Upload
bagasyosokuncoro
View
9
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
dakwah kultur
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar belakang
Muhammadiyah adalah organisasi pembaharu Islam yang pada waktu itu telah Islam
mengalami pendangkalan makna dan banyak dicampuri tradisi Hindu-Budha. Kyai Haji Ahmad
Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah adalah seorang mubaligh muda yang dalam setiap
berdakwah untuk menyampaikan ide-ide islam banyak mengalami tantangan, bahkan dari
keluarganya sendiri. Tentunya hal ini menjadi lumrah karena pada saat itu masih dalam era
penjajahan dan banyaknya tokoh-tokoh Islam yang menanamkan pemikiran memusuhi setiap
perkembangan apalagi yang berkaitan dengan kaum penjajah.
Muhammadiyah sejak lahir menjadikan dirinya sebagai organisasi atau Persyarikatan
dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Dengan demikian maka keseluruhan dari kegiatan
Muhammadiyah adalah dakwah Islamiyah, sesuai dengan bidang masing-masing bagian atau
lembaga dalam Muhammadiyah.
Adapun dakwah kulturalm merupakan salah satu bagian penting menjalankan dakwah Islam dari
Muhammadiyah, yang mengkhususkan pada dakwah yang lebih bersifat kebudayaan atau
menyeru/menyampaikan risalah Allah SWT dan Rasul-Nya. Pelaksanaan dakwah ini lebih
cenderung melalui kesenian tradisional dan sebagainya. Meskipun dalam menjalani dakwah
muhamdiyah mempunyai cara nya tersendiri.
Dengan demikian dalam dakwah dan sarana serta prasarananya dapat berjalan seimbang
harus memiliki keihlasan dalam berdakwah. Perlu difikirkan pula tantangan dakwah di masa
yang akan datang dalam menghadapi arus global di era post-modernis yang memasuki dunia kita.
Karena Jika kita membaca sejarah awal berdirinya Muhammadiyah, tentunya kita akan berfikir
bahwa akan semakin banyak pula tantangan yang akan kita hadapi dan mestinya akan lebih
kompleks dari apa yang dihadapi oleh K.H.Ahmad Dahlan. Ini tentunya menjadi tantangan bagi
semua kader Muhaamadiyah untuk selalu mendakwahkan ajaran Islam yang sebenar-benarnya
melalui organisasi Muhammadiyah.
1
BAB II
Mencermati Kearifan Dakwah Muhammadiyah
Muhammadiyah sebagai sebuah gerakan keagamaan memiliki dua arah (orientasi)
sekaligus.. Pertama, Muhammadiyah sebagai gerakan keagamaan mengarah-kan diri pada
pemahaman Islam murni (tanzih: purifikasi) sehingga kita lebih akrab ketika mendengar jargon
"kembali kepada al-Qur'an dan al-Hadits" (al-ruju' ila al-Qur'an wa al-Hadits). Kedua,
Muhammadiyah mengarah-kan gerakannya pada perubahan-perubahan dalam kon-teks
horizontal (hablun min al-nas). Terutama berkaitan dengan hal-hal yang bernuansa keduniawian
dengan optimalisasi pecan tajdid-nya di segala bidang kehidupan.
Dengan adanya kedua orientasi Muhammadiyah ter-sebut, seolah persyarikatan memiliki
wajah ganda. Di satu sisi, Muhammadiyah menghendaki adanya perubahan-peiubahan ke dalam,
terutama dalam konteks purifikasi dengan tujuan untuk mengembalikan ajaran Islam kepada
kemurniannya (berdasarkan al-Qur'an dan al-Hadits). Di sisi lain, Muhammadiyah juga
menghendaki, perubahan-perubahan ke luar, terutama dalam konteks terjadinya, untuk
merelevansikan ajaran-ajaran Islam dalam kehidup-an yang lebih nyata.
Dalam perjalanan sejarahnya, Muhammadiyah meng-alami ketimpangan orientasi
dengan hanya terfokus pada satu arah semata, yaitu purifikasi. Ketimpangan tersebut terkadang
justru menyebabkan Muhammadiyah sering dipandang "ke-kanan-kanan-an", yang sejatinya
sangat dekat dengan arti gerakan fundamentalis. Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid justru
tenggelam dalam gerakan purifikasinya, sehingga dinamika pemikiran (intelektual) di tubuh
persyarikatan terasa stagnan (mandek). Terkait dengan hal itu, terdapat sindiran cukup tandas
yang di-lontarkan oleh Yunan Yusuf selaku Mantan Ketua Majelis Dikdasmen Pimpinan Pusat
Muhammadiyah. Menurut-nya, Muhammadiyah sekarang ini ibarat gajah yang gemuk. Ceraknya
sudah tidak lagi segesit dahulu.
Secarea sepintas, sindiran tersebut ada benarnya. Sebab, jika diibaratkan dengan seekor
gajah saja sudah telihat sangat besar, apalagi ditambah gemuknya. Dengan per-kembangan
Muhammadiyah yang cukup pesat, terutama sektor amal usaha yang dikelolanya, semakin
2
menyulitkan arus gerakan pemikiran di tubuh persyarikatan sendiri. Sepertinya, waktu yang
dimiliki Muhammadiyah telah habis oleh kesibukan mengurusi amal-usahanya saja.
Boleh jadi, kondisi tersebut merupakan akibat dari perkembangan amal usaha
Muhammadiyah yang tumbuh sedemikian pesat, sehingga menyebabkan gerakan pe-mikiran
(intelektual) terkesan mati. Kesan yang tampak saat sekarang adalah gerakan persyarikatan
semakin ber-tumpu pada wilayah-wilayah praktis. Dengan demikian, menjadi wajar apabila
dinamika intelektual yang dalam sejarahnya menjadi ciri khas Muhammadiyah semakin
tenggelarn dalam arus pragmatisme gerakan. Banyak di antara kalangan persyarikatan yang
merasa cukup khawatir atas kondisi tersebut. Sebab, dalam beberapa waktu terakhir ini
Muhammadiyah dirasakan sangat miSkin kader intelektual.
Pesatnya amal-usaha, minimnya kader penerus, dan matinya dinamika intelektual telah
membangkitkan se-mangat beberapa pengurus Pimpinan Pusat Muham-madiyah untuk
mengantisipasinya. Langkah-langkah strAtegis dan cerdas yang dilakukan oleh sebagian kecil
dati jajaran Pimpirtan Pusat Muhammadiyah telah mem-buahkan hasil yang sangat maksimal. Di
antara Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2000-2005, terdapat beberapa orang yang
berpemikiran liberal-kritis. Mereka sering diasumsikan sebagai "Gank Paman SAM" yang
merepresentasikan beberapa nama, yaitu" Syafi'i Ma'arif, Amin Abdullah, dan Munir Mulkhan.
Menyebut istilah Paman SAM sebenarnya merupakan suatu asosiasi negatif dari mereka yang
berpemikiran ala kebarat-baratan. Mereka-mereka itu pada umumnya menguasai filsafat dalam
pelbagai cabangnya, sehingga sangat kritis dart inklusif. Namun, karakter pemikiran demikian
justru paling meresahkan bagi sebagian kalangan di Muham-madiyah yang bercorak kekanan-
kananan (funda-mentalis). Tidak jarang apabila di kalangan fundamentalis sering menghakimi
pemikiran ketiga tokoh di atas dengan stereotype-stereotype tertentu.
Sebagaimana telah penulis uraikan di awal tulisan ini, Muhammadiyah: memiliki dua
arah gerakan sekaligus, yaitu tanzih (purifikasi) dan tajdid (pembaharuan). Keduanya memiliki
karakter serta wilayah garapan yang berbeda. Konteks purifikasi lebih memfokuskan diri pada
persoalan-persoalan mandlah, sementara, tajdid cenderung menggarap persoalan-persoalan yang
masih terbuka kemungkinan untuk melakukan ijtihad. Sederhananya, purifikasi lebih menggarap
persoalan-persoalan dalam konteks hablun min Allah. Sedangkan, tajdid menggarap persoalan-
persoalan dalam konteks hablun min an-nas.
3
Ketimpangan orientasi gerakan Muhammadiyah yang cenderung mengedepankan aspek
purufikasi kemudian memunculkan kesan bahwa persyarikatan seolah memiliki corak
keagamaan yang keras, sinis, dan anti terhadap lokalitas. Dalam hal inl, Muhammadiyah sudah
terlanjur sering mengatakan "syirik", "takhayul"; "bid'ah", dan "khurafat" (TBC) untuk segala
jenis perbuatan yang tidak senafas dengan ajaran Islam murni, termasuk keberadaan budaya
lokal yang sudah menjadi tradisi turun-temurun. Umat yang masih awam dengan ajaran Islam
jugs merasa-kan Islam itu ganas, anti kultur lokal, dan cenderung memaksa. Perlu disadari bahwa
metode purifikasi, nyata-nyata telah menciptakan trauma kolektif dari sekelompok masyarakat
yang belum mengerti betul akan ajaran Islam murni. Dengan demikian, merekapun seolah-olah
enggan bersentuhan dengan pola-pola pemahaman Islam versi Muhammadiyah.
a. Tanwir Muhammadiyah di Denpasar dan Makasar
Sidang Tanwir Muhammadiyah di Denpasar, Bali, tahun 2002 telah menyisakan
"Pekerjan Rumah" cukup besar bagi warga Muhammadiyah untuk menembus atau menerobos
wacana baru, yaitu seputar dakwah kultural. Wacana kontroversial yang disampaikan melalui
sidang Tanwir tersebut benar-benar membuat pusing beberapa kalangan di Muhammadiyah.
Karena di dalam forum tertinggi setelah Muktamar itu tidak dapat mencapai titik temu, akhirnya
hasil sidang Tanwir di Denpasar belum bisa mengambil keputusan apapun mengenai dakwah
kultural. Selanjutnya, Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2000-2005 merekornendasikan
kepada tim khusus untuk mengkaji lebih lanjut seputar dakwah kultural.
Pasca Tanwir Denpasar, muncul sekelompok warga Muhammadiyah yang
mempertanyakan kembali tentang urgerisi dakwah kultural. Di antara mereka, terdapat se-bagian
orang yang mencoba menggugat penggunaan istilali kultural dalam konteks dakwah.
Menurutnya, di dalarri makna dakwah sebenarnya sudah tersirat makna sehingga dengan
menyebut dakwah kultural seolah-olah kandungan maknanya terasa rancu.
Di samping itu, sebagian kalangan Muhammadiyah juga banyak yang merasa khawatir
ketika menyentuh wacana baru tersebut (dakwah kultural). Dalam asumsi mereka, keberadaan
dakwah kultural terkesan hendak me-rancukan paham keagamaan Islam versi Muhammadiyah
(purifikasi: tanzih). Kehadiran wacana dakwah kultural seolah-olah hendak mengafirmasikan
4
ragam bentuk ke-munkaran, seperti: TBC. Kehadirannya sarna artinya hendak menyelewengkan
orientasi gerakan keagamaan Muhammadiyah (purifikasi: tanzih), di mana, dakwah kultural
mengindikasikan suatu pola keagamaan yang sinkretis.
Melalui kajian secara intensif oleh beberapa tokah kalangan Muhammadiyah, akhirnya
dicapailah kata sepakat untuk engagendakan dakwah kultural sebagai sebuah pendekatan dakwah
Muhammadiyah di masa depan. Kesiapan kerangka atau konsep dakwah kultural sebagai
pendekatan sekaligus metode dalam berdakwah untuk kalangan Muhammadiyah kemuidian
dibawa ke sidang
Tanwir di Makasar. Sidang Tanwir Muhammadiyah di Makasar, Ujung Pandang, tahun
2003 telah merekomendasikan dakwah kultural sebagai pendekatan sekaligus metode dakwah. di
Muhammadiyah. Melalui sidang Tanwir tersebut, Muhammadiyah memantapkan metode
da.kwah kultural ke depan agar lebih menampilkan pola-pola pemahaman agama secara santun
terhadap lokalitas. Sekaiipun kehadir-an metode dakwah kultural telah menjadi agenda resmi
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, akan tetapi hal itu tetap 'saja disikapi secara apriori oleh
sekelompok orang di tubuh persyarikatan. Banyak di antara mereka yang masiti belum dapat
memahami kehadiran metode dakwah kultural sebagai suatu tuntutan bagi Muhammadiyah agar
bisa menampilkan wajah keislaman yang lebih santun terhadap lokalitas. Mereka yang masih
menolak kehadiran dakwah kultural cenderung berpegang teguh pada metode purifikasi (tanzih)
yang jelas-jelas anti terhadap lokalitas.
b. Memahami Dakwah Kultural
Sejatinya, konsep dakwah kultural yang menjadi agenda resmi Pimpinan Pusat
Muhammadiyah telah disusun secara sistematis sebagai suatu landasan teoritis dalam
aplikasinya. Persoalannya adalah, apakah yang dimaksud dari pengertian dakwah kultural itu?
Bagaimana posisi antara Islam dengan budaya lokal? Bagaimana behtuk dakwah kultural sebagai
suatu metode berdakwah? Betikut ini penulis akan menjelaskan beberapa hal tersebut sedara
singkat. Istilah dakwah sesungguhnya hampir senafas dengan tabligh (penyampaian). Ditinjau
dari segi bahasa, dakwah beiasal dari bahasa Arab: da'a, yad'u, da'watan yang berarti "ajakan"
atau "seruan". Sementara, istilah tabligh berasal clan bahasa Arab: baltagha, yuballighu, tabligh
yang berarti "penyampaian". Pelaku dakwah disebut dan pelaku tabligh disebut mubaligh. Dilihat
dari aspek bahasa ter-sebut, adakah perbedaan antara dakwah dengan tabligh? Secara teoritis,
5
cakupan makna dakwah jauh lebih luas datipada tabligh. Pengertian tabligh sendiri merupakan
bagian dari konsep dakwah. Karena itu, tabligh adalah bagian dari gerakan dakwah. Upaya
pembuktian konsep antara dakwah dengan tabligh dapat dipahami melalui keberadaan Majelis
Tabligh dan Dakwah Khusus (MTDK) di iingkungan Muhammadiyah. Sebagai gerakan Islam,
Muhammadiyah dan seluruh un8ur pembantu pimpinan yang ada sesungguhnya me-miki untuk
selalu melakukan dakwah. Adanya tanggungjawab bersama bagi segenap pimpinan
Muhammadiyah dapat dipahami bahwa tugas dakwah perVarikatan bukan hanya terletak pada
MTDK. Dalam halr. ini, MTDK hanyalah leading sector dalam meng-implementasikan dakwah
Muhammadiyah s,ecara lebih spesifik. Spesifikasi yang dimaksud dapat berupa penyusunan
perencanaan, tahapan-tahapan, strategi, serta mapping peta dakwah.
Sementara, dakwah kultural dapat dipahami sebagai pendekatan (approach) sekalig-us
'metode untuk menyikapi keberadaan lokalitas secara arif. Artinya, dakwah kultural merupakan
suatu pendekatan dalam rangka memahami keberislaman umat dalam konteks sosiologis,
antropologis, dan budaya. Perspektif dakwah kultural yang digunakan untuk mernaharni
keberislaman umat Mikan atas dasar purifikasi, melainkan lebih mengakui khazanah budaya
lokal.
Di samping itu, dakwah kultural juga dapat dipahami sebagai metode dalam berdakwah.
Pengertian demikian tentunya lebih lazJ.m digunakan daripada makna dakwah kultural sebagai
pendekatan. Sebab, di dalam aplikasi praktisnya, dakwah kultural membutuhkan keberadaan
lokalitas sebagai medium penyampaian ajaran Islam. Dalam hal ini, dakwah kultural lebih
memposisikan ke-budayaan lokal sebagai medium untuk memperkenalkan ajaran-ajaran Islam
secara murni melalui proses yang berkelanjutan.
c. Islam dan Persentuhan Budaya Lokal
pelbagai pola keberagamaan umat Islam sesungguh-nya dilatarbelakang pada sudut
pendekatannya. Seperti apapun ekspresi keberagamaan umat Islam tetap saja akan bermuara
pada sudut pendekatannya. Persyarikatan yang selama ini cenderung diasumsikan tidak apresiatif
terhadap lokalitas hanya disebabkan karena pendekatan Muham-madiyah yang sangat .normatif
(tekstualis). Realitas social yang sangat lekat dengan pluralitas budaya "dipaksa" harus senafas
dengan ajaran-ajaran normatif, sehingga tradisi lokal yang tidak sesuai dengan Muhammadiyah
harus diberantas. Dengan demikian, kehadiran dakwah kultural telah merubah bentuk-bentuk
6
pendekatan Muhammadiyah yang cenderung normatif ke arah kontekstual dan peka terhadap
realitas (lokalitas).
Dakwah kultural jelas bermuara pada sudut pen-dekatan pemahaman Islam yang
memandang keberadaan lokalitas. Budaya lokal yang bersifat plural sudah barang tenth
mengandung kontradiksi-kontradiksi dengan ajaran Islam secara normatif. Kendati demikian,
ketidaksesuaian yang terjadi bukan kemudian disikapi secara apriori dengan memberikan
justifikasi syirik, takhayul, bid'ah ataupun khurafat. Adanya ketidaksesuaian tersebut justru hams
dipahami secara santun dan bijaksana. Bagaimana pun juga, dilihat dari perspektif sosiologis,
antropologis, maupun budaya, keberadaan lokalitas jelas tidak dapat dihilangkan begitu saja.
Karena kebudayaan lokal pada umurnnya merupakan warisan turun-temurun dari nenek moyang.
Untuk itu, sikap menghakimi keberadaan lo-kalitas dengan klaim-klaim yang apriori jelas tidak
me-nunjukkan suatu kebijaksanaan.
Dalam konteks dakwah kultural, posisi ajaran Islam tetap saja menjadi orientasi jangka
panjang. Penults tetap menengarai adanya orientasi purifikasi dalam metode dakwah kultural,
sekalipun untuk mencapainya perlu melalui proses yang panjang dengan memanfaatkan kultur
lokal. Meski dakwah kultural terkesan agak merubah pola pemahaman keislarnan lokal, tetapi
masih dalam bingkai purifikasi. Posisi kultur lokal sebenarnya hanya sebagai medium bagi
proses dakwah. Keberadaan kultur lokal yang telah menjadi tradisi turun-temurun tersebut justru
sangat tidak memungkinkan untuk diberantas dalam waktu sesaat. Untuk itu, Muhammadiyah
wajib men-sikapinya secara aril d an bijaksana agar mampu menampil-kan wajah Islam an ramah
dan santun teihadap lokatitas.
d. Dakwah Kultural Sebagai Metode
Dakwah kultural yang telah disampaikan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah
merupakan suatu terobosan baru dalam praksis pemahaman Islam. Sikap apresiatif terhadap
budaya tersebut bermula ketika pelaksanaan sidang Tanwir di Denpasar, Bali, tahun 2002. Pada
masa itu, Muhammadiyah coba melirik kultur lokal sebagai medium dakwah. Jika selama ini
dakwah Muhammadiyah cenderung menggunakan pendekatan purifikasi, maka ke depan,
persyarikatan bermaksud membangun suatu metode baru yang jauh lebih toleran dengan
memanfaat-kan kultur lokal.
7
Dengan memanfaatkan kultur lokal sebagai medium berdakwah, Muhammadiyah
mencoba membangun para-digma barn dalam hal purifikasi. Paradigma baru yang ingin
dibangun Muhammadiyah tersebut perlu mendapat-kan perhatian yang sangat serius. Sebab,
logika dakwah Muhammadiyah selama ini selalu menekankan pada segi basil, sehingga
persyarikatan lebih identik dengan karakter fundamentalismenya. Sekalipun dalam konteks. ini,
Muhammadiyah lebih dipandang sebagai sebuah gerakan fundamentalisme yang berkoriotasi
positif, tetapi sikap justifikasi kultur lokal melalui paradigma takhayui, bid'ah dan khurafat,
semakin menampilkan performa kurang what bagi persyarikatan sendiri. Muhammadiyah stdikit-
sedikit mengatakan haram, syirik, bid'ah, takhayul, khurafat dan sebagainya. Dengan seperti itu,
kemudian menjadi wajar apabila banyak pihak menilai bahwa Muhammadiyah cenderung tidak
toleran dengan kultur lokal.
Kemunculan dakwah kultural sempat menciptakan sejumlah kehawatiran dari pelbagai
kalangan di internal Muhammadiyah. Dakwah kultural memang masih terlalu asing bagi warga
Muhammadiyah. Umumnya, mereka cenderung lebih mudah memahami konsep purifikasi
(tanzih) dengan menggunakan logika hasil, bukannya proses. Sebagian warga Muhamamadiyah
terlanjur mudah memberikan justifikasi terhadap beberapa persoalan budaya lokal. Salah satu
bentuk kekhawathan yang muncul di sebagian warga Muhammadiyah ialah ketika konsep
dakwah kultural lebih mengarah kepada sinkretisme. Sinkretisme merupakan sebuah konsep
pemahaman keagamaan yang mencampur adukkan antara satu ajaran agama dengan agama lain.
Kekhawatiran tersebut muncul karena pada tataran sinkretis, sisi otentisitas agama (Islam)
semakin tidak jelas. Bahkan, menurut sebagian warga Muhammadiyah, konsep demikian telah
melenceng dari ajaran murni agama Islam. Datam ajaran Islam, pola sinkretisme sejatinya sangat
bertentangan dengan konsep tauhid (wandaniyah). Karena bertentangan, maka kecenderungan
jatuh ke clalam dosa syirik menjadi lebih besar.
8
BAB III
Gerakan dakwah kultural menurut para ulama
a. strategi perubaan berbasis tradisi lokal
Menurut Abdul Munir Mulkham dakwah kultural merupakan penanjaman secara konsep
atas praktik dakwah yang selama terjadi dan berdasarkan dari pengalaman dalam sejarah islam
maupun kemuhammadiyahan yang hampir berusia satu abad. Berdasarkan pemahaman di atas
maka disusun konsep dakwah yang kemungkinan tumbuh kembali suatu etika baru yang mampu
menggerakkan seluruh unsur elemen masyarakat. Penegasan serta penajaman diperlukan sekali
dan bermaksud agar kegiatan dakwah lebih produktif dan dapat mencapai hasil optimal secara
bertahap.
Dakwah kultural sangat diperlukan karena dakwah merupakan bagian terpenting dalam
menyebarkan ajaran islam. Tapi dengan berkembangnya jaman dakwah belum mampu menjadi
pondasi kokoh bagi tata kehidupan. Hal ini disebabkan karena kesadaran kolektif pemeluk islam
di Indonesia belum tumbuh sebagai energi. Sehingga hal ini yang seharusya dikembangkan dan
dipelajari akar permasalahannya supaya dapat tercapainya cita-cita besar islam sebagai rumus
persyarikatan untuk tercapainya perubahan sosial di negri ini.
Dakwah kultural didasari oleh pandangan bahwa kehidupan masyarakat akan terus
berkembang. Persoalan yang dihadapi yaitu bagaimana cara mendorong tercapainya perubahan
dari masing-masing individu kea rah cita-cita islam dan persyarikatan. Sesuai dari pengalaman
hidup masyarakat pasti mempunyai keanekaragaman tradisi. Maka dari itu dakwah kultural perlu
dilakukan dalam model yang berbeda. Penyebabnya yaitu masyarakat bila dalam keadaan kritis
akibat kemiskinan maupun ketidakamanan pasti menjadikan hal spiritual sebagai bagian penting
untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Kesimpulannya yaitu strategi dakwah kultural adalah bagaimana menggerakkan
perubahan semua elemen tersebut kearah cita-cita islam dengan kekuatan yang ada disetiap
elemen tersebut dengan melalui model komunikasi yang bernuansa spiritual.
9
b. Islam Jawa dan Dakwah Kultural
Dalam siding yang berlangsung di Denpasar tahun 2002 Muhammadiyah mengeluarkan
suatu konsep baru yang disebut dakwah kultural. Dakwah ini bertujuan untuk memecahkan
masalah trikotomi yang pernah dungkap oleh antropolog Amerika bernama Clifford Geertz.
Tentang tiga varian budaya islam yaitu budaya priyayi, santri dan abangan. Tetapi tesis ini cuma
berlaku diwilayah jawa khususnya di Jawa Timur dan Aceh.
Persoalan selanjutnya yaitu bagaimna menghilangkan trikotomi tersebut. Jawabannya
adalah melalui cara dakwah. Salah satunya yaitu dakwah kultural. Muhammadiyah ingin
memecahkan masalah umat dengan suatu integrasi budaya berdasarkan ajaran islam sekaligus
mengakomodasi unsur budaya tradisional yang ada di Indonesia.
Seorang sarjana Amerika bernama Marshal Hodgan menulis buku berjudul The Venture
of islam mengemukakan pertanyaan mengapa proses islami di Jawa berhasil sempurna. Dan
kemudian dijawab oleh Mark Woorward melalui buku berjudul Islam in Java. Islam
berkembang di Indonesia melalui damai tapi melalui jalan mistisisme atau tasawuf. Yang
berakibat di Jawa ada yang menentang islam mistis tersebut. Penentang paham tersebut yaitu
umat islam yang berpaham modernisme dan aliran puritanisme yang selanjutnya melahirkan
paham Wahabi.
Pada taun 1950an Clifford Geertz mempopulerkan istilah Agama Jawa. Agama ini unik
karena menggabungkan 3 agama yaitu islam serta gabungan ajaran hindhu budha. Kemudian
Woorward meniadakan kepercayaan Jawa yang lain. Tetapi pendapat Woorward langsung
ditentang oleh ahli kebudayaan jawa yaitu Koentjaraningrat. Beliau mengemukakan masih ada
islam jawi yang mempunyai ciri-ciri tersendiri.
Dalam kaitannya dengan dakwah cultural maka timbul pertanyaan bagaimana sikap
muhammadiyah terhadap agama jawa. Islam Jawa merupakan suatu paham yang terbuka
terhadap paham-paham lain. Apabila Islam Jawa diakui sebagai varian yang sah maka tokoh-
tokoh seperti Ronggowasito dan Mangkunegoro IV dapat digolongkan sebagai ulama. Jika
10
Muhammadiyah ingin melakukan dakwah maka persyarikatan harus bersedia mempelajai Islam
Jawa.
c. Strategi dakwah cultural di bidang seni
Sebagai gerakan tajdid Muhammadiyah juga harus memahami kesenian yang ada. Sikap
tersebut bukan hanya sekedar memahami tetapi juga harus mengapresiasi serta berekspresi di
bidang kesenian melalui cara dakwah. Muhammadiyah menganggap kesenian merupakan
keindahan yang dibawa sejak lahir dan anugrah ilahi. Maka seni harus dijaga dan disalurkan
melalui cara ma’ruf. Seni bisa berfungsi sebagai jalan dakwah penyebaran agama islam.
Disisi lain seni juga sangat berpengaruh terhadap pergeseran nilai ruang dalamkehidupan
masyarakat.tetapi organisasi muhammadiyah juga khawatir akan pertumbuhan seni yang
berkembang karena perkembangannya menjurus ke hal-hal pornografi serta mistis yang
ditentang oleh agama islam. Masyarakat sekarang malah lebih senang terhadap tayangan-
tayangan pornografi,syirik serta mistis. Islam melarang pornografi karena dapat menyebabkan
persoalan seperti aids, kehamilan di bawah umur, aborsi, perselingkuhan dll.
Sementara itu greget dakwah muhammadiyah malah menurun yang disebabkan oleh
kegagapan muhammadiyah dalam menghadapi tantangan baru di bidang informasi dan
teknologi. dengan perkembangan internet melalui banyaknya muncul jejaring social organisasi
muhammadiyah mengalami kesulitan untuk mengantisipasi perkembangan hal pornografi dll.
Ditengah kegelisahan tersebut maka muhammadiyah menyadari arti pentingnya dakwah
cultural sehingga dakwahnya lebih efektif. Dengan jalan dakwah melalui seni dapat kembali
ditanamkan kesadaran multicultural dalam masyarakat. Di samping itu seni juga mampu
membantu masyarakat dalam memahami keanekaragaman kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat.
Kehadiran seni harus diletakkan pada wilayah yang proposional supaya muhammadiyah
dapat melahirkan suatu kesenian yang mempunyai kualitas tinggi. Dalam rangka memelihara
serta mencari bibit-bibit seni baru maka muhammadiyah perlu mendirikan suatu organisasi
11
kesenian. Supaya agama dapat disebarkan serta masyarakat juga dapat menerima karena adanya
bidang seni untuk menyebarkan agama islam.
BAB IV
Seni musik dalam dakwah kultural
Penuangan suatu pemikliran ke dalam sebuaj konsep bukanlah sekedar upaya untuk
menyampaikan gagasan yang kadang kadang terlalu ideal.Sehingga dalam mewujudkan nya
cenderung sulit untuk memperoleh hasil yang memuaskan.Hal itu terjadi karena banyaknya
kendala yang harus dihadapi serta tidak diperhitungkan sebelumnya.Maka seorang penggagas
dalam menuangkan pemikiranya akan mampu memberikan gambaran solusinya ,apabila pada
saat pelaksanaannya menghadapi masalah.
a. Hakikat dakwah kultur dan music
Pengertian dakwan di sini adalah sebuah seruan atau ajakan kepada umat untuk
berkehidupan yang lebih baik menurut tuntunan islam.pernyataan ini tercantum pada al
quran,yang artinya “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang
lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk”(QS: An-Nahl Ayat: 125).Untuk mengajak kebaikan
sekaligus untuk mendidik sikap moral dan berakhlak mulia,sesungguhnya dakwah menyangkut
masalah ajakan dan ajaran serta didikan.Dalam dakwah ini memiliki komponen yang sangat
penting.pertama menyimak makna dari perintah Q.S an-nahl diatas yang ditujukan kepada
seluruh umat islam dalam hal ini kegiatan dakwah dilaksanakan sesuai dengan bidang profesinya
masing-masing.
Kedua,sasaran dakwah adalah semua lapisan masyarakat,baik secara perorangn maupun
berkelompok.ketiga,tujuan dakwah adalah untuk membina kualitas manusia yang memiliki
akhlak mulia dan mampu membangun masyrakat adil dan sejahtera sesuai dengan ajaran
islam.keempat,materi yang berkaitan dengan ajakan dan ajaran yang hendakdisampaikan kepada
12
umat haruslah bersumber dari al-quran dan hadist yang mengandung
perintah,seruan,peringatan ,penerangan,serta ketauladanan yang diaktualisasikan sesuai dengan
keadaan zaman dan peristiwa terkini.Kelima,pelaksaaan dakwah harus harus menggunakan kiat-
kiat yang dihalalkan oleh islam,disselaraskan dengan kondisi budaya masyarakat dan
lingkungan,baik secara fisik maupun secara psikis,serta kemajuan teknologi ,baik dalam
penerapan cara maupun pemanfaatan sarana dan wahana.ilmu pengetahuan ,teknologi dan seni
adalah hasil budaya yang senatiasa berkembang sejalan dengan berkembangnya kebtuhan hidup
manusia dalam menghadapi semakin kompleksnya tantangan zaman.
Dalam hal ini seni music sebagai salah satu cabang seni merupakan bagian dari hasil
budaya manusia.seni music ,baik yang dibawakan secara instrumental maupun lewat
vocal,merupakan hasil karya dan daya guna yang diolah memlalui bunyi yang menggungkapkan
sebuah nilai keindahan dengan lewat susunan nada yang dimainkan degan keteraturan irama
akan melahirkan keselarasan keindahan dan akan membawa pendengar menikmati tangga nada
tersebut.Didalam musik harus memiliki makna yang baik dan membawa pesan-pesan yang
bermanfaat bagi kehidupan umat.
b. Ekstitensi musik dalam kehidupan umat
Kehadiran music dalam rentang kehidupan sudah bertitik tolak muali masa manusia
primitive.Dalam bentuk yang masih sangat bersahaja,music dimasa itu sudah dimanfaatkan oleh
manusia untuk kehidupan spiritual dlam upaya memetik keuntungan dari sumber alam bagi
pemnuhan kebutuhan hidupnya.Dalam perkembangan ilmu musik setelah di jawa,music sebagai
hasil karya manusia telah dikategorikan sebagai perwujudan dari peramuan unsur-unsur
penduduknya yang dikomunikasikan kepada khalayak agar dapat dinikmati dan difahami dan
musik ditata dan diolah secara cerdas sehingga dapat dimanfatkan untuk membawakan pesan
penciptanya,music dijadikan sebagia penyampai pesan dari suatu kaum yang ditujukan kepda
khalayak agar dinikmati,difahami,di ikuti,serta dilaksanakan dalam berkehidupan bersama untuk
berbagai kehidupan.
Perkembangan seni musik sunguh luar biasa.Aspek perkembangan nya dicermati dari
berbagai model penyajianya,alat pelengkapan saat bermain musik ,isi kandungan musik dan
pesan-pesan yang di samapaikan oleh musik tersebut.penyajian music seharusnya mampu
membuat masyarakat peka rasa terhadap segala aspek keindahan dan kemulian yang ada didalam
13
nya.Penyajian music saat sekarang justru telah terkontaminasi sebagi akibat imbas perhitungan
untung rugi komersil.
c. Music sebagai produk karya cipta
Music sebagai karya cipta mausia yang biasa disebut dengan komposisi merupakan hasil
olah piker dan rasa,baik melalui pramuan melodi dan liriknya,maupun lewat instrumental alat
musiknya.terwujudnya music sebagai karya cipta pasti melalui suatu proses yang dapat terjadi
dalam kurun waktu yang cukup lama.hal ini dikarenakan adanya desakan dan tutntunan inspirasi
diri secara murni maupun tuntunan visi dan misi pemesannya
Kemampuan seseorang untuk menjadikan dirinya sebagai pengubah atau pencipta music
cukup panjang.kemampuan tersebut dapat diperoleh melalui pengalaman ilmu pengetahuan
didasari oleh kederdasan pemikiran,serta hikma memperoleh ilham (inspirasi) yang datang dari
luar dirinya.Untuk memahami music islami nukan lah semata-mata digambarkan sebai music
yang hanya berlagak kearab-araban atau ketimur tengahan.kita harus menyadari bahwa istilah
music itu sendiri berasal dari dunia barat dengan serangkaian peristilahan dan kaidah-
kaidahnya.sekalipun terkadang kita melupakan bahwa karawitan merupajkan music yang sering
dikategorikan sebagai music tradisi.Karya music hurus kita pandang sebagai wahana dan sarana
yang dapat dimanfaatkan sebagai media unruk menyampaikan ajaran dan ajaka ber amar ma’ruf
dan ber-nahi munkar.
d. Music sebagai proses berpengalaman
Proses berpengalaman yang dimaksud adalah suatu tindakan melaksanakan kegiatan,baik
secara aktif maupun pasif.dengan melaksanakan kegiatan tersebut maka pellaku dapat
memperoleh kesan,kenangan,serta pengetahuan nyata yang bias membangun pemahaman dan
kesadaran diri untuk bersikap maupun berbuat lebih lanjut
Dengan demikian,setiap orang menghadapi dan memiliki cara-cara dalam melakukan
proses berpengalaman music yang berbeda-beda.pertama,seorang komponis dangan konsentrasi
jiwanya dari gagasannya,tangkapan peristiwa alam dan sosialnya,terjemahan dari ayat-ayat
14
alquran dan kandungan al-hadist melahirkan karya music yang dilandasi penegtahuan dan
kemampuan musikalnya.kedua,pelaku bermusik bertindak sebagai artis vakalis maupun musisi
yang menyajikan karya music dengan segala kemampuan bermain dan
beraktingnya.ketiga,penikmat karya music selalu apresiatif dangan kesiapan mengawali melalui
sikap bersedia atau mau mendengarkan dan menikmati.karena kepekaan rasanya,maka pada
akhirnya mereka terhanyut dalam alunan music.
Apabila pengalaman bermusik semacam ini diberikan kepada peserta didik,maka music
itu sendiri telah berfungsi sebgai media pendidikan maka lagu-lagu harus dipilih dan harus
memiliki nilai edukatif serta islami,music ini harus dibawakan dengan dengan suasana segar dan
music ini dapat dikemas dengan music modern seprti sekarang.tetapi adakalanya citra seni music
tersebut rusak yang disebabkan oleh actor yang berakting cenderung sensual dan erotis dalam
penyajianya.
Pemberian pengalaman positif melalui penikmatan music dipandang perlu adanya
pemikiran untuk pengadaan sebanyak-banyaknya materi sajian music yang bernilai
dakwah.dalam hal ini perlu adanya kesadaran dan kerelan dari komponis unruk senantiasa
menciptakan suatu music yang bernilai dakwah.
e. Music sebagai media berinteraksi
Music memiliki potensi luar biasa sebagi perantara atau media berkomunikasi
manusia.dalam kehidupan manusia prasejarah,kelahiran music semual lebih banyak digunkan
sebgai sarana utama untuk berkomunikasi dangan alam,degan ruh nenek moyang,dengan
penguasa alam semsta dan lain sejenisnya.pada masa sekrang ,ketika penikmat music tidak
semata-mata menerima alunan suara dari pelaku maupun alat music yang didengarnya secra
pasif,maka kemungkinan suatu proses interaksi dapat terjadi.Proses komunikasi dan interaksi
yang demikina tentunya melakukan kegiatan dakwah.
Suatu tindakan yang sangat arif apabila kita semua dengan penuh kesadatan mampu
memanfaatkan music sebagai media dakwah mampu memanfaatkan music sebagi media dakwah
yang sesuai dengan lahan nya masing-masing.kearifan yang demikian telah menujukan bahwa
kita sungguh menyadari adanya pengaruhn yang nyata dari suatu permainan music.kita juga
15
menyadari bahwa semua manusia secara fitrah telah dianugrahkan potensi rasa untuk menikmati
keindahan bunyi.
Beberapa contoh yang berhubungan dengan proses interaksi manusia dengan musk
diantaranya adalah.pertama,ketika kita mendengar dan mengikuti irama music gendering dalam
suatu parade,sudah dapat dipastikan bahwa jantung didalam dada akan ikut berdetak
kuat.kedua,ketika sedang mendengarkan music dangdut,seadndainya tidak dibatasiperasaan malu
serta pertimbangn norma etika,pastikan lah akan tergerak tubuh kita untuk mengikuti irama
gendang nya.ketiga, ketika mendengarkan alunan music maupun lagu yang mengharuhkan ,baik
malalui secara irama,melodi maupun lirik nya,boleh jadi kita akan terhanyut sehingga secara
spontan meneteskan air mata.lantunan lagu tersebbut juga dapatmengetarkan perasaan
kita.keempat,ketika anak-anak mendengarkan music atau lagu,maka akan muncul rasa gembira
sehingga secara spontan mereka merespon melalui gerakan tubuh layaknya orang yang sedang
menari.jika penyajian music dapat dilaksanakan dengan memperhatikannilai dan pengaruh
positif nya maka pesan yang terkandung didalamnya akan sampai seacra pada target sasarannya.
f. Music dan perkembangan jiwa
Music sebagai suatu bentuk aktivitas jiwa dan raga dalam penghayatannya sangat
tergantung oleh sejumlah factor tersebut.Respon tingkat dasar adalah respon yang
dilakukansecara sederhana dan spontan yang tergerak oleh reaksi sesaat terhadap Irma music
yang ditangkapnya.Dalam merespon music yang didengarnya,orang dewasa telah mengggunakan
pertimbangan rasional untuk menangkap jiwa dan pesan yang terkandung dlam suatu melodi dan
lirik lagu.Pengaruh lingkungan dan latar belakang social budaya juga sangat mempengaruhi
kecerdasan seseorang dalam menangkap makna music yang didengarnya.
Dalam memiliki music untuk disajikan kepada masyarakat dan anak-anak agar sesuai
dengan perkembangan jiwanya dilakukan dengan memperhatikan beberapa
pertimbangan,yakni.pertama,tema music yang mengandung unsur kebermaknaan.hal ini
sejatinya dapat terbaca dari judul dan liriknya.kedua, bentuk dan struktur lagu yang terlihat pada
factor kerumitan susunan kalimatnya, frase atau penggalanya,motifnya dan
perulangannya.ketiga,ambitusnya atau kemampuan jangkauna nada yang sesuai dengan
perkembangan usia dan pengamalnya.keempat,keselarasan apresiasi yaitu latar belakang
16
kesukaan,kebiasaan,gaya, dan corak local yang terlihat dari susunan irama dan melodi serta
dialek bahasa melalui struktur kalimat dan diksinya.
17
BAB V
PENUTUP
Dakwah kultural merupakan upaya menanamkan nilai-nilai Islam dalam seluruh dimensi
kehidupan dengan memperhatikan potensi dan kecenderungan manusia sebagai makhluk budaya
secara luas, dalam rangka mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Dakwah kultural mencoba memahami potensi dan kecenderungan manusia sebagai
makhluk budaya berarti memahami ide-ide, adat istiadat, kebiasaan, nilai-nilai, norma, sistem
aktivitas, simbol, dan hal-hal fisik yang memilki makna tertentu dan hidup subur dalam
kehidupan masyarakat.
Dikatakan dakwah kultural, karena dakwah yang dilakukan menawarkan kultur baru yang
bernilai islami. Dari ikhtiar untuk menawarkan kultur baru yang bernilai islami, dari teks Kitab
Suci Al-Qur’an lahirlah seni baca al-Qur’an dan seni kaligrafi.
Ciri dakwah kultural adalah : dinamis, kreatif dan inovatif. Ciri dakwah kultural ini
pernah dipraktekkan Rasulullah SAW, ketika memperlakukan Tsumamah bin Utsal, kepala suku
Bani Hanifah. Kreatifitas dan inovasi kultural dalam berdakwah juga dilakukan oleh K.H.
Ahmad Dahlan, dengan mendirikan lembaga pendidikan, rumah sakit, panti asuhan dan lain-lain.
Secara substansial misi dakwah kultural adalah upaya melakukan dinamisasi dan
purifikasi. Dinamisasi bermakna sebagai kreasi budaya yang memiliki kecenderungan untuk
selalu berkembang dan berubah ke arah yang lebih baik dan islami. Purufikasi diartikan sebagai
usaha pemurnian nilai-nilai dalam budaya dengan mencerminkan nilai-nilai tauhid.
18
Daftar pustaka
Chamamah,siti (2014),muhamadiyah sebagi gerakan seni dan budaya.Yogyakarta: penerbit pustaka pelajar;
19