Upload
nguyentuyen
View
243
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
ii
DAFTAR ISI
Halaman
Bab 1. Pendahuluan ………..………………………………….…….. 1 Konsep Pengambilan Keputusan ………………………………… 2
Pengertian Pengambilan Keputusan ………………………… 2
Pengambilan Keputusan Sebagai Suatu Proses ……………. 3
Masalah dalam Proses Pengambilan Keputusan ……………….. 4
Pengertian, Karakteristik dan Jenis Masalah ……………….. 4
Proses Mendefinisikan Masalah …………………………….. 6
Jenis-jenis Keputusan ……………………………………………… 9
Keputusan yang Diprogram …………………………………. 9
Keputusan yang Tidak Diprogram …………………………. 9
Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan ………… 10
Situasi dan Kondisi dalam Pengambilan Keputusan ………….. 10
Keputusan dalam Ketidakpastian (uncertainty) …………… 10
Keputusan dalam Situasi Risk (probability) ………………… 11
Keputusan dalam Suasana Konflik (game theory) …………. 11
Riset Operasi dalam Pengambilan Keputusan ………………… 11
Elemen-Elemen Dasar Pengambilan Keputusan ……………….. 12
Menetapkan Tujuan …………………………………………… 12
Mengidentifikasi Permasalahan ……………………………… 12
Mengembangkan Sejumlah Alternatif ……………………… 13
Penilaian dan Pemilihan Alternatif …………………………. 13
Melaksanakan Keputusan ……………………………………. 13
Evaluasi dan Pengendalian …………………………………... 14
Bab 2. Manajemen Pengambilan Keputusan ………..…………….. 16 Pola Pengambilan Keputusan ………………………………… 17
Keputusan dan Akibat yang Ditimbulkannya …………………. 18
Pilihan yang Tersedia dalam Pengambilan Keputusan ……….. 19
Optimalisasi Pengambilan Keputusan ………..………………… 21
Bab 3. Pendekatan Kuantitatif dan Kebijakan ……...…………….. 22 Pengambilan Keputusan pada Individu ………………………… 24
Gaya Pengambilan Keputusan pada Individu …………………. 25
iii
Direktif …………………………………………………..……… 26
Analitis …………………………………………………..……… 26
Konseptual ……………………………………………..……… 26
Behavioral …….………………………………………..……… 27
Persepsi dan Pengambilan Keputusan ………………………….. 29
Nilai dan Pengambilan Keputusan …………....………………… 30
Pendekatan Kebijakan ………………………......………………… 31
Nilai dan Pengambilan Keputusan …………....………………… 30
Teori Rasional Komprehensif …….…………………..……… 31
Teori Inkremental …….………………………………..……… 32
Teori Pengamatan Terpadu (Mixed Scaning Theory) ……… 34
Bab 4. Pendekatan Administrasi Publik ……...…………………….. 35 Rasionalitas ………………………………………………………… 36
Rasionalitas Terbatas ……………………………………………… 36
Rasionalitas Keputusan Terbatas dan Logika Konsekuensi …… 37
Informasi ………………………………………………..……… 38
Perhatian ………………………………………………..……… 39
Pengambilan Resiko .…………………………………..……… 39
Rasionalitas Keputusan Terbatas dan Logika Ketepatan ……… 41
Ambiguitas, Ketidakpastian dan Logika Ketepatan ………. 43
Kopling longgar, tong sampah, dan perhatian ……….……. 44
Bab 5. Pendekatan Kuantitatif ……...…………...………………….. 48 Riset Operasi …………………..…………………………………… 48
Sejarah Riset Operasi …………………..…..……………………… 50
Ruang Lingkup Riset Operasi ………….………………………… 50
Model-model dalam Riset Operasi …………….………………… 51
Langkah-langkah dalam Riset Operasi ………….……………… 53
Riset Operasi dalam Pengambilan Keputusan ………….……… 54
Bab 6. Pohon Keputusan ……...……………….....………………….. 56 Supervised Learning ……..…..…………………………………… 56
Latar Belakang Pohon Keputusan ……..…..……..……………… 57
Pengertian Pohon Keputusan ……..………..……..……………… 58
Manfaat Pohon Keputusan ……..………..………..……………… 58
Kelebihan Pohon Keputusan ……...………..……..……………… 59
iv
Kekurangan Pohon Keputusan ……......…..……..……………… 60
Skema Pohon Keputusan ……..……...…………………………… 60
Struktur Dasar Pohon ………………………………..….……. 60
Struktur Pohon Keputusan ……………………….…….……. 63
Kopling longgar, tong sampah, dan perhatian ……….……. 44
Kopling longgar, tong sampah, dan perhatian ……….……. 44
Contoh Aplikasi ……….…..…..…………………………………… 66
A. Identifikasi Pembeli Komputer ……………………..……. 66
B. Keputusan untuk Bermain Tenis atau Tidak ……….……. 67
Bab 7. Linear Programming ……...……………...………………….. 74 Sejarah Perkembangan Linear Programming ……………..…… 74
Pengertian Linear Programming ……………………..……..…… 75
Asumsi-asumsi Dasar dalam Linear Programming ……….…… 76
Ruang Lingkup Linear Programming ……………….……..…… 77
Model Linear Programming ………………………….……..…… 79
Contoh Soal ……………….…………………………………...…… 82
Pemecahan .……………….…………………………………...…… 83
Bab 8. Linear Programming Metode Grafik ……...……………….. 84 Contoh 1: (Maksimalisasi) ……………………………….…..…… 84
Contoh 2: (Maksimalisasi) ……………………………….…..…… 90
Minimalisasi …………………………………………….……..…… 93
Contoh 3: (Minimalisasi) …..….………………………….…..…… 94
Soal-soal: (Minimalisasi) …..….………………………….…..…… 99
Bab 9. Linear Programming Metode Matematis ……...…..……….. 100 Contoh: (Maksimalisasi) ………………………………….…..…… 101
Soal-soal: …..….……………………..…………………….…..…… 103
Bab 10. Linear Programming Metode Simpleks …………………….. 104 Persyaratan Metode Simpleks ……….………………….…..…… 104
Penulisan Standar dari Metode Simpleks ……………...…..…… 105
Fungsi Tujuan Maksimisasi ……………………………..……. 105
Fungsi Tujuan Minimalisasi …………………………….……. 106
Contoh-contoh: ………………………………………….……..…… 107
v
Bab 11. Persoalan Transportasi ……………………………..……….. 114 Pendahuluan ……….………………….……………….….…..…… 114
Model Transportasi …………………………….………...…..…… 115
Keseimbangan Dalam Model Transportasi ………………...…… 117
Metode Pemecahan …………………………………………...…… 118
Menentukan Solusi Fisibel Basis Awal ……………………...…… 119
Menentukan Entering Variabel dan Leaving Variabel …………. 120
Model Produksi Persediaan ………………………..……….……. 124
Dalam hidup, setiap manusia memiliki tujuan yang hendak diraih.
Tujuan tersebut dapat diraih secara “tersendiri”, atau dicapai melalui
kelompok. Organisasi merupakan wadah atau alat yang digunakan oleh
manusia untuk mengkoordinasikan seluruh tindakan mereka dengan tujuan
saling berinteraksi untuk mencapai sejumlah tujuan yang sama. Keberadaan
organisasi didorong oleh kemunculan sejumlah masalah dan tantangan yang
harus dihadapi manusia. Masalah yang dihadapi oleh pengelolanya adalah
menemukan kebijakan dan strategi terbaik agar organisasi tetap dapat
bertahan hidup dan menciptakan kemakmuran bagi para pemilik maupun
pengelolanya. Pencarian solusi yang akan membantu kelangsungan hidup
organisasi membawa organisasi dapat terus menciptakan kemakmuran bagi
pemiliknya, yang secara esensial merupakan tujuan utama dari pengambilan
keputusan.
Pengambilan keputusan adalah proses pemilihan alternatif terbaik
untuk pemecahan suatu masalah melalui metode dan teknik tertentu.
Implikasi dari definisi ini adalah kunci keberhasilan dari proses pengambilan
keputusan terletak pada ketepatan dalam merumuskan masalah (problem
structuring). Persoalannya adalah tidak mudah merumuskan masalah, sebab
masalah mempunyai sifat yang subjektif. Bagi sebagian orang sesuatu itu
adalah masalah, tapi bagi sebagian yang lain bukan merupakan suatu
masalah. Oleh karena itu diperlukan kemahiran decision maker dalam problem
structuring sehingga proses pengambilan keputusan dapat berjalan efektif.
Analisis keputusan (decision analysis) bertujuan untuk mengidentifikasi
apa yg harus dikerjakan, mengembangkan kriteria khusus untuk mencapai
tujuan, mengevaluasi alternatif yang tersedia yang berhubungan dengan
kriteria & mengidentifikasi risiko yang melekat pada keputusan tersebut. Inti
dari pengambilan keputusan adalah memilih alternatif yang terbaik.
2
Pengambilan keputusan terletak dalamm perumusan berbagai alternatif
tindakan sesuai dengan yang sedang dalam perhatian dan dalam pemilihan
alternatif yang tepat. Pengambilan keputusan tersebut dilakukan setelah
evaluasi/penilaian mengenai efektifitasnya dalamm mencapai tujuan yang
dikehendaki pengambil keputusan.
Begitu strategisnya kedudukan pengambilan keputusan dalam
menentukan kelangsungan hidup organisasi. Persoalannya adalah
bagaimana pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan efektif,
sehingga kelangsungan hidup dan perkembangan organisasi terus
berlangsung secara gradual.
Konsep Pengambilan Keputusan Pengertian Pengambilan Keputusan
Rizky Dermawan (2004: 2-3) mengatakan pengambilan keputusan
merupakan ilmu dan seni yang harus dicari, dipelajari, dimiliki,
dikembangkan secara mendalam oleh setiap orang. Dikatakan seni karena
kegiatannya selalu dihadapkan pada sejumlah peristiwa yang memiliki
karakteristik keunikan tersendiri. Sedangkan dikatakan ilmu karena
aktivitasnya memiliki sejumlah cara, metode, atau pendekatan yang bersifat
sistematis, teratur dan terarah. Jogiyanto (2003: 66) mengemukakan bahwa
pengambilan keputusan adalah tindakan manajemen di dalam pemilihan
alternatif untuk mencapai sasaran. Maman Ukas (2004: 140) mengemukakan
pengambilan keputusan merupakan suatu pengakhiran dari proses
pemikiran tentang suatu masalah yang dihadapi. G.R. Terry (Suwatno dkk.
2002: 45) mengemukakan decision making can be defined as the selection based on
some criteria of one behavior alternative from two or more possible alternative.
Koontz and O’Donnel (Hasibuan, 1986: 53) mengemukakan decision making-
the among alternatives of a course of action. Siagian (1980: 82) mengemukakan
pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap
hakekat suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta dan data, penentuan yang
matang dari alternatif yang dihadapi dan mengambil tindakan yang
menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat. Johanes
Supranto (1998: 1) memaparkan secara populer dapat dikatakan bahwa
mengambil atau membuat keputusan berarti memilih satu di antara sekian
banyak alternatif, yang dibuat dalam rangka untuk memecahkan
permasalahan atau persoalan (problem solving).
3
Dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan adalah proses
pemilihan alternatif terbaik untuk pemecahan suatu masalah melalui metode
dan teknik tertentu.
Pengambilan Keputusan Sebagai Suatu Proses Sebagai suatu proses, pengambilan keputusan terdiri atas serangkaian
tahapan kegiatan. Simon (Jogiyanto, 2003: 75) memperkenalkan empat
aktivitas dalam proses pengambilan keputusan, yaitu:
1) Intelligence, tahap pengumpulan informasi untuk mengidentifikasikan
permasalahannya;
2) Design, adalah tahap perancangan solusi dalam bentuk alternatif-
alternatif pemecahan masalah;
3) Choice, adalah tahap memilih dari alternatif-alternatif yang disediakan,
dan
4) Implementation, yaitu tahap melaksanakan keputusan dan melaporkan
hasilnya.
Handoko, (1992: 133-138) menjelaskan bahwa proses dasar pembuatan
keputusan rasional mencakup tahapan:
1) Pemahaman dan perumusan masalah,
2) Pengumpulan dan analisa data yang relevan,
3) Pengembangan alternatif-alternatif,
4) Evaluasi alternatif-alternatif,
5) Pemilihan alternatif terbaik,
6) Implementasi keputusan, dan
7) Evaluasi hasil-hasil keputusan.
Supranto (1998: 1) memaparkan langkah-langkah pengambilan
keputusan sebagai berikut:
1) Rumuskan/definisikan persoalan keputusan,
2) Kumpulkan informasi yang relevan,
3) Cari alternatif tindakan,
4) Lakukan analisis alternatif yang fisibel,
5) Pilih alternatif terbaik,
6) Laksanakan keputusan dan evaluasi hasilnya.
Siagian (1980: 96) mengemukakan terdapat tujuh langkah yang dapat
ditempuh dalam pengambilan keputusan, yaitu:
4
1) Mengetahui hakekat masalah yang dihadapi, dengan perkataan lain
mendefinisikan masalah yang dihadapi dengan setepat-tepatnya;
2) Mengumpulkan fakta-fakta dan data yang relevan;
3) Mengolah fakta-fakta dan data tersebut;
4) Menentukan beberapa alternatif yang mungkin ditempuh;
5) Memilih cara pemecahan dari alternatif yang telah diolah dengan
matang;
6) Memutuskan tindakan yang hendak dilakukan; dan
7) Menilai hasil-hasil yang diperoleh sebagai akibat dari keputusan yang
telah diambil.
Masalah dalam Proses Pengambilan Keputusan Pengertian, Karakteristik dan Jenis Masalah
Definisi sederhana tentang masalah adalah sesuatu yang harus
ditemukan pemecahannya. Definisi lain yang diajukan adalah masalah
merupakan sebuah pertanyaan yang diajukan untuk diberikan solusi atau
pertimbangan jawaban. Dalam kajian manajemen dan bisnis, masalah
dianggap sebagai terjadinya kesenjangan antara peristiwa yang diharapkan
terjadi (expected condition) dengan peristiwa yang sebenarnya terjadi (real
condition).
Dunn (1994) mengemukakan bahwa masalah menunjukkan
kesenjangan antara hasil yang dicapai dengan harapan. Dalam bahasa
statistik yang dimaksud dengan masalah adalah deviasi antara standar
pelaksanaan dengan pelaksanaan yang berbeda. Johanes Supranto (1998: 21)
mendefinisikan masalah sebagai sesuatu yang terjadi tidak sesuai dengan
yang diinginkan/diharapkan. Prajudi Atmosudirdjo (1990: 161)
mengemukakan masalah adalah sesuatu yang menyimpang dari apa yang
diharapkan atau direncanakan atau ditentukan untuk dicapai, sehingga
merupakan rintangan atau hambatan untuk mencapai tujuan. McLeod (1996:
200) mendefinisikan masalah sebagai suatu kondisi yang memiliki potensi
untuk menimbulkan kerugian yang luar biasa atau menghasilkan
keuntungan yang luar biasa.
Suatu masalah memiliki beberapa karakteristik, Dunn (1994)
mengemukakan terdapat empat karakteristik dari masalah kebijakan, yaitu:
1) Interdependence of policy problem
5
Dalam kenyataan masalah-masalah bukan merupakan kesatuan yang
berdiri sendiri, melainkan merupakan bagian dari seluruh system
masalah yang paling baik diterangkan sebagai messes, yaitu suatu
system kondisi eksternal yang menghasilkan ketidakpuasan di antara
segmen-segmen masyarakat yang berbeda. Sistem masalah yang saling
berkaitan mengharuskan pemecahan masalah menggunakan pendekatan
holistik, yaitu suatu pendekatan yang memandang bagian-bagian sebagai
tak terpisahkan dari keseluruhan system yang mengikatnya.
2) Subjectivity of policy problem
Kondisi eksternal yang menimbulkan suatu permasalahan didefinisikan,
diklasifikasikan, dijelaskan, dan dievaluasi secara selektif. Meskipun
terdapat suatu anggapan bahwa masalah bersifat objektif (misalnya,
polusi udara dapat didefinisikan sebagai tingkat gas dan partikel-partikel
di dalam atmosfer) data yang sama mengenai polusi dapat
diinterpretasikan secara beda.
3) Artificiality of policy problem
Masalah-masalah keputusan hanya mungkin ketika manusia membuat
penilaian mengenai keinginan untuk mengubah beberapa situasi
masalah. Masalah merupakan hasil penilaian subyektif manusia, masalah
itu juga bisa diterima sebagai definisi-definisi yang sah dari kondisi
sosial yang obyektif, dan karenanya masalah dipahami, dipertahankan
dan diubah secara sosial.
4) Dynamic of policy problem
Terdapat banyak solusi untuk suatu masalah sebagaimana banyak
definisi terhadap masalah tersebut. Masalah dan solusi berada dalam
perubahan-perubahan yang konstan, dan karenanya masalah tidak
secara konstan terpecahkan. Solusi terhadap masalah dapat menjadi
usang meskipun barangkali masalah itu sendiri belum usang.
Menurut Dunn (1994) terdapat tiga kelas masalah, yaitu masalah yang
sederhana, masalah yang agak sederhana, dan masalah yang rumit.
1) Masalah yang sederhana (well-structured)
Adalah masalah yang melibatkan satu atau beberapa pembuat keputusan
dan seperangkat kecil alternatif-alternatif kebijakan. Kegunaan
mencerminkan konsensus pada tujuan-tujuan jangka pendek. Hasil dari
masing-masing alternatif diketahui dengan keyakinan yang tinggi.
2) Masalah yang agak sederhana (moderately-structured)
6
Adalah masalah yang melibatkan satu atau beberapa pembuat keputusan
dan sejumlah alternatif yang secara relatif terbatas. Kegunaan
mencerminkan consensus pada tujuan-tujuan jangka pendek. Hasil dari
masing-masing alternatif belum tentu meyakinkan.
3) Masalah yang rumit (ill-structured)
Adalah masalah yang mengikutsertakan banyak pembuat keputusan.
Kegunaannya tidak diketahui atau tidak mungkin diurutkan secara
konsisten. Hasil dari masing-masing alternatif dapat tidak diketahui.
Menurut McLeod (1996: 203) masalah dapat dibedakan menjadi tiga
kategori yaitu:
1) Masalah terstruktur, yaitu masalah yang berisi elemen-elemen dan
hubungan-hubungan antar elemen yang dipahami oleh pemecah
masalah;
2) Masalah tidak terstruktur, yaitu masalah yang berisi elemen-elemen dan
hubungan-hubungan antar elemen yang tidak dipahami oleh pemecah
masalah;
3) Masalah semi terstruktur, yaitu masalah yang berisi elemen-elemen dan
hubungan-hubungan antar elemen yang sebagian saja dipahami oleh
pemecah masalah.
Proses Mendefinisikan Masalah Charles F. Kettering (Siagian, 1980: 98) mengatakan suatu masalah yang
sudah didefinisikan dengan baik berarti sudah separoh terpecahkan. Patton
dan Sawicki (1986: 103) menjelaskan bahwa definisi masalah merupakan
langkah kunci.
Persoalannya adalah tidak mudah untuk mendefinisikan suatu
masalah, sebab menurut Miller dan Starr (1978: 504) tidak semua orang
memandang hal yang sama sebagai masalah bahkan bila hal tersebut terjadi
pada situasi yang serupa. Sebagian orang akan mengatasi masalah itu dan
berupaya memecahkannya. Yang lainnya akan mengabaikan atau menunda
masalah, artinya, tidak segera berupaya memecahkan masalah. Bagi mereka
hanya ada satu pertanyaan petunjuk-masalah, bukan masalah nyata menurut
bahasa. Kondisi ini menurut Miller dan Starr (1978: 504) disebabkan oleh
beberapa hal yaitu:
1) Tujuan yang diharapkan dari pemecahan masalah,
2) Ruang lingkup (size) organisasi, dan
7
3) Keuntungan potensial yang diharapkan dari pemecahan masalah.
Oleh karena itu menurut Ackoff (Dunn, 1994), mengemukakan
“keberhasilan dalam memecahkan suatu masalah memerlukan penemuan
solusi yang tepat terhadap masalah yang juga tepat. Kita lebih sering gagal
karena kita memecahkan suatu masalah yang salah daripada menemukan
solusi yang salah terhadap masalah yang tepat”. Dengan demikian dalam
merumuskan masalah terlebih dahulu harus memahami hakikat dari suatu
masalah.
Perumusan masalah dapat dipandang sebagai suatu proses. Dunn
(1994) menyebutkan ada empat fase yang saling berkaitan, yaitu:
1) Pencarian masalah (problem search), adalah proses penemuan dan
penyatuan beberapa representasi masalah, atau metaproblem, yang
dihasilkan oleh para pelaku kebijakan.
2) Pendefinisian masalah (problem definition), adalah proses
mengkarakteristikan masalah-masalah substantif ke dalam istilah-istilah
yang paling dasar dan umum.
3) Spesifikasi masalah (problem specification), adalah tahap pemahaman
masalah dimana analis mengembangkan representasi masalah substantif
secara formal (logis atau matematis)
4) Penghayatan masalah (problem sensing), adalah tahapan perumusan
masalah dimana analisis kebijakan mengalami kekhawatiran dan gejala
ketegangan dengan cara mengenali situasi masalah.
Gambar 1. Tahapan Perumusan Masalah
Sumber: Dunn (1994)
Problem Search
Problem Sensing
Problem Specification
PROBLEM SITUATION
FORMAL PROBLEM
META PROBLEM
Problem Definition
SUBSTANTIF PROBLEM
8
Patton dan Sawicki (1986: 107) menyebutkan ada 7 tahapan yang
disarankan dalam merumuskan masalah, yaitu:
1) Pikirkan masalah,
2) Gambarkan batasan-batasan masalah,
3) Kembangkan fakta,
4) Urutkan tujuan (goals) dan sasaran (objectives),
5) Identifikasi “ukuran permasalahan”,
6) Tunjukkan biaya dan keuntungan potensial, dan
7) Bahas pernyataan masalah.
Atmosudirdjo (1990: 165), menjelaskan proses analisis masalah terdiri
atas langkah-langkah:
1) Menentukan identitas masalah,
2) Menentukan posisi masalah,
3) Menentukan nilai masalah,
4) Menentukan urgensi masalah,
5) Menentukan penyebab-penyebab masalah,
6) Menentukan struktur masalah,
7) Menentukan dinamika masalah,
8) Menentukan adanya masalah tertentu atau sub masalah.
Uraian di atas menunjukkan langkah strategis yang harus dilakukan
terlebih dahulu dalam perumusan masalah adalah menyadari adanya suatu
masalah. Bagaimana menyadari adanya suatu masalah? Miller dan Starr
(1978: 501-503) mengajukan empat cara, yaitu:
1) Konfrontasi Berhadapan. Suatu masalah dapat dikaji dari fenomena yang
terjadi. Fenomena prestasi belajar siswa yang rendah misalnya,
menyimpan sejumlah masalah yang melekat pada strategi belajar
mengajar yang digunakan atau pada motivasi belajar siswa.
2) Monitoring Pencegahan. Setiap keputusan yang diambil selalu
mengandung risiko. Suatu masalah dapat muncul dari risiko ini.
3) Gangguan Eksternal. Masalah dapat ditemukan dari adanya reaksi
eksternal terhadap keputusan terdahulu yang telah diambil.
4) Pencarian Acak. Bila tidak ada masalah yang dapat ditemukan oleh cara
lain, kita mencarinya. Pencarian seperti itu biasanya diprediksi pada
proposisi bahwa "tidak ada yang sempurna".
9
Jenis-jenis Keputusan Jenis-jenis keputusan diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu
keputusan yang direncanakan/diprogram dan keputusan yang tidak
direncanakan/tidak terprogram.
Keputusan yang Diprogram Keputusan yang diprogram merupakan keputusan yang bersifat rutin
dan dilakukan secara berulang-ulang sehingga dapat dikembangkan suatu
prosedur tertentu. Keputusan yang diprogram terjadi jika permasalahan
terstruktur dengan baik dan orang-orang tahu bagaimana mencapainya.
Permasalahan ini umumnya agak sederhana dan solusinya relatif mudah. Di
perguruan tinggi keputusan yang diprogram misalnya keputusan tentang
pembimbingan KRS, penyelenggaraan Ujian Akhir Semester, pelaksanaan
wisuda, dan lain sebagainya (Gitosudarmo, 1997).
Keputusan yang Tidak Diprogram Keputusan yang tidak diprogram adalah keputusan baru, tidak
terstrutur dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya. Tidak dapat
dikembangkan prosedur tertentu untuk menangani suatu masalah, apakah
karena permasalahannya belum pernah terjadi atau karena permasalahannya
sangat kompleks dan penting. Keputusan yang tidak diprogram dan tidak
terstruktur dengan baik, apakah karena kondisi saat itu tidak jelas, metode
untuk mencapai hasil yang diingankan tidak diketahui, atau adanya
ketidaksamaan tentang hasil yang diinginkan (Wijono, 1999).
Keputusan yang tidak diprogram memerlukan penanganan yang
khusus dan proses pemecahan masalah dengan intuisi dan kreatifitas.
Tehnik pengambilan keputusan kelompok biasanya dilakukan untuk
keputusan yang tidak diprogram. Hal ini disebabkan oleh karena keputusan
yang tidak diprogram biasanya bersifat unik dan kompleks, dan tanpa
kriteria yang jelas, dan umumnya dilingkari oleh kontroversi dan manuver
politik (Wijono, 1999). Gillies (1996), menyebutkan bahwa keputusan yang
tidak diprogram adalah keputusan kreatif yang tidak tersusun, bersifat baru,
dan dibuat untuk menangani suatu situasi dimana strategi/prosedur yang
ditetapkan belum dikembangkan.
10
Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan antara
lain meliputi:
1) Fisik
Didasarkan pada rasa yang alami pada tubuh, seperti rasa tidak nyaman,
atau kenikmatan. Ada kecenderungan menghindari tingkah laku yang
menimbulkan rasa tidak senang, sebaliknya memilih tingkah laku yang
memberikan kesenangan.
2) Emosional
Didasarkan pada perasaan atau sikap. Orang akan bereaksi pada suatu
situasi secara subjektif.
3) Rasional
Didasarkan pada pengetahuan orang-orang mendapatkan informasi,
memahami situasi dan berbagai konsekuensinya.
4) Praktikal
Didasarkan pada keterampilan individual dan kemampuan
melaksanakan. Seseorang akan menilai potensi diri dan kepercayaan
dirinya melalui kemampuanya dalam bertindak.
5) Interpersonal
Didasarkan pada pengaruh jaringan sosial yang ada. Hubungan antar
satu orang keorang lainnya dapat mempengaruhi tindakan individual.
6) Struktural
Didasarkan pada lingkup sosial, ekonomi dan politik. Lingkungan
mungkin memberikan hasil yang mendukung atau mengkritik suatu
tingkah laku tertentu.
Situasi dan Kondisi dalam Pengambilan Keputusan
Keputusan dalam Ketidakpastian (uncertainty) Pengambilan keputusan dalam ketidakpastian menunjukkan suasana
keputusan dimana probabilitas hasil-hasil potensial tidak diketahui (tak
diperkirakan). Dalam suasana ketidakpastian pengambil keputusan sadar
akan hasil-hasil alternatif dalam bermacam-macam peristiwa, namun
pengambil keputusan tidak dapat menetapkan probabilitas peristiwa.
11
Keputusan dalam Situasi Risk (probability) Tahap-tahap: Diawali dengan mengidentifikasikan bermacam-macam
tindakan yang tersedia dan layak; Peristiwa-peristiwa yang mungkin dan
probabilitas terjadinya harus dapat diduga dan Pay off untuk suatu tindakan
dan peristiwa tertentu ditentukan.
Keputusan dalam Suasana Konflik (game theory) Adalah memusatkan analisis keputusan dalam suasana konflik dimana
pengambil keputusan menghadapi berbagai peristiwa yang aktif untuk
bersaing dengan pengambil keputusan lainnya, yang rasional, tanggap dan
bertujuan memenangkan persaingan/kompetisi.
Riset Operasi dalam Pengambilan Keputusan Riset operasi berusaha menetapkan arah tindakan terbaik (optimum)
dari sebuah masalah keputusan dibawah pembatasan sumber daya yang
terbatas. Istilah riset operasi sering kali diasosiasikan secara eksklusif dengan
penggunaan teknik-teknik matematis untuk membuat model dan
menganalisi masalah keputusan. Walaupun matematika dan model
matematis merupakan inti dari riset operasi, pemecahan masalah tidaklah
hanya sekedar pengembangan dan pemecahan model-model matematis.
Secara spesifik, masalah keputusan biasanya mencakup factor-faktor penting
yang tidak berwujud dan tidak dapat diterjemahkan secara langsung dalam
bentuk model matematis.
Sebuah ilustrasi yang baik dari kasus di atas adalah salah satu versi
dari masalah elevator yang dikenal luas. Sebagai tanggapan terhadap
keluhan para penghuni tentang lambatnya elevator disebuah bangunan
perkantoran yang besar, sebuah pemecahan yang didasari oleh analisis teori
jalur antrian ditemukan tidak memuaskan. Setelah mempelajari sistem
tersebut lebih lanjut, ditemukan bahwa keluhan para penghuni tersebut lebih
disebabkan oleh kebosanan, karena pada kenyataannya, waktu menunggu
sangat singkat. Sebuah pemecahan diajukan dimana sebuah cermin panjang
dipasang ditempat masuk elevator. Keluhan menghilang karena para
pengguna elevator asik memandangi diri mereka sendiri dan orang lain
sambil menunggu elevator.
Ilustrasi elevator ini menggarisbawahi pentingnya memandang aspek
matematis dari riset operasi dalam konteks yang lebih luas dari sebuah
12
proses pengambilan keputusan yang unsur-unsurnya tidak dapat diwakili
sepenuhnya oleh sebuah model matematis. Sebagai sebuah teknik
pemecahan masalah, riset operasi harus dipandang sebagai ilmu dan seni.
Aspek ilmu terletak dalam penyediaan teknik-teknik matematis dan
algoritma untuk memecahkan masalah keputusan yang tepat. Riset operasi
adalah sebuah seni karena keberhasilan dalam semua tahap yang
mendahului dan melanjuti pemecahan dari sebuah model matematis
sebagian besar bergantung pada kreativitras dan kemampuan pribadi dari
mereka yang menganalisis pengambilan keputusan.
Elemen-Elemen Dasar Pengambilan Keputusan Menetapkan Tujuan
Pengambilan keputusan harus memiliki tujuan yang akan
mengarahkan tujuannya, apakah spesifik dapat diukur hasilnya ataupun
sasaran bersifat umum. Tanpa penetapan tujuan, pengambil keputusan tidak
bisa menilai alternatif atau memilih suatu tindakan. Keputusan pada tingkat
individu, tujuan ditentukan oleh masing-masing orang sesuai dengan sistem
nilai seseorang. Pada tingkat kelompok dan organisasi, tujuan ditentukan
oleh pusat kekuasaan melalui diskusi kelompok, konsensus bersama,
pembentukan kualisi dan berbagai macam proses yang mempengaruhi.
Ditambahkan oleh Wijono, bahwa tujuan harus dibagi menurut pentingnya,
ada tujuan yang bersifat harus atau tidak bisa ditawar, dan ada tujuan yang
bersifat keinginan, yang mana masih bisa ditawar.
Mengidentifikasi Permasalahan Proses pengambilan keputusan umumnya dimulai setelah
permasalahan diidentifikasi. Permasalahan merupakan kondisi dimana
adanya ketidaksamaan antara kenyataan yang terjadi dengan apa yang
diharapkan. Permasalahan dalam organisasi dapat berupa rendahnya
produktivitas, adanya konflik disfungsional, biaya operasional yang terlalu
tinggi, pelayanan tidak memuaskan klien, dan lain-lain. Pengambilan
keputusan yang efektif memerlukan adanya identifikasi yang tepat atas
penyebab permasalahan. Jika penyebab timbulnya permasalahan tidak dapat
diidentifikasi dengan tepat, maka permasalahannya yang ada tidak dapat
diselesaikan dengan baik. Ada tiga kesalahan yang sering terjadi dalam
mengidentifikasi permasalahan, yaitu mengabaikan permasalahan yang ada,
13
pemusatan perhatian pada gejala dan bukan pada penybab permasalahan
yang sebenarnya, serta melindungi diri karena informasi dianggap
mengancan harga diri.
Mengembangkan Sejumlah Alternatif Setelah permasalahan diidentifikasi, kemudian dikembangkan
serangkaian alternatif untuk menyelesaikan permasalahan. Organisasi harus
mengkaji berbagai informasi baik intern maupun ekstern untuk
mengembangkan serangkaian alternatif yang diharapkan dapat
memecahkan permasalahan yang terjadi. Pengembangan sejumlah alternatif
memungkinkan seseorang menolak untuk membuat keputusan yang terlalu
cepat dan membuat lebih mungkin pencapaian keputusan yang efektif.
Proses pengambilan keputusan yang rasional mengharuskan pengambil
keputusan untuk mengkaji semua alternatif pemecahan masalah yang
potensial. Akan tetapi dalam kenyataannya seringkali terjadi bahwa proses
pencarian alternatif pemecahan masalah seringkali terbatas.
Penilaian dan Pemilihan Alternatif Setelah berbagai alternatif diidentifikasi, kemudian dilakukan evaluasi
terhadap masing-masing alternatif yang telah dikembangkan dan dipilih
sebuah alternatif yang terbaik. Alternatif-alternatif tindakan
dipertimbangkan berkaitan dengan tujuan yang ditentukan, apakah dapat
memenuhi keharusan atau keinginan. Alternatif yang terbaik adalah dalam
hubungannya dengan sasaran atau tujuan yang hendak dicapai. Bidang ilmu
statistik dan riset operasi merupakan model yang baik untuk menilai
berbagai alternatif yang telah dikembangkan.
Melaksanakan Keputusan Jika salah satu dari alternatif yang terbaik telah dipilih, maka
keputusan tersebut kemudian harus diterapkan. Sekalipun langkah ini sudah
jelas, akan tetapi sering kali keputusan yang baik sekalipun mengalami
kegagalan karena tidak diterapkan dengan benar. Keberhasilan penerapan
keputusan yang diambil oleh pimpinan bukan semata-mata tanggung jawab
dari pimpinan akan tetapi komitmen dari bawahan untuk melaksanakannya
juga memegang peranan yang penting (Gillies, 1996; Gitosudarmo, 1997).
Dalam mengevaluasi dan memilih alternatif suatu keputusan seharusnya
14
juga mempertimbangkan kemungkinan penerapan dari keputusan tersebut.
Betapapun baiknya suatu keputusan apabila keputusan tersebut sulit
diterapkan maka keputusan itu tidak ada artinya. Pengambil keputusan
membuat keputusan berkaitan dengan tujuan yang ideal dan hanya sedikit
mempertimbangkan penerapan operasionalnya (Gitosudarmo, 1997).
Evaluasi dan Pengendalian Setelah keputusan diterapkan, pengambil keputusan tidak dapat begitu saja
menganggap bahwa hasil yang diinginkan akan tercapai. Mekanisme sistem
pengendalian dan evaluasi perlu dilakukan agar apa yang diharapkan dari
keputusan tersebut dapat terealisir. Penilaian didasarkan atas sasaran dan
tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan yang bersifat khusus dan mudah
diukur dapat mempercepat pimpinan untuk menilai keberhasilan keputusan
tersebut. Jika keputusan tersebut kurang berhasil, dimana permasalahan
masih ada, maka pengambil keputusan perlu untuk mengambil keputusan
kembali atau melakukan tindakan koreksi. Masing-masing tahap dari proses
pengambilan keputusan perlu dipertimbangkan dengan hati-hati, termasuk
dalam penetapan sasaran tujuan (Wijono, 1999; Gitosudarmo, 1997).
Referensi: Atmosudirdjo, S. Prajudi. 1971. Beberapa Pandangan Umum Tentang Pengambilan
Keputusan. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Bustani, Henry. 2005. Fundamental Operation Research, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Dermawan, Rizky. 2004. Pengambilan Keputusan Landasan Filosofis, Konsep, dan Aplikasi.
Bandung: Alfabeta.
Dunn, William N. 1994. Public Policy Analysis: An Introduction, 2nd ed.., Englewood Cliffs,
New Jersey: Prentice-Hall.
Gillies, D., 1996. Manajemen Keperawatan, Suatu Pendekatan Sistem. Terjemahan, Bandung:
Transito.
Gitosudarmo, 1997. Perilaku Organisasi, Yogyakarta: BPFE.
Handoko, T. Hani. 1984. Manajemen. Yogyakarta: BPFE.
Hasibuan, Malayu S.P. 1986. Manajemen: Dasar, Pengertian dan Masalah, Jakarta: Gunung
Agung.
Jogiyanto. 2003. Sistem Teknologi Informasi. Yogyakarta: Andi.
McLeod, Raymond. (1995). Management Information System. Science research Associates
Inc..
Patton, Carl V. & David S. Sawicki. 1986. Basic Methods of Policy Analysis and Planning.
Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall.
15
Siagian, S.P. 1980, Sistem Informasi Untuk Pengambilan Keputusan, Jakarta: Gunung
Agung.
Siringoringo, Hotniar. 2005. Riset Operasional Seri Pemrograman Linear. Yogyakarta: Graha
Ilmu,.
Supranto, Johanes. 1998. Teknik Pengambilan Keputusan. Jakarta: Rineka Cipta.
Suwatno, Djoko Pitoyo, dan Rasto, 2002. Manajemen Modern: Teori dan Aplikasi. Bandung:
Zafira.
Ukas, Maman. 2004. Manajemen: Konsep, Prinsip, dan Aplikasi. Bandung: Agni.
Wijono, Djoko. 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Surabaya: Airlangga.
Siapapun dan apapun profesinya kerap berada dalam posisi untuk
mengambil keputusan. Setiap dihadapkan pada pilihan dalam pengambilan
keputusan, yang bersangkutan pasti mempertimbangkan pilihan mana yang
diangggapnya paling cocok. Pertimbangan yang dipakai sebagai bahan
pengambilan keputusan sangat mungkin bervariasi sesuai dengan situasi
dan kondisi yang dihadapi. Berbagai kondisi yang mempengaruhi terjadinya
varian opsi lazim disebut sebagai faktor pemicu keputusan.
Faktor pemicu keputusan bisa bersifat positif atau justru cenderung
negatif dan memperlambat proses pengambilan keputusan itu sendiri.
Karenanya pemahaman tentang adanya faktor pemicu tersebut sangatlah
diperlukan. Bermutu tidaknya keputusan yang diambil sangat tergantung
pada seni memainkan pemicu yang bisa datang dari sisi internal maupun
eksternal. Keputusan yang menghasilkan keuntungan karena efektif akan
memunculkan kepuasan dan energi baru untuk mengambil keputusan
berikutnya. Sebaliknya keputusan yang tidak efektif dan mendatangkan
kerugian akan mengakibatkan kekecewaan dan penurunan semangat serta
keberanian untuk mengambil keputusan berikutnya.
Kepuasan dan kekecewaan akibat pengambilan keputusan akan silih
berganti menyertai kehidupan seseorang. Persoalannya, bagaimana
menyikapi kegagalan dan kesuksesan yang diakibatkan oleh proses
pengambilan keputusan. Setiap keputusan dan tindakan selalu mengandung
risiko bahkan tidak melakukan apa-apa pun itu sebuah keputusan, yang juga
berisiko. Kata kuncinya: setiap keputusan yang diambil harus disikapi secara
proporsional.
17
Pola Pengambilan Keputusan Kecenderungan yang sering terjadi yaitu seseorang mengambil
keputusan senantiasa memilih risiko yang paling kecil. Jika dihadapkan
pada risiko besar, maka terjadilah penundaan keputusan atau bahkan
pembatalan. Pola pengambilan yang demikian sering disebut pola risk avert.
Kebanyakan dari penganut pola ini adalah para dosen, ilmuwan, profesional
termasuk juga mahasiswa. Keputusannya linier dengan kapasitas dan
kapabilitasnya. Segala sesuatu yang akan dilakukan selalu dihadapkan
dengan teori yang rumit dan menyeramkan. Berbagai pertimbangan
dihadirkan guna memastikan keamanan tindakannya dan tidak jarang malah
membatalkannya.
Disisi lain, terdapat kecenderungan yang dilakukan para entrepreneur.
Dimana pola pengambilan keputusannya lebih didasarkan pada kecepatan
berpikir. Mereka beranggapan pikiran akan mengganggu produktifitas
keputusan. Peluang akan datang secara cepat maka memutuskan sesuatu
pun harus cepat. Kesalahan pengambilan keputusan akan terreduksi dengan
sendirinya oleh keputusan-keputusan berikutnya. Nilai lebih akan didapat
oleh seseorang yang berani berpikir lateral atau acak. Jatuh bangun akibat
pengambilan keputusannya yang salah-benar kemudian salah-salah dan
benar merupakan guru yang jujur mengajarkan kedewasaan sesungguhnya.
Pola pengambilan keputusan yang demikian sering disebut sebagai pola risk
challenge/taker.
Pola yang mengkompromikan dua kubu ini disebut dengan seni
kombinasi risiko. Pengikut dan pengguna pola kombinasi ini melihat
keduanya mengandung kebenaran dan tidak perlu didikotomikan. Mereka
membagi pengambilan keputusan menjadi dua berdasarkan strategisitasnya.
Pertama keputusan yang amat strategis dan berimplikasi jangkan panjang
dan yang kedua keputusan prosedural yang cenderung teknis. Jika
seseorang dihadapkan pada keputusan besar dan strategis maka haruslah
menggunakan analisis dan pertimbangan yang komprehensif. Sebaliknya
jika sedang berhadapan dengan hal-hal yang prosedural dan teknis, maka di
sinilah kesempatan bereksperimen untuk berpikir cepat dan memutuskan
cepat.
Secara sepintas sepertinya kita telah melakukan hal-hal tersebut dalam
keseharian. Yang barangkali tidak disadari apakah setiap keputusan yang
kita ambil itu didasari atas tingkat strategisitasnya. Itulah sebabnya sukses
18
seseorang dalam karir bisnis tidak didasarkan pada kepandaiannya belaka
melainkan seni keputusannya. Mengapa seni karena penjelasan secara ilmiah
dari teori pengambilan keputusan ini masih debatabel. Yang pasti pola
pengambilan keputusan seseorang sangat variatif sesuai situasi dan
kondisinya masing-masing dengan sub-sub-pola yang dikehendakinya.
Keputusan dan Akibat yang Ditimbulkannya Dalam seni pengambilan keputusan dikenal adanya hukum
keseimbangan. Untuk mendapatkan keuntungan besar maka resiko yang
ditangung juga besar, demikian juga sebaliknya. Tidak masuk akal jika
mengambil keputusan dengan memilih resiko kecil berharap meraih
keuntungan besar. Demikian juga sebaliknya jika sudah berhati-hati dan
penuh pertimbangan memilih resiko kecil tiba-tiba harus menanggung
kerugian besar. Hal ini juga tidak masuk akal, maka sering kita sebut sebagai
kecelakaan hidup dan bukan kesalahan pengambilan keputusan. Hukum
keseimbangan tidak mengakomodasi kejadian jangka pendek. Dia dengan
dinamikanya mempertemukan keberanian pengambilan keputusan dengan
intensitas keputusan itu diambil. Seseorang yang memutuskan dan
mendapat resiko yang tidak masuk akal akan terakumulasi menjadi
semacam investasi positipf yang hasilnya akan dia tuai pada pengambilan
keputusan yang kesekian kali.
Persoalan yang terjadi adalah bagaimana memahami hukum
keseimbangan dan mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Keputusan yang terjadi tidak cukup disesali jika terjadi kesalahan dan
kerugian melainkan dikoreksi dan dievaluasi untuk keputusan berikutnya.
Sulit diteorikan tetapi mudah jika diterapkan. Fenomena menunjukkan
banyak pengusaha sukses dari kebijakan dan keputusannya, profesional
sukses dengan penentuan prioritasnya dan mahasiswa berhasil dengan seni
belajar dan pengambilan keputusannya. Prediksi banyak dimiliki oleh para
ilmuwan pelaksana prediksi oleh orang-orang cerdik dan sekaligus
merekalah yang menikmati hasil dengan mengandalkan nyali dan seni
berkeputusan.
Ketidakilmiahan dan kecenderungan untuk gambling sebagaimana
yang sering dilontarkan para perfeksionis atas pola risk-challenge memang
tidak bisa dielakkan. Namun di sisi lain adanya faktor X dalam proses
pengambilan keputusan juga sayang jika dinafikkan. Banyak keberhasilan
19
yang proses pengambilan keputusannya melalui intuisi dan feeling tentu
tidak bisa dijelaskan secara ilmiah. Logika dan penalaran kadang tidak bisa
menjangkau dari apa yang sedang dihadapi tetapi dengan percara bahwa
ada faktor X toh akhirnya ada jalan keluar dari persoalan yang mungkin
absurd. Banyak pihak mungkin beranggapan itu terjadi tapi tidak logis,
tetapi alam dengan pola dan logikanya sendiri yang akan menjelaskan.
Akibat yang ditimbulkan dari pengambilan keputusan dan dirasa tidak
mengenakkan, orang menyebutnya sebagai masalah. Dalam konteks seni
dan manejemen pengambilan keputusan hal tersebut belum atau bahkan
tidak dikategorikan sebagai masalah melainkan fakta. Mereka kurang akrab
dengan idiom: masalah, kegagalan, kerugian dan semacamnya yang
berkonotasi negatif. Masalah diredifinisikan sebagai: kesenjangan antara
yang seharusnya dengan yang senyatanya. Gagal diberi nama lain dengan
berhenti mencoba dan kerugian dijelaskan dengan istilah investasi atau
paling tidak biaya sekolah pengambilan keputusan. Secara bergura seorang
entrepreneur mengatakan: kalau orang tahu pentingnya mengambil
keputusan maka dia akan mencari sekolah yang membuka prodi
Pengambilan Keputusan.
Pilihan yang Tersedia dalam Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan adalah gabungan antara mengumpulkan
informasi dengan menyikapi informasi itu sendiri. Banyak cara seseorang
mengumpulkan informasi. Banyak model dan varian calon pengambil
keputusan menyikapai informasi. Dalam kerangka memilah dan memilih
informasi yang bisa dijadikan alat pengambilan keputusan biasanya mereka
membatasinya dengan kriteria. Informasi yang biasa dikategorikan bermutu
jika: akurat, valid, tepat waktu dan mengandung nilai tambah. Demikian
seterusnya secara berjenjang informasi mana yang dikategorikan sebagai
tidak bermutu, kurang bermutu, bermutu, dan sangat bermutu bergantung
pemakai itu sendiri.
Dalam rangka pengambilan keputusan, penyikapan informasi oleh
tiap-tiap orang sangatlah berbeda bergantung persepsi dan kepentingan
terhadap sesuatu yang akan diputuskannya itu. Seseorang bisa jadi menilai
penting sebuah informasi tetapi orang lain mungkin beranggapan
sebaliknya. Suatu informasi yang bisa dijadikan sebagai potensi peluang
tidak akan berujud bila ditangkap oleh orang yang memang tidak senang
20
tantangan. Tantangan datang tiap saat disikapi sebagai monster yang
menakutkan. Beda halnya jika seseorang yang senang tantangan, informasi
sekecil apa pun bisa dikembangkan menjadi potensi nilai tambah. Pilihan-
pilihan informasi selalu muncul ke permukaan dengan dua wajah dasar;
menakutkan dan menggairahkan sesuai dengan persepsi orang. Tentu saja di
antara batas ekstrim itu terdapat sikap-sikap moderat, ragu, berani tapi agak
cemas dan semacamnya.
Jumlah pilihan yang tersedia dalam proses pengambilan keputusan
sebanyak persepsi seseorang yang dipermutasikan dengan jumlah pemetaan
kadar informasi saat itu. Seseorang memutuskan untuk melakukan kegiatan;
misalnya jual-beli, akan tersedia opsi; harga, sistem pembayaran, mutu
layanan, tingkat kepentingan produk, dan lain-lain. Bisa salah satu unsur,
dua atau tiga sekaligus yang menjadi pemicu keputusan. Mahasisiwa
memilih mata kuliah pilihan akan cenderung mendasarkan pada kedekatan
dengan mata kuliah inti yang telah diambilnya. Penetapan profesi,
pekerjaan, pemilihan teman hidup, afiliasi partai tertentu dan lain
sebagainya senantiasa tersedia opsi yang bisa dengan cepat ditetapkan atau
sebaliknya justru menjadi bingung karena banyaknya pilihan.
Secara ringkas bisa dikatakan bahwa pilihan pengambilan keputusan
bisa dilakukan secara bebas tanpa memperhitungkan risiko sekalipun. Tentu
saja dengan catatan kita tidak bisa memilih akibatnya. Artinya, silakan
memilih apapun tapi tidak bisa memilih akibat dari pilihan tersebut, begitu
kata mereka yang telah sukses. Karenanya hal-hal berikut ini bisa dijadikan
sebagai acuan dalam seni mengambil keputusan:
Memutuskan sesuatu memang berisiko tapi tidak memutuskan lebih
berisiko
Informasi yang bermutu diikuti penyikapan positip berbuah nilai tambah
Lebih baik memutuskan sesuatu dan gagal daripada gagal memutuskan
Pengambilan keputusan menyangkut, pengetahuan, ketrampilan dan seni
tapi senilah yang menjadi panglima
Seni pengambilan keputusan bisa menjadi cabang ilmu di masa mendatang
Sebagai acuan tentu saja tidak mutlak bisa diterapkan secara instan,
tetapi sekurang-kurangnya bisa dijadikan referensi jika memang senang
menantang dalam pengambilan keputusannnya.
21
Optimalisasi Pengambilan Keputusan Keberanian seseorang di level manapun dalam mengambil keputusan
kiranya telah menjadi tuntutan dewasa ini. Budaya minta nasihat, petunjuk
dan pertimbangan atasan dan teman sejawat sudah saatnya ditinggalkan.
Seorang profesional dibayar mahal bukan karena kerjanya rajin tetapi
keberaniannya mengambil putusan dan mempertanggungjawabkannya.
Manajemen puncak diringankan dan bawahan secara gradual mendapat
ketrampilan memutuskan dengan gerakan bottom-up & top-down yang
sekarang telah dilakukan. Sistem perkulihaan yang menempatkan
mahasiswa sebagai subjek didik merupakan langkah maju dalam
meningkatkan proses keberanian. Karena keberanianlah keputusan lateral
bisa diambil, karena keberanianlah karya-karya monumental bisa terwujud.
Dosen-dosen muda potensial didorong untuk berani tampil mengelola
pekerjaan strategis yang sebelum-sebelumnya tabu dilakukan karena para
senior takut terjadi kesalahan yang fatal.
Para pakar merumuskan dalam empat tingkatan pengambilan
keputusan yang bisa dijabarkan dalam sub-sub level berikutnya.
1. Sensing-Thinking Decision; keputusan yang diambil secara amat hati-hati.
Tingkat kesalahan dengan model ini relatif kecil. Waktu yang digunakan
lebih lama karena mempertimbangkan banyak hal. Jika terbiasa dengan
cara ini tidak akan ada lompatan pencapain. Semua berjalan secara linier
dan evolutif. Tentu ini tidak salah karena piihan mudah dan aman serta
selamat sampai tujuan. Cara pengambilan keputusan ini memadukan
antara mengamati dan mengindera informasi dan memastikan secara
benar serta mengerahkan piker untuk memutuskannya.
2. Sensing-Feeling Decision; keputusan diambil dengan memadukan
pengamatan, penginderaan dengan perasaan. Risiko yang muncul lebih
besar karena melibatkan perasaan yang bisa saja salah tafsir. Kecepatan
keputusan bisa dihandalkan dan terkadang mengejutkan. Berbeda
dengan cara pengambilan putusan sebelumnya, cara ini bisa sebagai
pemecah kebekuan jika saatnya tepat. Kepekaan rasa memungkinkan
dilatihkan untuk keputusan-keputusan sederhana dan secara bertahap
bisa ditingkatkan. Pada keputusan kedua, ketiga dan seterusnya akan
terasa lebih enjoi dan tanpa was-was lagi.
3. Thinking-Intuiting Dicision; pengambilan keputusan dengan
pengumpulan informasi secara intuisi dan menyikapinya dengan
22
mengandalkan pikir. Data dari intuisi tentu tidak seakurat sensing.
Berpikir keras dari informasi sepotong-sepotong dalam rangka
memperkecil risiko. Kecepatan keputusan tidak secepat pada penyikapan
feeling namun penangkapan informasi menjadi peluang bisa
dihandalkan. Kebanyakan para pengambil keputusan dengan cara ini
adalah para intrapreneur yang beranjak ke self-employee.
4. Feeling-Intuiting Dicision; pengambilan keputusan ini sangat berrisiko
tinggi. Hasil keputusan bisa cepat dengan hasil menakjubkan namun
sebaliknya bisa fatal dan mencelakakan jika salah. Para spekulan
menyenangi proses pengambilan keputusan dengan cara ini.
Entrepreneur perlu merenung untuk melaksanakan keputusan model ini.
Para pemimpin besar biasa menempuh cara ini saat keputusan cepatnya
ditunggu pengikutnya.
Keempat tingkatan proses pengambilan keputusan tersebut tidak harus
dimaknai secara hitam putih. Pada kenyataannya selalu ada proses saling
mempengaruhi antar unsur pendukung. Tidak ada seorangpun yang secara
sengaja mengambil putusan tanpa memperhitungkan risiko. Jika ada yang
mencoba menggunakan cara Feeling-Intuiting secara penuh hampir selalu
dilakukan pada keputusan yang tidak berrisiko besar. Demikian sebaliknya
jika selama ini banyak ilmuwan dengan pendekatan serba kuantitatif dipadu
model Sensing-Thinking biasanya untuk sebuah keputusan yang berrisiko
amat besar.
Idealnya, segala pengambilan keputusan sebaiknya didasarkan pada
informasi dengan segala tingkatan urgensinya, ilmu yang melatarbelakangi,
intuisi yang senantiasa diasah serta inisiatif untuk memutuskannya; dengan
mengkombinasikan secara cermat sesuai dengan situasi dan kepekaan yang
dimiliki.
Referensi: Amar, Bhide. March-April 1990. How Entrepreneur Craft Strategic that Work, Reprint 94202,
Harvard Business Review.
Handy, Charles. 1994. The Empty Raincoat; USA printing under title The Age of Paradox.
Harvard Business School Press.
Pinson, Linda & Jerry Jinnett. 2006. Steps to Small Business Start Up. Paperback. 6th edition,
Kaplan Publishing.
Abeng, Tantri. 1997. Manejemen dalam Perspektif. Yogyakarta : LMP2M AMP-YKPN.
Purwanto, M. Kalis. 2009. Bahan Kuliah Pengetahuan Bisnis. Yogyakarta: AMIKOM.