan, dengan tetap

memperhatikan tujuan dan prinsip-prinsip

konservasi yang melekat pada fungsi

utama TN yaitu: pengawetan,

pemanfaatan, dan perlindungan, seperti

yang dinyatakan dalam PP Nomor 28

Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan

Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian

Alam.

Lebih lanjut, peran TN berstatus BLU dapat diukur melalui kemampuan TN dalam

mengelola potensi yang dimiliki untuk sebesar-besarnya dimanfaatkan untuk

masyarakat dan ekosistem yang ada di kawasan. Kemampuan tersebut ditandai oleh

peningkatan pelayanan kepada ekosistem dan masyarakat. Peningkatan pelayanan

kepada ekosistem diharapkan dapat melindungi dan mengembangkan ekosistem yang

ada, sehingga menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk berkunjung ataupun dijadikan

nilai ekonomi bagi TN. Sementara peningkatan pelayanan kepada masyarakat

diharapkan dapat meningkatkan rasa kepemilikan dan keingintahuan terhadap potensi-

potensi yang dimiliki oleh TN. Maka desain kelembagaan TN berstatus BLU perlu

mengakomodir bidang yang akan menjalankan fungsi-fungsi tersebut.

Pengelolaan kolaboratif kawasan TN perlu dilakukan dengan melibatkan kepentingan

berbagai pihak dan berupaya mencapai berbagai tujuan. tidak hanya TN semata.

Melalui optimalisasi fungsi ekologis diharapkan kelestarian lingkungan hidup terjaga;

melalui optimalisasi fungsi ekonomi diharapkan pembiayaan TN dapat mengalami

keberlanjutan; dan melalui optimalisasi fungsi sosial budaya diharapkan kesejahteraan

masyarakat dapat tercapai atau meningkat.

Keterlibatan pemangku kepentingan dalam pengelolaan kawasan konservasi, juga perlu

memberikan kesempatan yang sama kepada laki-laki dan perempuan, baik di ranah

pengelola TN maupun di ranah masyarakat melalui pemberian akses, partisipasi, dan

kontrol yang sama, sehingga manfaat keberadaan TN dapat dirasakan oleh semua

pihak. Dengan kolaborasi dan pembagian peran yang sama bagi semua kelompok

masyarakat baik laki-laki dan perempuan, diharapkan akan memperkuat fungsi TN

dalam aspek ekologis, ekonomi, dan sosial budaya.

Tata kelola yang kolaboratif (collaborative governance) bagi TN di masa mendatang

menjadi sebuah tuntutan, agar TN mampu bersinergi dalam mengelola wilayah yang

begitu luas dengan SDM yang terbatas. Melalui tata kelola yang kolaboratif, pengelola

TN bersama dengan pemangku kepentingan lainnya yaitu pemerintah daerah, pihak

swasta, akademisi dan masyarakat dapat duduk bersama menyusun pola komunikasi,

kerjasama dan penyelesaian konflik yang terjadi dalam pengelolaan kawasan TN. Hal

ini dipandang akan dapat mengoptimalkan peran TN dan meningkatkan kinerjanya

dalam melayani masyarakat dan ekosistemnya.

Taman Nasional

Kabupaten/ Kota

Provinsi

Perguruan Tinggi

Media

Perusahaan

Pemerintah Desa

Masyarakat

Kolaborasi dalam Pengelolaan TN

Page 114: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

114

3.4.2. Tahapan pengembangan pemanfaatan potensi Taman Nasional

pasca-Status BLU

Taman Nasional sebagai kawasan konservasi memiliki fungsi perlindungan, pengawetan

dan pemanfaatan yang harus dilaksanakan. Oleh karena itu, pemanfaatan potensi

Taman di dalam TN memiliki karakteristik sebagai berikut:

a) Keberlanjutan fungsi kawasan konservasi merupakan orientasi pokok (core business) yang menjadi tujuan utama pengelolaannya.

b) Orientasi pengelolaannya adalah pada kegiatan yang bersifat non-direct use,

pengembangan intangible benefits, dan memberikan kontribusi pengembangan

ekonomi bagi masyarakat dan daerah.

c) Kegiatan pemanfaatan fisik harus mempertimbangkan keseimbangan dan

kelestarian sumberdaya alam hayati beserta ekosistem yang dimanfaatkannya.

d) Peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pendapatan daerah merupakan trade off pengelolaan kawasan terhadap kerusakan yang diperkirakan akan terjadi.

e) Taman nasional dikelola secara kolaboratif, sehingga implikasi terhadap benefit sharing (pembagian manfaat) harus jelas, transparan, adil, dan akuntabel.

Kekurangtepatan dalam pembagian manfaat ini dapat menimbulkan konflik

pengelolaan yang melibatkan banyak pihak.

f) Pengembalian biaya investasi (return of investment) sulit untuk dihitung akibat

keterbatasan kegiatan usaha bisnis yang dapat ditawarkan, sehingga kurang

menarik bagi investor, khususnya lembaga perbankan.

Berdasarkan kondisi ini, maka perlu dibuat tahapan pengembangan pemanfaatan

Taman Nasional agar realistis dilaksanakan, yang dapat dibagi menjadi tiga tahapan,

yaitu:

a. Tahap pertama: pengembangan sustainable tourism. b. Tahap kedua: pemanfaatan TSl, antara lain melalui bioprospecting. c. Tahap ketiga: perdagangan karbon.

Untuk menjaga agar pemanfaatan kawasan “tidak eksploitatif” dan tetap sejalan

dengan fungsi perlindungan dan pengawetan, maka dapat dikembangkan kriteria

pemanfaatan kawasan, antara lain:

(i) pengembangan usaha dilakukan di zona pemanfaaatan; (ii) pengembangan usaha

harus ramah lingkungan. Misalnya, untuk pengembangan jasa wisata alam, maka yang akan dikembangkan adalah sustainable tourism (pariwisata berkelanjutan) dan bukan

mass tourism, dimana pengunjung akan diedukasi mengenai aturan-aturan memasuki

kawasan konservasi; (iii) pengembangan usaha dilakukan secara kolaboratif dengan

masyarakat sehingga bisa mengatasi kemiskinan masyarakat di sekitar TN; (iv)

penyusunan tarif tiket dilakukan dengan memperhatikan kemampuan finansial berbagai

kelompok masyarakat untuk memastikan TN dapat dinikmati oleh seluruh lapisan

masyarakat;

Transformasi status menjadi BLU merupakan salah satu alternatif terobosan

pengelolaan Taman Nasional. Melalui perubahan status menjadi BLU, maka TN

diharapkan menghasilkan kondisi akhir sebagai berikut:

Page 115: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

115

Gambar kondisi akhir yang diharapkan dari status BLU

Kondisi di atas akan dapat tercapai, bila pengelolaan TN menerapkan prinsip

kolaboratif. Mengapa tata kelola kolabotif? Karena sejatinya pengelolaan kawasan TN

melibatkan kepentingan berbagai pihak dan berupaya mencapai berbagai tujuan. tidak

hanya TN semata. Melalui optimalisasi fungsi ekologis diharapkan kelestarian

lingkungan hidup terjaga; melalui optimalisasi fungsi ekonomi diharapkan pembiayaan

TN dapat mengalami keberlanjutan; dan melalui optimalisasi fungsi sosial budaya

diharapkan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai atau meningkat.

Berbagai tujuan itu akan dapat tercapai bila terdapat kerjasama/kolaborasi dan sinergi

antar pemangku kepentingan. Ringkasnya, tata kelola yang kolaboratif (collaborative governance) bagi TN di masa mendatang menjadi sebuah tuntutan, agar TN mampu

bersinergi dalam mengelola wilayah yang begitu luas dengan SDM yang terbatas.

Melalui tata kelola yang kolaboratif, pengelola TN bersama dengan pemangku

kepentingan lainnya yaitu pemerintah daerah, pihak swasta, akademisi dan masyarakat

dapat duduk bersama menyusun pola komunikasi, kerjasama dan penyelesaian konflik

yang terjadi dalam pengelolaan kawasan TN. Hal ini dipandang akan dapat

mengoptimalkan peran TN dan meningkatkan kinerjanya dalam melayani masyarakat

dan ekosistemnya.

Ekologis

Ekonomi

Sosial Budaya

Kelestarian terjaga

Keberlanjutan Pembiayaan

Masyarakat Sejahtera

Page 116: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

116

BAB IV

KESIMPULAN DAN

REKOMENDASI

4.1. 4.1 Kesimpulan

4.1.1. Kebijakan yang mendukung dan menghambat TN untuk

memperoleh status BLU.

Berdasarkan matriks peta regulasi terkait pengelolaan TN sebagaimana disajikan di

bagian 3.1, maka posisi regulasi dapat dikategorisasi menjadi 3 (tiga), yaitu:

mendukung, menghambat, berpotensi mendukung/menghambat.

1. Regulasi yang mendukung

Berdasarkan matriks di bagian 3.1 terlihat bahwa bahwa sebagian besar peraturan

perundang-undangan tersebut berpeluang mendukung peningkatan peran dan kinerja

TN, termasuk pada saat TN telah berstatus BLU.

Regulasi yang mendukung, yaitu:

Tabel 31. Regulasi yang Mendukung TN Menjadi BLU

No Regulasi Deskripsi ringkasan

1. UU No. 5 Tahun 1990 tentang

Konservasi Sumber Daya Alam

Hayati dan Ekosistemnya

UU ini menetapkan TN sebagai KPA, yang salah

fungsinya adalah pemanfaatan sumber daya alam hayati

dan ekosistem, memberikan kesempatan besar kepada

TN untuk memperluas manfaat baik secara ekologis

maupun ekonomis secara lestari. Sebagaimana dijelaskan

dalam psl 26, 29 ayat (1) huruf a, 30 dan 31)

2 UU No. 41 Tahun 1999 tentang

Kehutanan

UU ini mengatur bahwa hutan konservasi terdiri dari

Kawasan hutan suaka alam, kawasan hutan pelestarian

alam, dan taman buru. Dan pemanfaatannya dapat

dilakukan di semua kawasan, kecuali pada hutan cagar

alam, serta zona inti dan zona rimba pada taman

nasional.

3. UU No. 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup

Dalam pasal 42 dan 43, peraturan ini mendorong

kawasan konservasi, termasuk TN, untuk melakukan

perencanaan dan kegiatan ekonomi, termasuk

mengupayakan pendanaan. Melalui kegiatan ekonomi ini

keberlangsungan hidup TN dapat terjaga karena ada

ketersediaan dana, sembari pada saat yang sama tetap

memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta

keanekaragamannya.

4. UU No. 1 Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara

UU ini memberikan peluang bagi TN untuk menjadi

BLU, sebagaimana dijelaskan dalam pasal 68 dan 69.

Melalui perubahan status ini, maka TN berpeluang

memperoleh sumber pendapatan non APBN. Hal ini

bisa menjadi salah satu alternatif keberlanjutan

pembiayaan bagi kawasan konservasi.

Page 117: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

117

5 PP No. 34 Tahun 2002 tentang

Tata Hutan dan Penyusunan

Rencana Pengelolaan Hutan,

Pemanfaatan Hutan dan

Penggunaan Kawasan Hutan

PP ini terutama pasal 2, 5 dan 6, memberikan dukungan

kepada TN untuk melakukan penataan dan zonasi

kawasan untuk dikembangkan sebagai potensi untuk

peningkatan kinerja layanan yang merupakan salah satu

persyaratan teknis BLU.

6 PP No. 28 Tahun 2011 jo PP

Nomor 108 Tahun 2015 tentang

Pengelolaan Kawasan Suaka Alam

dan Kawasan Pelestarian Alam

Melalui kewenangan yang diberikan kepada TN, pasal 35

dan 49 mendorong TN untuk mengembangkan potensi

kawasan bersama masyarakat. Kewenangan ini

merupakan peluang bagi peningkatan kinerja layanan

TN.

7 PP No. 74 Tahun 2012 tentang

Perubahan atas Peraturan

Pemerintah Nomor 23 Tahun

2005 tentang Pengelolaan

Keuangan Badan Layanan Umum

Pasal 4 dalam PP ini telah membuka ruang bagi TN

sebagai wilayah kawasan yang untuk dijadikan BLU.

8 PP No 50 Tahun 2011 tentang

Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan Nasional Tahun

2010-2025

Pasal 2 menyatakan bahwa pembangunan kepariwisataan

yang berkelanjutan merupakan satu dari empat misi

pembangunan kepariwisataan nasional.

9 PP No. 71 Tahun 2010 tentang

Standar Akuntansi Pemerintahan

Kendati TN sudah terbiasa menggunakan SAP, dengan

menjadi BLU pembinaan keuangan langsung dilakukan

oleh Kemenkeu dan memastikan keuangan dikelola

secara transparan dan akuntabel. (pasal 4)

10 PP No. 18 Tahun 1994 tentang

Pengusahaan Pariwisata Alam di

Zona Pemanfaatan Taman

Nasional, Taman Hutan Raya,

dan Taman Wisata Alam

sebagaimana telah direvisi dalam

PP No 36 Tahun 2010.

Kebijakan ini mengatur mekanisme dalam pemanfaatan

kawasan, termasuk TN sebagai fungsi pariwisata,

rekreasi, budaya dan pendidikan, di zona pemanfaatan.

Selain itu, TN juga dapat melakukan kerjasama dalam

pengusahaan pariwisata alam .

11 PP No. 7 Tahun 1999 tentang

Pengawetan Jenis Tumbuhan dan

Satwa

Pengaturan pada peraturan ini seluruhnya menunjang

fungsi layanan TN terhadap flora dan fauna, dan juga

sebagai tempat pendidikan dan penelitian.

12 PP No. 8 Tahun 1999 tentang

Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan

Satwa Liar

Kebijakan ini memperkuat 11 fungsi TN unit kerja

layanan flora dan fauna dalam melakukan pemanfataan

tumbuhan dan satwa liar. Hal ini dapat dilakukan dalam

bentuk Pengkajian, penelitian dan pengembangan;

Penangkaran; Perburuan; Perdagangan; Peragaan;

Pertukaran; Budidaya tanaman obat-obatan; dan

Pemeliharaan untuk kesenangan. Pada beberapa kegiatan

tadi perlu seijin menteri.

13 PP No 6 Tahun 2007

sebagaimana telah diubah dengan

PP No 3 Tahun 2008 tentang

Tata Hutan dan Penyusunan

Rencana Pengelolaan Hutan,

serta Pemanfaatan Hutan

PP ini mengatur mengenai:

(a) tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan

hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan

hutan di kawasan hutan pelestarian alam seperti

TN;

(b) definisi pemanfaatan hutan, yaitu kegiatan untuk

memanfaatkan awasan hutan, memanfaatkan jasa

lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan

bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan

bukan kayu secara optimal dan adil untuk

kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga

kelestariannya; dan

(c) pemanfaatan hutan dapat dilakukan pada seluruh

kawasan hutan sebagaimana yaitu kawasan; (i)

Page 118: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

118

hutan konservasi, kecuali pada cagar alam, zona

rimba, dan zona inti dalam taman nasional; (ii) hutan

lindung; dan (iii) hutan produksi.

14 Peraturan Menteri Kehutanan

Nomor P.56/Menhut-II/2006

tentang Pedoman Zonasi Taman

Nasional

Peraturan ini menjelaskan tentang pengaturan zonasi

yang bisa dilakukan oleh TN dengan kriteria yang telah

ditentukan. Pasal 6 huruf c dan f memberikan

kesempatan kepada TN untuk mengembangkan usaha

sarana pariwisata alam yang dapat meningkatkan nilai

manfaat TN dalam mendapatkan pendapatannya.

15 Peraturan Menteri LHK Nomor

7/2016 tentang Organisasi dan

Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis

TN

Permen ini ini mendukung dalam hal struktur organisasi

TN yang ada saat ini dapat dioptimalkan untuk

pengelolaan TN jika berubah status menjadi BLU.

Namun demikian, fungsi pemanfaatan TSL dibatasi

untuk“ kepentingan non komersial” sehingga

berdasarkan hal ini TN tidak bisa melakukan

pemanfaatan TSL untuk diperdagangkan.

16 Peraturan Menteri Kehutanan

No 81/2014 tentang Tata Cara

Pelaksanaan Inventarisasi Potensi

pada Kawasan Suaka Alam dan

Kawasan Pelestarian Alam

Pasal 4 Permen ini mengatur bahwa, inventarisasi

potensi Kawasan meliputi: (a) potensi ekologi; dan (b)

potensi ekonomi dan sosial budaya.

17 Peraturan Menteri LHK No 8

Tahun 2019 tentang

Pengusahaan Pariwisata Alam di

Suaka Margasatwa, Taman

Nasional,Taman Hutan Raya, dan

Taman Wisata Alam (merupakan

revisi dari Peraturan Menteri

Kehutanan No. 48/2010 dan

Peraturan Menteri Kehutanan

No 4/2012

Permen ini memberikan peluang bagi Taman Nasional

untuk bermitra dengan pemegang IUPJWA dan IUPSWA

dalam mengembangkan jasa wisata alamnya.

18 Peraturan Menteri LHK Nomor

44 Tahun 2017 tentang

Perubahan atas Permen

Kehutanan Nomor 85 Tahun

2014 tentang Tata Cara Kerja

Sama Penyelenggaraan Kawasan

Suaka Alam dan Kawasan

Pelestarian Alam.

Kebijakan ini mengatur bagi KSA dan KPA dalam

melakukan kerjasama dalam pengelolaan kawasan.

Kerjasama yang dilakukan bertujuan untuk mewujudkan

penguatan tata kelola pengelolaan kawasan dan

konservasi keanekaragaman hayati.

19 Peraturan Menteri Keuangan

No.180 Tahun 2016 tentang

Penetapan dan Pencabutan

Penerapan Keuangan BLU pada

Satuan Kerja Instansi Pemerintah.

Dalam pasal 3 ayat (1) huruf b secara khusus

memberikan perhatian kepada penyelenggara kawasan

seperti TN untuk bisa bertransformasi menjadi status

BLU. Dengan ketentuan dapat memenuhi tiga

persyaratan yang ditentukan, yaiitu substantif, teknis dan

administratif sebagaimana tercantum dalam pasal 2

peraturan ini.

20 Peraturan Menteri LHK Nomor

43 Tahun 2017 tentang

Pemberdayaan Masyarakat di

Sekitar KSA dan KPA

Kebijakan ini merupakan turunan dari PP 28 Tahun 2011

tentang pengelolaan KSA dan KPA. Kebijakan ini

mengatur lebih lanjut tentang upaya pemberdayaan

masyarakat di sekitar KSA dan KPA, dengan tujuan

untuk mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan

masyarakat di sekitar kawasan guna mendukung

kelestarian kawasan.

Page 119: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

119

2. Regulasi yang menghambat

Beberapa regulasi yang dapat menghambat TN menjadi BLU, antara lain:

a. PP Nomor 12 Tahun 2014 tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan

Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan.

b. Peraturan Pemerintah ini beserta turunannya saat ini menjadi penghambat bagi

TN karena: (i) terdapat daftar layanan beserta tarifnya mengakibatkan TN

tidak bisa dapat mengembangkan potensi kawasannya dengan mengembangkan

berbagai paket ekowisata untuk berbagai segmen pengunjung; (ii) Tarif masuk

yang ditetapkan sudah tidak sesuai dengan dinamika sosial ekonomi

masyarakat maupun jika dibandingkan dengan layanan sejenis yang disediakan

oleh swasta. Contoh: rendahnya tarif masuk pengunjung TN bagi wisatawan nusantara/domestik yang hanya ditetapkan Rp 5.000/orang/hari untuk Rayon

III, bahkan bila rombongan pelajar/mahasiswa hanya Rp 3.000.

c. Hambatan ini akan terselesaikan jika TN berstatus BLU karena status BLU

menjadikan TN memiliki diskresi untuk mengajukan tarif layanan di luar yang

telah ditetapkan oleh PP 12/2014. Usulan tarif layanan diajukan ke

Kementerian Keuangan.

d. Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa

Pemerintah.

e. Bagi TN yang masih Satker harus mengikuti proses pengadaan barang dan jasa

yang telah ditetapkan dalam Perpres, sementara kebutuhan TN terkadang

memerlukan proses pengadaan yang fleksibel, contohnya pengadaan barang

dan jasa untuk kebutuhan pengunjung dan pemadam kebakaran. Namun

demikian,

f. Jjika sudah menjadi BLU, Peraturan ini memberikan keleluasaan kepada BLU

dalam rangka pengadaan barang dan jasa, karena dikecualikan dari proses

pengadaan barang dan jasa dalam Perpres ini. Cukup menggunakan Standar

Operating Procedure yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala BLU. Namun

karena ditetapkan oleh kementerian lain, maka akna membutuhkan waktu

sehingga hal ini berpotensi untuk menghambat kelancaran operasionalisasi TN

berstatus BLU.

3. Regulasi yang berpotensi mendukung atau menghambat

Beberapa regulasi yang berpotensi mendukung atau menghambat, antara lain:

a. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:

PER/02/M. PAN/1/2007 tentang Pedoman Organisasi Satuan Kerja di

Lingkungan Instansi Pemerintah yang Menerapkan PPK BLU. Regulasi ini

berpotensi mendukung dalam hal struktur organisasi TN, sehingga jelas bagi

pengelola TN dalam mengorganisir sumber daya yang ada. Selain itu, TN juga

dapat lebih meningkatkan efektifitas pengelolaannya. Namun demikian, regulasi

ini berpotensi menghambat karena perubahan struktur ini diprediksi

memerlukan waktu untuk melakukan koordinasi dan sinkronisasi, pasca ada

persetujuan dari Kementerian Keuangan terkait perubahan status TN menjadi

Page 120: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

120

BLU. Potensi ini perlu dimitigasi melalui proses komunikasi dan koordinasi

sejak awal.

b. Peraturan Menteri LHK Nomor 44 Tahun 2017 tentang Perubahan atas

Permen Kehutanan Nomor 85 Tahun 2014 tentang Tata Cara Kerja Sama

Penyelenggaraan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.

Peraturan ini berpotensi mendukung dengan membuka peluang bagi TN untuk

melakukan kerja sama di berbagai bidang dalam rangka penguatan fungsi KPA

dan konservasi keanekaragaman hayati, yang meliputi kerja sama penguatan

kelembagaan; perlindungan kawasan; pengawetan flora dan fauna; pemulihan

ekosistem; pengembangan wisata alam; pemberdayaan masyarakat;

pemasangan/penanaman pipa instalasi air; dan kerja sama kemitraan

konservasi. Namun demikian, saat ini peraturan ini juga berpotensi

menghambat, khususnya Pasal 24 yang mensyaratkan adanya persetujuan dari

Dirjen, Hambatan yang terjadi terutama dari sisi waktu persertujuan menjadi

lebih lama karena ada keterbatasan jumlah SDM di Ditjen KSDAE untuk

mereview dan memproses persetujuan kerja sama seluruh kawasan konservasi

di seluruh Indonesia.Hal ini berbeda dengan regulasi sebelumnya (Permenhut

No 85/2014) yang memberikan kepercayaan kepada pengelola TN untuk

melakukan kerja sama (tanpa menunggu persetujuan).

c. Surat Sekretariat Kabinet Nomor B 652/Seskab/Maritim/2015 tanggal 6

November 2015 perihal Arahan Presiden RI mengenai Pariwisata dan Arahan

Presiden pada Sidang Kabinet Awal Tahun pada 4 Januari 2016. Surat ini berpotensi mendukung mendukung karena 10 Destinasi wisata yang

diprioritaskan beririsan dengan TN, termasuk TN Bromo Tengger Semeru.

Hal ini berpotensi meningkatkan sarana dan prasarana TN dimaksud, karena

adanya perintah Presiden kepada Menteri Pariwisata dan Menteri terkait,

gubernur dan bupati/walikota yang relevan untuk fokus pada perbaikan

destinasi wisata. Namun demikian, surat ini berpotensi menghambat jika

koordinasi antara lembaga baru yang dibentuk (dalam bentuk badan otorita,

yang juga berstatus BLU) dengan pengelola TN kurang lancar karena

berpotensi mengakibatkan terjadinya “perebutan kewenangan” antara TN

dengan badan otorita dimaksud.

d. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:

PER/02/M.PAN/1/2007 tentang Pedoman Organisasi Satuan Kerja di

Lingkungan Instansi Pemerintah yang Menerapkan PPK BLU. Regulasi ini

berpotensi mendukung dalam hal struktur organisasi TN, sehingga jelas bagi

pengelola TN dalam mengorganisir sumber daya yang ada. Selain itu, TN juga

dapat lebih meningkatkan efektifitas pengelolaannya. Namun, regulasi ini

berpotensi menghambat karena perubahan struktur ini diprediksi

memerlukan waktu untuk melakukan koordinasi dan sinkronisasi, pasca ada

persetujuan dari Kementerian Keuangan terkait perubahan status TN menjadi

BLU. Potensi ini perlu dimitigasi melalui proses komunikasi dan koordinasi

sejak awal.

e. Peraturan Menteri LHK Nomor 44 Tahun 2017 tentang Perubahan atas

Permen Kehutanan Nomor 85 Tahun 2014 tentang Tata Cara Kerja Sama

Penyelenggaraan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.

Peraturan ini berpotensi mendukung dengan membuka peluang bagi TN untuk

melakukan kerja sama di berbagai bidang dalam rangka penguatan fungsi KPA

Page 121: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

121

dan konservasi keanekaragaman hayati, yang meliputi kerja sama penguatan

kelembagaan; perlindungan kawasan; pengawetan flora dan fauna; pemulihan

ekosistem; pengembangan wisata alam; pemberdayaan masyarakat;

pemasangan/penanaman pipa instalasi air; dan kerja sama kemitraan

konservasi.

Namun, saat ini peraturan ini juga berpoetnsi menghambat, khususnya pasal 24

yang mensyaratkan adanya persetujuan dari Dirjen, Hambatan yang terjadi

terutama dari sisi waktu persertujuan menjadi lebih lama karena ada

keterbatasan jumlah SDM di Ditjen KSDAE untuk mereview dan memproses

persetujuan kerja sama seluruh kawasan konservasi di seluruh Indonesia.Hal

ini berbeda dengan regulasi sebelumnya (Permenhut No 85/2014) yang

memberikan kepercayaan kepada pengelola TN untuk melakukan kerja sama

(tanpa menunggu persetujuan) sehingga bersifat sentralistik. Hambatan ini bisa

diatasi jika TN berubah status menjadi BLU karena memiliki otonomi untuk

melakukan kerjasama secara langsung degan pihak lain.

f. Surat Sekretariat Kabinet Nomor B 652/Seskab/Maritim/2015 tanggal 6

November 2015 perihal Arahan Presiden RI mengenai Pariwisata dan Arahan

Presiden pada Sidang Kabinet Awal Tahun pada 4 Januari 2016

Peraturan ini berpotensi mendukung mendukung karena 10 Destinasi wisata

yang diprioritaskan beririsan dengan TN, termasuk TN Bromo Tengger

Semeru. Hal ini berpotensi meningkatkan sarana dan prasarana TN dimaksud,

karena adanya perintah Presiden kepada Menteri Pariwisata dan Menteri

terkait, gubernur dan bupati/walikota yang relevan untuk fokus pada perbaikan

destinasi wisata.

Namun, peraturan ini berpotensi menghambat jika koordinasi antara lembaga

baru yang dibentuk (dalam bentuk badan otorita, yang juga berstatus BLU)

dengan pengelola TN kurang lancar karena berpotensi mengakibatkan

terjadinya “perebutan kewenangan” antara TN dengan badan otorita

dimaksud.

Potensi masalah akan dapat diatasi jika pengelola TN proaktif melakukan

komunikasi, koordinasi dan sinergi, agar kinerja sebagai destinasi wisata dapat

meningkat.

Sebagian besar peraturan terkait TN dan BLU memberikan peluang bagi TN untuk

meningkatkan kinerjanya dengan berstatus BLU. Studi belum menemukan kebijakan

yang menghambat TN untuk menjadi BLU, yang ada adalah tantangan yang dihadapi

terkait kebijakan setelah TN berstatus BLU. yaitu kebijakan mengenai tarif dan

struktur organisasi TN status BLU. Hal ini karena memerlukan koordinasi dan

pembahasan antara KLHK dengan Kementerian Keuangan dan KemenPAN RB

dengan kewenangan penerbitan kebijakan berada pada kedua kementerian yang

disebut terakhir.

Adanya kebijakan nasional yang menargetkan 10 tempat destinasi wisata, dimana dua

diantaranya adalah yang berbatasan dengan TNBTS, dan TN Wakatobi, memerlukan

komunikasi yang intensif antara KLHK dan Kementerian Pariwisata. Hal ini terjadi,

karena daerah pinggir kawasan TN (destinasi wisata) akan dikelola oleh satuan kerja

yang berstatus BLU yang berada dalam pembinaan Kementerian Pariwisata.

Page 122: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

122

Komunikasi dan koordinasi diperlukan agar tidak terjadi “perebutan kewenangan”

antara TN dengan badan otorita di dua wilayah TN di atas. Gambaran ini perlu

menjadi motivasi bagi KLHK dan pengelola TN untuk terus berbenah dan

mempersiapkan diri untuk menguatkan serta meningkatkan fungsinya dengan

pendekatan ekologi, ekonomi dan sosial budaya.

4.1.2. Kondisi Pemenuhan Persyaratan Menjadi BLU

Berdasarkan hasil analisis temuan di tiga lokasi studi sebagaimana telah dijelaskan di

bagian 3.2 di atas , terlihat bahwa secara umum TN memiliki peluang besar untuk

menjadi BLU karena dapat memenuhi ketiga persyaratan sesuai PMK 180/2016.

Tabel 32. Pemenuhan Persyaratan Status BLU Tiga Taman Nasional

No Persyaratan

TN

GGP

TN

GHS

TN

BTS

Check list

1 Substantif

Unit Penyedia Layanan

2 Teknis

2.1 Kinerja Pelayanan Umum

2.2 Kinerja Keuangan

Realisasi PNBP/Proyeksi

Realisasi/proyeksi belanja

pegawai dengan PNBP

Data realisasi/proyeksi rasio

keuangan

3 Administratif

3.1 Pernyataan kesanggupan

3.2 Pola tata kelola

3.3 Rencana Strategis Bisnis

3.4 Laporan keuangan pokok

3.5 Standar Pelayanan Minimum x x x

3.6 Laporan audit

Sumber: diolah peneliti, 2019.

4.1.3. Peluang, Tantangan, dan Kesiapan

Berdasarkan hasil skoring pemenuhan persyaratan menjadi BLU di ketiga Taman Nasional lokasi studi, dapat disimpulkan bahwa TN BTS paling siap (peringkat

pertama) dengan skor 74,85, diikuti oleh TN GGP (peringkat kedua) dengan skor

66,25 dan TN GHS (peringkat ketiga) dengan skor 61.

Page 123: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

123

Tantangan yang akan dihadapi dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu: (1) tantangan

pada saat memutuskan perlunya perubahan status TN menjadi BLU; dan (2) tantangan

pengelolaan TN pasca perubahan status TN menjadi BLU.

1. Tantangan pada saat memutuskan perlunya perubahan status TN menjadi BLU di

beberapa TN yang dipandang membutuhkan. Beberapa Ttantangan yang muncul,

antara lain:

a. menyamakan persepsi di internal Ditjen KSDAE. Menimbang manfaat dan

dampak negatif menjadi satu hal yang perlu dilakukan secara seksama;

b. meyakinkan Menteri terkait pentingnya perubahan status TN menjadi BLU di

beberapa TN yang dipandang membutuhkan; dan

c. menyiapkan dokumen pemenuhan persyaratan TN menjadi BLU.

Dari pembelajaran pengusulan Balitbang Kementerian ESDM menjadi BLU,6 dapat

diambil pelajaran bahwa komitmen pimpinan (baik Menteri maupun Dirjen)

menjadi faktor kunci kesuksesan. Waktu yang dibutuhkan oleh Balitbang

Kementerian ESDM untuk menjalankan proses pengubahan status menjadi BLU

adalah 1,5 tahun.

2. Tantangan pengelolaan TN pasca perubahan status TN menjadi BLU, antara lain

mencakup:

a. Perlunya mengubah mindset lama menjadi mindset baru.

Dalam mempersiapkan persyaratan administratif, pengelola TN perlu

meningkatkan kapasitas dalam penyusunan rencana bisnis dan anggaran,

Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Pola Tata Kelola. Dalam penyiapan

persyaratan administratif diperlukan kapasitas yang memadai terutama

dalam mengembangkan rencana bisnis TN. Menurut Santi dan Irda

(2009), kendala utama dalam penerapan PPK-BLU adalah perubahan

mindset lama ke mindset baru. Lebih lanjut Santi dan Irda menyatakan

bahwa pengelolaan BLU merupakan konsep baru dalam pengelolaan

keuangan negara. Badan Layanan Umum merupakan pola pengelolaan

keuangan yang diterapkan kepada satuan kerja (satker) yang memiliki

fungsi pelayanan kepada masyarakat dan PNBP yang timbul dari

pelayanan tersebut. Meski tidak berorientasi keuntungan, BLU

menekankan pada peningkatan kinerja, beroperasi secara efisien dan

memiliki kinerja keuangan yang sehat. Hal ini berbeda jauh dengan

mekanisme pengelolaan saat ini yang mengedepankan serapan anggaran.

b. Ketersediaan, Penempatan dan pengembangan Sumber Daya

Manusia (SDM). Pengelolaan BLU membutuhkan SDM yang kompeten

dan berintegritas. SDM yang saat ini dimiliki meupakan modal dan perlu

dikembangkan agar bisa menjalankan komitmen TN meningkatkan

pelayanannya. Namun demikian, penilaian mengenai efektivitas

pengelolaan kawasan berdasarkan METT dimana rata-rata TN

memperoleh nilai 75%-80%, yang berarti dianggap pengelolaanya baik

dapat menjadi modal uang mengelola TN berstatus BLU.

6 Disampaikan pada saat Workshop Triangulasi Studi, Agustus 2019

Page 124: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

124

c. Sistem Akuntabilitas. Status BLU TN membawa konsekuensi

meningkatkan otonomi pengelolaan TN. Kondisi ini memerlukan

perbaikan pelaksanaan sistem akuntabilitas pengelolaan keuangan

maupun kinerja. Problem-problem terkait “kebocoran” pendapatan

harus dicegah. Pengelola TN menyadari bahwa masih banyak potensi

yang dapat dikelola, dimanfaatkan dan dikembangkan, sehingga dapat

menarik minat masyarakat untuk wisata, rekreasi, penelitian atau lainnya.

Pada gilirannya ini akan meningkatkan pendapatan (PNBP). Sebagai

satker, TN akan diminta untuk menyusun laporan keuangan secara

berkala menggunakan standar akuntansi pemerintah yang telah

ditetapkan. Hal ini menjadi tantangan yang perlu dimitigasi mengingat

selama ini TN belum menyusun laporan keuangan karena masih

menginduk ke laporan keuangan Ditjen KSDAE dan KLHK.

d. Komitmen Pengelola TN untuk meningkatkan kinerja.

Tantangan lain yang muncul pasca penetapan status BLU TN adalah

memastikan pengelola melaksanakan komitmen peningkatan kinerja yang

telah disepakati. Dari tiga lokasi studi, secara cara umum responden

pengelola TN menyampaikan kesanggupannya untuk meningkatkan

kinerja pelayanan, keuangan dan memberikan manfaat bagi masyarakat.

Kesanggupan ini juga disampaikan oleh Kepala Balai TN BTS dan TN

GHS. Terutama TN BTS yang menjadi salah satu TN yang pernah

diusulkan menjadi BLU oleh KLHK pada tahun 2012. Kesanggupan ini juga didorong oleh banyaknya potensi yang belum dikembangkan dan

tingginya kebutuhan akan pengelolaan TN. Namun demikian kesanggupan

di level pimpinan perlu dipahami dan didukung oleh seluruh pegawai TN.

Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan sosialisasi dan penguatan

kapasitas pegawai TN. Hal ini perlu dilakukan diawal oleh pengelola TN,

sehingga bila terjadi perubahan sistem setelah berstatus BLU, pra

pegawai TN sudah siap beradaptasi sesuai dengan status barunya

tersebut.

e. menyamakan persepsi di internal Ditjen KSDAE. Menimbang

manfaat dan dampak negatif menjadi satu hal yang perlu dilakukan secara

seksama.

f. Meyakinkan Menteri terkait pentingnya perubahan status TN

menjadi BLU di beberapa TN yang dipandang membutuhkan

Menyiapkan dokumen pemenuhan persyaratan TN menjadi BLU.

Dari good practice pengusulan Balitbang Kementerian ESDM menjadi BLU7, dapat

diambil pelajaran bahwa komitmen pimpinan (baik Menteri maupun Dirjen) menjadi

faktor kunci kesuksesan. Waktu yang dibutuhkan oleh Balitbang Kementerian ESDM

untuk menjalankan proses pengubahan status menjadi BLU adalah 1,5 tahun.

Tantangan kedua adalah tantangan pengelolaan TN pasca perubahan status TN

menjadi BLU, yang mencakup:

7 Disampaikan pada saat Workshop Triangulasi Studi, Agustus 2019

Page 125: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

125

Berdasarkan beberapa pertimbangan sebagaimana dijelaskan di atas, desain TN

berstatus BLU adalah TN yang dikelola secara kolaboratif, yaitu pengelolaan

TN harus terintegrasi dengan wilayah di sekitar kawasan TN, sehingga

keberadaan TN yang di dalamnya ada potensi (barang dan jasa) memberikan

dampak pada wilayah dan masyarakat di sekitarnya. Sehingga daerah di sekitar

TN dapat berkembang dan TN mendapat perhatian dari semua pihak.

Keterlibatan pemangku kepentingan dalam pengelolaan kawasan konservasi,

juga perlu memberikan kesempatan yang sama kepada laki-laki dan perempuan,

baik di ranah pengelola TN maupun di ranah masyarakat melalui pemberian

akses, partisipasi, dan kontrol yang sama, sehingga manfaat keberadaan TN

dapat dirasakan oleh semua pihak. Dengan kolaborasi dan pembagian peran

yang sama bagi semua kelompok masyarakat baik laki-laki dan perempuan,

diharapkan akan memperkuat fungsi TN dalam aspek ekologis, ekonomi, dan

sosial budaya.

Tahapan pengembangan pemanfaatan potensi TN pasca berubah status

menjadi BLU dapat dilakukan dalam tiga tahap, yaitu:

Tahap pertama: pengembangan sustainable tourism. Tahap kedua : pemanfaatan TSl, antara lain melalui bioprospecting

Tahap ketiga ; perdagangan karbon

Untuk menjaga agar pemanfaatan kawasan “tidak eksploitatif” dan tetap sejalan

dengan fungsi perlindungan dan pengawetan, maka dapat dikembangkan

kriteria pemanfaatan kawasan, antara lain:

pengembangan usaha dilakukan di zona pemanfaaatan

pengembangan usaha harus ramah lingkungan. Misalnya, untuk

pengembangan jasa wisata alam, maka yang akan dikembangkan

adalah sustainable tourism (pariwisata berkelanjutan) dan bukan

mass tourism, dimana pengunjung akan diedukasi mengenai aturan-

aturan memasuki kawasan konservasi

pengembangan usaha dilakukan secara kolaboratif dengan

masyarakat sehingga bisa mengatasi kemiskinan masyarakat di

sekitar TN

penyusunan tarif tiket dilakukan dengan memperhatikan

kemampuan finansial berbagai kelompok masyarakat untuk

memastikan TN dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat;

Page 126: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

126

Hasil yang diharapkan dari transformasi status menjadi BLU merupakan salah

satu alternatif terobosan pengelolaan Taman Nasional. Melalui perubahan

status menjadi BLU, maka TN diharapkan menghasilkan kondisi akhir sebagai

berikut:

4.2. Rekomendasi

Berdasarkan pemaparan hasil studi dan analisisa di atas, maka studi ini

merekomendasikan beberapa hal kepada KLHK, khususnya Ditjen KSDAE dan

Pengelola TN, sebagaimana berikut:

4.2.1 Ditjen KSDAE

1. Melakukan komunikasi dan koordinasi dalam rangka mendorong

TN berstatus BLU. Komunikasi dan koordinasi dilakukan dengan

melakukan komunikasi di internal Ditjen KSDAE, komunikasi di internal

KLHK, komunikasi dengan Kementerian Keuangan dan KemenPAN RB.

Komunikasi dan koordinasi dibutuhkan dalam rangka Memperlancar proses

perubahan status TN menjadi BLU.

2. Meningkatkan pembinaan dan pendampingan dalam upaya

optimalisasi peran TN, sebagaimana mandat UU Nomor 5 Tahun 1990

yang menyatakan pengelolaan sumber daya alam hayati yang

pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan

persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas

keanekaragaman dan nilainya. Pembinaan dan pendampingan diharapkan

akan menguatkan efektifitas dan produktivitas peran TN sebagaimana tujuan

keberadaan TN. produktivitas yang dilakukan dengan tetap memperhatikan

aspek ekologis, ekonomis dan sosial budaya.

3. Memberikan dukungan terhadap TN yang dinilai sudah memenuhi persyaratan BLU. Dukungan diberikan berupa

pendampingan dan persiapan yang perlu dilakukan kepada TN. Berikut ini

tahapan yang harus dilakukan oleh KSDAE bersama pengelola TN untuk

mengusulkan perubahan status BLU, road map yang dilakukan sebagaimana

berikut ini:

Ekologis

Ekonomi

Sosial Budaya

Kelestarian terjaga

Keberlanjutan Pembiayaan

Masyarakat Sejahtera

Page 127: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

127

(1). Penyepakatan peningkatan status TN menjadi BLU, kegiatan

ini merupakan persiapan untuk memastikan komitmen Dirjen dan

Kepala TN untuk mempersiapkan perubahan TN berstatus BLU.

Kegiatan ini selenggarakan oleh Dirjen KSDAE, dengan para pihak

yang terlibat adalah Direktur yang membidangi TN dan Kepala TN.

Keluaran kegiatan ini yaitu: 1) Instruksi Dirjen/Surat Edaran terkait

persiapan BLU, 2) Berita acara penyepakatan peningkatan status TN

menjadi BLU, dan 3). Surat Keputusan Dirjen tentang Tim Pengarah

dan Pengusul (TPP) TN berstatus BLU.

(2). Sosialisasi TN berstatus BLU, kegiatan dilakukan dalam rangka

penguatan informasi mengenai BLU termasuk persyaratan dan manfaat

BLU, tantangan dan peluang penerapannya kepada TN. Kegiatan ini

diselenggarakan oleh TPP kepada pengelola TN yang dinilai telah siap

untuk bertransformasi BLU. Kegiatan ini menghadirkan Direktur PPK-

BLU Kementerian Keuangan. Output dari kegiatan ini diharapkan

terbangun pemahaman dan komitmen dari pengelola TN untuk

bertransformasi menjadi BLU.

(3). Pembentukan Tim Kerja Pemenuhan Persyaratan TN

(TKPP-TN), kegiatan ini dilakukan oleh Kepala TN dengan

mengundang bidang dan bagian tata usaha. Kegiatan ini sebagai upaya

persiapan internal TN dalam mempersiapkan pemenuhan persyaratan

TN berstatus BLU. Keluaran dari kegiatan ini adalah Surat Keputusan

tentang Tim Kerja Pemenuhan Persyaratan TN berstatus BLU

(4). Pemenuhan Persyaratan BLU, Tim Kerja Pemenuhan Persyaratan

TN (TKPP-TN), melaksanakan kerja-kerja pemenuhan persyaratan,

yaitu:

a. substantif, TKPP-TN melakukan identifikasi potensi kawasan

yang dimiliki oleh TN baik aspek ekologis, ekonomi dan sosial

budaya. Output dari kegiatan ini adalah laporan identifikasi potensi

kawasan yang ada di TN berdasarkan aspek ekologi, ekonomi dan

sosial budaya, lama waktu pelaksanaan diperkirakan 1 bulan.

b. teknis, tahapan pemenuhan persyaratan ini dilaksanakan dengan

dua kegiatan, yaitu:

i. melakukan analisis beban kerja dan kebutuhan struktur

organisasi. Kegiatan ini untuk mengetahui sumber daya yang

diperlukan pada setiap bidang dan bagian berdasarkan tugas

dan fungsi masing-masing. Kegiatan ini Output dari kegiatan

ini adalah dokumen analisis beben kerja dan kebutuhan

organisasi. Kegiatan ini diperkirakan dilakukan selama 1

minggu.

ii. pengumpulan dan penyusunan dokumen kinerja keuangan dan

rencana pelayanan. Kegiatan ini merupakan kegiatan

pengumpulan dokumen persyaratan teknis. Output dari

kegiatan ini adalah 1). Data PNBP dalam (3) tiga tahun

terakhir, 2). Rencana peningkatan pelayanan setelah

ditetapkan menjadi BLU dan 3) Daftar kontrak dan potensi

kontrak TN dengan pihak ketiga

Page 128: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

128

c. administratif, tahapan pemenuhan persyaratan ini, dilaksanakan

melalui penyusunan dan pengumpulan, yaitu:

i. Pernyataan kesanggupan, pengelola TN membuat pernyataan

kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan,

dan manfaat bagi masyarakat.

ii. Pola tata kelola, dengan mengumpulkan dokumen yang

berkaitan dengan dokumen peraturan internal yang

menetapkan tata kelola (struktur orgamsas1, serta

pengangkatan dan pemberhentian pejabat pengelola dan

pegawai BLU), transaparansi dan akuntabilitas.

iii. Rencana Strategis Bisnis (RSB), dengan menyusun dokumen

yang berisi a) visi dan misi TN, program strategis 5 tahun

kedepan, capaian kinerja yang terukur untuk dua tahun

berjalan dan dua tahun sebelumnya, b) realisasi/proyeksi

pendapatan dari rupiah murni dan atau PNBP serta indikasi

tarif layanan

iv. Laporan keuangan pokok, dengan menyusun dokumen yang

berisi realisasi keuangan, neraca keuangan, catatan atas

laporan keuangan dan laporan keuangan (format SAP) tahun

berakhir sebelum pengusulan menjadi PPK-BLU,

v. Standar Pelayanan, dengan menyusun dokumen standar

pelayanan umum yang akan diberikan kepada ekosistem

kawasan dan masyarakat yang berkunjung. Dokumen ini

ditetapkan oleh pimpinan lembaga,

vi. Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit

secara independen, dengan kegiatan menyusun dokumen

laporan yang sudah diaudit dan membuat surat pernyataan

kesediaan untuk diaudit secara independen,

(5). Pemberkasan Dokumen Persyaratan TN berstatus BLU,

TKPP-TN melakukan pendokumentasian terhadap dokumen

persyaratan yang telah disusun, untuk selanjutnya dilakukan verifikasi

terhadap pemenuhan persyaratan BLU, usulan organisasi, dan

dokumen persyaratan administratif

(6). Koordinasi TKPP-TN dengan Kepala TN dan pegawai,

kegiatan ini merupakan koordinasi internal di TN untuk

menyampaikan hasil verifikasi persyaratan BLU dan usulan organisasi

dan tata kerja. Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan masukan

atas dokumen persyaratan. Output kegiatan ini adalah 1) hasil

verifikasi terhadap dokumen persyaratan substantif, teknis dan

administratif, dan 2) usulan organisasi dan tata kerja

(7). Koordinasi TKPP-TN dengan TPP, Kegiatan ini merupakan

pertemuan konsultasi antara TKPP-TN dengan TPP beserta Kepala

TN. kegiatan ini dilakukan bertujuan untuk mendapatkan masukan atas

dokumen persyaratan substantif, teknis dan administratif yang telah

diverifikasi diinternal sebelumnya. Output dari kegiatan ini adalah

dokumen yang sudah verifikasi TPP,

Page 129: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

129

(8). Peningkatan kapasitas pengelola TN terkait BLU, kegiatan ini

merupakan kegiatan untuk peningkatan kapasitas bagi pengelola TN

dalam memahami lebih dalam mengenai BLU, tujuan, manfaat dan

target yang harus dicapai serta pola kolaborasi dengan stakeholder

yang bisa dilakukan untuk meningkatkan manfaat bagi TN. Kegiatan ini

akan menghadirkan Direktorat PPK-BLU Kemenkeu, dengan output

yang diharapkan adalah 1) meningkatnya pemahaman pengelola TN

terhadap BLU, terkait tujuan, manfaat dan upaya yang harus

dilakukan, 2) meningkatnya pemahaman pengelola TN terkait

managemen kolaborasi dalam pengelolaan TN bersattus BLU (pusat,

provinsi, kabupaten/kota, pengusaha dan masyarakat serta budaya

yang ada,

(9). Penyampaian berkas BLU oleh Kepala TN kepada Dirjen

KSDAE, kegiatan ini merupakan kegiatan penyampaian berkas

persyaratan TN berubah status BLU kepada Dirjen KSDAE. Kegiatan

ini melibatkan Dirjen KSDAE, TPP, Kepala TN, dan TKPP-TN. output

dari kegiatan ini berita acara penyerahan persyaratan TN berstatus

BLU dari Kepala TN ke Dirjen KSDAE,

(10). Penyampaian dokumen persyaratan TN berstatus BLU

kepada Menteri KLHK, yang disampaikan oleh Dirjen KSDAE.

Kegiatan ini menghasilakn 1) surat permohonan dari Menteri LHK

kepada Menteri Keuangan tentang usulan penetapan Satker/TN berstatus BLU (format PMK 180), 2) Hasil verifikasi Menteri LHK

mengenai pemenuhan persyaratan substantif, teknis dan administratif

(format PMK 180), dan 3) Penetapan organisasi dan tata kerja, dan 4)

Dokumen persyaratan administratif

(11). Penyampaian berkas usulan dan persyaratan TN berstatus

BLU oleh Menteri LHK kepada Menteri Keuangan. Output dari

kegiatan ini adalah berita acara penyerahan pengusulan TN berstatus

BLU kepada Menteri Keuangan.

4. Menyusun desain kelembagaan TN berstatus BLU sebagai upaya

menjawab kebutuhan organisasi TN berstatus BLU yang memiliki tujuan

produktivitas dan efesiensi pelayanan dan prinsip-prinsip konservasi yang

melekat pada fungsi utama TN yaitu: pengawetan, pemanfaatan, dan

perlindungan. Dengan memperhatikan aspek ekonomi, ekologi dan sosial

budaya. Desain yang disusun lebih mengedepankan fungsi-fungsi yang

dibutuhkan. Misalnya: fungsi pengawasan internal, sebagaimana diatur PMK

Nomor 200/PMK.05/2017 tentang Sistem Pengendalian Intern Pada Badan

Layanan Umum, berfungsi sebagai pengawasan intern untuk mencapai

efektivitas dan efesiensi kegiatan BLU, fungsi pemberdayaan masyarakat

untuk menjembatani kebutuhan komunikasi dan koordinasi TN dengan

pemerintah di wilayah setempat dan masyarakat dan fungsi penanganan

pengaduan untuk mekanisme pengendalian dan pembinaan petugas penyedia

layanan TN.

5. Melakukan monitoring dan review terhadap rencana penerimaan

target PNBP. Monitoring dilakukan dalam rangka mengoptimalkan

sumber penerimaan yang dapat diberikan oleh TN, dan memberikan catatan

atas kinerja TN dalam mengoptimalkan potensi dan fungsi yang dimilikinya.

Page 130: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

130

6. Mendorong integrasi perencanaan antara TN dan daerah di

sekitarnya, dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan potensi

kawasan dan daerah melalui kolaborasi manajemen dalam pengelolaan

kawasan dan sekitarnya. Kolaborasi itu menggunakan pendekatan tata

kelola multisektoral (collaborative) dengan TN menjadi magnet bagi semua

pihak yang berada di sekitar TN.

7. Melakukan pendampingan pasca penetapan TN berstatus BLU.

Pendampingan yang diberikan berupa penyusunan kebijakan untuk

memperkuat operasionaliasi TN berstatus BLU. Kebijakan yang dibutuhkan

adalah: 1). Kebijakan mengenai keuangan BLU, 2). Kebijakan mengenai

perencanaan dan anggaran BLU, 3). Kebijakan mengenai SDM BLU, dan 4).

Kebijakan mengenai Renumerasi.

4.2.2 Pengelola Taman Nasional

4.2.2.1. Rekomendasi bagi pengelola TN yang ingin bertransformasi menjadi BLU

Secara umum rekomendasi bagi pengelola TN yang ingin bertransformasi

menjadi BLU, perlu melakukan pembenahan internal, yaitu:

a. melakukan identifikasi potensi kawasan berupa barang dan jasa yang dapat

menunjang fungsi kawasan dan dapat mengoptimalkannya melalui kegiatan

ekologi, ekonomi dan sosial budaya;

b. menyusun dan melakukan analisis dokumen kinerja dan rencana pelayanan

sebagai persyaratan teknis; dan

c. menyusun dan menyiapkan rencana strategis bisnis, laporan keuangan

pokok, standar pelayanan yang diterapkan dan laporan audit sebagai

persyaratan administratif

4.2.2.2. Rekomendasi khusus bagi 3 TN yang menjadi objek studi yaitu:

Beberapa rekomendasi yang dapat disampaikan, antara lain:

a. menyiapkan Standar Pelayanan (SP) untuk setiap layanan yang diberikan. Hal

ini untuk dapat menjamin penyelenggara layanan TN dapat dicapai tingkat

kepuasan minimum oleh masyarakat maupun ekosistem yang ada di

kawasan. Melalui SPM diharapkan ada upaya terus perbaikan terhadap

layanan yang diberikan oleh unit kerja BLU, antara pemberi dan penerima

layanan atau tingkat capaian terhadap keanekaragaman hayati yang ada di

TN;

b. menyiapkan tim persiapan yang akan membantu dalam menyiapkan

persayaratan yang dibutuhkan melakukan langkah-langkah sebagaimana

dalam tabel road map pengusulan TN bersatus BLU; dan

c. pengelola TN perlu melakukan upaya proaktif dalam rangka

mengimplementasikan konsep kolaborasi agar mampu bersinergi dengan

pemangku kepentingan lainnya, seperti pemerintah daerah, sektor swasta,

termasuk pengelola biro wisata dan masyarakat sekitar TN. Hal ini dapat

dilakukan melalui forum dialog dan kerjasama kegiatan. Upaya kolaborasi ini

menjadi modal bagi TN pada saat menjadi BLU yang menuntut adanya

Page 131: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

131

peningkatan pelayanan dan kerjasama dengan berbagai pihak. Pengelolaan

kawasan TN sendiri tidak dapat dilepaskan dari lingkungannya, karena itu

penerapan tata kelola yang kolaboratif menjadi tuntutan yang harus dapat

dipenuhi oleh pengelola TN.

Page 132: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

132

DAFTAR PUSTAKA

Ansell, Chris & Gash, Alison. 2007. “Collaborative Governance in Theory and

Practice”, Journal of Public Administration Research and Theory, 18, pp.

543-571.

Afan, Gaffar. 2009. Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Biddle, Jennifer & Tom Koontz. “Goal Specificity: A Proxy Measure for

Improvements in Environmental Outcomes in Collaborative Governance”,

Journal of Environmental Management 145C:268-276, July 2014.

BTNKM, Briefing Paper No. 9: Pembiayaan Taman Nasional Berkelanjutan, tanpa

tahun.

Bappenas, 2016, Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP) 2015-2020.

Dye, T. R. 2001.Top-Down Policymaking. New York: Chatham House.

Dunn, William N. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik (terj). Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press.

Eggers, William & Tiffany Dovely. 2008. “Government 2.0’s Inauguration”.

Governing. www. governing.com/mgmt_insight.aspx?id=6062.

Emerson, Kirk, Tina Nabatchi, & Stephen Balogh. “An Integrative Framework for

Collaborative Governance”, Journal of Public Administration Research and Theory, Volume 22, Issue 1, January 2012, Pages 1–29.

Fandeli Chafid, 2014, Bisnis Konservasi Pendekatan Baru, Gajah Mada University Press, Cet II

Gunawan H, dkk, 2013, Model Bisnis Taman Nasional Mandiri Kasus Taman

Nasional Gunung Palung Kalimantan Barat, Jurnal Media Konservasi, Vol.18, No 1, Institut Pertanian Bogor.

Grindle, Merilee S. 1980. Politics and Policy Implementation in The Third World. New Jersey: Princeton University Press.

Hodges, Sharon, et al. 2013. “Who’s in charge here? Structure for collaborative

governance in children’s mental health”, Administration in Social Work. 37

(4). 418-432.

Hartono, Ir. M.Sc, 2008, Mencari Bentuk Pengelolaan Taman Nasional Model. _________, 2008, “Taman Nasional Mandiri Telaah Singkat Kemungkinan

Pembuktikannya”, Makalah dalam Reuni Akbar dan Seminar Lustrum IX Fak

Kehutanan UGMKSDAE, Laporan Kinerja 2016-2018

Hani Aditya, Widyaningsih, Damayanti, 2014, “Potensi Dan Pengembangan Jenis-

Jenis Tanaman Anggrek Dan Obat-Obatan Di Jalur Wisata Loop-Trail

Cikaniki-Citalahab Taman Nasional Gunung Halimun-Salak”, Jurnal Ilmu Kesehatan, Volume 5 No. Universitas Gajah Mada.

Indriani, Desi, dkk, 2013, Penerapan Badan Layanan Umum Dan Implikasinya Bagi

Pengelolaan Taman Nasional Mandiri Yang Berkelanjutan, Jurnal IPB, diakses darI https://journal.ipb.ac.id/

index.php/konservasi/article/view/12835/9730

Kholis M, Setyowati A, Management Effectiveness Tracking Tools (METT) sebagai

Perangkat Untuk Menilai Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi,

Lestari Paper No. 2.

Kooiman, Jan. 2003. Governing as Governance. New Delhi: Sage Publications.

Page 133: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

133

Kristiaji, Bawono B, & Adri A.L. Poesoro. “The Myths and Realities of Tax

Performance Under Semi-Autonomous Revenue Authorities”. Tax Law Design and Policy Series, No. 0213, August 2013.

KSDAE, Statistik 2017, Jakarta 2018

María García-Sánchez, Isabel, Beatriz Cuadrado-Ballesteros, José-Valeriano Frías-

Aceituno. “Determinants of E-Government Development: Some

Methodological Issues”, Journal of Management and Strategy, Vol. 3, No. 3,

June 2012.

McDougall, Cynthia L et al. “Engaging women and the poor: adaptive collaborative

governance of community forests in Nepal”, Agriculture and Human Values, 2013.

Nugroho, Riant. Public Policy: Dinamika Kebijakan, Analisis Kebijakan, Manajemen Kebijakan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. 2012.

Nakamura, Robert T and Frank Smallwood. 1980. The Politics of Policy Implementation. New York: St. Martin Press.

Ohmae, Kenichi. 2005. The Next Global Stage: Tantangan dan Peluang di Dunia yang Tidak Mengenal Batas Wilayah (terj). Jakarta: Indeks.

Osborne, David and Gaebler, T. 1991. Reinventing Government: How the Entrepreneurial Spirit Is Transforming the Public Sector. New York:

Penguins Books.

Peters, B. Guy. “Bureaucracy and Democracy in the Modern State”, Public Administration Review, 2005.

Purdy, Jill M. “A Framework for Assessing Power in Collaborative Governance

Processes”, Public Administration Review, 2012.

Purnamanityas, Nining N, 2010, Studi Pembiayaan Pengelolaan Taman Nasional di Indonesia, Master Thesis, Universitas Indonesia.

Purwanto, S A, 2005, Taman Nasional, Hak-hak Masyarakat Setempat dan

Pembangunan Regional, Jurnal Antropologi, Volume 29 No. 3 Universitas

Indonesia

Ramadass, Shila Devi et al. “Critical factors in public sector collaboration in

Malaysia: Leadership, interdependence, and community”, International Journal of Public Sector Management, 30, 5 (487-502), 2017.

Santi E dan Rosita, 2009, Implementasi dan Kendala Penerapan Pengelolaan

Keuangan Badan Layanan Umum (BLU), Jurusan Akuntasi Volume 4 (hal 41-

54), Politeknik Negeri Padang

Schwab, Brigitte, Daniel Kübler and Sonja Wälti. “Metropolitan governance and

democracy in Switzerland: An attempt of operationalisation and an

empirical assessment”. Paper prepared for the Workshop 5: Governance

and Democratic Legitimacy at the 29th ECPR Joint Session of Workshops, Grenoble, 6-11 April 2001.

Shylendra, H.S & Bhirdikar, K. 2005. “Good Governance and Poverty Allevation

Programmes: A critical analysis of the Swarnajayanti Gram Swarozgar

Yojana, International Journal of Rural Management, 1,2, pp 203-221.

Terkper, Seth E. “Accounting Challenges for Semi-Autonomous Revenue

Agencies in Developing Countries”, IMF Working Paper No. 08/116, May.

2008.

TNBTS, Laporan Kinerja Tahun 2016-2018

TNGHS, Laporan Kinerja Tahun 2016-2018

TNGGP, Laporan Kinerja Tahun 2016-2018

Page 134: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

134

Tohirin dan Muktaromin, Survey Opini Stakeholders Pengelolaan Keuangan BLU Bidang Pendidikan, Kemenkeu RI 2013

Utami Sri, 2017, Pengelolaan Kawasan Pariwisata (Studi di Balai Besar Taman

Nasional Bromo Tengger Semeeru), Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, Vol.3,

No.1 Universitas Indonesia.

Wandojo Siswanto, 2017, Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia, GIZ,

Jakarta

Wahyuni H, 2015, Interactive Governance Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam

Berkelanjutan Pada Areal Taman Nasional, Doktor Thesis, Universitas

Indonesia.

Winara A, Mukhtar AS, 2010, Potensi Kolaborasi Dalam Pengelolaan Taman

Nasional Teluk Cenderawasih di Papua, Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Vol 8 No.3.

Page 135: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76
Page 136: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

Lampiran Matriks Indikator Kinerja Ditjen KSDAE dan TN dalam Renstra KSDAE 2015-

2019

No

KSDAE Taman Nasional

Sasaran

Program/Kegiatan Indikator Kinerja Target

Sasaran

Kegiatan Indikator Kinerja Target

1 Meningkatnya

Penerimaan

Devisa dan PNBP

dari

Pemanfaatan Jasa

Lingkungan

Kawsan

Konservasi dan

Keanekaragaman

Hayati

Nilai ekspor

pemanfaatan satwa

liar dan tumbuhan

alam serta

bioprospecting

Rp.5 Triliun

Terjaminnya

efektivitas

pengelolaan

Taman

Nasional

Jumlah unit usaha pemanfaatan

pariwisata alam di kawasan

konservasi

bertambah sebanyak 100 Unit

dari baseline tahun 2013

20 unit

Jumlah pemanfaatan jasa

lingkungan air yang beroperasi di

kawasan

konservasi bertambah sebanyak

25 Unit

5 unit

Jumlah pemanfaatan energi air

dari kawasan konservasi untuk

keperluan

mini/micro hydro power plant

bertambah sebanyak minimal 50

unit

10 unit

Jumlah kunjungan

wisata ke kawasan

konservasi

(Mancanegara)

250.000 orang

Jumlah kunjungan wisata ke

kawasan konservasi minimal

sebanyak 1,5 juta

orang wisatawan mancanegara

250.000 orang

Jumlah kunjungan

wisata ke kawasan

konservasi

(wisatawan

nusantara)

4.000.000

orang

Jumlah kunjungan wisata ke

kawasan konservasi minimal

sebanyak 20 juta

orang wisatawan nusantara

4.000.000 orang

Page 137: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

Jumlah kemitraan

pengelolaan kawasan

konservasi

26 unit

Jumlah kemitraan pemanfaatan

jasa lingkungan panas bumi yang

beroperasi

di kawasan konservasi sebanyak

minimal 5 unit.

1 Unit

Luas Kawasan Hutan Konservasi

pada zona tradisional yang

dikelola melalui

kemitraan dengan masyarakat

seluas 100.000 Ha

40.000 ha

Jumlah kerjasama pembangunan

strategis dan kerjasama

penguatan fungsi

pada kawasan konservasi

sebanyak 100 PKS

20 PKS

2

Meningkatnya

Efektivitas

Pengelolaan

Hutan Konservasi

dan Upaya

Konservasi

Keanekaragaman

Hayati

Nilai indeks

efektivitas

pengelolaan kawasan

konservasi minimal

70% (kategori baik)

50 Unit KK

Jumlah kawasan konservasi yang

ditingkatkan efektivitas

pengelolaannya

hingga memperoleh nilai indeks

METT minimal 70% pada 50 unit

taman

nasional di seluruh Indonesia

10 Unit

Persentase

peningkatan populasi

25 jenis satwa

terancam punah

prioritas (sesuai The

IUCN Red List of

Threatened Species)

2%

Persentase peningkatan populasi

25 species satwa terancam

punah prioritas

sesuai The IUCN Red List of

Threatened Species sebesar 10%

dari baseline data

tahun 2013

2%

Jumlah kawasan

ekosistem esensial

yang terbentuk dan

dioptimalkan

pengelolaannya

13 Unit

Jumlah pusat pengembangbiakan

dan suaka satwa (sanctuary)

spesies

terancam punah yang terbangun

sebanyak 50 unit.

10 unit

Page 138: DAFTAR ISI · DAFTAR ISI BAB I6 PENDAHULUAN6 1.1 Latar Belakang6 1.2 ... Pendapatan dari PNBP di TNBTS Tahun 2016-201876 Tabel 22. Realisasi PNBP dan Realisasi Belanja Pegawai TNBTS76

Luas kawasan konservasi

terdegradasi yang dipulihkan

kondisi ekosistemnya

seluas 100.000 Ha

30 ha

Jumlah ketersediaan

paket data dan

informasi

keanekaragaman

hayati yang

berkualitas di 7

wilayah biogeografi

(Sumatera, Jawa,

Kalimantan,

Sulawesi, Nusa

Tenggara, Maluku,

dan Papua)

7 paket data

Jumlah ketersediaan data dan

informasi sebaran

keanekaragaman spesies dan

genetik yang valid dan reliable

pada 7 wilayah biogeografi

7 paket data

Jumlah paket data dan informasi

kawasan konservasi yang valid

dan reliable

pada 50 unit taman nasional di

seluruh Indonesia

50 paket data