27

DAFTAR KONSTRIBUTOR - Unsyiah

  • Upload
    others

  • View
    15

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: DAFTAR KONSTRIBUTOR - Unsyiah
Page 2: DAFTAR KONSTRIBUTOR - Unsyiah
Page 3: DAFTAR KONSTRIBUTOR - Unsyiah

DAFTAR KONSTRIBUTOR

Adi Koesoema AmanDepartemen Patologi Klinik FK USU/ RSUP H. Adam Malik MedanFakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan

BuchariBagian/ SMF Patologi Klinik FK Unsyiah/ RSU dr. Zainoel Abidin Banda AcehFakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh

Donny KostradiFakultas Kedokteran Universitas Jambi

Ellyza NasrulBagian/ SMF Patologi Klinik FK Unand / RS Dr.M. Djamil PadangFakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang

FatmawatiBagian/ SMF Patologi Klinik FK Universitas Riau/RSUD Arifin Ahmad PekanbaruFakultas Kedokteran Universitas Riau, Pekanbaru

Francisca Srioetami TanoerahardjoFakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung

FridayentiBagian Patologi Klinik FKUR/ RSUD Arifin AchmadFakultas Kedokteran Universitas Riau, Pekan Baru

Hendra ZufryDivisi Endikronologi, Metabolik dan Diabetes, Bagian/ SMF Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala / RSU dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Herman HarimanDepartemen Patologi Klinik FK USU/ RSUP H. Adam Malik MedanFakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan

Page 4: DAFTAR KONSTRIBUTOR - Unsyiah

Ida AdayantiUnit Transfusi Darah RSUP H. Adam Malik Medan

Maimun SyukriDivisi Ginjal dan Hipertensi, Bagian/ SMF Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala / RSU dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Muhammad RidwanBagian/ SMF Kardiologi RSU dr. Zainoel Abidin Banda AcehFakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala / RSU dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

NurleilyLaboratorium Patologi Klinik RSUD.dr.Zubir Mahmud

Ratna Akbari GanieDepartemen Patologi Klinik FK USU/ RSUP H. Adam Malik MedanFakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan

Ricke LoesnihariDepartemen Patologi Klinik FK USU/ RSUP H. Adam Malik MedanFakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan

Ridwan IbrahimInstalasi Laboratorium Patologi Klinik RSUD Meuraxa Kota Banda Aceh

RikarniRSUP Dr M Djamil Padang Fakultas Kedokteran UNAND

Rismawati YaswirFakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang/RSUP Dr. M. Djamil Padang

Vivi Keumala MutiawatiBagian/ SMF Ilmu Patologi KlinikFakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala / RSU dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Zulfikar LubisDepartemen Patologi Klinik FK USU/ RSUP H. Adam Malik MedanFakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan

Page 5: DAFTAR KONSTRIBUTOR - Unsyiah
Page 6: DAFTAR KONSTRIBUTOR - Unsyiah
Page 7: DAFTAR KONSTRIBUTOR - Unsyiah

xi

JADWAL ACARA

Jam Pembicara

08.00-08.30 Registrasi Peserta

08.30-08.35 Protokol

08.35-08.45 Pembacaan Ayat Suci Al-

Qur‘an

08.45-08.50 Laporan dari Ketua Panitia

PBPK SUMBAGUT IV

08.50-08.55 Sambutan dari Dekan

Fakultas Kedokteran

Unsyiah

08.55-09.00 Sambutan dari Ketua IDI

Wilayah Aceh

09.00-09.10 Sambutan dan Pembukaan

oleh Ketua Umum PDS

PatKLin

09.10-09.40 Plenary Lecture : Manajemen

Sepsis

09.40-10.00 Coffee Break

SYMPOSIUM 1 CARDIOLOGI

10.00-10.15 Diagnosis dan Management

Ischemic Heart Disease

Using Cardiac Marker in

Emergency Departement

Muhammad Ridwan, dr.,

MAappSc, SpJP-FIHA

10.15-10.30 Laboratory Aspect of the

Acute Coronary Syndrome

From Basic To New Insight

Prof. Rismawati Yaswir,

dr., SpPK(K)

10.30-10.45 Peranan NT Pro-BNP pada

Gagal Jantung

Fatmawati, dr., SpPK

10.45-11.00 Diskusi

Kamis, 21 Mei 2015

Page 8: DAFTAR KONSTRIBUTOR - Unsyiah

xii

Symposium 2 Nefrologi

11.00-11.15 Penanganan Penyakit Ginjal

Kronik

Dr. Maimun Syukri, dr.,

SpPD-KGH

11.15-11.30 Skrining, Diagnostik dan

Konfirmasi pada Gangguan

Ginjal

Donny Kostradi, dr.,

M.Kes., SpPK

11.30-11.45 Gangguan Gas dan Elektrolit

Darah pada Gangguan Ginjal

Akut

Prof. Burhanuddin

Nasution , dr., SpPK(KN)

11.45-12.00 Diskusi

12.00-13.00 Lunch Symposia : Urine

Flow Cytometri

13.00-13.30 Ishoma

Symposium 3 Mikrobiologi

13.30-13.45 Biomolekuler Tuberkulosis

dan Kepentingannya dalam

Klinis

Dr. Francisca Srioetami

Tanoerahardjo, dr., SpPK

13.45-14.00 Skrining, Diagnostik, dan

Konfirmasi pada Penyakit

Tuberkulosis

Ricke Loesnihari, dr.,

SpPK(K), M.Ked

(ClinPath)

14.00-14.15 Up Date Stainning in

Microbiology

Trisunu Ruruh Wibowo,

dr., SpPK

14.15-14.30 Diskusi

Symposium 4 Imunologi

14.30-14.45 Peran Laboratorium dalam

Meningkatkan Kualitas

Diagnosa

Prof. Dr. Ratna Akbari

Ganie, dr., SpPK-KH

14.45-15.00 Marker Pada Tiroid Otoimun Fridayenti,dr., SpPK

15.00-15.15 Current Concept in

Management of Autoimmune

Thyroid Disease : Focus on

Grave‘s Disease

Hendra Zufry, dr., SpPD-

KEMD

15.15-15.30 Diskusi

15.30-15.45 Coffee Break

15.45-16.00 Ishoma

Page 9: DAFTAR KONSTRIBUTOR - Unsyiah

xiii

Jam Pembicara

Symposium 5 Hematologi

08.30-08.45 Diagnostic Laboratory

Approach of Acute Myeloid

Leukemia in WHO 2008

Classification

Prof. Adi Koesoema

Aman, dr., SpPK-

KH

08.45-09.00 Laboratory Tests For the

Antiphospholipid Syndrome

Dr. Rikarni, dr.,

SpPK

09.00-09.15 Aspek Laboratorium

Pansitopenia

Buchari, dr., SpPK

09.15-09.30 Diskusi

09.30-09.45 Coffee Break

Symposium 6 Hemostasis

09.45-10.00 Overview of Hemostatis Prof. Herman

Hariman, dr., SpPK-

KH., PhD

10.00-10.15 Kegawatdaruratan

Hemostasis di Bagian

Obstetri

Cut Meurah Yeni,

dr., SpOG(K)

10.15-10.30 Deep Vein

Thrombosis/DVT

Vivi Keumala

Mutiawati, dr.,

SpPK., M.Kes

10.30-10.45 Diskusi

10.45-11.15 Lunch Symposia :

Tacrolimus in Kidney

Transplantation

11.30-13.30 Shalat Jumat/Ishoma

Symposium 7 Bank Darah

13.30-13.45 Blood Component in Blood

Transfusion

Ida Adayanti, dr.,

SpPK

14.45-15.00 Clinical Apheresis Zulfikar Lubis, dr.,

SpPK(K)

15.00-15.15 Manajemen Bank Darah Ridwan Ibrahim, dr.,

SpPK

15.15-15.30 Diskusi

Jumat, 22 Mei 2015

Page 10: DAFTAR KONSTRIBUTOR - Unsyiah

xiv

Symposium 8 Infeksi & Penyakit Tropik

15.30-15.45 Skrining, Diagnostik dan

Konfirmasi Demam Dengue

Nurleli, dr., SpPK

15.45-16.00 Window Period in Viral

Infection

Prof. Dr. Ellyza

Nasrul, dr., SpPK(K)

16.00-16.30 Coffee Break

16.30-17.00 Penutupan

Page 11: DAFTAR KONSTRIBUTOR - Unsyiah

50

Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronis

Maimun Syukri

Abstrak

Penyakit ginjal kronis (PKG) adalah hilangnya secara bertahap

dan permanen fungsi ginjal dari waktu ke waktu , biasanya selama bulan

atau tahun .Ginjal bertanggung jawab untuk menyaring limbah dari

tubuh. Ketika organ-organ ini berhenti berfungsi dengan baik, sampah

menumpuk dalam darah, yang dapat membuat seseorang merasa sakit .

Seiring waktu , komplikasi kesehatan lainnya dapat berkembang sebagai

akibat dari penurunan fungsi ginjal, termasuk tekanan darah tinggi,

anemia, tulang, gizi buruk dan kerusakan saraf. Pengobatan PGK dapat

memperlambat perkembangan ke arah penyakit ginjal tahap akhir

(PGTA). Namun, terapi tetap terbatas. Kontrol tekanan darah

menggunakan angiotensin-converting inhibitor (ACEI) atau angiotensin

receptor blocker II (ARB) memberikan hasil yang baik. Kontrol gula

darah pada diabetes tampaknya akan menghambat progresifitas. Beberapa

gangguan metabolik pada PGK menjadi target terapi. Ini termasuk

asidosis, hiperfosfatemia, dan kekurangan vitamin D.

Kata kunci: penyakit ginjal kronis; penyakit ginjal tahap akhir;

gangguan metabolik

PENDAHULUAN

Di seluruh dunia, jumlah penderita penyakit ginjal kronik (PGK)

terus meningkat dan dianggap sebagai salah satu masalah kesehatan yang

dapat berkembang menjadi epidemi pada dekade yang akan datang

Konsekuensi kesehatan utama dari PGK bukan saja perjalanan penyakit

menjadi gagal ginjal, tapi juga peningkatan resiko penyakit

kardiovaskuler. Bukti-bukti yang ditemukan menunjukkan bahwa

konsekuensi ini dapat diperbaiki dengan terapi yang dilakukan lebih

awal.

Pendekatan standar evaluasi terhadap pasien menentukan apakah

mereka memiliki peningkatan resiko menderita PGK dan evaluasi

lanjutan serta penatalaksanaannya telah difasilitasi oleh the Kidney

Disease Outcomes Quality initiative (K/DOQI) dari the National Kidney

Divisi Ginjal dan Hipertensi, Bagian/ SMF Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala / RSU dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Page 12: DAFTAR KONSTRIBUTOR - Unsyiah

51

Foundation (NKF) dalam suplemen khusus dari American Journal of

Kidney Disease (AJKD) pada Februari 2002 yang berisi pedoman klinis

praktis untuk PGK.

Pendekatan evaluasi yang tepat dapat membantu deteksi awal

PGK dan dengan penatalaksanaan yang tepat dapat mencegah atau

menghilangkan komplikasi serta menghambat progresifitasnya sehingga

tidak menjadi gagal ginjal.

DEFINISI

Sebelum tahun 2002, istilah insufisiensi renal kronis (chronic

renal insufficiency/CRI) dipakai untuk pasien dengan penurunan fungsi

ginjal progres yang didefinisikan sebagai laju filtrasi glomerular

(LFG) kurang dari 75 ml/mnt/1,73 m2

luas permukaan tubuh. Istilah

baru, yaitu PGK, diperkenalkan oleh NKF-K/DOQI, untuk pasien yang

memiliki salah satu kriteria sebagai berikut:

1. Kerusakan ginjal ≥ 3 bulan, dimana terdapat abnormalitas struktur

atau fungsi ginjal dengan atau tanpa penurunan LFG, yang

dimanifestasikan oleh satu atau beberapa gejala berikut:

abnormalitas komposisi darah atau urin,abnormalitas pemeriksaan

pencitraan, abnormalitas biopsi ginjal.

* Divisi Ginjal-Hipertensi, Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Syiah Kuala/RSUD dr. Zainoel Abidin,

Banda Aceh

2. GFR < 60 ml/mnt/1,73 m2

selama ≥ 3 bulan dengan atau

tanpa tanda kerusakan ginjal lainnya yang telah disebutkan

sebelumnya di atas.

EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat terdapat kecenderungan peningkatan

insidensi dan prevalensi PGK. Pada penduduk yang berusia di atas 20

tahun diperkirakan prevalensinya adalah 0.1 % (± 300.000 orang) untuk

gagal ginjal tahap akhir (PGTA) dan 10.8 % dari populasi dewasa (± 20

juta orang) untuk gagal ginjal kronik stadium awal. Pasien dengan PGTA

akan mengalami gangguan hemodinamik dan metabolik yang akan

mengakibatkan terjadinya kardiomiopati dan arteriosklerosis, sehingga

angka kematian kardiovaskular pada populasi ini menjadi tinggi.

Page 13: DAFTAR KONSTRIBUTOR - Unsyiah

52

Prevalensi PGK di Indonesia meningkat setiap tahun.

Diperkirakan 12,5 % masyarakat mengalami PGK. Dari data di beberapa

pusat nefrologi di Indonesia diperkirakan prevalensi penyakit ginjal

kronik masing-masing berkisar 100 - 150/ 1 juta penduduk. Apabila

indikator peningkatan penyakit ginjal ini dihitung berdasarkan hitungan

prevalensi 400 per juta penduduk, maka dari 240 juta penduduk

Indonesia maka jumlah pasien yang saat ini menderita PGTA sebanyak

96 ribu orang.

MANIFESTASI KLINIS

Pada umumnya penderita PGK stadium 1-3 tidak mengalami

gejala apa- apa atau tidak mengalami gangguan keseimbangan cairan,

elektrolit, endokrin dan metabolik yang tampak secara klinis

(asimtomatik). Gangguan yang tampak secara klinis biasanya baru

terlihat pada PGK stadium 4 dan 5. Beberapa gangguan yang sering

muncul pada pasien PGK anak adalah: gangguan pertumbuhan,

kekurangan gizi dan protein, gangguan elektrolit,

asidosis,osteodistrofi ginjal, anemia dan hipertensi.

KLASIFIKASI

Sistem klasifikasi PGK yang sekarang dipakai diperkenalkan

oleh NKF- K/DOQI berdasarkan tingkat LFG, bersama berbagai

parameter klinis, laboratorium dan pencitraan. Tujuan adanya sistem

klasifikasi adalah untuk pencegahan, identifikasi awal gangguan ginjal,

dan penatalaksanaan yang dapat mengubah perjalanan penyakit

sehingga terhindar dari penyakit ginjal tahap akhir ( PGTA).

Page 14: DAFTAR KONSTRIBUTOR - Unsyiah

53

Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Menurut Diagnosis Etiologi

Penyakit Tipe Mayor

Penyakit Ginjal Diabetes Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit Ginjal non Diabetes

PenyakitGlomerular

(penyakit autoimun, infeksi

sistemik, obat, neoplasia)

Penyakit vascular

(penyakit pembuluh dar ah besar,

hipertensi, mikroangiopati)

Penyakit tubulointerstisial

(pielonefritis kronik, obstruksi,

keracunan obat)

Penyakit kistik

(ginjal polikistik)

Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik

Keracunan Obat

Penyakit recurrent

Dikutip dari : National Kidney Foundation, K/DOQI. Clinical Practice

Guidelines for Chronic Kidney Disease : Evaluation, classification,

and stratification. Am J Kidney Dis. 2002;39(1).

Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Menurut Derajat Penyakit

Derajat LFG (mL/meit/1,73 m2

)

1 ≥90

2 60-89

3a 45-59

3b 30-44

4 15-29

5 atau dialisis <15

Dikutip dari : National Kidney Foundation, K/DOQI. Clinical Practice

Guidelines for Chronic Kidney Disease : Evaluation, classification,

and stratification. Am J Kidney Dis. 2002;39(1).

Page 15: DAFTAR KONSTRIBUTOR - Unsyiah

54

DIAGNOSIS

Keberadaan PGK harus ditegakkan, berdasarkan adanya

kerusakan ginjal dan tingkat LFG, tanpa memperhatikan diagnosis. Pada

pasien dengan PGK, stadium penyakitnya harus ditentukan berdasarkan

tingkat fungsi ginjal menurut klasifikasi PGK dari K/DOQI. PGK

stadium awal dapat dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium rutin.

Penghitungan LFG merupakan pemeriksaan terbaik dalam menentukan

fungsi ginjal.

Dalam praktek klinis, LFG umumnya dihitung dengan

menggunakan klirens kreatinin atau konsenstrasi kreatinin serum. Namun

pengukuran klirens kreatinin seringkali sulit dilakukan dan seringkali

tidak akurat karena membutuhkan sampel urin 24 jam. Kreatinin

serum dipengaruhi oleh faktor lain selain LFG, terutama produksi

kreatinin, yang berhubungan dengan ukuran tubuh, khususnya massa

otot. Pada banyak pasien LFG harus turun sampai setengah dari nilai

normal, sebelum kreatinin serum meningkat di atas nilai normal

sehingga sangat sulit untuk menilai tingkat fungsi ginjal dengan tepat

atau untuk mendeteksi PGK pada stadium awal.

PENGOBATAN

Pengobatan penyakit ginjal kronis ( PGK ) bertujuan untuk

memperlambat perkembangan dan menyiapkan ke penyakit ginjal tahap

akhir (PGTA). Karena gejala gagal ginjal kronis progresif berkembang

secara perlahan , terapi PGK biasanya diarahkan pada kondisi tanpa

gejala yang hanya terdeteksi dengan pengujian laboratorium. Usaha ini

biasanya lebih sulit karena merupakan upaya pencegahanyang sering

terlambat. Artinya , penyebab utama PGTA seperti hipertensi , dan

diabetes tipe 2 dapat dihindari sendiri dengan tindakan pencegahan

primer seperti diet , mengontrol berat badan , dan olahraga . Selanjutnya,

setelah hipertensi atau diabetes nyata , komplikasi ginjal mereka dapat

diatasi dengan upaya pencegahan sekunder yang ditujukan pada tekanan

darah dan kontrol glikemik.

Dengan demikian , pengobatan PGK sering merupakan contoh

pencegahan tersier pada populasi yang telah gagal dalam pencegahan

tahap awal tapi yang masih relatif asimtomatik . Fitur-fitur ini membuat

terapi PGK menjadi tugas berat dalam praktek . Namun, selama 20 tahun

terakhir , beberapa perawatan yang efektif terhadap PGK telah

dikembangkan dan dapat menunda dan mencegah PGTA. Penyakit

Page 16: DAFTAR KONSTRIBUTOR - Unsyiah

55

kardiovaskular ( PKV ) sering fatal pada orang dengan PGK.4,5 Oleh

karena itu , perhatian terhadap mengurangi faktor risiko PKV pada pasien

i PGK sangat penting . Namun demikian , penundaan PGTA tetap

menjadi tujuan utama terapi PGK karena perawatan khusus untuk

menghindari PKV pada populasi ini saat ini belum ada. Konsekuensi

yang paling penting dari definisi PGK adalah implikasinya untuk terapi

dari pasien.

Renin-Angiotensin-Aldosteron System

Angiotensin-converting enzyme inhibitors (ACE-I) merupakan

pengobatan efektif dalam memperlambat perkembangan nefropati

diabetik pada tahun 1993 oleh Lewis dkk. Penelitian dilanjutkan pada

studi hewan oleh beberapa laboratorium , terutama yang dari Barry

Brenner di 1980s. ACE-I dan angiotensin II receptor blocker ( ARB )

adalah obat standar untuk hipertensi primer. Dalam diabetes mellitus tipe

1 dan tipe 2 , memperlambat laju kerusakan ginjal progresif dengan renin

- angiotensin – aldosteron system inhibisi ( RAAS ) telah berkaitan erat

dengan stabilisasi atau pengurangan proteinuria. Sebaliknya , ada dua

mekanisme yang diterima secara luas bahwa ACE inhibitor dan ARB

dipahami sebagai obat bermanfaat dalam PGK : hemodinamik /

antihipertensi tindakan dan anti - inflamasi tindakan / antifibrotik .

Pengurangan angiotensin II ( ANGII ) tingkat ( dan pengurangan

berikutnya di tingkat aldosteron ) adalah pusat kedua jalur tersebut .

Sebuah studi yang dirancang untuk end-point kardiovaskular

pada subyek dengan penyakit kardiovaskular tetapi fungsi ginjal masih

baik (studi ONTARGET) ditemukan proteinuria lebih rendah dengan

kombinasi ACE inhibitor dan terapi ARB, tapi tidak ada manfaat dalam

hal mencegah penurunan LFG. Penelitian ini menimbulkan beberapa

temuan menarik. Pertama, hubungan antara peningkatan proteinuria dan

memburuknya LFG kontribusi alasan lagi untuk mempertanyakan

pentingnya mengurangi ekskresi albumin sebagai hasil klinis yang

bermakna. Kedua, kurangnya peningkatan end-point ginjal pada mereka

yang menerima dua terapi dalam hal memperlambat perkembangan

PGK.

Tekanan Darah

Cukup banyak tumpang tindih laporan tentang keuntungan

ketika memberikan golongan RAAS inhibitors terhadap kontrol tekanan

darah. Hal yang sama bisa dilihat dalam hal penurunan tekanan arteri dan

Page 17: DAFTAR KONSTRIBUTOR - Unsyiah

56

kapiler glomerulus akibat obat antihipertensi golongani ini. Pedoman

saat ini menunjukkan target <130 / 80 mm Hg untuk pasien dengan CKD,

kontrol yang lebih ketat daripada mm Hg 140/90 dianjurkan untuk

masyarakat umum. Sebuah meta-analisis ini dilakukan untuk alamat

khusus ini question.36 Penelitian ini melibatkanhasil dari 2.272 subyek

dengan penyakit ginjal nondiabetes yang terlibat dalam MDRD, AASK,

dan Rein. Secara keseluruhan, tidak ada manfaat dalam hasil end-point

ginjal, kardiovaskular, atau kematian diperoleh pada pasien dengan PGK

yang dirawat untuk target tekanan darah 125-130 75-80 mmHg

dibandingkan dengan 140/90 mm Hg. Dari analisis subkelompok,

proteinuria tidak tampak berubah. Peserta dengan proteinuria harian 4300

mg dalam studi AASK dan 41000 mg dalam studi MDRD memang

menunjukkan manfaat dengan obat golongan ini.

Jika terapi lini pertama dengan inhibitor ACE atau ARB gagal

untuk mencapai target 130/80, dianjurkan memilih obat kedua yang

rasional. Penambahan diuretik memiliki efek fisiologis. Dalam studi

jangka pendek, penambahan diuretik thiazide ke ARB menunjukkan

pengurangan proteinuria pada pasien PGK.Banyak orang dengan PGK

membutuhkan kombinasi diuretik dan ACE inhibitor atau ARB untuk

mencapai target tekanan darah. Pilihan selanjutnya sama-sama tidak

didasarkan pada studi jangka panjang dari perkembangan, tapi b-blocker,

calcium channel blockers, dan / atau agen simpatolitik cukup

memuaskan.

Kontrol Glikemik

Kontrol glikemik akan mengurangi perkembangan penyakit

ginjal sebagaimana dinilai oleh mitigasi peningkatan albuminuria di

kedua tipe 1 dan tipe 2 diabetes. Misalnya , di DCCT , pada diabetes tipe

1 , kontrol glikemik yang ketat dibandingkan dengan kontrol yang biasa

berkurang perkembangan yang dari mikroalbuminuria ( 30 -299 mg

albumin per gram kreatinin ) ke macroalbuminuria ( 4300 mg albumin

per gram kreatinin ) . Demikian pula , dalam study ACCORD , transisi ke

mikroalbuminuria dan albuminuria makro yang berkurang oleh kontrol

glikemik yang ketat . Namun, kejadian PGTA tidak berbeda antara

tingkat kontrol glikemik di ACCORD atau ADVANCE , studi lain

kontrol glikemik pada diabetes tipe 2 , dan kejadian ESRD telah rendah

tindak lanjut ke DCCT.

Tidak ada studi skala besar yang secara khusus melaporkan

manfaat kontrol glikemik di PGK diabetes dengan LFG <60 ml / menit

Page 18: DAFTAR KONSTRIBUTOR - Unsyiah

57

per 1,73 m2 atau macroalbuminuria . Bukti bahwa kontrol glukosa dapat

mencegah PGTA pada orang dengan PGK akibat diabetes masih kurang .

Berapa kadar yang tepat untuk kontrol glikemik masih tidak pasti .

Karena risiko kematian secara keseluruhan dengan kontrol glikemik yang

sangat ketat , pedoman pada kadar hemoglobin A1c <7.0 % . Saat ini,

mempertahankan hemoglobin A1c dari < 7.0 % masih wajar bagi orang-

orang dengan mendirikan PGK akibat diabetes .

Gangguan Metabolik

Asam-Basa

Meskipun asidosis akibat PGK dari penurunan

ammoniagenesis ginjal , produksi amoniak dari residual LFG pada

pasien dan residual nefron pada hewan sebenarnya meningkat pada

progresivitas PGK. Data dalam model tikus dengan penyakit ginjal telah

menyarankan bahwa kelebihan ammoniagenesis residual nefron

menyebabkan tubulointerstitial injury karena interaksi amonia dengan

komponen C3 complement. Suplementasi bikarbonat mengurangi

tubulointerstitial injury dari beberapa tikus. Hubungan serum bikarbonat

untuk perkembangan penyakit ginjal pada 5000 pasien rawat jalan

ditemukan bahwa tingkat bikarbonat serum rendah sangat terkait dengan

perkembangan penyakit ginjal.

Jelas, hubungan yang kuat ini tidak membuktikan hubungan

sebab akibat, dan uji klinis diperlukan untuk menentukan apakah

perbaikan asidosis akan mengurangi perkembangan. Kovesdy dkk., baru-

baru ini melaporkan bahwa bikarbonat serum rendah dikaitkan dengan

kematian dalam kelompok dengan PKG. Dalam sebuah percobaan

terkontrol yang membandingkan 30 pasien dengan eLFG <60 ml / menit

diberikan natrium sitrat selama 24 bulan dengan 29 pasien PGK tidak

diperlakukan dengan alkali, eLFG lebih tinggi pada akhir penelitian pada

kelompok yang diberikan natrium sitrat. Efek dari alkali pada

perkembangan penyakit ginjal pada pasien ini mungkin telah dimediasi

oleh penurunan sekresi endothelin. Data terbaru menunjukkan bahwa

pengobatan dengan alkali pada pasien PGK mengurangi baik si

sekrendotelin dan aldosteron.

Fosfat

Bukti terbaru menunjukkan bahwa fibroblast growth factor-23,

hormon phosphaturic, meningkat pada awal PGK untuk mempertahankan

balance fosfor. 60 Bila tanpa intervensi, hiperfosfatemia akan terjadi

Page 19: DAFTAR KONSTRIBUTOR - Unsyiah

58

seiring dengan progresifitas PGK. Pengendalian hyperphosphatemia

dengan diet pembatasan dan pengikat fosfat telah lama menjadi andalan

terapi untuk mencegah penyakit tulang. Namun, penelitian pada hewan

lebih dari 30 tahun yang lalu juga menyatakan bahwa hyperphosphatemia

mempercepat progresifitas kearah PGTA dengan menimbulkan deposit

kristal kalsium-fosfat pada jaringan ginjal. Studi observasional telah

menemukan bahwa fosfat tinggi berhubungan dengan penurunan fungsi

ginjal.

Vitamin D

Kekurangan 1,25-dihydroxyvitamin D seiring dengan

memberatnya PGK, 71 Secara fisiologis vitamin D yang banyak akang

baik terhadap kalsium, fosfat, dan bone.72 Misalnya, vitamin D menekan

sekresi renin yang sangat bermanfaat dalam menghambat progresifitas

PGK..73 Tidak ada uji coba jangka panjang tentang suplementasi vitamin

D yang menghambat progrefitas PGK seperti menghambat pemburukan

fungsi ginjal yang akhirnya dapat mengurangi kejadian PGTA. Namun,

dalam studi VITAL, mengurangi albuminuria dikaitkan dengan

penurunan tekanan darah dan peningkatan eLFGR, menunjukkan bahwa

vitamin D-mediated renin suppression sebagai kontribusi utama dalam

mekanisme tersebut.

Hormon Paratiroid

Hiperparatiroidisme sekunder akibat progresifitas PGK dan

yang menyebabkan hiperfosfatemia dan kekurangan vitamin D .

Peningkatan kadar parathyroid hormone (PTH) menginduksi bone loss.

Pada prinsipnya, penekanan PTH dengan calcimimetic akan

menghambat peran PTH dalam extraosseous sequelae.

Asam urat

Studi epidemiologis sering menemukan hubungan antara

hyperuricemia dan PKV.76-78 Namun dasar asosiasi ini tidak pasti.

Selama beberapa tahun terakhir, hipertensi telah dianggap berasal dari

hyperuricemia sebagian besar didasarkan pada studi hewan, namun studi

pada manusia masih sedikit.

Satu studi pada kelompok remaja yang didiagnosis hipertensi

menemukan bahwa menurunkan asam urat dengan allopurinol

mengurangi tekanan darah.

Page 20: DAFTAR KONSTRIBUTOR - Unsyiah

59

Berkenaan dengan PGK, hyperuricemia diduga muncul sebagai

penurunan LFG. Selain itu, asam konsentrasi asam urat sangat tinggi

akibat lisis tumor. Studi observasional telah menemukan hubungan

sederhana hiperurisemia dengan penurunan fungsi ginjal..80. Para

peneliti berhasil menurunkan asam urat, tetapi tekanan darah

terpengaruh. Serum kreatinin cenderung tetap rendah pada kelompok

yang diberikan allopurinol, tetapi secara statistik tidak berbeda dari pada

kelompok kontrol.

Anemia

Beberapa studi telah menguji efficacy dan safety terapi anemia

dengan congener erythropoietin pada PKG sebelum dialysis. Studi acak

TREAT pada 4038 subjek dengan PKG karena diabetes tipe 2 dengan

hemoglobin target 13 g / dl, dan plasebo dengan pemberian darbepoieten

jika hemoglobin turun di bawah 9 g / dl.84 . Baseline LFG 35 ml / menit

per 1,73 m2 untuk masing-masing kelompok. Untuk kelompok stroke

hemoglobinnya lebih tinggi, tidak ada perbedaan dalam outcomes

kardiovaskular atau penyakit ginjal diantara kedua kelompok itu.

Enambelas % dari subyek dalam setiap kelompok tersebut menjadi PGTA

dalam 4 tahun . Dengan demikian, mempertahankan tingkat hemoglobin

pada 13 g / dl tidak beralasan. Pada kelompok yang hemoglobint rata-

ratanya 10,6 g / dl, tetapi menerima lebih banyak transfusi. Tingkat

optimal tidak jelas. Pedoman saat ini panggilan untuk tingkat antara 10

dan 12 g / dl pada PGTA, dan ini juga tampaknya masuk akal untuk

pasien dengan PGK predialisis. Namun, tingkat yang lebih rendah

mungkin sama baik, tetapi dalam prakteknya sebagian kecil pasien PGK

memerlukan pengobatan untuk anemia berat sebelum PGTA.

Protein

Pembatasan protein adalah salah satu manuver terapi awal

digunakan untuk pasien PGK. Selain berkontribusi untuk perubahan

dalam fosfor, asidosis metabolik, dan asam urat, da pat mengurangi renal

injury, mengurangi resiko perubahan hemodinamik, hiperfiltrasi

glomerulus, dan mengurangi cytokine-mediated fibrois. Mengurangi

protein tampaknya untuk memperbaiki beberapa gejala PGK, dan studi

hewan menunjukkan bahwa mengurangi renal injury. Sebuah analisis

literatur yang besar menyimpulkan bahwa diet rendah protein

mengurangi kejadian PGTA pada pasien nondiabetes Benar. dibangun

dan dipantau pembatasan protein dapat safe.

Page 21: DAFTAR KONSTRIBUTOR - Unsyiah

60

Para dokter dan ahli gizi sukses dan aman dalam mengelola pasien PGK

dengan mengurangi (restriksi) protein dengan target 0,8 g/kgBB/hari dan

dapat mencegah malnutrisi. Namun, pemantauan yang cermat terahadap

status gizi dan perawatan diet sangat diperlukan.

Lipid-Lowering Therapy

Metabolisme lipid yang abnormal sering menyertai disfungsi

ginjal. Meskipun hiperlipidemia tidak menyebabkan penyakit ginjal

primer, mungkin berkontribusi pada perkembangan PGK. Hipotesis

nefrotoksisitas lipid pertama kali dihasilkan oleh Moorhead dkk,. pada

tahun 1982. 89. Hiperlipidemia aterosklerosis pada pembuluh darah.

Lipid, merekrut makrofag pada sel-sel mesangial untuk produksi

chemokines. Sel-sel mesangial yang telah aktif kemudian melepaskan

radikal oksigen yang menyebabkan teroksidasi low-density lipoprotein.

Ini teroksidasi Low-density lipoprotein yang telah teroksidasi itu

merangsang proinflamasi dan profibrotic cytokine.. Dengan demikian

akan terjadi fagositosis lipoprotein oleh makrofag dan sel mesangial

untuk menghasilkan foam sel. Foam sering ditemukan di daerah sklerotik

glomeruli, sama seperti pada daerah fibrotik intersitial lainnya. Selain itu,

proliferasi sel mesangial juga dapat langsung dirangsang oleh lipoprotein

low-density dan triglyceride-lipoproteins.

Studi eksperimental pada hewan dan data pengamatan pada

manusia mendukung hipotesis bahwa lipid berkontribusi langsung

terhadap cedera ginjal dan perkembangan CKD. Tikus yang diberi diet

kolesterol tinggi ditemukan memiliki jumlah yang lebih besar dari

glomerulosklerosis dan kerusakan tubulointerstitial dibandingkan dengan

mereka yang diberi standar diets.

Pada manusia, sejumlah studi epidemiologi menunjukkan

bahwa kadar kolesterol dan trigliserida tinggi terkait dengan

perkembangan yang lebih cepat terhadap disfungsi ginjal. Mengingat hal

ini, terapi untuk memperlambat perkembangan PGK penurun lipid telah

menghasilkan banyak minat para ahli penyakit ginjal. Meskipun beberapa

kelas yang berbeda dari obat-obat ini telah diteliti, yang dianjurkan

HMG-CoA (3 hidroksi-3-metil--glutaryl- CoA) inhibitor reductase

(statin).

Perawatan konservatif pada PGK stadium akhir

Dialisis mungkin tidak meningkatkan kualitas hidup pada pasien

dengan komorbiditas ekstensif. Pasien tua mungkin tidak memiliki

Page 22: DAFTAR KONSTRIBUTOR - Unsyiah

61

harapan hidup yang panjang dengan dialisis. Dalam situasi ini, banyak

pasien memilih untuk kontrol gejala tanpa dialisis, menggunakan

erythropoietin, vitamin D analog, kontrol diet, antipruritus dan antiemetik

yang diperlukan. Pasien tersebut sering memiliki kualitas yang jauh lebih

baik dari kehidupan, masuk rumah sakit lebih sedikit (misalnya, dari

komplikasi-dialisis terkait) dan lebih mungkin untuk meninggal akhirnya

di rumah, bukan di rumah sakit, dibandingkan pasien yang menerima

dialisis.

Perawatan konservatif masih melibatkan manajemen aktif dari

komplikasi gagal ginjal. Partisipasi pasien dan pengasuh dalam

penyediaan pelayanan dan pendekatan tim multidisiplin termasuk

perawat, dokter dan konselor sangat penting untuk manajemen pasien

yang efektif.

Indikasi

Indikasi utama untuk RRT adalah gagal ginjal akut atau kronis.

Namun, saat ini banyak perdebatan mengenai definisi optimal gagal

ginjal, terutama dengan penyakit ginjal akut. Ada 30 definisi gagal ginjal

dalam literatur, namun definisi dan konsensus baru menjadi pedoman

yang tersebar luas. Menurut guideline dari The Kidney Dialysis Outcomes

Initiative’s(K/DOQI) PGK stadium 5 didefinisikan dengan laju filtrasi

glomerulus (LFG) <15 ml / menit / 1,73 m2 atau penggunaan dialisis.

LFG adalah estimasi fungsi ginjal dengan menggunakan kreatinin serum

dalam rumus Modifikasi Diet Renal Disease (MDRD), Crockcroft- Gault

atau persamaan Schwart.

Kelompok The Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI)

memberi definisi gagal ginjal akut untuk orang dewasa, dengan tingkat

keparahan dari Risk Injury Failure Loss and End Stage Kidney Disease

(RIFLE). Indikasi di luar ginjal untuk TPG adalah gangguan elektrolit

dan asam-basa serta membuang racun (toksin)s. Begitu juga pada anak-

anak yang sakit kritis dengan kelebihan cairan.

Hemodialisis

Indikasi emergency seperti uremic syndrome, overload

syndrome, anuria dan oliguria, hiperkalemia (K >6,5 mmol/l), Asidosis

berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l), perikarditis, keracunan

alkohol dan obat-obatan serta pasien dengan indikasi hemodialisis kronik.

Kontra indikasi hemodialisis : malignansi stadium lanjut (kecuali

multiple myeloma), penyakit Alzheimer’s, multi-infarct dementia,

Page 23: DAFTAR KONSTRIBUTOR - Unsyiah

62

sindroma hepatorenal,sirosis hati tingkat lanjut dengan enselopati,

hipotensi, penyakit terminal, dan organic brain syndrome.

Peritoneal Dialisis

Peritoneal Dialysis merupakan salah satu terapi pengganti ginjal

yang fungsinya sama dengan hemodialisis, tetapi dengan metode yang

berbeda. Peritoneal dialisis adalah metode dialisis dengan bantuan

membran peritoneum (selaput rongga perut), jadi darah tidak perlu

dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh mesin dialisis.

Jenis Peritoneal Dialisis

1. APD (Automated Peritoneal Dialysis). Merupakan bentuk terapi

dialysis peritoneal yang baru dan dapat dilakukan di rumah, pada

malam hari sewaktu tidur dengan menggunakan mesin khusus

yang sudah diprogram terlebih dahulu.

2. CAPD (Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis). Bedanya

tidak menggunakan mesin khusus seperti APD. Dialisis

peritoneal diawali dengan memasukkan cairan dialisat (cairan

khusus untuk dialisis) ke dalam rongga perut melalui selang

kateter, lalu dibiarkan selama 4-6 jam.

Indikasi: bayi dan anak-anak, pasien dengan ketidakstabilan

hemodinamik pada hemodialisis, pasien dengan akses vaskular

sulit.

Kontra Indikasi : hilangnya fungsi membran peritoneum, operasi

berulang pada abdomen, kolostomi, ukuran tubuh yang besar

(kemungkinan dengan PD yang adekuat tidak tercapai),

identifikasi problem yang potensial timbul sebelum CAPD

dimulai, apakah pasien perlu seorang asisten (keterbatasan fisik /

mental), hernia, penglihatan kurang, dan malnutrisi yang berat

Keuntungan Peritoneal Dialisis:

Dapat dilakukan sendiri di rumah atau tempat kerja

Pasien menjadi mandiri (independen), meningkatkan percaya

diri

Simpel, dapat dilatih dalam periode 1-2 minggu.

Jadwal fleksibel, tidak tergantung penjadwalan rumah sakit

sebagaimana HD

Pembuangan cairan dan racun lebih stabil

Diit dan intake cairan sedikit lebih bebas

Page 24: DAFTAR KONSTRIBUTOR - Unsyiah

63

Cocok bagi pasien yang mengalami gangguan jantung

Pemeliharaan residual renal function lebih baik pada 2-3 tahun

pertama

Komplikasi anemia, kejang otot, mual, muntah, sakit kepala, rasakan

panas, berkeringat, kelemahan atau pusing, infeksi pada organ rongga

perut, pericarditis, masalah-masalah neurologis, dan keseimbangan

kalsium dan fosfor.

RINGKASAN

Penyakit ginjal kronik tahap akhir merupakan masalah

kesehatan masyarakat hampir setiap negara maju apalagi negara

berkembang karena insiden meningkat dan memerlukan biaya tinggi.

Untuk menghambat progresifitas PGK perlu mengontrol faktor risiko dan

faktor etiologinya, seperti penggunaan ACEI dan ARB untuk hipertensi

dan kontrol glikemik darah untuk pasien-pasien Diabetes Melitus.

Multidisiplin diperlukan untuk mencapai target terapi dari pasien

hipertensi dan diabetes. Gangguan metabolik perlu dikendalikan juga

untuk menghambat progresitas penyakit ginjal kronik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Chapman AB. Approaches to testing new treatments in

autosomal dominant polycystic kidney disease: insights from

the CRISP and HALT- PKD studies. Clin J Am Soc Nephrol 2008;

3: 1197–1204.

2. Curhan GC, Mitch WE In: Brenner BM (ed). The Kidney, 8th edn.

Saunders: Philadelphia, PA,2008, pp 1817–1847.

3. Cushman WC, Evans GW, Byington RP et al. Effects of intensive

blood-pressure control in type 2 diabetes mellitus. N Engl J

Med 362:1575–1585.

4. de Boer IH, Rue TC, Cleary PA et al. Long-term Renal

Outcomes of Patients With Type 1

5. Diabetes Mellitus and Microalbuminuria: An Analysis of the

Diabetes Control and Complications Trial/Epidemiology of

Diabetes Interventions and Complications Cohort. Arch Intern

Med 171: 412–420

6. Dussol B, Moussi-Frances J, Morange S et al. A randomized

trial of furosemide vs hydrochlorothiazide in patients with

chronic renal failure and hypertension. Nephrol Dial Transplant

Page 25: DAFTAR KONSTRIBUTOR - Unsyiah

64

2005; 20: 349–353.

7. Edelstein CL. Biomarkers of acute kidney injury. Adv Chronic

Kidney Dis 2008; 15:222-34.

8. Feig DI, Kang DH, Johnson RJ. Uric acid and cardiovascular

risk. N Engl J Med 2008; 359: 1811–1821.

9. Feig DI, Soletsky B, Johnson RJ. Effect of allopurinol on blood

pressure of adolescents with newly diagnosed essential

hypertension: a randomized trial. Jama 2008; 300: 924–932.

10. Fleming GM,. Renal replacement therapy review: Past, present

and future. Organogenesis 2011; 71: 2-12.

11. Foley RN. Phosphate levels and cardiovascular disease in the

generalpopulation. Clin J Am Soc Nephrol 2009; 4:

12. Fouque D, Laville M. Low protein diets for chronic kidney

disease in non diabetic adults. Cochrane Database Syst Rev

2009: CD001892.

13. Fried LF, Duckworth W, Zhang JH et al. Design of

combinationangiotensin receptor blocker and angiotensin-

converting enzyme inhibitor for treatment of diabetic

nephropathy (VA NEPHRON-D). Clin J Am Soc Nephrol 2009; 4:

361–368.

14. Goicoechea M, de Vinuesa SG, Verdalles U et al. Effect of

allopurinol in chronic kidney disease progression and

cardiovascular risk. Clin J Am Soc Nephrol 2010; 5: 1388–1393.

15. Guijarro C, Kasiske BL, Kim Y et al. Early glomerular changes in

rats with dietary-induced hypercholesterolemia. Am J Kidney

Dis 1995; 26:152–161.

16. Jha V. Periotoneal dialysis in India: current status and challenges.

Perit Dial Int 2008; 28:36-41.

17. Just PM, Riella MC, Tschosik EA, Noe LL, Bhattacharyya SK,

de Charro F. Economic evaluations of dialysis treatment

modalities. Health Policy 2008; 86:163-80.

18. Ma TM, Walker RE, Eggleton K, Marshall MR. Cost

comparison between sustained low efficiency daily

dialysis/diafiltration (SLEDD) and continuous renal replacment

therapy (CRRT) for ICU patients with ARF. Nephrology 2002;

7:54.

19. Mann JF, Schmieder RE, McQueen M et al. Renal outcomes

with telmisartan, ramipril, or both, in people at high vascular

risk (the ONTARGET study): a multicentre, randomised, double-

Page 26: DAFTAR KONSTRIBUTOR - Unsyiah

65

blind, controlled trial. Lancet 2008; 372: 547–553.

20. Melamed ML, Astor B, Michos ED et al. 25-hydroxyvitamin D

levels, race, and the progression of kidney disease. J Am Soc

Nephrol 2009; 20: 2631–2639.

21. Moorhead JF, Chan MK, El-Nahas M et al. Lipid nephrotoxicity

in chronic progressive Glomerular and tubulo-interstitial

disease. Lancet 1982; 2: 1309–1311.

22. Nakamura T, Fukui M, Ebihara I et al. Low protein diet blunts

the rise in glomerular gene expression in focal

glomerulosclerosis. Kidney Int 1994; 45: 1593–1605.

23. Nath KA, Hostetter MK, Hostetter TH. Pathophysiology of

chronic-tubulo-interstitial disease in rats. Interactions of

dietary acid load, ammonia, and complement component C3.

J Clin Invest 1985; 76:667–675.

26 National Kidney Foundation, K/DOQI. Clinical Practice

Guidelines for Chronic Kidney Disease : Evaluation,

classification, and stratification. Am J Kidney Dis.

2002;39(1).

27 Nishida Y, Oda H, Yorioka N. Effect of lipoproteins on

mesangial cell proliferation. Kidney Int Suppl 1999; 71:

S51–S53.

28 Parfrey PS. Critical appraisal of randomized controlled trials

of anemia correction in Patients with renal failure. Curr Opin

Nephrol Hypertens 20:177–181.

29 Rauf AA, Long KH, Gajic O, Anderson SS, Swaminathan L,

Albright RC. Renal replacement therapy for acute renal failure

in intensive care unit: An observational outcomes analysis. J Int

Care Med 2008; 23:195-203

30 Rodriguez M, Lorenzo V. Parathyroid hormone, a uremic toxin.

Semin Dial 2009; 22: 363–368.

31 Schoolwerth AC, Sandler RS, Hoffman PM et al. Effects of

nephron reduction and dietary protein content on renal

ammoniagenesis in the rat. Kidney Int 1975; 7: 397–404.

32 Shah SN, Abramowitz M, Hostetter TH et al. Serum

bicarbonate levels and the progression of kidney disease: a

cohort study. Am J Kidney Dis 2009; 54: 270–277.

33 Tolins JP, Hostetter MK, Hostetter TH. Hypokalemic

nephropathy in the rat. Role of ammonia in chronic tubular

injury. J Clin Invest 1987; 79:1447–1458.

Page 27: DAFTAR KONSTRIBUTOR - Unsyiah

66

34 Turner JM, Bauer C, Abramowitz< Melamed ML dan Hostetter

TH. Treatment of chronic kidney disease. KI 2012,81;351-62.

35 Van Slyke DD, Linder GC, Hiller A et al. The excretion of

ammonia and titratable acid in nephritis. J Clin Invest 1926;

2: 255–288.

36 Vogt L, Waanders F, Boomsma F et al. Effects of dietary

sodium and hydrochlorothiazide on the antiproteinuric

efficacy of losartan. J Am Soc Nephrol 2008; 19: 999–1007

37 Wesson DE, Simoni J, Broglio K et al. Acid retention

accompanies reduced GFR in humans and increases plasma

levels of endothelin and aldosterone. Am J Physiol Renal

Physiol 2011; 300: F830–F837.

38 Woods LL. Mechanisms of renal hemodynamic regulation in

response to protein feeding.Kidney Int 1993; 44: 659–675.

Yu AWY, Chau KF, Ho YW, Li PKT. Development of the

―Peritoneal Dialysis First‖ model in Hong Kong. Perit Dial Int

2007; 27:53-5